Anda di halaman 1dari 16

Aya

m broiler atau yang disebut juga ayam ras pedaging (broiler) adalah jenis ras unggulan hasil
persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama
dalam memproduksi daging ayam.Ayam broiler yang merupakan hasil perkawinan silang dan
sistem berkelanjutan sehingga mutu genetiknya bisa dikatakan baik. Mutu genetik yang baik
akan muncul secara maksimal apabila ayam tersebut diberi faktor lingkungan yang
mendukung, misalnya pakan yang berkualitas tinggi, sistem perkandangan yang baik, serta
perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Ayam broiler merupakan ternak yang paling
ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan
pertambahan/produksi daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4 - 5
minggu produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi. Keunggulan ayam broiler
antara lain pertumbuhannya yang sangat cepat dengan bobot badan yang tinggi dalam waktu
yang relatif pendek, konversi pakan kecil, siap dipotong pada usia muda serta menghasilkan
kualitas daging berserat lunak. Perkembangan yang pesat dari ayam ras pedaging ini juga
merupakan upaya penanganan untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat terhadap daging
ayam. Perkembangan tersebut didukung oleh semakin kuatnya industri hilir seperti
perusahaan pembibitan (Breeding Farm) yang memproduksi berbagai jenis strain .
Daftar isi
 1 Jenis strain ayam broiler
 2 Ayam broiler dari waktu ke waktu
o 2.1 Tahun 1800an – 1900an
o 2.2 Tahun 1920an – 1930an
o 2.3 Tahun 1940an
o 2.4 Tahun 1950an - 1960an
o 2.5 Tahun 1970an
o 2.6 Tahun 1980an - 1990an
o 2.7 Tahun 1990an - 2000an
 3 Sejarah perkembangan ayam broiler di Indonesia
 4 Hama dan penyakit pada ayam broiler
o 4.1 Penyakit
o 4.2 Hama
 5 Usaha ternak ayam broiler
 6 Jenis usaha ayam broiler
o 6.1 Peternak mandiri
o 6.2 Kemitraan
 7 Lihat pula
 8 Catatan kaki
 9 Pranala luar

Jenis strain ayam broiler

Ayam broiler yang baru menetas

Ayam broiler dewasa yang berada di kandang


Contoh kandang ayam sistem panggung

Dengan berbagai macam strain ayam broiler yang telah beredar dipasaran antara lain:

1. Super 77
2. Tegel 70
3. ISA
4. Kim cross
5. Lohman 202
6. Hyline
7. Vdett
8. Missouri
9. Hubbard
10. Shaver Starbro
11. Pilch
12. Yabro
13. Goto
14. Arbor arcres
15. Tatum
16. Indian river
17. Hybro
18. Cornish
19. Brahma
20. Langshans
21. Hypeco-Broiler
22. Ross
23. Marshall”m”
24. Euribrid
25. A.A 70
26. H&N
27. Sussex
28. Bromo
29. CP 707

Ayam broiler dari waktu ke waktu


Ayam broiler atau ayam ras pedaging ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang. Jaman
dahulu sebelum peternakan ayam pedaging berkembang, broiler adalah ayam jantan muda
(cockerel) yang diafkir dari peternakan. Breeding nya sendiri dimulai sekitar tahun 1916.
Broiler berasal dari hasil persilangan pejantan bangsa Cornish (ayam kelas Inggris yang
punya karakteristik tubuh besar, persentase otot dada yang tinggi) serta ayam Plymouth
Rocks putih betina (ayam yang memiliki karakteristik tulang besar). Daging ayam hasil
persilangan ini mulai diperkenalkan pada tahun 1930an dan menjadi populer pada 1960an.

Tahun 1800an – 1900an

Di Eropa dan Amerika unggas dipelihara pada skala rumah tangga (sistem backyard
farming), ayam hidup dan telur ayam digunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan
kelebihannya dijual ke tetangga.

Tahun 1920an – 1930an

Merupakan awal dari produksi ayam broiler. Tingginya permintaan telur menyebabkan lebih
banyak ayam petelur yang dipelihara sehingga ada kelebihan jumlah ayam jantan. Petani
menjual kelebihan ayam jantan tersebut sebagai unggas penghasil daging. Selanjutnya terjadi
peningkatan permintaan ayam pedaging. Petani menyadari bahwa sebagian jenis ayam sesuai
untuk menghasilkan telur sedangkan lainnya sesuai sebagai penghasil daging sehingga ayam
dipelihara dengan single purpose, yaitu sebagai penghasil telur saja (layer) atau daging saja
(broiler) sehingga produksinya lebih terfokus dan efisien. Ayam dual purpose kurang populer
karena produksinya sedang. Telur dan ayam dijual di pasar lokal.

Tahun 1940an

Seleksi genetik, peningkatan nutrisi, ilmu kesehatan hewan, dan kontrol lingkungan mulai
diperhatikan pada tahun 1940an untuk meningkatkan performans broiler. Pada tahun 1945,
pengusaha Amerika pemilik Atlantik & Pacific Tea Company menyelenggarakan kontes
bertema "Chicken of Tomorrow". Babak kualifikasi berlangsung pada tahun 1946 – 1947,
sedangkan final pada tahun 1948. Penilaian broiler berdasarkan pada beberapa faktor, antara
lain laju pertumbuhan, konversi ransum, produksi daging dada dan paha. Pembibit yang
unggul dalam kontes tersebut antara lain Peterson, Vantress, Cobb, Hubbard, Pilch, dan
Arbor Acres. Seleksi dilakukan secara sederhana melalui metode mass selection berdasarkan
karakteristik individu saja, yaitu dengan memilih ayam jantan dan betina dengan bobot
terbesar. Sekitar 20 – 40% sifat dapat terkontrol dengan seleksi sederhana ini.

Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mengembangkan sistem penilaian karkas


(carcass grading) broiler pada tahun 1949 dengan tujuan untuk membantu konsumen
mengetahui kualitas karkas dan menetapkan standar yang harus dicapai peternak[2].

Tahun 1950an - 1960an

Industri ayam broiler mengembangkan semua aspek produksi, pemrosesan, maupun


pemasaran sehingga hasilnya lebih efisien dan menguntungkan. Strategi pemasaran ditunjang
dengan TV dan media massa untuk mempromosikan konsumsi daging ayam, kalkun, dan
telur. National Broiler Council didirikan pada tahun 1954 untuk menstimulasi permintaan
konsumen, namanya diganti menjadi National Chicken Council pada tahun 1990. Inspeksi
atas industri broiler dilakukan secara mandatoris oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat
(USDA) mulai tahun 1959.

Tahun 1970an
Produksi ayam broiler modern semakin berkembang pada tahun 1970an, penelitian mulai
banyak dilakukan, banyak penemuan baru mengenai nutrisi, program penanganan penyakit
dan teknologi. Kontributor yang penting pada era tersebut adalah mekanisasi processing dan
teknologi otomatis. Peningkatan permintaan terhadap daging ayam broiler sangat pesat pada
tahun 1980an, daging ayam dianggap sebagai sumber protein hewani yang menyehatkan dan
murah jika dibandingkan dengan daging komoditas ternak lainnya. Konsumen memilih ayam
yang dijual dalam bentuk potongan (cut up chicken) karena lebih praktis. Daging ayam beku
siap olah mulai populer pada era ini. Berbagai restoran makanan cepat saji (fast food)
berbahan baku ayam mulai berkembang, berkompetisi dengan restoran ternama seperti Mc
Donald's dan KFC. Konsumsi daging ayam di Amerika Serikat pada tahun 1992 melebihi
daging sapi.

Tahun 1980an - 1990an

Sistem seleksi di tingkat broiler pembibit juga mulai berkembang pada tahun 1980an –
1990an. Teori indeks seleksi berdasarkan performans keluarga yang dilakukan pada tahun
1970an dikembangkan menjadi metode seleksi dengan BLUP (best linear unbiased
prediction) berdasarkan performans individu dan keluarga sehingga dapat diketahui
bagaimana suatu sifat berkaitan satu sama lain. Seleksi yang dilakukan terus menerus diikuti
dengan inovasi untuk menggabungkan siat-sifat unggul dan mengeliminasi sifat-sifat yang
kurang menguntungkan. Pada tahun 2000an hanya ada tiga perusahaan pembibit yang tersisa,
yaitu Cobb-Vantress (mencakup brand Cobb, Avian, Sasso, dan Hybro), Aviagen (mencakup
brand Ross, Arbor Acres, Lohmann, Indian River, dan Peterson), serta Groupe Grimaud
(mencakup brand Hubbard dan Grimaud Frere).

Tahun 1990an - 2000an

Permintaan pasar internasional pada tahun 1990an - 2000an tidak hanya mencakup daging
dada, tetapi juga paha (leg quarters) dan cakar, terutama di Asia. Sebanyak 20% daging ayam
dari Amerika Serikat diekspor ke berbagai negara. Konsep HACCP (hazard snalysis and
vritical control points) mulai dikembangkan sejak 26 Januari 1998 untuk mengatur mengenai
keamanan pangan dari aspek produksi, restoran, dan industri penyedia pangan (US Poultry
and Egg Association, 2009). Industri perunggasan pada tahun 2000an terfokus pada empat
hal, yaitu apakah aman bagi kesehatan manusia, apakah ternak terpenuhi kesejahteraannya,
apakah mempengaruhi finansial konsumen, dan apakah menjamin keberlanjutan jangka
panjang bagi industri.

Sejarah perkembangan ayam broiler di Indonesia


Perkembangan produksi ayam broiler di Indonesia sempat mengalami pasang-surut.
Perkembangan tersebut dapat dikategorikan dalam tiga periode, yaitu:

 Periode perintisan (1953-1960)

Pada periode ini diimpor berbagai jenis ayam untuk memenuhi pasar lokal, di antara jenis
ayam yang diimpor adalah White Leghorn (WL), Island Red (IR), New Hampshire (NHS)
dan Australop. Impor ayam tersebut dilakukan oleh GAPUSI (Gabungan Penggemar Unggas
Indonesia). Aksi yang dilakukan adalah melakukan penyilangan antara ayam impor tersebut
dengan jenis ayam kampung. Namun saat itu, tujuan penyilangan iu hanya sebagai
kesenangan dan hobi, bukan untuk komersial.

 Periode pengembangan (1961-1970)

Impor bibit ayam secara komersial mulai digalakan pada tahun 1967. Saat itu, Direktoran
Jendral Peternakan dan Kehewanan saat itu menyusun program Bimas Ayam dengan tujuan
memasyarakatkan ayam ras kepada peternak unggas. Daging semakin sulit didapatkan saat
itu sehingga diharapkan program ini dapat meningkatkan konsumsi protein hewani. Apalagi
konsumsi perkapita masyarakat terhadap protein hewani sangat rendah, 3,5 gram/kapita/hari.

 Periode pertumbuhan (1971-1980)

Bimas ayam broiler tahun 1978 merupakan jawaban atas menurunnya populasi sapi saat itu.
Sejalan dengan itu, permintaan penduduk terhadap ayam broiler meningkat seiring dengan
meningkatnya pendapatan. Namun, pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi
sehingga pemilikan ayam di Indonesia ditingkat peternak menurun hingga lebih dari 50%.
Pada tahun 1999 usaha ayam broiler dan layer mulai mengalami kebangkitan.

Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya.
Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan
menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan
diberbagai wilayah Indonesia.

Hama dan penyakit pada ayam broiler


Penyakit

1. Berak darah (Coccidiosis) Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang,
sayap terkulasi, bulu kusam menggigil kedinginan.
2. Tetelo (NCD/New Casstle Diseae) Gejala: ayam sulit bernapas, batuk-batuk, bersin,
timbul bunyi ngorok, lesu, mata ngantuk, sayap terkulasi, kadang berdarah, tinja encer
kehijauan yang spesifik adanya gejala tortikolis yaitu kepala memutar-mutar tidak
menentu dan lumpuh.
3. Gumboro (infectious Bursal Disease) adalah penyakit yang menyerang sistem
kekebalan tubuh ayam broiler yang disebabkan virus golongan Reovirus. Gejalanya
diawali hilangnya nafsu makan, ayam suka bergerak tidak teratur, peradangan di
sekitar dubur, diare, dan tubuh bergetar-getar.
4. Penyakit Ngorok (Chronic Respiratory Disease) adalah infeksi saluran pernapasan
yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum. Gejala-gejalanya antara lain
ayam sering bersin, ingus keluar lewat hidung, dan ngorok saat bernapas.
5. Berak kapur (Pullorum), disebut penyakit berak kapur karena gejala yang mudah
terlihat adalah ayam diare mengeluarkan kotoran berwarna putih dan setelah kering
menjadi seperti serbuk kapur. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella
pullorum. Kematian dapat terjadi pada hari keempat setelah infeksi.
6. PHS (Pulmonary Hypertension Syndrome), PHS yang kemudian diikuti dengan
ascites merupakan salah satu penyebab kerugian dalam industri peternakan. PHS
biasanya disebut ascites. Penyebab utamanya adalah meningkatnya tekanan
hidrostatis intravaskuler dan gagalnya ventricular kanan. Sebagai akibat dari
meningkatnya tekanan, transudate pun keluar dari pembuluh darah dan terakumulasi
di dalam rongga abdominal.
7. Bubble foot adalah penyakit ayam yang sering terjadi pada organ kaki ini dikenal
dengan istilah bumble foot disease. Penyakit ini semula disebabkan oleh infeksi pada
bagian kaki. biasanya buble foot sering ditemukan di peternakan ayam breeder
ataupun layer, terutama pada ayam yang berusia 25-40 minggu.

Hama

1. Tungau (kutuan) gejala: ayam gelisah, sering mematuk-matuk dan mengibas-


ngibaskan bulu karena gatal, nafsu makan turun, pucat dan kurus.

Usaha ternak ayam broiler

Proses panen ayam broiler

Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana
membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian,
perikanan atau peternakan. Pengetahuan terapan tentang cara-cara petani atau peternak dalam
menentukan, mengorganisasikan serta mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi
secara efektif dan efisien sehingga memberikan pendapatan maksimal. Usahatani pada skala
yang luas umumnya bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemennya modern, lebih
bersifat komersial, dan sebaliknya usahatani skala kecil umumnya bermodal pas-pasan,
teknologinya tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat usahanya subsiten, serta
lebih bersifat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban
membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi
yang lain termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga dan dapat menjaga kelestarian usahanya.
Usahatani merupakan proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang akan
dilakukan dalam usahatani yang akan dan rencana-rencana usahatani berupa pernyataan
tertulis yang memuat sesuatu yang akan dikerjakan pada periode waktu tertentu untuk tujuan
tertentu sehubungan dengan usahataninya. Manfaat yang dapat diambil petani: petunjuk yang
akan dilakukan, pengurangan kesalahan, jaminan pelaksanaan, alat evaluasi, terjaminnya
kontinyuitas usaha. Beternak ayam ras pedaging lebih cepat mendatangkan hasil daripada
beternak ayam buras. Pada umunya pemeliharaan selama 5-8 minggu ayam broiler sudah
mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera dijual. Dengan demikian
perputaran modal berjalan dengan waktu yang tidak lama. Usaha ternak bertujuan untuk
memperoleh pendapatan. Pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. Petani harus memperhitungkan setiap biaya yang dikeluarkan sehingga dapat
menentukan harga jual produksi. Biaya – biaya produksi yang dikeluarkan yaitu bibit, pakan,
upah tenaga kerja, biaya pembelian dan pemeliharaan peralatan dan biaya sewa tanah. Usaha
ternak akan layak diusahakan apabila nilai profitabilitasnya lebih besar dari tingkat bunga
perbankan yang berlaku. Salah satu komoditi perunggasan yang memiliki prospek yang
sangat baik untuk dikembangkan adalah peternakan. Ayam ras pedaging karena didukung
oleh karakteristik produknya yang dapat diterima oleh semua masyarakat indonesia. Usaha
peternakan memerlukan modal yang besar, terutama untuk pengadaan pakan dan bibit. Biaya
yang besar ini sulit dipenuhi oleh peternak pada umumnya yang memiliki keterbatasan
modal. Berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak, usaha peternakan
diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu:

1. Peternakan sebagai usaha sambilan, yaitu petani mengusahakan komoditas pertanain


terutama tanaman pangan, sedangkan ternak hanya sebagai usaha sambilan untuk
mencukupi kebutuhan keluarga (subsisten) dengan tingkat pendapatan usaha < 30%.
2. Peternakan sebagai cabang usaha, yaitu peternak mengusahakan pertanian campuran
dengan ternak dan tingkat pendapatan dari usaha ternak mencapai 30-70%.
3. Peternakan sebagai usaha pokok, yaitu peternak mengusahakan ternak sebagai usaha
pokok dengan tingkat pendapatan berkisar antara 70-100%.
4. Peternakan sebagai industri dengan mengusahakan ternak secara khusus (specialized
farming) dan tingkat pendapatan dari usaha peternakan mencapai 100%. Usaha
peternakan komersil umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki modal besar
serta menerapkan teknologi modern.

Luas lahan berpengaruh terhadap skala usaha atau populasi ayam yang yang dipelihara.
Karena populasi ayam yang dipelihara disesuaikan dengan luas kandang yang akan dibangun.
Peternak biasanya memanfaatkan lahan yang ada sehingga kandang-kandang yang dibangun
terkesan dipaksakan tanpa memperhatikan jumlah ayam yang akan dipelihara. Ada 3 hal
penting dalam usaha ternak ayam broiler yang harus ditangani secara ketat (rutin dan teliti),
yaitu:

1. Pakan dan air


2. Obat, vitamin, sanitasi dan vaksin
3. Perkandangan

Ketiganya saling mendukung sehingga pelaksanaannya harus bersamaan. Bila tidak ada
ketidaksempurnaan penanganan dari ketiga hal tersebut maka pengaruhnya terhadap
pencapaian prestasi performans sangat besar seperti tingkat konversi pakan menjadi rendah
(efisiensi tinggi), pertumbuhan terhambat dan tingkat kematian tinggi.

Jenis usaha ayam broiler

Metode kandang ayam broiler secara tertutup (close house)


Ada berbagai macam jenis sistem usaha yang saat ini berjalan, yaitu

Peternak mandiri

Peternak non mitra (mandiri) adalah peternak yang mampu menyelenggarakan usaha ternak
dengan modal sendiri dan bebas menjual outputnya ke pasar. Seluruh kerugian dan
keuntungan ditanggung sendiri. Pendapatan peternak ayam ras pedaging baik yang mandiri
maupun pola kemitraan sangat dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan faktor-faktor
produksi yaitu bibit ayam (DOC); pakan; obat-obatan, vitamin dan vaksin; tenaga kerja;
biaya listrik, bahan bakar; serta investasi kandang dan peralatan. Peternak non mitra
prinsipnya menyediakan seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas memasarkan
produknya. Pengambilan keputusan mencakup kapan memulai berternak dan memanen
ternaknya, serta seluruh keuntungan dan risiko ditanggung sepenuhnya oleh peternak.
Adapun ciri ciri peternak mandiri adalah mampu membuat keputusan sendiri tentang:

1. Perencanaan usaha peternakan


2. Menentukan fasilitas perkandangan;
3. Menentukan jenis dan jumlah sapronak (sarana produksi ternak) yang akan
digunakan;
4. Menentukan saat penebaran DOC di dalam kandang;
5. Menentukan manajemen produksi;
6. Menentukan tempat dan harga penjualan hasil produksi;
7. Tidak terikat dalam suatu kemitraan.

Alasan peternak beralih menjadi kemitraan, yaitu:

1. Kekurangan modal usaha;


2. Mengurangi risiko kegagalan/kerugian;
3. Untuk memperoleh jaminan kepastian penghasilan;
4. Untuk memperoleh jaminan kepastian dalam pemasaran;
5. Untuk mendapatkan jaminan kepastian supply.

Peternak mandiri prinsipnya menyediakan seluruh input produksi dari modal sendiri dan
bebas memasarkan produknya. Pengambilan keputusan mencakup kapan memulai beternak
dan memanen ternaknya, serta seluruh keuntungan dan risiko ditanggung sepenuhnya oleh
peternak.

Kemitraan

Kemitraan adalah pola kerjasama antara perusahaan peternakan selaku mitra usaha inti
dengan peternak rakyat selaku mitra usaha plasma, yang dituangkan dalam bentuk ikatan
kerjasama. Melalui kemitraan diharapkan terjadi kesetaraan hubungan antara peternak dengan
mitra usaha inti sehingga memperkuat posisi tawar peternak, berkurangnya risiko usaha dan
terjaminnya pasar yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan peternak. Kemitraan
dimaksudkan sebagai upaya pengembangan usaha yang dilandasi kerjasama antara
perusahaan dari peternakan rakyat dan pada dasarnya merupakan kerjasama vertikal (vertical
partnertship). Kerjasama tersebut mengandung pengertian bahwa keduabelah pihak harus
memperoleh keuntungan dan manfaat. Peternak pola kemitraan (sistem kontrak harga) adalah
peternak yang menyelenggarakan usaha ternak dengan pola kerjasama antara perusahaan inti
dengan peternak sebagai plasma dimana dalam kontrak telah disepakati harga output dan
input yang telah ditetapkan oleh perusahaan inti. Peternak menerima selisih dari perhitungan
input dan output. Peternak plasma yang mengikuti pola kemitraan cukup dengan
menyediakan kandang, tenaga kerja, peralatan, listrik dan air, sedangkan bibit (DOC), pakan
dan obat-obatan, bimbingan teknis serta pemasaran disediakan oleh perusahaan inti Pada saat
panen perusahaan inti akan memotong utang peternak plasma berupa DOC, pakan dan obat-
obatan. Apabila terjadi kerugian, maka yang menanggung risiko adalah perusahaan sebatas
biaya DOC, pakan dan obat-obatan. Plasma akan memperoleh bonus, apabila Feed
Conversion Ratio(FCR) lebih rendah dari yang ditetapkan oleh inti. Sedangkan bagi peternak
non mitra, seluruh biaya operasi dan investasi serta pemasaran diusahakan sendiri.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang
bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam
kemitraan harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai
titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Kegagalan kemitraan pada umumnya disebabkan
oleh fondasi dari kemitraan yang kurang kuat dan hanya didasari oleh belas kasihan semata
atau atas dasar paksaan pihak lain, bukan atas kebutuhan untuk maju dan berkembang
bersama dari pihak-pihak yang bermitra. Kalau kemitraan tidak didasari oleh etika bisnis
(nilai, moral, sikap, dan perilaku) yang baik, maka dapat menyebabkan kemitraan tersebut
tidak dapat berjalan dengan baik. Suatu pola kemitraan yang ideal mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:

1. Pola tersebut mampu mengakomodasi kepentingan ekonomi peternak rakyat dan inti
melalui secara progresif
2. Pola kemitraan mampu mencapai efisiensi dan perbaikan kinerja sistem secara
keseluruhan
3. Mampu meredam gejolak yang bersumber dari faktor eksternal dan mengelola risiko
yang mungkin timbul serta mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada.

Pola kemitraan ayam broiler tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan industri ayam
broiler di Indonesia. Bahkan pola kemitraan tersebut dilahirkan dari sejarah industri ayam ras
sebagai salah satu solusi untuk menciptakan harmonisasi antar pelaku ekonomi dalam
industri ayam ras pedaging. Dalam usaha peternakan ayam rakyat khususnya untuk budidaya
ayam ras kebijakan yang ditempuh adalah mengutamakan usaha budidaya bagi peternakan
rakyat, perorangan, kelompok maupun koperasi[3] sesuai dengan keppres No. 22 tahun 1990.

Perbaikan Data Populasi Ayam Mendesak


Pelaku usaha perunggasan menilai perbaikan data populasi ayam beserta diperlukan guna mencegah
fluktuasi harga yang kerap terjadi akibat masalah suplai.

Iim Fathimah Timorria - Bisnis.com 28 Juni 2019  |  10:27 WIB


Warga antre untuk mendapatkan ayam yang dibagikan secara gratis oleh Perhimpunan Insan
Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) Jawa Tengah di Kota Solo, Jawa Tengah, Rabu
(26/6/2019). - ANTARA/Maulana Surya

A+ A-

Share





Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha perunggasan menilai perbaikan data populasi ayam
beserta diperlukan guna mencegah fluktuasi harga yang kerap terjadi akibat masalah suplai.

"Pemerintah perlu mengendalikan stok, mengendalikan impor GPS [grand parent stock ayam
broiler], jangan terlalu banyak maupun sedikit," ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah
Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin) P. Nono saat dihubungi Bisnis, Kamis
(27/6/2019).

MElihat fakta harga unggas hidup di tingkat peternak (farm gate) yang jauh di bawah harga
acuan, Nono berpendapat bahwa telah terjadi kelebihan populasi ayam yang besar sehingga
tak terserap sesuai permintaan.
"Artinya apa, pemerintah tidak punya data riil soal populasi yang dibutuhkan oleh masyarakat
Indonesia. GPS itu harus dikendalikan. Masalahnya data pemerintah itu berbeda-beda, mana
yang dipegang. Kami lihat data antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan,
Badan Karantina, bahkan di swasta itu tidak ada yang sama, berbeda-beda. Harus lebih ketat
dalam melihat hal ini," ujarnya.

Senada dengan Nono, Sugeng Wahyudi selaku Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi
Peternak Ayam Nasional (GOPAN) menilai perlu ada reka ulang terkait ketersediaan day old
chick (DOC) yang selama ini dihitung oleh tim analisis Kementan. Peternak sendiri sendiri
biasanya membesarkan DOC berdasarkan patokan pemerintah.

"Harus ada hitung ulang sehingga ada keseimbangan antara penawaran dan permintaan," kata
Sugeng.

Berdasarkan perhitungan Direktorat Perbibitan dan Produksi Peternakan Kementerian


Pertanian, potensi produksi DOC kualitas feed stock (FS) selama Juni sampai Agustus 2019
berada di kisaran 69-72 juta per minggu dengan perhitungan dasar setiap ekor DOC jenis
grand parent stock (GPS) menghasilkan 40 ekor parent stock (PS) dan setiap DOC PS
memproduksi 140 DOC FS.

Direktur Perbibitan dan Produksi Peternakan Sugiono mengemukakan beberapa waktu lalu
bahwa nyatanya produktivitas tiap DOC GPS menjadi PS dan FS sangat tergantung pada
galur (strain). Contohnya adalah galur Cobb700 yang setiap satu ekor GPS bisa menghasilkan
50 PS dan seekor PS bisa memproduksi 150 ekor PS. Sementara untuk galur Indian River,
satu ekor GPS bisa memproduksi sekitar 52 PS dan setiap PS menghasilkan sekitar 155-160
ekor DOC FS.

"Sehingga produksi DOC FS secara nasional bertambah sekitar 5-10%, sekitar 75 juta ekor
per minggu pada Juni-Agustus 2019. Untuk parameter ini akan dibahas lebih lanjut dengan
tim pakar dan asosiasi perunggasan," kata Sugiono.

Anda mungkin juga menyukai