PENDIDIKAN PANCASILA
Kelompok 11 :
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelasaikan tugas makalah yang berjudul Dinamika Undang-
Undang Dasar 1945 dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Pendidikan Pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Dinamika Undang-Undang Dasar 1945 ini bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada ibu dosen yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang sesuai dengan bidang kami.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik serta saran yang dapat membangun kami, akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Anggota Kelompok 11
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
A. Sejarah Konstitusi
C. Pembahasan
D. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
A. Sejarah Konstitusi
Dalam bukunya, Prof. Satya Arinanto mengemukakan bahwa the expanded Commite
elected Soekarno and Hatta as respectively president dan vice residentof the Republic
of Indonesia. It appointed a commission of sevento finalise the national constitution to
finalise the national constitution, which had been drafted in the month before the
Japanese capitulation1. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia sudah memiliki
konstitusinya bahkan diawal-awal masa kemerdekaannya.
Konstitusi sendiri telah dikenal sejak lama bahkan sejak jaman Yunani Kuno. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya berbagai pemikiran dari filsuf-filsuf ternama Yunani
Kuno seperti Plato. Plato pada saat itu bahkan diklaim menganut teori kontrak sosial
dimana teori tersebut menjadi cikal bakal lahirnya konstitusi pada masa sekarang.
Faham ini ternyata juga muncul dengan konteks yang lebih kompleks yang
dikembangkan oleh Aristoteles. Aristoteles membedakan istilah politea dan nomoi.
Politea dapat diartikan sebagai konstitusi sedangkan nomoi sebagai undang-undang
biasa, diantara dua istilah tersebut memiliki perbedaan yaitu bahwa politea mengandung
kekuasaan yang lebih tinggi daripada nomoi, karena politea mempunyai kekuasaan
untuk membentuk sedangkan pada nomoi kekuasaan itu tidak ada, karena ia hanya
merupakan materi yang harus dibentuk agar supaya tidak bercerai berai 2. Pemahaman
terhadap konstitusi kemudian berkembang hingga abad pertengahan. Pada masa ini pun,
konstitusi juga masih menjadi hal yang berbeda dengan konstitusi yang sekarang ini kita
kenal.
Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan
suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-
Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Tidak semua negara memiliki konstitusi
atau UUD tertulis, contohnya saja kerajaan Inggris biasa disebut sebagai negara
konstitusional, tetapi tidak memiliki satu naskah UUD sebagai konstitusi tertulis.
1
Satya Arinanto, Constituional Law and Democratization in Indonesia (Jakarta: Publishing House
Faculty of Law University of Indonesia, 2000), hal. 141
2
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta:
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983), hal.62
Didalam sistem norma hukum di Negara Republik Indonesia, Pancasila merupakan
norma yang sangat fundamental dan merupakan norma hukum tertinggi dan kemudian
dibawahnya terdapat UUD 1945. Namun, sebenarnya mau tidak mau, Indonesia sendiri
telah mengalami beberapa kali perubahan konstitusi dari segi sejarah maupun segi
prosesnya. Pada perjalanannya UUD 1945 yang merupakan produk dari PPKI yang
disahkan dan ditetapkan pada hari Sabtu 18 Agustus 1945. 3 Sebagai konstitusi tertulis,
UUD 1945 dituangkan dalam sebuah dokumen formal. Dimana perancangan awalnya,
dilakukan oleh BPUPKI, dengan dua masa sidang yaitu tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dan
tanggal 10-17 Juli 19454.
Dalam perkembangannya, konstitusi memiliki dua pengertian yaitu konstitui dalam
arti sempit dan dalam arti luas. Konstitusi dalam arti sempit adalah tidak
menggambarkan seluruh kumpulan peraturan, baik yang tertulis dan tidak tertulis
maupun yang dituangkan dalam dokumen. Sedangkan menurut Eric Barendt dalam
bukunya Introduction to Constitutional Law menyatakan konstitusi negara adalah
dokumen tertulis atau teks yang mana secara garis besar mengatur kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif, serta lembaga negara lainnya5. Herman Heller, membagi
pengertian konstitusi menjadi 3 yakin6:
1. Die Polistiche verfassung als gesellschaftlich wirklichkeit. Konstitusi adalah
mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan. Jadi,
mengandung pengertian politis dan sosiologis
2. Die Verselbstandigte rechtsverfassung. Konstitusi merupakan satu kesatuan kaidah
yang hidup dalam masyarakat. Jadi, mengandung pengertian yuridis
3. Die geshereiben verfassung. Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai
undang-undang yang berlaku dalam suatu negara
Konstitusi memiliki sifat-sifat yakni ada yang bersifat flexibel dan ada yang bersifat
rigid7. Bryce mengemukakan ciri-ciri khusus dari konstitusi fleksibel adalah elastis,
diumumkan dan diubah dengan cara sama seperti undang-undang. Sedangkan ciri-ciri
konstitusi rigid adalah mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari
peraturan perundang-undangan lainnya, hanya dapat diubah dengan cara yang khusus
atau istimewa dengan persyaratan yang berat8.
3
Dahlan Thaib, et. al, Teori dan Hukum Konstitusi (Jakarta: Rajawali Press, 2004), hal.83
4
Saefrodin Bahar, et. al, Risalah Sidang BPUPKI-PPKI (Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia, 1992), hal. 137
5
Eric Barendt, Introduction to Constitutional Law (Inggris: Oxford University Press, 1998), hal. 33
6
Mohammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op., Cit., hal. 65-66
7
Ibid.,, hal. 74
8
Dahlan Thaib, Jazim Hamaidi dan Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003), hal. 29
Ada beberapa alasan mengapa UUD 1945 perlu disempurnakan dalam rangka
reformasi hukum pasca orde baru, yaitu:9
a. Alasan historis, sejak semula dalam sejarahnya UUD 1945, memang didesain oleh
para pendiri negara kita sebagai UUD yang bersifat sementara, karena dibuat dan
ditetapkan dalam keadaan tergesa-gesa.
b. Alasan filosofis, dalam UUD 1945 terdapat pencampuradukan berbagai gagasan yang
saling bertentangan, seperti faham kedaulatan rakyat dengan faham integralistik antara
negara hukum dengan faham negara kekuasaan
c. Alasan teoritis, dari sudut pandang teori konstitusi, keberadaan konstitusi bagi suatu
negara pada hakekatnya adalah untuk membatasi kekuasaan negara agar tidak bertindak
sewenang-wenangnya, tetapi justru UUD 1945 kurang menonjol pembatasan kekuasaan
tersebut, melainkan menonjolkan pengintegrasian
d. Alasan yuridis, sebagaimana lazimnya setiap konstitusi UUD 1945 juga
mencantumkan klausula seperti dalam Pasal 37
e. Alasan praktis politis, bahwa secara sadar atau tidak, secara langsung atau tidak
langsung, dalam praktek UUD 1945 sudah sering mengalami perubahan atau
penambahan yang menyimpang dari teks aslinya dari masa 1945-1949, maupun 1959-
1998
9
Mukhtie Fadjar, Reformasi Konstitusi dalam Masa Transisi Paradigmatik (Malang: In-Trans,
2003), hal. 39
Konstitusi RIS
Indonesia yang pada saat itu baru saja merasakan kemerdekaan, Belanda ingin
kembali ke Indonesia melalui Agresi Militer-I pada tahun 1947 dan Agresi Militer-II
pada tahun 1948, namumn gagal. Lalu pada tahun 1949 diadakan KMB di Den Haag,
Belanda, yang menghasilkan mendirikan RIS dan disepakati serta mulai berlaku pada
tanggal 27 Desember 1949.
Sesuai kesepakatannya tadi, UUD 1945 hanya untuk Indonesia saja bukan negara
RIS. Konstitusi ini tidak berjalan lama, karena tidak sesuai dengan jiwa proklamasi.
Pada tanggal 19 Mei 1950, telah disusun Piagam Persetujuan antara pemerintah RIS
yang mewakili Indonesia bagian Timur menyatakan persetujuan pembentukan negara
kesatuan. Setelah itu, terbentuk lah Undang-Undang Sementara 1950 tanggal 17
Agustus 1950.10
Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950)
UUDS ini telah menggantikan UUD RIS, yang isinya tentang kedaulatan rakyat dan
perlindungan Hak Asasi yang lebih rinci. Seperti yang dikatakan oleh Adnan Buyung
Nasution dalam bukunya:11
“The 1950 Provisonal Constitution replaced the 1949 Federal Constitution. This
Constitution was more democratic than the people’s sovereignity and provided detailed
protection for human rights, such as adopting the United Nations Declaration on
Human Rights and incorporated the right to hold demonstration and strikes”
Di saat UUDS 1950, pemilihan umum sudah bisa dilakukan yaitu pada tahun 1950
untuk memilih anggota DPR dan anggota Dewan Konstituante. Akan tetapi meskipun
sudah membentuk dewan-dewan tersebut, tetap saja masih belum maksimal. Akhirnya
Ir. Soekarno mencari jalan keluar, yaitu dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959. Yang isinya adalah “Menetapkan pembubaran Konstutante, Menetapkan UUD
1945 berlaku lagi terhitung mulai tanggal penetapan Dekrit, dan Menetapkan dalam
waktu sesingkat-singkatya pembentukan MPRS dan DPAS.”
Kembali Ke UUD 1945
Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 yang mengangkat Presiden Soekarno sebagai
presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun. Tahun 1960,
Presiden Soekarno membubarkan DPR, padahal dalam penjelasan UUD 1945 Presiden
tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.
10
Ibid., hal. 34
11
Adnan Buyung Nasution,The Aspiration for Constitutional Government in Indonesia: A Socio
Legal Study of the Indonesian Konstituante, 1956-1959 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), hal. 27
Berdasarkan UU No. 19 tahun 1964 Presiden diberi wewenang mencampuri urusan di
bidang Yudikatif, dan masih banyak lagi yang masih menyimpang dalam UUD 1945
sebagaimana di katakan oleh Miriam Budiarjo.12 Persitiwa G 30 S/PKI telah mengakhiri
periode demokrasi terpimpin dan membuka jalan untuk di mulainya masa demokrasi
Pancasila. Sampai akhirnya, kepemimpinan di gantikan oleh Soeharto yang melahirkan
orde baru. Di masa Soeharto, membuat sistem intepretasi yang menyimpang pada UUD
1945, yang mana sistem itu adalah sistem pemerintahan “Execitive Heavy”. Intepretasi
ini di dasarkan pada kunci pokok ke IV yang bunyinya: “Dalam menyelenggarakan
Pemerintahan Negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan presiden
(concerntation of power and responsibility upon the President)13 .
Penafsiran pasal-pasal UUD 1945 yang sudah di manipulasi demi kepentingan
kekuasaan. Pengalaman pada masa Orde Lama kembali terulang pada masa Orde Baru,
posisi legislatif di bawah presiden dan hak asasi rakyat dibatasi. Korupsi Kolusi dan
Nepotisme terjadi semua ini pada tubuh pemerintahan, serta terjadi banyaknya
kemiskinan, utang yang menumpuk, ketidakrataan pembangunan, dan masih banyak
lagi serta semua itu di pelopori oleh mahasiswa, rakyat menuntut reformasi di segala
bidang. Akhirnya, Rezim Orde Baru tumbang dengan mundurnya Presiden Soeharto
pada tanggal 21 Mei 1998.
Lahirlah era reformasi, setelah tumbangnya orde baru, dan era ini di pimpin oleh B.J
Habibie. Berbagai tuntutan yang di katakan oleh elemen-elemen, sampai akhirnya
membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan. Sekitar 13 bulan kemudian di
selenggarakan pemilihan umum 1999 untuk pemilihan angota DPR. Setelah satu
setengah tahun B.J Habibie harus meletakkan jabatannya setelah beliau berpidati
penanggung jawabannya ditolak terhadap MPR dalam sidang umum pada tanggal 19
Oktober 199914 .
Setelah masa kepemimpinan B.J Habibie berakhir, langsung di gantikan oleh
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden Republik Indonesia. Seperti yang
dikatakan oleh Harold Crouch:
“In contrast to Indonesia’s first two presidents who were always elected unanlimitedly
and thrid who as vice-president, acceded to the presidency on the resignation of his
12
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia,2006), hal. 71
13
RM. A.B. Kusuma, Sistem Pemerintahan “Pendiri Negara” Versus Sistem Presidensiel “Orde
Reformasi” (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011), hal. 50
14
Satya Arinanto, “Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Era Pasca Reformasi”, Makalah
diberikan pada perkuliahan Politik Hukum Pasca Sarjana 2016
predecessor, President Abdurrahman won office in a competitive and constitutional
process…..”15.
Namun, kepemimpinan beliau ini tidak lama, hanya 20 bulan. Karena telah diguncang
oleh skandal bulog dan kemudian kepemimpinan di gantikan oleh Megawati Soekarno
Putri yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden.
C. Pembahasan
Perubahan Amandemen Pertama
Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda
Sidang Tahunan MPR mulai dari 1999 sampai perubahan keempat pada Rapat Tahunan
MPR 2002 dengan dibentuknya Komisi Konstitusi yang bertujuan melakukan
pengkajian secara komprehensif tentang perubahan UUD 1945 sesuai Ketetapan MPR
No.I/MPR/2002 tentang pembentukan Komisi Konstitusi16.
Perubahan amandemen pertama diadakan pada Sidang Tahunan MPR tahun 1999,
antara lain:
Pasal 5 Ayat (1)
Pasal 7
Pasal 9
Pasal 13 Ayat (2)
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 17 Ayat (2) dan (3)
Pasal 20
Pasal 22
Total semuanya ada 9 pasal, dan tujuan dilakukan perubahan ini adalah membatasi
kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif.
Perubahan Amandemen Kedua
15
Harold Crouch, Indonesia Democratization and Threat of Disintregation dalam Politik Hukum 2
oleh Prof. Satya Arinanto (Jakarta: Program Pasca Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2004), hal. 356
16
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis (Jakarta: Mahkamah Konstitusi,
2008), hal. 270
Perubahan ini dilaksanakan pada sidang tahunan MPR pada tahun 2000, ini adalah
pasal-pasal yang sudah dirubah atau diamendemen, terdiri dari 5 BAB dan 25 Pasal
antara lain:17
Pasal 18
Pasal 18A
Pasal 18B
Pasal 19
Pasal 20 Ayat (5)
Pasal 20A
Pasal 22A
Pasal 22B
BAB IXA
Pasal 28A
Pasal 28B
Pasal 28C
Pasal 28D
Pasal 28E
Pasal 28F
Pasal 28G
Pasal 28H
Pasal 28I
Pasal 28J
BAB XII
Pasal 30
Bab XV
Pasal 36A
Pasal 36B
Pasal 36C
Tujuan dilakukan perubahan amndemen ini adalah terdapat masalah wilayah negara dan
pembagian pemerintahan daerah, serta menyempurnakan perubahan yang pertama. Dan
dalam hal memperkuat DPR serta ketentuan mengenai HAM.
Perubahan Amandemen Ketiga
17
Majda El-Mumtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007),
hal.88
Perubahan ini terjadi pada sidang tahunan MPR pada tahun 2001, dan terdiri dari 3
BAB dan 22 Pasal, antara lain:
Pasal 1 Ayat (2) dan (3)
Pasal 3 Ayat (1), (3), dan (4)
Pasal 6 Ayat (1) dan (2)
Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan (5)
Pasal 7A
Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7)
Pasal 7C
Pasal 8 Ayat (1) dan (2)
Pasal 11 Ayat (2) dan (3)
Pasal 17 Ayat (4)
BAB VIIIA
Pasal 22C Ayat (1), (2),(3), dan (4)
Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4)
BAB VIIB
Pasal 22E Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6)
Pasal 23 Ayat (1), (2), dan (3)
Pasal 23A
Pasal Pasal 23C
Pasal 22E Ayat (1), (2), dan (3)
Pasal 23F Ayat (1) dan (2)
Pasal 23G Ayat (1) dan (2)
Pasal 24 Ayat (1) dan (2)
Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)
Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4)
Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6)
Tujuan perubahan amandemen ini adalah Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan
MPR, Kepresidenan, Impeachment, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman dan
ketentuan tentang pemilihan umum.
Perubahan Amandemen Keempat
Perubahan ini dilaksanakan pada sidang tahunan MPR Tahun 2002, terdapat beberapa
pasal, BAB, dan aturan peralihan, antara lain:
Pasal 2 Ayat (1)
Pasal 6A Ayat (4)
Pasal 8 Ayat (3)
Pasal 11 Ayat (1)
Pasal 16
Pasal 23B
Pasal 23D
Pasal 24 Ayat (3)
BAB XIII
Pasal 31 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)
Pasal 32 Ayat (1), (2), (3), dan (4)
BAB IV
Pasal 33 Ayat (4) dan (5)
Pasal 34 Ayat (1), (2), (3), dan (4)
Pasal 37 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)
Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III
Aturan Tambahan Pasal I dan II
Tujuan perubahan amandemen ini adalah ketentuan tentang kelembagaan negara dan
hubungan antar negara, penghapusan DPA, ketentuan mengenai pendidikan dan
kebudayaan, ketentuan tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan
peralihan sertaaturan tambahan.
D. Kesimpulan
Undang-undang Dasar 1945 telah mengalami beberapa perubahan menjadi 4 macam,
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1945),
Undang-Undang Dasar RIS (periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950), Undang-
Undang Dasar Sementara 1950 (periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959), kemudian
kembali ke UUD 1945 (periode 5 Juli 1959 – sekarang). Kemudian dalam amandemen
UUD 1945 juga mengalami beberapa perubahan yang sampai 4 kali perubahan, antara
lain Amandemen Pertama (1999), Amandemen Kedua (2000), Amandemen Ketiga
(2001), dan Amandemen Keempat (2002). Perubahan mendasar dari UUD 1945 adalah
sudaha jelas terlihat dalam perjalanan perubahan konstitusional di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Satya Arinanto, Constitutional Law and Democratization in Indonesia
(Jakarta: Publishing House Faculty of Law University of Indonesia, 2000),
hal.141
Moh. Kusnardi dan Harmaily, Pengantar Hukum TataNegara Indonesia
(Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983), hal. 62
Dahlan Thaib, et. al, Teori dan Hukum Konstitusi (Jakarta: Rajawali Press,
2004), hal. 83
Saefrodin Bahar, et. al, Risalah Sidang BPUPKI-PPKI (Jakarta: Sekretariat
Negara Republik Indonesia, 1992), ha;. 137
Eric Barendt, Introduction to Constitutional Law (Inggris: Oxford
University Press, 1998), hal. 33
Mohammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op., Cit., hal. 65-66
Dahlan Thaib, Jazim Hamaidi dan Ni’matul Huda, Teori dan Hukum
Konstitusi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 29
Mukhtie Fadjar, Reformasi Konstitusi dalam Masa Transisi Paradigmatik
(Malang: In-Trans, 2003), hal. 39
Adnan Buyung Nasution, The Aspiration for Constitutional Government in
Indonesia: A Socio Legal Study of the Indonesian Constituante, 1956-1959
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), hal. 27
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2006), hal.
71
RM. A.B. Kusuma, Sistem Pemerintahan “Pendiri Negara” Versus Sistem
Presidensial “Orde Reformasi” (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas
Indonesia), hal. 50
Satya Arinanto, “Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Era Pasca
Reformasi”, Makalah diberikan pada perkuliahan Politik Hukum Pasca
Sarjan 2016
Harold Crouch, Indonesia Democratization and Threat of Disintregation
dalam Politik Hukum 2 oleh Prof. Satya Arinanto (Jakarta: Program Pasca
Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 356
Jimly Asshidiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokrasi (Jakarta:
Mahkama Konstitusi, 2008), hal. 270
Majda El-Mumtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2007), hal. 88
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/ubelaj/article/download/8010/4118