Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1. Tujuan Instruksional Umum


Memberi pengertian dan pemahaman tentang ternak unggas, peranannya dan
perkembangan ternak unggas.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Memberikan pengetahuan tentang ternak unggas dan peranannya, proses dan
komponen produksi serta riwayat genetik dan prospek ternak unggas.
3. Waktu: 2X Pertemuan (200 Menit)
4. Uraian Materi

A. Pengertian
Unggas (Poultry) adalah sekelompok spesies burung yang mampu memberikan
jasa ekonomis kepada manusia dan berkembang dengan bebas di bawah pengelola
mereka (manusia).
Produksi Unggas (poultry production) adalah bagian dari poultry science, yaitu ilmu-
ilmu pengetahuan yang mempelajari prinsip dasar dalam penerapannya dalam proses
produksi dan pemasaran dari poultry (poultry stocks) dan poultry product (meat and
egg). Unggas ornamental tidak terkena dalam definisi ini, hanya unggas yang
memberikan jasa ekonomi yang masuk dalam pengertian dari sini :
1. Chicken (ayam)
2. Turkey (kalkun)
3. Duck (itik)
4. Geese (angsa)
5. Guinea Fowl (mutiara)
6. Pea Fowl (burung merak)
7. Ostriches (burung unta)
8. Quail (burung puyuh).
Dalam dunia perunggasan, proses produksi adalah budidaya produksi sebenarnya
dimulai dari budidaya pembibitan, dimana hasil akhirnya adalah bibit/stock yang
menjadi komponen utama budidaya produksi penghasil daging (meat tables poultry dan
egg tables poultry).

1
Pada kuliah produksi unggas lebih ditekankan pada upaya manusia menyiapkan
lingkungan yang serasi (faforable environment) agar bibit dapat melaksanakan fungsi
biologik untuk menghasilkan telur dan daging secara optimal. Didalam menyiapkan
lingkungan yang serasi (input/pengorbanan) proses produksi harus dikendalikan secara
ekonomis, sehingga nilai produk (output) lebih besar dari inputnya.

B. Perkembangan Ternak Unggas


Berdasarkan teori evolusi yang dikemukakan Charles Darwin, unggas dalam hal
ini ayam mulai berkembang sejak 160 juta tahun yang lalu. Kemudian ayam modern
baru muncul sekitar 60 juta tahun yang lalu.
Sejarah perkembangan ayam piaraan dimulai di Asia Tenggara, khususnya daerah
Birma pada tahun 6000 SM dan diyakini orang bahwa ayam-ayam komersial yangada di
dunia berasal dari ayam-ayam ini sebagai nenek moyang mereka. Di Mesir mulai
dijinakkan pada 3000 – 600 tahun SM (Crawford, 1995) dan di Cina pada tahun 1500
SM.
Demikian juga untuk beberapa jenis unggas produksi seperti itik sudah dimulai
pelihara pada ribuan tahun SM. Di Cina dan orang-orang Romawi telah memelihara
pada 2000 tahun SM. Angsa di Cina mulai dipelihara pada 4000 tahun SM, misalnya
sebagai hadiah pernikahan dari orang tua kepada anak-anaknya karena memiliki sifat
monogami. Di Mesir burung Guinea telah dipelihara 300 tahun SM yang diambil oleh
ekspedisi Raja Firaun dari Gurun Sahara.
Dari tahun ke tahun unggas terus berkembang khususnya ayam dari Asia
Tenggara menyebar ke India, Eropa dan Amerika, dan tercatat lebih dari 6000 species
unggas tapi hanya beberapa species saja yang mengalami domestikasi.
Sejak proses domistikasi, unggas mengalami perkembangan pesat didukung oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kira-kira pertengahan abad ke 19,
orang mulai ingin mengetahui seluk beluk tentang unggas dan telurnya. Teori
Monophyletic origin (Darwin) dan teori Polyphyletic origin (Ghigi) merupakan awal
perkembangan seluk beluk akan ayam tersebut.
Pada pertengahan abad 20 ditemukan adanya gen Na dan F yang terdapat pada
kromosom autosomal pada ayam kampung walik dan ayam kampung bulu leher gundul
(legund) yang dapat memunculkan sifat kualitatif dan kuantitatif yang mampu
beradaptasi dengan kondisi lingkungan hidupnya di daerah tropis. Kemudian oleh Hutt
2
ditemukan gen dw (dwarf) pada ayam-ayam peliharaan Asia Tenggara yang
dikembangkan di Amerika dan Eropa Barat untuk membentuk hybreed comercial stock
dengan program breeding berlandaskan bioteknologi konvensional (segregesi gen
menurut Mendel, seleksi dan model matematik) dengan memanfaatkan pure breed dan
non-pure breed population yang akhirnya terbentuk ayam high stock podukction baik
layer maupun broiler yang sangat terkenal dewasa ini dengan karakter ekonomis
misalnya produksi telur, berat telur, produksi daging (rate of growth), body
conformation, dll.
Pada dekade terakhir rata-rata layer yang dipelihara bertahan pada angka kurang
lebih 295 juta ekor dengan variasi kira-kira 6% untuk tiap tahunnya dengan produksi
telur yang meningkat terus-menerus. Konsumsi daging broiler telah meningkat lebih
dari 2 kali lipat dari 20 tahun terakhir. Demikian juga kecepatan pertumbuhan broiler,
pada tahun 1970 berat badan 2 kg dicapai dalam umur 12 minggu, namun pada dewasa
ini BB tersebut dapat dicapai pada umur 6 minggu.
Pesatnya perkembangan perunggasan yang ada akhir-akhir ini disebabkan adanya
beberapa faktor yang salaing berintegrasi antara satu dengan lainnya yaitu:
a. Siklus produksi dari unggas relatif singkat, hal ini menyebabkan dapat selalu
tersedia produk-produknya untuk memenuhi permintaan pasal setiap saat.
b. Adanya peningkatan dari segi genetik yang dapat meningkatkan performan
zooteknis dan kualitas produk-produk dari perunggasan.
c. Perkembangan sistem manajemen produksi dan ekonomi membantu perkembangan
perunggasan dari segi teknologi praktis ataupun sistem pemasaran produk-produk
perunggasan.
d. Penguasaan sain dan teknologi dalam bidan nutrisi dan pakan ternak, farmasi dan
lain-lain dalam mendukung perkembangan produksi unggas.

C. Proses dan Komponen Produksi


Proses produksi atau budidaya produksi di dalam dunia perunggasan sebenarnya
dimulai dari budi daya pembibitan yang merupakan rangkaian proses produksi dengan
hasil akhir adalah bibit/stock yang menjadi komponen utama budidaya produksi
penghasil daging (meat tables poultry) dan telur (egg tables poultry).
Namun dalam kuliah Ilmu Produksi Ternak Unggas ini tidak dibicarakan proses
budidaya pembibitan (hanya garis besar saja), tapi lebih banyak dibicarakan bagaimana
3
upaya manusia menyiapkan lingkungan yang serasi dalam memelihara unggas agar bibit
dapat melaksanakan fungsi biologik untuk menghasilkan telur dan daging secara
optimal.
Lingkungan yang dimaksud adalah pakan, perkandangan, pencahayaan dll yang
termasuk dalam faktor lingkungan yang mempengaruhi unggas dalam produksinya.

D. Riwayat Genetik dari Unggas Komersial


Hybreed commercial stock/modern high perfomance commercial strain adalah
produk dari rekayasa mekanisme herediter untuk memanupulir penampilan genetic baik
yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif (Polygeneic Trails) yang memiliki ekonomi
tinggi.

Species ayam liar :

G. Gallus G. Lafayeti G. Sonmeratti G. Various

Proses Demislikasi
Monophylitic dan polyphilitic Origin

Domislicated Chicken

Seleksi : natural dan artificial


Mutasi : natural dan artificial

Pure Breed : Asian Breeds Non Pure Breed


American Breeds Populatian
English Breeds
Meditteranean Breeds
European breeds

Pembentukan Galur Murni


(Inbreeding, Cross Inbreed Line and Cross Breeding)
diikuti dengan progeny test
untuk menentukan typical model seleksi yang tepat.

4
Culling Disimpan untuk dikembangkan
Dan diseleksi kembali untuk
memperoleh segmen II dan III dst
I
II

Galur komersial

GGPS A B C D

GPS A male X B female C male X D female

PS AB male X CD female

Final Stock ABCD male & female

Komersial stock membawa trait genetik yang mempunyai aspek ekonomi seperti :
- Produksi telur merupakan karakter kualitatif
yang
- Berat telur dikontrol oleh banyak genes
- Rate of growth (produksi daging) (Polygenic trait)
- Body conformation, dll.
Karakter kuantitatif ini merupakan efek komulatif dari geneadditive yang pada
umumnya termodifisir oleh fakator lingkungan, sehingga rekayasa mengontrol factor
lingkungan :
- Mikroklimat / kandang
- Pakan
- Penyakit dan cara pencegahannya,
Merupakan upaya memunculkan karakter kuantitatif yang dimiliki stock secara optimal,
sehingga diperoleh efisiensi tinggi dalam proses budidaya produksi.

E. Prospek Ternak Unggas

Prospek ternak unggas di Indonesia dikaitkan dengan besarnya potensi pasarnya


karena ke pasar mana produk-produk itu dipasarkan (secara umum ada 2 yaitu pasar
dalam negeri dan pasar luar negeri). Untuk pasar dalam negeri prospeknya cukup cerah.
Jumlah penduduk Indonesia yang meningkat dengan pesat mencapai 200 juta
orang pada dewasa ini, otomatis membutuhkan kebuhan konsumsi makanan berupa

5
protein yang merupakan bahan gizi yang sangat esensial dalam kehidupan. Apalagi
terdapat korelasi yang tinggi antara pendapatan dengan konsumsi protein asal hewani.
Kebijakan-kebijakan pemerintah telah mendulang peningkatan konsumsi protein baik
hewani maupun nabati dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Produk-produk asal unggas (telur dan daging) merupakan penyumbang terbesar
kebutuhan daging secara nasional. Tercatat pada tahun 1969 sumbangan produksi
daging unggas terhadap kebutuhan daging dalam negeri baru mencapai 13% (urutan ke
3 setelah daging sapi =53%, dan ke 2 daging kerbau = 16%) dari kebutuhan nasional,
namun pada tahun 1993 produksi daging yang berasal dari daging unggas telah
mencapai 53% (urutan pertama) dari kebutuhan nasional, sehingga memungkinkan
usaha perunggasan mempunyai prospek yang sangat cerah.
Demikian juga produk-produk lain dari unggas seperti bulu (untuk kerajinan)
eskreta (untuk pupuk, pakan ikan dll) memberikan masukan tambahan dalam
mendongkrak pendapatan peternak.
Adanya usaha ini ditambah dengan usaha-usaha yang mendukung peningkatan
produksi perunggasan seperti industri pakan, farmasi, peralatan dan lain-lain juga
merupakan masukan dalam peningkatan pendapatan perkapita karena membuka
lapangan pekerjaan dalam usaha masing-masing.

TUGAS

1. Jelaskan pengertian ternak unggas, dan sebutkan bangsa burung yang termasuk
ternak unggas
2. Jelaskan perkembangan ternak unggas berdasarkan teori evolusi.
3. Jelaskan riwayat ternak ayam petelur maupun broiler berdasarkan genetikanya.
4. Jelaskan prospek ternak unggas pada 10 tahun terakhir.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Perkembangan Embrio dari Hari ke Hari, Bulletin CP, No. 87 Tahun
VIII, Jakarta.
Austik, R.E., and M.C. Nasheim. 1990. Poultry Production. 13 th Ed. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Bundy, C. E. And R. V. Diggins., 1968. Livestock and Poultry Production. 3rd ed.
Prentice Hall Inc, Iowa.
Card, L.E. and M.C. Nesheim., 1973. Poultry Production. Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
6
Djanah Dj. 1988. Beternak Ayam. Yasaguna, Surabaya.
Jull, M.A., 1982. Poultry Husbandry. Tata Mc. Graw- Hill Publ. Co. LTD. New Delhi.
Nasroedin., 1995. Ilmu Produksi Ternak Unggas. Hand Out. Program Pasca Sarjana
Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card., 1979. Poultry Production. 2nd ed. Lea &
Febiger. Philadelphia.
North, M.O., 1984. Commercial Chicken Production Manual. 3rd ed. Avi Publishing
Co. Inc. Westport. Connecticut.
Sidadolog, J.H.P., 1999. Manajemen Ternak Unggas. Hand Out. Fakultas Peternakan,
UGM. Yogyakarta.
Sturkie P.D., 1976. Avian Physiology. 3rd. Ed. Springer Verlag, New York, Heidelberg,
Berlin.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana, 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahyu, J., 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Yuwanta, T. 2006. Dasar Ternak Unggas, Kanisius, Yogyakarta.

7
BAB II

TINGKAH LAKU TERNAK UNGGAS

1. Tujuan Instruksional Umum


Memberi pengertian dan pemahaman tingkah laku ternak unggas.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Memberikan pengetahuan tentang ternak tingkah laku ternak unggas yang
berhubungan dengan proses belajar dari penetasan sampai dewasa, pengindraan,
penyesuaian unggas terhadap lingkungan.
3. Waktu: 2X Pertemuan (200 Menit)
4. Uraian Materi

A. PENGERTIAN DAN FUNGSI


Tingkah laku ternak adalah suatu bentuk aktivitas ternak yang melibatkan fungsi
fisiologis sebagai hasil dari perpaduan antara aktivitas keturunan dengan pengalaman
individu dalam menanggapi atau menghadapi suatu objek. Tujuan mempelajari tingkah
laku ternak ungags adalah:
1. Memungkinkan seekor hewan menyesuaikan diri terhadap perubahan keadaan, baik
eksternal maupun internal.
2. Untuk mendapatkan produksi dan efisiensi maksimal dengan cara memanfaatkan
tingkah laku positif dan mengurangi/menghilangkan tingkah laku negatif.
Penyebab adanya tingkah laku adalah:
 Faktor hereditas
 Faktor lingkungan (rangsangan) organ inderawi
 Proses belajar

Pola Tingkah Laku pada ternak unggas meliputi:


1. Suatu segmen tingkah laku yang diorganisir dan mempunyai fungsi khusus.
Berhubungan dengan sistem anatomi dasar dan fisiologis.
2. Dipengaruhi faktor hereditas, dapat diubah dengan proses belajar (bersifat baka
tetapi dapat diubah melalui latihan atau lingkungan).
3. Sekelompok pola tingkah laku yang dengan fungsi-fungsi umum yang sama
membentuk sistem tingkah laku.

8
4. Pola tingkah laku yang terbentuk tanpa proses belajar (insting/naluri dan refleks)
contoh: anak ayam yg baru menetas akan menciap memanggil induknya karena
dingin, anak itik secara naluriah bisa berenang tanpa diajari.
5. Pada ayam yang didomestikasi atau hasil seleksi sifatnya lebih stabil.

B. PROSES BELAJAR PADA AYAM

1. Simple Learning/Pembelajaran Sederhana: latihan dan pengalaman. Belajar


sederhana melalui latihan dan pengalaman dipengaruhi naluri (instinct) dan refleks
 Habituation: membiasakan diri terhadap atau mengabaikan rangsangan tertentu.
Suatu tingkah laku yang menjadi biasa terhadap rangsangan tertentu atau tingkah
laku mengabaikan rangsangan tertentu. Contoh: ayam yang mendengar suara
ventilation pan pada awalnya agak ketakutan dan bersembunyi, namun lama-
lama menjadi terbiasa dan mengabaikan suara tersebut karena tidak adanya
bahaya.
 Conditioning: ayam memberikan respon terhadap rangsangan tertentu. Tipe
belajar dari ternak dengan merespon rangsangan tertentu. Ayam sudah bisa
memperkirakan suatu hal yang terjadi karena dikondisikan. Contoh: ayam jantan
ditempatkan disuatu ruangan yang memiliki alat pendengung. Alat tersebut
dibunyikan bersamaan dengan dimasukannya ayam betina, jantan girang dan
setelah beberapa kali dilakukan ayam jantan akan girang jika mendengar bunyi
berdengung.
 Imprinting (Socialization): tertarik kepada sesuatu yang bergerak. Pemberian atau
penanaman kesan pada sesuatu yang menonjol, bisa berupa hewan/benda yang
bergerak maupun berbunyi. Pelajaran sosial dini dari menentas sampai 3 hari.
Contoh: ayam yang baru menentas akan mengikuti suatu yang bergerak.
 Memory: kemampuan untuk mengingat atau mengingat kembali hal yang telah
dipelajari atau dialami.

2. Complex Learning/ Pembelajaran Kompleks: kecerdasan adalah kemampuan untuk


mendapatkan dan menerapkan pengetahuan atau kemampuan untuk belajar dari
pegalaman dan untuk memecahkan masalah. Kemampuan untuk belajar dari
pengalaman dan memecahkan masalah (intelegensia), Mencoba melalui pengamatan

9
(observing) dan dipengaruhi oleh otak kecil. Contoh: jika seekor ayam yang celaka
akibat sesuatu yang dilakukan maka ayam lain tidak akan menirunya.

C. SISTEM PENGINDERAAN
Penglihatan dan pendengaran berkembang paling baik, sehingga sangat berperan
dalam tingkah laku sosial, sistem komunikasi, dan respon terhadap ancaman dari luar.
Penglihatan: dapat membedakan bentuk, ukuran dan warna: ayam menyukai warna
ungu dan jingga dan tidak menyukai warna hijau. Pendengaran: merupakan sistem
komunikasi utama antara anak dan induk. Pengecap: sangat peka terhadap rasa pahit,
toleran terhadap rasa asin sampai dengan konsentrasi 0,9% larutan garam, dapat
membedakan sumber karbohidrat. Penciuman: kurang berkembang. Peraba: berfungsi
baik, kontak dengan telur saat mengerami, menghangati anak di bawah sayap,
berkerumun saat kedinginan.
Penglihatan (vision)
Warna yang disukai adalah oranye (kuning) dan ungu, sedangkan warna hijau kurang
disukai.
 Bola mata dapat sedikit bergerak 260, tetapi posisinya tetap pada kedudukan
perputaran 3000.
 Memiliki daya penglihatan yang lebih baik dari unggas lainnya.
 Mata memberi tanggapan terhadap sinar pada hari ke-17 periode inkubasi.
 Penglihatan dapat membedakan bentuk, ukuran, warna, pola dan ketajaman dari
suatu objek sehingga mempengaruhi tingkah laku.
 Daya penglihatan sangat bergantung kepada optic locus dan olfactory lobus
Pendengaran (hearing)
 Berkembang baik hampir sama dengan manusia dalam membedakan frekuensi dan
kemampuan untuk menentukan arah suara.
 Frekuensi pendengaran unggas: 15 – 10.000 Hz.
 Frekuensi pendengaran ayam: 400 – 6.000 Hz.

Pengecap (taste)

 Berkembang dengan baik.


 Pusat rasa terletak pada dasar lidah dan langit-langit pharynx.

10
 Toleran terhadap rasa asam dan basa, sensitif terhadap rasa asin (0,9%)

D. SISTEM TINGKAH LAKU


1. Tingkah Laku Makan (ingestive behavior) dan minum
 Ayam mematuk; itik menyodok/menyudu.
 Makan untuk memenuhi kebutuhan energy. Konsumsi ransum bergantung kepada
kandungan energy.
 Jumlah konsumsi dipengaruhi oleh: kandungan energi ransum, keambaan ransum,
suhu lingkungan.
 Anak ayam baru mulai mematuk (merasa lapar) pada hari kedua setelah menetas.
Anak ayam yang baru menetas akan mematuk setiap objek, kemudian akan belajar
dan mematuk makanan saja. Proses belajar yang paling efektif 30 jam setelah
menetas pusat belajar pada serebrum.
 Ayam menunjukkan pilihan pada warna, bentuk dan rangsangan sentuhan tertentu
Menyukai biji-bijian (crumble).
 Ayam yang diasuh oleh induk lebih cepat belajar makan.
 Jika pakan sering diganti konsumsi menurun.
 Ayam yang tingkat hirarki tinggi akan makan lebih dulu.
 Suara ketukan akan meningkatkan nafsu makan.
 Ayam akan ikut makan bila melihat temananya makan.
 Ayam minum pertama-tama dengan mematuk makanan pertama yang terapung di
air, anak ayam tertarik dengan air yang terkena cahaya dan mematuknya.
Sebaiknya ayam diberi minum dulu setelah 24 jam menetas. Ayam sangat
membutuhkan air, lebih tahan lapar daripada haus.
Faktor penting dalam memberi makan ayam:
o Lebih menyukai makanan berbentuk butiran.
o Kebutuhan luas tempat pakan bertambah dengan bertambahnya umur.
o Makan lebih banyak bila ada kompetitor atau ada suara feeding model.
o Jumlah ayam yang makan dalam suatu kelompok dipengaruhi oleh adanya
dominasi, rasa lapar, luas tempat pakan.

11
2. Tingkah Laku Membuang Kotoran (eliminative behavior)
Feses dan urine bersatu (ekskreta), komponen utama urine asam urat, Ayam
membuang kotoran di sembarang tempat secara acak. Pada malam hari, bila
bertengger, maka dibuang di tenggeran.
3. Tingkah Laku Seksual (sexual behavior)
Meliputi tingkah laku merayu dan kawin, dipengaruhi hormone (Tarian Waltz).
Hewan bersifat poligami (polygamous), namun baik jantan maupun betina cenderung
tidak kawin acak dan dikendalikan oleh hormone. Jika beberapa jantan dimasukkan
ke dalam kandang betina, jantan yang dominan (peck order tinggi) paling banyak
kawin. Proses kawin didahului oleh beberapa pola tingakh laku pinangan yang
mengsingkronkan aktivitas sesual jantan dan betina.
Ayam Jantan Ayam Betina
 Tarian Waltz, menggeleparkan sayap Respon betina :
atau menari  Tidak peduli
 Memanjangkan kepala dan Negatif, mungkin disertai suara dan
menegakan jengger dan bulu leher, pekikan lemah sampai pekikan keras,
atau lalu: melangkah ke samping, berjalan
 Mengejar betina sambil menegakkan atau berlari, menyerang
jengger dan bulu leher Positif, menundukan badan, seiring
 Penunggangan, menegakkan jengger dengan merendahkan kepala dan
dan bulu leherMengangkat dan mengembangkan sayap (untuk
membuka kloaka keseimbangan menggerakan ekor ke
atas dan membuka kloaka.
Kloaka bertemu
 Ejakulasi  Berdiri dan menggetarkan badan
 Turun ke arah depan atau berlari
 Tarian waltz atau berkeliling

Hal-hal yang berhubungan dengan tingkah laku seksual:


 Pengalaman sosial dan aktivitas hormonal.
 Waktu pemisahan jantan dan betina dari suatu kelompok.
 Dominasi seekor pejantan dalam kelompok yang memiliki beberapa ekor
pejantan.
 Dominasi diantara beberapa betina yang terlibat.
 Perbedaan frekuensi mengawini dari seekor pejantan dalam kelompok yang
berbeda

12
4. Tingkah Laku Induk-Anak (Maternal Behaviour)
Maternal behaviour dimulai dari peneluran, pengeraman merawat anak. Sifat
mengeram dipengaruhi oleh hormon prolactin. Mesin tetas menggantikan peran
induk sebagai pengeram, seleksi untuk menghilangkan sifat mengeram. Secara alami
ayam atau unggas membuat sarang. Hubungan yang paling penting melalui
pendengaran. Induk akan memanggil anak saat menemukan makanan atau ada
bahaya 15 menit setelah menetas ayam menciap-ciap mencari induknya karena
kedinginan. Saat tidur anak berlindung dibawah induknya. Induk menjaga anak dari
musuh dengan cara mengembangkan sayap dan bulu leher. Anak disapih umur 12
-16 minggu, jika tidak mau sapih dipatuk. Anak jantan dewasa dominan terhadap
induknya. Pada peternakan modern peran induk diganti oleh mesin tetas dan brooder
(induk buatan). Sifat mengeram (dipengaruhi oleh hormon prolactin).
6. Tingkah Laku Bertarung (agonistic behavior/combat)
Meliputi tingkah laku menyerang (attack), melarikan diri (escape), menghindar dari
bahaya (avoiding) dan kalah dalam bertarung (submissive). Tingkah laku menyerang
meliputi menyerang (fighting), memimpin kelompok (pecking) dan mengancam
(threatening). Bila sekelompok ayam dimasukkan ke dalam kandang akan terjadi
perkelahian, pemenang berhak mematuk yang kalah (peck order). Betina mempunyai
dua peck order. Anak ayam mulai saling mematuk dimulai pada umur 16 hari.
Kelompok yang berbeda umur jangan disatukan karena umur yang lebih tua akan
dominan. Menjelang disapih anak ayam satu induk akan berkelahi dan yang menang
akan dominan, prioritas dalam setiap kesempatan terutama makan sehingga
pertumbuhan tidak seragamJantan lebih agresif dari betina, pada keadaan tertentu
betina yang lebih agresif (beranak). Tingkah laku meliputi reaksi-reaksi yang
berhubungan dengan adanya konflik, seperti bertarung, terbang, dll. Dipengaruhi
oleh hormon testosteron, jantan kebiri lebih pasif. Jarang terjadi kamatian,
pertarungan terus berlangsung sampai salah satu menyerah.
7. Tingkah Laku Saling Meniru (allelomimetic behavior)
Bila salah satu anggota kelompok melakukan suatu kegiatan tertentu, maka yang lain
cenderung melakukan hal yang sama, sehingga ayam pertama akan melanjutkan
aktivitas tersebut. Dengan saling meniru timbul fenomena social facilitation, antara

13
lain dapat mempengaruhi tingkah laku makan dan timbulnya peck order. Contoh:
Tingkah laku mematuk dan makan.
8. Tingkah Laku Mencari Perlindungan (shelter-seeking behavior)
Ayam yang belum didomestikasi berlindung dari sinar matahari, hujan, terpaan angin
predator dan serangga. Berlindung dengan cara bertengger di dahan-dahan pohon.
Anak ayam dan dewasa berdesakan bila kedinginan. Bila kedinginan, anak ayam
maupun induknya berkerumum bersama.
9. Tingkah Laku Menyelidiki atau mengamati (investigative behavior)
Merupakan reaksi pertama bila di tempat baru. Penyelidikan berlangsung dengan
cara: melihat, mendengar, merasakan, dan menyentuh. Proses penyelidikan: berjalan
perlahan mendekati objek, berhenti dalam jarak dekat dengan objek, berputar dan
kemudian pergi.

E. BEBERAPA NORMA TINGKAH LAKU PENTING DALAM PRODUKSI


TERNAK UNGGAS
1. Locomotion (daya gerak)
Sebelum domestikasi, ayam harus dapat bergerak mencapai makanan/ air minum
(bila jauh maka terjadi migrasi). Tetua ayam membuat sarang di atas pohon, namun
ayam modern karena ukuran tubuhnya lebih besar maka kemampuan terbangnya
menjadi rendah.
2. Thermoregulation (pengaturan suhu tubuh)
Respons terhadap cekaman panas: meningkatkan frekuensi pernafasan, mengurangi
konsumsi ransum, meningkatkan penguapan, membuka mulut dan panting. Pada
suhu rendah: ayam mempersempit luas permukaan tubuh dengan cara membungkuk,
menyembunyikan kepala di bawah sayap, mendekam (mengurangi pelepasan panas
lewat bagian yang tidak berbulu).
3. Grooming (membersihkan diri)
Bila tidak dikurung, ayam membersihkan diri dengan jalan mandi debu.
4. Sleeping (tidur)
Mencengkeram tenggeran erat-erat, kemudian saling merapat. Menutup mata dan
menyembunyikan kepala dalam bulu sayap.

F. TINGKAH LAKU ABNORMAL

14
Tingkah laku abnormal pada ayam berguna untuk mendeteksi penyakit secara dini:
o Ayam sakit biasanya makan sedikit, malas dan tidak aktif, memisahkan diri dari
anggota kelompok yang lain.
o Terjadi penurunan produksi, fertilitas atau daya tetas telur.
o Tingkal laku abnormal pada ayam terkurung: canibalism/kanibalisme:
1. Dapat terjadi pada semua kelompok umur: pada anak ayam yang dipatuk biasanya
jari dan ekor; pada ayam dewasa biasanya anus, ekor, dan jengger.
2. Penyebab sebenarnya belum diketahui, dapat dikurangi dengan cara: Debeaking,
mengurangi tingkat kepadatan dalam kandang, memperkecil ukuran kelompok,
mengatur intensitas dan lama pencahayaan, secara bertahap mengganti ransum.

G. HUBUNGAN SOSIAL
Semua tingkah laku yang disebabkan oleh atau dipengaruhi oleh ayam lain,
misalnya: “memasukan ayam ke dalam suatu kelompok yang sudah mapan, akan
menyebabkan ayam dominan menjadi lebih agresif, ayam lemah menjadi lebih gugup
dan menulari anggota kelompok yang lain”.
Dominasi
 Pada ayam urutan tingkat sosial disebut peck order.
 Kelompok mapan ---- urutan tingkat sosial mapan, jarang terjadi konflik karena
ayam lemah akan terus mengalah dalam segala hal.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat sosial:
1. Umur, ayam muda dan ayam tua menempati urutan terbawah.
2. Pengalaman sebelumnya, ayam subordinate, biasanya tetap subordinate.
3. Ukuran dan bobot badan.
4. Sifat agresif atau sifat penakut.
Social Stress (cekaman sosial)
 Perubahan dalam tingkah laku sosial dan rangsangan lingkungan yang mungkin akan
mempengaruhi pertumbuhan dan penampilan reproduksi.
 Ayam domestik merupakan objek berbagai cekaman, yang meliputi: suhu,
kekurangan ransum dan air minum, ukuran kelompok, tingkat kepadatan tinggi,
penyakit, persaingan sosial.

15
TUGAS
1. Jelaskan tingka laku makan pada ayam.
2. Jelaskan tingkah laku seksual pada ayam betina maupun jantan.
3. Jelaskan proses pembelajaran pada unggas.
4. Jelaskan tingkah laku saling meniru (allelomimetic behavior) pada unggas.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Perkembangan Embrio dari Hari ke Hari, Bulletin CP, No. 87 Tahun
VIII, Jakarta.
Austik, R.E., and M.C. Nasheim. 1990. Poultry Production. 13 th Ed. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Bundy, C. E. And R. V. Diggins., 1968. Livestock and Poultry Production. 3rd ed.
Prentice Hall Inc, Iowa.
Card, L.E. and M.C. Nesheim., 1973. Poultry Production. Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Djanah Dj. 1988. Beternak Ayam. Yasaguna, Surabaya.
Jull, M.A., 1982. Poultry Husbandry. Tata Mc. Graw- Hill Publ. Co. LTD. New Delhi.
Nasroedin., 1995. Ilmu Produksi Ternak Unggas. Hand Out. Program Pasca Sarjana
Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card., 1979. Poultry Production. 2nd ed. Lea &
Febiger. Philadelphia.
North, M.O., 1984. Commercial Chicken Production Manual. 3rd ed. Avi Publishing
Co. Inc. Westport. Connecticut.
Sidadolog, J.H.P., 1999. Manajemen Ternak Unggas. Hand Out. Fakultas Peternakan,
UGM. Yogyakarta.
Sturkie P.D., 1976. Avian Physiology. 3rd. Ed. Springer Verlag, New York, Heidelberg,
Berlin.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana, 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahyu, J., 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Yuwanta, T. 2006. Dasar Ternak Unggas, Kanisius, Yogyakarta.

16
BAB III
THERMOREGULATOR DAN TEMPERATUR LINGKUNGAN

1. Tujuan Instruksional Umum


Memberi pengertian dan pemahaman tentang thermoregulator dan temperatur
lingkungan.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Memberikan pengetahuan tentang ternak system pengontrolan temperature tubuh
unggas dan pengaruh temperatur lingkungan terhadap unggas dalam pertumbuhan
maupun produksi dan reproduksi.
3. Waktu: 2X Pertemuan (200 Menit)
4. Uraian Materi

A. THERMOREGULATOR
Pusat pengontrolan temperatur tubuh pada unggas yaitu pada “diencephalons“
bagian hypothalamus. Pada diencephalons ada 2 bagian yaitu thalamus dan
hypothalamus. Hypothalamus merupakan centra thermoregulator tubuh.

Temperatur Tubuh Unggas


Temperatur bagian dalam dari tubuh unggas relatif lebih tinggi dibanding dengan
ternak lain. Itulah sebabnya ternak unggas ini sedikit / tidak pernah dihinggapi penyakit
yang bersifat zoonosis, namun lebih bersifat carrier. Temperatur normal beberapa
species unggas piaraan :
- Duck 42,0ºc
- Geese 41,3ºc
- Turkey 41,2ºc
- Chicken 42,2ºc
- Pigeon 42,2ºc

17
Adapun lethal body temperature pada ayam sebagai berikut :
Umur ayam Lethal body temperatur ºc
Upper Lower
Young 46 - 47,8 -
Adult 47 - 47,2 Famale 23,4
Male 20,7
1 day 46,7 15,5
2 day 97,2 15,5 - 16,1
4 day - 16,1 - 16,6
6 day - 17,2 - 18,0
8 day - 17,2 - 18,8
10 day - 18,3 - 20,5
21 day - 18,8 – 20,5
26 day - 19,4 – 20,5

Temperatur tubuh unggas normal juga bervariasi karena faktor :


1. Umur
Temperatur waktu menetas sedikit lebih rendah, kemudian meningkat sampai umur
20 hari dan menjadi konstan kira-kira umur 40 hari.

Temperatur 41
(0C)
40

Beberapa jam
Setelah menetas Umur (hari)

Pada umur muda, unsulator (bulu) belum bekerja -----head loss meningkat
sehingga temperatur tubuh rendah.
Pada umur dewasa insulator (bulu) mulai bekerja,heat -----head loss berkurang, head
productionmeningkat (pertumbuhan jaringan otot dan meningkatnya rate of basal
metabolism) sehingga temperatur tubuh meningkat.

18
2. Ukuran tubuh
Makin besar ukuran tubuh, makin tinggi rate of basal metabolism sehingga
temperatur tubuh meningkat.

Metabolic Rate
Species BB (gr )
Kkal / 24 jam Kkal / kg berat
Angsa 5000 280 56
Ayam jantan 2000 94 47
Ayam betina 2000 101 50
Kalkun 3700 184 50
Burung dara 266 33,7 126

3. Sex
w, ♂ yang dipelihara pada temperatur 22ºc temperatur tubuhnya tinggi dari pada
yang ♀. Pada umumnya perbedaan rectal temperatur karena sex tergantung pada
umur dan temperatur lingkungan.

Temp - 1oC 220C 31oC


lingkungan
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
Temp tubuh (oC) 41,6 41,1 41,3 41,0 41,3 41,3

4. Breeds
Whiyandote, mempunyai temeratur tubuh yang berbeda dengan RIR pada umur 10
hari pada temperatur lingkungan 22 - 240C. Rectal temperatur pada Whiyandote,
dewasa dan RIR masing – masing : 41,50C dan 41,30C.
5. Aktifitas
Pada umumnya yang dipelihara dalam confied house (cages) menjadi kurang aktif,
temperatur tubuhnya sedikit lebih rendah disbanding menggunakan sitim ranch.
6. Makanan
Temperatur tubuh meningkat segera setelah ingesti pakan, sebaliknya puasa
akan menurunkan temperatur tubuh.
7. Enriromental temperatur.
8. Season.
9. Molting ( meranggas )
10. Bulu.
19
Termoregulator pada Anak Ayam

Embrio di dalam telur pada periode hari ke 18, 19 dan 20 sudah mampu bereaksi
terhadap stressor dengan menaikan heat production, dan tidak ada hubungan
(independent) dengan shievering. Meskipun anak ayam tidak dapat efektif mengatur
temperatur tubuh, kemampuan seperti ini sangat penting untuk membantu selama
beberapa hari pertama setelah menetas. Telah diduga kemampuan menaikan heat
production pada periode tersebut karena aktivitas nervus sympatic.
Setelah 5 hari menetas, berat badan meningkat, ratio antara luas permukaan tubuh
dan masa dari tubuh menurun, feather bertumbuh. Semua ini penting dan berperan
dalam proses thermoregulator. Para ahli menduga sifat homeothermic pada ayam baru
mulai timbul pada umur 1 – 2 minggu. Pada umur 3 minggu, kalau ayam diexpose
dengan stress dingin, reaksi pertama, ayam akan berusaha menaikan metabolic rate dan
mobilisasi tersebut hanya mobilisasi karbohidrat yang digunakan untuk thermoregulasi.
Karena itu disimpulkan bahwa rangkaian perubahan kondisi physikologik dan rate of
metabolic adalah factor-faktor yang bertanggung jawab pada perubahan secara gradual
dari heterothermik ke homeothermik.
Kemampuan anak ayam mengatur temperatur tubuh berpengaruh langsung
terhadap rate of growth. Dengan memperlakukan anak ayam pada temperatur ekstrim
akan mengurangi efisiensi pakan karena meningkatnya penggunaan pakan untuk
meningkatkan heat production. Itulah sebabnya feed intake dan growth rate yang
ditimbulkan mempunyai pengaruh yang cukup besar pada pengaturan temperatur tubuh.

B. TEMPERATUR LINGKUNGAN

1. Zone Thermoneutrality
Unggas termasuk ayam merupakan hewan yang bersifat “Homeothermic “ yaitu
temperatur bagian organ yang lebih dalam seperti otak, jantung, usus, dll tetap konstan
atau sedikit sekali mengalami perubahan. Sebaliknya juga pada reptil dan juga beberapa
bangsa burung yang telah mengalami evolusi dikenal dengan sebagian hewan yang
mempunyai sifat poikilothermic, artinya temperatur bagian organ yang lebih dalam
berfariasi tergantung pada temperatur lingkungan. Karena sifat itulah berlaku suatu
fenomena pada unggas bahwa jumlah panas yang dihasilkan oleh aktifitas otot dan

20
metabolisme jaringan (heat production) sebanding dengan jumlah panas yang hilang
karena pengaruh lingkungan (heat loss)
(heat production = heat loss) balance equal.
Jika balance ini terganggu karena suatu hal, misalnya heat productioan melebihi
heat loss maka konsekwensinya temperatur tubuh akan naik, begitu pula sebaliknya jika
heat loss melampaui heat production, temperatur tubuh akan turun. Heat balance jelas
dipengaruhi oleh lingkungan termasuk temperatur.
Zone thermoneutrality yaitu suatu kisaran temperatur lingkungan dimana pada
kisaran ini tidak ada/sedikit sekali terjadi perubahan pada heat production. Variasi
perubahan pada heat production cenderung diatur oleh variasi heat loss. Secara teoritis
ayam yang dipelihara pada temperatur zone thermoneutrality ini otomatis heat
production = heat loss. Ini berarti ayam tidak akan menggunakan energi untuk
mengimbangi panas yang hilang karena perubahan temperatur lingkungan sehingga
ayam yang dipelihara pada zone ini bio-efficiencynya otomatis menjadi optimal. Namun
keadaan di lapangan menjadi lain karena zone ini sulit bahkan tak mungkin didapat
hanya disekati. Dengan demikian perlu adanya konsep tentang standar optimum
temperatur kandang untuk memelihara anak ayam sampai dewasa.

Hasil pengamatan di laboratorium zone thermoneutrality untuk species ayam RIR


dan burung dara sebagai berikut:

Berat badan Zonne thermoneutrality


Species Umur (minggu)
(gram) 0
C 0
F
RIR 0 36 34 – 36 92,2 – 96,8
5 260 32 – 35 89,6 – 92,6
52 2430 18 – 24 64,4 – 75,2
Burung dara 260 32,20 – 35,38 89,9 – 95,68
(Zone ini bukan yang sesungguhnya, sehingga diganti dengan temperatur optimum)

Zone thermoneutrality bervariasi tergantung pada factor:


- Umur
- Status gizi pakan
- Status physiologi ayam (adaptasi dan aklamatisasi)
- Hubungan antara temperatur dan mikroklimat lainnya.

21
Tabel standar temperatur kandang di daerah tropis

Temperatur kandang (0C)


Tipe ayam Keterangan
Minimum Optimal Maksimum
Layer
- Stater 10 22 27 Selama periode brooding,
- Temp. ruang - 31 - temp. broder = 32-380C
- Grower 10 18 27 dikurangi sampai 200C
- Layer 4 24 - 27 30 pada 4 minggu
Broiler
- 0-4 minngu 24 24 30 Selama periode brooding,
- Temp. ruang 27 31 32 temp. brooder = 29-350C
- 4-8 minggu 10 20 - 25 30 dikurangi sampai 200C
pada 4 minggu
Breeder
- Layer 4 21 27
- Broiler 4 18 27

2. Hypothermia dan Hyperthermia


Kisaran zone thermoneutrality dibatasi oleh 2 temperatur kritis yaitu lower critical
point dan upper critical point. Reaksi ayam yang dipelihara pada lower critical point
ialah ayam akan berusaha meningkatkan heat production dan menggigil (shievering).
Biasa digunakan istilah koefisien temperatur yang dinyatakan dengan “kenaikan heat
production setiap penurunan 10C temperatur lingkungan”.
Jika usaha menaikan heat production tidak mampu melampaui heat loss, maka
temperatur rectal (temperatur tubuh) akan segera menurun. Peristiwa ini disebut
“hypothermia”.
Usaha ayam mengurangi heat loss untuk menghindari hypothermia adalah:
1. Mengurangi luas permukaan dengan membungkukan badan.
2. Menegakkan bulu kapas untuk meningkatkan nilai insulasi
3. Menutup bagian kepala dan kaki (unisolated feather), karena bagian ini yang paling
banyak menderita kehilangan panas.
4. Bergerombol dan berimpit.
5. Meningkatkan konsumsi pakan untuk meningkatkan heat production.
Reaksi ayam yang dipelihara padadi atas upper critical point adalah ayam akan
berusaha untuk meningkatkan heat production lewat peningkatan muscular activity.
Pada kondisi ini, rate of increment dari heat production relatif lebih cepat dibanding jika
dipelihara pada lower critical point. Untuk mengimbangi kecepatan rate of increment

22
ini, ayam berusaha meningkatkan heat loss secara berlebihan, khususnya lewat saluran
pernapasan. Peristiwa ini disebut thermal polypnea atau panting. Penting secara
sederhana dilukiskan sebagai suatu usaha ayam untuk mengurangi energi tubuh dengan
jalan menguapkan air lewat mucosa saluran pernapasan dan kelebihan energi tubuh
itulah yang digunakan untuk menguapkan air.
Hal-hal yang dapat diamati selama peristiwa panting adalah:
1. Respiratory rate (frekuensi pernapasan)
Ayam akan berusaha meningkatkan respiratory rate untuk menaikan volume air
yang diuapkan, dengan demikian energi yang dibuang meningkat (dibutuhkan 5 cal
pada temperatur 91OF untuk merubah 1 gr air menjadi uap air).
2. Minute volume
Ayam akan berusaha meningkatkan minute volume untuk meningkatkan volume air
yang diuapkan.
3. Tidal volume
Pada waktu peristiwa panting, tidal volume justru menurun (untuk menghindari
hyperventilasi atau kelebihan udara) di dalam tractus respiratorius.
4. Volume plasma
Volume plasma meningkat sedikit selama hyperthermia untuk mengimbangi air
yang hilang karena evaporasi.
5. Water intake dan volume water dropping meningkat.

TUGAS
1. Jelaskan pengaturan temperature tubuh anak ayam.
2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi temperature tubuh ayam.
3. Jelaskan bagaimana ayam di pelihara pada zona thermoneutrality, lower critical
temperature dan upper critical temperature.
4. Mengapa pada anak ayam fase starter perlu ditambahkan pemanas buatan?

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Perkembangan Embrio dari Hari ke Hari, Bulletin CP, No. 87 Tahun
VIII, Jakarta.
Austik, R.E., and M.C. Nasheim. 1990. Poultry Production. 13 th Ed. Lea and Febiger,
Philadelphia.

23
Bundy, C. E. And R. V. Diggins., 1968. Livestock and Poultry Production. 3rd ed.
Prentice Hall Inc, Iowa.
Card, L.E. and M.C. Nesheim., 1973. Poultry Production. Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Djanah Dj. 1988. Beternak Ayam. Yasaguna, Surabaya.
Jull, M.A., 1982. Poultry Husbandry. Tata Mc. Graw- Hill Publ. Co. LTD. New Delhi.
Nasroedin., 1995. Ilmu Produksi Ternak Unggas. Hand Out. Program Pasca Sarjana
Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card., 1979. Poultry Production. 2nd ed. Lea &
Febiger. Philadelphia.
North, M.O., 1984. Commercial Chicken Production Manual. 3rd ed. Avi Publishing
Co. Inc. Westport. Connecticut.
Sidadolog, J.H.P., 1999. Manajemen Ternak Unggas. Hand Out. Fakultas Peternakan,
UGM. Yogyakarta.
Sturkie P.D., 1976. Avian Physiology. 3rd. Ed. Springer Verlag, New York, Heidelberg,
Berlin.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana, 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahyu, J., 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Yuwanta, T. 2006. Dasar Ternak Unggas, Kanisius, Yogyakarta.

24
BAB IV
FEED DAN FEEDING

1. Tujuan Instruksional Umum


Memberi pengertian dan pemahaman tentang pakan dan pemberiannya pada
unggas.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Memberikan pengetahuan tentang pencernaan dan absorbsi pakan, keseimbangan
nutrien pakan, penyusunan pakan, dan pemberian pakan pada ternak unggas.
3. Waktu: 3X Pertemuan (300 Menit)
4. Uraian Materi

A. PENCERNAAN PADA UNGGAS

Unggas mempunyai system pencernaan yang berbeda dengan ruminansia. Sistem


pencernaan pada unggas tergolong sederhana. Proses pencernaannya tergantung pada
enzim. Mikroorganisme hanya sedikit, sehingga tidak dapat membantu proses
pencernaan. Makanan yang tidak bias dicerna oleh enzim tidak bermanfaat.
Sistem pencernaan unggas terdiri atas tractus alimentarius dan organ accessories.

25
B. PAKAN

Ilmu Makanan adalah ilmu yang berhubungan dengan bahan makanan dan zat-zat
makanan yang terkandung di dalamnya, dalam hubungannya dengan kesehatan manusia
dan hewan. Zat makanan adalah kombinasi senyawa kimia yang digolongkan menurut
sifat (nutrien)sifat fisik, kimia dan biologis.
Istilah pakan (feed) untuk hewan/ternak sedangkan untuk manusia adalah food atau
makanan. Pakan biasa disebut ransum (ration) atau diet yaitu susunan bahan pakan
dengan komposisi tertentu. Zat-zat pakan dapat digolongkan sebagai sumber protein,
karbohidrat, lemak, minerat dan vitamin. Bahan yang terpenting untuk kebutuhan
makluk hidup termasuk ternak adaah air.
Fungsi zat utama dan sumber utama dalam ransum ayam adalah:
Air: merupakan komponen darah dan cairan tubuh, pencernaan, transport makanan dan
sisa pencernaan, pengatur suhu tubuh. Sumber: air minum dan air dalam bahan
makanan.
Protein: berfungsi sebagai zat pembangun tubuh (pertumbuhan dan penggantian
jaringan), pembentukan telur, aktivitas sperma, panas, energi, produksi lemak. Pada
keadaan tertentu apabila terjadi kekurangan energy protein akan dirubah menjadi
energy. Protein disusun dari gugus asam amino, yaitu: (1) asam amino esensial, dan (2)
asam amino non-esensial. Asam amino asensial karena hewan monogastrik tidak dapat
mensintesanya, sehingga harus ditambah dari luar melalui makanan. Asam amino non-
esensial karena asam amino ini dapat disintesa oleh hewan dari asam-asam amino
lainnya. Sumber protein yaitu protein hewani (tepung ikan, tepung cacing, tepung
bekicot / keong mas, tepung pupa, sisa rumah potong, dll).
Sumber protein nabati yaitu bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, dll.
Protein nabati tidak mengandung asam amino yang lengkap, biasanya kekurangan asam
amino metionin, lisin dan triptofan. Protein atau nitrogenous substances merupakan
unsur penting yang membangun organ-organ tubuh mahluk hidup. Pemberian dan
penggunaannya sangat penting, dan menjadi subjek-subjek berbagai penelitian.
Lemak berfungsi sebagai sumber energi dan cadangan panas. Pada ternak dideposit
dalam bentuk lemak hewan (lemak abdominal, lemak periveral). Ketersediaannya dalam
pakan unggas kecil (lemak hewan, lemak nabati). Sumber lemak pada unggas adalah
minyak kelapa, lemak hewan. Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi untuk
26
fungsi-fungsi yang vital (bergerak, aktivitas makan, pertukaran panas).
Vitamin berfungsi untuk pertumbuhan, kesehatan, asimilasi mineral, daya tetas,
fertilitas, nafsu makan, pencernaan, pembentukan tulang dan bulu. Sumber vitamin
tepung hijauan, jagung, feed supplement.
Mineral berfungsi untuk pembentukan kerangka, pembentukan kerabang, menjaga
mengatur kenetralan tubuh. Sumber mineral adalah tepung ikan, susu skim, tp. tulang,
tp. kulit kerang, tp. kerabang, tp kapur (CaCO3), Dikalsium Phosfat (DCP), feed
supplement. Mineral Calcium (Ca) dan Phosphorus (P) sangat sedikit tersedia pada
bahan makanan asal nabati. Mineral trace elements: manganese, iron, copper, cobalt,
iodine dan zinc.
Feed suplement merupakan bahan berupa zat makanan yang ditambahkan kedalam
ransum, contoh : asam-asam amino, mineral mikro, vitamin.
Feed additive merupakan bahan bukan zat makanan yang ditambahkan kedalam ransum,
contoh : coccidiostat, antibiotik, antioksidan, probiotik.
dalam pakan, zat toxic perlu diwaspadai dan pemberian bahan tersebut pada unggas
harus hati-hati (dibatasi, diolah). Contoh: hydrocyanic acid pada ubi kayu segar;
gossypol pada biji kapas dan bungkil biji kapas; dan beberapa alkaloids pada biji
leguminosa tertentu.

C. KEBUTUHAN ENERGI DAN PROTEIN PADA AYAM


Broiler Layer
Nutrien
starter finisher Starter grower layer
Energi metabolis (kcal/kg) 3200 3200 2900 2900 2850
Protein (%) 23 20 20 15 18
Syarat lain: - Serat kasar maksimum 7%
- Lemak maksimum 8%

Penyusunan Ransum Unggas (Ayam)


Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menyusun ransum:
 Umur (starter, grower, layer) dan tipe ayam (berat, medium, ringan)
 Bahan-bahan pakan yang tersedia
 Tabel-tabel berisi informasi tentang kandungan zat-zat makanan serta rekomendasi
kebutuhan akan zat-zat makanan untuk setiap fase umur dan tujuan produksi, Tabel:

27
Scott (1982, dst), National Research Council/NRC, Hartadi dll., Hasil Analisis
Laboratorium.
Komposisi Zat-zat Makanan Fosfor (%)
Serat
dalam Bahan Makanan untuk ME Protein Lemak Ca
Kasar
Unggas (Berdasarkan Kering (kcal/kg) (%) (%) (%) total tersedia
(%)
Udara), Scott (1982) Bahan pakan
Bungkil kacang kedelai 2240 45,00 0,90 6,00 0,32 0,67 0,29
Bungkil kelapa 1540 21,00 1,80 15,00 0,20 0,60 0,20
Dedak padi 1630 12,00 13,00 12,00 0,12 1,50 0,21
Dedak gandum 1300 15,00 4,00 10,00 0,14 1,10 0,32
Jagung kuning 3370 8,60 3,90 2,00 0,02 0,30 0,10
Minyak kelapa 8600 0,00 100 0,00 0,00 0,00 0,00
Tepung ikan 3080 61,00 9,00 1,00 5,50 2,80 2,80
Tepung tulang - - - - 24,00 24,00 -
CaCO3 - - - - 40,00 - -

D. METODE PENYUSUNAN RANSUM

1. Trial and error method : Dihitung secara coba-coba sampai didapat kandungan zat
makanan (terutama protein dan energi) sesuai kebutuhan.
2. Menggunakan paket program (linear programing, mixit, excel).

Contoh: susunan ransum ayam petelur:

Ransum (%)
No Bahan pakan
starter grower layer
1 Jagung kuning 56 67 64
2 Dedak padi 8 11 3,5
3 Bungkil kedelai 12 1 5,5
4 Bungkil kelapa 10 9 6,5
5 Tepung ikan 12 10 13,5
6 Tepung kulit kerang 1,85 1,85 6,75
7 Premix vit 0,15 0,15 0,15
Total 100 100 100
Protein kasar (%) 20 15 18
Energi Metabolisme (kcal/kg) 2900 2900 2900

3. Square method / metode bujur sangkar, hanya digunakan untuk dua macam bahan,
dengan syarat kandungan zat salah satu bahan lebih rendah dan yang lain lebih
tinggi dari pada kandungan zat tersebut dalam ransum yang akan disusun.

Contoh: diperlukan suatu ransum untuk ayam buras dengan kandungan protein 15%,
bahan pakan yang dimiliki adalah dedak padi yang mengandung protein 8% dan
konsentrat dengan kandungan protein 36%. Berapa banyak masing-masing bahan
28
diperlukan untuk membuat 100 kg ransum:

36 7 (15-8) bag. konsentrat


Konsentrat = 7/28 x 100 = 25 kg
Dedak padi = 21/28 x100 = 75 kg
15

Faktor-faktor
8 yang mempengaruhi konsumsi
21 (36-15)pakan:
bag. dedak padi
1. Faktor genetik : bobot badan, strain, jenis kelamin
2. Temperatur
3. Kandungan energi ransum
4. Kandungan Serat Kasar dalam ransum
5. Status kesehatan ayam
6. Palatabilitas ransum
7. Adanya cekaman/stress
Fungsi nutrien:
Nutrien yang dicerna digunakan untuk menjalankan fungsi esensial dalam tubuh yaitu
hidup pokok (metabolisme, mengatur suhu tubuh, pergerakan minimal, mengganti dan
memperbaiki sel/jaringan) serta untuk produksi (pertumbuhan, penggemukan, produksi
telur).
Hidup pokok
Kebutuhan untuk hidup pokok didefinisikan sebagai: Kombinasi beberapa nutrien yang
dibutuhkan unggas untuk menjalankan fungsi tubuhnya tanpa terjadi pertambahan, atau
pengurangan bobot badan maupun aktivitas produktif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan hidup pokok:
 Faktor eksternal: dapat dikendalikan sampai batas tertentu melalui pengelolaan dan
pemberian fasilitas: Aktivitas, Keadaan cuaca, Status kesehatan dan adanya stress.
 Faktor internal: Ukuran tubuh, Temperamen, Tingkat produksi, Variasi antar
individu.

29
Pertumbuhan
Definisi: pertambahan ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian lain tubuh.
Merupakan proses normal sebelum dan sesudah menetas hingga mencapai dewasa.
Pertumbuhan dipengaruhi oleh tingkat konsumsi ransum. Kebutuhan nutrien diengaruhi
oleh : umur, jenis kelamin, bangsa, laju pertumbuhan, status kesehatan.
Umur
Dibandingan dengan ayam yang lebih tua, umumnya ayam muda:
 Mengkonsumsi ransum per unit bobot badan lebih tinggi.
 Memanfaatkan ransum lebih efesien.
 Membutuhkan protein, energi, vitamin dan mineral perunit bobot badan lebih
banyak.
 Membutuhkan ransum yang padat gizi dan mudah dicerna.
 Lebih sensitif terhadap defesiensi nutrien.
Bangsa
Bangsa ayam yang besar tumbuh lebih cepat dari pada bangsa yang lebih kecil dan
memerlukan lebih banyak nutrien.
Jenis Kelamin
 Ayam jantan tumbuh lebih cepat daripada ayam betina dan memerlukan lebih
banyak nutrient.
 Ayam jantan yang tidak dikastrasi lebih efisien memanfaatkan ransum untuk
pertambahan bobot badan dari pada ayam betina.
 Bobot badan dewasa ayam jantan lebih tinggi daripada betina.
 Ayam jantan lebih cepat mencapai dewasa kelamin daripada ayam betina.
Laju Pertumbuhan
Intensif breeding mengarahkan agar ayam pedaging tumbuh dengan cepat dan dapat
dipasarkan pada usia dini disertai dengan penyesuaian ransum.
Reproduksi
 Pemberian ransum untuk produksi memenuhi kebutuhan untuk produksi telur
(jumlah dan bobot), kualitas, daya tetas, pengendalian molting serta mengeram.
 Kebutuhan untuk petelur komersil meliputi kebutuhan untuk hidup pokok,
pertumbuhan ayam dara dan pembentukan telur (ayam dengan kemampuan
produksi tinggi memerlukan lebih banyak nutrien).

30
 Petelur pembibit memerlukan vitamin, A, D, E, B12, riboflavin, asam
panthotenat, niacin dan Mn lebih banyak daripada ayam petelur komersil.
Penggunaan Nutrien
Nutrien digunakan melalui salah satu diantara dua proses metabolik berikut:
 Anabolik: adalah proses dimana molekul-molekul nutrien digunakan sebagai
building block unutk mensistesis molekul-molekul kompleks, reaksi-reaksi
anabolik bersifat endergonic dan memerlukan input energy.
 Katabailisme: adalah proses oksidasi nutrien dengan membebaskan sejumlah
energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh saat itu, reaksi ini
bersifat exergonic.
Penentuan Kebutuhan Akan Nutrien
Kebutuhan nutrien ditentukan dengan cara menemukan jumlah minimal yang harus
disediakan agar fungsi fisiologis berkembang maksimal, (atau didasarkan pada
pertimbangan faktor ekonomis seperti pertumbuhan, efesiensi penggunaan ransum,
produksi telur, daya tetas).
 Feeding trial dengan beberapa level nutrien yang bersangkutan sampai didapat
suatu level yang tidak lagi menghasilkan peningkatan pada variable yang diukur.
 Kebutuhan nutrien dinyatakan:
1. Jumlah kebutuhan per hari: ransum yang diberikan selama 24 jam jumlahnya
tertentu.
2. Konsentrasi dalam ransum (%, ICU, ppm): ransum disediakan tanpa dibatasi.
 Kebutuhan zat-zat makanan untuk unggas pada berbagai fase umur dan tujuan
pemeliharaan: tabel NRC, National Academy of sciences.
Hubungan Antara Nutrien dengan Faktor Lain
 Faktor genetic:
1. Kemampuan memetabolis energi dan mencerna zat makanan tertentu.
Kebutuhan nutrien untuk hidup pokok.
2. Kemampuan mendefositkan nutrien untuk pertumbuhan dan produksi
telur.
3. Respon terhadap metabolit dan anti nutrien tertentu.
 Penyakit dan Stress:
1. Ayam mampu beradaptasi terhadap stress kronis yang ringan.

31
2. Kehadiran parasit dalam saluran pencernaan meningkatkan kebutuhan
akan vitamin B.
3. Coccidiosis, Infectious Bronchitis dan Infeksi Mycoplasma
meningkatkan kebutuhan akan Vitamin A.
 Kualitas Telur
1. Kualitas kerabang: pemberian antibiotik berpengaruh terhadap
pigmentasi warna kerabang, ketebalan kerabang dipengaruhi oleh Ca, P
dan Vitamin D.
2. Kualitas albumen: pemberian NH4Cl dapat meningkatkan nilai HU,
namun dapat menurunkan ketebalan kerabang karena pH darah juga
turun.
3. Defisiensi vitamin A menimbulkan blood spot pada yolk.
4. Bobot telur dipengaruhi oleh kecukupan protein, asam-asam amino dan
asam linoleat.
Hubungan Timbal Balik Antar Nutrien
1. Imbangan Energi : Protein.
2. Interaksi antara Ca, P dan Vitamin D.
3. Hubungan antara niacin dan tryptophan.
4. Hubungan antara cholin, methionin, asam folat dan vitamin B12 dalam
metabolisme reaksi transmetilasi gugus metil.
5. Peranan vitamin E, Selenium dan cystine dalam mencegah penyakit exudative
diathesis dan muscular dystrophy.
6. Chelation effect asam amino dan mineral tertentu dalam transportasi nutrien
tertentu. Hubungan timbal balik antara Cu dengan Zn, Zn dengan Cd, Cu dengan
Mo serta Se dengan arsenic.
7. Hubungan timbal balik antara lysine dengan arginine, leucine dan isoleucin
dengan valine, ketidakseimbangan dan antagonisme asam-asam amino tertentu.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Ransum: (Ayam makan untuk
memenuhi kebutuhan energy)
1. Temperatur Lingkungan.
2. Faktor Genetik.
3. Keseimbangan Nutrien.

32
4. Laju Pertumbuhan.
5. Status Kesehatan.
6. Bentuk Fisik Ransum.
7. Ukuran Tubuh.
8. Tingkat Produksi Telur.
Pengukuran Efesiensi Ransum
EPR = konsumsi ransum / pertambahan bobot badan x 100%
konsumsi ransum / produksi telur x 100%
Konversi ransum = pertambahan bobot badan / konsumsi ransum
produksi telur / konsumsi ransum.
(ket : dalam satuan dan jangka waktu yang sama).
Kebutuhan Energi
Jumlah energi yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan bagi pertumbuhan atau
produksi telur pada tingkat yang cukup tinggi untuk mendapatkan keuntungan ekonomis
maksimal. Energi yang dikonsumsi digunakan untuk:
1. Aktivitas jantung.
2. Menjaga tekanan darah dan tonus otot.
3. Mentransmisi impuls syaraf.
4. Transportasi ion melalui membran sel.
5. Proses reabsorpsi dalam ginjal.
6. Sintesis protein dan lemak.
7. Produksi telur.
Defesiensi Energi
Defesiensi energi tidak memperlihatkan gejala spesifik seperti pada defesiensi vitamin
atau mineral sehingga sulit untuk dikenali dan baru tampak setelah berlangsung cukup
lama. Akibat defesiensi:
 Pertumbuhan terhambat/kerdil.
 Kehilangan jaringan.
 Produksi telur rendah.

33
Zat Makanan Sumber Energi
 Karbohidrat: murah, sangat mudah dicerna, diserap dan ditransformasi menjadi
lemak tubuh, tahan disimpan lama.
 Lemak: jumlah penggunaan terbatas.
 Protein: mahal.
Kandungan energi dalam ransum sangat mempengaruhi jumlah konsumsi, sehingga
keseimbangan antara energi dengan zat-zat makanan lain terutama asam-asam aminno
(protein) sangat penting. Kebutuhan seekor ayam akan energi ditentukan oleh laju
metabolik, yang dipengaruhi oleh:
1. Bangsa atau strain.
2. Aktivitas.
3. Ritme diurnal.
4. Temperatur lingkungan.
5. Tipe ransum.
 Energi tinggi : protein tinggi.
 Energi tinggi : protein rendah.
 Energi rendah : protein tinggi.
 Energi rendah : protein rendah.
6. Tingkat produksi
Nilai Energi Pakan
 Energi pakan dinilai berdasarkan kemampuannya untuk menyediakan energi
bagi ternak.
 Energi dibutuhkan dalam jumlah besar dibandingkan dengan zat-zat makanan
lainnya sehingga seringkali menjadi faktor pembatas dalam produksi karena
merupakan komponen biaya ransum tertinggi.
 Unit energi:
 Kalori / calori : banyaknya energi yang diperlukan untuk menigkatkan
temperatur 1 gram air sebesar 10C (14,5 – 15,5 0C).
 Kilokalori / kilocalories = 1000 kalori untuk 1 kg air.
 Nilai energi ransum dinyatakan dalam kkal/kg.

34
Sistem Pengukuran Energy pada Ayam

TUGAS
1. Jelaskan system pencernaan pada unggas.
2. Jelaskan factor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan pada unggas.
3. Jelaskan kebutuhan energy metabolisme pada unggas.
4. Jelaskan cara penyusunan ransum buat ayam.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Perkembangan Embrio dari Hari ke Hari, Bulletin CP, No. 87 Tahun
VIII, Jakarta.
Austik, R.E., and M.C. Nasheim. 1990. Poultry Production. 13 th Ed. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Bundy, C. E. And R. V. Diggins., 1968. Livestock and Poultry Production. 3rd ed.
Prentice Hall Inc, Iowa.
Card, L.E. and M.C. Nesheim., 1973. Poultry Production. Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Djanah Dj. 1988. Beternak Ayam. Yasaguna, Surabaya.
Jull, M.A., 1982. Poultry Husbandry. Tata Mc. Graw- Hill Publ. Co. LTD. New Delhi.
Nasroedin., 1995. Ilmu Produksi Ternak Unggas. Hand Out. Program Pasca Sarjana
Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card., 1979. Poultry Production. 2nd ed. Lea &
Febiger. Philadelphia.
North, M.O., 1984. Commercial Chicken Production Manual. 3rd ed. Avi Publishing
Co. Inc. Westport. Connecticut.
Sidadolog, J.H.P., 1999. Manajemen Ternak Unggas. Hand Out. Fakultas Peternakan,
UGM. Yogyakarta.
35
Sturkie P.D., 1976. Avian Physiology. 3rd. Ed. Springer Verlag, New York, Heidelberg,
Berlin.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana, 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahyu, J., 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Yuwanta, T. 2006. Dasar Ternak Unggas, Kanisius, Yogyakarta.

36
BAB V
PERKANDANGAN

1. Tujuan Instruksional Umum


Memberi pengertian dan pemahaman tentang kandang dan fungsinya pada
pemeliharaan unggas.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Memberikan pengetahuan tentang bentuk-bentuk kandang dan peranan kandang
serta fungsinya dalam peningkatan produksi ternak unggas, sanitasi kandang.
3. Waktu: 2X Pertemuan (200 Menit)
4. Uraian Materi

A. SISTEM PEMELIHARAAN TUJUAN DAN PERSYARATAN KANDANG

Sistem pemeliharaan pada ungags terutama ayam terdiri dari system ekstensif,
semi intensif dan intensif. Perbedaan dari ke 3 sistem tersebut adalah:
Ekstensif Semiintensif Intensif
- Digembalakan/ Dilepas - Sekali-sekali digembalaka - Tidak digembalakan
n
- 100% makanan dari pen - 50% makanan buatan - 100% makanan disediakan
gembalaan 50% dari pengembalaan
- Tanpa penggunaan Obat  - Kadang ada pengobatan d - Penggunaan obat dan 
dan vaksin an vaksinasi vaksin secara intensif

Tujuan pemeliharaan dalam kandang adalah:


1. Supaya terlindung dari gangguan luar, seperti terik cahaya matahari, hujan dan
gangguan binatang buas.
2. Untuk memperoleh produksi yang efisien.
3. Untuk memudahkan dalam tatalaksana bagi peternak.
4. Memudahkan dalam mengontrol kesehatan.

Lokasi kandang yang baik adalah:


1. Dekat dengan sumber air
2. Dekat dengan sumber pemanas dan penerangan (listrik, gas dan sebagainya).
Dekat dengan jalan untuk sarana pengangkutan, hasil produksi maupun bahan
makanan.

37
3. Setelah lokasi terpilih, Hal lain yang harus diperhatikan :
- Dirikan pada tempat yang lebih tinggi
- Arah mata angin
4. Sistem Pemeliharaan, Tujuan dan Persyaratan Kandang
- Sistem Pemeliharaan
- Tujuan Pemeliharaan Dalam Kandang.
Persyaratan kandang antara lain:
a. Bangunan Kandang
 Bangunan kandang hendaknya tetap menjaga agar suasana kandang tetap segar,
produksi baik.
 Untuk ukuran kandang besar, dibangun dari arah memanjang ke Timur-Barat, &
Lebar kandang <8 m.
 Bila digunakan Slatted dan Wire floor, ditempatkan sekitar 1 m dari lantai.
b. Ventilasi
o Pada bagian memanjang kandang, sekitar 75 cm dari foundasi, diberi ram kawat
pada kedua belah sisinya.
o Untuk menjaga dari tiupan angin yang keras, biasanya dilengkapi dengan
tutup/tiray dari plastik.
o Apabila ventilasinya kurang baik, akan timbul amoniak.
c. Temperatur Kandang
 Temperatur untuk kandang anak ayam min 300C
 Temperatur yang optimal untuk kandang ayam produksi berkisar antara 20–
250C.
d. Kelembaban Kandang
 Kelembaban kandang yang baik antara 50 - 60%.
 Kelembaban litter yang baik tidak lebih dari 25%.
e. Kepadatan Kandang
o Upaya untuk mencegah agar di dalam kandang tidak terlalu panas  tidak
terlalu padat.
o Kepadatan kandang, dipengaruhi oleh tipe lantai yang digunakan dan ventilasi
dari kandang.

38
B. PENGGUNAAN KANDANG BERDASARKAN FASE UMUR

Kandang Anak Ayam (Brooder Houses)

Brooder house, yaitu kandang (box) yang khusus dipergunakan untuk memelihara
anak ayam.
Contoh kandang:

Keterangan :
a = pintu
c b = dinding ruji - 2
d c = dinding papan
b d = dinding
e = dinding kayu
a f = lantai/floor
f
Gambar 1. Brooder House

Kandang Ayam Dara/ Grower

Kandang ayam grower dapat dibuat dengan sistim battery atau sistim postal. Lebih
baik lagi bila kandang dilengkapi dengan tenggeran. Tinggi tempat tenggeran
biasanya berjarak antara 50-60 cm dari lantai (litter) kandang.

Kandang Ayam Dewasa/ Layer

Selain kandang diperlengkapi dengan tempat tenggeran, juga kandang perlu


dilengkapi dengan sarang untuk bertelur. Sarang tersebut sebaiknya ditempatkan di
tempat yang agak gelap dan teduh dalam kandang.

C. MACAM-MACAM KANDANG

(1) Berdasarkan besarnya kandang, terdiri atas:


 Colony houses: kandang yang terdiri dari satu ruangan .
 Multiple-unit houses: kandang yang lebih besar/panjang yang terdiri dari
beberapa kamar, tiap ruangan/kamar biasanya disebut pen.
 Multiple storey houses: bentuk kandang yang bertingkat, terbuat dari bahan
yang kuat dan biasanya terdapat di perusahaan.

39
(2) Berdasarkan bentuk atap, terdiri atas:

Berdasarkan Tipe Lantainya


o all litter: kandang dengan lantai seluruhnya ditutupi dengan bahan dasar litter (skam
padi, serbuk gerjagi).
o ll slat: kandang yang seluruhnya terdiri dari slat.
o all wire: kandang yang seluruh lantainya dari kawat.
o Slat and Litter atau wire and litter.
C. PROGRAM SANITASI KANDANG
Sanitasi kandang meliputi:
 Pembersihan Lantai kandang dari feeces
 Pencucian ddengan cara disikat menggunakan air
 Pengapuran
 Penyemprotan dng antiseptik atau Formalin (fumigasi)

TUGAS
1. Jelaskan pemilihan lokasi bangunan kandang yang baik untuk ternak ayam
2. Jelaskan bentuk-bentuk atap kandang ayam.
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kepadatan kandang dan luas lantai bagi ternak
ayam.
4. Jelaskan macam-macam kandang ayam.

40
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Perkembangan Embrio dari Hari ke Hari, Bulletin CP, No. 87 Tahun
VIII, Jakarta.
Austik, R.E., and M.C. Nasheim. 1990. Poultry Production. 13 th Ed. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Bundy, C. E. And R. V. Diggins., 1968. Livestock and Poultry Production. 3rd ed.
Prentice Hall Inc, Iowa.
Card, L.E. and M.C. Nesheim., 1973. Poultry Production. Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Djanah Dj. 1988. Beternak Ayam. Yasaguna, Surabaya.
Jull, M.A., 1982. Poultry Husbandry. Tata Mc. Graw- Hill Publ. Co. LTD. New Delhi.
Nasroedin., 1995. Ilmu Produksi Ternak Unggas. Hand Out. Program Pasca Sarjana
Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card., 1979. Poultry Production. 2nd ed. Lea &
Febiger. Philadelphia.
North, M.O., 1984. Commercial Chicken Production Manual. 3rd ed. Avi Publishing
Co. Inc. Westport. Connecticut.
Sidadolog, J.H.P., 1999. Manajemen Ternak Unggas. Hand Out. Fakultas Peternakan,
UGM. Yogyakarta.
Sturkie P.D., 1976. Avian Physiology. 3rd. Ed. Springer Verlag, New York, Heidelberg,
Berlin.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana, 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahyu, J., 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Yuwanta, T. 2006. Dasar Ternak Unggas, Kanisius, Yogyakarta.

41
BAB VI
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

A. PERTUMBUHAN

Pertumbuhan adalah proses biologis peningkatan masa tubuh dalam satu interval
waktu tertentu sesuai dengan karakteristik dari spesies/jenis hewan/ternak. Selama
hewan/ternak tumbuh, disamping bobot badan yang bertambah, masing-masing organ
tubuh dan jaringan mengalami perubahan. Pola pertumbuhan dibagi menjadi dua fase:
fase accelerating (percepatan) dan fase declarating (perlambatan).

Model Pertumbuhan
Tubuh Keseluruhan: Pertumbuhan ditandai dengan adanya pertambahan bobot badan,
dengan kurva pertumbuhan berbentuk S, pertumbuhan relatif berhenti / bobot badan
mulai stabil pada saat dewasa tubuh. Bobot badan dewasa ditentukan oleh strain dan
jenis kelamin pada strain yang sama (sexual dimorphism).

Bagian-bagian Tubuh:
 Pertambahan bobot bada unggas terdiri atas pertambahan bobot masing-masing
bagian tubuh dan laju pertumbuhan setiap bagian tubuh berbeda.
 Bobot saluran pencernaan dan bagian organ dalam lain secara proposional
menurun sejalan dengan pertumbuhan.
 Bobot otot dan lemak meningkat sejalan dengan pertumbuhan.

42
Pengertian pertumbuhan berdasarkan fisiologinya adalah Pertambahan jumlah sel
(hyperplasia) dan pertambahan ukuran masing-masing sel (hypertropy).
Komponen pertumbuhan:
 Peningkatan bobot otot (protein dan air).
 Peningkatan ukuran kerangka untuk menunjang pertumbuhan otot (mineral
terutama kalsium).
 Peningkatan penimbunan lemak pada jaringan adipose (trigliserida dan sedikit
air).
 Peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam (pada strain ayam pedaging
pertumbuhannya sangat sedikit).
Pertumbuhan Otot
 Peningkatan ketebalan dan panjang serabut otot (jumlahnya telah ditentukan
sebelum ayam menetas).
 Penebalan otot disebabkan oleh terjadinya pembelahan dan perbanyakan
myofibril, sedangkan penambahan sarcomere pada ujung-ujung myofibril
menyebabkan serabut otot memanjang.
 Serabut otot ayam jantan lebih tebal dari pada betina.
 Serabut otot ayam pedaging pertumbuhan cepat lebih tebal dari pada ayam yang
tumbuh lambat.
 Pertumbuhan otot identik dengan penimbunan protein, defisiensi protein akan
menghambat laju pertumbuhan.
 Interaksi kopleks antara hormon-hormon dalam tubuh mempengaruhi laju
pertumbuhan otot.
Pertumbuhan Tulang
Fungsi tulang:
 Membentuk kerangka yang kompak untuk menunjang otot-otot tubuh,
 Penyimpanan cadangan Ca dan P
 Terdiri dari dua fase matriks:
 Ca dan P bersifat keras dan kaku
 Serabut organik bersifat fleksible
 Pertumbuhan memanjang tulang terjadi pada bagian growth plate: sel-sel pada
growth plate (osteoblast) mensintesis dan mensekresikan osteoid (kolagen kaya

43
protein) yang membentuk matriks tempat absorpsi ion-ion Ca dan P yang kemudian
membentuk Kristal.
 Osteoclast mereabsorpsi mineral dan fase organik sehingga ukuran tulang membesar
dan berfungsi sebagai cadangan metabolically active Ca
Pertumbuhan tulang dipengaruhi oleh : faktor genetik, hormon, kecukupan vitamin A
dan D.
 Kelainan akibat pertumbuhan abnormal tulang : spondylolisthesis, deformasi tulang
kaki, dyschondroplasia, rickets.
Pertumbuhan Lemak
 Terjadi dibeberapa bagian tubuh, ditimbun pada jaringan adipose yang
membentuk bantalan trigliserida berakumulasi dalam sel-sel jaringan adipose
(adipocytes).
 Asam-asam lemak diderivasi langsung dari makanan atau disintesis dalam hati
dengan glukosa sebagai prekusor (berbeda dengan mamalia).
 Berfungsi sebagai cadangan energi dan insulasi tubuh.
 Pada defisiensi energi, lemak dari jaringan adipose dimobilisasi dengan bantuan
hormon glukagon.

B. PRODUKSI
Produksi daging/telur merupakan hasil biologis yang kompleks sebagai resultante dari
kemampuan genetik ternak dengan lingkungan.
Untuk ayam broiler atau pedaging:

Feed conversion ratio Konsumsi pakan (waktu dan berat yang sama)
=
(FCR) atau konversi pakan Kenaikan bobot badan (waktu dan berat yang sama)

Feed efficiency (FE) atau Pertambahan bobot badan


= X 100%
efisiensi pakan Konsumsi pakan

Untuk ayam petelur/layer:

Jumlah Produksi Telur (butir)


Hen Day Production (HDP) = X 100%
Jumlah Ayam Hidup

Hen House Production Jumlah Produksi Telur (butir)


= X 100%
(HDP) Jumlah Ayam Awal

44
Feed Conversion Ratio Konsumsi Pakan
=
(FCR) Produksi Telur

Produksi Telur
Feed Efficiency (FE) = X 100%
Konsumsi Pakan

Nilai efisiensi ransum yang semakin besar semakin baik, sebaliknya nilai konversi
ransum yang semakin kecil semakin baik.

C. KUALITAS TELUR

 Telur tetas: oleh pembibit (breeder) lebih ditekankan kepada kualitas ideal untuk
mencapai daya tetas dan daya hidup anak yang tinggi.
 Telur konsumsi: lebih diarahkan ke berat telur, kualitas kerabang dan kualitas
kuning telur, karena pertimbangan ekonomi (harga jual).
 Bentuk telur: Bentuk telur dinyatakan dengan indeks telur, yaitu perbandingan
antara diameter lebar dan diameter panjang telur yang dinyatakan dalam persen.
Nilai Indeks telur bervariasi antara 65 – 82% dimana ideal antara 70 – 75%
Kuning Telur (Yolk).
 Indeks Yolk = H/W atau tinggi kuning telur (cm) dibagi diameter kuning telur
(cm).
 Indeks Albumen = Tinggi Albumen (cm) dibagi Panjang Albumen(cm).
 Haugh Unit (HU) = Log 100 (H – 1,7W0,37 + 7,57)
Ket. : H = tinggi putih telur (mm) dan W = berat telur (g).
Besarnya nilai Haugh Unit bervariasi antara 20 – 110
Telur yang baik memiliki HU antara 50 – 100

Kelas
AA A B C
HU HU > 79 79 > HU > 55 55 > HU > 31 HU < 31

 Kerabang Telur
Indeks Kerabang Telur (I) = C / S x 100
I = indeks kerabang telur (g/cm2)
C = berat kerabang telur (g)
S = luas permukaan kerabang telur (cm2)

45
 Luas permukaan kerabang telur dihitung berdasarkan berat telur mengikuti
rumus Mongin (1965) :
S = 3,978W0,7056, dimana W = berat telur
 Ketebalan Kerabang Telur
Diukur menurut rumus Hamilton, dkk.(1979) yaitu :
T = 3,98 SW/SA + 16,8
T = ketebalan kerabang telur (mm)
SW = berat kerabang telur (g)
SA = Luas permukaan (cm2)

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN


PRODUKSI

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi daging pada


broiler antara lain:
 Genetik (jenis, variasi individu)
 Jenis kelamin
 Umur
 Luas kandang/lantai
 Temperatur
 Pencahayaan
 Ransum

46
Jenis/Strain

Performa strain broiler berdasarkan pedoman pembibit (breeder)

Cobb 500 (straight run) Hubbard (straight run)
Umur
Konsumsi (g) Konsumsi (g)
(minggu) BB (g) FCR BB (g) FCR
minggu Kum minggu Kum
1 194 0,90 174 174 168 0,95 160 160
2 461 1,17 367 541 404 1,25 345 505
3 842 1,34 763 1130 726 1,47 562 1067
4 1309 1,48 1181 1944 1116 1,64 762 1829
5 1817 1,62 1762 2943 1533 1,76 869 2698
6 2347 1,76 2369 4131 1955 1,90 1016 3714
7 2897 1,90 3126 5495 2404 2,04 1189 4903
Keterangan: Kum (kumulatif)

Jenis Kelamin dan Umur


Performa ayam broiler jantan dan betina yang dipelihara terpisah

Jantan Betina
Umur
Konsumsi (g) Konsumsi (g)
(minggu) BB (g) FCR BB (g) FCR
minggu Kum minggu Kum
1 152 0,89 135 135 144 0,91 131 131
2 376 1,13 290 425 344 1,17 273 404
3 686 1,33 487 912 617 1,37 444 848
4 1085 1,49 704 1616 965 1,54 642 1490
5 1576 1,64 960 2576 1344 1,66 738 2228
6 2088 1,78 1141 3717 1741 1,86 1001 3229
7 2590 1,93 1281 4998 2134 2,02 1081 4310
Sumber: NRC (1994); Kum (kumulatif)

Bobot karkas dan prosentase lemak abdominal ayam broiler

Jantan Betina
Umur
Bobot Karkas (g) Lemak Abd (%)* Bobot Karkas (g) Lemak Abd (%)*
(minggu)
4 781 2,5 720 2,8
5 1237 2,6 1160 3,2
6 1596 3,3 1376 3,4
Keterangan: * persentase dari bobot karkas

Luas lantai kandang dan kepadatan

47
Kebutuhan luas lantai kandang dan kepadatan pada broiler

Berat Ayam 
Luas Lantai (m2/ekor) Kepadatan (ekor/m2) Daging yg dihasilkan (kg/m2)
Hidup (kg)
1,36 0,05 20,0 28,0
1,82 0,06 16,7 30,3
2,27 0,08 12,5 28,4
2,72 0,09 11,1 30,2
3,18 0,11 9,1 29,0
Sumber: North and Bell (1990)

Pengaruh luas lantai terhadap bobot hidup, tingkat kematian, Pertumbuhan bulu, dan
konversi ransum pada ayam broiler
Luas Lantai ( Bobot Hidup Umur  Kematian 
Pertumb. Bulu Jelek (%) Konversi Ransum
m2/ekor) 40 hari (kg) (%)
0,09 1,88 2,0 0,2 1,73
0,08 1,87 2,1 0,4 1,74
0,07 1,86 2,3 1,0 1,75
0,06 1,83 2,6 2,2 1,79
0,05 1,81 3,0 4,8 1,84
0,04 1,79 3,6 8,0 1,91
0,03 1,75 4,5 14,1 1,98

Sumber: North and Bell (1990)

Pengaruh temperatur kandang terhadap konsumsi ransum

Rata-rata Temperatur Harian
Umur (minggu) 10,0 0 C 21,1 0C 32,2 0 C 37,8 0 C
Kg Ransum/100 ekor/hari
1 1,68 1,68 1,64 1,59
2 4,54 4,14 4,00 3,96
3 6,68 6,50 6,09 7,64
4 9,41 9,05 8,36 8,64
5 12,09 11,50 10,18 9,50
6 15,00 14,37 12,46 11,23
7 18,20 17,09 14,59 12,91
8 20,20 18,82 16,09 13,96
Sumber: North and Bell (1990)

Pengaruh temperatur kandang terhadap konsumsi air minum

48
Rata-rata Temperatur Harian
Umur (minggu) 10,0 0 C 21,1 0C 32,2 0 C 37,8 0 C
Liter Air/1000 ekor/hari
1 30 30 34 38
2 45 61 98 182
3 72 95 197 360
4 98 133 273 492
5 133 174 356 644
6 163 216 416 757
7 189 254 462 837
8 216 288 473 863
Sumber: North and Bell (1990)

Upaya mengatur keseimbangan ion akibat cekaman panas dapat dilakukan melalui
penambahan NaHCO3

PBB (g) pH Darah
Perlakuan Tekanan Normal Cekaman Tekanan Normal Cekaman
Basal 864 407 7,28 7,41
0,5% NaHCO3 871 444 7,29 7,41
Sumber: Teater, et al., (1985)

Respons broiler yang dipelihara secara straight run terhadap berbagai kandungan energi
ransum

Level EM Ransum FCR
No BB 6 minggu (kg) Konsumsi (kg)
(kcal/kg) (6 minggu)
1 2970 1,82 3,72 2,05
2 3080 1,86 3,50 1,88
3 3190 1,89 3,30 1,75
4 3300 1,91 3,28 1,72
5 3410 1,92 3,26 1,70
6 3520 1,93 3,25 1,69
Sumber: North and Bell (1990)

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi telur pada ayam
layer antara lain:
 Genetik (jenis, variasi individu)
 Umur
 Siklus Produksi
 Kepadatan
 Temperatur
 Pencahayaan
 Molting
49
 Ransum
Jenis/Strain
Produksi ayam petelur komersial jenis ringan dan medium pada berbagai umur produksi
(minggu produksi).
Minggu Nort and Bell (1990) Hy-Line Brown 2000
Produksi HDP (%) HHP (%) Kumulatif (butir) HDP (%) Mortalitas Kumulatif (butir)
21 10,0 10,0 0,7 51 0,2 5,9
36 89,5 86,7 82,3 93 1,0 102,4
45 85,0 80,9 134,8 90 1,5 159,4
60 77,5 71,5 214,5 82 2,5 247,5
74 70,5 63,3 280,2 71 4,0 320,0
HDP: Hen Day Production; HHP: Hen House Production

Siklus Produksi
Siklus produksi sangat berpengaruh terhadap produksi telur, perbandingan produksi
telur dari siklus pertama, kedua, dan ketiga.
Produksi Telur Harian
Umur (minggu) Siklus I (%) Umur (minggu) Siklus II (%) Umur (minggu) Siklus III (%)
31 92,0 76 80,0 116 73,4
40 87,5 85 80,8 125 73,6
60 77,5 105 70,3
65 75,0
Siklus produksi: siklus I (21-65 minggu) ; siklus II (66-105 minggu) ; siklus III (106-140
minggu)

Kepadatan

Performance results of 1, 2, 3, or 4 Hens per 12 x 18 in Cages (30 x 45 cm)

Hens per cage
Performance results
1 2 3 4
Hen-day Production (%) 73 69 69 65
Eggs per Hen House 284 267 264 241
Mortality (%) 4.4 5.7 6.7 15.7
Lb feed/dozen 3.8 3.9 3.9 4.1
Sumber: Bell (1986) in Poultry Meat and Egg Production (Parkhurst and Mountney,
1988)

50
Pencahayaan
Lamanya pencahayaan (program penyinaran) pada ayam petelur sangat penting.
Pengaruh panjang/lama penyinaran terhadap performa ayam petelur
Photoperiod Performa
Pembesaran Produksi 336 hr prod. Telur (butir) Bobot Telur (g)
8 Jam 14 Jam 271 58,4
14 Jam 14 Jam 256 60,3

Berat Telur
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berat telur antara lain: genetik, umur, bobot
ternak, molting, temperatur, pencahayaan dan ransum.
Jenis Unggas
Rata-rata berat dan bagian-bagian telur berbagai jenis unggas
Prosentase (%)
Jenis Unggas Berat Telur (g)
Kuning Telur Putih Telur Kerabang Telur
Angsa 155 30-33 55-58 11-13
Itik Pekin 92 33 57,5 9,5
Entok 75 – 85 33-37 50-53 11-13
Kalkun 80 – 90 31-35 54-58 8,5-10,5
Ayam Leghorn 50 – 70 25-33 57-65 8,5-10,5
Puyuh 8 – 10 30-33 52-60 7-9
Merpati 18 18-22 65-75 7-9
Sumber: Sauveur (1988)

Umur
Berat telur meningkat sejalan dengan umur ayam yang mulai bertelur pada umur 21
minggu, secara umum berat telurnya akan di atas 50 g. Berat telur rata-rata pada akhir
pemeliharaan mencapai 65 g.
Bobot Ternak
Unggas tipe berat secara umum memproduksi telur lebih besar dari unggas tipe ringan.
Molting
Telur yang dihasilkan pada periode produksi kedua secara umum lebih berat
dibandingkan dengan telur pada periode produksi pertama.
Temperatur
Setiap peningkatan temperatur kandang 100C akan mengakibatkan penurunan berat telur
0,4 g. Keadaan kritis terjadi pada temperatur kandang lebih dari 250C.

51
Pencahayaan
Di negara empat musim pencahayaan klasik yang ideal untuk ayam petelur biasanya
14L : 10 D. Di Indonesia dapat bervariasi 12L : 12D.
Ransum
Kenaikan energi ransum dapat menaikan berat telur. Peningkatan kandungan protein
ransum yang berlebihan dapat menurunkan berat telur.
Pengaruh methionin terhadap berat telur

Umur Ayam  % Methionin
(minggu) 0,23 0,26 0,29 0,32 0,35 0,38
21 49,8 51,0 51,9 52,1 52,0 52,6
36 53,2 55,0 56,4 56,3 56,3 57,1
45 56,2 57,9 59,6 59,2 59,2 60,0
60 56,8 59,4 59,5 59,5 59,5 60,2

Ransum

Pengaruh lama pemuasaan terhadap performa ayam petelur

Lama Pemuasaan (hari)
Performa
6 8 10 12
Hen-day Production (%) 53,9 51,7 53,7 56,3
Jumlah Telur (butir) 142 141 149 153
Bobot Telur (g) 62,2 64,3 63,9 64,0
Konversi Ransum (kg/doz) 2,12 2,20 2,14 2,06
Mortalitas (%) 10,7 12,5 1,8 7,1

Pengaruh protein ransum terhadap performa ayam petelur

Level Protein (%) Hen Day Production (%) Bobot Telur (g)


16 73 59,3
14 72 58,3
12 69 57,8

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Perkembangan Embrio dari Hari ke Hari, Bulletin CP, No. 87 Tahun
VIII, Jakarta.
Austik, R.E., and M.C. Nasheim. 1990. Poultry Production. 13 th Ed. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Bundy, C. E. And R. V. Diggins., 1968. Livestock and Poultry Production. 3rd ed.
Prentice Hall Inc, Iowa.

52
Card, L.E. and M.C. Nesheim., 1973. Poultry Production. Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Djanah Dj. 1988. Beternak Ayam. Yasaguna, Surabaya.
Jull, M.A., 1982. Poultry Husbandry. Tata Mc. Graw- Hill Publ. Co. LTD. New Delhi.
Nasroedin., 1995. Ilmu Produksi Ternak Unggas. Hand Out. Program Pasca Sarjana
Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card., 1979. Poultry Production. 2nd ed. Lea &
Febiger. Philadelphia.
North, M.O., 1984. Commercial Chicken Production Manual. 3rd ed. Avi Publishing
Co. Inc. Westport. Connecticut.
Sidadolog, J.H.P., 1999. Manajemen Ternak Unggas. Hand Out. Fakultas Peternakan,
UGM. Yogyakarta.
Sturkie P.D., 1976. Avian Physiology. 3rd. Ed. Springer Verlag, New York, Heidelberg,
Berlin.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana, 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahyu, J., 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Yuwanta, T. 2006. Dasar Ternak Unggas, Kanisius, Yogyakarta.

53
BAB VII

PENYAKIT UNGGAS

1. Tujuan Instruksional Umum


Memberi pengertian dan pemahaman tentang penyakit pada ternak unggas.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Memberikan pengetahuan tentang jenis-jenis penyakit dan penyebabnya, sanitasi
kandang dan pencegahan penyakit.
3. Waktu: 2X Pertemuan (200 Menit)
4. Uraian Materi
Penyakit unggas digolongkan Atas: penyakit infeksi pernapasan dan penyakit infeksi
saluran pencernaan, penyakit akibat defisiensi dan penyakit akibat faktor lain.
A. PENYAKIT INFEKSI PERNAPASAN
1. Penyakit infeksi saluran pernapasan
Penyebab: bakteri mycoplasma gallisepticum
Penularan: melalui telur tetas/ anak ayam, kontak langsung ayam sakit dgn yang
sehat
Gejala klinis:
 Gangguan pernafasan/Ngorok, bersin dankepala tunduk atau dikibas-kibaskan
 Getah cair radang keluar dari hidung dan cairan berbusa dari mata
 Nafsu makan turun dan BB turun/ kerdil
 Produksi telur turun 20 – 30 %
Pengobatan: antibiotik erithromisin, tilosin. Aplikasinya melalui injeksi, air minum/
makanan.
2. Infectious Bronchitis (IB)
Penyebab: Corona virus
Penularan: melalui sirkulasi udara
Gejala:
 Sesak nafas, eksudat spt keju dalam percabangan bronchi
 Kematian jarang pada ayam dewasa
 Produksi telur turun hingga 0%, Jarang bisa berproduksi normal lagi
 Telur berbentuk abnormal

54
Pengobatan: Tidak ada. Mencegah infeksi sekunder dengan antibiotik
Pencegahan: Vaksinasi paling efektif.
3. Infectious Laryngo Tracheitis (ILT)
Penyebab: virus dari grup Herpes
Penularan: melalui udara/ pernafasan, pakaian pengunjung, peralatan terinfeksi
Gejala:
 Gejala pertama mata berair
 Sulit bernafas, batuk & bersin malas bergerak
 Pembentukan eksudat pd trachea & larynx
 Lapisan trachea mengelupas
 Mortalitas rata-rata 1%/hari bila parah
 Produksi telur turun 10 – 50%, kembali normal setelah 3 – 4 minggu
 Penyebaran lebih lambat daripada IB
Pengobatan:
Untuk pencegahan dilakukan vaksinasi.
4. Infectious Coryza/ Snot
Penyebab: bakteri Hemophilus paragallinarum
Penularan: kontak langsung, melalui udara & peralatan, melalui air minum dan
pegawai kandang.
Gejala:
 Muka membengkak
 Peradangan mata dan hidung bau busuk
 Radang conjunctive/conjunctivis
 Konsumsi ransum, air minum, BB turun/kerdil
 Prod. Telur Turun
 Kematian bervariasi, pada umumnya rendah
Pengobatan: Antibiotik
Pencegahan: vaksinasi, hanya didaerah endemic.
5. Avian Influenza (AI)
Penyebab: Myxovirus
Penularan: melalui udara/ pernafasan, melalui feces, peralatan dan pegawai kandang

55
Pengobatan: belum ada, pemberian antibiotik dapat mengurangi infeksi skunder
Pencegahan: vaksinasi.
Gejala klinis:
 Kematian mendadak dan jumlah banyak
 Jengger, pial berwarna unggu kebiruan (sianosis)
 Kadang keluar cairan dari mata dan hidung
 Muka dan kepala mengalami pembengkakan.
 Perdatahan di bawah kulit
 Pendarahan titik-titik dada, kaki dan telapak kaki.
 Otot dada berwarna ungu kebiruan
 Unggas mengalami diare
 Pada ayam petelur, jika dibedah bangkai calon telur membubur dan berdarah.

B. PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN


1. Tipus Unggas/ Fowl Typhoid (Berak Hijau)
Penyebab: Bakteri Salmonella gallinarum
Penularan: Biasa menyerang ayam dewasa, Feses, bangkai, peralatan dan pegawai
kandang.
Gejala:
 Diare hijau
 Hati membengkak pucat, limpha dan ginjal membesar, diikuti pendarahan
 Kantung empedu meregang, duodenum radang
 Kematian dapat mencapai 50%
Pengobatan: Sulfanominade, tetrasiklin atau furazolidone tidak efekif
Pencegahan:
 Memusnahkan ternak terinfeksi melalui test darah
 Vaksinasi jarang dilakukan
2. Pullorum (Berak Kapur)
Penyebab: Bakteri Salmonella pullorum
Penularan: Melalui induk terinfeksi kepada telur, Melalui telur yang baru menetas,
mesin tetas.

56
Gejala:
 Feses berwarna putih kapur, pantat kotor dan bulu lengket
 Lesi/kematian jaringan pd jantung, hati dan paru
 Caecum membengkak berisi material mengkeju
 Pengecilan dan pengerutan indung telur
Pengobatan: tidak efektif, hanya untuk ayam broiler/pedaging, sulfa/antibiotik
Pencegahan: melakukan test pullorum periodik, mengeluarkan induk terinfeksi/bebas
pullorum.
3. Coccidiosis (Berak Darah)
Penyebab: Protozoa (Eimeria accervuline, Eimeria necatrix, Eimeria tenella, Eimeria
maxima, Eimeria brunetti)
Penularan: Feses terkontaminasi yang mengandung oocyst.
1. Caecal coccidiosis (caecum: E. tanella)
Gejala: menyerang ayam sampai umur 12 minggu. Ayam tampak lesu, nafsu makan
turun, jengger pucat, feses berdarah.
2.  Small intestinal coccidiosis (usus halus)
Eimeria accervuline, Eimeria maxima menyerang ayam semua umur, Eimeria
brunette, Eimeria necatrix.
Gejala: Hampir sda, BB Turun, Produksi telur turun
4. Newcastle Disease (ND)
Penyebab: Paramyxovirus
Penularan: E Melalui feses terinfeksi atau pernapasan, Di peternakan melalui
peralatan, pegawai kandang burung-burung liar dan udara.
3 tipe gejala:
 Gangguan pernapasan: radang trachea, sulit bernapas
 Gangguan syaraf: kelumpuhan dan tortikoli
 Gangguan pencernaan: peradangan & pendarahan di proventriculus & intestine
Kerabang tipis dan kadang-kadang tanpa kerabang
Mortalitas mencapai 100%
Pengobatan: Belum ada

57
Pencegahan: Vaksinasi
5. Fowl Cholera (Kolera Unggas)
Penyebab: Bakteri Pasteurella cholera gallinarum
Penularan: Pencemaran pakan/air minum oleh lendir ayam sakit, kandang yg terlalu
padat, kedinginan, sanitasi jelek
Gejala:
 Peradangan selaput lendir mata disertai keluar kotoran
 Daerah muka, pial dan tulang membesar
 Feses sangat encer dan dapat berwarna kekuning-kuningan
 Hati membengkak berwarna gelap
 Sendi kaki dan sayap bengkak, sehingga ayam jalan sempoyongan hingga
lumpuh.
Pengobatan: antibiotik Streptomicin, teramicin atau sulfa.
Pencegahan: Melalui Vaksinasi pada umur 6-8 minggu
6. Kolibasilosis
Penyebab: Bakteri Escherichia coli
Penularan: Lingkungan kandang yang basah dan kotor
Gejala:
 Diare, bulunya kotor atau lengket disekitar pantatnya
 Radang kantong udara, perikarditis, perihepatitis
 Getah fibrin menutupi sebagian besar hati
Pengobatan: antibiotic
Pencegahan: melalui Perbaikan sanitasi lingkungan, pakan & air
7. Gumboro (Infectious Bursal Disease)
Penyebab: Virus
Gejala:
 Bulu kusam dan diare berlendir mengotori pantat
 Angka kematian 5-80%, angka kesakitan 100%
 Busa fabricius membengkak, getah melebihi normal/mengkeju, bentuknya
membulat dan berwarna kuning sampai merah/mendarah.
 Otot paha dan dada mendarah, ginjal bengkak
Pencegahan: melalui Vaksinasi
58
C. PENYAKIT AKIBAT DEFISIENSI
1. Defisiensi Vitamin B2/ Riboflavin
Gejala:
 Pertumbuhannya lambat & mengalami diare
 Ayam malas berjalan, sering berjalan dengan tumitnya dibantu oleh sayap
 Kaki kiting ke dalam, sayap terkulai ke bawah
 Kulit kering dan kasar
 Produksi telur turun, telur tetas embrio byk mati
Pencegahan/pengobatan:
Penambahan vitamin B2 dalam ransum
2. Defisiensi Vitamin E
Penyebab: Kehilangan antioksidan
Gejala:
 Lesi pada saraf pusat seperti kejang, kehilangan keseimbangan
 Kaki dan sayap kejang-kejang, jari kaku
 Kepala ke belakang, tapi masih mau makan
Pencegahan/pengobatan: Penggunaan lemak ransum yg stabil, gunakan antioksidan
D. PENYAKIT AKIBAT FAKTOR LAIN
1. Cacing Gilik (Ascaris)
Penularan: Infeksi terjadi karena unggas menelan telur cacing infektif bersama
makanan.
Banyak dijumpai pada ayam buras/Pemeliharaan tradisional.
2. Omfalitis
3. Egg Bound
4. Busung Perut (Asites)
Program Pencegahan Penyakit:
 Sanitasi
 Pemberian pakan yang cukup
 Kontrol lingkungan dan manajemen
 Vaksinasi
 Kontrol Parasit

59
TUGAS

1. Sebutkan dan jelaskan penyakit saluran pencernaan pada unggas.


2. Jelaskan penyakit dan pencegahan maupun pengobatan yang disebabkan defisiensi
nutrient.
3. Jelaskan ciri-ciri dan gejala-gejala penyakit pullorum, ND, AI dan fowl Cholera pada
unggas.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Perkembangan Embrio dari Hari ke Hari, Bulletin CP, No. 87 Tahun
VIII, Jakarta.
Austik, R.E., and M.C. Nasheim. 1990. Poultry Production. 13 th Ed. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Bundy, C. E. And R. V. Diggins., 1968. Livestock and Poultry Production. 3rd ed.
Prentice Hall Inc, Iowa.
Card, L.E. and M.C. Nesheim., 1973. Poultry Production. Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Djanah Dj. 1988. Beternak Ayam. Yasaguna, Surabaya.
Jull, M.A., 1982. Poultry Husbandry. Tata Mc. Graw- Hill Publ. Co. LTD. New Delhi.
Nasroedin., 1995. Ilmu Produksi Ternak Unggas. Hand Out. Program Pasca Sarjana
Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card., 1979. Poultry Production. 2nd ed. Lea &
Febiger. Philadelphia.
North, M.O., 1984. Commercial Chicken Production Manual. 3rd ed. Avi Publishing
Co. Inc. Westport. Connecticut.
Sidadolog, J.H.P., 1999. Manajemen Ternak Unggas. Hand Out. Fakultas Peternakan,
UGM. Yogyakarta.
Sturkie P.D., 1976. Avian Physiology. 3rd. Ed. Springer Verlag, New York, Heidelberg,
Berlin.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana, 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahyu, J., 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Yuwanta, T. 2006. Dasar Ternak Unggas, Kanisius, Yogyakarta.

60
61

Anda mungkin juga menyukai