Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK POST OP LAPARATOMI

Diajukan untuk memenuhi salah sata tugas mata kuliah “Keperawatan anak II”

Dosen: Denni Fransiska H S.Kep.,Ners., M.Kep

Disusun oleh:
Viola Andyagi (201FK03079)
Amelia Lestari (201FK03080)
Ira Ghania (201FK03081)
Riesma Pratiwi Nuril Azmi (201FK03082)
Sahrul Gunawan (201FK03083)
Tantri Jamil Hartati (201FK03084)
Anita SeviaFadilah (201FK03086)
Anjelina Putri Wijaya (201FK03087)
Ariq Rabbani (201FK03088)
Audini Herawati (201FK03089)
Dara Paranitha Hernanda (201FK03090)
Dikatia Lestari (203FK03103)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas analisa jurnal dalam mata kuliah Keperawatan Anak I, yang
membahas tentang “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK POST OP
LAPARATOMI” Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan
yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan rekan –
rekan kami, sehingga kendala –kendala yang penulis hadapi teratasi.

Dalam Penulisan analisa jurnal ini penulis merasa masih banyak


kekurangan –kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingatakan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada


rekan –rekan yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Akhirnya
penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka
yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Bandung , 09 Januari 2022

Penulis,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................4
A. LATAR BELAKANG.................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH............................................................5
C. TUJUAN.....................................................................................5
BAB II KONSEP TEORI INVAGINASI............................................6
A. PENGERTIAN............................................................................6
B. KLASIFIKASI............................................................................7
C. ETIOLOGI..................................................................................8
D. PATOFISIOLOGI.......................................................................9
E. TANDA DAN GEJALA.............................................................10
F. PENATALAKSANAAN............................................................10
G. PROGNOSIS...............................................................................11
H. KOMPLIKASI............................................................................12
BAB III KONSEP TEORI LAPARATOMI.......................................13
A. PENGERTIAN............................................................................13
B. ETIOLOGI..................................................................................14
C. MANIFESTASI..........................................................................15
D. KOMPLIKASI............................................................................15
E. PATOFISIOLOGI.......................................................................15
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................17
G. PENCEGAHAN..........................................................................18
H. SOP OPERASI LAPARATOMI.................................................18
JURNAL.................................................................................................28
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN TEORI..................................29
A. PENGKAJIAN............................................................................29
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................33
C. INTERVENSI KEPERAWATAN..............................................33
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN........................................39
E. EVALUASI.................................................................................39
BAB V PENUTUP.................................................................................40
A. KESIMPULAN...........................................................................40
B. SARAN.......................................................................................40

3
DAFTAR PUSTAKA............................................................................41

4
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi, Laparo
sendiri berarti perutatau abdomen sedang kantomi berarti penyayatan. Dengan
demikian laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding
abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi
(Fossum, 2002). Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang
melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga kecavitas abdomen
(Sjamsuri hidayat dan Jong, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO) dikutip dari Nurlela (2009)
pasien laparatomi mengalami peningkatan sebanyak 15% tiap tahunya,
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, menyebutkan jumlah kasus
laparatomi di indonesa meningkat dari 3,281 kasus pada tahun 2011 dan 3,625
kasus pada tahun 2014, persentase jumlah kasus laparatomi yang ditangani di
rumah sakit pemerintah sebesar 38,5% sedangkan rumah sakit swasta sebesar
60,5% (kementerian kesehatan RI, 2013).
Masalah yang sering muncul pada saat selesai tindakan operasi lapratomi
ialah nyeri, nyeri yang dirasakan klien pada luka bekas insisi yang disebabkan
karena adanya stimulus nyeri pada daerah luka insisi yang menyebabkan
keluarnya madiator nyeri yang dapat menstimulasi tranmisi impuls
disepanjang serabut syaraf aferennosi septor ke substansi dan diinterpretasikan
sebagai nyeri (Smeltzer & Bare, 2010). Selain dari stimulasi nyeri yang
dirasakan klien, komplikasi yang bisa terjadi pada pasien pasca laparatomi
adalah kelemahan sehingga pasien tidak toleran terhadap aktifitas sehari -
harinya, resiko infeksi karena luka insisi post laparatomi dan pemantauan
terhadap nutrisi dan diit setelah menjalani operasi (Muttaqin & Sari, 2011).

5
B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan konsep penyakit invaginasi?


2. Bagaimana etiologi dan patofisiologi dari penyakit invaginasi?
3. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit invaginasi?

4. Apa yang dimaksud dengan konsep dasar laparatomi?

5. Bagaimana etiologi dan patofisiologi dari laparatomi?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep penyakit invaginasi
2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi dari penyakit invaginasi
3. Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit invaginasi

4. Mengetahui konsep dasar laparatomi

5. Mengetahui etiologi dan patofisiologi dari laparatomi

6
BAB II

KONSEP TEORI INVAGINASI

A. Konsep Penyakit Invaginasi


1. Pengertian
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen
usus masuk ke dalam segmen lainnya yang bisa berakibat dengan obstruksi /
strangulasi. Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke
bagian distal (intususepien)(Wong, 2008).
Invaginasi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan
merupakan kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, invaginasi adalah
masuknya segmen usus proksimal kerongga lumen usus yang lebih distal
sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus. Definisi
lain Invaginasi atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus
(Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient).
Pada umumnya usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi
(intussuceptum) memasuki usus bagian distal (intussucipient), tetapi
walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograd Paling sering
masuknya ileum terminal ke kolon. Intususeptum yaitu segmen usus yang
masuk dan intususipien yaitu segmen usus yang dimasuki segmen lain.
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan
peristaltik berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga
terjadi pada dewasa.Pada anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya
5% yang mempunyai kelainan pada ususnya sebagai penyebabnya.Misalnya
diiverticulum Meckeli, Polyp, Hemangioma.Sedangkan invaginasi pada
dewasa terutama adanya tumor yang menyebabkannya. Perbandingan
kejadian antara pria dan wanita adalah 3 : 2, pada orang tua sangat jarang
dijumpai. Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi
adalah ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah

7
ke dalam coecum yang longgar.
Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partiil maupun
total.Intususepsi paling sering mengenai daerah ileosekal, dan lebih jarang
terjadi pada orang tua dibandingkan dengan pada anak-anak.Pada kebanyakan
kasus pada orang tua dapat diketemukan penyebab yang jelas, umumnya
tumor yang membentuk ujung dari intususeptum (Betz, 2004).
Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila
tidak ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut.
Hampir 70% kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1
tahun, paling sering dijumpai pada ileosekal.Invaginasi sangat jarang
dijumpai pada orang tua, serta tidak banyak tulisan yang membahas hal ini
secara rinci.
Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak-anak dan dewasa,
pada anak-anak etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lead pointnya
tidak ditemukan sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan
patologik intra lumen oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas
sehingga pada saat operasi lead poinnya dapat ditemukan.

B. Klasifikasi
Invaginasi dibedakan dalam 4 tipe :
1. Enterik adalah usus halus ke usus halus
2. Ileosekal adalah valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke
sekum dan menarik ileum di belakangnya
3. Kolokolika adalah kolon ke kolon.
4. Ileokoloika adalah ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.
Invaginasi dapat ditemukan di semua umur, pada penderita dewasa
ditemukan 5% kasus obstruksi usus disebabkan karena
invaginasi.Biasanya terdapat tumor pada apex intussuception, pada usus
halus biasnya tumor jinak dan tumor ganas pada usus besar.Tumor usus
halus banyak ditemukan diduodenum, yejunum bagian proksimal dan
terminal ileum.Distal yejunum dan proksimal ileum relatif jarang (Leaper

8
89) dan terbanyak di temukan di terminal ileum. Tumor usus halus
merupakan 1-5% tumor di dalam saluran pencernaan makanan, hanya 10
% yang akan menimbulkan gejala-gejala antara lain perdarahan,
penyumbatan atau invaginasi. Perbandingan tumor jinak dan tumor ganas
adalah 10 : 1. Tumor jinak usus halus biasanya adenoma,
leyomiomalipoma, hemangioma, ployposis. Sedangkan tumor ganas
biasanya carcinoma, carcinoid tumor, sarcoma, tumor metastase (Betz,
2004).

C. Etiologi
Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan
neurogenik obstruksi paralitik.
a. Menurut etiologinya ada 3 keadaan :
1. Sebab didalam lumen usus
2. Sebab pada dinding usus
3. Sebab diluar dinding usus
b. Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi
obstruksi usus halus letak rendah dan obstruksi usus besar.
c. Berdasarkan waktunya dibagi : Acut intestinal obstruksi, Cronik intestinal
obstruksi , Acut super exposed on cronik

Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 %


terjadi di usus besar. Menurut Wong. 2006, 90-95% terjadi pada anak
dibawah 1 tahun akibat idiopatik.Pada waktu operasi hanya ditemukan
penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrophi jaringan limfoid akibat
infeksi virus (limfadenitis) yang mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi
saluran nafas.Keadaan ini menimbulkan pembengkaan bagian
intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi aliran vena obstruksi intestinal
perdarahan.Penebalan ini merupakan titik permulaan invaginasi.

Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus

9
yang terjadi pada bayi/ anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui
pada kira-kira 95% kasus.Sebaliknya 80% dari kasus pada dewasa
mempunyai suatu penyebab organik, dan 65% dari penyebabnya ini berupa
tumor baik benigna maupun maligna.Oleh karenannya banyak kasus pada
orang dewasa harus ditangani dengan anggapan terdapat keganasan.Insidensi
tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang hanya mengenai kolon saja (Price
& Wilson, 2006).

D. Patofisiologi
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada
dewasa pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua
komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus
lainya yang terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena
arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen
usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu
disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang
disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat
adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan
dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah
menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai
intususeptum.Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan.Perubahan
pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena
kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah
sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium.Edema dan
pembengkakan dapat terjadi.Pembengkakan dapt sedemikian besarnya
sehingga menghambat reduksi.Adanya bendungan menimbulkan perembesan
lendir dan darah ke dalam lumen.Ulserasi pada dindidng usus dapat
terjadi.Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren.Gangren dapat
berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps.Pembengkakan ddari
intisuseptum umumnya menutup lumen usus.Akan tetapi tidak jarang pula

10
lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi
pada intususepsi (Wong, 2008).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik
partiil maupun total dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal
yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus
distal.Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian
berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat
kembali normal sehingga terjadi invaginasi

E. Tanda dan Gejala


Menurut Price and Wilson (2006), tanda dan gejala dari invaginasi yaitu :
1. Nyeri perut hebat, mendadak dan hilang timbul dalam waktu beberapa
detik
2. Pada bayi, bayi sering muntah dan BAB bercampur darah dan lendir
3. Nyeri kolik berat disertai dengan tangisan yang keras
4. Muka pucat dan lemah
5. Pada dehidrasi, anak demam dan perut mengembung
6. Anak cepat marah, nafas dangkal, mendengkur, dan konstipasi
7. Anak sering menarik kaki ke atas perut dikarenakan nyeri yang diderita

F. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan adalah :
1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.
3. Antibiotika.
4. Laparotomi eksplorasi.
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan
pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih baik.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak
sejak dahulu mencakup dua tindakan :

11
1. Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus
menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali
keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang
keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.
2. Reduksi manual (milking) dan reseksi usus
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu,
angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah
lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah,
gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis,
pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Laparotomi dengan
incisi transversal interspina merupakan standar yang diterapkan di RS.
Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan
keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan
halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman
operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil
direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau
ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus
direseksi dilakukan anastomose “end to end” apabila hal ini
memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau
enterostomi.

G. Prognosis
Menurut Sodikin (2012), intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan
selalu berakibat fatal. Kesempatan sembuh terkait kangsung dengan lamanya
intususepsi sebelum reduksi. Kebanyakan bayi sembuh jika intususepsi
direduksi dalam 24 jam pertama. Tetapi angka mortalitas meningkat dengan
cepat setelah waktu ini, terutama setelah hari kedua.Reduksi spontan selama
persiapan untuk operasi tidak jarang terjadi.
Angka kekambuhan pascareduksi intususepsi dengan enema barium
adalah sekitar 10 % dan dengan reduksi bedah sekitar 2-5%.Tidak pernah

12
terjadi setelah dilakukan reseksi bedah. Tidak mungkin intususepsi, yang
disebabkan oleh suatu lesi seperti limfosarkoma, polip, atau diverikulum
Meckelli, akan berhasil direduksi dengan enema barium. Dengan terapi bedah
yang adekuat, reduksi dengan operasi sangat mengurangi angka mortalitas
pada kasus dini.
H. Komplikasi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan
(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan aliran air dan natrium dari lumen ke darah. Karena 8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, dan tidak adanya absorbsi
dapat mengakibatkan penimbunan intralumen yang cepat.Muntah serta
defekasi disertai darah dan lendir merupakan sumber utama kehilangan cairan
dan elektrolit.Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan
ekstrasel yang mengakibatkan syok hipotensi, syok hypovolemik,
pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis
metabolik.

13
BAB III

KONSEP TEORI LAPARATOMI

A. Konsep Dasar Laparatomi


1. Pengertian
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan
Jong, 1997). Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan
yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah
digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan
dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi,
hemoroidektomi dfan fistuloktomi.
Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan
laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba
fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi
total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus (Arif
Mansjoer, 2010).Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput
perut dengan operasi(Lakaman2011).Laparatomy eksplorasi digunakan untuk
mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan.
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2008):
a. Midline incision

14
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit
perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta
tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis
ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster,
pankreas, hepar, dan klien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi
ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
b. Paramedian
Yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5
cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi
pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus
bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki
keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis,
tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah
atas dan bawah
c. Transverse upper abdomen incision
Yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy
dan splenektomy.
d. Transverse lower abdomen incision
Yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior
spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy. Post op atau Post
operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses pembedahan pada
area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter (2005)
dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu
periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post
operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post
laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan
perawatan yang di berikan kepada klien yang telah menjalani operasi
pembedahan abdomen

B. Etiologi
Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh

15
beberapa hal (Smeltzer, 2012) yaitu:
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2. Peritonitis
3. Perdarahan saluran cernas
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Massa pada abdomen
C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri tekan.
2. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
3. Kelemahan.
4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.
5. Konstipasi.
6. Mual dan muntah, anoreksia.

D. Komplikasi
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi
dini post operasi.
2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus
aurens, organisme gram positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan
luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptic
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi.
4. Ventilasi paru tidak adekuat.
5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

16
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.(Arif Mansjoer, 2012).

E. Patofisiologi
Trauma adalah cedera atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2011). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor
implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau
tidak disengaja (Smeltzer, 2011).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
(Smeltzer, 2011)
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi
dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (setbelt) dapat mengakibatkan
terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan laparatomy.(Arif
Muttaqin, 2013).
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan
darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organorgan, nyeri, iritasi
cairan usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan
hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis,
perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel.
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan respon stress dari saraf
simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan
perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri
akut.(Arif Muttaqin, 2013).
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis

17
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi
appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon
(paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan
penyebab peritonitis tersier.
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus
biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya
lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi
total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada
area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan
abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian
lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus
besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi
amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau
dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus
meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada
dinding usus).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rektum : Adanya darah menunjukkan kelainan pada usus
besar,kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung dan
kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium : Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit dan Analisis urine.
3. Radiologik : Bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram : Hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.
5. Parasentesis perut : Tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut

18
yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul
perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan
menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui
dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat
dengan menggosokkan bulibuli terlebih dahulu.

G. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi


1. Syok
a. Pencegahan :
1) Terapi penggantian cairan
2) Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum
3) Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan
dengan menggunakan narkotik secara bijaksana
4) Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah
vasodilatasi)
5) Ruangan tenang untuk mencegah stress
6) Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi
7) Pemantauan tanda vital
b. Pengobatan :
1) Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan.
2) Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
3) Pemantauan status pernafasan dan CV
4) Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal
kanul jika diindikasikan .
5) Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :
komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)
6) Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau
diuretik (mengurangi retensi cairan dan edema)

19
H. SOP PRE, INTRA, DAN POST OPERASI LAPARATOMI

MENYIAPKAN PASIEN PRE OPERASI LAPARATOMI


STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Pengertian Adalah prosedur persiapan pada pasien sebelum dilakukan operasi
besar membuka perut / laparatomi, agar terhindar dari hal-hal yang
tidak diinginkan.
Tujuan a. Untuk memudahkan dokter bedah atau dokter anastesi,
melakukan pembedahan / pembiusan.
b. Untuk mengurangi komplikasi pasca bedah.
c. Pasien dapat dipersiapkan secara fisik, mental dan spiritual
sebelum dilakukan operasi.
d. Tindakan dapat dilakukan sesuai dengan rencana yang
diharapkan.
e. Baik pasien maupun pelaksana merasa nyaman dan aman
sebelum melakukan operasi.
Kebijakan 1. Persiapan pasien operasi laparatomi dilakukan sesuai dengan
prosedur persiapan operasi caesar.
2. Setiap tindakan operasi di RS harus atas persetujuan pasien dan
keluarga.
3. Persetujuan tindakan operasi berupa informed consent harus
sudah ada sebelum pasien masuk ke kamar operasi
Prosedur A. PERSIAPAN

20
Persiapan Alat
1. Persiapan alat untuk pemeriksaan tekanan darah, suhu, nadi dan
pernafasan.
2. Seperangkat alat untuk injeksi dan obat-obatan untuk
premedikasi.
3. Seperangkat alat untuk memasang infus
4. Seperangkat alat untuk memasang dower catheter
5. Seperangkat alat untuk memasang NGT
6. Pisau cukur
Unit Terkait

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR


LAPARATOMI
A. Pengertian
Laparatomi adalah insisi melalui dinding perut atau abdomen untuk
melakukan visualisasi organ di dalam abdominal.
B. Tujuan
Mengeluarkan jaringan patologis yang berada di dalam abdominal dengan
ukuran kecil sampai besar
C. Indikasi
1. Pasien dengan trauma abdomen
2. Pasien dengan peradangan atau kelainan pada abdomen
D. Persiapan
1. Persiapan Pasien
a. Pasien telah menandatangani persetujuan tindakan pembedahan dan
kelengkapan identitas pasien
b. Pasien dipersiapkan dalam kondisi bersih dan mengenakan pakaian
khusus masuk kamar operasi
c. Melepas semua benda logam yang digunakan pasien seperti

21
perhiasan dan gigi palsu bila ada
d. Pasien telah menjalani dan disertakan hasil pemeriksaan laboratorium
serta hasil pemeriksaan radiolog
2. Persiapan Lingkungan
a. Pastikan AC ruangan berfungsi dengan baik
b. Menata dan mengecek fungsi mesin couter, suction dan lampu
operasi
c. Menata meja instrument, meja mayo dan troli waskhom
d. Mempersiapkan dan menempatkan tempat sampah medis agar mudah
dijangkau

3. Persiapan Alat
a. Instrument Operasi
No Instrumen Jumlah
1 Scaple 1
2 Bisturi No 1 1
3 Klem Arteri 5
4 Klem Elis 4
5 Gunting 2
6 Duk Klem 5
7 Pinset 4
8 Needle 2
9 Benang 4
10 Retractor 2
11 Nearbekken 2
12 Com 2
13 Korentang 1
14 Counter 1

22
15 Selang Suction 2
16 Baskom Stereil 1
17 Duk Kecil 4
18 Duk Besar 1

b. Persiapan Bahan Habis Pakai


No Bahan Jumlah
1 Handscoen steril no 6.5/7/7.5 Sesuai kebutuhan
2 Colostomy bag 1
3 Jelly Secukupnya
4 Kassa steril 50
5 Betadine Secukupnya
6 Hepavix Secukupnya
7 Polley catheter cab 2 no 18 1
8 Urine bag 1
9 Sufratule 2

c. Instrument Tehnik
1) Mengecek kelengkapan data pasien seperti identitas, surat
persetujuan operasi, anestesi, pemeriksaan radiologi dan
laboratorium
2) Membantu memindahkan pasien ke meja operasi yang sudah
dialasi dengan kain bersih

23
Sign In
3) Perawat sirkuler melakukan sign in yang meliputi :
a) Identitas pasien
b) Penandaan area operasi
c) Riwayat alergi pada pasien
d) Persiapan mesin dan anestesi
e) Apakah ada resiko kehilangan darah >500 ml, jika ya perlu
IV line 2 cabang
4) Dokter melakukan pembiusan dengan block fleksus (Spinal)
5) Setelah dokter anastesi melakukan pembiusan, pasien
diposisikan terlentang kemudian pasang elektroda untuk
monitor tanda vital, elektroda untuk mesin counter,
sphygmomanometer untuk tekanan darah,berikan pengganjal
pada daerah tangan dan abdomen serta kepala diberi bantal
cincin
6) Perawat sirkuler memasang kateter
7) Perawat instrument melakukan surgical scrub, gowning dan
gloving
8) Lalu melakukan tehnik aseptic/desinfeksi pada daerah operasi
dengan betadine
9) Melakukan drapping
a) Duk kecil untuk daerah sekitar abdomen, fiksasi dengan
duk klem
b) Duk besar untuk menutupi keseluruhan dan focus pada area
operasi
10) Pasang kabel couter dan selang suction, fiksasi dengan duk
kelm, lalu dekatkan meja instrument
11) Berikan kasa kering pada operator untuk membersihkan
lapangan operasi dari larutan desinfeks
Time Out
a) Konfirmasi nama tim operasi

24
b) Identitas pasien
c) Pemberian antibiotic profilaksis
d) Estimasi lama operasi
e) Perhatian khusus selama pembiusan
f) Sterilisasi alat instrument
12) Berikan scapel pada operator untuk melakukan insisi pada area
abdomen
13) Berikan kasa steril dan pinset serurgi untuk membantu
membersihkan area abdomen
14) Setelah terbuka seluruh lapisan, bagian abdomen ditahan
dengan menggunakan retractor
15) Dilakukan eksplorasi untuk mencari bagian usus untuk
mengeluarkan fesesnya
16) Feses ditampung dalam baskom steril dan dibersihkan dengan
suction
17) Membuat anus buatan untuk tempat pengeluaran feses
18) Setelah itu menjahit daerah usus dengan benang absorbable dan
bagian luar dengan non-absorable
19) Bagian abdomen yang disayat juga djahit Kembali
20) Memasang colestomi bag untuk menampung feses
21) Memasang supratul pada daerah abdomen, ditutup dengan
kassa steril dan hepafix
Sign Out
a) Konfirmasi identitas klien
b) Tindakan yang telah dilakukan
c) Lama operasi yang dilakukan
d) Tanda vital dan keadaan umum klien
22) Insisi pembedahan dijahit menggunakan benang dan ditutup
23) Tindakan operasi selesai, melakukan evaluasi keadaan umum
pasien sebelum dipindahkan ke ruang RR

25
MEMONITOR PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Pengertian Adalah suatu tatacara memonitor pasien yang telah dilakukan operasi
besar / laparatomi, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Tujuan 1. Untuk menjaga kondisi pasien agar kembali normal.
2. Untuk mengevaluasi kondisi pasien setelah dilakukan tindakan
operasi besar.
Kebijakan 4. Monitoring pasien operasi laparatomi dilakukan sesuai dengan
prosedur persiapan operasi laparatomi.
5. Monitoring dilakukan secara ketat dibawah tenaga terlatih.
6. Setiap perkembangan yang terjadi pada pasien harus diketahui
oleh dokter penanggung jawab
Prosedur B. PERSIAPAN
Persiapan Alat
7. Seperangkat alat untuk pemeriksaan takanan darah, suhu, nadi,
pernafasan
8. Seperangkat alat untuk injeksi
9. Seperangkat alat pemenuhan kebutuhan O2.
Persiapan Pasien

26
PELAKSANAAN
1) RR (Recovery Room)
Serah terima pasien dengan petugas anastesi tentang :
a. Intruksi dokter.
b. Alat yang terpasang seperti infus, transfuse, drain
c. NGT, dower chateter, jaringan (di PA atau tidak)
2) Di ruang perawatan
a. Mengobservasi tanda tanda vital
b. Memberikan O2 sesuai kebutuhan
c. Memperhatikan intake dan output cairan tubuh
(infus, dower chateter, tranfusi bila ada terutama
urine harus 50 cc / jam sampai dengan pasien
diperbolehkan minum bebas
d. Memperhatikan intruksi dokter pasca bedah dan cek
HB (bila HB dan pasien telah tranfusi)
e. Melaporkan hal hal yang diinginkan kepada dokter
Unit Terkait 1) Instalasi rawat inap
2) IGD
3) Instalasi kamar operasi
4) Instalasi ruang bersalin
5) ICU/NICU

27
JURNAL
LAPARATOMI

A. Judul Jurnal
Penurunan Skala Nyeri Pada Anak Post Operasi Laparatomi
Menggunakan Terapi Musik Mozart
B. Penulis Jurnal
Penurunan Skala Nyeri Pada Anak Post Operasi Laparatomi
Menggunakan Terapi Musik Mozart
C. Volume Jurnal
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020/ page 127-131
D. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif studi kasus dengan
pendekatan proses keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan dilakukan
pada anak post operasi laparatomi dengan jumlah responden 2 anak.
Pengumpulan data menggunakan rekam medik, wawancara, observasi dan
metode asuhan keperawatan. Alat pengumpulan data meliputi handphone,
airphone, musik mozart yang berjudul Piano Concerto,A Mayor, K. 491. dan
Alat untuk skala nyeri menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Kriteria
inklusinya yaitu anak dengan paska operasi laparatomi, berusia 5-10 tahun,
dapat membaca dan menunjukkan gambar/angka.
E. Hasil Penelitian
Dari hasil studi kasus pada asuhan keperawatan anak pada An.M dan An.
A dengan post operasi laparatomi di ruang anak lantai dasar RSUP
Dr.Kariyadi Semarang dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan skala
nyeri setelah diberikan intervensi terapi musik mozart.

28
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

PADA ANAK POST OP LAPARATOMI

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan. Kegiatan
yang dilakukan pada saat pengkajian adalah mengumpulkan data, memvalidasi
data, mengorganisasian data dan mencatat data yang diperoleh. (Dinarti,2013)
Menurut Sodikin (2012), pengkajian pada anak dengan Intvaginasi adalah:
1. Anamnesa
a) Identitas anak :
Intususepsi lebih sering terjadi pada anak umur 7-12 bulan rasio
frekuensi kejadian Intususepsi pada anak laki-laki dan perempuan adalah
4:1 dan lebih sering pula terjadi pada anak usia 4-8 bulan hal ini dapat
terjadi akibat adanya kesempatan untuk diet lebih padat yang mengubah
peristaltis usus.
b) Keluhan utama : Nyeri akut
c) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan uraian rinci dari keluhan utama melalui pendekatan
PQRST.
1) P: (Provocative) Apa yang menyebabkan Nyeri terjadi. Adanya faktor
predisposisi penyebab Nyeri ialah luka post operasi
2) Q: (Quality or Quantity) Mutu atau jumlah Nyeri dalam sehari. Nyeri
terasa hilang timbul
3) R: (Region) letak daerah yang sakit. Abdomen terdapat gangguan
pada luka post operasi di region umbilicus
4) S: (Safety and security) keparahan atau keamanan.Nyeri terasa hebat
kalau anak digendong dan nyeri berkurang kalau anak terlentang
diatas tempat tidur.

29
5) T : (Time) kapan anak mulai mengalami Nyeri. Nyeri muncul saat
siang dan malam
d) Riwayat penyakit Dahulu
Riwayat adanya infeksi enteral atau infeksi saluran pencernaan, Infeksi
Parasit Cacing (ascaris, trichuris, oxyguris) Protozoa (entamoeba
histoticia, trimonas hominis), Jamur (candida albacus). Dan faktor
predisposisi lain seperti divertikulum Meckel, polip dalam usus,
apendiksitis yang terbalik, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
usia bayi dan tindakan masyarakat tradisional berupa pijat perut.
e) Riwayat penyakit keluarga
Divertikulum Meckel, polip dalam usus, apendiksitis yang terbalik,
diare serta kelinan bawaan dalam keluarga merupakan beberapa faktor
predisposisi dari invaginasi.

2. Riwayat Tumbuh Kembang


a. Pertumbuhan
Pada anak usia 7 bulan, diketahui pertumbuhan normal berat badan 7-9
kg, Panjang badan 69–103 cm, lingkar kepala 40–45 cm dan gigi susu
mulai tumbuh gigi seri pada rahang bawah dan atas (Santrock, 2011).
Dengan adanya Invaginasi maka akan mempengaruhi berat badan anak,
dimana akan terjadi penurunan berat badan.
b. Perkembangan
Menurut Santrock, (2011), tahap perkembangan anak usia 7 bulan
adalah :
1) Perkembangan Psikoseksual
Anak usia berada pada tahap Oral, dimana oral berfungsi sebagai alat
pemuas kenikmatan.
2) Perkembangan Psikososial
Anak usia 7 bulan berada pada tahap kepercayaan vs
ketidakpercayaan. Pada tahap ini bayi membentuk dasar pengharapan

30
seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat yang baik dan
menyenangkan untuk ditinggali.
3) Perkembangan Kognitif
Anak usia 7 bulan berada pada tahap sensoris-motorik. Pada tahap ini
, bayi membangun pengertiannya terhadap dunia dengan
mengoordinasi pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar)
dengan tindakan fisik.
4) Perkembangan Psikomoral
Tahap orientasi relativitas dan instrumental pada tingkat pemikiran
pra konvensional, mempunyai perkembangan bahwa segala tindakan
dilakukan hanya untuk memuaskan individu akan tetapi juga kadang-
kadang untuk orang lain, kesetiaan, penghargaan, kebijakan diambil
untuk diperh

3. Aktivitas
a. Pola nutrisi
Pada pasien bayi dengan post op laparotomi hari pertama harus
dipuasakan karena pada periode itu sistem gastrointestinal masih dibawah
pengaruh anestesi sampai pasien sudah bisa flatus dan setelah beberapa
hari (hari kedua) frekuensi pemberian ASI harus ditambah supaya
kebutuhan nutrisi terpenuhi sehingga dapat mengurangi resiko cedera pada
sistem pencernaan.itungkan.
b. Pola eliminasi
Pada umumnya operasi didaerah perut pasien akan mulai buang air
kecil setelah 8-10 jam post op dan akan BAB pada hari ke dua bila
intakenya adekuat. Pada hari ke 3 dan ke 4 bayi akan mengalami diare
disebabkan sisa usus halus yang ditinggalkan saat operasi laparotomi
(SSB) .
c. Pola istirahat tidur

31
Pada anak dengan post op laparotomi invaginasi hari pertama
masih belum mengalami gangguan tidur karena anak masih dibawah
pengaruh anestesi. Beberapa jam setelah efek anestesi habis
kebutuhan istirahat dapat terganggu karena nyeri pada luka post op,
sehingga anak menjadi rewel.
d. Pola personal hygiene
Pada anak dengan post op laparotomi invaginasi kebutuhan
personal hygine diri tergantung pada pengetahuan keluarga tentang
perawatan pada anak dengan post op laparotomi.
e. Pola aktivitas
Pada anak dengan post op laparotomi invaginasi akan mengalami
perubahan dan penurunan aktivitas fisik akibat nyeri di abdomen dan efek
anastesi, sehingga menyebabkan kekakuan otot yang akan mempengaruhi
pola aktivitas anak.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital (Brunner & Suddarth, 2002):
1) Tingkat kesadaran: Pada anak post operasi laparotomi akan mengalami
penurunan kesadaran akibat efek dari anestesi. Kesadaran akan
kembali berangsur-angsur dari kondisi somnolen ke kondisi
composmentis setelah efek anestesi hilang
2) Frekuensi pernafasan: Pada jam pertama kemempuan anak untuk
bernafas menjadi terbatas dan tidak teratur (dispnea) karena pengaruh
anestesi. Pada jam berikutnya pernafasan menjadi pendek dan cepat
mungkin akibat nyeri, balutan yang terlalau ketat, dilatasi lambung,
atau obesitas.
3) Frekuensi nadi: Pada anak post operasi laparotomi terjadi penurunan
cardiac output karena pengaruh anestesi sehingga ditemukan takikardi,
berkeringat dan pucat. Tekanan darah yang sebelumnya stabil yang
menunjukkan kecenderungan menurun 5 mmHg dan sampai akhirnya
akan terjadi hipotensi.

32
4) Suhu : Pada anak post operasi laparotomi terjadi penurunan suhu
tubuh karena pengaruh anestesi. Suhu tubuh akan kembali berangsur-
angsur dari kondisi hipotermi ke kondisi normal setelah efek anestesi
hilang
b. Kepala: Pada anak dengan post op laparotomi konjungtiva akan berwarna
pucat (anemis) yang disebabkan terjadinya perdarahan saat proses operasi,
perubahan sirkulasi dan akibat nyeri yang dirasakan anak.
c. Thorax (Dada): Medikasi nyeri/ efek anestesi dapat mempengaruhi
kemempuan anak untuk bernafas, pernafasan anak menjadi terbatas dan
tidak teratur(dispnea). Sehingga muncul retraksi otot bantu pernafasan.
d. Abdomen: terdapat luka post operasi laparotomi, pada hari ke 1 sampai ke
5 terjadi tahap inflamasi dimana luka bersih tidak ada pus pada luka dan
pada jahitan, warna dasar luka merah muda. Fase proliferasi terbentuknya
serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan bertautnya
tepi luka. Fase maturasi berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun pada
tahap ini akan terbentuk parut luka yang matang. anak dengan post op
laparotomi umumnya usus akan bekerja seperti biasa dalam 2-3 hari,
Sehingga pada post op hari pertama dan kedua bising usus akan turun
(hipoperistaltik usus)
e. Genetalia dan anus: Pada anak dengan post op laparotomi tidak ditemukan
kelainan yang menonjol pada genetalia dan anus
f. Ekstremitas: Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri di
abdomen karena efek dari pembedahan. Serta efek anastesi sehingga
menyebabkan kekakuan otot.

5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Padila (2012) pemeriksaan penunjang pada anak dengan post
operasi laparotomi invaginasi adalah pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan
darah lengkap akan ditemui leukositosis pada hari ke tiga, hematokrit
meningkat,dan asidosis metabolik.

33
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif. (D.0077)
2. Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi. (D.0142)
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi. (D.0111)
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri. (D.0080)

C. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan dengan (L.08066) (I.08238)
prosedur invasif. (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x24 jam - Identifikasi lokasi,
diharapkan tingkat nyeri klien karakteristik,
menurun dengan kriteria durasi, frekuensi,
hasil : kualitas, intensitas
- Keluhan nyeri nyeri
menurun - Identifikasi skala
- Meringis menurun nyeri
- Sikap protektif - Identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
- Gelisah menurun - Identifikasi faktor
- Perasaan takut yang memperberat
mengalami cedera dan memperingan
berulang menurun nyeri
- Perasaan depresi - Identifikasi

34
(tertekan) menurun pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Ajarkan teknik

35
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
2. Risiko infeksi berhubungan (L.14137) (I.14539)
dengan luka post operasi. Setelah dilakukan tindakan Observasi
(D.0142) keperawatan selama 3x24 jam - Monitor tanda dan
diharapkan tingkat infeksi gejala infeksi lokal
klien menurun dengan kriteria dan sistemik
hasil : Terapeutik
- Demam menurun - Batasi jumlah
- Kemerahan menurun pengunjung
- Nyeri menurun - Berikan perawatan
- Bengkak menurun kulit pada daerah
edema
Edukasi
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan etika batuk
- Ajarakan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
3. Defisit pengetahuan berhubungan (L.12111) (I.12383)
dengan tidak familiar dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
sumber informasi. (D.0111) keperawatan selama 3x24 jam - Identifikasi
diharapkan tingkat kesiapan dan
pengetahuan klien meningkat kemampuan

36
dengan kriteria hasil : menerima informasi
- Perilaku sesuai anjuran - Identifikasi faktor-
meningkat faktor yang dapat
- Kemampuan meningkatkan dan
menjelaskan menurunkan
pengetahuan tentang motivasi perilaku
suatu topik meningkat hidup bersih dan
- Perilaku sesuai dengan sehat
pengetahuan Terapeutik
meningkat - Sediakan materi
- Pertanyaan tentang dan media
masalah yang dihadapi pendidikan
meningkat kesehatan
- Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan faktor
risiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
- Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan

37
perilaku hidup
bersih dan sehat
4. Ansietas berhubungan dengan (L.09093) (I.09314)
krisis situasional, nyeri. (D.0080) Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x24 jam - Identifikasi
diharapkan tingkat ansietas penurunan tingkat
klien menurun dengan kriteria energy,
hasil : ketidakmampuan
- Verbalisasi berkonsentrasi, atau
kebingungan menurun gejala lain
- Verbalisasi khawatir mengganggu
akibat kondisi yang kemampuan
dihadapi menurun kognitif
- Perilaku gelisah - Identifikasi teknik
menurun relaksasi yang
- Perilaku tegang pernah efektif
menurun digunakan
- Identifikasi
kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
- Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik
- Ciptakan
lingkungan tenang
dan tanpa gangguan
dengan
pencahayaan dan

38
suhu ruang nyaman,
jika memungkinkan
- Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan
prosedur teknik
relaksasi
- Gunakan pakaian
longgar
Edukasi
- Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan,
dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis,
music, meditasi,
napas dalam,
relaksasi otot
progresif)
- Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih
- Anjurkan
mengambil posisi
nyaman
- Demonstrasikan
dan latih teknik
relaksasi (mis,
napas dalam,
peregangan, atau
imajinasi

39
terbimbing)

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.Pelaksanaan bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.Tahap pelaksanaan merupakan
bentuk tindakan yang direncanakan sebelumnya dan disesuaikan dengan
waktu pelaksanaan tindakan (Doenges, 2002).

E. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan tahap akhir proses keperawatan
yang bertujuan untuk menilai hasil dari keseluruhan tindakan keperawatan
yang dilakukan, ditulis dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk
mendokumentasikan keadaan pasien baik berupa keberhasilan maupun
ketidakberhasilan yang dilihat berdasarkan masalah yang ada.

40
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi, Laparo
sendiri berarti perutatau abdomen sedang kantomi berarti penyayatan. Dengan
demikian laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding
abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi
(Fossum, 2002). Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang
melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga kecavitas abdomen
(Sjamsuri hidayat dan Jong, 2010).

B. Saran
Perawat sebaiknya memberikan edukasi kesehatan terkait invaginasi,
pencegahan dan penatalaksanaan kepada pasien dan keluarga. Edukasi yang
diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan mempertimbangkan
keadaan saat pasien pulang ke rumah. Pemberian edukasi kesehatan sebaiknya
selama pasien dirawat sehingga dapat dievaluasi.

41
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi


dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Brunner and suddart.(2011).Textbook of Medical Surgical Nursing.Sixth


Edition.J.B. Lippincott Campany, Philadelpia.

Brooker, Christine. 2001.Kamus Saku Keperawatan Ed.31EGC : Jakarta.


Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi
10.Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E. (2011).Rencana Asuhan Keperawatan Jakarta: EGC


Manuaba, I,B,G, 2004”Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetri Dan
Ginekologi”

https://pdfs.semanticscholar.org/64fa/
6a4f4083cb7c1612ceab677e98ec2bb08409.pdf

https://id.scribd.com/document/384898982/318140683-SOP-Persiapan-Operasi

42
43

Anda mungkin juga menyukai