Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS)

A. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Mansjoer : 2000).
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan
manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan. Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah
sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam
Berdarah Dengue (DBD).
B. ETIOLOGI
a. Mekanisme Penularan
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan
manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan
melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod
borne diseases. Virus dengue berukuran 8 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan
berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang
peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.
Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius.
Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan
sumber penular DBD.
Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum
demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka
virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya
virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga
dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita
(masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang
lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh
karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular
(infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk
menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui
saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama
air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk
Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Nyamuk betina sangat
menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang.
b. Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD
Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat
nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD
adalah :
a) Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)
b) Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang
datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat umum itu antara lain
:
 Sekolah Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah,
merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk terserang
penyakit DBD.
 Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya :
Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya
adalah penderita DBD, demam dengue atau carier virus dengue.
 Tempat umum lainnya seperti : Hotel, pertokoan, pasar, restoran,
tempat-tempat ibadah dan lain-lain.
c) Pemukiman baru di pinggiran kota karena di lokasi ini, penduduk umumnya
berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat
penderita atau carier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari
masing-masing lokasi awal.
c. Nyamuk Penular DBD
Morfologi Nyamuk Penular DBD Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
mempunyai morfologi sebagai berikut :
a) Nyamuk dewasa Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil, jika dibandingkan
dengan rata-rata nyamuk yang lain. Mempunyai warna dasar hitam dengan
bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki.
b) Pupa (Kepompong) Pupa atau kepompong berbentuk seperti “Koma”.
Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibandingkan larva (jentik)nya.
Pupa nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan
rata-rata pupa nyamuk lain.
c) Larva (jentik) Ada 4 tingkat (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larva i.
Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm. ii. Larva instar II
berukuran 2,5-3,8 mm. iii. Larva instar III berukuran lebih besar sedikit dari
larva instar II. 10 iv. Larva instar IV berukuran paling besar 5mm. Larva dan
pupa hidup pada air yang jernih pada wadah atau tempat air buatan seperti
pada potongan bambu, dilubang-lubang pohon, pelepah daun, kaleng kosong,
pot bunga, botol pecah, tangki air, talang atap, tempolong atau bokor, kolam
air mancur, tempat minum kuda, ban bekas, serta barang-barang lainnya yang
berisi air yang tidak berhubungan langsung dengan tanah.
d) Telur Telur berwarna hitam dengan ukuran lebih 0,80 mm. Telur berbentuk
oval yang mengapung satu persatu pda permukaan air yang jernih, atau
menempel pada dinding penampungan air, Aedes aegypti betina bertelur
diatas permukaan air pada dinding vertikal bagian dalam pada tempat-tempat
yang berair sedikit, jernih, terlindung dari sinar matahari langsung, dan
biasanya berada di dalam dan dekat rumah. Telur tersebut diletakkan satu
persatu atau berderet pada dinding tempat air, di atas permukaan air, pada
waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air.
d. Lingkungan Hidup Nyamuk Aedes aegypti seperti nyamuk lainnya mengalami
metamorfosis sempurna yaitu telur – jentik – kepompong – nyamuk. Stadium telur,
jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi
jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Telur dapat
bertahan hingga kurang lebih selama 2-3 bulan apabila tidak terendam air, dan
apabila musim penghujan tiba dan kontainer menampung air, maka telur akan
terendam kembali dan akan menetas menjadi jentik. Stadium jentik biasanya
berlangsung 6-8 hari, dan stadium pupa (kepompong) berlangsung antara 2-4 hari.
Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat
mencapai 2-3 bulan.
e. Variasi Musiman Pada musim hujan tempat perkembang biakan Aedes aegypti yang
pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum
sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat
penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat
berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu pada musim hujan
populasi nyamuk Aedes aegypti terus meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit
dengue.
f. Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypti Tempat perkembangbiakan utama nyamuk
Aedes aegypti ialah pada tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang
tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-
tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini
biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan
dengan tanah. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a) Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk menampung air
guna keperluan sehari-hari, seperti: tempayan, bak mandi, ember, dan lain-
lain.
b) Bukan tempat penampungan air (non TPA), yaitu tempat-tempat yang biasa
menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti : tempat
minum hewan peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain), barang bekas
(kaleng,botol, ban,pecahan gelas, dan lain-lain), vas bunga,perangkap semut,
penampung air dispenser, dan lain-lain.
c) Tempat penampungan air alami, seperti : Lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang,
potongan bambu, dan lain-lain
C. KLASIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4
tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu : 1.
a. Derajat I Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
b. Derajat II Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan
seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi
telinga dan sebagainya.
c. Derajat III Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah
menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
d. Derajat IV Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140
mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang utama pada dengue shock syndrome ialah reaksi antigen-antibodi
dalam sirkulasi yang mengakibatkan aktifnya system komplemen C3 dan C5 yang
melepaskan C3a dan C5a dimana 2 peptida tersebut sebagai histamine tubuh yang merupakan
mediator kuat terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak
sebagai akiba terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh
darah dan masuk ke dalam ruang interstitial sehingga menyebabkan hipotensi,peningkatan
hemokonsentrasi,hipoproteinemia dan efusi cairan pada rongga serosa.
Pada penderita dengan renjatan/shock berat maka volume plasma dapat berkurang
sampai kurang lebih 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Renjatan hipovolemia ini bila
tidak ditangani segera akan berakibat anoksia jaringan,asidosis metabolic sehingga terjadi
pergeseran ion kalsium dari intraseluler ke extraseluler. Mekanisme ini diikuti oleh penurunan
kontraksi otot jantung dan venous pooling sehingga lebih memperberat kondisi
renjatan/shock.
Selain itu kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang
biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi secara adekuat.
Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh:
a. Trombositopenia hebat,dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dna
mencapai nilai terendah pada masa renjatan.
b. Gangguan fungsi trombosit
c. Kelainan system koagulasi,masa tromboplastin partial,masa protrombin memanjang
sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin normal,beberapa
factor pembekuan menurun termasuk factor ,V,VII,IX,X,dan fibrinogen.
d. DIC /Desiminata Intravakuler Coagulasi
Pada masa dini DBD peranan DIC tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan
perembesan plasma,namun apabila penyakit memburuk sehingga terjadi renjatan dan asidosis
metabolic maka renjatan akan mempercepat kejadian DIC sehingga peranannya akan
menonjol. Renjatan dan DIC salig mempengaruhi sehingga kejadian renjatan yang
irreversible yang disertai perdarahan hebat disemua organ vital dan berakhir dengan
kematian.( Rampengan dkk;1997.143)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hasil laboratorium
a) albumin cenderung menurun
b) Trombosit menurun
c) Hematokrit meningkat
d) HCO3 menurun.
e) Dengue blat IgM positif IgG positif pada hari ke 6.
f) NS 1 positif
b. Foto rontgen
Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) : Efusi Pleura
c. USG
Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan :
a) Asites dan Efusi pleura
b) Hepatomegali
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dengue fever (DF) umumnya bersifat self-limiting disease dan sampai sekarang tidak terdapat
terapi spesifik. Pasien DF dapat rawat jalan dan hanya diberikan penanganan simptomatik,
rehidrasi cairan, dan tirah baring.
a. Rehidrasi
Pasien disarankan rehidrasi secara oral dengan minum air putih, jus buah, dan cairan
lain yang mengandung elektrolit dan gula. Tujuan rehidrasi untuk mengembalikan
cairan yang hilang akibat demam dan muntah.
b. Paracetamol
Pasien dengan demam tinggi perlu diberikan paracetamol sebagai analgesik dan
antipiretik. Pemberian aspirin, ibuprofen, dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS)
lain tidak disarankan karena dapat mencetuskan gastritis dan perdarahan lambung.
c. Rawat Jalan dan Tirah Baring
Pasien dapat dirawat jalan dan tirah baring di rumah. Namun, pasien harus diberikan
peringatan untuk kembali ke fasilitas kesehatan apabila timbul warning sign bahaya,
seperti tidak terdapat perubahan klinis, perburukan keadaan, nyeri abdomen berat,
muntah terus menerus, ekstremitas dingin dan lembab, letargi atau iritabilitas,
perdarahan, dan tidak mengeluarkan urin selama 4−6 jam.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
a) Identitas : Umur, Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada
yang terkena DB)
b) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :
panas, muntah, epistaksis, pendarahan gusi.
2. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas
3. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)
4. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetic atau tidak)
5. Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang
6. Riwayat imunisasi
c) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan,
panjang badan, usia)
2. Pemeriksaan per system
1) System persepsi sensori : - Penglihatan : edema palpebra, air
mata ada/tidak, cekung/normal - Pengecapan : rasa haus
meningkat/tidak, tidak lembab/kering
2) System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
3) System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis,
cuping hidung, odem pulmo, krakles
4) System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak
teraba, kapilary refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis,
sianosis perifer, nyeri dada
5) System gastrointestinal : - Mulut : membrane mukosa
lembab/kering, pendarahan gusi - Perut : turgor,
kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut-
Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau,
konsistensi, darah, melena
6) System integument : RL test (+), petekie, ekimosis, kulit
kering/lembab, pendarahan bekas tempat injeksi
7) System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria Gejala
klinis didapatkan :
Derajat I: Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas,
manifestasi perdarahan hanya berupa uji torniquet positif dan
atau mudah memar, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai
perdarahan spontan dibawah kulit seperti ptekhie, hematoma dan
perdarahan dari tempat lain.
Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah
dengan terdapat kegagalan sistem sirkulasi, nadi cepat dan lemah
atau hipotensi, disertai kulit dingin dan sembab atau gelisah.
Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III
ditambah dengan renjatan yang berat ditandai tekanan darah
tidak terukur dan nadi tidak teraba.
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)
b) Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke
ekstravaskuler
c) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in
adekuat
c. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
a) Hipertermi berhubungan dengan Proses Infeksi Virus Dengue (Viremia)
Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan.
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 °c, membran mukosa basah, nadi
dalam batas normal (80 – 100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
Intervensi :
1. Berikan kompres (air biasa / kran). Rasional : mengurangi panas dengan
pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan
panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
2. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 – 2000 cc/hari
(sesuai toleransi). Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
akibat evaporasi.
3. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat pada klien. Rasional : Memberikan rasa nyaman dan
pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang
peningkatan suhu tubuh.
4. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap
3 jam sekali atau lebih sering. Rasional : Mendeteksi dini kekurangan
cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
5. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik
sesuai program. Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan
panas tubuh pasien.
b) Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Perpindahan Cairan Dari
Intravaskuler Ke Ekstravaskuler
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik. 
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70
mmHg, N: 80 – 120 x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry
refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
ntervensi :
1. Observasi vital sign tiap 3 jam / lebih sering. Rasional : Vital sign
membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
2. Observasi capillary Refill. Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
3. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ
diduga dehidrasi.
4. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi). Rasional :
Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
5. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah. Rasional :
Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya
hipovolemic syok.
c) Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
Intake In Adekuat
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan,
Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien,
mual dan muntah berkurang.
Intervensi :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Rasional :
Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien. Rasional : Mengawasi
masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan.
3. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan). Rasional : Mengawasi
penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
4. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan
atau makan diantara waktu makan. Rasional : Makanan sedikit dapat
menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah
distensi gaster.
5. Berikan dan Bantu oral hygiene. Rasional : Meningkatkan nafsu makan
dan masukan peroral.
6. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung
gas. Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster. g. Jelaskan pada
klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses
penyembuhan.
7. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
8. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.
9. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.
10. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius : Jakarta.

Ahmadi,U.F., 2001. Perubahan Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor, Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan
RI. Anies. 2006.

Soedarto.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga : Surabaya

Guzman MG, Gubler DJ, Izquierdo A, Martinez E, Halstead SB. Dengue infection. Nat
Rev Dis Prim. 2016;2:1–26.

Anda mungkin juga menyukai