Anda di halaman 1dari 18

MODUL LESU

Sholeha Khuldy
C011181003
Skenario
Seorang anak perempuan berumur 8 tahun diantar ibunya ke puskesmas dengan keluhan lesu.
Gejala ini juga disertai dengan penurunan nafsu makan dan tidak mempunyai keinginan
belajar dan bermain. Keadaan ini dialami oleh anak tersebut sejak 8 bulan yang lalu sejak pulang
dari berlibur di kampungnya di Kabupaten Mamuju selama 1 bulan.

1. Identifikasi Kata Kunci dan Kata Sulit


Kata Kunci : Anak Perempuan 8 tahun, Lesu, Terdapat Penurunan Nafsu Makan, Sejak
8 Bulan yang lalu setelah pulang dari Mamuju selama 1 bulan
Kata Sulit : -

2. Patomekanisme Lesu Secara Umum


Lesu dapat disebabkan oleh intake nutrisi penderita berkurang, dimana penderita tidak mau
makan atau tidak lapar, keadaan ini dapat disebabkan oleh penekanan daerah lateral
hipotalamus, sehingga menyebabkan seseorang merasa kenyang dan tidak merasakan
lapar, rasa kenyang ini juga disebabkan oleh akibat adanya peradangan, infeksi, atau
inflamasi, dimana inflamasi ini akan mengaktifkan mediator radang IL-1, IL-6, IL-8, dan
TNF-alpha. Mediator radang ini akan mengeksitasi daerah peka glukosa, atau terjadi
hiperaktifitas glukosa, sehingga glukosa yang dihasilkan ini akan memberikan asupan ke
otak, dan rangsangan untuk rasa lapar tidak ada, dan asupan nutrisi yang masuk ke tubuh
sebagai penghasil energi berkurang dan terjadilah lesu. Lesu akibat intake nutrisi juga dapat
disebabkan oleh seseorang yang malas makan, atau tidak merasa nyaman dibagian
abdomennya, sehingga apabila orang tersebut makan, dia akan merasakan rasa kurang
nyaman. Lesu juga dapat diakibatkan oleh penderita yang mengalami anemia yang
diakibatkan oleh hipoksia jaringan, sehingga kebutuhan oksigen jaringan berkurang,
anemia ini dapat disebabkan oleh antigen yang masuk yang mengambil darah sebagai
asupan makanannya, akibatnya kebutuhan oksigen ke jaringan lain berkurang, sehingga
menyebabkan seseorang lesu.
3 .Identifikasi Organisme yang dapat menyebabkan lesu, Penatalaksanaan, Pengobatan,
dan Pencegahannya

 ASCARIASIS
a. Etiologi
Ascariasis lumbricoides adalah cacing yang berwarna merah dan berbentuk silinder,
dengan ukuran cacing jantan 15-25 cm x 3 mm dan betina 25-35 cm x 4 mm. Cacing
betina mampu bertahan hidup selama 1-2 tahun dengan memproduksi 26 juta telur atau
sekitar 200.000 telur per hari. Ukuran telur 40-60 µm dan dilapisi lapisan tebal sebagai
pelindung terhadap situasi lingkungan yang tidak sesuai sehingga telur dapat bertahan
hidup dalam tanah sampai berbulan-bulan bahkan sampai 2 tahun. Infeksi cacing betina
saja pada usus akan menghasilkan telur infertil
b. Siklus hidup

Proses penularan askariasis pada manusia dapat dilihat dari siklus hidup cacing. Telur
yang dikeluarkan oleh cacing melalui tinja, dalam lingkungan yang sesuai akan
berkembang menjadi embrio dan menjadi larva yang infektif di dalam telur, maka
didalam usus larva akan menetas, keluar dan menembus dinding usus halus menuju je
system peredaran darah. Larva akan menuju ke paru, trakea, faring, dan tertelan masuk
ke esophagus hingga sampai ke usus halus. Larva menjadi dewasa di usus halus.
Perjalanan siklus hidup cacing ini berlangsung selama 65-70 hari.
c. Gejala klinis
Sebagia besar kasus tidak menimbulkan gejala, akan tetapi karena tingginya angka
infeksi; morbiditasnya perlu diperhatikan.gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh :
- Migrasi larva
- Cacing dewasa
Migrasi larva
Walaupun kerusakan hati dapat terjadi sewaktu larva melakukan siklus dari usus
melalui hati ke paru, tetpai organ yang sering di kenai adalah paru, yang mana larva
Askaris lumbricoides harus memlaui paru paru sebelum menjadi cacing dewasa di usus.
Hal ini terjadi sewakt larva menembus pembuluh darah untuk masuk kedalam alveoli
paru. Pada infeksi yang ringan, trauma yang terjadi bisa berupa perdarahan ( petechial
hemorrhage), sedangkan pada infeksi yang berat, kerusakan jaringan paru dapat terjadi,
sejumlah kecil darah mungkin mengumpul di alveoli dan bronchial yang kecil yang
biasa mengakibatkan terjadinya edema paru. Semua hal ini disebut pneumonitis Askaris.
Pneumonitis Askaris ini disebabkan oleh karena proses patologis dan reaksi alergik
berupa peningkatan temperatur sampai 39,5-40oC, penafasan cepat dan dangkal ( tipe
asmatik) , batuk kering atau berdahak ( ditandai dengan kristal Charcot-Leyden), ronkhi
atau wheezing tanpa krepitasi yang berlangsung 1-2 minggu, eosinofilia transien,
infiltrat pada gambaran radiologi (sindrom Loffler) sehingga di duga penumoni viral ata
tuberkulosis.
Cacing dewasa
Cacing dewasanya biasa hidup di usus halus. Yokogama daWakeshima menyatakan
bahwa anak yang terinfeksi dengan Askaris lumbricoides, pertumbuhan fisik dan
mentalnya akan terganggu dibandingkan anak yang tidak terinfeksi.
Gejala klinis yang paling menonjol adalah rasa tidak enak di perut, kolik akut pada
darah epigastrium, gangguan selerah makan, mencret. Ini biasanya terjadi pada saat
proses peradangan pada dinding usus. Pada anak kejadian ini biasa diikuti demam.
Komplikasi yang ditakuti (berahaya) bila cacing dewasa menjalar ketempat lain
(migrasi) dan menimbulkan gejala akut. Pada keadaan infeksi yang berat, paling ditakuti
bila terjadi muntah cacing, yang dapat menimbulkan komplikasi penyumbatab saluran
nafas oleh cacing dewasa. Pada keadaan lain dapat terjadi ileus oleh karena sumbatan
pada usus oleh masa cacing, ataupun apendisitis sebagai akibat masuknya cacing ke
dalam lumen apendiks. Bila dijumpai penyumbatan ampula vateri ataupun saluran
empedu dan terkadang masuk kedalam jaringan hati.
d. Pencegahan
Karena pintu utama penularan adalah masuknya telur cacing yang termakan oleh
manusia, maka program utama adalah perbaikan perilaku yang berupa kebiasaan
mencuci tangan, menjaga kebersihan pribadi, menggunakan alas kaki, tidak
menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman terutama sayuran, dan perbaikan sanitasi
lingkungan terutama jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan.
Pengobatan massal biasanya berhasil dengan mempertimbangkan kemungkinan
kekambuhan. Pengalaman survey pada tahun 1973 di Belawan, Sumut melaporkan
prevalensi askariasis pada anak yang awalnya sebesar 85% turun menjadi 10% karena
pengobatan massal. Tiga bulan kemudian angka prevalensi meningkat lagi bahkan
menjadi 100%. Hal ini disebabkan oleh penyebaran telur oleh cacing yang tiga bulan
sebelumnya berhasil dikeluarkan tersebut.
e. Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit dengan pemeriksaan tinja secara langsung.
Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis . selain itu diagnosis dapat
dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut aata hidung karena muntah,
maupun melalui tinja.
f. Penanganan
Pada saat sekarang ini pemberian obat obatan telah dapat mengeluarkan cacing dalam
usus. Obat obatan yang dapat digunakan:
 Pirantel pamoat, dosisi 10 mg/ kgBB/hari dosis tunggal, memberikan hasil yang
memuaskan.
 Mebendazol, dosis 100 mg, dua kali sehari , diberikan selama tiga hari berturut turut.
Hasil pengobatan baik tetapi efek samping berupa iritasi terhadap cacing, sehingga
cacing dapat merangsang untuk bemigrasi ketempat lain harus di pertimbangkan.
 Oksantel-pirantel pamoat, dosis 10 mg/kgBB, dosis tinggal memberikan hasil yang
baik
 Albendazol, pada anak diatas 2 tahun dapat diberikan 2 tablet albendazol (400mg)
atau 20 ml suspensi, berupa dosis tunggal. Hasil cukup memuaskan.
g. Prognosis
Pada umunya askaris mempunyai prognosis baik. Tanpa penpgobatan, infeksi cacing
ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan, kesembuhan
diperoleh antara 70-90%.
 TRICHURIASIS
a. Etiologi
Trichuriasis disebabakan oleh parasit Trichuris trichiura dimana cacing ini berbentuk
seperti cambuk pada bagian depan yang mengecil dan bagian belakang yang membesar,
bagian yang kecil akan terbenam pada dinding usus untuk menghisap darah. Cacing
dapat menghisap darah 0,0005 ml darah/ hari. Panjang sekitar 40 mm, cacing betina
menghasilkan telur sebanyak 2000-10.000 per hari, telur berbentuk khas seperti Tong
dengan kedua ujung menyempit.
b. Epidemiologi
Infeksi ini menyerag hampir 500-900 juta manusia di dunia, semua golongan umur
bisa mmengalami infeksi ini terutama pada anak berusia 5-15 tahun. Penyakit ini
menyebar lebih sering di daerah beriklim panas. Prevalensi di Asia lebih dari .
c. Siklus hidup
Manisia menelan telur yang berembrio dan selanjutnya larva menelan di usus halus.
Butuh 3-10 hari untuk menjadi cacing dewasa dan berada di caecum dan colon
ascendens selanjutnya telur yang belum berembrio keluar bersama tinja dan akan
berkembang biak menjadi tahap 2 sel dan tahap lanjutan dari pembelahan sel diman
membutuhkan waktu selama 2-4 minggu.
d. Gejala klinis
Investasi cacing yang ringan tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas. Pada
infestasi yang berat (> 10.000 telur/ gram tinja) timbul keluhan, karena iritasi pada
mukosa seperti nyeri perut, sukar buang air besar, mencret, kembung, sering flatus, rasa
mual, muntah, ileus dan turunnya berat badan. Dapat juga menyebabkan anemia ringan
dan diare berdarah (bloody).
e. Pencegahan
Sebagaimana infeksi cacing lainnya, perbaikan sanitasi dan higiene pribadi dapat
menurunkan prevalensi secara signifikan.
f. Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
Terjadi anemia hipokromik yang disebabkan karena pendarahan kronis. Pada tiap-
tiap infeksi didapatkan eosinofilia sebes, sedang 5-10 %. Di dalam tinja pasien
didapatkan telur dimana harus dihitung jumlahnya ( jarang, sedikit, atau jarang).
Morfologi telur dapat dilihat pada sediaan basah. Telur mudah ditemukan dengan
sediaan langsung metode konsentrasi (sedimenstasi dan flotasi), telur dapat dieramkan
dalam formalin 0,5 % pada erlenmayeryang ditutup dengan kapas.
g. Penanganan
Higiene pasien diperbaiki dan diberikan diet tinggi kalori, sedangkan anemia dapat
diatasi dengan pemberian preparat besi.
Perawatan spesifik
 Diltiasiamin Jodida. Diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg berat badan/hari, selama
3-5 hari
 Stilbazium Yodida. Diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan/hari, 2 kali sehari
selama 3 hari dan bila diperlukan dapat diberikan dalam waktu yang lebih lama. Efek
samping obat ini adalah rasa mual, nyeri pada perut dan warna tinja menjadi merah.
 Heksiresorsinol 0,2 %. Dapat diberikan 500 ml dalam bentuk enema, dalam waktu 1
jam.
 Mebendazol. Diberikan dengan dosis 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari, dosis
tunggal 600 mg.
 ENTEROBIASIS
a. Etiologi
Oxyuris 'vermicularis (Enterobius vermicularis) atau thread pin atau seat worm
atau disebut juga cacing kremi. Oxyuriasis umumnya adalah infeksi yang terjadi pada
kelompok, maksudnya infeksi ini lebih sering terjadi dalam satu keluarga atau pada
orang yang tinggal dalam satu rumah dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada
populasi yang luas. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak dari pada orang
dewasa.
Cacing betina dewasa berukuran 8-13 mm x 0.3-05 mm dengan ekor yang runcing.
Bentuk jantan 2-5 mm x 0.1-02 mm. Seekor cacing betina dapat menghasilkan 11.000
telor. Telur ini bentuknya ovoid 50-60 mm x 20-30 rim, pada salah satu sisinya datar
sehingga berbentuk seperti sampan atau bola tangan (American football).

Cacing jantan dan betina


Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif, kemudian menetas di sekum dan
berkembang menjadi dewasa. Siklus hidup cacing ini adalah ± 1 bulan.
cacing dewasa
tertelan dalam kolon
melalui ascendens,
tangan, debu sekum,
retrofeksi
apendiks

Menetas di
sekitar anus
telur
diletakkan di
sekitar anus

Setelah membuahi cacing betina, cacing jantan akan mati dan dikeluarkan bersama
tinja. Cacing betina yang umumnya pada malam hari akan turun ke bagian bawah
kolon dan keluar melalui anus. Telur akan diletakkan di perianal dan di kulit perineum.
Kadang-kadang cacing betina dapat bermigrasi ke vagina. Diperkirakan setelah
meletakkan telur cacing betina kembali ke dalam usus.
b. Epidemiologi
Cacing ini diperkirakan merupakan penyebab infeksi parasit pada manusia yang
paling sering di dunia. Infeksi lebih sering terjadi pada daerah dengan iklim dingin dan
sedang, oleh karena itu orang lebih jarang mandi dan rnengganti pakaian dalamnva.
Terdapat empat cara terjadinva infeksi yaitu :

1. Langsung dari anus ke mulut, melalui tangan yang terkontaminasi oleh telur cacing.
Hal ini terjadi karena anak merasa gatal di sekitar dubur, digaruk dan telur cacing
lengket di kuku anak dan sewaktu makan telur ini ikut tertelan.
2. Orang yang satu tempat tidur dengan pasien, yang mana terkena infeksi melalui
telur yang ada di alas tempat tidur, sarung bantal, ataupun pada benda yang
terkontaminasi.
3. Melalui udara, dalam hal ini telur cacing yang berada di udara terhirup oleh orang
lain (misalnya pada saat membersihkan tempat tidur).
4. Retroinfection, pada keadaan yang memungkinkan telur cacing segera menetas di
kulit sekitar anus, dan larva vang keluar, masuk kembali ke dalam usus melalui anus.

c. Siklus hidup

d. Gejala klinis
Pada anak bisa berupa :

1. Anak menjadi penggugup, susah tidur (tidur tidak pulas), mimpi yang menakutkan
(nightmare) sehingga di bawah kelopak mata bagian bawah dijumpai bayangan kulit
yang gelap.
2. Hal yang serius adalah rasa gatal di sekitar anus, yang menyebabkan anak menggaruk
kulit di sekitar anus, yang berakibat dapat terjadinya eksema yang bisa diikuti dengan
infeksi sekunder oleh bakteri. Bila hal ini tidak segera diatasi, akan berakibat
terjadinva gangguan pertumbuhan pada anak.
3. Anoreksia, anak menjadi kurus.
4. Cacing dewasa dalam usus menyebabkan gejala nyeri perut, rasa mual, muntah,
mencret-mencret disebabkan iritasi cacing dewasa pada sekum, apendiks, dan sekitar
muara usus besar.
e. Pencegahan
Sangat sukar untuk mencegah penyebaran infeksi di dalam keluarga. Perbaikan
kebersihan pribadi merupakan cara yang utama dalam proses pencegahan penyebaran
infeksi. Membersihkan tangan dan kuku sebelum dan sesudah makan adalah cara yang
bermanfaat.

f. Diagnosis
 Dengan menggunakan anal swab atau cellophane swab, dan segera diperiksa di
bawah mikroskop, dijumpai telur cacing kremi.
 Dengan melihat anus anak pada malam hari dan menemukan cacing dewasa vang
sedang keluar untuk bertelur
Pemeriksaan darah tepi umunya normal, hanya ditemukan sedikit eosinofilia.
Diagnosis ditegakkan dengan cara menemukan telur atau cacing dewasa di daerah
perianal dengan swab atau di dalam tinja. Anal swab ditempelkan di sekitar anus pada
waktu pagi hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat.
g. Penanganan
Umumnva semua obat cacing dapat digunakan terhadap cacing ini. Hal yang paling
penting dalam pengobatan adalah pengobatan harus dilaksanakan pada seluruh anggota
keluarga. Untuk mendapat hasil pengobatan yang baik, pengobatan secara periodik
harus dilakukan. Di samping itu, penerangan mengenai perbaikan kebersihan pribadi
sangat berarti dalam menunjang keberhasilan pengobatan.
Perawatan Spesifik

1. Mebendazol. Diberikan dosis tunggal 500 mg diulang setelah 2 minggu.

2. Albendazol. Diberikan dosis tunggal 400 mg, diulang setelah 2 minggu.

3. Piperazin sitrat. Diberikan dengan dosis 2 x 1 /hari selama 7 hari berturut-turut,


dapat diulang dengan interval 7 hari.

4. Pirvium pamoat. Diberikan dengan dosis 5 mg/ kg BB (max 0,25 mg) dan diulangi
2 minggu kemudian. Obat ini dapat menyebabkan rasa mual, muntah, dan warna
tinja menjadi merah. Bersama mebendazol efektif terhadap semua perkembangan
cacing kremi.
5. Pirantel pamoat. Diberikan dengan dosis 10 mg/ kgBB sebagai dosis tunggal dan
max 1 gr.

h. Prognosis
Infeksi cacing tidak begitu berat dan dengan pemberian obat-obat yang efektif maka
komplikasi dapat dihindari. Yang sering menjadi masalah adalah infeksi intra familiar,
apalagi dengan keadaan higienik yang buruk.

 ANKILOSTOMIASIS
a. Etiologi
Ancylostomiasis merupakan penyakit cacing tambang pada manusia disebabkan oleh
Necator americanus dan Ancylostoma duodenal. Di indonesia di infeksi oleh Necator
americanus lebih sering dijumpai dibandingkan infeksi oleh Ancylostoma duodenal.
Cacing dewasa kecil, silinder. Cacing jantan berukuran 5-11 mm × 0.3-0.45 mm dan
cacing betina 9-13 mm × 0.35-0.6 mm, sedangkan Ancylostoma duodenal sedikit lebih
besar dari Necator americanus dapat menghasilkan 10.000-20.000 telur setiap harinya,
sedangkan Ancylostoma duodenal 10.000-25.000 telur perhari. u kuran telur Necator
americanus adalah 64-76 mm × 36-40 mm dan Ancylostoma duodenal 56-60 mm × 36-
60 mm. Telur cacing tambang terdiri dari satu lapis dinding yang tipis dan adanya
ruangan yang jelas antara dinding dan sel yang didalamnya. Telur cacing tambang
dikeluarkan bersama tinja dan berkembang ditanah.
b. Siklus hidup
Cacing dewasa hidup dan bertelur didalam 1/3 atas usus halus, kemudian keluar
melalui tinja . telur akan berkembang menjadi larva ditanah yang sesuai dengan suhu
dan kelembabannya. Larva bentuk pertama adalah rhabditiform yang akan berubah
menjadi filarifom. Dari telur sampai menjadi filariform memerlukan waktu selama 5-10
hari. Larva akan memasuki tubuh manusia melalui kulit ( telapak kaki, terutama untuk
Necator americanus ) untuk masuk kedalam peredaran darah . Selanjutnya larva akan
masuk ke paru, naik ke trachea, berlanjut ke faring, kemudian larva tertelanke saluran
pencernaan . larva bisa bisa hidup dalam usus sampai delapan tahun dengan mengisap
darah (1 cacing = 0.2 mL/ hari). Cara infeksi kedua yang bukan melalui kulit adalh
tertelannya larva (terutama Ancylostoma duodenal) dari makananatau minuman yang
tercemar . cacing dewasa yang berasal dari larva yang tertelan tidak akan mengalami
siklus paru.

c. Gejala klinis
Migrasi larva
 Menembus kulit, bakteri piogenik dapat ikut masuk pada saat larva menembus
kulit, menimbulkan rasa gatal pada kulit (ground itch). Creeping eruption(
cutaneus larva migrans), umumnya disebabkan larva cacing tambang yang
berasal dari hewan seperti kucing ataupun anjing tetapi kadang kadang dapt
disebabkan oleh larva Necator americanus ataupun Ancylostoma duodenale.
 Sewaktu larva melewati paru , dapat terjadi peumonitis, tetapi tidak sesering oleh
larva Ascariasis lumbricoides.
Cacing dewasa
Cacing dewasa umunya hidup disepertiga bagian atas usu halus dan melekat pada
mukosa usus. Gejala klinis yang sering terjadi pada berat ringannya infeksi; makin berat
infeksi manifestsi klinis yang terjadi semakin mencolok seperti:
 Gangguan gastro-intestinal yaitu anokreksia, mual, muntah, diare, penurunan
berat badan , nyeri pada daerah sekitar duodenum, jejenum, dan ileum.
 Pada pemeriksaan laboratoium, umumnya dijumpai anemia hipokromik
mikrositik.
Pada anak, dijumpai adanya kolerasi positif antara infeksi sedang dan berat dengan
tingkat kecerdasan anak.Bila penyakit berlangsung kronis, akan timbul gejala anemia,
hipoalbuminemia dan edema. Hemoglobin kurang dari 5g/dL dihungkan dengan gagal
jantung dan kematian yang tiba tiba. Patogenesis anemia pada infeksi cacing tambang
tergantung pada 3 faktor yaitu:
 Kandungan besi dalam makanan
 Status cadangan besi dalam tubuh pasien
 Identitas dan lamanya infeksi

d. Pencegahan
 Pemberantasan sumber infeksi pada populasi
 Perbaikan sanitasi dan kebersihan pribadi /lingkungan
 Mencegah terjadinya kontak dengan larva.
e. Diagnosis
Jika timbul gejala, maka pada pemeriksaan tinja penderita akan ditemukan telur
cacing tambang. Jika dalam beberapa jam tinja dibiarkan dahulu, maka telur akan
mengeram dan menetaskan larva.

Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis pasti penyakit ini adalah dengan ditemukannya telur cacing tambang di
dalam tinja pasien. Selain dalam tinja, larva juga dapat di temukan dalam sputum.
Kadang-kadang terdapat sedikit darah dalam tinja. Anemia yang terjadi biasanya anemia
hipokrom mikrositer. Beratnya anemia tergantung pada jumlah cacing dewasa yang
terdapat didalam usus, jumlah mana dapat diperkirakan dengan teknik cara menghitung
telur cacing. Eosinofilia akan terlihat jelas pada bulan pertama infeksi cacing ini.
f. Penanganan
 Creeping eruption : krioterapi dengan liquid nitrogen kloretilen spray,
tiabendazoltopikal selama 1 minggu. Coulaud dkk(1982) mengobati 18 kasus
cutaneus laeva migrans dengan albendazol 400 mg selama 5 hari berturut turut,
mendapatkan hasil yang sangat memuaskan .
 Pengobatan terhadap cacing dewasa: di bangsal anak RS. Pirngadi di Medan,
pengobatan yang digunakan adalah gabungan pirantel pamoat dosis tunggal 10
mg/kgBB di berikan pada pagi harinya diikuti dengan pemberian Mebendazol 100
mg dua kali sehari selama 3 hari berturut turut. Hasil pengobatan ini sangat
memuaskan, terutama bila dijumpai adanya infeksi campuran dengan cacing lain.
Obat lain yang dapt digunakan :
 Pirantel-pamoat, dosis tunggal 10 mg/kgBB
 Mebendazol 100 mg dua kali sehari selama tiga hari berturut turut
 Albendazol, pada anak usia diatas 2 tahun dapat diberikan 400mg (2 tablet) atau
setara dengan 20 ml suspensi, sedangkan pada anak yang lebih kecil diberikan
dengan dosis separuhnya, dilaporkan hasil cukup memuaskan.
g. Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat meskipun telah terjadi komplikasi, prognosis tetap
baik.
4 Patomekanisme Infeksi Tropis Menyebabkan Lesu.

1. Infeksi parasit dapat menyebabkan terjadinya hemolysis eritrosit, jika adanya infeksi
plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, yang dapat mnyebabkan lisis dari
eritrosit, jika pecah akan terjadi interaksi antigen dan antibody yang menyababkan
peningkatan sitokin proinflamasi dan dapat merangsang pusat thermoregulator tubuh
sehingga sebabkan gejala demam. Anemia terjadi jika jumlah eritrosit yang pecah sangat
banyak sehingga menurunkan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen dan
menimbulkan manifestasi lesu pada anak
2. Infeksi Parasit juga dapat mengambil nutrisi pada tubuh manusia seperti asam
folat,vitamin B12, Fe, Cobalt, Magnesium, Cu, dan asam amino.
Apabila terjadi defisiensi salah satu dari zat tersebut maka akan mengganggu
pertumbuhan eritrosit dan hemoglobin sehinnga dapat menimbulkan anemia
Contohnya seperti, Ascaris lumbricoides, Tricuris Trichiura, Taenia Saginata, Taenia
Solium, dan Schistosoma Japonicum
3. Pada Infeksi Kronis parasite dapat mengisap darah seperti cacing tambang dan
strongyloides stercoralis yang menyebabkan anemia mikrositer
5 Anamnesa Tambahan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis

 ANAMNESA
 Keluhan Utama : Lesu

Dialami sejak .... sifatnya....

Malas makan dialami sejak....

BB menurun dialami sejak....

Pasien juga mengeluh sakit perut ( ), mual muntah ( ), berak-berak ( )....

 Anamnesa Terpimpin

Gejala yang menyertai:

Sakit kepala ( ), demam ( ), nyeri menelan ( ), nyeri dada ( ), sesak ( ), batuk

 Anamnesa Pribadi

Kebersihan dan perawatan diri pasien ( )

Lingkungan sekitar pasien ( )

Riwayat anak suka main tanah dan kebiasaan menggigit kuku (+).

 Anamnesa Keluarga

Keluarga pernah sakit yang sama sebelumnya ( )

 Anamnesa Penyakit terdahulu

Pasien pernah sakit yang sama sebelumnya ( )

Pasien mempunyai penyakit lain ( )

 Anamnesa Lain-lain

Riw. Alergi ( )

Riw. Minum Obat ( )


 PEMERIKSAAN FISIS
2. INSPEKSI
 Wajah
- Ekspresi wajah pucat atau lesu
 Konjunctiva
- Didapatkan tanda-tanda anemis
 Kornea
- Didapatkan tanda-tanda ikterus
 Kulit
- Perhatikan lesi-lesi pada permukaan kulit abdomen yang sesuai dengan lesi-lesi
dari penyakit tertentu.
- Perhatikan apakah ada pembuluh vena yang dilatasi
 Gerakan Dinding Perut
- Normal gerakan dinding perut, teratur pada waktu pernapasan dan bebas
bergerak . Bila gerakan dinding perut terlambat pada waktu bernapas, bisa
disebabkan oleh : peradangan, peritonitis generalisata, nyeri dll
 Pusat (umbilicus)
- Perhatikan bentuknya, apakah menonjol atau tidak. Jika menonjol kecil
kemungkinan peningkatan tekanan intra abdomen dan jika menonjol yang besar,
bisa hernia umbilikalis.
 Bentuk Abdomen
- Perut tampak buncit.
 Ekstremitas
- Kuku yang hitam pada kaki dan tangan
- Deformitas
3. AUSKULTASI
 Bising usus meningkat
 Gerakan cairan
 Bising pembuluh darah
4. PALPASI ABDOMEN
- Harus diperhatikan :
 Apakah ada ketegangan dinding perut dan bila ada di regio mana
 Nyeri tekan
 Hiperaesthesi atau anaesthesi
 Pembesaran organ-organ dalam perut, seperti hepar, limpa, ginjal, dll.

5. PERKUSI
 Pembesaran organ-organ
 Adanya udara bebas dalam rongga perut
 Adanya cairan bebas (Ascites)

6 Pemeriksaan Penunjang yang dibutuhkan dan interpretasinya

1. Pemeriksaan Tinja dan Sputum (Bahan Muntahan)


Ditemukan telur yang telah dibuahi dalam tinja.
2. Pemeriksaan Serologik
3. Pemeriksaan Apusan Darah
4. Pemeriksaan Darah Lengkap : Eosinofilia
5. Pemeriksaan Rontgen thorax : Nampak infiltrat

Tabel Asosiasi

Ascariasis Trichuriasis Infeksi Hookworm


Lesu + + +
Penurunan Nafsu + + +
Makan
RIwayat Kunjungan ± ± ±
ke Mamuju
Anak Usia 8 tahun + + ±

Anda mungkin juga menyukai