Anda di halaman 1dari 26

BAB II KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Ada beberapa pengertian yang menjelaskan tentang mola hidatidosa. Mola

hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak

ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili

(Sarwono, 1997).

Mola hidatidosa adalah kehamilan dengan ciri-ciri stroma villi korealis

langka vaskularisasi dan edematus (Sarwono, 1997).

Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologi dari korion yang ditandai

dengan :

a. Degenerasi kistis dari villi disertai pembengkakan hidropik.

b. Avaskularitas atau tidak adanya perubahan darah janin.

c. Proliferasi jaringan trofoblastic (Ben-Zion, 1994).

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil

konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari villi

korealis disertai dengan degenerasi hidrofik (Saifuddin, 2000).

B. KLASIFIKASI MOLA HIDATIDOSA

Menurut Cuningham, 1995. Mola hidatidosa terbagi menjadi dua yaitu :

1. Mola hidatidosa komplek (klasik), jika tidak ditemukan janin. Villi

korealis diubah menjadi masa gelembung-gelembung bening yang

1
besarnya berbeda-beda. Masa tersebut dapat tumbuh membesar sampai

mengisi uterus yang besarnya sama dengan kehamilan normal lanjut.

Struktur histologinya mempunyai sifat :

a. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma villi.

b. Tidak terdapat pembuluh darah di dalam villi yang bengkak.

c. Proliferasi sel epitel trofoblas dengan derajat yang beragam.

d. Tidak terdapat janin dan amnion.

2. Mola Hidatidosa Partialis

Bila perubahan mola hanya lokal dan tidak berlanjut dan terdapat janin

atau setidaknya kantung amnion, keadaan tersebut digolongkan mola

hidatidosa partialis. Terdapat pembengkakan villi yang kemajuannya

lambat, sedangkan villi yang mengandung pembuluh darah yang lain yang

berperan dalam sirkulasi fito placenta, jarang Hiperflasi trofoblas hanya

lokal tidak menyeluruh (Jacobs, 1982).


C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar : Alat Reproduksi Wanita Bagian Dalam (Sumber : Ester, 1998).

Alat kelamin dalam terdiri dari :

1. Liang senggama (Vagina)

2. Rahim (uterus)

3. Saluran telur (Tuba Falopi)

4. Indung telur (Ovarium)

1. Liang Senggama (Vagina)

Suatu saluran yang menghubungkan rahim dengan aurat. Terletak

antara kandung seni dan poros usus (rectum). Dinding depan liang

senggama (9 cm) lebih pendek dari dinding belakang (11 cm). Pada

puncak liang senggama menonjol leher rahim (serviks uteri) yang disebut

porsio uteri.
Faal dari liang senggama yaitu :

a. Sebagai alat persetubuhan

b. Sebagai saluran keluar dari rahim, merupakan jalan keluar dari darah

haid dan getah dari rahim

c. Sebagai jalan lahir pada waktu persalinan

2. Rahim (Uterus)

Merupakan alat yang berongga dan berbentuk seperti bola lampu yang

pipih. Pada wanita dewasa belum pernah melahirkan ukurannya seperti

berikut :

a. Panjang : + 7,5 cm

b. Lebar : + 5 cm

c. Tebal : + 2,5 cm

d. Berat : + 50 gr

Terletak diantara kandung seni dan poros usus.

Terdiri dari : badan rahim (korpus uteri) dan leher rahim (serviks uteri)

Bagian-bagian dari rahim :

a. Dasar rahim

Bagian dari badan rahim yang terletak antara kedua pangkal saluran

telur.

b. Rongga rahim (kavum uteri)

Berbentuk segitiga, lebar di daerah dasar rahim dan sempit ke arah

leher rahim. Diliputi oleh selaput lendir yang dinamakan endometrium.

c. Saluran leher rahim (kanalis servikalis)


Hubungan antara rongga rahim dan saluran leher rahim disebut rahim

dalam (Ostium Uteri Infernum).

Muara saluran leher rahim ke dalam vagina disebut mulut rahim luar

(Ostium Uteri Eksternum).

d. Dinding rahim

Terutama terdiri dari otot polos yang disusun sebegitu rupa hingga

dapat mendorong isinya keluar pada waktu persalinan.

3. Saluran Telur (Tuba Falopi)

Ada 2 saluran telur kiri dan kanan. Berjalan dari tanduk rahim kanan

kiri (kornu uteri) ke arah sisi (lateral). Panjangnya 12 cm. Ujung dari

saluran telur berumbai disebut Umbai (Fimbria). Faal utama saluran telur

adalah untuk membawa telur yang dilepaskan oleh indung telur ke jurusan

rongga rahim. Umbai berperan dalam menangkap telur yang dikeluarkan

oleh indung telur.

4. Indung Telur (Ovarium)

Ada 2 indung telur, kanan dan kiri. Berbentuk seperti kemiri yang

pipih. Indung telur mengandung sel-sel telur muda, folikel primordial,

folikel degraaf, badan kuning (korpus luteum), badan putih (korpus

albikans). Indung telur membentuk zat-zat hormon : estrogen dan

progesteron, yang berperan dalam peristiwa haid.


D. ETIOLOGI

Menurut Moechtar, 1990. Penyebab mola hidatidosa belum diketahui

secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab adalah :

1. Faktor ovum

Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua

serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau

gangguan dalam pembuahan.

2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah

Dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan

janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi

zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan

gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.

3. Parietas tinggi

Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa

karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic yang

dapat diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen

atau menotropiris (pergonal).

4. Kekurangan protein

Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh

sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah

dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat
apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir

lebih kecil dari normal.

5. Infeksi virus

Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.

Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan

menimbulkan penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah

mikroba (kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan

tubuh.

E. PATOFISIOLOGI

Menurut Sarwono, 1994, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa

yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel

telur patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur

kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi

maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi.

Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang

dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal,

namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua

sering terlihat perubahan sebagai berikut :

1. Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai

dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai

sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten
selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan

tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi

merupakan gejala yang sering dijumpai.

2. Ukuran uterus

Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang

sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada

wanita multipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah

abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi

yang lebih lunak.

3. Aktivitas janin

Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara

khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan

alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang

kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu

plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat

normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola

inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang

hidup.

4. Embolisasi

Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus

dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah

tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta

tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jara
terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang

menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk

menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut

trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase

yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari

trofoblas saja (corio carsinom metastasik) atau trofoblas dengan stroma

villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut

bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat

terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan

kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan

menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan

yang efektif.

5. Ekspulsi Spontan

Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum

mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat

tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan

sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.

F. MANIFESTASI KLINIK

Menurut Wiknjosastro, 2002. Manifestasi klinik dari kehamilan Mola

hidatidosa adalah:

1. Hampir sebagian besar kehamilan mola akan disertai dengan peningkatan

pada HCG.
2. Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus iminen tetapi

gejala mual muntah lebih hebat, sering disertai gejala seperti pre eklamsi.

3. Pemeriksaan USG, akan menunjukkan gambaran seperti sarang tawon

tanpa disertai adanya janin.

4. Diagnosa pasti, adalah dengan melihat jaringan mola, baik melalui

ekspulsi spontan ataupun biopsy spontan pasca perasat hanifa dan acosta

sisson.

G. KOMPLIKASI

Menurut Wiknjosastro, 1999. Komplikasi dari kehamilan Mola hidatidosa

yaitu: PTG (Penyakit Trofoblast Ganas)

H. PENATALAKSANAAN

Berhubungan dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa itu menjadi

ganas maka terapi bagi wanita yang masih mengiginkan anak maka setelah

diagnosa mola dipastikan dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan

disertai dengan pemberian infus oksitosin intra vena. Sesudah itu dilakukan

kerokan dengan karet tumpul untuk mengeluarkan sisa konsepsi sebelum mola

dikeluarkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan rontgen paru-paru untuk

menentukan ada tidaknya metastase di tempat tersebut. Setelah mola

dilahirkan dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista

tuba uteri. Kista ini tumbuh karena pengaruh hormonal dan mengecil sendiri

(Moechtar, 1990).
Mola hidatidosa diobati dengan 4 tahap sebagai berikut :

1. Perbaikan umum

Pengeluaran gelembung mola yang disertai perdarahan memerlukan

transfusi sehingga penderita tidak jatuh syok. Disamping itu setiap

evakuasi jaringan mola dapat diikuti perdarahan. Hingga persiapan darah

menjadi program vital pada waktu mengeluarkan mola dengan curetage

dipasang infus dan uretoronika dulu sehingga pengecilan rahim dapat

mengurangi perdarahan.

2. Pengeluaran jaringan mola hidatidosa

a. Evakuasi jaringan mola hidatidosa

Dilakukan dengan vakum curetage yaitu alat penghisap listrik yang

kuat hingga dapat menghisap jaringan mola yang cepat. Penggunaan

alat listrik mempunyai keuntungan cepat menghisap dan mengurangi

perdarahan. Evakuasi jaringan mola hidatidosa dilakukan dua kali

dengan interval satu minggu.

b. Histerektomi

Dengan pertimbangan umur (diatas 35 tahun) parietas diatas 3 maka

penderita mola hidatidosa dilakukan tindakan radikal histerektomi.

3. Pengobatan profilaksis dengan sitostatika

Mola hidatidosa merupakan penyulut trofoblas yang berkelanjutan menjadi

koriokarsinoma. Untuk menghindari terjadinya degenerasi ganas diberikan

profilaksis dengan sitostatika metotraksan atau aktinomicyn D.

Pengobatan profilaksis sitostatika memerlukan perawatan rumah sakit.


4. Pengawasan lanjut

Pengawasan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya

dikosongkan sangat penting karena mungkin timbul tumor ganas.

Penentuan kadar kuantitatif HCG subyektif unit beta dilakukan tiap

minggu.

I. PENGKAJIAN FOKUS

Menurut Doenges, 1999. Pengkajian fokus yang mungkin terjadi pada

pasien Mola hidatidosa yaitu sebagai berikut :

1. Sirkulasi

Perdarahan yang berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan volume

cairan dalam tubuh. Sehingga sirkulasi darah dalam tubuh terganggu, serta

dapat mengakibatkan Syok hipovolemik.

2. Integritas ego

Dapat mengekspresikan perasaan tidak adekuat.

3. Makanan / Cairan

Penambahan berat badan mungkin tidak sesuai dengan masa gestasi

(penambahan yang lebih kecil dapat berakibat negatif bagi janin). Diabetes

dependen-insulin pada ibu. Adanya gangguan pola makan (misal:

anoreksia nervosa, bulimia, atau obesitas).

4. Keamanan

Infeksi (misal: penyakit hubungan kelamin [PHS], penyakit inflamasi

pelvis). Adanya gangguan kejang, derajat / metode kontrol. Pemajanan


bermakna pada radiasi, kimia toksin, atau infeksi teratogen (misal: rubella,

toksoplasmosis, sitomegalovirus, human immunodeficiency virus / AIDS

dan PHS lain), infeksi pascanatal (misal: meningitis, ensefalitis),

kekurangan stimulasi / nutrisi pascanatal. Presentasi bokong (khususnya

pada anensefali).

5. Seksualitas

Riwayat pernah melakukan aborsi dua kali atau lebih pada trimester

pertama, kematian janin, atau anak dengan abnormalitas kromosom.

Trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic yang dapat

diidentifikasi. Penggunaan stimulan ovulasi seperti klomifen atau

menotropins (pergonal).

6. Interaksi Sosial

Pernikahan antar-keluarga (konsanguinitas). Rasa bersalah / menyalahkan

diri sendiri atau pasangan yang membawa gen defektif.

7. Penyuluh / Pembelajaran

Riwayat keluarga yang positif diketahui ada penyimpangan genetic atau

penyimpangan keturunan (misal: sel sabit, fibrosis, kistik, hemofilia,

phenilketonuria, cacat kraniospinal, malformasi ginjal, talasemia, korea

Huntington), penyimpangan pada keluarga (kanker, penyakit jantung,

diabetes, alergi), abnormalitas congenital (sindrom down, retardasi mental,

kerusakan tuba neural), atau penyimpangan metabolic bawaan dari lahir

(misal: penyakit urin sirup maple, penyakit Tay-Sachs).


Latar belakang etnik pada risiko penyimpangan khusus (misal: Black

African, Mediteranian, Ashkenazi Jewish). Penggunaan obat (alcohol, obat

bebas, diresepkan atau obat jalanan, obat antikonvulsan).


J. PATHWAYS KEPERAWATAN

MOLA HIDATIDOSA
Ovum yang sudah atropi, sosial ekonomi yang rendah (kekurangan gizi), infeksi
virus, parietas yang tinggi, imunoselektif dari trofoblast

Hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur 3 – 5 minggu

Pembuluh darah villi tidak berfungsi

Penimbunan cairan di dalam jaringan chorialis

Perdarahan yang terus menerus

Pre Curetage Curetage

Kehilangan Psikologis Fisik


cairan darah
yang banyak

< pengetahuan Perlukaan jalan lahir

Kekurangan volume
darah atau cairan Cemas Perdarahan
Nyeri
Resti Infeksi

Resti Syok Hipovolemik


Kehilangan darah

Perubahan volume Lemah


cairan

Resti Syok
Hypovolemik
Kurang perawatan diri
Sumber : Cuningham, 1995 dan Moechtar, 1990
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Mola hidatidosa

adalah sebagai berikut :

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler berlebihan.

2. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri.

3. Resti infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervaginam yang abnormal,

dan perlukaan jalan lahir.

4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot atau dilatasi serviks.

5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keadaan umum yang lemah.

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan dan tidak mengenal

sumber-sumber informasi.

L. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler berlebihan

ditandai dengan hipotensi, peningkatan frekuensi nadi, penurunan urine.

Kriteria hasil : Mendemonstrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan.

Intervensi :

a. Evaluasi, laporkan, dan catat jumlah serta sifat kehilangan darah

Rasional : Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa.

b. Lakukan tirah baring, instruksikan klien untuk menghindari valsava manuver

koitus.

16
Rasional : Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas peningkatan

tekanan atau abdomen atau orgasme (yang meningkatkan

aktivitas uterus) dapat merangsang perdarahan.

c. Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, terlentang.

Rasional : Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak

d. Catat tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR, Suhu)

Rasional : Membantu menentukan beratnya kehilangan darah

e. Pantau aktivitas uterus dan adanya nyeri tekan abdomen

Rasional : Membantu menentukan sifat hemoragi dan kemungkinan hasil

dari peristiwa hemoragi.

2. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri ditandai dengan

pengungkapan masalah khusus, peningkatan ketegangan stimulasi simpatis.

Kriteria : Melaporkan / menunjukkan berkurangnya ketakutan atau hasil

perilaku yang menunjukkan ketakutan.

Intervensi :

a. Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien atau

pasangan.

Rasional : Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang

terjadi.

b. Pantau respon verbal dan non verbal klien / pasangan

Rasional : Menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami klien /

pasangan.

c. Dengarlah masalah klien dan dengarkan secara aktif.


Rasional : Meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan

kesempatan pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri.

d. Libatkan klien dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan

sebanyak mungkin.

Rasional : Menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu

mengontrol situasi dapat menurunkan rasa takut.

e. Jelaskan prosedur dan arti gejala-gejala

Rasional : Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan

meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervagina yang

abnormal.

Kriteria hasil : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh

Intervensi :

a. Catat suhu, catat jumlah bau, warna darah pervagina

Rasional : Kehilangan darah berlebihan dengan penurunan Hb,

meningkatkan resiko klien untuk terkena infeksi.

b. Catat masukan / keluaran urin, catat berat jenis urine.

Rasional : Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan keluaran

urine.

c. Pantau respon merugikan pada pemberian produk darah.

Rasional : Pengenalan dan intervensi dini dapat mencegah situasi yang

mengancam hidup.
d. Berikan informasi tentang resiko penerimaan produk darah

Rasional : Komplikasi seperti hepatitis dan (HIV/AIDS) dapat tidak

bermanifestasi selama perawatan di rumah sakit.

e. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian penggantian cairan.

Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi untuk mengatasi kehilangan

cairan atau syok.

f. Kolaborasi pemberian antibiotik secara parental

Rasional : Mungkin diindikasikan untuk mencegah atau meminimalkan

infeksi.

4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot atau dilatasi servik ditandai dengan

melaporkan nyeri dan perilaku disfraksi.

Kriteria hasil : Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan hilang / terkontrol.

Intervensi :

a. Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri

Rasional : Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan.

b. Kaji stress psikologis klien / pasangan dan respon emosional terhadap

kejadian.

Rasional : Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat

memperberat derajat ketidaknyamanan.

c. Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk mengalihkan rasa nyeri.

Rasional : Dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan

karenanya mereduksi ketidaknyamanan.


d. Kolaborasi untuk tindakan curetage bila diindikasikan.

Rasional : Untuk menghilangkan nyeri.

5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keadaan umum yang lemah ditandai

dengan keadaan umum pasien lemah.

Kriteria hasil : - Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aktivitas

perawatan diri.

- Pasien dapat mewujudkan kebersihan optimal sesudah

perawatan dengan dibantu.

Intervensi :

a. Kaji penyebab atau penunjang.

Rasional : Mengetahui penyebab masalah yang muncul pada pasien.

b. Tingkatkan partisipasi optimal.

Rasional : Melatih kemampuan atau partisipasi dan toleransi pasien

terhadap aktivitas.

c. Tingkatkan harga diri dan inisiatif diri.

Rasional : Memberikan motivasi pada pasien tentang pentingnya Personal

hygiene.

d. Evaluasi keterbatasan untuk berpartisipasi dalam perawatan diri (makan,

berpakaian, mandi, dan toileting).

Rasional : Mengevaluasi pasien tentang keterbatasan untuk berpartisipasi

dalam pemenuhan Personal hygiene.


6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan dan tidak mengenal

sumber-sumber informasi.

Kriteria hasil : Mengungkapkan dalam istilah sederhana, patofisiologi dan

implikasi situasi klinis

Intervensi :

a. Jelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi hemoragic.

Rasional : Memberikan informasi, memperjelas kesalahan konsep dan dapat

membantu menurunkan stress yang berhubungan.

b. Berikan kesempatan bagi klien untuk mengajukan pertanyaan dan

mengungkapkan kesalahan konsep.

Rasional : Memberikan klasifikasi dari konsep yang salah, identifikasi

masalah-masalah dan kesempatan untuk mulai mengembangkan

ketrampilan koping.

c. Diskusikan kemungkinan implikasi jangka pendek dan jangka panjang dari

keadaan perdarahan.

Rasional : Memberikan informasi tentang kemungkinan komplikasi.

d. Tinjau ulang implikasi jangka panjang terhadap situasi yang memerlukan

evaluasi dan tindakan tambahan

Rasional : Kadar HCG harus dipantau selama 1 tahun setelah pengeluaran

mola hidatidosa.
Analisa data

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS: Mengalami Gangguan

 Px datang keterlambatan dalam Rasa nyaman

kandungan pengeluaran nyeri

dengan

keluhan tidak Kista-kista kecil

haid sejak 2 seperti anggur

bulan yang lalu

nyeri perut ada Molahidatidosa

spoting

berwarna Jaringan terdapat

coklat ukus

DO:

 Keadaan Mestimulasi reseptor

umum lemah nyeri


(cm)

 TD: 90/60 Gangguan rasa

 N: 100x/menit nyaman dan nyeri

 Skala nyeri: 6

 Terlihat

konjngtiva

pucat

 Nyeri

gangguan

persio

Diagnosa kepeawatan : gangguan rasa aman dan aman b.d ketidakadekuatan

Intrvensi keperawatan

N Diag Tujuan dan Intervensi Rasional

O nosa kriteria

hasil
1 Gang Setelah Observasi Obervasi
. guan dilakukan 1. Monitor 1. ag

Rasa tindakan efek ar

nyam keperawata samping m

an n selama pengguna en

nyeri 3x24 jam an ge

diharapkan analgetik ta

kreteria Terapeutik hu

hasil : 1. anjurk i

1. Pol an ef

a meng ek

tidu gunak sa

r an m

me analge pi

nur tik ng

un secara pe

2. Tin tepat ng

gka 2. jelask gu

t an na

Agi momo an

stas nitor an

i nyeri al

me secara ge

nur mandi tik

un ri terapaeutik
3. Tin kalaborasi 1. agar

gka 1. kalabo menge

t rasi tahui

ansi pembe agar

etas rian meng

me analge gunak

nur tik an

un analge

4. Tin tik

gka secara

t tepat

nye 2. agar

ri bias

me menge

nur tahui

un monit

5. Tin or

gka nyeri

t secara

kel mandi

etih ri

an kalaborasi

me 1. agar

nur menge
un tahui

pembe

rian

obat

analge

tik

Anda mungkin juga menyukai