Anda di halaman 1dari 85

Nama & Usia :

Responden
Perwakilan/Institusi :
DAFTAR INVENTARIS MASALAH

Rancangan Peraturan Daerah tentang Pendataan, Pemanfaatan dan Pengelolaan Tanah Daerah Terlantar
Instansi Pengusul : Komisi A DPRD Kota Depok
MATERI RAPERDA PENDATAAN, PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN KOMENTAR/TANGGAPAN KETERANGAN
TANAH DAERAH TERLANTAR

A. Aspek Kewenangan
B. Aspek Struktur
C. Judul
PENDATAAN, PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN TANAH
DAERAH TERLANTAR

D. Aspek Materi Muatan


menimbang :
a.bahwa tanah terlantar merupakan potensi dan kekayaan alam
daerah yang harus diupayakan pemanfaatannya sehingga dapat
memberikan kontribusi terhadap perekonomian masyarakat;

b.bahwa dalam rangka meningkatkan potensi tanah, khususnya


tanah terlantar maka perlu dilakukan pendataan, pemanfaatan dan
pengelolaan tanah daerah yang terlantar tersebut agar berdayaguna
dan berhasil guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c.bahwa perlu disusun sebuah kebijakan dan strategi untuk


mengatur langkah-langkah terpadu penertiban seluruh
penggunaan, pemanfaatan dan penetapan kriteria tanah terlantar
milik pemerintah daerah;

d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Pendataan, Pemanfaatan dan Pengelolaan Tanah
Daerah Terlantar;

Mengingat
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia

2.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok


Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043)

3.Undang-Undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan


Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

4.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan


Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

5.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

6.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan


Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5533), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2020
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 30, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6632);
7.Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Penertiban
Kawasan dan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6632);

8.Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2021 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6631);

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 1 Daerah adalah Kota Depok
2 Pemerintah kota adalah kepala daerah
beserta perangkat daerah otonom yang lain
sebagai badan eksekutif daerah.

3 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,


selanjutnya disebut DPRD adalah badan
legislatif daerah.

4 Kepala Daerah adalah Walikota Depok.

5 Pengelolaan Tanah adalah rangkaian


pengelolaan kegiatan dan tindakan terhadap
tanah daerah yang meliputi inventarisasi dan
penatausahaan; legalisasi, penilaian,
pemanfaatan, serta pengawasan dan
pengendalian.

6 Tanah daerah adalah semua tanah yang


dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau
perolehan lainnya yang sah.
7 Tanah yang diperoleh dari perolehan lainnya
yang sah adalah tanah yang diperoleh dari
hibah/sumbangan atau yang sejenis, tanah
yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari
perjanjian/kontrak, tanah yang diperoleh
berdasarkan ketentuan undang-undang,
tanah yang diperoleh berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
.hukum tetap

8 Pengelola tanah daerah adalah Pejabat yang


berwenang dan bertanggung jawab
menetapkan kebijakan dan pedoman serta
.melakukan pengelolaan tanah Daerah

9 Pembantu pengelola tanah daerah


selanjutnya disebut pembantu pengelola
adalah pejabat yang bertanggungjawab
mengkoordinasi penyelenggaraan manajemen
tanah milik daerah yang ada pada satuan
.kerja perangkat daerah

10 Pengguna adalah Kepala Perangkat Daerah


selaku pejabat pemegang kewenangan
.penggunaan tanah daerah

11 Kuasa pengguna adalah Kepala unit kerja


atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna
untuk menggunakan tanah daerah yang
.berada dalam penguasaannya

12 Pihak lain adalah pihak-pihak selain


.Perangkat Daerah
13 Penganggaran adalah kegiatan atau tindakan
untuk merumuskan penentuan kebutuhan
.tanah daerah dan manajemennya

14 Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan


oleh pengguna/kuasa pengguna dalam
mengelola dan menatausahakan tanah
daerah sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi satuan kerja perangkat daerah yang
.bersangkutan

15 Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan


yang meliputi pembukuan, inventarisasi dan
pelaporan tanah daerah sesuai dengan
.ketentuan yang berlaku

16 Inventarisasi adalah kegiatan untuk


melakukan pendataan, pencatatan dan
.pelaporan hasil pendataan tanah daerah

17 Pelaporan adalah rangkaian kegiatan


penyusunan inventarisasi tanah daerah ke
dalam format laporan yang sudah disetujui
.untuk dilaporkan kepada Wali Kota

18 Legalisasi adalah satu lingkup kerja


manajemen tanah daerah yang berupa
penetapan status penguasaan, sistem dan
prosedur penguasaan atau pengalihan,
identifikasi dan mencari solusi atas
permasalahan legal, dan strategi untuk
memecahkan berbagai permasalahan legal
terkait dengan penguasaan ataupun
.pengalihan tanah daerah
19 Penerimaan adalah kegiatan penerimaan
tanah menjadi dikuasai oleh daerah.

20 Penyaluran adalah kegiatan untuk


menyalurkan tanah daerah ke unit kerja
pemakai.

21 Pemindahtanganan adalah pengalihan


kepemilikan tanah daerah sebagai tindak
lanjut dari penghapusan dengan cara jual
beli, tukar menukar, hibah dan penyertaan
modal.

22 Tukar menukar tanah daerah/tukar guling


adalah pengalihan kepemilikan tanah daerah
yang dilakukan antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat, antara pemerintah
daerah, atau antara pemerintah daerah
dengan pihak lain, dengan menerima
penggantian dalam bentuk tanah, sekurang-
kurangnya dengan nilai seimbang.

23 Hibah adalah pengalihan kepemilikan tanah


dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah
pusat, antar pemerintah daerah, atau dari
Pemerintah Daerah kepada pihak lain, tanpa
memperoleh penggantian.
24 Penyertaan modal Pemerintah Daerah adalah
pengalihan kepemilikan tanah daerah yang
semula merupakan kekayaan yang tidak
dipisahkan menjadi kekayaan yang
dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai
modal/saham daerah pada badan usaha
milik negara/daerah atau badan hukum
lainnya yang dimiliki daerah.

25 Tanah daerah yang bernilai sejarah/budaya


adalah tanah daerah yang memiliki nilai
sejarah dan budaya tidak dapat diubah
bentuk asalnya, dipindah tangankan,
dihapus dari daftar tanah inventaris dan
tetap dikelola sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

26 Penilaian adalah suatu proses kegiatan


penelitian yang selektif didasarkan pada
data/fakta yang obyektif dan relevan dengan
menggunakan metode/teknis tertentu untuk
memperoleh nilai tanah daerah.

27 Sewa adalah skema kemitraan antara


pemerintah dengan perorangan/keluarga,
yaitu apabila perorangan yang bersangkutan
menggunakan aset pemerintah; misalnya
menggunakan tanah pemerintah untuk
rumah tinggal perorangan/keluarga, dimana
yang bersangkutan harus membayar sewa
menurut harga pasar.
28 Guna Pakai adalah kerjasama pemerintah
dengan perorangan/keluarga, namun yang
bersangkutan tidak membayar sewa atau
membayar sewa dengan harga jauh di bawah
harga pasar.

29 Pengawasan dan pengendalian pelaksanaan


inventarisasi dan penatausahaan, legalisasi,
penilaian, dan pemanfaatan tanah, mulai
dari lingkup penanganan hingga siapa yang
bertanggungjawab menanganinya.

30 Penertiban adalah kegiatan penguasaan dan


penataan kembali tanah yang dikuasai pihak
lain tanpa hak dan atau pemanfaatan
kembali tanah yang diterlantarkan/tidak
dimanfaatkan sebagaimana peruntukkannya
oleh pihak lain sesuai hak, keadaan dan
sifat.

BAB II ASAS, TUJUAN DAN MAKSUD


Pasal 2 Pendataan, Pemanfaatan dan pengelolaan tanah
daerah terlantar didasarkan kepada asas :
a Manfaat;
b Keseimbangan;
c Kelestarian;
d Produktif;
e Transparansi;
f Kepastian Hukum;
g Efesiensi;
h Akuntabilitas; dan
i Kepastian Nilai.
Pasal 3 Tujuan Pendataan, Pemanfaatan dan pengelolaan
Tanah daerah terlantar adalah
Pasal 3

a. penunjang kelancaran pelaksanaan


penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah;

b. terwujudnya akuntabilitas dan transparansi


dalam pendataan dan pengelolaan tanah
khususnya tanah-tanah yang terlantar;

c. terwujudnya pendataan dan pengelolaan


tanah daerah yang tertib, efektif dan efisien
bagi masyarakat dan pemerintah daerah

d. terciptanya keseimbangan antara


pemanfaatan tanah dengan lingkungan;

e. tertata dan terselenggaranya pengaturan dan


peruntukan penggunaan, penguasaan,
persediaan dan pemeliharaan tanah.

Pasal 4 Maksud diselenggarakannya pendataan dan


pengelolaan tanah daerah terlantar adalah:

a. mengamankan tanah tanah daerah yang


ditelantarkan dan dalam penguasaan
pemeritah daerah;

b. menambah kuantitas tanah daerah;

c. menambah nilai finansial tanah daerah dan


dapat dimasukan kedalam asset daerah;

d. menyeragamkan langkah-langkah dan


tindakan dalam pendataan dan pengelolaan
tanah daerah;

e. mendukung penataan ruang dan kawasan;


dan
f. memberikan jaminan/kepastian dalam
pendataan dan pengelolaan tanah daerah.

BAB III PENGELOLA


Pasal 5 (1) Sekertaris daerah adalah pengelola tanah
daerah yang dikuasai oleh daerah.

(2) Pengelola tanah daerah berwenang dan


bertanggungjawab :

a. Mengajukan koordinasi dalam rangka


pelaksanaan manajemen tanah;

b. Mengajukan permohonan penetapan


status tanah untuk penguasaan dan
penggunaan yang diperoleh dari beban
APBD dan perolehan lainnya yang sah;

c. Melakukan pendaftaran dan status


tanah

d. Meneliti dan merencanakan kebutuhan


pengadaan tanah;

e. Meneliti dan menyetujui rencana


kebutuhan pemeliharaan tanah;
f. Mengatur pelaksanaan pemanfaatan,
penghapusan dan pemindahtanganan
tanah yang telah disetujui oleh DPRD;

g. Melakukan koordinasi dalam


pelaksanaan inventarisasi tanah

BAB IV OBJEK TANAH TERLANTAR


Pasal 6 (1) objek tanah daerah terlantar adalah tanah
yang dikuasai daerah yang sudah diberikan
hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan
Hak Pengelolaan atau sudah ada dasar
penguasaan atas tanah yang tidak atau
belum diusahakan, tidak dipergunakan atau
tidak dimanfaatkan sesuai dengan
keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian
hak atau dasar penguasaannya

(2) yang dimaksud dengan tidak dimanfaatkan


sesuai dengan keadaannya atau sifat dan
tujuan pemberian hak atau dasar
penguasaannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi :

a tanah terlantar sebagaimana dimaksud


peraturan perundang-undangan;

b tanah yang digunakan secara illegal;


atau
c tanah hasil perjanjian dengan
pengembang atau masyarakat untuk
kepentingan umum yang belum dikelola.

BAB V : KEWAJIBAN
Pasal 7 (1) setiap orang, badan hukum, instansi
pemerintah yang telah memperoleh
penggunaan hak atas tanah daerah
berkewajiban memanfaatkan dan
mengelolanya.
(2) jika pemilik hak atas tanah daerah sebagai
mana pada ayat (1) tidak mampu mengelola
dan memanfaatkan tanah daerah maka akan
dilakukan pencabutan hak yang dimilikinya.

Pasal 8 Dalam pengelolaan tanah daerah yang


ditelantarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1) harus sesuai dengan sifat dan tujuan
dari rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota
Depok

BAB IV PENDATAAN, IDENTIFIKASI DAN PENELITIAN TANAH


TERLANTAR
Bagian Kesatu : Pendataan
Pasal 9 (1) Dalam rangka melakukan tertib administrasi
tanah daerah yang terlantar, maka
pemerintah daerah melalui sekertaris daerah
melakukan kegiatan pendataan tanah-tanah
terlantar.

(2) Kegiatan pendataan tanah daerah yang


diterlantar berada dibawah sekertaris Daerah
sebagai pengelola tanah yang dikuasai oleh
daerah

Bagian Kedua : Identifikasi dan Penelitian


Pasal 10 (1) Sekertaris Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (2) menyiapkan data
tanah negara yang terindikasi terlantar.

(2) Data tanah sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) sebagai dasar pelaksanaan
identifikasi dan penelitian tanah terlantar.

Pasal 11 (1) Identifikasi dan penelitian sebagaimana


dalam Pasal 10 ayat (2) dilaksanakan oleh
Panitia.
Pasal 11

(2) Susunan keanggotaan panitia sebagaimana


pada ayat (1) terdiri dari unsur Badan
Pertanahan Nasional Kota dan unsur
pemerintahan Kota Depok.

(3) Susunan kepanitiaan sebagaimana dalam


ayat (2) ditetapkan melalui peraturan
Walikota.

(4) Panitia membuat dan menyampaikan Berita


Acara laporan hasil identifikasi dan
penelitian tanah terlantar kepada Walikoa
melalui Sekertaris Daerah sebagai pengelola
tanah daerah.

Pasal 12 Identifikasi Tanah terlantar sebagai mana dalam


pasal 11 ayat
a. Objek (1)Subjek
dan meliputi :
b. Status tanah; dan
c. Kemampuan tanah
BAB VII PERINGATAN
Pasal 13 (1) Apabila berdasarkan hasil identifikasi dan
(2) penelitian sebagaimana
Apabila peringatan dimaksuddimaksud
sebagaimana dalam
(3) Apabila sampai dengan peringatan ke 3 maka
pada ayat (1) belum juga dilaksanakan, (tiga)
sebagaimana
(4) Apabila dimaksud pada
hasil identifikasi ayat (3), maka
dan penelitian
BAB IX PENGGUNAANsebagaimana
DAN PENGELOLAANdimaksud dalam Pasal 12
Bagian Kesatu Penggunaan
Pasal 14 (1) Status penggunaan tanah daerah ditetapkan
oleh Walikota

(2) Penetapan status pemnggunaan tanah


daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tata cara sebagai berikut :
a. Setiap orang, badan hukum, insatnsi
pemerintah mengajukan permohonan
kepada Walikota melalui panitia untuk
mendapatkan hak dalam penggunaan
tanah daerah disertai dengan usulan
penggunaannya

b. Panitia meneliti laporan tersebut dan


mengajukan usulan penggunaan
dimaksud kepada Walikota untuk
ditetapkan hak dan status
penggunaannya

(3) Status hak penggunaan tanah daerah yang


telah diterima oleh orang, badan hukum atau
instansi pemerintah tidak boleh
dipindahtangankan kepada pihak ketiga

Bagian Kedua : Pengelolaan


Pasal 15 (1) Tanah daerah yang tidak dibebani hak wajib
untuk dilakukan pemanfaatan dan
pengelolaan oleh pemerintah daerah

(2) Pemanfaatan dan Pengelolaan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
kepentingan dan kesejahteraan umum.

(3) Pemanfaatan dan Pengelolaan tanah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bisa
dilakukan oleh pihak ketiga.

(4) Ketentuan mengenai pengelolaan tanah


daerah oleh pihak ketiga akan diatur oleh
Peraturan Walikota .
Pasal 16 (1) Setiap orang, badan hukum, instansi
pemerintah yang telah menerima hak
penggunaan tanah daerah wajib untuk
memanfaatkan dan mengelola tanah daerah.

(2) Dalam hal pemegang hak penggunaan tanah


daerah tidak mampu dan atau tidak memiliki
kesempatan untuk memanfaatkan dan
mengelola tanah daerah yang telah
didapatkannya, maka dapat dilakukan
pengelolaan dengan pihak ketiga

(3) Apabila tidak ada pihak ketiga yang


melakukan pengelolaan, maka pemerintah
daerah sebagaimana dalam pasal 7 ayat (2)
dapat melakukan pencabutan hak atas
tanah daerah.

BAB VIII PENGENDALIAN DAN PENATAUSAHAAN TANAH


DAERAH
Bagian Kesatu Pengendalian
Pasal 17 (1) Pengendalian tanah daerah terlantar
dilakukan oleh Walikota melalui kegiatan
pengawasan, penertiban dan pendataan
terhadap tanah daerah

(2) Pengawasan diselenggarakan dalam bentuk


palaporan, pemantauan dan evaluasi

(3) Dalam melakukan pengendalian Walikota


menunjuk pengelola tanah daerah atau
instansi terkait untuk melakukan kegiatan
pengawasan, penertiban dan pendataan.
Pasal 18 (1) Pengelola tanah daerah berwenang untuk
melakukan pemantauan dan investigasi atas
pelaksanaan pengguna, pemanfaatan dan
pemindahtanganan tanah daerah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku

(2) Sebagai tindaklanjut sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), pengelola tanah daerah dapat
meminta audit independen untuk melakukan
audit atas pelaksanaan penggunaan,
pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah
daerah

Pasal 19 Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara


pengendalian dan pengawasan atas tanah daerah
diatur dengan Peraturan Wali Kota

Bagian Kedua Penatausahaan


Pasal 20 (1) Pengelola/pembantu pengelola tanah daerah
melakukan pencatatan tanah daerah sesuai
dengan status penggunaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dan Pasal
13

(2) Pengelola/pembantu pengelola melakukan


pendaftaran status dan sertifikasi tanah
daerah

Pasal 21 (1) Kepala PD membentuk tim pencatatan tanah


daerah yang berada dalam penggunaan
masing-masing PD untuk memperoleh data
tentang lokasi, luas dan status tanah.

(2) Pembantu pengelola melakukan survey


lokasi, pemetaan, pengukran, dokumentasi
serta proses sertifikasi tanah daerah.
(3) Pembantu pengelola melakukan rekapitulasi
atas pencatatan tanah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) dalam daftar
tanah daerah

(4) Pengelola menyimpan seluruh dokumen


kepemilikan tanah daerah.

Pasal 22 (1) Pengelola bertanggungjawab atas


pelaksanaan inventarisasi tanah daerah baik
yang sudah di bebani hak maupun yang
belum dibebani hak

(2) Pengelola melakukan inventarisasi tanah


daerah setiap 5 (lima) tahun sekali untuk
menyusun buku inventarisasi dan buku
induk inventarisasi beserta rekapitulasi
tanah daerah

(3) Pengelola membentuk tim inventarisasi


tanah daerah
(4) Tim inventarisasi tanah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) terdiri atas pengguna
dan/atau tim independen.

(5) PD yang membidangi asset daerah menerima


dan menghimpun hasil inventarisasi tanah
daerah

BAB IX PENDAYAGUNAAN TANAH DAERAH BEKAS TANAH


TERLANTAR
Pasal 23 (1) Peruntukan penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah daerahg
bekas tanah terlantar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
didayagunakan untuk kepentingan
masyarakat dan pemerintah daerah melalui
reforma agrarian dan program strategis
daerah serta untuk cadangan pemerintah
daerah lainnya

(2) Peruntukan dan pengaturan peruntukan


penguasaan pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah daerah bekas tanah
terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Walikota

Pasal 24 Terhadap tanah daerah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 23 ayat (1) yang berhubungan
dengan penguasaan dan penggunaannya tidak
boleh diterbitkan izin/keputusan/surat dalam
bentuk apapun selain yang ditetapkan dalam
Pasal 15

BAB X PENYELESAIAN SENGKETA


Pasal 25 (1) Penyelesaian senketa adalah perselisihan
terhadap permasalahan-permasalahan
(2) Penyelesaian senketa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
a. Tanah daerahmeliputi
yang: dikuasai oleh pihak
lain dengan
b. Tanah daerahatau tanpa
yang telahbukti
dibebani hak
kepada pihak lain tapi tidak
c. Tanah daerah milik pihak lain yang
bukti kepemilikannya
d. Tanah sudah adafasos
daerah yang merupakan atau
dan
BAB XI KETENTUAN PERALIHAN fasum yang berasal dari penyerahan
Pasal 26 (1) Inventarisasi dan penyelesaian dokumen
kepemilikan tanah diselesaikan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
sejak Peraturan Daerah ini ditetapkan
(2) Seluruh tanah daerah yang dimanfaatkan
oleh pihak lain dalam bentuk kerjasama atau
diberi pembebanan hak dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun telah dilakukan
penyesuaian dokumen perjanjian sesuai
dengan Peraturan perundangan

(3) Tanah daerah yang berada dalam


penguasaan dan pengelolaan perorangan
atau badan hukum yang belum memiliki
dokumen, maka paling lama 1 (satu) tahun
dilakukan penyesuaian sesuai dengan
Peraturan Daerah ini.

(4) Semua beban biaya yang timbul akibat


pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
dibebankan pada APBD

BAB XII KETENTUAN PENUTUP


Pasal 27 Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini
harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun
terhitung sejak peraturan daerah ini
diundangkan.

Pasal 28 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan


pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penetapannya dalam Lembaran Daerah Kota
Depok
Nama & Usia :
Responden
Perwakilan/Institusi :

DAFTAR INVENTARIS MASALAH

Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban
Umum
Instansi Pengusul : Komisi A DPRD Kota Depok

MATERI RAPERDA Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun
KOMENTAR/TANGGAPAN KETERANGAN
2012 tentang Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban Umum

A. Aspek Kewenangan
B. Aspek Struktur
C. Judul
Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun 2012 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban Umum

D. Aspek Materi Muatan


menimbang :
a. bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, aman, sejahtera, sehat
lahir dan batin di Kota Depok diperlukan prasyarat dasar yakni terselenggaranya
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

b. bahwa tata kehidupan yang teratur, tertib dan disiplin seluruh masyarakat
diperlukan dalam rangka mewujudkan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat;
c.bahwa Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Ketertiban Umum sudah tidak sesuai dengan perkembangan
peraturan perundang-undangan dan keadaan masyarakat, sehingga perlu diubah;

d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,


dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Pembinaan dan Pengawasan
Ketertiban Umum;

Mengingat
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
2.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (Lembaran
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);

3.Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886);

4.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4247);

5.Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik


Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444);

6.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang
Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 262, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5475);

7.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);

8.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

9.Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4928);
10.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);

11.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4967);

12.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

13.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059;

14.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

15.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan


Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

16.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398);
17.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);

18.Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan


Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5041);

19.Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 72, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6205);

20.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan


Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Serta Pelindungan Masyarakat
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 548);

Pasal1 Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun


2012
1 tentang Pembinaan
Ketentuan Dan Pengawasan
Pasal 1 diubah, Ketertiban
sehingga Pasal Umum
1 berbunyi:
Pasal I
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1 Daerah adalah Kota Depok.
2 Wali Kota adalah Wali Kota Depok.
3 Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol
PP adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk
menegakkan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah,
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta
menyelenggarakan perlindungan masyarakat.
4 Ketenteraman adalah situasi dan kondisi yang
mengandung arti bebas dari gangguan dan ancaman,
baik fisik maupun psikologis.

5 Ketertiban Umum adalah suatu keadaan dinamis yang


memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tertib, dan
teratur.

6 Perlindungan Masyarakat adalah segenap upaya dan


kegiatan yang dilakukan dalam rangka melindungi
masyarakat dari gangguan yang diakibatkan oleh
bencana serta upaya untuk melaksanakan tugas
membantu penanganan bencana guna mengurangi dan
memperkecil akibat bencana, membantu memelihara
keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat,
membantu kegiatan sosial kemasyarakatan, membantu
memelihara ketenteraman dan ketertiban pada saat
pemilihan kepala daerah, dan
pemilihan umum, serta membantu upaya pertahanan
negara.

7 Pejabat yang Berwenang adalah Pejabat yang mempunyai hak


atau wewenang untuk melakukan sesuatu sesuai tugas,
fungsi, dan kewenangannya

8 Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi


segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan
kabel

9 Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang


terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak
bermotor
10 Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang
dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan
memproduksi, menjual, mengiklankan
dan/atau mempromosikan produk tembakau

11 Kawasan Terbatas Merokok adalah tempat atau area


dimana kegiatan merokok hanya boleh dilakukan di
tempat khusus merokok

12 Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia


dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang terdiri atas
sampah rumah tangga maupun sampah sejenis sampah
rumah tangga

13 Jalur Hijau adalah setiap jalur-jalur yang terbuka


sebagai jalur penempatan tanaman serta elemen
landsekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik
jalan maupun di dalam ruang pengawasan jalan sesuai
dengan rencana Daerah

14 Trotoar adalah lahan, bangunan dan peralatan atau


perlengkapan yang disediakan oleh pemerintah,
Pemerintah Daerah dan/atau pihak lain yang
diperuntukkan bagi pejalan kaki.

15 Taman adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari


ruang terbuka hijau Daerah yang mempunyai fungsi tertentu,
ditata dengan serasi, lestari dengan menggunakan material
taman, material buatan dan unsur-unsur alam dan mampu
menjadi areal penyerapan air.

16 Tempat Umum adalah sarana yang diselenggarakan


oleh Pemerintah, swasta atau perorangan yang
digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat, termasuk di
dalamnya adalah semua gedung-gedung perkantoran milik
Pemerintah atau Pemerintah Daerah, gedung perkantoran
umum, mall dan pusat perbelanjaan
17 Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup
atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja
bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya

18 Orang adalah Orang perseorangan sebagai subjek


hukum yang mempunyai hak dan kewajiban dalam
Peraturan Daerah ini

19 Badan adalah sekumpulan Orang dan/atau modal yang


merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan
usaha milik negara (BUMN) atau Badan usaha milik daerah
(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk bentuk Badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap.

20 Pengemis adalah Orang yang mendapat penghasilan


dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara
dan alasan untuk mendapatkan belas kasihan dari Orang
lain

21 Gelandangan adalah Orang yang hidupnya tidak sesuai


dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat serta
tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal yang tetap
dan hidup mengembara di tempat umum

22 Orang Terlantar adalah Orang yang karena suatu sebab


mengakibatkan dirinya tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dan dalam kondisi terlantar,
hidupnya tergantung pada bantuan Orang lain
23 Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak
bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan
pengemudinya.

24 Hiburan adalah segala macam atau jenis keramaian,


pertunjukan, permainan atau segala bentuk usaha yang
dapat dinikmati oleh setiap Orangdengan nama dan dalam
bentuk apapun, dimana untuk menonton serta menikmatinya
atau mempergunakan fasilitas yang disediakan baik dengan
dipungut bayaran maupun tidak dipungut bayaran.

25 Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etil


alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil
pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara
fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi

26 Perbuatan asusila adalah perilaku yang tidak sesuai dengan


aturan norma-norma atau kaidah kesopanan yang berlaku di
masyarakat

27 Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang


menyatu dengan tempat kedudukannya baik sebagian atau
keseluruhannya berada diatas, yang terdiri dari bangunan
gedung dan bangunan bukan gedung

28 Prostitusi adalah penjualan jasa seksual untuk mendapatkan


uang dan/atau barang
29 Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi foto, tulisan,
suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan dimuka
umum, yang me muat kecabulan atau eksploitasi seksual
yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat
30 Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi foto, tulisan,
suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan dimuka
umum, yang me muat kecabulan atau eksploitasi seksual
yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat

31 Perjudian adalah kegiatan permainan bersifat untung-


untungan yang dilakukan melalui media dan/atau alat
tertentu dalam bentuk pertaruhan oleh seorang atau
sekelompok orang dengan maksud mendapatkan keuntungan
atau perbuatan yang dapat dipersamakan dengan itu

32 Pembinaan adalah perbuatan membina yang dilakukan


secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih
baik.

33 pengendalian adalah usaha untuk mencegat terjadinya


penyimpangan dan mengarahkan orang atau badan yang
mencapai tujuan tertentu melalui perilaku yang diharapkan

34 Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala


aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah
direncanakan

35 Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia


atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi tugas
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan
36 Penertiban adalah tindakan penegakan peraturan yang
bersifat tindakan represif non yustisial yang dilakukan oleh
Polisi Pamong Praja terhadap anggota masyarakat yang
melanggar ketentuan peraturan daerah atau ketertiban
umum

37 Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,


mengumpulkan dan mengolah data dan/atau keterangan
lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan
kewajiban terhadap peraturan perundang-undangan

38 Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal


dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 untuk mencari serta mengumpulkan bukti,
yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya

39 Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukan


oleh Penyidik/Penyidik Pembantu terhadap orang atau
barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang
terjadi.

Pasal 2 Ketentuan ayat (3) Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 10
(1) Setiap orang atau badan harus membuang sampah pada
tempat sampah yang telah disediakan

(2) Setiap Orang atau Badan dilarang membuang dan


mnenumpuk sampah di jalan, jalur hijau, taman kota,
sungai, saluran/drainase, situ/danau dan tempat-tempat lain
yang dapat merusak keindahan dan kebersihan lingkungan.

(3) Setiap Orang dan Badan dilarang membakar sampah yang


tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah
Pasal 3 Ketentuan Bab II bagian kedelapan Pasal 17 ayat (1) ditambah 1
point dan pada Bab II juga ditambah 3 (tiga) bagian yakni bagian
kesepuluh, bagian kesebelas dan bagian keduabelas, bagian ketiga
belas dan diantara Pasal 23 dan Pasal 24 ditambah sehingga
berbunyi sebagai berikut:

(1) Setiap orang dilarang:


a. melakukan perbuatan prostitusi;
b. menawarkan dan/atau menyediakan diri sendiri untuk
melakukan perbuatan prostitusi;

c. menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa,


menawarkan orang lain untuk melakukan perbuatan
prostitusi;

d. memakai jasa prostitusi, dan


e. melakukan dan/atau patut diduga terlah terjadi
hubungan sesama jenis diruang terbuka dan/atau raung
tertutup

('2) Setiap orang dilarang bertingkah laku asusila di jalan, jalur


hijau, taman dan tempat umum
(3) Setiap orang atau badan dilarang
menyediakan/mengusahakan tempat asusila dan/atau
prostitusi.

(4) Setiap orang atau badan dilarang memberikan kesempatan,


sehingga menimbulkan perbuatan asusila dan/atau
prostitusi

Bagian Kesebelas : Tertib Tata Ruang


Pasal 23B (1) mengamankan tanah tanah daerah yang ditelantarkan dan (1)
Setiap Orang dilarang menyelenggarakan tempat usaha
hiburan tanpa izin Walikota atau pejabat yang ditunjuk
Pasal 23B

(2) Setiap penyelenggaraan tempat usaha hiburan yang telah


mendapat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
melaksanakan kegiatan lain yang menyimpang dari izin yang
dimiliki.

(3) Setiap orang dilarang menyelenggarakan permainan


ketangkasan yang bersifat komersial, hiburan dan keramaian

Bagian Ketigabelas : Tertib Peran Serta Masyarakat

Pasal 23 C (1) Setiap Orang yang melihat, mengetahui dan menemukan


terjadinya pelanggaran atas ketertiban umum dapat
melaporkan kepada petugas yang berwenang

(2) Setiap Orang yang melaporkan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) berhak mendapat perlindungan hukum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Diantara Bab II dan Bab III disisipkan 3 (tiga) Bab yakni Bab IIA, Bab IIB, Bab IIC
dan diantara Pasal 23C dan Pasal 24 disisipkan 3 (tiga) Pasal yakni Pasal 23D,
Pasal 23E, dan Pasal 23F, sehingga berbunyi sebagai berikut:

BAB IIA PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN


MASYARAKAT

Pasal 23 D (1) Satpol PP menyelenggarakan Ketertiban Umum dan


Ketenteraman Masyarakat di Daerah

(2) Lurah melalui Satlinmas membantu Penyelenggaraan


Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat di
Kelurahan

(3) Penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),


termasuk Penyelenggaaan Pelindungan Masyarakat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), meliputi kegiatan:

a. deteksi dan cegah dini;


b. pembinaan dan penyuluhan;
c. patroli;
d. pengamanan;
e. pengawalan;
f. penertiban; dan
g. penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa.

(5) Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman


Masyarakat di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (4), dapat dilakukan melalui koordinasi dan kerja
sama.

(6) Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman


Masyarakat di kecamatan dapat dibentuk Unit Pelaksana
Teknis Satpol PP Daerah.

(7) Unit Pelaksana Teknis Satpol PP Daerah di kecamatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dipimpin oleh seorang
kepala satuan yang secara ex-officio dijabat oleh Kepala
Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum pada kecamatan.

(8) Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman


Masyarakat serta Pelindungan Masyarakat di Kelurahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4),
dilaksanakan oleh Lurah dibawah koordinasi camat.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Ketertiban


Umum dan Ketenteraman Masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) diatur dengan
Peraturan Wali Kota.

BAB IIB PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT


Pasal 23E (1) Wali Kota wajib menyelenggarakan Linmas

(2) Penyelenggaraan Linmas di Pemerintah Daerah dilakukan


oleh Satpol PP

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan


Pelindungan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Wali Kota.

BAB IIC PEMBENTUKAN, STRUKTUR ORGANISASI DAN PEMBERDAYAAN


SATUAN PENDIDIKAN MASYARAKAT

Pasal 23F (1) Lurah membentuk Satlinmas di Kelurahan


(2) Pembentukan Satlinmas di Kelurahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan keputusan wali
kota.
(3) Satlinmas memiliki struktur organisasi meliputi:

a kepala Satlinmas;
b kepala pelaksana;
c komandan regu; dan
d anggota
(4) Pemberdayaan Satlinmas dilaksanakan untuk meningkatkan
peran dan eksistensi Satlinmas dalam pelaksanaan tugas

(5) Pemberdayaan Satlinmas sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), dilaksanakan antara lain melalui:
a. lomba sistem keamanan lingkungan;
b. jambore Satlinmas; dan
c. pos komando Satlinmas.
(6) Pemberdayaan Satlinmas sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), dilaksanakan oleh Wali kota.

(7) Ketentuan Lebih Lanjut mengenai pembentukan, struktur


organisasi, dan pemberdayaan satuan pelindungan
masyarakat diatur dalam Peraturan Wali Kota
5. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 29 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 29 (1) Setiap orang atau Badan yang melanggar ketentuan dalam
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 6, Pasal 7,
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal
14, Pasal 16, Pasal 18, Pasal 19 ayat (3) dan ayat (4),
Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan
paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling besar
Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).

(2) Setiap Orang atau Badan yang melanggar ketentuan dalam


Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, ayat (2) ,
ayat (3), ayat (4), Pasal 23, Pasal 23B, Pasal 24 Peraturan
Daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah).

(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) adalah pelanggaran.

6. Ketentuan ayat (1) Pasal 30 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 30 (1) Setiap Orang atau Badan yang melanggar ketentuan dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf c, Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
20 dikenakan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah


kejahatan.

7. Ketentuan Pasal 32 dihapus


Pasal II (1) Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus
ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
peraturan daerah ini diundangkan.
Pasal II

(2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan


Peraturan Daerah ini dengan penetapannya dalam Lembaran
Daerah Kota Depok
Nama & Usia :
Responden
Perwakilan/Institusi : GP Ansor Kota Depok

DAFTAR INVENTARIS MASALAH

Rancangan Peraturan Daerah tentang Kepemudaan


Instansi Pengusul : Bapemperda DPRD Kota Depok
MATERI RAPERDA KEPEMUDAAN KOMENTAR/TANGGAPAN KETERANGAN

A. Aspek Kewenangan
B. Aspek Struktur
C. Judul
KEPEMUDAAN
D. Aspek Materi Muatan
menimbang :
a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemuda yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif,
inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, serta memiliki jiwa
kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan, maka diperlukan
pembangunan kepemudaan sehingga pemuda mampu berpartisipasi aktif
dalam pembangunan daerah dan nasional serta bersaing dalam berbagai
kegiatan baik tingkat daerah, nasional maupun internasional;

b. bahwa dalam menunjang pembangunan daerah, pemuda melalui potensi


dan peran strategisnya perlu dikembangkan guna mengoptimalkan potensi
dan perannya melalui penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan
dalam satu kesatuan pembangunan kepemudaan secara terencana,
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang merupakan bagian dari
pembangunan daerah;
c. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, Pemerintah Daerah
mempunyai tugas melaksanakan kebijakan nasional dan menetapkan
kebijakan sesuai kewenangannya serta mengkoordinasikan pelayanan
kepemudaan, maka diperlukan Peraturan Daerah untuk memberikan
kepastian hukum dalam pembangunan kepemudaan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf


a dan huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota
Depok tentang Kepemudaan;

Mengingat
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

2.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan


Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II
Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);

3.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 148, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5238);

4.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang – Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2011 tentang Pengembangan


Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda, serta Penyediaan Prasarana dan
Sarana Kepemudaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5238);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2013
tentang Susunan Organisasi, Personalia, dan Mekanisme Kerja Lembaga
Permodalan Kewirausahaan Pemuda (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5444);

7. Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2017 tentang Koordinasi Strategis


Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 163);

8. Peraturan Menteri Pemuda dan Olah Raga Republik Indonesia Nomor


59 Tahun 2013 tentang Pengembangan Kepemimpinan Pemuda;

9. Peraturan Menteri Pemuda dan Olah Raga Republik Indonesia Nomor


0945 Tahun 2015 tentang Fungsi dan Tugas Pelaksana Lembaga
Permodalan Kewirausahaan Pemuda;

10. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 10 Tahun 2016 tentang


Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Depok (Lembaran
Daerah Kota Depok Tahun 2016 Nomor 10);

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 1 Daerah adalah Kota Depok
2 Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom

3 Wali Kota adalah Wali Kota Depok

4 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya


disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Depok
5 Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Wali Kota
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah

6 Pemuda adalah Warga Negara Indonesia yang Pemuda pada usia kematangan berfikir 18 -
memasuki periode pertumbuhan dan perkembangan 40 Tahun
yang berusia 16 (enam belas) tahun sampai dengan
usia 30 (tiga puluh) tahun

7 Kepemudaan adalah berbagai hal yang berkaitan kepemudaan/pemuda merupakan aset


dengan potensi, tanggung jawab, hak, karakter, negara/daerah yang mesti dirawat dan
kapasitas, aktualisasi diri dan cita-cita pemuda dikembangkan segala potensi di semua
aspeknya
8 Pembangunan kepemudaan adalah proses termasuk diantaranya adalah upaya
memfasilitasi segala hal yang berkaitan dengan penguatan building carakter dan capacity
kepemudaan sebagai representasi dari bentuk
"memfasilitasi"
9 Pelayanan kepemudaan adalah penyadaran,
pemberdayaan dan pengembangan kepemimpinan,
kewirausahaan serta kepeloporan pemuda

10 Penyadaran pemuda adalah kegiatan yang berikut penyadaran akan tantangan,


diarahkan untuk memahami dan menyikapi ancaman, peluang dan harapan
perubahan lingkungan

11 Pemberdayaan pemuda adalah kegiatan harus memiliki output berupa distribusi


membangkitkan potensi dan peran aktif pemuda pemuda yang potensial

12 Pengembangan kepemimpinan pemuda adalah


kegiatan mengembangkan potensi keteladanan,
keberpengaruhan, serta penggerakan pemuda

13 Pengembangan kewirausahaan pemuda adalah


kegiatan mengembangkan potensi keterampilan dan
kemandirian berusaha
14 Pengembangan kepeloporan pemuda adalah harus disertakan upaya menumbuhkan
kegiatan mengembangkan potensi dalam merintis inovasi dan akselerasi sesuai dengan
jalan, melakukan terobosan, menjawab tantangan, perkembangan zaman
dan memberikan jalan keluar atas berbagai masalah

15 Kemitraan adalah kerjasama untuk membangun


potensi pemuda dengan prinsip saling
membutuhkan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan

16 Organisasi kepemudaan adalah wadah


pengembangan potensi pemuda

17 Penghargaan adalah pengakuan atas prestasi


dan/atau jasa di bidang kepemudaan yang
diwujudkan dalam bentuk materiel dan/atau non
materiel

18 Masyarakat adalah warga negara Indonesia yang


mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang
kepemudaan

19 Fasilitasi adalah dukungan dari pemerintah


daerah dan/atau masyarakat dalam membantu
dan/atau menunjang kemudahan dan kelancaran
pelayanan dan kegiatan kepemudaan

20 Prasarana kepemudaan adalah tempat atau ruang


termasuk lingkungan yang digunakan untuk
pelayanan kepemudaan.

21 Sarana kepemudaan adalah peralatan dan


perlengkapan yang digunakan untuk pelayanan
kepemudaan
22 Pusat kegiatan kepemudaan adalah sarana dan
prasarana penyadaran, pemberdayaan dan
pengembangan kepemudaan dalam membangun
integritas, kreatifitas, kebersamaan, inovatif, dan
kepedulian pemuda

23 Rencana Aksi Daerah yang selanjutnya disingkat


RAD adalah dokumen yang memuat sasaran,
strategi, dan fokus kegiatan prioritas yang
digunakan sebagai acuan pemerintah daerah dalam
melaksanakan suatu tema kebijakan tertentu.

24 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang


selanjutnya disingkat APBD adalah rencana
keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah

BAB II ASAS DAN TUJUAN


Pasal 2 Kepemudaan dibangun berdasarkan asas
a Ketuhanan Yang Maha Esa
b Kemanusiaan
c Kebangsaan
d Kebhinekaan
e Demokratis
f Keadilan
g Partisipatif
h Kebersamaan
i Kesetaraan
j Kemandirian
Pasal 3 Pembangunan Kepemudaan di Kota Depok bertujuan:
Pasal 3
a. mewujudkan pemudan yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esam berakhlak mulia,
sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis,
bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki
jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan
dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia

b. menyelenggarakan Pembangunan dan apa saja bentuk pelayanannya?


Pengembangan kepemudaan yang dilaksanakan
dalam bentuk pelayanan kepemudaan

Pasal 4 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi :


a. fungsi, karakteristik, arah dan strategi pelayanan
kepemudaan
b. Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah Daerah

c. Peran, Tanggung Jawab dan Hak Pemuda

d. Perencanaan
e. Pembangunan Kepemudaan
f. Penyadaran

g. Pemberdayaan
h Pengembangan
i Koordinasi dan Kemitraan Kepemudaan
j Prasarana dan Sarana Kepemudaan
k. Organisasi Kepemudaan
l. Penghargaan
m. Penghargaan
n. Pendanaan
BAB III FUNGSI, KARAKTERISTIK, ARAH DAN STRATEGI PELAYANAN
KEPEMUDAAN
Bagian Kesatu Fungsi
Pasal 5 Pelayanan kepemudaan berfungsi melaksanakan
penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan potensi
kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan
pemuda dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Bagian Kedua Karakteristik


Pasal 6 Pelayanan kepemudaan dilaksanakan sesuai dengan
karakteristik pemuda, yaitu memiliki semangat
kejuangan, kesukarelaan, tanggungjawab, dan ksatria,
serta memiliki sifat kritis, idealis, inovatif, progresif,
dinamis, reformis, dan futuristik

Bagian Ketiga Arah


Pasal 7 Pelayanan kepemudaan diarahkan untuk

a Menumbuhkan patriotisme, dinamika, budaya


prestasi, dan semangat profesionalitas;

b Meningkatkan partisipasi dan peran aktif pemuda


dalam membangun dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara.

Bagian Keempat Strategi


Pasal 8 (1) Pelayanan kepemudaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf a dilakukan melalui strategi :

a. bela negara
b. kompetisi dan apresiasi pemuda
c. peningkatan dan perluasan memperoleh peluang
kerja sesuai potensi dan keahlian yang dimiliki;
dan

d. pemberian kesempatan yang sama untuk


berekspresi, beraktivitas dan berorganisasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
(2) Pelayanan kepemudaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf b dilakukan melalui strategi :

a. peningkatan kapasitas dan kompetensi pemuda

b. pendampingan pemuda

c. perluasan kesempatan memperoleh dan


meningkatkan pendidikan serta keterampilan
d. penyiapan kader pemuda dalam menjalankan
fungsi advokasi dan mediasi yang dibutuhkan
lingkungannya

Pasal 9 Pemerintah Daerah, dan masyarakat berkewajiban untuk


bersinergi dalam melaksanakan pelayanan kepemudaan
di Kota Depok

BAB IV TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH

Pasal 10 Pemerintah Daerah mempunyai tugas dan wewenang


melaksanakan kebijakan nasional, serta menetapkan dan
melaksanakan kebijakan daerah dalam rangka
menyelenggarakan pelayanan kepemudaan.

Pasal 11 Pemerintah Daerah bertanggungjawab melaksanakan


penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan potensi
pemuda berdasarkan kewenangan dan tanggungjawabnya
sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah

Pasal 12 (1) Tugas, wewenang, dan tanggung jawab


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11
dilaksanakan oleh Wali Kota.
Pasal 12

(2) Dalam rangka pelaksanaan tugas, wewenang dan Jika perangkat daerah tidak melaksanakan
tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat tugas dan fungsinya dalam hal pembinaan
(1),Wali Kota menunjuk Perangkat Daerah yang kepemudaan apakah bs di katakan mereka
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang melanggar perda tersebut
Kepemudaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan

(3) Wali Kota dalam melaksanakan tanggung


jawabsebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berwenang :

a. menetapkan kebijakan pembangunan


kepemudaan yang selaras dengan kebijakan
nasional, kebijakan provinsi dan peraturan
perundang-undangan;

b. menetapkan rencana strategis pembangunan bagaimana bentuk sosialisai terkait


kepemudaan; rencana strategis pembangunan
kepemudaan? Kemudian siapa saja yang
c. menetapkan kebijakan dan melakukan terlibat di dalamnya?
kerjasama kemitraan dalam pembangunan
kepemudaan bersama masyarakat, organisasi
kepemudaan, dan pelaku usaha dalam lingkup
daerah, nasional dan internasional;

d. mengoordinasikan program pembangunan terkoordinasikan dengan siapa?


kepemudaan;

e. merencanakan, melaksanakan, sekaligus mendengarkan masukan dan


mengembangkan, membina, dan mengawasi pandangan dari unsur-unsur kepemudaan
pelaksanaan pembangunan kepemudaan;

f. menyediakan prasarana dan sarana bagaimana bentuk penyediaannya?


kepemudaan;

g. memfasilitasi program dan kegiatan pemuda apa bentuk fasilitas yang diberikan?
dan organisasi pemuda dalam penyelenggaraan
pembangunan kepemudaan;
h. memfasilitasi masyarakat dan pelaku usaha apa bentuk fasilitas yang diberikan?
dalam penyelenggaraan pembangunan
kepemudaan;

i. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas harus lebih terperinci bagaimana pola atau
kelembagaan organisasi kepemudaan dan skema pengembangannya?
sumber daya pemuda sesuai perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi;

j. Memberikan penghargaan kepada pemuda,


organisasi kepemudaan, masyarakat dan/atau
pelaku usaha yang berperan dalam
penyelenggaraan pembangunan kepemudaan;
dan

k. memberikan sanksi kepada pemuda, organisasi Sangsi seperti apa?


kepemudaan, masyarakat dan/atau pelaku
usaha yang melakukan pelanggaran dalam
penyelenggaraan pembangunan kepemudaan.

BAB V PERAN, TANGGUNG JAWAB DAN HAK PEMUDA

Bagian Kesatu, Peran


Pasal 13 Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol
sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek
pembangunan daerah dan nasional

Pasal 14 (1) Peran aktif pemuda sebagai kekuatan moral


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diwujudkan
dengan:

a. memperkuat iman dan takwa, mengembangkan


nilai- nilai kearifan budaya lokal serta
ketahanan mental spiritual;
b. menumbuhkembangkan aspek etik, moralitas
dan akhlak mulia dalam bertindak pada setiap
dimensi kehidupan kepemudaan;

c. meningkatkan kesadaran hukum.

d. meningkatkan kedisiplinan dan nasionalisme;


dan/atau

e. meningkatakan ketahanan daerah dan nasional.

(2) Peran aktif Pemuda sebagai kontrol sosial


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diwujudkan
dengan:

a. memperkuat wawasan kebangsaan

b. membangkitkan kesadaran atas tanggung


jawab, hak, dan kewajiban sebagai warga
negara;

c. membangkitkan sikap kritis terhadap termasuk diantaranya pemerintah daerah


lingkungan dan penegakan hukum

d. meningkatkan partisipasi dalam perumusan


kebijakan publik;

e. menjamin transparansi dan akuntanbilitas


publik; dan/atau

f. memberikan kemudahan akses informasi.

(3) Peran aktif Pemuda sebagai agen perubahan


sebagaimana dimaksud Pasal 13 diwujudkan
dengan mengembangkan:

a. pendidikan politik dan demokratisasi;


b. sumber daya ekonomi;
c. kepedulian terhadap masyarakat;
d. ilmu pengetahuan dan teknologi
e. olahraga, seni dan budaya;
f. kepedulian terhadap lingkungan hidup;
g. pendidikan kewirausahaan; dan/atau
h. kepemimpinan dan kepeloporan pemuda.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran aktif
pemuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Wali Kota.

Pasal 15 Dalam rangka pelaksanaan peran aktif pemuda


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14,
Pemerintah Daerah, badan hukum, organisasi
kemasyarakatan, dan pelaku usaha memberi peluang,
fasilitas, dan bimbingan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

Bagian Kedua : Tanggung Jawab


Pasal 16 Pemuda bertanggung jawab dalam pembangunan Daerah
dan Nasional untuk :

a. menjaga Pancasila sebagai ideologi Negara;


b. menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia

c. memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa;


d. melaksanakan konstitusi, demokrasi, dan tegaknya
hukum

e. meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan


masyarakat

f. meningkatkan ketahanan budaya lokal dan budaya


nasional;

g. melestarikan kebudaaan daerah dan nasional;


h. meningkatkan daya saing dan kemandirian ekonomi
lokal dan nasional; dan/atau
i. meningkatkan kerjasama antara organisasi
pemuda di tingkat lokal, nasional maupun
international.

Bagian Ketiga : Hak


Pasal 17 Setiap Pemuda berhak mendapatkan:

a. akses untuk pengembangan diri;


b. kesempatan berperan serta dalam perencanaan
pelaksanaan pengawasan, evaluasi dan pengambilan
keputusan strategis program kepemudaan;

c. akses pada lembaga permodalan dan jejaring


kepemudaan;
d. akses membentuk jejaring kemitraan
e. perlindungan, khususnya dari pengaruh destruktif
f. pelayanan dalam penggunaan prasarana dan
sarana kepemudaan tanpa diskriminasi; dan

g. advokasi
Pasal 18 (1) Pemuda yang memiliki potensi atau bakat di bidang bagaimana mekanisme dalam mengakses
tertentu yang berasal dari keluarga miskin berhak program ini?
memperoleh bantuan dana atau beasiswa dari
Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat.

(2) Bantuan dana atau beasiswa dari Pemerintah


Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai
dengan kemampuan keuangan daerah

(3) Pemuda yang mendapatkan bantuan dana atau


beasiswa dari Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi
persyaratan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan
tata carapemberian bantuan dana atau beasiswa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dengan
Peraturan Wali Kota.

BAB VI : PERENCANAAN
Pasal 19 (1) Pemerintah Daerah menyusun kebijakan dan
strategi Pembangunan Kepemudaan dalam rangka
mencapai tujuan Pembangunan Kepemudaan sesuai
tugas, wewenang, dan tanggung jawab

(2) Kebijakan dan strategi Pembangunan Kepemudaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun
secara sistematis, terarah, terpadu, terkoordinasi,
dan berkesinambungan dengan memperhatikan
perkembangan Pemuda dan perubahan lingkungan,
serta mengikutsertakan Pemuda dan/atau
Organisasi Kepemudaan.

(3) Kebijakan dan strategiPembangunan Kepemudaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam
:

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang


Daerah (RPJPD);
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD);

c. Rencana Strategis Perangkat Daerah;

d. Rencana Kerja Perangkat Daerah

e. Rencana Aksi Daerah.


(4) Rencana Aksi Daerah (RAD) Pembangunan
Kepemudaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3)
huruf e, merupakan wujud koordinasi dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan kepemudaan
yang dilakukan oleh SKPD dan instansi terkait
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun

(5) Rencana Aksi Daerah (RAD) Pembangunan


Kepemudaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), paling sedikit memuat:

a. arah dan strategi;


b. sasaran dan target; dan
c. program dan kegiatan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Aksi
BAB VIII : PEMBANGUNANDaerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e
KEPEMUDAAN
Bagian Kesatu : Umum
Pasal 20 (1) Pembangunan kepemudaan dan pelayanan
Kepemudaan diselenggarakan melalui:

a. penyadaran;
b. pemberdayaan; dan
c. pengembangan.
(2) Pembangunan kepemudaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat dilaksanakan pada
jalur keluarga, organisasi, lembaga pendidikan,
masyarakat, dan/atau pemerintah.

Bagian Kedua : Penyadaran


Pasal 21 (1) (1) Penyadaran Kepemudaan berupa gerakan
pemuda dalam aspek ideologi, politik, hukum,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan
dalam memahami dan menyikapi perubahan
lingkungan strategis, baik domestik maupun global
serta mencegah dan menangani resiko yang
difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, Masyarakat dan
Organisasi Kepemudaan melalui kegiatan, meliputi :

a. pendidikan agama dan akhlak mulia;


b. pendidikan wawasan kebangsaan;

c. penumbuhan kesadaran dalam kehidupan


bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

d. penumbuhan semangat bela Negara;


e. pemantapan kebudayaan nasional yang
berbasis kebudayaan lokal;

f. pemahaman kemandirian ekonomi;

g. penyiapan program regenerasi di berbagai


bidang dan/atau

h. pendidikan kesadaran hukum.

(2) Pelaksanaan kegiatan Penyadaran Kepemudaan


sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dapat
dilakukan dalam bentuk :

a. kajian agama spiritual beserta aplikasinya yang


berbudi pekerti dalam kehidupan pribadi,
keluarga dan bermasyarakat ataupun temu
pemuda lintas agama;
b. seminar, diskusi, temu ilmiah kepemudaan
dalam rangka meningkatkan pemahaman
terhadap tatanan kehidupan politik yang
berlandaskan nilai-nilai demokrasi dan kearifan
lokal;

c. talkshow dan/atau debat kepemudaan dalam


rangka meningkatkan pemahaman kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara;

d. jambore dan temu kreatifitas kepemudaan


dalam meningkatkan pemahaman sosial budaya
dan ekonomi untuk membangun kemandirian
pemuda;

e. lokakarya, workshop dan pameran produk


kreatif pemuda dalam rangka meningkatkan
semangat kewirausahaan di kalangan pemuda;

f. perlombaan-perlombaan yang sesuai dengan


karakteristik kepemudaan dalam rangka
mengembangkan minat, bakat dan kemampuan
pemuda;

g. peningkatan kesadaran hukum; dan/atau

h. pendidikan dan pelatihan bela negara.

Bagian Kedua : Penyadaran


Pasal 21 (1) Penyadaran Kepemudaan berupa gerakan pemuda
dalam aspek ideologi, politik, hukum, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan, dan keamanan dalam
memahami dan menyikapi perubahan lingkungan
strategis, baik domestik maupun global serta
mencegah dan menangani resiko yang difasilitasi
oleh Pemerintah Daerah, Masyarakat dan
Organisasi Kepemudaan melalui kegiatan, meliputi :

a. pendidikan agama dan akhlak mulia;

b. pendidikan wawasan kebangsaan;

c. penumbuhan kesadaran dalam kehidupan


bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

d. penumbuhan semangat bela negara;

e. pemantapan kebudayaan nasional yang berbasis


kebudayaan lokal;

f. pemahaman kemandirian ekonomi;

g. penyiapan program regenerasi di berbagai


bidang; dan/atau

h. pendidikan kesadaran hukum.


(2) Pelaksanaan kegiatan Penyadaran Kepemudaan
sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dapat
dilakukan dalam bentuk :

a. kajian agama spiritual beserta aplikasinya yang


berbudi pekerti dalam kehidupan pribadi,
keluarga dan bermasyarakat ataupun temu
pemuda lintas agama;
b. seminar, diskusi, temu ilmiah kepemudaan
dalam rangka meningkatkan pemahaman
terhadap tatanan kehidupan politik yang
berlandaskan nilai-nilai demokrasi dan kearifan
lokal;

c. talkshow dan/atau debat kepemudaan dalam


rangka meningkatkan pemahaman kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara;

d. jambore dan temu kreatifitas kepemudaan


dalam meningkatkan pemahaman sosial budaya
dan ekonomi untuk membangun kemandirian
pemuda;

e. lokakarya, workshop dan pameran produk


kreatif pemuda dalam rangka meningkatkan
semangat kewirausahaan di kalangan pemuda;

f. perlombaan-perlombaan yang sesuai


dengan karakteristik kepemudaan dalam rangka
mengembangkan minat, bakat dan
kemampuan pemuda;

g. peningkatan kesadaran hukum; dan/atau

h. pendidikan dan pelatihan bela negara.

(3) Penyadaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dapat difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, keluarga,
masyarakat, dan organisasi kepemudaan.
(4) Pelaksanaan kegiatan penyadaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh
Perangkat Daerah terkait, organisasi kepemudaan
atau melibatkan pihak ketiga.

Bagian Ketiga : Pemberdayaan


Pasal 22 (1) Pemberdayaan pemuda dilaksanakan secara
terencana, sistematis, dan berkelanjutan untuk
meningkatkan potensi dan kualitas jasmani, mental
spiritual, pengetahuan, serta keterampilan diri dan
organisasi menuju kemandirian pemuda yang
difasilitasi oleh Pemerintah Daerah melalui kegiatan:

a. peningkatan iman dan takwa;

b. peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi;

c. penyelenggaraan pendidikan bela Negara dan


ketahanan nasional;

d. peneguhan kemandirian ekonomi pemuda;

e. peningkatan kualitas jasmani, seni, budaya


pemuda; dan/atau

f. penyelenggaraan penelitian dan pendampingan


kegiatan kepemudaan.

(2) Pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan Pemuda


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dalam bentuk:

a. pendidikan karakter, moral dan spiritual;

b. pemberdayaan jaringan sarjana penggerak


pembangunan;

c. pemilihan wirausaha muda atau pemuda


berprestasi tingkat kota;
d. pemberdayaan Usaha Ekonomi Produktif
/kreatif pemuda;

e. pelaksanaan lomba seni dan t u r n a m e n


olah raga dikalangan pelajar, mahasiswa dan
Pemuda untuk mencari bibit potensial;

f. penyelenggaraan kegiatan festival budaya


pemuda atau pekan kreatifitas pemuda tingkat
kota dan kecamatan; dan

(3) Pemberdayaan pemuda sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) dapat difasilitasi oleh Pemerintah
Daerah, dan organisasi kepemudaan.

(4) Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh
Perangkat Daerah terkait, organisasi kepemudaan
atau melibatkan pihak ketiga.

BAB VIII : PENGEMBANGAN KEPEMUDAAN


Bagian Kesatu
Pasal 23 (1) Untuk menggali potensi dan jati diri
pemuda diperlukan pengembangan melalui:

a. pengembangan kepemimpinan;

b. pengembangan kewirausahaan;
c. pengembangan kepeloporan.
(2) Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan
strategis Kepemimpinan
Bagian Kedua : Pengembangan pengembangan kepemudaan sesuai dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Pasal 24 (1) Pengembangan kepemimpinan pemuda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1)
huruf a ditujukan agar pemuda mampu
mengembangkan visi dan potensi kepemimpinan
sehingga menjadi insan yang cerdas, tanggap dan
mampu menangani berbagai permasalahan dan isu-
isu yang berkembang. dilaksanakan melalui:

a pendidikan dan pelatihan;


b. penyuluhan;
c. pengaderan; bagaimana cara pengkaderannya?
d. pembimbingan;
e. pendampingan; dan/atau
f. forum kepemimpinan pemuda.
(2). Pelaksanaan kegiatan pengembangan
kepemimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan dalam bentuk:

a. latihan kepemimpinan pemuda;

b. dialog tokoh dan kepemimpinan;

c. bimbingan dan pendampingan pada kaderisasi


organisasi kepemudaan; dan

d. temu wicara kepemimpinan pemuda.

(3) Pelaksanaan kegiatan pengembangan


kepemimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan oleh Perangkat Daerah terkait,
organisasi kepemudaan atau melibatkan pihak
ketiga

(4) Bentuk kegiatan Pengembangan kepemimpinan


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan calon peserta.

Bagian Ketiga : Pengembangan Kewirausahaan


Pasal 25 (1) Pengembangan kewirausahaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b,
dilaksanakan sesuai dengan minat, bakat, potensi
pemuda, potensi daerah, dan arah pembangunan
nasional dan daerah. dilaksanakan melalui:

a. pelatihan;
b. pemagangan;
c. pembimbingan;
d. pendampingan;
e. kemitraan;
f. promosi; dan/atau
g. bantuan akses permodalan. redaksinya digangti menjadi " bantuan
pendanaan"
(2) Pelaksanaan kegiatan pengembangan termasuk didalamnya harus diperhatikan
kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tentang hilirisasi dari hasil usaha tersebut.
dapat dilakukan dalam bentuk: Agar pelaku usaha tidak lagi bingung
untuk penjualan produk yang dihasilkan
a. diklat wirausaha pemuda;
b. pemagangan wirausaha muda;
c. pendampingan unit/kelompok usaha pemuda;

d. jejaring kemitraan wirausaha muda;

e. pameran kewirausahaan pemuda antar


organisasi pemuda; dan

f. bantuan stimulan bagi pemberdayaan


kewirausahaan pemuda.

(3) Pelaksana kegiatan pengembangan kewirausahaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan oleh Perangkat Daerah terkait, organisasi
kepemudaan atau melibatkan pihak ketiga
(4) Bentuk kegiatan Pengembangan kewirausahaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan calon peserta.

(5) Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat


dapat membentuk forum komunikasi
kewirausahaan pemuda.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan


pengembangan kewirausahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat 4
diatur dengan Peraturan Wali Kota.

Bagian Keempat : Pengembangan Kepeloporan

Pasal 26 (1) Pengembangan kepeloporan sebagaimana dimaksud


(2) dalam Pasal 23 kepeloporan
Pengembangan ayat (1) hurufsebagaimana
c, diselenggarakan
dimaksud
pada ayat (1)
a. pelatihan; mencakup aspek ideologi, politik,
b. pendampingan; dan/atau
c. forum kepemimpinan pemuda
(3) Pelaksanaan kegiatan pengembangan
Kepeloporan
a. sebagaimana
latihan dasar dimaksud
penanggulangan pada ayat (2)
bencana;
b. latihan kepanduan melalui gerakan pramuka;
c. lomba inovasi dan keteladanan pemuda tingkat
d Kota;
temu wicara kepemimpinan pemuda tingkat
e. Kota;
pelatihan penulisan dan lomba karya ilmiah
f. pemuda tingkat kota;dan peduli lingkungan
gerakan kebersihan
g. hidup; dan/atau
pelatihan bagi kader pemuda dalam
menjalankan
(4) Pelaksana kegiatan fungsi advokasi dan
pengembangan mediasi yang
sebagaimana
(5) dimaksud pada ayat
Bentuk kegiatan (3) dapat dilakukan
Pengembangan oleh
kepeloporan
sebagaimana dimaksud
BAB IX : KOORDINASI DAN KEMITRAAN KEPEMUDAANpada ayat (2) dapat
Pasal 27 (1) Pemerintah Daerah wajib melakukan koordinasi
strategis dan kemitraan lintas sektor untuk
mengefektifkan penyelenggaraan pelayanan
kepemudaan.
Pasal 27

(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan dengan memperhatikan prinsip
kesetaraan, akuntabilitas, dan saling memberi
manfaat.

(3) Pemerintah daerah wajib memfasilitasi Sepakat, apabila hal ini di jalankan dengan
terselenggaranya kemitraan secara sinergis antara maksimal potensi pemuda yang ada akan
pemuda dan/atau organisasi kepemudaan dan lebih baik
dunia usaha.

(4) Organisasi kepemudaan dapat melaksanakan apakah kegiatan ini bisa terlaksana atas
kemitraan dengan organisasi kepemudaan negara persetujuan pemkot terlebih dahulu atau
lain tidak? Lalu bagaimana fasilitas yang akan
diberikan oleh pemkot?
(5) Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi:

a. program sinergis antar sektor dalam hal


penyadaran, pemberdayaan, serta
pengembangan kepemimpinan,
kewirausahaan, dan kepeloporan pemuda;
b. kemitraan berbasis program dalam
Pelayanan Kepemudaan di bidang sosial,
budaya, ekonomi dan lingkungan;

c. kajian dan penelitian bersama tentang persoalan


pemuda; dan

d. kegiatan mengatasi dekadensi moral,


pengangguran, kemiskinan, dan kekerasan serta
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

(6) Dalam rangka mendukung pelaksanaan pelayanan


kepemudaan di daerah, organisasi kepemudaan dan
masyarakat dapat membentuk Forum Koordinasi
dan Komunikasi Pemuda Daerah
(7) Forum Koordinasi dan Komunikasi Pemuda
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
berfungsi memberikan masukan kepada Pemerintah
Daerah terkait pelayanan kepemudaan di daerah.

BAB X : PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN

Pasal 28 (1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan prasarana


dan sarana dalam rangka pelayanan kepemudaan.

(2) Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan


organisasi kepemudaan, pelaku usaha dan/atau
masyarakat dalam penyediaan prasarana dan
sarana kepemudaan.

(3) Prasarana dan sarana Kepemudaan sarana kepemudaan jangan hanya dibuat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) pada satu titik, karena secara letak wilayah
dapat berupa: Depok ini terbelah menjadi Depok Timur
dan Barat

a. pusat kegiatan kepemudaan;


b. Sentra Pemberdayaan dan Pelatihan Pemuda;

c. Gelanggang Olahraga Pemuda; dan/atau


d Prasarana lain yang dibutuhkan.

(4) Penyediaan prasarana kepemudaaan


sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disesuaikan
dengan kemampuan keuangan daerah

Pasal 29 (1) Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan perencanaan


tata ruang wilayah kota, menyediakan ruang untuk
prasarana kepemudaan.
Pasal 29

(2) Penyediaan ruang untuk prasarana


kepemudaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(3) Dalam hal terdapat pengembangan tata ruang atau


tata kota yang mengakibatkan prasarana
kepemudaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan (2) dianggap tidak layak lagi, Pemerintah Daerah
dapat memindahkan ke tempat yang lebih layak dan
strategis.

BAB XI : ORGANISASI KEPEMUDAAN


Pasal 30 (1) Organisasi Kepemudaan dibentuk oleh pemuda.

(2) Organisasi Kepemudaan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dapat dibentuk berdasarkan kesamaan
asas, agama, ideologi, minat dan bakat, atau
kepentingan yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.

(3) Organisasi Kepemudaan juga dapat dibentuk


dalam ruang lingkup kepelajaran dan
kemahasiswaan.

(4) Organisasi Kepemudaan berfungsi untuk


mendukung kepentingan nasional,
memberdayakan potensi, serta mengembangkan
kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan.

Pasal 31 (1) Organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan


berfungsi untuk mendukung kesempurnaan
Pendidikan dan memperkaya kebudayaan Daerah
dan Nasional.
Pasal 31

(2) Organisasi kepelajaran sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) merupakan organisasi ekstrasatuan
pendidikan menengah.

(3) Organisasi kemahasiswaan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) merupakan organisasi
ekstrasatuan pendidikan tinggi.

(4) Organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk:

a. mengasah kematangan intelektual;

b. meningkatkan kreativitas;

c. menumbuhkan rasa percaya diri;

d. meningkatkan daya inovasi;

e. menyalurkan minat bakat; dan/atau

f. menumbuhkan semangat kesetiakawanan


sosial dan pengabdian kepada masyarakat.

Pasal 32 (1) Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi organisasi pemkot harus mengusung program fasilitas
kepemudaan, organisasi kepelajaran, dan asrama untuk mahasiswa Depok yang
organisasi kemahasiswaan. kuliah diluar kota Depok. Sekaligus
mendata berapa jumlah pemuda Depok
yang sedang mengenyam bangku kuliah di
(2) Satuan pendidikan dan penyelenggara pendidikan luar kota Depok
wajib memfasilitasi organisasi kepelajaran dan
kemahasiswaan sesuai dengan ruang lingkupnya.

(3) Organisasi Kepemudaan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) paling kurang memiliki :

a. keanggotaan;
b. program kerja;
(3)

c. kepengurusan dan kesekretariatan;


d. tata laksana kesekretariatan dan keuangan;
dan/atau

e. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

BAB XII : PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 34 (1) Masyarakat, orgranisasi kepemudaan dan dunia


usaha mempunyai tanggung jawab, hak, dan
kewajiban dalam berperan serta melaksanakan
kegiatan untuk mewujudkan tujuan pelayanan
kepemudaan

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diselenggarakan dengan:

a. melakukan usaha perlindungan pemuda dari


pengaruh buruk yang merusak;

b. melakukan usaha pemberdayaan pemuda sesuai


dengan tuntutan masyarakat;

c. melatih pemuda dalam pengembangan


kepemimpinan, kewirausahaan, dan
kepeloporan;

d. fasilitasi prasarana dan sarana


pengembangan diri pemuda;

e. menggiatkan gerakan cinta lingkungan hidup


dan solidaritas sosial di kalangan pemuda;
dan/atau

f. fasilitasi pendanaan pelayanaan kepemudaan. ini yang menjadi wajib


BAB XIII : PENGHARGAAN
Pasal 35 (1) Pemerintah Daerah memberikan Penghargaan
kepada:

a. pemuda yang berprestasi; dan


b. organisasi pemuda, organisasi kemasyarakatan,
lembaga pemerintahan, pelaku usaha, kelompok
masyarakat dan perorangan yang berjasa
dan/atau berprestasi dalam memajukan
potensi pemuda.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam
peraturan Wali Kota

BAB XIV : PENDANAAN


Pasal 36 (1) Pendanaan pembangunan kepemudaan menjadi
tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah,
organisasi kepemudaan, dan masyarakat.

(2) Pendanaan pembangunan kepemudaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber
dari :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Provinsi;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan Sepakat dengan memberikan anggran yang
jelas per Tahunnya
d. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 37 (1) Pengelolaan dana Pelayanan Kepemudaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
didasarkan pada prinsip keadilan, efesiensi,
transparansi dan akuntabilitas publik.

(2) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dana Sepakat, dengan memberikan anggran yang
untuk mendukung Pelayanan Kepemudaan di jelas per Tahunnya
Daerah.

(3) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dana dan


akses permodalan untuk mendukung
pengembangan kewirausahaan pemuda di Daerah.

(4) Dalam hal menyediakan akses permodalan


untuk mendukung pengembangan kewirausahaan
pemuda sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah Daerah dapat membentuk lembaga
permodalan kewirausahaan pemuda.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme


kerja lembaga permodalan kewirausahaan pemuda
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Wali Kota

BAB XV : SANKSI
Pasal 38 Organisasi Kepemudaan yang terdaftar dan tercatat pada lantas apabila justru Pemerintah daerahnya
Pemerintah Daerah sebagaimana Pasal 33 ayat (3), yang tidak menyentuh atau tidak maksimal
namun tidak melaporkan kegiatannya kepada Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan apa
Daerah paling sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut sangsi buat mereka?
dikenakan sanksi administratif berupa penghapusan dari
pencatatan.

BAB XV : KETENTUAN PENUTUP


Pasal 39 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal
diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.
Nama & Usia :
Responden
Perwakilan/Institusi :

DAFTAR INVENTARIS MASALAH

Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Pesantren


Instansi Pengusul : Bapemperda DPRD Kota Depok
MATERI RAPERDA PEMBERDAYAAN PESANTREN KOMENTAR/TANGGAPAN KETERANGAN

A. Aspek Kewenangan
B. Aspek Struktur
C. Judul
PEMBERDAYAAN PESANTREN
D. Aspek Materi Muatan
menimbang
a.bahwa pesantren memiliki peran penting dan strategis dalam upaya mewujudkan
pembangunan di Kota Depok;

b.bahwa Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab sesuai dengan kemampuan dan
kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam
memberikan fasilitasi, bantuan pembiayaan, serta dukungan dalam bentuk kerja sama
program, kebijakan dan pendanaan melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah bagi
pesantren dalam fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat;

c.bahwa dalam rangka mendukung peran dan kontribusi pesantren, diperlukan upaya
untuk mewujudkan pesantren yang berdaya di Kota Depok;
d.bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (3), Pasal 12 ayat (2), Pasal 32,
Pasal 42, Pasal 46, dan Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang
Pesantren;

e.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan


huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Pesantren;

mengingat :
1.Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah
Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3828);
3.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);

4.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 191, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6406);

5.Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6322);

6.Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2020 tentang Pendirian dan


Penyelenggaraan Pesantren (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
1432);
7.Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1405);
8.Peraturan Menteri Agama Nomor 32 Tahun 2020 tentang Ma’had Aly (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1433);
9.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2021 tentang Fasilitasi
Penyelenggaraan Pesantren (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2021 Nomor
1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 245);
10.Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 7 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun 2016-2021 (Lembaran Daerah
Kota Depok Tahun 2016 Nomor 7) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Kota Depok Nomor 21 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota
Depok Nomor 7 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Depok Tahun 2016-2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun 2016-2021 (Lembaran Daerah Kota
Depok Nomor 2017 Nomor 21);

BAB I
Bagian Kesatu : KETENTUAN UMUM
Pasal 1 1 Daerah adalah Kota Depok
2. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintahan Daerah Kota
Depok, terdiri dari pemerintah daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kota Depok
adalah Wali kota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah, memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah.

4. Wali Kota adalah Wali Kota Depok


5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota Depok sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah
6 Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945

7. Kementerian adalah kementerian yang bertugas


menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama
8 Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Pemerintah
Daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah

9 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya


disingkat APBD Kota Depok, adalah rencana keuangan
tahunan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah
10 Pondok Pesantren, Dayah, Surau, Meunasah atau sebutan
lain yang selanjutnya disebut Pesantren adalah lembaga
yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan,
yayasan, organisasi masyarakat Islam rahmatan lil'alamin
yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran,
keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia
lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan dan
pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik INdonesia, yang memenuhi unsur paling sedikit
kiai, Santri yang bermukim di Pesantren, pondok atau
asrama, masjid atau musalah, dan kajian Kitab Kuning atau
Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin

11 Pendidikan Pesantren adalah pendidikan yang


diselenggarakan oleh Pesantren dan berada di lingkungan
Pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan
kekhasan Pesantren dengan berbasis Kitab Kuning atau
Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin

12 Pemberdayaan Pesantren adalah segala usaha


dalam rangka memberdayakan Pesantren dalam fungsi
pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat, yang
mencakup namun tidak terbatas kepada fasilitasi, bantuan
pembiayaan, dan dukungan dalam bentuk kerja sama
program, kebijakan dan pendanaan melalui APBD.

13 Sumber Daya Manusia Pesantren adalah para pihak yang


terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan Pesantren,
meliputi Kiai, tenaga pendidik dan kependidikan, Santri, dan
Dewan Masyayikh, serta Majlis Masyayikh.

14 Kiai, Syekh, Ajengan, Buya, Nyai, atau sebutan lain


yang selanjutnya disebut Kiai adalah pendidik yang
memiliki kompetensi ilmu agama Islam yang berperan
sebagai figur, teladan dan/atau pengasuh Pesantren.

15 Santri adalah peserta didik yang menempuh pendidikan dan


mendalami ilmu agama Islam di Pesantren.
16 Kitab Kuning adalah kitab keislaman berbahasa Arab atau
kitab keislaman berbahasa lainnya yang menjadi rujukan
tradisi keilmuan Islam di Pesantren.
17 Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin
adalah kumpulan kajian tentang ilmu agama Islam yang
terstruktur, sistematis, dan terorganisasi.
18 Dewan Masyayikh adalah lembaga yang dibentuk oleh
Pesantren yang bertugas melaksanakan sistem penjaminan
mutu internal Pendidikan Pesantren.
19 Majelis Masyayikh adalah lembaga mandiri dan
independen sebagai perwakilan Dewan Masyayikh dalam
merumuskan dan menetapkan sistem penjaminan mutu
Pendidikan Pesantren.

20 Asosiasi Pesantren adalah Asosiasi Pesantren di Kota


Depok, adalah perkumpulan atau wadah yang memiliki
fokus kegiatan di bidang pengembangan Pesantren yang
anggotanya terdiri dari perwakilan Pesantren yang
menyelenggarakan kajian Kitab Kuning, Dirasah Islamiah
dengan Pola Pendidikan Muallimin, dan bentuk lain yang
tertintegrasi dengan pendidikan umum.

21 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah,


selanjutnya disebut RPJPD, adalah RPJPD Kota Depok,
adalah dokumen perencanaan untuk jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun yang memuat visi, misi dan arah pembangunan
jangka panjang daerah yang mengacu kepada rencana
pembangunan jangka panjang nasional.

22 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah,


selanjutnya disebut RPJMD, adalah RPJMD Kota Depok,
adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun yang mengacu kepada RPJPD.

23 Rencana Kerja Pemerintah Daerah, selanjutnya disebut


RKPD adalah RKPD Kota Depok, adalah dokumen
perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 1
(satu) tahun yang mengacu kepada RPJMD.

24 Rencana Strategis Pembangunan Jangka Menengah


Organisasi Perangkat Daerah, selanjutnya disebut Renstra-
OPD adalah Renstra-OPD Kota Depok, adalah dokumen
perencanaan organisasi Perangkat Daerah untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.
25 Peraturan Daerah, selanjutnya disebut Perda adalah
Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Pesantren di Kota
Depok.

Bagian Kedua Asas


Pasal 2 Asas Pemberdayaan Pesantren meliputi:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. kebangsaan;
c. kemandirian;
d. keberdayaan;
e. kemaslahatan;
f. multikultural;
g. profesionalitas;
h. akuntabilitas;
i. keberlanjutan; dan
j. kepastian hukum.
Bagian Ketiga : Tujuan
Pasal 3 Pemberdayaan Pesantren diselenggarakan dengan tujuan:

a. membentuk individu yang unggul di berbagai bidang yang


memahami dan mengamalkan nilai ajaran agamanya dan
atau menjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertakwa,
berakhlak mulia, berilmu, mandiri, tolong-menolong,
seimbang, dan moderat;

b. membentuk pemahaman agama dan keberagamaan yang


moderat dan cinta tanah air serta membentuk perilaku yang
mendorong terciptanya kerukunan hidup beragama; dan
c. meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berdaya
dalam memenuhi kebutuhan pendidikan warga negara dan
kesejahteraan sosial masyarakat.

Bagian Keempat : Ruang Lingkup


Pasal 4 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi :
a prinsip-prinsip umum penyelenggaran;

b perencanaan;
c penyelenggaraan;
d tim pemberdayaan Pesantren;
e koordinasi dan komunikasi;
f sinergitas, kerja sama dan kemitraan;
g sistem informasil
h monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan;
i pendanaan.
BAB II : PRINSIP-PRINSIP UMUM PENYELENGGARAAN
Pasal 5 (1) Pemerintah Daerah beserta segenap jajarannya
berkomitmen dan bersungguh-sungguh dalam
melaksanakan pemberdayaan Pesantren.
(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan kewajiban mengembangkan nilai Islam
rahmatan lil'alamin serta berdasarkan Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika.

(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan dengan tetap menjaga kemandirian Pesantren
dan kekhasan atau keunikan tertentu yang mencerminkan
tradisi, kehendak dan cita-cita, serta ragam dan karakter
Pesantren.

(4) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diberikan kepada Pesantren yang terdaftar.

Pasal 6 (1) Pemerintah Daerah memberikan dukungan pelaksanaan


fungsi pendidikan Pesantren.

(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan pembiayaan


kepada Dewan Masyayikh.

(3) Dalam memberikan dukungan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), Pemerintah Daerah berpedoman kepada
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
standar teknis pelayanan minimal pendidikan.

Pasal 7 (1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya


memfasilitasi pondok atau asrama, serta masjid atau musala
Pesantren dalam rangka memenuhi aspek daya tampung,
kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan.
Pasal 7

(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilaksanakan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai pembagian urusan
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Pasal 8 Pemerintah Daerah memberikan dukungan pelaksanaan fungsi
dakwah Pesantren dalam bentuk kerja sama program, fasilitasi
kebijakan, dan pendanaan.

Pasal 9 (1) Pemerintah Daerah memberikan dukungan dan fasilitasi


ke Pesantren dalam melaksanakan fungsi pemberdayaan
masyarakat.
(2) Dukungan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit berupa:

a. bantuan keuangan;
b. bantuan sarana dan prasarana;
c. bantuan teknologi; dan/atau
d. pelatihan keterampilan

(3) Dukungan dan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan
Pemerintah Daerah dan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III PERENCANAAN


Pasal 10 (1) Wali kota dan/atau Perangkat Daerah menyusun dan
menetapkan perencanaan pembangunan Daerah untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun dan
1 (satu) tahun yang dituangkan dalam RPJMD, RKPD
dan/atau Renstra- OPD dengan memuat perencanaan
pemberdayaan Pesantren.

"(2) Perencanaan pemberdayaan Pesantren sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat upaya
Pemberdayaan Pesantren dan fasilitasi sesuai dengan
kewenangan dan kemampuan Pemerintah Daerah dalam
pelaksanaan fungsi pendidikan, dukungan pesantren dalam
pelaksanaan fungsi dakwah, dukungan dan fasilitasi
pesantren dalam pelaksanaan fungsi pemberdayaan
masyarakat, serta bantuan pendanaan melalui APBD.
Pasal 11 Penyusunan perencanaan pemberdayaan Pesantren sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, dilaksanakan oleh Perangkat Daerah
terkait yang mengkoordinasikan penyelenggaraan pemberdayaan
pesantren dalam fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi
pemberdayaan masyarakat bekerja sama dengan Tim
Pemberdayaan Pesantren.

BAB IV PENYELENGGARAAN
Pasal 12 (1) Pemberdayaan Pesantren sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dilakukan dalam bentuk:
a. memberikan pelatihan dan program magang untuk
peningkatan Sumber Daya Manusia Pesantren;

b. menyediakan sarana perlengkapan pendidikan dasar;


c. menjamin tenaga kependidikan yang memadai; dan
d. program dan kebijakan lainnya sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan Pemerintah Daerah serta
ketentuan peraturan perundang- undangan.

(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dikoordinasikan oleh Perangkat Daerah yang bertugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan dengan berkoordinasi dengan Perangkat Daerah
terkait.

Pasal 13 (1) Pemberdayaan Pesantren sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 8, dilaksanakan dalam rangka memperkuat dan
mengembangkan nilai-nilai Islam rahmatan lil’alamin dalam
bingkai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan dalam bentuk:
a. melibatkan Pesantren dalam perencanaan dan
pelaksanaan kebijakan pembangunan Daerah;

b. melibatkan Pesantren dalam forum kerukunan umat


beragama;
c. melibatkan Pesantren dalam pencegahan
ekstremisme berbasis kekerasan;

d. melibatkan Pesantren dalam tanggap bencana;

e. memberikan dukungan untuk perayaan hari santri


tanggal 22 Oktober;
f. kegiatan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan nilai-
nilai Islam rahmatan lil’alamin, Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika.

(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dikoordinasikan oleh Perangkat Daerah yang bertugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kepemudaan
berkoordinasi dengan Perangkat Daerah yang bertugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kebudayaan,
dan bidang sosial.

Pasal 14 (1) Pemberdayaan Pesantren sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 9, dilakukan dalam rangka peningkatan Sumber Daya
Manusia Pesantren untuk kemandirian ekonomi Pesantren
dan masyarakat sekitar Pesantren.

(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan dalam bentuk:
a. akses permodalan atau bantuan keuangan;

b. sarana dan prasarana;


c. bantuan teknologi;
d. akses pemasaran produk hasil usaha Pesantren dan
masyarakat sekitar;
e. pendampingan dalam pendirian koperasi, lembaga
keuangan, dan usaha kecil dan menengah,

f. kerja sama dan kemitraan; dan/atau


g. program lain yang berorientasi kepada kemandirian
Pesantren.
(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan secara langsung kepada Santri.

(4) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dikoordinasikan oleh Perangkat Daerah yang bertugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang tenagakerja
berkoordinasi Perangkat Daerah yang bertugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang koperasi dan
usaha kecil dan menengah, bidang perdagangan dan
perindustrian, bidang pariwisata, bidang pekerjaan umum,
bidang permukiman, bidang pangan, bidang pertanian dan
perikanan, bidang kesehatan, bidang perempuan dan anak,
bidang komunikasi dan informatika, dan bidang
pemberdayaan masyarakat.

BAB V : TIM PEMBERDAYAAN PESANTREN


Pasal 15 (1) Dalam rangka Pemberdayaan Pesantren dibentuk tim
pemberdayaan Pesantren;

(2) Tim pemberdayaan Pesantren sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) berjumlah 9 (sembilan) orang yang
anggotanya terdiri dari:

a. 1 (satu) orang perwakilan Pemerintah Daerah;

b. 1 (satu) orang perwakilan Kementerian di Kota Depok;

c. 7 (tujuh) orang perwakilan Asosiasi Pesantren dengan


memerhatikan jumlah keanggotaan secara proporsional;

(3) Tim pemberdayaan Pesantren sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) berperan sebagai mitra Pemerintah Daerah
dalam Pemberdayaan Pesantren di Daerah.
(4) Tim pemberdayaan Pesantren sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki tugas:

a. melaksanakan pendataan Pesantren yang dilaksanakan


secara berkala minimal setiap 3 (tiga) bulan;

b. memberikan masukan terhadap konsep Perencanaan


Pemberdayaan Pesantren;
c. memberikan pendapat, masukan, dan rekomendasi
kepada Perangkat Daerah terkait;
d. melaksanakan supervisi terhadap Pesantren; dan

e. melaksanakan proses konsultasi, mediasi dan/atau


advokasi bagi Pesantren.
(5) Pendataan Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf a dilaksanakan dengan cara:

a. melakukan pencermatan bersama terhadap data


dan informasi Pesantren yang dimiliki Kementerian;

b. menghimpun segenap informasi dari masyarakat;


dan/atau
c. melakukan tinjauan langsung ke lokasi Pesantren.

(6) Data yang diperoleh dari hasil pendataan Pesantren


sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit memuat
informasi mengenai:
a. kondisi terkini pemenuhan syarat pendirian dan
penyelenggaraan Pesantren sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang- undangan, metode
pembelajaran, sarana dan prasarana Pesantren;
b. komitmen terhadap pengembangan nilai Islam
rahmatan lil’alamin berdasarkan berdasarkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

(7) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (5) selanjutnya


digunakan untuk Pemberdayaan Pesantren.

BAB VI KOORDINASI DAN KOMUNIKASI


Pasal 16 (1) Wali kota melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Provinsi dalam rangka Pemberdayaan
Pesantren.

(2) Wali kota melakukan komunikasi dengan kalangan


Pesantren dan pemangku kepentingan untuk mewujudkan
harmonisasi dalam Pemberdayaan Pesantren.

(3) Koordinasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) dilaksanakan oleh Perangkat Daerah terkait,
sesuai kewenangan berdasarkan tugas dan fungsi Perangkat
Daerah.

BAB VII SINERGITAS, KERJA SAMA, DAN KEMITRAAN

Bagian Kesatu
Sinergitas
Pasal 17 (1) Wali kota melaksanakan sinergitas Penyelenggaraan
Pesantren dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Provinsi.

(2) Bentuk sinergitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


berupa sinergitas kerja sama program, fasilitasi kebijakan
dan pendanaan dalam rangka Pemberdayaan Pesantren.

Bagian Kedua : Kerja Sama


Pasal 18 (1) Wali kota mengembangkan pola kerja sama dalam
Pemberdayaan Pesantren dengan prinsip dan tujuan yang
bersifat saling menguntungkan.

(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dilaksanakan bersama:

a. pemerintah daerah provinsi;


b. pemerintah daerah kabupaten/kota lain;
c. lembaga sosial, termasuk lembaga kesejahteraan sosial dan
d. lembaga swadaya
pendidikan;masyarakat;
e. lembaga kesehatan;
f. lembaga keagamaan;
g. badan usaha milik negara/daerah/swasta;

h. koperasi, yayasan, dan badan hukum lainnya;

i. kerja sama antar Pesantren;

j masyarakat baik secara perseorangan maupun kelompok;

k. kerja sama Daerah dengan badan/lembaga di luar negeri;


dan/atau
l kerja sama Daerah dengan pemerintah negara bagian atau
pemerintah daerah yang setingkat di luar negeri dalam
bentuk kerja sama sister city.

Bagian Ketiga : Kemitraan


Pasal 19 (1) Wali kota mengembangkan pola kemitraan strategis dalam
Pemberdayaan Pesantren di Daerah dengan prinsip dan
tujuan yang tidak bersifat saling menguntungkan.

(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan


bersama:

a. lembaga sosial, termasuk lembaga kesejahteraan sosial dan


lembaga swadaya masyarakat;
b. lembaga pendidikan;

c. lembaga kesehatan;
d. lembaga keagamaan;
e. badan usaha milik negara/daerah/swasta;

f. koperasi, yayasan, dan badan hukum lainnya;

g. kemitraan antar Pesantren;


h. masyarakat baik secara perseorangan maupun kelompok;
i. dan/atau
pihak luar negeri.
BAB VIII SISTEM INFORMASI
Pasal 20 (1) Wali kota membangun sistem informasi Pesantren di
Daerah.

(2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


paling kurang memuat:

a. data profil dan kondisi Pesantren;


b. data Sumber Daya Manusia Pesantren; dan

c. data manuskrip dan hasil karya Sumber Daya Manusia


Pesantren.

(3) Sistem informasi Pesantren sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) terintegrasi dengan sistem informasi Pesantren
Kementerian.

(4) Pembangunan dan pengelolaan, serta pendampingan dan


pelatihan terkait sistem informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Perangkat Daerah yang
melaksanakan urusan pemerintahan bidang komunikasi dan
informatika.

(5) Data dan informasi hasil pengelolaan sistem informasi


Pesantren digunakan dalam Pemberdayaan Pesantren.

BAB XI : MONITORING, EVALUASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pasal 21 (1) Wali kota melakukan monitoring, evaluasi, pembinaan dan
pengawasan terhadap pemberdayaan Pesantren.
Pasal 21

(2) Monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Perangkat Daerah terkait.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1)


dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang melaksanakan
fungsi inspektorat Daerah.

BAB X : PENDANAAN
Bagian Kesatu : Umum
Pasal 22 (1) Pendanaan pemberdayaan Pesantren bersumber dari:
a. APBD; dan
b. sumber lainnya yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a


diberikan kepada Pesantren secara proporsional dengan
mempertimbangkan sumber pendanaan lain yang telah
diterima oleh Pesantren.

(3) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


mencakup pula pendanaan yang tidak berasal dari pihak
yang memiliki paham yang bertentangan dengan Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika.

(4) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan


oleh pengurus Pesantren dan dilaporkan kepada Wali kota
secara berkala dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Bagian Kedua : APBD


Pasal 23 (1) Pemerintah Daerah membantu pendanaan pemberdayaan
Pesantren melalui APBD sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 23

(2) Bantuan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dialokasikan untuk pemberdayaan Pesantren dalam fungsi
pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat.

(3) Bantuan pendanaan yang dialokasikan untuk pemberdayaan


Pesantren dalam fungsi pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan bagian dari alokasi anggaran
pendidikan yang bersumber dari dana perimbangan, sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Bantuan pendanaan yang dialokasikan untuk pemberdayaan


Pesantren dalam fungsi dakwah dan pemberdayaan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber
dari pendapatan asli Daerah dan lain-lain pendapatan Daerah
yang sah.

BAB XI KETENTUAN PENUTUP


Pasal 24 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Kota Depok

Anda mungkin juga menyukai