Anda di halaman 1dari 3

Ayam broiler memiliki daging dengan rasa yang lezat dan ukuran yang lebih besar jika dibandingkan

dengan daging ayam jenis lainnya. Karena itu, tidak sedikit peternak ayam broiler di Indonesia karena
banyaknya permintaan dari berbagai kalangan. Ayam broiler juga dikenal sebagai ayam ras pedaging.

Namun, terlepas dari berbagai kemajuan tersebut, dari mana hal tersebut diawali? Bagaimanakah
sejarah masuknya ternak ayam broiler ke Indonesia?

Ternak ayam di Indonesia mengalami perkembangan yang dimulai dari kecil hingga seperti saat ini.
Kemajuan ternak ayam broiler yang ada di Indonesia saat ini sangat pesat.

Hal itu dapat dilihat dari statistik data yang menyebutkan bahwa hampir di seluruh provinsi di Indonesia
telah terdapat sentra peternakan ayam broiler. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa
ternak ayam broiler memiliki daya tarik yang telah mengikat hati hampir seluruh peternak di Indonesia.

Pada 1953—1960 ayam broiler pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia. Tujuan impor ayam broiler
saat itu hanya untuk memenuhi pasar lokal dan mengimpor white leghorn, island red, new hampshire,
dan australop.

Adapun pihak pengimpornya, yaitu dari Gabungan Penggemar Unggas Indonesia (GAPUSI). Dari impor
yang dilakukan, para hobiis senang menyilangkan perkawinan dengan ayam kampung yang ada di
Indonesia. Kemudian pada 1967, impor secara komersial pun dimulai.

Pihak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kehewanan saat itu juga membuat program Bimas Ayam yang
bertujuan memasyarakatkan ayam ras kepada para peternak unggas. Maksud dari program tersebut
adalah untuk meningkatkan konsumsi hewani masyarakat yang saat itu ada di angka rendah, yaitu 3,5
gram/kapita/hari.

Pada 1978, program Bimas bisa dikatakan dapat menuai hasil yang diharapkan. Peternak ayam broiler
mulai banyak seiring permintaan pasar terhadap daging ayam broiler ini meningkat.

Akan tetapi, pada 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang juga memengaruhi perkembangan
peternak ayam broiler. Pada waktu itu, penurunan jumlah peternak ayam broiler hingga mencapai 50
persen. Namun, di tahun berikutnya, yaitu 1999, usaha peternakan ayam broiler mulai bangkit lagi dari
keterpurukan.

Hingga kini, peternakan ayam broiler tidak lagi mengalami masa sulit seperti beberapa waktu lalu.
Justru, semakin berkembang dengan adanya sentra peternakan di hampir seluruh provinsi di Indonesia.

Sekalipun jalur murninya sudah diketahui sejak tahun 1960-an, yakni ketika peternak mulai
memeliharanya, sebenarnya ayam broiler baru dikenal menjelang periode 1980-an. Namun, ayam
broiler komersial seperti yang banyak beredar sekarang ini baru populer periode 1980-an. Semula, ayam
yang dipotong adalah ayam petelur seperti ayam white leghorn jengger tunggal. Namun, saat itu
masyarakat luas masih banyak yang antipati terhadap ayam broiler karena sudah terbiasa dengan ayam
kampung terus berkembang sehingga pemasaran ayam broiler menjadi sulit.Peternak ayam broiler yang
baru membuka usahanya menjadi prihatin dan mengalami kerugian.
Hingga pada akhir periode 1980-an, pemegang kekuasaan mencanangkan penggalakan konsumsi daging
ayam untuk menggantikan atau membantu konsumsi daging ruminansia yang saat itu semakin sulit
keberadaannya. Kondisi pun berbalik, kini banyak peternakan ayam broiler bangkit dan peternak
musiman bermunculan seiring meningkatnya permintaan akan ayam broiler. Dari sinilah, ayam broiler
komersial atau ayam broiler final stock mulai dikenal dan secara perlahan terus diterima orang sebagai
ayam konsumsi.

Kekaguman orang dan minat pemodal semakin tergugah setelah mengetahui bahwa ayam broiler dapat
dijual sebelum umur 8 minggu karena pada umur tersebut bobot tubuhnya hampir sama dengan tubuh
ayam kampung berumur sekitar satu tahun. Masyarakat pun jadi mengenal ayam broiler sebagai ayam
pedaging saingan baru ayam kampung dengan rasa khasnya yang empuk dan berdaging banyak.

Kelebihan dan kekurangan antara ayam broiler dan ayam kampung di kemudian hari ternyata saling
melengkapi dan tidak lagi saling bersaing karena masakan khas daerah seperti ayam goreng mbok berek,
ayam goreng kalasan, atau rendang ayam memerlukan penggodongan lama dan tetap membutuhkan
ayam kampung yang berdaging liat, seperti diketahui bahwa ayam broiler akan hancur dalam proses
penggodongan yang lama. Sedangkan untuk masakan lainnya, ayam broiler sudah menjadi menu rutin di
berbagai kalangan.

Beberapa peternak mengeluh bahwa memelihara ayam broiler ini repot dan tidak tahan penyakit.
Sebenarnya hal ini tidak akan terjadi bila manajemen yang diterapkan benar. Konsumen di

Indonesia ternyata sudah lekat dengan ayam kampung sehingga sulit untuk menerima ayam broiler yang
besar itu. Perkembangan selanjutnya mengacu pada kondisi tersebut. Ayam broiler dipasarkan pada
bobot hidup antara 1,3 – 1,6 per ekor ayam yang dilakukan pada umur ayam 5 – 6 minggu karena ayam
broiler yang terlalu berat akan sulit dijual.

Akibat pemasaran ayam broiler yang demikian, pada periode tahun 1970-an hingga 1980-an
bermunculan peternak yang memelihara ayam jantan petelur dwiguna bagaikan ayam broiler, tujuannya
jelas untuk daging. Ayam jantan petelur dwiguna ini memang dapat diambil dagingnya karena dipelihara
sama seperti ayam broiler. Sebagai ayam jantan tentu pertumbuhannya lebih cepat, walaupun masih
kalah dengan pertumbuhan ayam broiler.
Ayam jantan petelur dwiguna menjadi alternatif lain untuk ayam broiler yang kala itu sulit diperoleh
bibitnya. Perlu diketahui bahwa bila penetasan ayam petelur kira-kira 50 % jantan dan 50 % betina.
Untuk petelur komersial yang final stock digunakan ayam betina, bukan jantan. Dahulu yang jantan
dibakar begitu saja akibat tidak laku dijual dan tidak mungkin diternakkan. Namun, akibat sulitnya DOC
(day old chick) broiler dan didukung oleh selera konsumen Indonesia, membuat ayam jantan petelur
dwiguna dimanfaatkan dan diperlakukan sama seperti ayam broiler. Tidak heran bila saat itu ayam
jantan petelur dwiguna lambat laun naik daun dan laku diterjual. Bahkan, kala itu harganya menyamai
DOC ayam broiler.

Hingga kini, ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya, antara lain
hanya 5 – 6 minggu sudah bisa panen. Hal inilah yang membuat banyak peternak musiman ikut
beternak, terutama di kala harga ayam tinggi. Akibatnya, hingga saat ini pengadaan DOC broiler tetap
saja berfluktuasi karena pada saat persediaan meningkat, harga DOC turun dan akan naik lagi bila
permintaan meningkat lagi. Sampai saat ini, anggota ayam pedaging tetaplah ayam broiler, yakni ayam
broiler yang berwarna putih dan cepat tumbuh.

https://alatternakayam.com/articles/ayam/sejarah-singkat-ayam-broiler/

https://www.pertanianku.com/sejarah-masuknya-ayam-broiler-ke-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai