“FRAKTUR”
KELOMPOK 4
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medical
bedah III yang diampu oleh ibu Ns. Devia putri L, Sp.Kep.KMB . Makalah ini
memuat tentang “Asuhan keperawatan pada fraktur”. Makalah ini tidak akan selesai
tepat pada waktunya tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang ikut andil dalam
proses penyelesaian makalah ini. Dalam membuat makalah ini tentu masih ada
kekurangan yang perlu diperbaiki, sehingga penulis berharap agar pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Tujuan..................................................................................................................2
1.3 Manfaat................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
2.1 Pengertian fraktur.................................................................................................4
ii
2.2 Klasifikasi fraktur.................................................................................................5
2.3 Etiologi.................................................................................................................6
BAB IV PENUTUP..................................................................................................
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................29
4.2 Saran.....................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................30
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Menurut The International Association for the Study of Pain, nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh kerusakan
jaringan ataupun yang berpotensi merusak jaringan. Nyeri itu merupakan suatu hak
yang kompleks meliputi aspek fisik dan psikis. Aspek fisik meliputi perubahan
keadaan umum, denyut nadi, suhu tubuh, pernapasan, sedangkan aspek psikis akibat
nyeri dapat terjadinya stress yang bisa mengurangi sistem imun dalam proses
inflamasi. Nyeri merupakan hak yang bersifat subjektif dan personal, sehingga
1
masing-masing individu akan memberikan respon yang berbeda terhadap rasa nyeri
berdasarkan pengalaman sebelumnya (Judha, Sudarti & Fauziah,2012).
1.2Tujuan
2
2. Untuk mengetahui Klasifikasifraktur
1.3Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah agar perawat ataupun calon perawat dapat
mengetahui pengertian fraktur pada Klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan
sehingga nantinya saat memberikan asuhan keperawatan pada klien, perawat dapat
mengaplikasikannya dengan baik dan tidak terjadi kesalahan yang akan merugikan
klien maupun keluarga
3
BAB II
PEMBAHASAN
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang, Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang disebabkan oleh
4
rudapaksa atau osteoporosis (l Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik
bersifat total maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang disebut
dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada
tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu,
pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki).
Fraktur dapat meimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas,
kemerahan, krepitasi, dan rasa nyeri
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur
tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan fraktur
terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat
sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan
Hawks, 2014) :a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimalb. Derajat
2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8
5
cm, ada kerusakan luas pada jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak.
Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian
luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan
dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada
daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar,
biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga
ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka
membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih
cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi
patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
a. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang patah
direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen
ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.
6
b. Fraktur kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua
fragmen tulang.
c. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap
tulang.
d. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis
ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang yang berada diantara vertebra.
f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.
2.3 . Etiologi
7
yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna
sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur
lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis
Fraktur pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya
dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
8
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu, dapat mengenai tulang
dan terjadi neurovascular neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu, fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak dapat mengakibatkan kerusakan integritas kulit (Andra &
Yessie, 2013).
Sewaktu tulang patah, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Selsel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan
aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati
dimulai. Ditempat patahan terbentuk fibrin (hematoma fraktur) yang berfungsi
sebagai jalajala untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang
baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati(Andra & Yessie, 2013).
9
histamine, bradikinin beta-endorphin, dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin. Pada
syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah
didalam system vena sistemik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphospat) tidak memadai, maka terjadi
pembengkakan reticulum endoplasma dan diikuti cedera mitokondrial, lisosom pecah
dan melepas enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan
terus, terjadilah pembengkakan sel dan terjadi penumpukan kalsium intraseluler,
hingga penambahan edema jaringan dan kematian sel (Andra & Yessie,2013).
Ketika tulang rusak, periosteum dan pembuluh darah di korteks, sumsum, dan
jaringan lunak sekitarnya terganggu. Pendarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak
dan dari jaringan lunak sekitarnya. Bekuan (hematoma) terbentuk di dalam saluran
meduler, di antara ujung tulang yang retak, dan di bawah periosteum. Tulang jaringan
berbatasan langsung dengan patah tulang mati. Jaringan nekrotik ini bersama dengan
puing-puing di daerah fraktur menstimulasi respon inflamasi intens yang ditandai oleh
vasodilasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi oleh leukosit inflamasi dan sel
mast. Dalam 48 jam setelah cedera, jaringan vaskular menyerang daerah fraktur dari
jaringan lunak di sekitarnya dan rongga sumsum, dan aliran darah ke seluruh tulang
meningkat. Sel-sel pembentuk tulang di periosteum, endosteum, dan sumsum
diaktifkan untuk menghasilkan prosallus subperiosteal di sepanjang permukaan luar
batang dan di atas ujung tulang yang patah. Osteoblas dalam procallus mensintesis
kolagen dan matriks, yang menjadi termineralisasi untuk membentuk kalus (tulang
tenunan) (Guyton & Hall, 2006).
10
matriks tulang, diikuti segera oleh pengendapan garam kalsium, berkembang di antara
dua ujung tulang yang patah. Ini disebut kalus / callus. Banyak ahli bedah tulang
menggunakan fenomena tegangan tulang untuk mempercepat laju penyembuhan
fraktur. Ini dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi mekanik khusus untuk
memegang ujung tulang yang patah bersama sehingga pasien dapat terus
menggunakan tulang dengan segera. Hal ini menyebabkan stres pada ujung tulang
yang patah, yang mempercepat aktivitas osteoblastik saat terjadi patahan dan sering
mempersingkat masa pemulihan(Guyton & Hall, 2006).
11
2.5Manifestasi
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat
memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan
lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri
biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena
spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur
sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga
dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
12
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar
fragmen fraktur.
i. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular
yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba
nadi pada daerah distal dari fraktur
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok
2.6. Komplikasi fraktur
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera , usia
klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat yang
mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi
yang terjadi setelah fraktur antara lain :
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai klien
yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien untuk
menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya keluhan nyeri
yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh jaringan fasia
yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika otot mengalami
pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon terhadap fraktur dapat
menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi
darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik
jaringan, maka terjadi iskemia. Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi
gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi
secara progresif pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang
13
menurunkan ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal
seperti perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabakan
pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena, menyebabkan edema lebih besar
dan penurunan perfusi lebih lanjut.
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme anaerob dan
peningkatan aliran darah yang menyebabakn peningkatan tekanan jaringan. Hal ini
akan mnyebabkan suatu siklus peningkatan tekanan kompartemen. Sindroma
kompartemen dapat terjadi dimana saja, tetapi paling sering terjadi di tungkai
bawah atau lengan. Dapat juga ditemukan sensasi kesemutanatau rasa terbakar
(parestesia) pada otot.
c. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-menerus
menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh jaringan fibrosa yang
menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen setelah fraktur tibia dapat
menyebabkan kaki nyeri atau kebas, disfungsional, dan mengalami deformasi.
d. Sindroma emboli lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien fraktur.
Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang panjang seperti femur,
tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.
Kompikasi jangka panjang dari fraktur antara lain:
a. Kaku sendi atau artritis
Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang , kekauan sendi dapat terjadi dan
dapat menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan ligamen, atau atrofi otot. Latihan
gerak sendi aktif harus dilakukan semampunya klien. Latihan gerak sendi pasif
untuk menurunkan resiko kekauan sendi.
b. Nekrosis avaskular
Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamaya pada fraktur di proksimal
dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan sirkulasi lokal. Oleh karena itu,
14
untuk menghindari terjadinya nekrosis vaskular dilakukan pembedahan secepatnya
untuk perbaikan tulang setelah terjadinya fraktur.
c. Malunion
Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang tidak tepat
sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta gravitasi. Hal ini dapat
terjadi apabila pasien menaruh beban pada tungkai yang sakit dan menyalahi
instruksi dokter atau apabila alat bantu jalan digunakan sebelum penyembuhan
yang baik pada lokasi fraktur.
d. Penyatuan terhambat
Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi tidak benar-
benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada fragmen fraktur atau adanya
penyebab sistemik seperti infeksi.
e. Non-union
Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan setelah
cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya tidak terjadi. Biasanya
diakibatkan oleh suplai darah yang tidak cukup dan tekanan yang tidak terkontrol
pada lokasi fraktur.
f. Penyatuan fibrosa
Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur. Kehilangan tulang
karena cedera maupun pembedahan meningkatkan resiko pasien terhadap jenis
penyatuan fraktur.
f. Sindroma nyeri regional kompleks
Sindroma nyeri regional kompleks merupakan suatu sindroma disfungsi dan
penggunaan yang salah yang disertai nyeri dan pembengkakan tungkai yang sakit.
III. Pemeriksan Diagnostik
a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
15
b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur lebih
jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada
perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai respon terhadap
peradangan.
IV. penatalaksanaan medis
a. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk
mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan
lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang
yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup
dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian,
kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika
reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi
terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal
untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat
fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut
dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open Reduction Internal
Fixation). Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian
tulang yang patah dapat tersambung kembali.
c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi
dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
16
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah pembedahan,
pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. Menurut Kneale dan Davis
(2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang
gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak
serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah.
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan
pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau tongkat
3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot.
Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu
setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan
ekstremitas atas.
BAB III
17
ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR
KASUS FRAKTUR
Ny. H (41 tahun) dibawa ke IGD RSUP. Dr. M.Djamil Padang setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas. Pasien seorang pengendara sepeda motor mengalami
kecelakaan lalu lintas, tertabrak sepeda motor lain dari arah samping kiri kemudian
pasien jatuh ke kanan dan menabrak pembatas jalan. saat kejadian penderita dalam
kondisi sadar, tanpa disertai tanda cidera kepala.
Hasil pemeriksaan TTV didapatkan : TD :120/70 mmHg, Pernapasan :20x/I, Nadi :82
x/i Suhu :36,8 oC . Hasil pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi humerus kanan
didapatkan deformitas dan jejas, tanpa adanya vulnus apertum. Pada palpasi terdapat
krepitasi disertai nyeri tekan. Pergerakan range of motion (ROM) terbatas. Pada status
lokalis cruris kanan, inspeksi terdapat swelling dan deformitas tetapi tidak tampak
jejas maupun vulnus apertum. Pada palpasi terdapat nyeri tekan dan krepitasi. Pasien
tidak mampu melakukan knee fleksi, dan ROM terbatas.
Pemeriksaan x-ray humerus kanan ditemukan fraktur tertutup humerus 1/3 tengah.
Pemeriksaan x- ray dan CT Scan genu kanan ditemukan tampak gambaran fraktur
kominutif bicondylar dari tibial plateau posterior.X-ray Genu AP/Lateral CT Scan
Genu Kanan 3 hari setelah masuk rumah sakit (MRS) pasien menjalani operasi open
reduction Internal fixation (ORIF) humerus dan tibial. Hasil pengkajian post-op
didapatkan Pasien mengatakan nyeri menusuk dan panas di bagian kaki yang siap
operasi dan lamanya nyeri ±5 menit. Kaki klien tampak dibalut dengan tensocrepe
dan ferbam di sebelah kanan. Dari observasi pasien tanpak meringis dan menahan
nyeri, pasien tanpak merasakan nyeri di bagian kaki sebelah kanan yang siap operasi
dengan skala nyeri 6, lmanya nyeri ±5 menit, luka tertutup perban, keadaaan perban
tanpak berdarah dan luka klien terdapat luka lembab, dengan panjang luka ± 9 cm,
kulit klien tanpak memerah di bagisn luka yang siap operasi dan terasa panas. Klien
beraktifitas dibantu keluarga. Klien tampak terpasang infus RL dengan 20 tetes/menit.
Kulit terasa panas di sekitar luka bekas operasi.
18
Kekutan otot :
Therapy :
Infus RL 500cc 20 tetes/menit Injeksi Cefriaxson 2x1 gram /12 Jam Injeksi Ranitidine
2x1 gram /12 Jam
1. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
• Nama: Ny. H
• Umur: 41 tahun
• Agama: islam
• Jenis kelamin: perempuan
• Status: menikah
• Pendidikan: SLTA
• Pekerjaan: ibu rumah tangga
• Suku bangsa: minang
• Alamat: jl. limau manis no.13
• Tanggal masuk: 12 september 2021
• Tanggal pengkajian: 15 september 2021
• No register: 423567843
• Diagnose medis: Fraktur
b. Identitas penanggung jawab
• Nama: Tn. I
• Umur: 46 tahun
• Hub. Dengan pasien: suami
• Pekerjaan: karyawan swasta
• Alamat: jl. Limau manis no.13
19
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
• Keluhan utama
Nyeri pasca operasi
• Alasan masuk rumah sakit dan perjalananpenyakit saat ini
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, tertabrak sepeda motor
lain dari arah sampingkiri, kemudian pasien jatuh kekanan dan mena
brak pembatas jalan. Saat kejadian pasienmasih dalam kondisi sadar t
anpa disertai tandacidera kepala
• Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Keluarga membawa pasien kerumah sakit
b. Status kesehatan masa lalu
Klien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu
c. Riwayat penyakit keluarga
Klien juga tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
20
3. Pola kebutuhan dasar (data bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola persepsi dan manajenem kesehatan
b. Pola nutrisi-metabolik
• Sebelum sakit
Pasien makan 3x sehari,
1 porsi habis. Makananyang dikonsumsi pasien berupa nasi sayur dan lauk
.Kemudian pasien minum 8-10 gelasperhari(1500-2000cc) berupa air putih
.
• Selama sakit
Pasien mengatakan Pasien makan 3x sehari,
1 porsihabis. Makanan yang dikonsumsi pasien berupa nasi sayur dan lauk
.Kemudian pasien minum 8-10 gelasperhari(1500-2000cc) berupa air putih
.
c. Pola eliminasi
• sebelum sakit
BAB teratur setiap hari pada pagi hari. Bentuk dan warna feses lunak berw
arnakuning kecoklatan. BAK lancar kurang lebih sebanyak 5-6 kali.
• Selama sakit
Selama dirumah sakit pasien BAB
2 hari sekali. Untuk BAK pasien lancar sehari 5-6kali sehari.
Urine berwarna kuning jernih.
d. Pola aktivitas dan latihan
• Sebelum sakit
(1) Keadaan pernafasan
21
Pasien tidak mengalami gangguan pernafasan saatsebelum dan sesudah ber
aktivitas dirumah.
(2) Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakitjantung.
• Selama sakit
(1) Keadaan pernafasan
Pasien bernafas menggunakan hidung, pernafasanteratur.
(2) Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak berdebar-debar setelahmelakukan aktivitas
e. Pola kognitif dan persepsi
Keadaan mental :
b) Berbicara : Pasien dapat berbicara dengan lancar
d) Kemampuan bicara : Tidak ada gangguan
e) Pengetahuan pasien terhadap penyakit : Pasienpaham mengenai nyeri ya
ng dirasakannya.
f) Persepsi tentang penyakit : Pasien menurut pada apa yang disarankan ol
eh keluarganya.
f. Pola persepsi dan konsep diri
22
a) Gambaran diri
Pasien mengatakan merasa terganggu aktivitasnyakarena adanya nyeri.
b) Harga diri
Pasien menghargai dirinya dan selalu mempunyaiharapan terhadap hidupn
ya
c) Peran diri
Pasien mengakui perannya sebagai seorang istriserta ibu, pasien mengatak
an bahwa ingin segerasembuh dan berkumpul dengan keluarga.
d) Ideal diri
Pasien lebih menurut pada keluarganya
e) Identitas diri
Pasien mengenali siapa dirinya
g. Pola tidur dan istirahat
• Sebelum sakit
Sebelum sakit kebutuhan istirahat-tidur pasientercukupi, pasien biasanya d
alam sehari tidur 6-8 jam.
• Selama sakit
Selama sakit pasien mengatakan ada perubahandalam pola tidurnya di rum
ah sakit. Selama di Rumah Sakit pasien lebih banyak waktunya untukistira
hat berkurang karna merasa nyeri.
h. Pola peran dan hubungan
23
Pasien menikah satu kali, dan tinggal bersamasuami
i. Pola seksual-reproduksi
Pasien tidak memikirkan kebutuhan seksualnya
j. Pola toleransi stress-koping
Pengambilan keputusan dalam menjalankantindakan dilakukan oleh pihak
keluarga, terutamapasien dan suami pasien.
k. Pola nilai-kepercayaan
Pasien memahami nilai-nilai yang berlaku dalammasyarakat, pasien mema
hami hal-hal yang baikdan yang benar
4. Pengkajian fisik
a. Pemeriksaan fisik
• Keadaan umum
Sakit sedang, kesadaran compos mentis
• Tanda-tanda vital
TD : 120/70 mmHg
RR : 20x/menit
N : 82x/menit
Suhu: 36,8°c
• Keadaan fisik
o Kepala dan leher
24
Kepala : normal
Wajah : pucat
Leher : tidak ada pembesaran kelenjartiroid
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidakikterik
Hidung : tidak ada polip, bersih
Mulut : simetris, bersih
Telinga : tidak ada serumen, bersih
o Dada
o Payudara dan ketiak
o Abdomen
o Genitalia
o Ekstrimitas
Atas : tidak ada edema
Bawah : - humerus kanan didapatkandeformitas dan jejas tanpa
adanya vulnusapertum
25
Terdapat krepitasi disertai nyeri tekan, pergerakan Range of
Motion (ROM) terbatas
Status lokalis cruris kanan, saat diinspeksiterdapat swelling
dan deformitas tetapitidak tampak jejas maupun vulnusapertum
Saat dipalpasi terdapat nyeri tekan dan krepitasi. Pasien tidak m
ampu melakukanknee fleksi, dan ROM terbatas
o Neurologis
b. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan x-ray humerus kanan ditemukanfraktur tertutup humeru
s 1/3 tengah.
b) x-ray dan CT Scan genu kanan ditemukan
tampak gambaran fraktur kominutif bicondylar dari tibial plateau
posterior.
ANALISIS DATA
1.
DO : Agen pencedera Nyeri akut
Fisik
- klien tampak meringis
26
- klien menahan nyeri
DS :
2.
DO : Kerusakan Gangguan
integritas struktur mobilitas fisik
- Pergerakan Rage Of Motion (ROM) klien
tulang
menurun
DS :
3.
DO : Perubahan Gangguan
sirkulasi dan integritas
- adanya kerusan kuli/jaringan sepanjang 9 cm
kelembaban kulit/jaringan
27
bagian kanan yang siap operasi dengan skala
nyeri 6, dan lamanya ± 5 menit
DS:
4.
- klien terpasang infus RL dengan 20 Efek prosedur Resiko infeksi
tetes/menit invasif
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan klien
mengeluh nyeri dan tampak meringis
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
ditandai dengan ROM menurun, nyeri saat bergerak
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
kelembapan ditandai dengan adanya kerusakan kulit/ jaringan sepanjang 9 cm, nyeri,
kulit kemerahan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
28
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA SIKI
1.
Nyeri akut Manajemen Nyeri
berhubungan
Defenisi : Mengidentifikasi dan mengelola sensorikatau
dengan agen
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
pencedera
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintesitas
fisik
ringan hingga berat.
Observasi
Terapeutik
29
Edukasi
2.
Gangguan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik Definisi : Memfasilitasi pasien untukmeningkatkan aktivitas berp
berhubungan indah
dengan
kerusakan
integritas Observasi
struktur
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisiklainnya
tulang
- Identifikasi toleransi fisik melakukanambulasi
- Monitor frekuensi
Terapeutik
- Fasilitasi aktivasi ambulasi dengan alatbantu
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jikaperlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasiendalam meningkatkan
30
ambulasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan Anjurkan melakukan ambulasidini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harusdilakukan
3.
Gangguan Perawatan Integritas Kulit
integritas
Definisi : mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga
kulit/jaringan
keutuhan, kelembapan dan mencegah perkembangan
berhubungan
mikroorgamisme
dengan
perubahan
sirkulasi dan
Observasi
kelembapan.
Terapeutik
31
Edukasi
4.
Resiko infeksi Pencegahan Infeksi
berhubungan
Defenisi : megidentifikasi dan menurunkan resiko terserang
dengan efek
organisme patogenik
prosedur
invasif
Observasi
Terapeutik
- Berikan perawatan kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontakdengan pasien dan ling
kungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada pasienberisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka dan luka operasi
32
33
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Yang telah dilakukan pada pasien post operasi fraktur femur juga dapat
meningkatkan kekuatan otot, mengurangi nyeri pada pasien, mengurangi bengkak,
dan mengurangi kekakuan sendi sehingga sendi yang awalnya susah untuk digerakkan
34
atau bahkan tidak bisa digerakan akan dapat digerakkan. Selain itu, pemenuhan
kebutuhan aktivitas pasien juga dapat dilakukan secara mandiri sehingga
ketergantungan pasien kepada orang lain akan berkurang.
4.2 Saran
Sebagai seorang perawat kita harus bisa mengani pasien atau klien dengan baik
dan sabar, serta meringankan rasa nyeri atau rasa sakit yang dirasakan oleh pasien
seperti memberikan manajemen rasa nyeri untuk diterapkan oleh pasien atau klien.
35
DAFTAR PUSTAKA
Suriya, M., & Zuriati. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal. Pustaka Galeri Mandiri.
http://repository.binawan.ac.id/1076/1/
36