Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

“Asuhan Keperawatan Dermatitis dan Herpes”

DISUSUN OLEH:
MERI FEBRIYANTI (1911312007)

DOSEN PENGAMPU:
Ns. MULYANTI ROBERTO, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2021/2022
Kasus 1
Ny. S usia 35 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan iritasi pada kulit bagian
leher, pundak, lengan bawah kiri dan kanan, kulit memutih, kering, mengelupas, dan
memerah ketika digaruk karena terasa gatal, muncul bintil-bintil kecil pada pinggir
kulit yang mengelupas dan tidak berair. Ny.S mengatakan ia memiliki riwayat alergi
terhadap bahan latex, seperti jam tangan karet, biasanya terasa gatal saat ia pakai,
namun ia baru pertama kali mengalami gejala yang parah seperti ini. Ny.S
mengatakan ia memakai parfum semprot pada area tersebut, namun saat dipakai tidak
terasa gejala tersebut. Ny. S baru merasakan gatal, kulit memerah dan kering saat 6
jam setelah menggunakan parfum tersebut. Ny.S merasa tidak percaya diri dengan
kulitnya sekarang. Hasil pemeriksaan TD: 120/ 70 mmHg, N: 75x/ menit, RR: 20x/
menit, Suhu: 36,5oC.
Pertanyaan:
1. Apa jenis dermatitis pada kasus di atas?
Dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi karena klien mengatakan
alergi latek dan gejala muncul setelah 6 jam terpapar parfum. Dermatitis kontak
adalah salah satu penyakit kulit yang paling umum dan merupakan kondisi
inflamasi kulit yang disebabkan oleh paparan agen lingkungan. Kulit adalah
penghalang pertama terhadap faktor kimia dan fisik dalam lingkungan hidup. Ada
dua jenis dermatitis kontak: Dermatitis Kontak Iritan(DKI), dan Dermatitis
Kontak Alergi. Dermatitis kontak iritan disebabkan toksik efek faktor kimia atau
fisik yang mengaktifkan kekebalan bawaan kulit. Sedangkan, DKA membutuhkan
aktivasi kekebalan yang diperoleh antigen spesifik yang mengarah ke
pengembangan sel T efektor, yang memediasi radang kulit.

2. Bagaimana proses terjadinya ruam dan eritema pada kulit Ny.S?


Haptens adalah bahan-bahan kimia yang dapat membentuk molekul besar.
Haptens dapat lewat melalui kulit dan mencapai kelenjer getah bening lokal yang
mengakibatkan efektor sel T terbentuk. Patofisiologi DKA terdiri dari dua fase
yang berbeda. Fase 1 disebut fase sensitasi. Pada fase sensititasi, dimana
terjadinya kontak pertama alaegen dengan kulit. Awalnya hapten masuk kedalam
kulit dan berikatan dengan protein karier membentuk antigen yang lengkap.
Antigen ini ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh magrofag dan sel langerhans
yang memicu reaksi limfosit T yang belum tersinsitisasi di kulit sehingga
sensitisasi terjadi pada limfosit T. Membentuk sel T efektor yang tersensitisasi
secara spesifik. Malului saluran limfe, limfosit tersebut bermigrasi ke daerah
parakortikal kelenjer getah bening regional untuk berdiferensiasi dan
berproliferasi. Sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi, sebagian kembali ke
kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh dan menyebabkan kadaaan
sensitisasi yang saam di seluruh kulit. Pada fase 2 yaitu fase elisitasi dimana
terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama sampai timbul gejala klinis.
Sama dengan Ny. S memiliki kejadian berulang dengan hapten yang
mengakibatkan sel efektor yang telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang
mampu menarik berbagai sel radang sehingga terjadinya gejala klinis.

3. Apakah pengkajian lanjutan yang harus dilakukan perawat pada Ny.S?

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S

DENGAN DIAGNOSA DERMATITIS DI Rumah Sakit X

TANGGAL 9 Oktober 2021

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. IdentitasPasien
Nama : Ny.S
Umur : 32 Tahun
Agama :Islam
JenisKelamin :Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Guru
SukuBangsa :Minang
Alamat :Jl.X NO.2 Padang
TanggalMasuk :8 Oktober 2021
Tanggal Pengkajian :9 Oktober 2021
No.Register : 123456789
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.R
Umur :50 Tahun
Hub. Dengan Pasien : Ibu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat :Jl.X No.2 Padang

2. Status KesehatanPola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-


kultural spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan

 Pasien merasa terganggu dengan penyakit yang dideritanya

b. PolaNutrisi-Metabolik

 Sebelum sakit : Tidak ada terjadi penurunan nafsu


makan, klien makan tiga kali sehari, tidak ada mual, muntah dan
kehilangan berat badan serta tidak ada gangguan menelan
 Saat sakit :-
c. Pola Eliminasi
1. BAB
 Sebelum sakit : BAB 1-2x/hari,berwarna kecoklatan
,berbau tidak sedap, serta tidak menimbulkan rasa sakit saat
BAB

 Saatsakit :-
2. BAK
 Sebelum sakit : Frekuensi 4-8 kali sehari warna kuning
jernih, tidak ada keluhan saat BAK.
 Saat sakit :-
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √

0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain


dan alat, 4: tergantung total

2) Latihan
 Sebelum sakit :-
 Saat sakit :-
e. Pola kognitif danPersepsi :-
f. Pola Persepsi-Konsepdiri : Pasien tidak percaya diri dengan
kulitnya sekarang
g. Pola Tidur dan Istirahat
 Sebelum sakit : Tidur 7-8 jam sehari
 Saat sakit : Klien mengeluh susah tidur tenang
h. Pola Peran-Hubungan :-
i. Pola Seksual-Reproduksi :
 Sebelum sakit : Tidak ada gangguan
 Saat sakit : Tidak ada gangguan
j. Pola Toleransi Stress-Koping : -
k. Pola Nilai-Kepercayaan :-

2. PengkajianFisik
I. PemeriksaanFisik
a. Keadaan umum : Sakit sedang
Tingkat kesadaran : komposmetis
/apatis/somnolen/sopor/koma
GCS :Verbal 5; Psikomotor:
6; mata: 4.
b. Tanda-tanda Vital :TD: 120/70 mmHg; Nadi:
75x/menit; Suhu: 36,5oC
RR:20x/menit
c. Keadaan fisik
 Kepala dan leher :-
 Dada
 Paru :-
 Jantung :-
 Payudara dan ketiak : Tidak dikaji
 Abdomen :-
 Genitalia : Bersih, tidak ada daki
 Kulit : Iritasi pada kulit bagian leher,
pundah, lengan bawah kiri dan kanan, kulit memutih, kering,
mengelupas dan memerah. Muncil bintil-bintil kecil pada
pinggir kulit yang mengelupas dan berair

II.Pemeriksaan Penunjang
a. Data laboratorium yang berhubungan
Tidak dikaji
b. Pemeriksaan radiologi
Tidak dilakukan pemeriksaan radiologi
c. Pemeriksaan penunjang diagnostic lain
Tidak dilakukan

3. Apa diangnosa keperawatan yang muncul?


Data Etiologi Masalah keperawatan
Ds: Ruam oleh iritasi dan Gangguan integritas
 klien mengatakan gatal dan ingin alergi kulit
menggaruk bagian yang memerah.
 Ny. S mengatakan memiliki
riwayat alergi bahan latex seperti
jam tangan karet biasa terasa gatal
saat dipakai.
 Ny.S mengatakan ia memakai
parfum semprot pada area tersebut
namun tidak terasa gejala tersebut
Do:
 kulit bagian leher, pundak, lengan
bawah kiri dan kanan, kulit
memutih, kering, mengelupas, dan
memerah.
 muncul bintil-bintil kecil pada
pinggir kulit yang mengelupas dan
tidak berair
 Ny S merasa gatal, kulit merah
dan kering saat sejam setelah
menggunakan parfum
Ds: Tidak percaya diri Resiko harga diri
 Klien menyebutkan tidak percaya rendah situsional
diri dengan keadaan kulitnya
 Ny. S tidak PD dengan kulitnya
sekarang

DO:
-

Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan integritas kulit b.d ruam oleh alergi dan infeksi d.d paparan alergen
dan parfum
b) Resiko harga diri rendah d.d gangguan gambaran diri dimana pasien tidak
percaya diri dengan kulitnya sekarang

4. Apa saja pemeriksaan penunjang/ diagnostik yang perlu dilakukan pada


kasus di atas?
Dokter akan mendiagnosis dermatitis kontak dengan melakukan wawancara
medis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, seperti:

 Tes alergi melalui kulit. Tes alergi melalui kulit dapat dilakukan dengan tes
tusuk maupun tes tempel. Tes tempel dilakukan dengan cara menempelkan
kertas yang mengandung beberapa zat alergen untuk mengidentifikasi
penyebab munculnya dermatitis kontak alergi. Setelah dua hari, kertas dilepas
dan reaksi pada kulit diperiksa.

 ROAT test atau tes iritasi. Pada pemeriksaan ini, pengidap akan diminta untuk
mengoleskan zat tertentu pada bagian kulit yang sama, dua kali sehari, selama
5 sampai 10 hari, untuk melihat bagaimana reaksi kulitnya.

5. Apa tindakan keperawatan untuk kasus di atas?


SDKI SLKI SIKI
1. Gangguan Respon alergi lokal Observasi
integritas kulit Definisi:  identifikasi gangguan integritas
b.d ruam oleh Perubahan daya reaksi kulit terapeutik
alergi dan tubuh secara lokal akibat  gunakan produk berbahan
infeksi d.d terpapar alergen dan petrolium atau minyak pada
paparan alergen mengalami stimulasi respon kulit kering
dan parfum imunitas yang berlebihan.  gunakan produk berbahan
Kriteria hasil: ringan/alami dan hipoalergik
 Gatal lokal pada kulit sensitif
dipertahankan pada 3  hindari produk berbahan
ditingkatkan ke 5 alkohol pada kulit kering
 Eritema lokal Edukasi
dipertahankan pada 3  Anjurkan meningkatkan asupan
ditingkatkan ke 5 nutrisi
2. Resiko harga Citra tubuh Promosi harga diri
diri rendah d.d Definisi: Tindakan
gangguan persepsi tentang Observasi
gambaran diri penampilan, struktur, dan  Monitor verbalisasi yang
dimana pasien fungsi fisik individu merendahkan diri sendiri
tidak percaya Kriteria hasil: Terapeutik
diri dengan  Verbalisasi perasaan  Motivasi terlibat dalam
kulitnya negatif tentang verbalisasi positif untuk diri
sekarang perubahan kulit sendiri
ditingkatkan dari 2 ke 4  Motivasi menerima hal baru
 Diskusikan kepercayaan
terhadap penilaian diri
 Diskusikan persepsi negatif
 Berikan umpan balik positif
atas peningkatan mencapai
tujuan
Edukasi
 Anjurkan membuka diri
terhadap kritik negatif
 Anjurkan mengevaluasi
perilaku
 Latih cara berpikir dan perilaku
positif

KASUS 2
Pasien Ny.V berusia 34 tahun dirawat dengan keluhan terdapat ruam kemerahan
disertai vesikel-vesikel pada daerah sekitar abdomen kiri. Vesikel banyak, tumbuh
berkelompok dan pasien mengeluh nyeri. Hasil pengakajian didapatkan bahwa
sebelum muncul vesikel pasien mengalami demam selama 2 hari, keluhan nyeri pada
tulang dan sendi. Pasien pernah menderita cacar air. Saat ini keluhan pada daerah
perut yang terdapat vesikel terasa panas, rasa terbakar dan perih, beberapa ada yang
pecah dan terkelupas. Pasien juga mengeluh sakit kepala, penurunan nafsu makan dan
mudah lelah. TD: 100/ 80 mmHg, N: 72x/ menit, RR: 20x/ menit, Suhu: 37 oC. Pasien
mendapatkan terapi paracetamol, asiclovir, cetirizin.

1. Jelaskan jenis penyakit dan etiologi penyakit pada kasus diatas!


Jenis penyakit: Herpes Zoster
Tanda-tanda yang mendukung:
 Ruam kemerahan disertai vesikel-vesikel
 Vesikel banyak, tumbuh berkelompok dan pasien mengeluh nyeri
 Pasien pernah menderita cacar air
 Pasien mengeluh sakit kepala, penurunan nafsu makan dan mudah lelah
 Vesikel terasa panas, rasa terbakar dan perih, beberapa ada yang pecah dan
terkelupas
 Pasien mendapatkan terapi paracetamol, asiclovir, cetirizin.

Etiologi: Herpes zoster disebabkan oleh VZV. Varicella Zoster Virus merupakan
bagian dari famili herpes virus, subfamili alpha herpes viridae. Virus ini
berukuran 140-200 nm, berbentuk ikosahedral, mempunyai envelope (selubung),
dan mengode lebih dari 70 gen. Hanya ada 1 serotipe VZV, tetapi terdapat banyak
genotipe VZV, dan variasi minor pada sekuens nukleotida yang membedakan tipe
wild dengan vaccine virus strain dan finger print viruses yang diisolasi dari
masing-masing pasien (Pusponegoroet al., 2014; Levin et al., 2019)

2. Jelaskan patofisiologi penyakit yang terjadi pada kasus tersebut!


Patofisiologi herpes zoster adalah melalui infeksi laten dan reaktivasi varicella-
zoster virus (VZV).
 Infeksi Primer VZV
Infeksi VZV primer menyebabkan varicella atau cacar air (chickenpox) yang
ditandai dengan ruam kulit dan vesikel, yang umumnya bersifat ringan dan
self-limiting. VZV ditularkan melalui droplet (airborne) atau kontak langsung
dengan lesi.
Virus menginfeksi sel epitel dan limfosit di orofaring dan saluran napas atas
serta konjungtiva. Virus kemudian masuk ke kulit melalui darah dan menyebar
ke sel epitel untuk membentuk ruam dan vesikel. Lesi vesikuler akan berubah
menjadi pustular setelah infiltrasi sel radang, kemudian lesi dapat terbuka,
kering dan menjadi krusta. Masa inkubasi VZV adalah 10-20 hari (dengan
rata-rata waktu 14 hari).
 Perkembangan Menjadi Herpes Zoster
Setelah terjadi infeksi primer, VZV dapat hidup secara laten di ganglion
dorsalis nervus atau di nervus kranialis dengan penyebaran virus sesuai
dengan dermatom. Reaktivasi VZV di ganglion yang laten dapat turun ke sel
epitel kulit melalui akson saraf dan bereplikasi sehingga menyebabkan herpes
zoster dermatomal. Seiring bertambah usia, maka risiko terkena herpes zoster
semakin tinggi karena adanya penurunan imunitas seluler limfosit T terhadap
VZV. Selain usia tua, faktor lain yang menyebabkan risiko terjadinya
reaktivasi VZV adalah stress, defisiensi imun (immunocompromised)
misalnya pada pasien HIV dan penggunaan obat-obatan imunosupresan

3. Jelaskan penatalaksanaan untuk kasus tersebut?


 Terapi antiviral yang dapat diberikan asiklovir, famciclovir, valacyclovir, obat
ini dapat menghambat polymerase VZV. Asiklovir diberikan 5 kali 800 mg
sehari selama 7– 10 hari atau famciclovir diberikan 250-500 mg 3 kali sehari
selama 7 hari
 Untuk pengobatan secara topical diberikan tergantung stadium herpes zoster.
Pemberian bedak dapat diberikan jika masih dalam stadium vesikel tujuannya
supaya vesikel tidak pecah sehingga tidak terjadi infeksi sekunder. Dilakukan
kompres terbuka bila terjadi erosif dan dapat diberikan salep antibiotik bila
terjadi ulserasi.

4. Apa saja komplikasi dari penyakit yang dialami Ny.V?


Komplikasi HZ dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu komplikasi kutaneus,
komplikasi viseral, komplikasi neurologis, dan komplikasi okular.
 Komplikasi kutaneus terbanyak berupa infeksi sekunder bakterial.
 Herpes zoster dapat menimbulkan komplikasi pada organ viseral, berupa
hepatitis,arthritis, miokarditis, dan perikarditis
 Komplikasi neurologis yang paling berat dan menurunkan kualitas hidup
individu adalah neuralgia paska herpetik (NPH) atau post herpetic neuralgia
(PHN); selain itu juga dapat terjadi meningitis aseptik, meningoensefalitis,
transverse myelitis, peripheral nerve palsy, dan disfungsi vestibular.
 Komplikasi HZ tersering kedua pada usia lanjut adalah komplikasi pada mata,
berupa chronic ocular inflammation dan kebutaan (Johnson & Rice, 2014;
Gonzalez & Carrasco, 2017).

5. Buatlah analisa data berdasarkan skenario kasus di atas, jelaskan


patofisiologi singkatnya!
1) Analisa data
DATA ETIOLOGI MASALAH
Ds: Agen Pencedera Fisiologis Nyeri Akut
 Klien mengeluh terasa
panas,terbakar, dan
perih pada bagian perut
yang terdapat vesikel
 Klien mengeluh nyeri
pada tulang dan sendi

Do:
 Beberapa vesikel
tampak pecah dan
terkelupas
 Nafsu makan menurun
 Klien tampak lemah

Ds: kurang terpapar informasi Gangguan Integritas


- tentang upaya Kulit/Jaringan
Do: mempertahankan/
 Nyeri melindungi integritas
 Terdapat ruam jaringan (terpapar virus)
kemerahan disertai
vesikel-vesikel pada
daerah kiri abdomen
 Vesikel banyak, tumbuh
berkelompok

2) Patofisiologi singkat

HERPES ZOSTER

Merangsang pelepasan Reaksi alergi


mediator kimiawi

Timbul Eritema
Pelepasan zat bradiakimin
serotin dan histamin
Vesikel berkelompok

Merangsang nosiseptor
Adanya tonjolan-
tonjolan di permukaan
kulit dan berisi air
Gejala lokal

Kerusakan Integritas
6. Nyeri, rasa terbakar, panas, Buatlah diagnosa Kulit
perih di daerah abdomen keperawatan yang
muncul pada kasus tersebut!

Nyeri Akut
1) Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisiologis d.d klien mengeluh panas, rasa
terbakar pada bagian perutnya
2) Gangguan Integritas Kulit/Jaringan b.d kurang terpapar informasi tentang
upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan d.d kerusakan
jaringan/lapisan kulit, nyeri dan kemerahan

7. Buatlah rencana intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan


yang timbul pada kasus tersebut!
SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut berhubungan Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera Definisi: Observasi
fisiologis d.d klien Pengalaman sensorik atau  Identifikasi lokasi,
mengeluh nyeri, terasa emosional yang berkaitan karakteristik, durasi,
panas dan terbakar pada dengan kerusakan jaringan frekuensi, kualitas,
bagian perutnya, serta actual atau fungsional, intensitas nyeri
nafsu makan menurun. dengan onset mendadak  Identifikasi skala nyeri
atau lambat dan  Identifikasi respons
berintensitas ringan hingga nyeri non verbal
berat dan konstan.  Identifikasi faktor yang
Kriteria hasil: memperberat dan
 Keluhan nyeri memperingan nyeri
ditingkatkan dari skala  Identifikasi pengaruh
3 (sedang) ke skala 5 nyeri terhadap kualitas
(meningkat) hidup
 Nafsu makan Terapeutik
ditingkatkan dari skala  Berikan Teknik
3 (sedang) ke skala 5 nonfarmakologis untuk
(membaik) mengurangi rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan integritas Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit
kulit/jaringan b.d kurang Jaringan Observasi
terpapar informasi Definisi:  Identifikasi penyebab
tentang upaya Keutuhan kulit gangguan integritas kulit
mempertahankan/ (dermis/epidermis) atau Edukasi
melindungi integritas jaringan (membrane  Anjurkan minum air
jaringan d.d kerusakan mukosa, kornea, fasia, otot, yang cukup
jaringan/lapisan kulit, tendon, tulang, kartilago,  Anjurkan meningkatkan
nyeri dan kemerahan. kapsul sendi/ligamen). asupan nutrisi
Kriteria hasil:  Anjurkan meningkatkan
 Kerusakan lapisan kulit asupan buah dan sayur
ditingkatkan dari skala
3 (sedang) ke skala 5
(menurun)
 Nyeri ditingkatkan dari
skala 3 (sedang) ke
skala 5 (menurun)
 Kemerahan
ditingkatkan dari skala
3 (sedang) ke skala 5
(menurun)
 Suhu kulit ditingkatkan
dari skala 3 (sedang) ke
skala 5 (membaik)
 Sensasi ditingkatkan
dari skala 3 (sedang) ke
skala 5 (membaik)

Kasus 3
Tn.J usia 38 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan badan terasa lemas, lemah
tidak berenergi, terasa pegal, badan terasa gatal, sakit kepala, nyeri ketika menelan.
Klien sebelumnya mengalami demam dan berobat pada bidan di dekat rumahnya.
Setelah mengkonsumsi antibiotik dari bidan tersebut, klien mengalami gejala gatal
pada kulit dan memerah. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan bula pada
seluruh tubuh pasien, mata sulit dibuka, terdapat konjungtivitas, edema, pada area
bibir terdapat stomatitis yang luas. TD: 110/ 86 mmHg, N: 68x/ menit, RR: 22x/
menit, Suhu: 37,2oC.

1. Jelaskan etiologi dari penyakit yang dialami Tn.J pada kasus diatas!
Penyakit yang dialami Tn. J adalah Steve Jhonson Syndrom dimana penyakit
ini terjadi dikarenakan berbagai obat yang diduga dapat menyebabkan Sindrom
Stevens-Johnson diantaranya adalah penisilin dan derivatnya, streptomysin,
sulfonamide, tetrasiklin, analgesik/antipiretik (misalnya deriva salisilat, pirazolon,
metamizol, metampiron dan paracetamol), digitalis, hidralazin, barbiturat
(Fenobarbital), kinin antipirin, chlorpromazin, karbamazepin dan jamu-jamuan.

2. Jelaskan patofisiologi penyakit yang terjadi pada Tn.J tersebut


Stevens Johnson Syndrome merupakan kelainan hipersensitivitas yang
dimediasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan
keganasan. Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi
hipersensitif tipe III dan IV.Reaksi hipersensitif tipe III terjadi akibat
terbentuknya komplek antigen antibodi yang mikro presitipasi sehingga terjadi
aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang
kemudian melepaskan enzim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ
sasaran (target organ). Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang
bersirkulasi dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan.
Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam
jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi
tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil
tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga
terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini
menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan
sebagai reaksi radang. Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan
sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi
penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini
bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk
terbentuknya.Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan
endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi.
Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat
merangsang respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar.
Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus,
partikel obat atau metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor
penyebab tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat
infeksi, inflamasi, atau proses metabolik).
Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta
menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi
yang terjadi. Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta
mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan
klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas
mediator serta produk inflamasi lainnya. Adanya reaksi imun sitotoksik juga
mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan kerusakan
epidermis.
Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga
terjadi seperti kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, stress
hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuria, kegagalan termoregulasi, kegagalan fungsi imun, dan infeksi.

3. Bagaimanakah penatalaksanaan untuk kasus tersebut?


Manajemen pasien harus dikerjakan dengan cepat dan tepat. Hal penting yang
harus dilakukan mendiagnosis dengan cepat, perawatan khusus dan multidisiplin
tim pada intensive care unit (ICU) atau unit luka bakar. Perawatan suportif
termasuk menjaga keseimbangan hemodinamik dan mencegah komplikasi yang
mengancam jiwa. Tujuan pada dasarnya sama dengan tujuan luka bakar yang
luas.
1) Penatalaksanaan Umum
a. Penghentian Obat Penyebab
Diagnosis dini dengan pengenalan dini dan penghentian segera dari
segala obat-obatan yang diduga menjadi penyebab sangat menentukan
hasil akhir. Morbiditas dan mortalitas meningkat jika obat-obatan yang
menjadi penyebab terlambat dihentikan. Ignacio Garcia dkk melakukan
penelitian untuk menentukan apakah waktu penghentian obat berhubungan
dengan prognosis pasien NET atau SSJ. Hasil penelitian menunujukkan
bahwa angka kematian lebih rendah apabila obat penyebab dengan waktu
paruh eliminasi yang pendek dihentikan tidak lebih dari 1 hari ketika bula
atau erosi muncul. Pasien yang mengkonsumsi obat penyebab dengan
waktu paruh yang panjang, memiliki resiko kematian yang lebih tinggi
b. Menjaga Keseimbangan Cairan, Termogulasi dan Nutrisi
SSJ/NET dihubungkan dengan hilangnya cairan yang signifikan
dikarenakan erosi, yang menyebabkan hipovolemia dan
ketidakseimbangan elektrolit. Penggantian ulang cairan harus dimulai
secepat mungkin dan disesuaikan setiap harinya. Jumlah infus biasanya
kurang dari luka bakar pada tingkat keparahan yang sama, karena
interstisial edema tidak dijumpai. Aliran vena perifer lebih disukai jika
dimungkinkan, karena bagian tempat masuk aliran sentral sering
melibatkan pelepasan epidermis dan mudah terinfeksi. Hal lain yang perlu
dijaga adalah temperatur lingkungan, sebaiknya dinaikkan hingga 28˚C
hingga 30˚C - 32°C untuk mencegah pengeluaran kalori yang berlebihan
karena kehilangan epidermis. Penggunaan pelembab udara saat tidur
meningkatan rasa nyaman pasien. Pasien SSJ dan NET mengalami status
katabolik yang tinggi sehingga memerlukan tambahan nutrisi. Kebutuhan
energi dan protein berhubungan dengan luas area tubuh yang terlibat.
Terapi enteral lebih diutamakan daripada parenteral karena dapat
ditoleransi dengan lebih baik dan dapat memberikan pemasukan kalori
lebih banyak. Sedangkan terapi parenteral membutuhkan akses vena
sentral dan meningkatkan resiko sepsis. Dapat juga digunakan nasogastric
tube apabila terdapat lesi mukosa mulut.

c. Perawatan Mata dan Mulut


Komplikasi oftalmik adalah satu dari permasalahan tersering terhadap
SSJ/NET. Sekitar 80% pasien yang dihospitalisasi mengalami komplikasi
ocular akut yang sama pada SSJ maupun NET dengan keterlibatan berat
sebesar 25%. Gejala sisa kronis terjadi pada sekitar 35% pasien, biasanya
disebabkan oleh skar konjungtiva. Permasalahan residual pada mata yang
paling sering dilaporkan adalah fotosensitivitas kronis dan mata kering.
Namun pada beberapa pasien penyakit ocular kronis bermanifestasi
sebagai kegagalan permukaan mata, inflamasi episodik rekuren, skleritis,
atau sikatriks konjungtiva progresif yang menyerupai pemfigoid membran
mukosa. Perawatan mata meliputi pembersihan kelopak mata dan memberi
pelumas setiap hari dengan obat tetes atau salep mata. Mulut harus
dibersihkan beberapa kali dalam sehari untuk menjaga kebersihan rongga
mulut, berulang-ulang kumur-kumur dengan antiseptik dan mengoleskan
topikal anestesi seperti xylocaine, lignocaine sebelum makan sehingga
dapat mengurangi sakit waktu menelan. Tindakan ini hanya
direkomendasikan bila penderita tidak mengalami pharyngealdysphagia.
Hindari makanan yang terlalu panas atau dingin, makanan yang asam dan
kasar. Sebaiknya makanan yang halus dan basah sehingga tidak
mengiritasi lesi pada mulut. Kadang-kadang diberikan obat anti fungal
seperti mikostatin, obat kumur-kumur soda bikarbonat, hydrogen
peroksida dengan konsentrasi ringan. Pemberian topikal pada bibir seperti
vaselin, lanolin.
2) Penatalaksanaan Spesifik
a. Kortikosteroid sistemik
Pemakaian kortikosteroid sistemik masih kontroversial. Beberapa studi
menemukan bahwa pemberian kortikosteroid dapat mencegah perluasan
penyakit bila diberikan pada fase awal. Studi lain menyebutkan bahwa
steroid tidak menghentikan perkembangan penyakit dan bahkan
dihubungkan dengan kenaikan mortalitas dan efek samping, khususnya
sepsis. Selanjutnya, banyak kasus telah dilaporkan yang telah diobati
dengan kortikosteroid, akan meningkatkan resiko SSJ/NET. Jadi,
kortikosteroid sistemik tidak dapat direkomendasikan sebagai pedoman
utama pengobatan SSJ/NET. Kortikosteroid dapat diberikan dalam 72 jam
pertama setelah onset untuk mencegah penyebaran yang lebih luas, dapat
diberikan selama 3-5 hari diikuti penurunan secara bertahap (tapering off).
Dosis yang dapat diberikan adalah 30-40 mg sehari. Dapat digunakan
deksametason secara intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Tapering off hendaknya cepat dilakukan karena pada umumnya penyebab
SSJ/NET adalah eksogen (alergi). Pada SSJ/NET, kortikosteroid berperan
sebagai anti inflamasi, imunosupresif dan anti apoptosis. Kortikosteroid
juga mempunyai efek anti-apoptosis pada banyak jaringan termasuk kulit
dengan menghambat aktivitas Fas-FasL.
b. Immunoglobulin Intravena (IVIG)
Anjuran pemakaian immunoglobulin intravena dosis tinggi didasarkan
pada demonstrasi bahwa kematian sel yang diperantarai Fas dapat
dibatalkan oleh aktivitas anti- Fas yang ada dalam sejumlah
immunoglobulin manusia normal. Keuntungan telah ditegaskan oleh
beberapa studi dan laporan kasus tetapi disangkal oleh beberapa yang
lainnya.IVIG mengandung antibodi imun yang mengganggu jalur
apoptosis yang diperantarai oleh FasL dan reseptor. Secara teoritis, yang
paling baik pemberian IVIG pada awal (24-72 jam setelah munculnya
bulla pertama), sebelum Fas-L dan reseptor berikatan, walaupun masih
efektif jika bulla yang baru muncul. Pasien dengan defisiensi Ig A akan
terjadi anafilaksis akibat IVIG. Sangat baik dilakukan pemeriksaan tingkat
IgA sebelum pemberian namun menunggu hasilnya dapat menyebabkan
keterlambatan pengobatan. Hasil studi dari IVIG pada SSJ dan NET masih
diperdebatkan, dan IVIG tidak disarankan sebagai pengobatan rutin.
Namun jika diputuskan untuk menggunakan IVIG dengan penyakit berat
diberikan dosis 1 gr/kgBB perhari selama 3 hari berturut – turut ) pada fase
awal penyakit yaitu dalam waktu 24-48 jam dari onset gejala. Efek
samping IVIG termasuk ginjal , hematologi dan komplikasi trombotik.
Resiko komplikasi yang serius meningkat pada pasien usia tua yang
menerima dosis tinggi IVIG serta pada penderita gangguan ginjal dan
jantung. Telah dilaporkan hemolysis berat dan nefropati pada pasien
SJS/NET yang diobati dengan IVIG.
c. Siklosporin A
Siklosporin merupakan suatu agen imunosupresif yang penuh kekuatan
dihubungkan dengan efek biologik yang secara teoritis berguna dalam
pengobatan SSJ/NET. Dalam sebuah serial kasus retrospektif, 11 pasien
NET diterapi dengan siklosporin A (3 mg/kg/hari), terapi siklosporin A
menyebabkan reepitelisasi yang cepat dan angka mortalitas yang rendah
bila dibandingkan dengan siklofosfamid dan kortikosteroid (0% vs 50%).
Berbagai laporan kasus individual yang menggunakan dosis 3 hingga 5
mg/kg/hari secara intravena atau oral juga telah dipublikasikan
memperlambat perkembangan SJS/NET tanpa toksisitas yang signifikan.
Durasi pengobatan bervariasi mulai dari 8 hingga 24 hari, biasanya hingga
pasien mengalami reepitelisasi. Efek samping termasuk peningkatan
ringan dari serum kreatinin, hipertensi dan infeksi. Siklofosfamid sebagai
bahan tunggal telah digunakan meskipun saat ini tidak digunakan di
kebanyakan sentra.
d. Agen TNF-α
Dalam beberapa laporan kasus dengan pemberian infus tunggal 5
mg/kgbb TNF- α menghentikan perluasan dan perkembangan dari
SJS/NET dan memicu epitelisasi. Pemberian etanercept 50 mg inj
subkutan telah berhasil digunakan dalam sejumlah kecil pasien.
e. Plasmafaresis atau Hemodialisis
Dasar pemikiran untuk memakai plasmafaresis atau hemodialisis
adalah mendorong perpindahan obat yang salah, metabolitnya, atau
mediator peradangan seperti sitokin. Sebuah laporan kasus kecil
melaporkan efikasi dan keamanannya dalam penatalaksanaan SSJ/NET.
Bagaimanapun, mempertimbangkan tida SSJ/NET. Bagaimanapun,
mempertimbangkan tidak adanya dasar dan adanya resiko yang
dihubungkan dengan pemasangan kateter intravaskular, penatalaksanaan
ini tidak direkomendasikan.

4. Apa saja akibat lanjut dari penyakit yang dialami Tn.J?


Komplikasi yang tersering ialah Bronchopneumonia (16%) yang dapat
menyebabkan kematian. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah,
gangguan keseimbangan elektrolit sehingga dapat menyebabkan shock. Pada mata
dapat terjadi kebutaan karena gangguan Lakrimasi.
5. Apa pemeriksaan lebih lanjut yang perlu dilakukan pada kasus di atas?
 Pemeriksaan hematologi rutin
 Pemeriksaan keseimbangan cairan dan elektrolit
 Pemeriksaan fungsi organ dalam
 Pemeriksaan albumin
 Pemeriksaan urea serum
 GDS
 Peemeriksaan analisis fas darah
 Pemeriksaan histopatologis
 Pemeriksaan infeksi dan keganasan
 Kultur darah dan uji sensivitas obat
 Kultur bakteri atau jamur dari lesi akut
 Uji tempel tertutup
 Uji infitro lhymphocyte proliferation assay
 Konsultasi sejawat mata, interna, dan THT

6. Buatlah analisa data berdasarkan skenario kasus di atas, jelaskan


patofisiologi singkatnya!
Data Etiologi Masalah
DO: Perubahan pigmentasi, Gangguan integritas
 Kulit pasien tampak kelebihan volume cairan kulit
kemerahan, mata sulit
dibuka,terdapat
konjungtivitas, dan
edema
DS:
-
DO: Ketidakmampuan Defisit nutrisi
 Terdapat stomatitis yang menelan makanan
luas pada area bibir
DS:
 Pasien mengeluh nyeri
saat menelan
DO: Kerusakan integritas kulit Resiko infeksi
 Ditemukan eritema dan
bulla pada seluruh tubuh
pasien
DS:
-

7. Buatlah rencana intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan


yang timbul pada kasus tersebut!

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Gangguan integritas Respon alergi lokal Perawatan integritas kulit
kulit b.d perubahan perubahan dari reaksi Observasi
pigmentasi kulit dan tubuh secara lokal akibat  Identifikasi penyebab
kelebihan volume cairan terpapar alergen dan gangguan integritas kulit
d.d kemerahan pada kulit, mengalami stimulasi Terapeutik
edema respon imunitas yang  Gunakan produk
berlebihan berbahan ringan/alami
Kriteria hasil: dan hipoalergik pada
1. Nyeri dari 3 menurun kulit sensitif
ke 4 Edukasi
2. Kata lokal dari 2  Anjurkan menghindari
menurun ke 4 terpapar suhu ekstrem
3. Eritema lokal dari 2  Anjurkan menggunakan
menurut ke-4 tabir surya SPF minimal
4. Konjungtivitis dari 2 30 saat berada di luar
menurun ke 4 rumah
5. Edema lokal dari 2
menurun ke 4
Defisit nutrisi b.d Status nutrisi Manajemen nutrisi
ketidakmampuan menelan Kriteria hasil : Aktivitas :
makanan d.d terdapatnya  kekuatan otot Observasi
stomatitis yang luas pada menelan meningkat  identifikasi status nutrisi
bibir dan nyeri saat  verbalisasi keinginan  identifikasi alergi dan
menelan untuk meningkatkan intoleransi makanan
nutrisi meningkat  monitor asupan makanan
 frekuensi makan Terapeutik
membaik  Lakukan oral hygin
sebelum makan, jika
perlu
 berikan makanan tinggi
kalori dan protein
Kolaborasi
 kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antiemetik) jika perlu
Resiko infeksi b.d Tingkat infeksi Pencegahan infeksi
kerusakan integritas kulit Kriteria hasil: Observasi
d.d adanya edema, eritema  vesikel menurun  monitor tanda dan gejala
dan bulla pada seluruh  kemerahan menurun infeksi lokal dan
tubuh sistemik
Terapeutik
 berikan perawatan kulit
pada edema
 cuci tangan sebelumdan
sesudah kontak dengan
pasien
Edukasi
 jelaskan tanda dan gejala
infeksi

Anda mungkin juga menyukai