Anda di halaman 1dari 42

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“FRAKTUR”

KELOMPOK 4

Rere Jessica 1911311046

Ilna Armenia Putri 1911312001

Attiva Zarifatul Zahra 1911313024

Suci Rahmadani 1911313042


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medical
bedah III yang diampu oleh ibu Ns. Devia putri L, Sp.Kep.KMB . Makalah ini
memuat tentang “Asuhan keperawatan pada fraktur”. Makalah ini tidak akan selesai
tepat pada waktunya tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang ikut andil dalam
proses penyelesaian makalah ini. Dalam membuat makalah ini tentu masih ada
kekurangan yang perlu diperbaiki, sehingga penulis berharap agar pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang  membangun. Penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca.

Padang, 13 September 2021

Penulis 

i
 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Tujuan..................................................................................................................2

1.3 Manfaat................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

2.1 Pengertian fraktur.................................................................................................4

ii
2.2 Klasifikasi fraktur.................................................................................................5

2.3 Etiologi.................................................................................................................6

2.4 Patofisiologi fraktur.............................................................................................7

2.5 Manifestasi klinis.................................................................................................10

2.6 Komplikasi fraktur...............................................................................................12

BAB III ASKEP Fraktur.........................................................................................17

BAB IV PENUTUP..................................................................................................

4.1 Kesimpulan..........................................................................................................29

4.2 Saran.....................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................30

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan tulang


yang disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Badan
kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun 2011-2012
terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur. Menurut DEPKES RI tahun 2011 di
Indonesia sendiri juga banyak yang mengalami fraktur, fraktur di Indonesia terdapat
45.987 orang yang mengalami fraktur, prevalensi kejadian fraktur yang paling tinggi
adalah fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang yang mengalami fraktur, sedangkan
ada 14.037 orang yang mengalami fraktur cluris dan terdapat 3.776 orang mengalami
fraktur tibia. Salah satu cara untuk mengembalikan fraktur seperti semula yaitu salah
satu cara adalah rekognisi atau dilakukan tindakan pembedahan (Sjamsuhidayat &
Jong, 2005).

Pembedahan adalah segala upaya tindakan pengobatan yang secara invasif


dengan cara membuka bagian organ tubuh yang akan ditangani. Setelah tindakan
pembedahan akan dilakukan tindakan untuk menangani rasa nyeri yaitu dengan
menggunakan obat penghilang rasa nyeri (Sjamsuhidajat, R. & Jong, 2005).

Menurut The International Association for the Study of Pain, nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh kerusakan
jaringan ataupun yang berpotensi merusak jaringan. Nyeri itu merupakan suatu hak
yang kompleks meliputi aspek fisik dan psikis. Aspek fisik meliputi perubahan
keadaan umum, denyut nadi, suhu tubuh, pernapasan, sedangkan aspek psikis akibat
nyeri dapat terjadinya stress yang bisa mengurangi sistem imun dalam proses
inflamasi. Nyeri merupakan hak yang bersifat subjektif dan personal, sehingga

1
masing-masing individu akan memberikan respon yang berbeda terhadap rasa nyeri
berdasarkan pengalaman sebelumnya (Judha, Sudarti & Fauziah,2012).

Penatalaksanaan manajemen nyeri ada 2 teknik yaitu dengan cara farmakologi


dan non-farmakologi. Penatalaksanaan manajemen nyeri farmakologi adalah
penatalaksanaan manajemen nyeri dengan menggunakan obat yang berkolaborasi
antara perawat dengan dokter dalam pemberian obat anti nyeri, sedangkan teknik non-
farmakologi adalah penatalaksanaan manajemen nyeri tanpa obat-obatan,
penatalaksanaan manajemen nyeri nonfarmakologi meliputi Guided imagery,
distraksi, hypnoanalgesia.

Teknik hypnoanalgesia merupakan teknik non-farmakologi yang dapat


dilakukan oleh perawat dalam mengatasi rasa nyeri. Kunci dari hypnoanalgesia adalah
adanya kekuatan sugesti atau keyakinan terhadap sesuatu hal positif yang muncul
berdasarkan pada konsep pikiran, sehingga akan memberikan energi positif bagi suatu
tindakan yang dilakukan. Penggunaan metode ini mengakibatkan berkurangnya
bahkan menghilangkan rasa nyeri yang dialami tubuh manusia sebagai respon
terhadap suatu trauma (Amarta, 2012).

Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya pengaruh teknik relaksasi


terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi, salah satunya adalah
Ayudianingsih (2009) disebutkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap penurunan nyeri pada pasien pasca operasi fraktur
femur antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Rumah Sakit Karima
Utama Surakarta.

1.2Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian fraktur

2
2. Untuk mengetahui Klasifikasifraktur

3. Untuk mengetahui Etiologi fraktur

4. Untuk mengetahui Patofisiologi Fraktur 

5. Untuk mengetahui Manifestasi klinis fraktur

6. Untuk mengetahui Komplikasi fraktur

1.3Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah agar perawat ataupun calon perawat dapat
mengetahui pengertian fraktur pada Klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan
sehingga nantinya saat memberikan asuhan keperawatan pada klien, perawat dapat
mengaplikasikannya dengan baik dan tidak terjadi kesalahan yang akan merugikan
klien maupun keluarga

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang, Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang disebabkan oleh
4
rudapaksa atau osteoporosis (l Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik
bersifat total maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang disebut
dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada
tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu,
pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki).
Fraktur dapat meimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas,
kemerahan, krepitasi, dan rasa nyeri

2.2 Klasifikasi fraktur

Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur
tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan fraktur
terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat
sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan
Hawks, 2014) :a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimalb. Derajat
2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8

5
cm, ada kerusakan luas pada jaringan lunak,  saraf, tendon, kontaminasi banyak.
Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.

Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:

a. Fraktur tertutup 

Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian
luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan
dengan bagian luar.

b. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada
daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar,
biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga
ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka
membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih
cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.

c. Fraktur kompleksitas

Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi
patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.

Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:

a. Fraktur transversal

Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang patah
direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen
ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.

6
b. Fraktur kuminutif

Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua
fragmen tulang.

c. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap
tulang.

d. Fraktur segmental

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis
ini biasanya sulit ditangani.

e. Fraktur impaksi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang yang berada diantara vertebra.

f. Fraktur spiral

Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.

2.3 . Etiologi

Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu


retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot
dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak
mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur

7
yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna
sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur
lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).

Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan


menjadi:a. Cedera traumatikCedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang


patah secara spontan 

2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadakb. Fraktur patologik

Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma


minor mengakibatkan :

1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali

2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang progresif

3) Rakhitis

4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

2.4 Patofisiologi Fraktur 

Fraktur pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya
dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
8
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu, dapat mengenai tulang
dan terjadi neurovascular neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu, fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak dapat mengakibatkan kerusakan integritas kulit (Andra &
Yessie, 2013). 

Sewaktu tulang patah, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Selsel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan
aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati
dimulai. Ditempat patahan terbentuk fibrin (hematoma fraktur) yang berfungsi
sebagai jalajala untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang
baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati(Andra & Yessie, 2013). 

Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya


pembuluh darah sekitar, yang akan menyebabkan perdarahan. Respon dini terhadap
kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh vasokonstriksi progresif
dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya
volume darah yang akut adalah peningkatan detak jantung, pelepasan katekolamin
endogen, yang akan meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan
meningkatkan pembuluh darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi (pulse
pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon lain
yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi saat terjadi syok, yaitu

9
histamine, bradikinin beta-endorphin, dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin. Pada
syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah
didalam system vena sistemik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphospat) tidak memadai, maka terjadi
pembengkakan reticulum endoplasma dan diikuti cedera mitokondrial, lisosom pecah
dan melepas enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan
terus, terjadilah pembengkakan sel dan terjadi penumpukan kalsium intraseluler,
hingga penambahan edema jaringan dan kematian sel (Andra & Yessie,2013). 

Ketika tulang rusak, periosteum dan pembuluh darah di korteks, sumsum, dan
jaringan lunak sekitarnya terganggu. Pendarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak
dan dari jaringan lunak sekitarnya. Bekuan (hematoma) terbentuk di dalam saluran
meduler, di antara ujung tulang yang retak, dan di bawah periosteum. Tulang jaringan
berbatasan langsung dengan patah tulang mati. Jaringan nekrotik ini bersama dengan
puing-puing di daerah fraktur menstimulasi respon inflamasi intens yang ditandai oleh
vasodilasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi oleh leukosit inflamasi dan sel
mast. Dalam 48 jam setelah cedera, jaringan vaskular menyerang daerah fraktur dari
jaringan lunak di sekitarnya dan rongga sumsum, dan aliran darah ke seluruh tulang
meningkat. Sel-sel pembentuk tulang di periosteum, endosteum, dan sumsum
diaktifkan untuk menghasilkan prosallus subperiosteal di sepanjang permukaan luar
batang dan di atas ujung tulang yang patah. Osteoblas dalam procallus mensintesis
kolagen dan matriks, yang menjadi termineralisasi untuk membentuk kalus (tulang
tenunan) (Guyton & Hall, 2006). 

Fraktur tulang dengan cara tertentu secara maksimal mengaktifkan semua


osteoblas periosteal dan intraosseous yang terlibat dalam patahan. Juga, sebagian
besar osteoblas baru, terbentuk dari sel osteoprogenitor, yang merupakan sel-sel induk
tulang di tulang jaringan lapisan permukaan, yang disebut "membran tulang." Oleh
karena itu, dalam waktu singkat, tonjolan besar jaringan osteoblastik dan organik baru

10
matriks tulang, diikuti segera oleh pengendapan garam kalsium, berkembang di antara
dua ujung tulang yang patah. Ini disebut kalus / callus. Banyak ahli bedah tulang
menggunakan fenomena tegangan tulang untuk mempercepat laju penyembuhan
fraktur. Ini dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi mekanik khusus untuk
memegang ujung tulang yang patah bersama sehingga pasien dapat terus
menggunakan tulang dengan segera. Hal ini menyebabkan stres pada ujung tulang
yang patah, yang mempercepat aktivitas osteoblastik saat terjadi patahan dan sering
mempersingkat masa pemulihan(Guyton & Hall, 2006). 

Menurut Rockwood and Green’s Fractures in Adults(2015), Cedera terbuka


dapat merusak satu atau lebih kompartemen ekstremitas, tetapi pembengkakan parah
dapat mengakibatkan sindrom kompartemen kompartemen utuh lainnya dari
ekstremitas yang sama. Harus diingat bahwa kehadiran luka terbuka tidak
menghalangi terjadinya sindrom kompartemen di ekstremitas yang terluka. Cedera
terbuka bukan hanya kombinasi sederhana dari fraktur dan luka. Faktor tambahan
seperti kontaminasi dengan kotoran dan puing-puing dan devitalisasi jaringan lunak
meningkatkan risiko infeksi dan komplikasi lainnya. 

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan


dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol,
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddarth,
2010). 

Daftar Pustaka : Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika:


Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, 13(1), 7–13

11
 

2.5Manifestasi
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a. Deformitas 
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat
memiliki deformitas yang nyata. 
b. Pembengkakan 
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar. 
c. Memar 
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur. 
d. Spasme otot 
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan
lebih lanjut dari fragmen fraktur. 
e. Nyeri 
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri
biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena
spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur
sekitarnya. 
f. Ketegangan 
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g. Kehilangan fungsi 
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga
dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi 

12
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar
fragmen fraktur. 
i. Perubahan neurovaskular 
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular
yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba
nadi pada daerah distal dari fraktur
j. Syok 
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok
 
2.6. Komplikasi fraktur
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera , usia
klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat yang
mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi
yang terjadi setelah fraktur antara lain : 
a. Cedera saraf 
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai klien
yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien untuk
menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya keluhan nyeri
yang meningkat. 
b. Sindroma kompartemen 
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh jaringan fasia
yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika otot mengalami
pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon terhadap fraktur dapat
menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi
darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik
jaringan, maka terjadi iskemia. Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi
gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi
secara progresif pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang
13
menurunkan ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal
seperti perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabakan
pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena, menyebabkan edema lebih besar
dan penurunan perfusi lebih lanjut. 
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme anaerob dan
peningkatan aliran darah yang menyebabakn peningkatan tekanan jaringan. Hal ini
akan mnyebabkan suatu siklus peningkatan tekanan kompartemen. Sindroma
kompartemen dapat terjadi dimana saja, tetapi paling sering terjadi di tungkai
bawah atau lengan. Dapat juga ditemukan sensasi kesemutanatau rasa terbakar
(parestesia) pada otot. 
c. Kontraktur Volkman 
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-menerus
menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh jaringan fibrosa yang
menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen setelah fraktur tibia dapat
menyebabkan kaki nyeri atau kebas, disfungsional, dan mengalami deformasi.
d. Sindroma emboli lemak 
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien fraktur.
Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang panjang seperti femur,
tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul. 
 
Kompikasi jangka panjang dari fraktur antara lain: 
a. Kaku sendi atau artritis 
Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang , kekauan sendi dapat terjadi dan
dapat menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan ligamen, atau atrofi otot. Latihan
gerak sendi aktif harus dilakukan semampunya klien. Latihan gerak sendi pasif
untuk menurunkan resiko kekauan sendi.
b. Nekrosis avaskular 
Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamaya pada fraktur di proksimal
dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan sirkulasi lokal. Oleh karena itu,
14
untuk menghindari terjadinya nekrosis vaskular dilakukan pembedahan secepatnya
untuk perbaikan tulang setelah terjadinya fraktur.
c. Malunion 
Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang tidak tepat
sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta gravitasi. Hal ini dapat
terjadi apabila pasien menaruh beban pada tungkai yang sakit dan menyalahi
instruksi dokter atau apabila alat bantu jalan digunakan sebelum penyembuhan
yang baik pada lokasi fraktur.

d. Penyatuan terhambat 
Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi tidak benar-
benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada fragmen fraktur atau adanya
penyebab sistemik seperti infeksi. 
e. Non-union 
Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan setelah
cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya tidak terjadi. Biasanya
diakibatkan oleh suplai darah yang tidak cukup dan tekanan yang tidak terkontrol
pada lokasi fraktur. 
f. Penyatuan fibrosa 
Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur. Kehilangan tulang
karena cedera maupun pembedahan meningkatkan resiko pasien terhadap jenis
penyatuan fraktur. 
f. Sindroma nyeri regional kompleks 
Sindroma nyeri regional kompleks merupakan suatu sindroma disfungsi dan
penggunaan yang salah yang disertai nyeri dan pembengkakan tungkai yang sakit.
 
III. Pemeriksan Diagnostik 
a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. 

15
b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur lebih
jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler. 
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada
perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai respon terhadap
peradangan.
 
IV. penatalaksanaan medis
a. Diagnosis dan penilaian fraktur 
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk
mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan
lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan. 
b. Reduksi 
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang
yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup
dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian,
kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika
reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi
terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal
untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat
fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut
dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open Reduction Internal
Fixation). Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian
tulang yang patah dapat tersambung kembali.
c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi
dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur. 
d. Rehabilitasi
16
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah pembedahan,
pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. Menurut Kneale dan Davis
(2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu : 
1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang
gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak
serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah. 
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan
pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau tongkat 
3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot.
Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu
setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan
ekstremitas atas.

BAB III

17
ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR

KASUS FRAKTUR
Ny. H (41 tahun) dibawa ke IGD RSUP. Dr. M.Djamil Padang setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas. Pasien seorang pengendara sepeda motor mengalami
kecelakaan lalu lintas, tertabrak sepeda motor lain dari arah samping kiri kemudian
pasien jatuh ke kanan dan menabrak pembatas jalan. saat kejadian penderita dalam
kondisi sadar, tanpa disertai tanda cidera kepala.
Hasil pemeriksaan TTV didapatkan : TD :120/70 mmHg, Pernapasan :20x/I, Nadi :82
x/i Suhu :36,8 oC . Hasil pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi humerus kanan
didapatkan deformitas dan jejas, tanpa adanya vulnus apertum. Pada palpasi terdapat
krepitasi disertai nyeri tekan. Pergerakan range of motion (ROM) terbatas. Pada status
lokalis cruris kanan, inspeksi terdapat swelling dan deformitas tetapi tidak tampak
jejas maupun vulnus apertum. Pada palpasi terdapat nyeri tekan dan krepitasi. Pasien
tidak mampu melakukan knee fleksi, dan ROM terbatas.
Pemeriksaan x-ray humerus kanan ditemukan fraktur tertutup humerus 1/3 tengah.
Pemeriksaan x- ray dan CT Scan genu kanan ditemukan tampak gambaran fraktur
kominutif bicondylar dari tibial plateau posterior.X-ray Genu AP/Lateral CT Scan
Genu Kanan 3 hari setelah masuk rumah sakit (MRS) pasien menjalani operasi open
reduction Internal fixation (ORIF) humerus dan tibial. Hasil pengkajian post-op
didapatkan Pasien mengatakan nyeri menusuk dan panas di bagian kaki yang siap
operasi dan lamanya nyeri ±5 menit. Kaki klien tampak dibalut dengan tensocrepe
dan ferbam di sebelah kanan. Dari observasi pasien tanpak meringis dan menahan
nyeri, pasien tanpak merasakan nyeri di bagian kaki sebelah kanan yang siap operasi
dengan skala nyeri 6, lmanya nyeri ±5 menit, luka tertutup perban, keadaaan perban
tanpak berdarah dan luka klien terdapat luka lembab, dengan panjang luka ± 9 cm,
kulit klien tanpak memerah di bagisn luka yang siap operasi dan terasa panas. Klien
beraktifitas dibantu keluarga. Klien tampak terpasang infus RL dengan 20 tetes/menit.
Kulit terasa panas di sekitar luka bekas operasi.

18
Kekutan otot :
Therapy :
Infus RL 500cc 20 tetes/menit Injeksi Cefriaxson 2x1 gram /12 Jam Injeksi Ranitidine
2x1 gram /12 Jam

1. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
• Nama: Ny. H
• Umur: 41 tahun
• Agama: islam
• Jenis kelamin: perempuan
• Status: menikah
• Pendidikan: SLTA
• Pekerjaan: ibu rumah tangga
• Suku bangsa: minang
• Alamat: jl. limau manis no.13
• Tanggal masuk: 12 september 2021
• Tanggal pengkajian: 15 september 2021
• No register: 423567843
• Diagnose medis: Fraktur 

b. Identitas penanggung jawab
• Nama: Tn. I 
• Umur: 46 tahun
• Hub. Dengan pasien: suami
• Pekerjaan: karyawan swasta
• Alamat: jl. Limau manis no.13

19
 

2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
• Keluhan utama

Nyeri pasca operasi

• Alasan masuk rumah sakit dan perjalananpenyakit saat ini

Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, tertabrak sepeda motor
lain dari arah sampingkiri, kemudian pasien jatuh kekanan dan mena
brak pembatas jalan. Saat kejadian pasienmasih dalam kondisi sadar t
anpa disertai tandacidera kepala

• Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya

Keluarga membawa pasien kerumah sakit

b. Status kesehatan masa lalu

Klien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu

c. Riwayat penyakit keluarga

Klien juga tidak memiliki riwayat penyakit keluarga

20
3. Pola kebutuhan dasar (data bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola persepsi dan manajenem kesehatan
b. Pola nutrisi-metabolik
• Sebelum sakit

Pasien makan 3x sehari,
1 porsi habis. Makananyang dikonsumsi pasien berupa nasi sayur dan lauk
.Kemudian pasien minum 8-10 gelasperhari(1500-2000cc) berupa air putih
.

• Selama sakit

Pasien mengatakan Pasien makan 3x sehari,
1 porsihabis. Makanan yang dikonsumsi pasien berupa nasi sayur dan lauk
.Kemudian pasien minum 8-10 gelasperhari(1500-2000cc) berupa air putih
.

c. Pola eliminasi
• sebelum sakit

BAB teratur setiap hari pada pagi hari. Bentuk dan warna feses lunak berw
arnakuning kecoklatan. BAK lancar kurang lebih sebanyak 5-6 kali.

• Selama sakit

Selama dirumah sakit pasien BAB
2 hari sekali. Untuk BAK pasien lancar sehari 5-6kali sehari.
Urine berwarna kuning jernih.

d. Pola aktivitas dan latihan
• Sebelum sakit

(1) Keadaan pernafasan

21
Pasien tidak mengalami gangguan pernafasan saatsebelum dan sesudah ber
aktivitas dirumah.

(2) Keadaan kardiovaskuler

Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakitjantung.

• Selama sakit

(1) Keadaan pernafasan

Pasien bernafas menggunakan hidung, pernafasanteratur.

(2) Keadaan kardiovaskuler

Pasien mengatakan tidak berdebar-debar setelahmelakukan aktivitas

e. Pola kognitif dan persepsi

Keadaan mental :

a) Pasien dalam keadaan compos mentis (sadarpenuh)

b) Berbicara : Pasien dapat berbicara dengan lancar

c) Bahasa yang dipakai : Bahasa Jawa dan Indonesia

d) Kemampuan bicara : Tidak ada gangguan

e) Pengetahuan pasien terhadap penyakit : Pasienpaham mengenai nyeri ya
ng dirasakannya.

f) Persepsi tentang penyakit : Pasien menurut pada apa yang disarankan ol
eh keluarganya.

f. Pola persepsi dan konsep diri

22
a) Gambaran diri

Pasien mengatakan merasa terganggu aktivitasnyakarena adanya nyeri.

b) Harga diri

Pasien menghargai dirinya dan selalu mempunyaiharapan terhadap hidupn
ya

c) Peran diri

Pasien mengakui perannya sebagai seorang istriserta ibu, pasien mengatak
an bahwa ingin segerasembuh dan berkumpul dengan keluarga.

d) Ideal diri

Pasien lebih menurut pada keluarganya

e) Identitas diri

Pasien mengenali siapa dirinya

g. Pola tidur dan istirahat
• Sebelum sakit

Sebelum sakit kebutuhan istirahat-tidur pasientercukupi, pasien biasanya d
alam sehari tidur 6-8 jam.

• Selama sakit

Selama sakit pasien mengatakan ada perubahandalam pola tidurnya di rum
ah sakit. Selama di Rumah Sakit pasien lebih banyak waktunya untukistira
hat berkurang karna merasa nyeri.

h. Pola peran dan hubungan

23
Pasien menikah satu kali, dan tinggal bersamasuami

i. Pola seksual-reproduksi

Pasien tidak memikirkan kebutuhan seksualnya

j. Pola toleransi stress-koping

Pengambilan keputusan dalam menjalankantindakan dilakukan oleh pihak 
keluarga, terutamapasien dan suami pasien.

k. Pola nilai-kepercayaan

Pasien memahami nilai-nilai yang berlaku dalammasyarakat, pasien mema
hami hal-hal yang baikdan yang benar

4. Pengkajian fisik
a. Pemeriksaan fisik
• Keadaan umum

Sakit sedang, kesadaran compos mentis

• Tanda-tanda vital

TD : 120/70 mmHg

RR : 20x/menit

N : 82x/menit

Suhu: 36,8°c

• Keadaan fisik
o Kepala dan leher

24
Kepala : normal

Wajah : pucat

Leher : tidak ada pembesaran kelenjartiroid

Mata : konjungtiva anemis, sklera tidakikterik

Hidung : tidak ada polip, bersih

Mulut : simetris, bersih

Telinga : tidak ada serumen, bersih

o Dada

o Payudara dan ketiak

o Abdomen

o Genitalia

o Ekstrimitas

Atas : tidak ada edema

Bawah : - humerus kanan didapatkandeformitas dan jejas tanpa 
adanya vulnusapertum

25
Terdapat krepitasi disertai nyeri tekan, pergerakan Range of
Motion (ROM) terbatas

Status lokalis cruris kanan, saat diinspeksiterdapat swelling
dan deformitas tetapitidak tampak jejas maupun vulnusapertum

Saat dipalpasi terdapat nyeri tekan dan krepitasi. Pasien tidak m
ampu melakukanknee fleksi, dan ROM terbatas

o Neurologis

b. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan x-ray humerus kanan ditemukanfraktur tertutup humeru
s 1/3 tengah.
b) x-ray dan CT Scan genu kanan ditemukan
tampak gambaran fraktur kominutif bicondylar dari tibial plateau
posterior.

ANALISIS DATA

N data etiologi masalah


o

1.  
DO : Agen pencedera Nyeri akut
Fisik
- klien tampak meringis

26
- klien menahan nyeri

- pasien tampak merasakan nyeri pada kaki


bagian kanan yang siap operasi dengan skala
nyeri 6, dan lamanya  ± 5 menit

DS :

- klien mengeluh nyeri menusuk dan panas


pada bagian kaki yang siap operasi dengan
lama nyeri ± 5 menit

2.  
DO : Kerusakan Gangguan
integritas struktur mobilitas fisik
-  Pergerakan Rage Of Motion (ROM) klien
tulang
menurun

- gerakan klien terbatas

- klien beraktifitas dibantu keluarga

DS : 

- nyeri saat bergerak

3.  
DO : Perubahan Gangguan
sirkulasi dan integritas
- adanya kerusan kuli/jaringan sepanjang 9 cm
kelembaban kulit/jaringan

- pasien tampak merasakan nyeri pada kaki

27
bagian kanan yang siap operasi dengan skala
nyeri 6, dan lamanya  ± 5 menit

- kulit klien tampak memerah di bagian luka


yang siap operasi dan panas

DS:

4.  
- klien terpasang infus RL dengan 20 Efek prosedur Resiko infeksi
tetes/menit invasif

- adanya kerusan kuli/jaringan sepanjang 9


cm

DIAGNOSA KEPERAWATAN 

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan klien
mengeluh nyeri dan tampak meringis
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
ditandai dengan ROM menurun, nyeri saat bergerak
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
kelembapan ditandai dengan adanya kerusakan kulit/ jaringan sepanjang 9 cm, nyeri,
kulit kemerahan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

28
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA SIKI

1.  
Nyeri akut Manajemen Nyeri
berhubungan
Defenisi : Mengidentifikasi dan mengelola sensorikatau
dengan agen
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
pencedera
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintesitas
fisik
ringan hingga berat.

Observasi

- identifikasi lokasikarakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,


intesitas nyeri

- identtifikasi skala nyeri

- identifkasi respon nyeri non verbal

- identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

Terapeutik

- berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

- fasilitasi istirahat dan tidur

29
 

Edukasi

- jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

- jelaskan strategi meredakan nyeri

- anjurkan monitor nyeri secara mandiri

2.  
Gangguan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik Definisi : Memfasilitasi pasien untukmeningkatkan aktivitas berp
berhubungan indah
dengan
 
kerusakan
integritas Observasi
struktur
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisiklainnya
tulang

- Identifikasi toleransi fisik melakukanambulasi

- Monitor frekuensi

Terapeutik

- Fasilitasi aktivasi ambulasi dengan alatbantu

- Fasilitasi melakukan mobilisasi  fisik, jikaperlu

- Libatkan keluarga untuk membantu pasiendalam meningkatkan 

30
ambulasi

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

- Anjurkan Anjurkan melakukan ambulasidini

- Ajarkan ambulasi sederhana yang harusdilakukan

3.  
Gangguan Perawatan Integritas Kulit
integritas
Definisi : mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga
kulit/jaringan
keutuhan, kelembapan dan mencegah perkembangan
berhubungan
mikroorgamisme
dengan
perubahan  
sirkulasi dan
Observasi
kelembapan.

- identifikasi penyebab gangguan imtegritas kulit

Terapeutik

- ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring

- gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada


kulit sensitif

31
Edukasi

- anjurkan minum air yang cukup

-anjurkan minghindari terpapar suhu ekstrim

4.  
Resiko infeksi Pencegahan Infeksi
berhubungan
Defenisi : megidentifikasi dan menurunkan resiko terserang
dengan efek
organisme patogenik
prosedur
invasif  

Observasi

- monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Terapeutik

- Berikan perawatan kulit pada area edema

- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontakdengan pasien dan ling
kungan pasien

- Pertahankan teknik aseptic pada pasienberisiko tinggi

Edukasi

- Jelaskan tanda dan gejala infeksi

- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka dan luka operasi

32
 

33
 BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Yang telah dilakukan pada pasien post operasi fraktur femur juga dapat
meningkatkan kekuatan otot, mengurangi nyeri pada pasien, mengurangi bengkak,
dan mengurangi kekakuan sendi sehingga sendi yang awalnya susah untuk digerakkan
34
atau bahkan tidak bisa digerakan akan dapat digerakkan. Selain itu, pemenuhan
kebutuhan aktivitas pasien juga dapat dilakukan secara mandiri sehingga
ketergantungan pasien kepada orang lain akan berkurang.

4.2 Saran
Sebagai seorang perawat kita harus bisa mengani pasien atau klien dengan baik
dan sabar, serta meringankan rasa nyeri atau rasa sakit yang dirasakan oleh pasien
seperti memberikan manajemen rasa nyeri untuk diterapkan oleh pasien atau klien.

35
DAFTAR PUSTAKA

Suriya, M., & Zuriati. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal. Pustaka Galeri Mandiri.
http://repository.binawan.ac.id/1076/1/

Purwanto, H. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Keperawatan Medikal Bedah,


411. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/KMB-2-Komprehensif.pdf

36

Anda mungkin juga menyukai