Anda di halaman 1dari 59

HASIL SGD KASUS NEUROSENSORI

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Alvan Ardiansyah Da (1019031015)


Ayu Andini (1019031027)
Agnes Yolanda (1019031006)
Eka Putri Suratningsih (1019031042)
Fahmi Ardiañysah (1019031051)
Ilham Yudha Pratama (1018031056)
Novi Erma Savitri (1019031099)
Udoh Raudhatul Jannah (1019031147)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
2021
1. Kasus Pemicu I

Seorang laki-laki berusia 70 tahun, dirawat dengan keluhan mulut tiba-tiba menceng
ke kanan, sisi tubuh sebelah kanan tidak bisa digerakkan, tidak mampu berjalan.
Bicara pelo dan tidak jelas. Hasil CT scan menunjukkan lesi hemisfer kiri. Pasien
punya riwayat hipertensi selama 16 tahun. Hipertensi terkontrol. Keluhan dirasakan
tiba-tiba setelah bangun dari tidur.

a. Factor predisposisi : usia nya yang 70 tahun dan Riwayat hipertensi 16 tahun
Factor presipitasi :
ANAMNESA PEMERIKSAAN FISIK
1. Identitas klien dan PJ 1. Kaji keadaan umum dan
2. Keluhan utama kesadaran klien
3. PQRST 2. TTV
4. RPS 3. Pemeriksaan fisik System
5. RPD Neurologi
6. RPK Pemriksaan khas system neurologi :
7. Keluhan lain - Inspeksi adanya luka pada
8. Activity daily life kepala, wajah, cephal
9. Kaji sosio-psiko-spiritual hematome, racoon eye,
10. Kaji manajemen koping perdarahan telinga hidung dan
mulut
- Kaji Fungsi Nervus Kranial

b.

1
c. Pathway

2
d. Analisa data

3
No Data Etiologic masalah
1. Factor resiko : hipertensi Hipertensi Resiko perfusi
serebral tidak
Penimbunan efektif
lemak atau
kolesterol yang
meningkat dalam
darah

Lemak yang sudah


nekrotik dan
berdegenerasi

Infiltrasi limfosit
( thrombus)

Pembuluh darah
jadi kaku

Pembuluh darah
pecah

Kompresi jaringan
otak

Peningkatan TIK

Resiko perfusi
serebral tidak
efektif
2. DS: - Hipertensi Gangguan
DO: komunikasi verbal
Penimbunan
 mulut mencong kanan lemak atau
 Bicara pelo dan tidak kolesterol yang
jelas meningkat dalam
darah

Lemak yang sudah


nekrotik dan
berdegenerasi

Infiltrasi limfosit
( thrombus)

Pembuluh darah
jadi kaku

Pembuluh darah
pecah

Kompresi jaringan
otak

Peningkatan TIK
4
Merusak arteri
vertebra basilaris

Kerusakan
e. Renpra

N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


O KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Risiko Perfusi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Peningkatan Tekanan
Serbral tidak efektif selama 3x24 jam, Intrakranial
diharapkan perfusi serebral Observasi
meningkat dengan kriteria  Identifikasi penyebab peningkatan
hasil : TIK
 Tingkat kesadaran  Monitor tanda/gejala peningkatan
meningkat TIK
 Tekanan intra kranial  Monitor intake dan output cairan
menurun Terapeutik
 Sakit kepala menurun  Minimalkan stimulus dengan
 Nilai rata-rata tekanan menyediakan lingkungan yang
darah membaik tenang
Kesadaran membaik  Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sediasi dan anti
konvulsan
2. Gangguan Setelah dilakukan intervensi Promosi Komunikasi : Defisit
Komunikasi Verbal selama 3x24 jam, Bicara
berhubungan dengan diharapkan Komunikasi Observasi
penurunan sirkulasi Verbal Meningkat dengan  Identifikasi perilaku emosional
serebral kriteria hasil : dan fisik sebagai bentuk
 Kemampuan berbicara komunikasi
meningkat Terapeutik
 Afasia menurun  Gunakan metode komunikasi
 Disfasia menurun alternatif
 Disatria menurun  Ulangi apa yang disampaikan
 Pelo menurun pasien
 Respon perilaku Edukasi
membaik  Anjurkan bicara perlahan
 Pemahaman  Anjurkan pasien dan keluarga
komunikasi membaik proses kognitif, anatomis dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
 Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapi
3. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi
Fisik berhubungan selama 3x24 jam, Observasi
dengan gangguan diharapkan Mobilitas Fisik  Identifikasi adanya nyeri atau
neuromuskular Meningkat dengan kriteria keluhan fisik lainnya
hasil :  Identifikasi toleransi fisik

5
 Pergerakan ekstremitas melakukan pergerakan
meningkat  Monitor frekuensi jantung dan
 Kekuatan otot tekanan darah sebelum memulai
meningkat mobilisasi
 Rentang gerak (ROM)  Monitor kondisi umum selama
meningkat melakukan mobilisasi
 Nyeri menurun Terapeutik
 Kecemasan menurun  Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan

RESUME

STROKE NON HEMORAGIK

KMB

Stroke Non Hemoragik

1. Pengertian:
Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan pada arteri
sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau
jaringan otak yang disuplai.

2. Penyebab:
• Aterosklerosis
Adalah penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri akibat penumpukkan plak

6
pada dinding pembuluh darah.Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan
ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain
dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu
penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian
mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa
mengecilnya pembuluh darah.

• Infeksi

Dapat menyebabkan Peradangan yang menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,


terutama yang menuju ke otak.

• Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.

• Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika
hipotensi ini sangat parah dan menahun.

3. Patofisiologi:

Terjadinya serangan otak iskemik, karena terjadi gangguan aliran darah otak akibat
obstruksi pembuluh darah. Gangguan aliran darah ini memicu serangkaian peristiwa
metabolik seluler yang kompleks yang disebut sebagai kaskade iskemik. Kaskade
iskemik dimulai saat aliran darah otak berkurang hingga kurang dari 25 mL per 100 g
darah per menit. Neuron tidak lagi mampu mempertahankan respirasi aerobik.
Mitokondria kemudian harus beralih ke respirasi anaerobik, yang menghasilkan asam
laktat dalam jumlah besar, menyebabkan perubahan pH. Peralihan ke respirasi
anaerobik yang kurang efisien ini juga membuat neuron tidak mampu memproduksi
adenosin trifosfat (ATP) dalam jumlah yang cukup untuk memicu proses depolarisasi.

7
Pompa membran yang menjaga keseimbangan elektrolit mulai gagal, dan sel-sel
berhenti berfungsi.

➢ Terjadinya Asteroklorosis (sumbatan pembuluh darah) karena adanya flak, flak itu
terjadi karena tekanan darah meningkat, yang mengakibatkan hipertensi nah disitulah
terjadi penyumbatan alidaran darah ke otak jadi berkurang dan dan terjadilah struke
non hemoragic.
➢ Terjadinya tekanan darah rendah terjadilah hipotensi yang mengakibatkan oksigen
ke seluruh tubuh berkurang dan pasukan ke oksigen pun berkurang dan terjadilah
struke non hemoragic.

8
Pathway

9
4. Jenis stroke

➢ Stroke Non Hemoragik Embolik


Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

➢ Stroke Non Hemoragik Trombus


Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak.
Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang
kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti
oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan
oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL).
Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis.

5. Tanda Dan Gejala:

✓ Mati rasa atau kelemahan pada wajah, lengan, atau tungkai, terutama di satu sisi
tubuh

✓ Kebingungan atau perubahan status mental

✓ Kesulitan berbicara atau memahami

✓ Gangguan visual

✓ Kesulitan berjalan

✓ Pusing atau kehilangan keseimbangan atau koordinasi

✓ Sakit kepala parah yang tiba-tiba

6. Pemeriksaan Penunjang:

➢ Angiografi Serebral: membantu menentukan penyebab dari struke secara spesifik.

10
➢ Lumbal Fungsi yaitu untuk menunjukkan adanya hermoragi atau tidak.

➢ Ct-scan yaitu untuk memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak infark atau iskemik, dan posisinya secara pasti

7. Penatalaksanaan Medis:

➢ Pengobatan/Terapi: posisikan kepala pasien 30o ubah posisi tidur setiap 2 jam,
bebaskan jalan napas beri O2 sesuai kebutuhan, jika demam atasi

dengan kompres dan antipiretik, pemberian nutrisi dengan cairan koloid atau
kristaloid serta elektrolit sesuai kebutuhan, jika kesulitan menelan atau terjadi
penurunan kesadaran dianjurkan melalui selang NGT.

➢ Pengobatan Konservatif meliputi:

a. Diuretika: Untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3


sampai 5 hari setelah infark serebral.

b. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi dari tempat lain
dalam kardiovaskuler.

c. Anti trombosit: dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting
dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.

➢ Pengobatan pembedahan

Tujuannya untuk memperbaiki aliran darah serebral.

➢ Rehabilitasi

a. Rehabilitasi Fisik: Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah
fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti
masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta
mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational
Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan
aktivitas seharihari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang
ketiga adalah terapi bicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita
dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi
dengan orang lain.

11
b. Rehabilitasi Mental: Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah
emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah
tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka
alami akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses
rehabilitasi. Oleh karena itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan
melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.

c. Rehabilitasi Sosial: Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu
penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup,
hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial
akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan
bantuan sosial.

8. Asuhan keperawatan:

1. Pengkajian:

- Identitas

Meliputi inisial pasien, umur pasien, jenis kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan,
status perkawinan, tanggal dan waktu masuk rumah sakit.

- Keluhan utama Keluhan utama yaitu keluhan yang di rasakan sekrang.

- Riwayat kesehatan sekarang

Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan
apakah sudah pernah mendapat pengobatan sebelumnya?jika ya di berikan obat apa.

- Riwayat kesehatan dahulu


kaji apakah sebelumnya punya riwayat penyakit hipertensi, dan kaji riwayat
pemakaian obat-obatan sebelumnya dan tanyakan apakah ada riwayat alergi terhadap
jenis obat maupun makanan.

- Riwayat Kesehatan Keluarga


2. Pemeriksaan fisik:

- Keadaan umum dan TTV meliputi: tekanan darah, respirasi, nadi dan suhu Inspeksi
kualitas kesadaran menggunakan GCS.

- Pemeriksaan fisik per sistem menurut Kowalak (2011) yaitu:

12
 Sistem pernapasan: inspeksi kesimetrisan penciuman menggunakan wangi
wangian.

 Sistem kardiovaskuler: di lihat ada peningkatan JVP atau tidak.

 Sistem neurologi: konjungtiva anemis atau ananemis, akralnya hangat atau dingin,

 Sistem sensori: inspeksi simetrisitas pergerakan bola mata dan kemampuan


pergerakan bola mata

 Sistem integument: inspeksi kulit adanya lesi atau tidak, adanya mati rasa atau
tidak dengan cara memberi sensasi tajam dan halus.

 Sistem musculoskeletal: adanya Kram otot atau tidak, kaji kekuatan otot pada
extremitas atas dan bawah, lalu inspeksi kemampuan bergeraknya secara mandiri dan
rentang gerak pada extremitas, dan kaji adanya luka pada extremitas atau tidak.

 Pemeriksaan saraf kranial 1-12

 Kaji reflek fisiologis pada ekstremitas atas dan bawah.

9. Diagnose Keperawatan:

➢ Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif

➢ Gangguan Mobilitas Fisik

➢ Gangguan Komunikasi Verbal


➢ Defisit Nutrisi

Kasus Pemicu II

Seorang Perempuan berusia 65 tahun, dirawat dengan penurunan kesadaran sekitar 24


jam yang lalu. Menurut keterangan keluarga pasien tiba-tiba tidak sadarkan diri
setelah tidur siang utk istirahat, namun pasien tidak bangun kembali malah cenderung

13
tidur ngorok dan sulit dibangunkan. Pemeriksaan fisik terlihat kelumpuhan pada
ekstremitas sebelah kanan, mulut rero. Hasil CT – scan menunjukkan perdarahan
hemisfer kiri. Pasien punya riwayat hipertensi selama 20 tahun. Jarang kontrol dan
minum obat Hipertensi tidak teratur.

PERTANYAAN (UNTUK KASUS 1-5)


a. Apakah faktor predisposisi dan presipitasi pada pasien?
b. Deskripsilan pengkajian (wawancara dan pemeriksaan fisik) spesifik yang perlu
dilengkapi pada kasus tersebut?
c. Buatlah patoflow berdasarkan kasus diatas !
d. Buatlah Analisa Data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang utama pada
kasus tersebut?
e. Buatlah Rencana Keperawatan pada pasien tersebut?

Form Pengisian :

a. Faktor predisposisi : pasien punya riwayat hipertensi selama 20 tahun ,


perdarahan hemisfer kiri
Factor presipitasi : pasien jarang control dan minum obat hipertensi tidak teratur.
b. Wawancara
 Identitas pasien
Nama : Ny A
Umur : 65 tahun
 Riwayat Kesehatan
KU : dengan penurunan kesadaran sekitar 24 jam
RPS : pasien tidak sadarkan diri setelah tidur siang, kelumpuhan pada ekstremitas
sebelah kanan, mulut rero
RPD : punya riwayat hipertensi selama 20 tahun.
RPK : tidak ada Riwayat penyakit keluarga
Pola makan dan tidur?
menanyakan pengaruh penyakit tersebut terhadap aktifitas social dan pekerjaan serta
penggunaan waktu senggang?

14
Pemeriksaan fisik

 Inspeksi kuantitas kesadaran menggunakan nilai GCS


 Inspeksi adanya luka pada kepala, wajah, cephal hematome, racoon eye, perdarahan
telinga hidung dan mulut
 Inspeksi kesimetrisan penciuman (indikator fungsi nervus I)
 Inspeksi kesimetrisan refleks pupil terhadap cahaya, pemeriksaan lapang pandang
(indikator fungsi nervus II)
 Inspeksi simetrisitas pergerakan bola mata dan kemampuan menggerakkan bola mata
(indikator fungsi nervus III, IV dan VI)
 Inspeksi wajah, apakah terdapat simetrisitas (jika ya terdapat gangguan nervus VII
fasialis)
 Inspeksi mulut apakah mencong atau tidak (jika ya terdapat gangguan nervus VII
fasialis)
 Minta pasien membuka mulut, tersenyum. Lihat simetrisitasnya (jika tidak simetris
terjadi gangguan nervus V dan VII)
 Lakukan pemeriksaan N VIII dengan tes Rinne- Webber dan tes keseimbangan
:hidung-jari atau tumit-kaki (jika ada tremor dan past pointing indikasi penyakit
cerebellar)
 Inspeksi adanya gangguan menelan atau tidak (,jika pasien tersedak, terdapat
gangguan nervus IX dan X)
 Minta pasien menjulurkan lidahnya, lihat apakah lidah tertarik ke satu sisi (jika ya,
mengindikasikan gangguan nervus XII)
 Minta pasien menjulurkan lidah, beri sensasi rasa pahit, manis, dan asin (jika ada
gangguan N VII maka sensasi di anterior lidah bermasalah, jika gangguan nervus X
maka gangguan di posterior lidah)
 Inspeksi kemampuan mengangkat bahu dan menggerakkan leher (jika ada masalah,
indikasi gangguan nervus XI)
 Inspeksi kemampuan bergerak secara mandiri dan rentang gerak lengan kanan dan
kiri
 Inspeksi adanya luka pada ekstremitas atas, luka bisa disebabkan fraktur atau trauma
yang menyebabkan gangguan persarafan

15
 Kaji kekuatan otot lengan : Minta pasien mengangkat tangan, jika langsung terjatuh
lagi kekuatan otot 3. Jika bisa melawan gravitasi beri beban, Jika tidak mampu
menahan beban kekuatan otot 4, jika mampu menahan kekuatan 5.
 Cek vibrasi dengan garpu tala (letakkan area strenum), letakkan pada samping ujung
ibu jari tangan dan instruksikan pasien untuk berespon "stop" jika sudah tidak
merasakan getaran dari garpu tala
 Inspeksi kemampuan bergerak secara mandiri dan rentang gerak ekstremitas bawah
kanan dan kiri
 Inspeksi adanya luka pada ekstremitas bawah, luka bisa disebabkan fraktur atau
trauma yang menyebabkan gangguan persarafan
 Kaji kekuatan otot lengan : Minta pasien mengangkat tangan, jika langsung terjatuh
lagi kekuatan otot 3. Jika bisa melawan gravitasi beri beban, Jika tidak mampu
menahan beban kekuatan otot 4, jika mampu menahan kekuatan 5.
 Jika pasien tidak mampu mengangkat tangan, minta pasien menggeser tangannya, jika
mampu menggeser kekuatan otot 2, jika tidak mampu menggeser raba tonus otot, jika
teraba kekuatan 1, jika tidak kekuatan 0
 Kaji titik dermatom (cek sensasi kulit) dengan memberikan stimulus halus
menggunakan kapas pada bagian central point (sternal angle/dahi), area femur, tibia
dan fibula hingga ke ujung jari (cek titik L2, L3, L4, L5, S1, dan S2) bandingkan
antara kanan dan kiri, lanjutkan dengan prict test (cek sensasi tajam) di titik yang
sama
 Cek vibrasi dengan garpu tala (letakkan area strenum), letakkan pada samping ujung
ibu jari kaki dan instruksikan pasien untuk berespon "stop" jika sudah tidak
merasakan getaran dari garpu tala
 Kaji refleks fisiologis lengan : refleks bicep dan tricep. Hasil: +1 hiporefleks, +2
normo refleks, +3 hiperrefleks
 Kaji refleks fisiologis kaki : refleks patella dan gastrocnemius. Hasil: +1 hiporefleks,
+2 normo refleks, +3 hiperrefleks
 Kaji refleks patologis seperti : Babinski, kaku kuduk, Brudzinsky I dan II, Laseq atau
Kernig. Hasil pemeriksaan (+) menunjukkan infeksi intraserebral
 Jika pasien tidak mampu mengangkat tangan, minta pasien menggeser tangannya, jika
mampu menggeser kekuatan otot 2, jika tidak mampu menggeser raba tonus otot, jika
teraba kekuatan 1, jika tidak kekuatan 0

16
 lakukan general inspeksi pada area ekstremitas untuk mengidentifikasi adanya scar,
kehilangan massa otot (wasting of muscle), gerakan yang tidak disadari pada
ekstremitas, fasikulasi (fasciculation), dan tremor pada ekstremitas atas
 Kaji titik dermatom (cek sensasi kulit) memberikan stimulus halus menggunakan
kapas pada bagian central point (sternal angle/dahi), lengan (cek titik C3, C4, C5, T1,
C6, C7 dan C8) bandingkan lengan kanan dan kiri, lanjutkan dengan prict test (cek
sensasi tajam) di titik yang sama
c. Patofisiologi.
Penyebabnya mungkin neurologis (cedera kepala, stroke), toksikologi (overdosis
obat, intoksikasi alkohol), atau metabolik (gagal hati atau ginjal ure, ketoasidosis
diabetik). Penyebab yang mendasari disfungsi neurologis adalah gangguan dalam
sel-sel sistem saraf, neurotransmiter, atau anatomi otak (lihat Bab 60). Gangguan
hasil dari sel- edema luar atau mekanisme lain, seperti gangguan transmisi kimia
di situs reseptor oleh antibodi. Struktur anatomi otak yang utuh diperlukan untuk
fungsi normal. Kedua belahan otak besar harus berkomunikasi, melalui corpus
callosum yang utuh, dan lobus otak (frontal, parietal, temporal, dan oksipital)
harus berkomunikasi dan mengoordinasikan fungsi khusus mereka (lihat Bab 60).
Struktur anatomi lain yang penting adalah otak kecil dan batang otak. Otak kecil
memiliki tindakan rangsang dan penghambatan dan sebagian besar Kembali
bertanggung jawab untuk koordinasi gerakan. Batang otak berisi area yang
mengontrol jantung, pernapasan, dan darah tekanan. Gangguan pada struktur
anatomi dihasilkan dari trauma, edema, tekanan dari tumor, atau mekanisme lain,
seperti peningkatan atau penurunan sirkulasi darah atau cairan serebrospinal
(CSF).

d. Tabel analisa data


N DATA ETIOLOGI MASALAH

17
O
1 DS: Hipertensi Resiko persepsi serebral
↓ tidak efektif
-menurut keterangan keluarga
Penimbun lemak / kolestrol
pasien tiba tiba tidak sadarkan diri
didalam pembuluh darah
setelah tidur, namun pasien tidak

bangun kembali malah cenderung
Lemak yang sudah nekrotik
tidur ngorok dan sulit dibangunkan.
bergenerasi dipembuluh
siang untuk istirahat.
darah

Inflitrasi limfosit (thrombus)
DO : ↓
Hasil CT – scan menunjukkan Pembuluhdarah kaku
perdarahan hemisfer kiri. ↓
Aliran menurun ke otak (O2)
Pasien punya riwayat hipertensi ↓
selama 20 tahun. O2 menurun keseluruh tubuh
Jarang kontrol dan minum obat ↓
Hipertensi tidak teratur. Saraf persepsi sensori
terganggu

Stroke

Kepekatan darah meningkat

Resiko persepsi serebral tidak
efektif
2 DS: Mobilisasi Gangguan mobilitas fisik

-menurut keterangan keluarga
Tidak mampu beraktivistas
pasien tiba tiba tidak sadarkan diri

setelah tidur, namun pasien tidak
Kehilangan daya otot
bangun kembali malah cenderung

tidur ngorok dan sulit dibangunkan.
Penurunan otot
siang untuk istirahat.

DO: Perubahan system
musculoskeletal
fisik terlihat kelumpuhan pada ↓
ekstremitas sebelah kanan Gangguan mobilitas fisik
mulut rero.

18
e. Rencana keperawatan

N Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi Aktivitas


o hasil
1 Resiko perfusi serebral Setelah di lakukan Manajemen Observasi
tidak efektif d.d asuhan keperawatan
peningkatan
hipertensi selama 2x4 jam, maka  identifikasi penyebab
DS: di harapkan resiko tekanan peningkatan tekanan
-menurut keterangan perfusi serebral tidak intrakranial
intrakranial
keluarga pasien tiba tiba efektif dengan kriteria
tidak sadarkan diri hasil meningkat :  monitor tanda dan gejala
setelah tidur, namun  Kognitif peningkatan tekanan
pasien tidak bangun meningkat intrakranial
kembali malah  Tingkat  monitor gelombang ICP
cenderung tidur ngorok kesadaran  monitor status pernapasan
dan sulit dibangunkan. meningkat
siang untuk istirahat.  Tekanan terapeutik
DO : intracranial  minimslksn stimulus dengan
-Penurunan kesadaran menurun
sekitar 24 jam yang lalu menyediakan lingkungan
-fisik terlihat yang tenang
kelumpuhan pada
ekstremitas sebelah kolaborasi
kanan mulut rero.  kolaborasi pemberian
-Hasil CT – scan diuretic osmosis, jika perlu
menunjukkan
perdarahan hemisfer
kiri.
2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukannya Dukungan Observasi
fisik berhubungan 2×24 jammaka mobilisasi -identifikasi fisik melakukan
dengan gangguan diharapkan mobilitas pergerakan
neoromuskular. fisik ekspetasi -monitor frekuensi jantung dan
DS: meningkat dengan tekanan darah sebelum memulai
-menurut keterangan
kriteria hasil : mobilisasi
keluarga pasien tiba tiba
tidak sadarkan diri • pergerakan -monitor kondisi umum selama
setelah tidur, namun
ekstremitas meningkat melakukan mobilisasi
pasien tidak bangun
kembali malah • kekuatan otot Terpeutik
cenderung tidur ngorok
meningkat -fasilitasi aktifitas mobilisasi
dan sulit dibangunkan.
siang untuk istirahat. • rentang gerak dengan alat bantu (mis. Pagar
DO :
(ROM) meningkat tempat tidur)
Penurunan kesadaran
sekitar 24 jam yang lalu. • kelemahan fisik -fasilitasi melakukan pergerakan,
fisik terlihat

19
kelumpuhan pada menurun Gerakan jika perlu
ekstremitas sebelah
terbatas menurun -libatkan keluarga untuk membantu
kanan
mulut rero. • kaku sendi pasien dalam meningkatkan
Hasil CT – scan
menurun pergerakan
menunjukkan
perdarahan hemisfer Edukasi
kiri.
-jelaskan dan prosedur mobilisasi
- Pasien punya riwayat
hipertensi selama 20 -anjurkan mobilisasi dini
tahun
-ajarkan mobilisasi sederhana yang
- Jarang kontrol dan
minum obat Hipertensi harus dilakukan
tidak teratur.

A. RANGKUMAN
STROKE HEMORAGIC
1. Definisi Stroke Hemoragic
Stroke hemoragik adalah stroke yang menyumbang 15% sampai 20% dari
gangguan serebrovaskular dan disebabkan oleh perdarahan intrakranial atau
subarachnoid. Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan
otak, ventrikel, atau ruang subarachnoid. Perdarahan intraserebral primer dari
ruptur spontan pembuluh darah kecil menyumbang sekitar 80% dari stroke
hemoragik dan terutama disebabkan oleh hipertensi yang tidak terkontrol.
Perdarahan subarachnoid terjadi akibat ruptur intrakranialaneurisma (melemahnya
dinding arteri) di sekitar setengah kasus.

2. Etiologi
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak,
ventrikel, atau ruang subarachnoid. Penyebab umum lain dari perdarahan
intraserebral pada orang tua adalah angiopati amiloid serebral, yang melibatkan
kerusakan yang disebabkan oleh deposit protein beta-amiloid di pembuluh darah
kecil dan menengah di otak. Perdarahan intraserebral sekunder dikaitkan dengan
malformasi arteriovenosa (AVMs), aneurisma intrakranial, neoplasma
intrakranial, atau obat-obatan tertentu (misalnya, antikoagulan, amfetamin).
Angka kematian telah dilaporkan setinggi 48% pada 30 hari setelah perdarahan
intrakranial (Flaherty, Haverbusch, Sekar, et al., 2006). Pasien yang bertahan dari
fase akut perawatan biasanya memiliki defisit yang lebih parah dan fase
pemulihan yang lebih lama dibandingkan dengan mereka yang mengalami stroke
iskemik.
3. Manifestasi Klinis

20
Pasien dengan stroke hemoragik tanda dan gejalanya dapat ditemukan dengan
berbagai defisit neurologis, mirip dengan pasien dengan stroke iskemik.

Manifestasi klinis dapat dilihat sebagai berikut :


 Sakit kepala parah
 Fungsi motorik, sensorik, saraf kranial, kognitif, dan fungsi lain yang
sama yang terganggu setelah stroke iskemik juga berubah setelah
stroke hemoragik..
 Gejala lain yang lebih sering diamati pada pasien dengan perdarahan
intraserebral akut (dibandingkan dengan stroke iskemik) adalah
muntah, perubahan tingkat kesadaran yang mendadak.
 Pecahnya aneurisma atau AVM biasanya mengakibatkan sakit kepala
yang tiba-tiba, luar biasa parah dan sering kehilangan kesadaran untuk
jangka waktu yang bervariasi.
 Gangguan penglihatan (kehilangan penglihatan, diplopia, ptosis)
terjadi jika aneurisma berdekatan dengan saraf okulomotor.
 Tinnitus, pusing, dan hemiparesis juga dapat terjadi.
 Pembentukan gumpalan yang menutup tempat pecahnya aneurisma
 Kerusakan otak, diikuti dengan cepat oleh koma dan kematian.
4. Patofisiologi

Patofisiologi stroke hemoragik tergantung pada penyebab dan jenis gangguan


serebrovaskular. Gejala timbul ketika perdarahan primer, aneurisma, atau AVM
menekan saraf kranial terdekat atau jaringan otak atau, lebih dramatis, ketika
aneurisma atau AVM pecah, menyebabkan perdarahan subarachnoid (perdarahan ke
dalam ruang subarachnoid kranial). Metabolisme otak normal terganggu oleh paparan
otak terhadap darah; oleh peningkatan ICP akibat masuknya darah secara tiba-tiba ke
dalam ruang subarachnoid, yang menekan dan melukai jaringan otak; atau oleh
iskemia otak sekunder akibat penurunan tekanan perfusi dan vasospasme yang sering
menyertai perdarahan subarachnoid.
Perdarahan intraserebral, atau perdarahan ke dalam jaringan otak, paling
sering terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena
perubahan degeneratif dari penyakit ini menyebabkan pecahnya pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral juga dapat terjadi akibat jenis patologi arteri tertentu, tumor
otak, dan penggunaan obat-obatan (misalnya, antikoagulan oral, amfetamin, dan
penggunaan obat terlarang). Perdarahan paling sering terjadi di lobus serebral, ganglia
basalis, talamus, batang otak (kebanyakan pons), dan serebelum (Hickey, 2009).
Kadang-kadang, perdarahan memecahkan dinding ventrikel lateral dan menyebabkan
perdarahan intraventrikular, yang sering berakibat fatal.
Aneurisma intrakranial (serebral) adalah pelebaran dinding arteri serebral yang
berkembang sebagai akibat kelemahan pada dinding arteri. Penyebab aneurisma tidak
diketahui, meskipun penelitian sedang berlangsung. Aneurisma mungkin disebabkan
oleh aterosklerosis, yang mengakibatkan defek pada dinding pembuluh darah dengan
kelemahan dinding berikutnya; cacat bawaan pada dinding pembuluh darah; penyakit
pembuluh darah hipertensi; trauma kepala; atau usia lanjut. Setiap arteri di dalam otak

21
dapat menjadi lokasi aneurisma serebral, tetapi lesi ini biasanya terjadi pada
percabangan arteri besar di lingkaran Willis. Arteri serebral yang paling sering
terkena aneurisma adalah arteri karotis interna (ICA), arteri serebral anterior (ACA),
arteri komunikan anterior (ACoA), arteri komunikan posterior (PCoA), arteri serebral
posterior (PCA), dan arteri serebral tengah. (MCA). Aneurisma serebral multipel
tidak jarang terjadi.
Malformasi arteriovenosa, sebagian besar AVM disebabkan oleh kelainan
perkembangan embrional yang menyebabkan kusutnya arteri dan vena di otak yang
tidak memiliki bantalan kapiler. Tidak adanya tempat tidur kapiler menyebabkan
pelebaran arteri dan vena dan akhirnya pecah. AVM adalah penyebab umum stroke
hemoragik pada orang muda.
Perdarahan subarachnoid (perdarahan ke dalam ruang subarachnoid) dapat
terjadi sebagai akibat dari AVM, aneurisma intrakranial, trauma, atau hipertensi.
Penyebab paling umum adalah aneurisma bocor di area lingkaran Willis dan AVM
bawaan otak.
5. Penatalaksanaan Medis

Tujuan perawatan medis untuk stroke hemoragik adalah untuk memungkinkan


otak pulih dari gangguan awal (perdarahan), untuk mencegah atau meminimalkan
risiko perdarahan ulang, dan untuk mencegah atau mengobati komplikasi.
Penatalaksanaan dapat terdiri dari tirah baring dengan sedasi untuk mencegah agitasi
dan stres, pengelolaan vasospasme, dan perawatan bedah atau medis untuk mencegah
perdarahan ulang. Jika perdarahan disebabkan oleh antikoagulasi dengan warfarin
(Coumadin), INR dapat dikoreksi dengan plasma beku segar dan vitamin K. Karena
kejang dapat terjadi setelah perdarahan intraserebral, agen antikejang sering diberikan
secara profilaksis untuk jangka waktu yang singkat. Agen analgesik dapat diresepkan
untuk nyeri kepala dan leher. Pasien dipasangi alat kompresi sekuensial atau stoking
antiemboli untuk mencegah deep vein thrombosis (DVT). Demam harus diobati.
Hiperglikemia juga harus diobati (infus insulin IV mungkin diperlukan untuk
mencapai kontrol) (Broderick, et al., 2007; Presciutti, 2006). Setelah keluar, sebagian
besar pasien akan memerlukan obat antihipertensi untuk mengurangi risiko
perdarahan intraserebral lainnya.
Manajemen Bedah, dalam banyak kasus, perdarahan intraserebral primer tidak
diobati dengan pembedahan. Namun, jika diameter hematoma melebihi 3 cm dan skor
Glasgow Coma Scale menurun, evakuasi bedah sangat dianjurkan untuk pasien
dengan perdarahan serebral. Pasien dengan aneurisma intrakranial dipersiapkan untuk
intervensi bedah segera setelah kondisinya dianggap stabil. Perawatan bedah pasien
dengan aneurisma yang tidak pecah adalah pilihan. Tujuan pembedahan adalah untuk
mencegah perdarahan pada aneurisma yang tidak pecah atau perdarahan lebih lanjut
pada aneurisma yang sudah pecah. Tujuan ini dicapai dengan mengisolasi aneurisma
dari sirkulasinya atau dengan memperkuat dinding arteri. Aneurisma dapat
dikeluarkan dari sirkulasi serebral melalui pengikat atau klip di lehernya. Jika ini
tidak memungkinkan secara anatomis, aneurisma dapat diperkuat dengan
membungkusnya dengan beberapa zat untuk memberikan dukungan dan menginduksi
jaringan parut.
22
6. Pengkajian

Setiap pasien dengan dugaan stroke harus menjalani CT scan atau MRI untuk
menentukan jenis stroke, ukuran dan lokasi hematoma, dan ada tidaknya darah
ventrikel dan hidrosefalus. Angiografi serebral memastikan diagnosis aneurisma
intrakranial atau AVM. Tes ini menunjukkan lokasi dan ukuran lesi dan memberikan
informasi tentang arteri, vena, arteri yang berdekatan yang terkena.
7. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dalam kasus stroke hemorajic (dalam
buku bruner) yaitu :
1) Perfusi jaringan (serebral) tidak efektif berhubungan dengan perdarahan atau
vasospasme.
2) Persepsi sensorik yang terganggu berhubungan dengan pembatasan yang
diberikan secara medis (kewaspadaan aneurisma)
3) Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit dan/atau pembatasan yang
diberikan secara medis (tindakan pencegahan aneurisma)

23
B. TES FORMATIF : post tes dalam bentuk analisa kasus kompetensi dari mulai
pengkajian, perfis, diagnosa, renpra (total 5 kasus)
C. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
1. Menjelaskan hasil post test
2. Tindak lanjut berupa Recall berdasarkan sumber buku bacaan wajib
D. DAFTAR PUSTAKA
Black J.M. & Hawks J. H. (2014) . Medical-surgical nursing: clinical
management for positive outcones 8th. Elsevier : Singapore
Brunner & Suddarth. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Ed. 8.
EGC:Jakarta
Haryani, Halimatusadiah. (2008). Anatomi Fisiologi. Cakra: Bandung
Sherwood L. (2012). Fisiologi manusia dari Sel ke Sistem. Ed.6. EGC: Jakarta

24
3. Kasus Pemicu III
Seorang wanita usia 25 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas. Terjadi perdarahan
intra serebral. Telah dilakukan kraniotomi. Saat ini pasien telah dirawat selama 3 hari,
dan sudah dipindahkan ke ruang rawat saraf. Pasien masih merasakan sakit kepala dan
mual. Muntah tidak ada. Kelemahan otot tidak terjadi. Terdapat luka lebam di area
periorbital kanan. Pasien mendapatkan cairan intravena 500 ml/8 jam dan manitol 100
cc/ 8 jam.

PERTANYAAN (UNTUK KASUS 1-5)


a. Apakah faktor predisposisi dan presipitasi pada pasien?
b. Deskripsilan pengkajian (wawancara dan pemeriksaan fisik) spesifik yang perlu
dilengkapi pada kasus tersebut?
c. Buatlah patoflow berdasarkan kasus diatas !
d. Buatlah Analisa Data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang utama pada
kasus tersebut?
e. Buatlah Rencana Keperawatan pada pasien tersebut?

Form Pengisian :

A. Faktor predisposisi : Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas


Faktor presipitasi : -
B. Wawancara
A. BIODATA
1. Identitas Pasien
Nama : Ny.I
Umur : 25 tahun
Tanggal Lahir :-
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Serang
Tgl. Masuk RS : 27 September 2021
Tgl. Pengkajian : 27 September 2021
Diagnosa medis : Cedera Kepala

25
No. CM : 407-80-74

2. Identitas Penanggung Jawab


Istri
Nama : Tn. R
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam
Alamat : Serang

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama : Pasien masih merasakan sakit kepala dan mual
2. Riwayat penyakit sekarang : mengalami kecelakaan lalu lintas. Terjadi
perdarahan intra serebral. Telah dilakukan kraniotomi. Saat ini pasien telah
dirawat selama 3 hari, dan sudah dipindahkan ke ruang rawat saraf. Terdapat luka
lebam di area periorbital kanan. Pasien mendapatkan cairan intravena 500 ml/8
jam dan manitol 100 cc/ 8 jam.

3. Riwayat penyakit dahulu : -


4. Riwayat penyakit keluarga : -
5. Imunisasi : -

C. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran Umun : tidak terkaji
2. Tanda-tanda vital
TD : tidak terkaji
S : tidak terkaji
N : tidak terkaji
RR : tidak terkaji

3. Kepala
- dilakukan kraniotomi
- Terjadi perdarahan intra serebral.

26
4. Mata
Terdapat luka lebam di area periorbital kanan.

5. Telinga
tidak terkaji
6. Hidung
tidak terkaji
7. Mulut
tidak terkaji
8. Leher
tidak terkaji
9. Dada ( paru-paru dan jantung )
a. Paru-paru
tidak terkaji
b. Jantung
tidak terkaji
10. Abdomen
tidak terkaji
11. Ekstermitas
Kelemahan otot tidak terjadi. Pasien mendapatkan cairan intravena 500 ml/8 jam dan
manitol 100 cc/ 8 jam.

D. Data Sosial : tidak terkaji


E. Data Psikologis : tidak terkaji
F. Data Spiritual : tidak terkaji
Pola Aktivitas Sehari-Hari
Tidak terkaji

27
C. Tabel analisa data
KASUS PEMICU III

Seorang wanita usia 25 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas. Terjadi perdarahan intra
serebral. Telah dilakukan kraniotomi. Saat ini pasien telah dirawat selama 3 hari, dan sudah
dipindahkan ke ruang rawat saraf. Pasien masih merasakan sakit kepala dan mual. Muntah
tidak ada. Kelemahan otot tidak terjadi. Terdapat luka lebam di area periorbital kanan.
Pasien mendapatkan cairan intravena 500 ml/8 jam dan manitol 100 cc/ 8 jam.

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O
1 Data Subjektif : Kecelakaan lalu lintas Resiko perfusi serebral tidak
↓ efektif
- Pasien masih
Terjadi benturan pada
merasakan sakit
kepala pasien
kepala dan mual.

Data Objektif : Gangguan sirkulasi ke

- Terjadi perdarahan jaringan otak

intra serebral. ↓
Resiko perfusi
- Telah dilakukan
serebral tidak efektif
kraniotomi

28
D. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA RENPRA
TUJUAN (SLKI) Intervensi AKTIFITAS
(SIKI)
1 Resiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen Observasi :
serebral tidak asuhan Peningkatan - Identifikasi penyebab
efektif d.d keperawatan Tekanan peningkatan TIK
cedera kepala selama 2 x 24 jam Intrakranial - Monitor tanda/Gejala
Perfusi serebral peningkatan TIK
meningkat dengan - Monitor MAP
kriteria hasil : - Monitor ICP
- Monitor CCP
- Sakit kepala
- Monitor gelombang ICP
menurun
- Monitor status
- Tekanan intra
pernafasan
kranial
- Monitor intake dan
menurun
output cairan

Terapeutik :

- Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi
fowler
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar
PaCo2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh

29
normal

Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika
perlu

30
A. RANGKUMAN

1. Mengetahui pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan


medis
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
2. Mengetahui asuhan keperawatan (pengkajian, pemeriksaan fisik, penegakkan
diagnosa, dan renpra)
.......................................................................................................................................
3. Analisa Kasus
a. stroke hemoragik (Konsep Teori dan Askep)
b. stroke non hemoragik (Konsep Teori dan Askep)
c. cedera kepala (Konsep Teori dan Askep)
d. meningitis (Konsep Teori dan Askep)
e. tumor otak (Konsep Teori dan Askep)

4. Mengetahui konsep asuhan keperawatan (pengkajian, pemeriksaan fisik,


analisa kasus dan dokumentasi keperawatan)

1. Definisi Cedera kepala


Cedera kepala masih merupakan permasalah kesehatan global sebagai
penyebab kematian, disabilitas, dan deficit mental. Cedera kepala menjadi
salah satu penyebab kematian disabilitas pada usia muda. Penderita cedera
kepala sering mengalami edema cerebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di
intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang
mengakibatkan meningkatnya tekanan intra kranial. (Kumar, dkk, 2013)
Sedangkan menurut Smelter & Bare, (2013). Cedera kepala atau trauma
kepala merupakan kerusakan otak dan sel-sel mati tidak dapat pulih akibat dari
trauma atau benturan sehingga darah yang mengalir berhenti walaupun hanya
beberapa menit saja, sedangkan kerusakan neuron tidak dapat mengalami
regenerasi.

Menurut Smeltzer & Bare (2013), pertimbangan paling penting pada cedera
kepala adalah apakah otak telah atau tidak mengalami cedera. Kejadian cedera

31
minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Sementara sel-sel
serebral membutuhkan suplai darah terus-menerus untuk kebutuhan
metabolisme yang mengandung oksigen, nutrien dan mineral. Cedera kepala
dapat diklasifikasikan berdasarkan keparahan cedera dan menurut jenis cedera.
Berdasarkan keparahannya cedera kepala dibagi menjadi 3, yaitu Cedera
Kepala Ringan (CKR), Cedera Kepala Sedang (CKS), dan Cedera Kepala
Berat (CKB). Sedangkan menurut jenis cedera dibagi 2, yaitu cedera kepala
terbuka dan cedera kepala tertutup (Wijaya & Yessi. 2013).

World Health Organization (WHO), menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas


menjadi penyebab kematian ke sepuluh di dunia dengan jumlah 1,21 juta
(2,1%), sedangkan di negara berkembang menjadi penyebab kematian ketujuh
di dunia dengan jumlah kematian 940.000 (2,4%). Di Amerika Serikat
dipekirakan setiap tahunnya sebanyak 1,7 juta orang mengalami cedera
kepala. Lebih dari 52.000 orang meninggal dunia, 275.000 orang dirawat di
rumah sakit, dan hampir 80% dirawat dan dirujuk ke instalansi gawat darurat.
Jenis kelamin laki-laki yang lebih banyak mengalami cedera kepala
dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan.(WHO, 2016)

Berdasarkan hasil Kementrian Kesehatan RI (2014), Di Indonesia pada tahun


2013 terdapat 100.106 kejadian kecelakaan lalu lintas dengan korban
meninggal dunia mencapai 26.416 jiwa. Artinya setiap hari 72 nyawa
melayang dan rata-rata setiap jamnya sebanyak 3 orang meninggal akibat
kecelakaan. Sementara itu menurut Lisnawati (2012) menjelaskan bahwa
indonesia dalam kurun waktu 3 bulan (November 2011 – April 2012)
ditemukan 524 penderita cedera kepala, 103 diantaranya mengalami delirium
dan terdiri dari 27,2% merupakan cedera kepala sedang dan 72,8% merupakan
cedera kepala ringan

2. Konsep Cedera Kepala


1. Pengertian
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan

32
(accelerasi-deceleasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan. M. Clevo Rendi, Margareth TH (2012)
Morton (2012). Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271)
Wahyu Widagdo, dkk (2007). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak
disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan peubahan tingkat
kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku
dan emosional

2. Etiologi
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama terjadinya cedera
kepala adalah sebagai berikut:
a. Kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan
bermotor bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya
b. Jatuh POLTEKKES KEMENKES RI PADANG Menurut KBBI, jatuh
didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat
karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakkan turun turun maupun
sesudah sampai ke tanah
c. Kekerasan Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal
atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang
lain (secara paksa).

Beberapa mekanisme yang timbul terjadi cedera kepala adalah seperti


translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala
bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang
kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan
(akselerasi) pada arah tersebut.

33
mekanisme cidera kepala meliputi Cedera Akselerasi, Deselersi, Akselerasi-
Deselerasi, Coup-Countre Coup, dan Cedera Rotasional.
a. Cedera Akselerasi Tejadi jika objek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak, missal, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan ke kepala.
b. Cedera Deselerasi Terjadi jika kepala bergerak membentur objek diam,
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca
depan mobil.
c. Cedera Akselerasi-Deselerasi Sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan kekerasan fisik.
d. Cedera Coup-Countre Coup Terjadi jika kepala terbentur yang
menyebabkan otak bergerak dalam ruang cranial dan denga kuat mengenai
area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertamakali
terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang kepala.
e. Cedera Rotasional Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak
berputar di dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau
robeknya neuron dalam substansi alba serta robeknya pembuluh darah yang
menfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

3. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut (Wahyu
Widagdo, dkk, 2007).
a. Non pembedahan
1.) Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema
2.) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter untuk
mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis
3.) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan tekanan
intracranial
4.) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi
mekanik untuk megontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat meningkatkan
resiko peningkatan tekanan intracranial
b. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk:

34
1.) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2.) Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol
3.) Mengobati hidrosefalus

B. Pemeriksaan fisik
1. tingkat kesadaran
i. Kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale)

NO KOMPONEN NILAI HASIL


1 Verbal 1 Hasil berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti,
3 ritihan
4 Bicara ngawur/ tidak nyambung
5 Bicara membingungkan Orientasi
baik
2 Motorik 1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menghindari area nyeri
5 Melokalisasinyeri
6 Ikut perintah
3 Reaksi membuka mata 1 Tidak berespon
2 Dengan rangsangan nyeri
3 Dengan perintah (sentuh)
4 Spontan

ii. Kualitatif
(1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
(2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acu
(3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

35
(4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
(5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
(6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya
2. fungsi motoric
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut ini yang digunakan
secara internasional:

Respon Skala
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang, Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun 4
tidak mampu melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak
terkoordinasi
Kelemahan berat, Terangkat sedikit < 450 , tidak mampu melawan 3
gravitasi
Kelemahan berat, Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Gerakan trace/ Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Tidak ada gerakan 0

3. pemeriksaan reflek fisiologi


a. Reflek bisep
Caranya: emeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk, dengan
membiarkan lengan untuk beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk
sudut sedikit lebih dari 900 di siku, minta pasien memflexikan di siku
sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubital, tendon akan
terlihat dan terasa seperti tali tebal, ketukan pada jari pemeriksa yang
ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk
pada sendi siku, normalnya terjadi fleksi lengan pada sendi siku.
b. Reflek trisep
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk, secara
perlahan tarik lengan keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut
kanan di bahu atau lengan bawah harus menjuntai ke bawah langsung di

36
siku, ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku
dan sedikit pronasi, normalnya terjadi ekstensi lengan bawah pada sendi
siku.
c. Reflek patella
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi duduk atau berbaring
terlentang, ketukan pada tendon patella, respon: plantar fleksi kaki karena
kontraksi m.quadrisep femoris.
d. Reflek achiles
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk, kaki
menggantung di tepi meja ujian atau dengan berbaring terlentang dengan
posisi kaki melintasi diatas kaki di atas yang lain atau mengatur kaki
dalam posisi tipe katak, identifikasi tendon mintalah pasien untuk plantar
flexi, ketukan hammer pada tendon achilles. Respon: plantar fleksi kaki
krena kontraksi m.gastroenemius (Muttaqin, A. 2010).

3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d gangguan serebrovaskular, edema
cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak (TIK).
b. Resiko Ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler, obstruksi
trakeobronkial, kerusakan medula oblongata.
c. Nyeri akut b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intrakranial, danalat traksi.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi cairan, trauma.
e. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran, peningkatantekanan intra
cranial.
f. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan sarafmotorik.
g. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
h. Resiko kekurangan volume cairan b/d haluaran urine danelektrolit meningkat.
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
i. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan otot
untuk menguyah dan menelan.
j. Resiko cedera b/d penurunan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi, gerkan
involunter dan kejang.
k. Ansietas b/d stress ancaman kematian. (NANDA. 2015).

37
4. TES FORMATIF : memberikan pelayanan yang lebih optimal lagi kepada pasien
khususnya pada pasien dengan cedera kepala.
5. DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association, 2014, New Statistical Update Looks at Worldwide


Heart, Stroke Heath, Dallas. Amran. 2012. Analisis Faktor Resiko Kematian Penderita
Stroke, Makassar. Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan
Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya. Kementrian Kesehatan RI, 2013, Pusat Data Dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI, Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Kumar, dkk. 2013. Buku
Ajar Patologis Robbin, Ed.7, Vol. 2. Jakarta: Buku Kedokteran ECG.

38
KASUS 5 MENINGITIS

Kasus Pemicu IV
Seorang perempuan berusia 45 tahun terdiagnosis SOL a.r tempoparietal kiri. Tampak
penurunan kesadaran pasien cenderung tertidur dan bangun bila diberi rangsangan
verbal. GCS 13 E 3 M 6 V 4. Riwayat sebelumnya pasien pernah mengalami batuk
yang lama dan pengobatan Tb paru selama 4 bulan dan tidak tuntas karena pasien
merasa bosan. Pernah dirawat dengan radang selaput otak , namun pulih dengan
perbaikan. Saat ini pasien mengalami SOL. Pendengaran menurun. Kernig sign (+).
Kaku kuduk (+).

PERTANYAAN (UNTUK KASUS 1-5)


a. Apakah faktor predisposisi dan presipitasi pada pasien?
b. Deskripsilan pengkajian (wawancara dan pemeriksaan fisik) spesifik yang perlu
dilengkapi pada kasus tersebut?
c. Buatlah patoflow berdasarkan kasus diatas !
d. Buatlah Analisa Data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang utama pada kasus
tersebut?
e. Buatlah Rencana Keperawatan pada pasien tersebut?

Form Pengisian :

a. Predisposisi : pasien pernah di rawat dengan diagnosa medis” radang selaput otak”
Presipitasi : pasien tidak tuntas dalam pengobatan terapi TB paru dan hanya berjalan
hingga 4 bulan.
b. Wawancara
Riwayat penyakit keluarga , Riwayat penyakit sekarang ( kronologi masuk rumah sakit )
Daily activitiy (makam, minum, bak, bab, hygine ), Menanyakan keluhan lain,
Menanyakan situasi yang memperingan dan memperburuk keluhan, menanyakan
keparahan pada keadaan, tanyakan kepada pasien rasa sakit di kepala seperti apa.

c. Pemeriksaan fisik
TTV dan Perfis head to toe

39
d. Tabel analisa data
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1 DS : Idiopatik
 ↓
DO: SOL(tumor otak)
 Pasien tampak ↓
mengalami Bertambahnya massa
penurunan ↓ Penurunan kapasitas
kesadaran Penyerapan cairan otak adaptive intrakarnial

 Hasil GCS di
Obstruksi vena di otak)
bawah rentan

normal dengan OedemapeningkatamnTIK
nilai GCS 13 E 3 ↓
M6 V4
 Pendengaran Hernialis ulkus
pasien mengalami ↓
penurunan Manisegalon tekanan

Gangguan kesadaran

Penurunan kapasitas
adaptive intrakarnial

e. Rencana keperawatan

N DIAGNOSA RENPRA
O
SLKI SDKI SIKI
1 Penurnan Dengan dilakukan Penurunan -Observasi
kapasitas Adaptive intervensi kapasitas Identifikasi penyebab
Intrakranial B.D keperawatan selam adaptive peningkatan TIK (mis.
Lesi menempati 3 x 24 jam maka intrakarnial Lesi, gangguan
ruang diharapkan metabolisme, edema
intrakranial(SOL) ekspektasi menurun serebral)
D.D tingkat dengan kriteria hasil Monitor tanda/gejala
kesadaran : peningkatan TIK (mis.
menurun, tampak - Tekanan Tekanan darah
lesu atau lemah intrakranial meningkat, tekanan nadi
dan fungsi membaik melebar, bradikardia,
pendengaran - Tingkat pola napas ireguler,
menurun kesadaran kesadaran menurun)
meningkat Monitor MAP (Mean

40
Arterial Pressure)
Monitor CVP (Central
Venous Pressure)
Monitor ICP (Intra
Cranial Pressure), jika
tersedia
Monitor CPP (Cerebral
Perfusion Pressure)
Monitor gelombang ICP
Monitor status
pernapasan
Monitor intake dan
output cairan
Monitor cairan serebro-
spinalis (mis. Warna,
konsistensi)

-Terapeutik
Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
Berikan posisi semi
fowler
Hindari maneuver
Valsava
Cegah terjadinya kejang
Hindari penggunaan
PEEP
Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
Pertahankan suhu tubuh
normal

-Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan,
jika perlu
Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika
perlu
Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

41
A. RANGKUMAN

1. Mengetahui pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan


medis

A. Pengertian

Tumor intrakranial termasuk dalam lesi desak ruang (space occupied lession). Space
occupied lession (SOL) ialah lesi fisik substansial, seperti neoplasma, perdarahan,
atau granuloma, yang menempati ruang. SOL Intrakranial didefinisikan sebagai
neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta hematoma atau malformasi
vaskular yang terletak di dalam rongga tengkorak. SOL memberikan tanda dan gejala
akibat tekanan intrakranial, intracranial shift, atau herniasi otak, sehingga dapat
mengakibatkan ‘brain
death’.Tumor intrakranial menyebabkan timbulnya gangguan neurologik
progresif.Gangguan neurologik pada tumor otak disebabkan oleh gangguan fokal
akibat

B. Etiologi
Sefalgia dapat merupakan tanda dari proses penyakit tertentu baik ekstrakranial
maupun intrakranial. Tumor dan abses serebral merupakan contoh dari space
occupying lesion yang menimbulkan nyeri kepala oleh karena terjadinya kompresi
jaringan otak terhadap tengkorak sehingga meningkatkan tekanan intrakranial. Mual
dengan atau tanpa muntah dapat menyertai nyeri kepala yang disebabkan oleh
migrain, glaukoma, space occupying lesion,dan meningitis.

C. Menifestasi klinis
Gejala yang ditimbulkan oleh SOL sangat tergantung kepada jenis lesi, ukuran,
dan lokasi. Namun gejala yang umum terjadi adalah gejala yang ditimbulkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala, muntah proyektil, mual,
perubahan status mental atau kebiasaan, lumpuh, ataksia, gait, defisit bicara,
visual, ataupun konvulsi. Penanganan pada kasus ini sebaiknya dilakukan secepat
mungkin, pada kebanyakan kasus pasien memerlukan tindakan operasi
craniotomy, terapi radiasi dan kemoterapi Sangat penting untuk
mempertimbangkan banyak hal yang mempengaruhi kondisi ini sehingga
penatalaksanaan dan perawatan yang paling tepat dapat direncanakan dan
dilakukan

D. Patofisiologi
Space-occupying lesion (SOL) intrakranial mempunyai beberapa patofisiologi,
dimana semuanya menimbulkan ekspansi dari volume dari cairan intrakranial

42
yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Pembengkakan
pada ot ak dapat dibagi dua yaitu diffuse dan fokal.
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi berurutan
hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala
neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan
tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak
dan infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SOL tergantung pada penyebab lesi.Untuk tumor primer, jika
memungkinkan dilakukan eksisi sempurna, namun umumnya sulit dilakukan sehingga
pilihan pada radioterapi dan kemoterapi, namun jika tumor metastase pengobatan
paliatif yang dianjurkan.Hematom membutuhkan evakuasi dan lesi infeksi
membutuhkan evakuasi serta terapi antibiotik.
1. Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas. Antibiotik yang
dipakai ;Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen). Bila telah
diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai.
2. Surgery ; aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses.
3. Untuk tumor primer jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna namun umumnya sulit
dilakukan sehingga dilakukan radioterapi dan kemoterapi, pada tumor metastase dilakukan
perawatan paliatif
4. Hematom membutuhkan evakuasi
5. Lesi infeksi membutuhkan evakuasi dan terapi antibiotik
6. Pemberian deksametason dapat menurunkan edema sebral.
7. Pemberian Manitol untuk menurunkan peningkatan TIK
8. Pemberian antikonvulsan sesuai gejala yg timbul.

2. Mengetahui asuhan keperawatan (pengkajian, pemeriksaan fisik, penegakkan


diagnosa, dan renpra)

PENGKAJIAN
1. Identitas klien ; usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl
masuk RS, askes.
2. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial
serta gejala nerologik fokal.

43
4. Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema) jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.
5. Riwayat keluarga yaitu pada migren dan nyeri kepala biasanya di dapatkan juga pada
keluarga pasien.
6. Pemeriksaa fisik
1) Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien
mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.
2) Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih
banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).
3) Eliminasi (BAB / BAK)
Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.
4) Gerak dan aktifitas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat
menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat
menjalani perawatan di RS.
5) Rasa Nyaman
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien
merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)

6) Kebersihan Diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS
7) Rasa Aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan
kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.
8) Sosial dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar
(termasuk terhadap pasien lainnya).
9) Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang
akan diberikan untuk kesembuhannya.
10) Rekreasi

44
Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
11) Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya
adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.

3. Analisa Kasus
a. stroke hemoragik (Konsep Teori dan Askep)
b. stroke non hemoragik (Konsep Teori dan Askep)
c. cedera kepala (Konsep Teori dan Askep)
d. meningitis (Konsep Teori dan Askep)
e. tumor otak (Konsep Teori dan Askep)

4. Mengetahui konsep asuhan keperawatan (pengkajian, pemeriksaan fisik, analisa kasus


dan dokumentasi keperawatan

B. TES FORMATIF : post tes dalam bentuk analisa kasus kompetensi dari mulai
pengkajian, perfis, diagnosa, renpra (total 5 kasus)

C. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


1. Menjelaskan hasil post test
2. Tindak lanjut berupa Recall berdasarkan sumber buku bacaan wajib

D. DAFTAR PUSTAKA
BUKU SDKI, SLKI dan SIKI
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/749/pdf
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1025/KIAN%20DUWI%20--.pdf?
sequence=1
http://repo.stikesperintis.ac.id/614/1/1%20AMELIA%20MIFTAULRAHMA.docx
https://www.slideshare.net/WawanAkibu/laporan-kasus-askep-sol-di-rsup-dr-wahiddin-
sudirohuodo
https://m.diadona.id/health/gcs-adalah-istilah-yang-sering-digunakan-dalam-dunia-medis-
kenali-jenis-manfaat-dan-penggunaannya-20.html

Black J.M. & Hawks J. H. (2014) . Medical-surgical nursing: clinical


management for positive outcones 8th. Elsevier : Singapore
Brunner & Suddarth. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Ed. 8.
EGC:Jakarta
Haryani, Halimatusadiah. (2008). Anatomi Fisiologi. Cakra: Bandung
Sherwood L. (2012). Fisiologi manusia dari Sel ke Sistem. Ed.6. EGC: Jakarta

45
46
KASUS 5 MENINGITIS

Kasus Pemicu V
Seorang perempuan berusia 28 tahun terdiagnosis meningitis. Dirawat diruang neuro dengan
keluhan nyeri kepala yang dirasakan terus menerus skala nyeri 6. Hasil lumbal fungsi
ditemukan liquor cerebrospinal none dan pandi (+). Riwayat sebelumnya dengan TB paru
pengobatan 3 bulan dan tidak tuntas.pemeriksaan fisik ditemukan kaku kuduk, gangguan
fungsi menelan dan kelemahan anggota gerak

PERTANYAAN (UNTUK KASUS 1-5)


f. Apakah faktor predisposisi dan presipitasi pada pasien?
g. Deskripsilan pengkajian (wawancara dan pemeriksaan fisik) spesifik yang perlu
dilengkapi pada kasus tersebut?
h. Buatlah patoflow berdasarkan kasus diatas !
i. Buatlah Analisa Data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang utama pada kasus
tersebut?
j. Buatlah Rencana Keperawatan pada pasien tersebut?

Form Pengisian :

f. Presipitasi : tidak selesai pengobatan tbc


Predisposisi : Tbc
g. Wawancara
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit sekarang ( kronologi masuk rumah sakit )
Daily activitiy (makam, minum, bak, bab, hygine )

h. Pemeriksaan fisik
Suhu, Tekanan darah, Nadi, Respirasi, Rentang gerak otot, telinga, mulit, hidung

i. Tabel analisa data


N DATA ETIOLOGI MASALAH
O

47
1 DS : Mycobacterium Nyeri akut
 Pasien mengatakan tuberculosa
nyeri kepala terus ↓
menerus Orofaring
DO: ↓
 Nyeri kepala skala Infeksi saluran nafa atas
6 ↓
Orgsnisme menyebar
 Hasil lumbal
melalu hematogen ke
ditemukan liquor
menginen
cerebrospinal none ↓
dan pandi (+) Inflamasi meningen
(meningitis)

Co2 meningkat di otak

Edema serebri

Nyeri kepak

Nyeri akut

2 DS : Meningitis Ganguan menelan


 Pasien mengatakan ↓
aulit menelan
DO: Otak memberikan sinyal
 Hasil perfis pasien pada tubuh agar leher
sulit menelan tidak bnyak bergerak
(mengurangi nyeri
akibat meningen)

Kaku kuduk

Susah menelan

Gangguan menelan
3 DS : Meningitis Mobilitas fisik
 Pasien mengatakan ↓
nyeri kepala terus
menerus Kerusakan neurologis
DO: vagus
 Terdapat kaku ↓
kuduk
Kaku kuduk
 Terdapat

48
kelemahan gerak
Penuruna kekuatan otot

Gangguan mobilitas
fisik

j. Rencana keperawatan

NO DIAGNOSA RENPRA
TUJUAN (NOC) NIC AKTIFITAS
(LABEL)
1 Nyeri akut b.d Dengan dilakukan Manajemen Observasi :
agen pencedera intervensi nyeri - Identifikasi lokasi
fisiologis d.d keperawatan dan karakteristik,
mengeluh nyeri selam 2 x 24 jam durasi, frekunsi,
maka diharapkan kualitas, intensitas
ekspektasi nyeri
menurun dengan - Identifikasi skala
kriteria hasil :
nyeri
- Keluhan
- Identifikasi respon
nyeri
nyeri non verbal
menurun
- Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
- Identifikasi
pengetahuan dan
keyakina terhadap
nyeri
- Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
- Identifikasi
pengarauh nyeri
pada kualitas
hidup
- Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik

Terapeutik :
- Berikan teknik
nonfarmakologi

49
untuk mengurangi
rasa nyeri(mis,
tens, hypnosis,
akupresur, terapi
music,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hanan/dingin,
terapi bermain)
- Control
lingkungan yang
memberberat rasa
nyeri (mis, suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan,)
- Fasilitasi istirahar
dan tidur
- Pertimbangkan
jenis dan nyeri
dalam pemilihan
strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan
penyebab, periode,
Dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika

50
perlu

2 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Observasi :


menelan b.d intervensi perawatan - Monitor
serebrovaskule keperawatan diri : makan / kemampuan
r d.d sulit selama 2 x 24 jam minum menelan
menelan maka diharapkan - Monitor hidrasi
status menelan pasien jika perlu
membaik demgan Terapeutik :
kriteria hasil - Ciptakan
lingkunan yang
Reflek menelan
menyenangkan
meningkat
selama makan
Usaha menelan - Atur posisi yang
meningkat nyaman pada saat
makan/minum
- Lakukan oral
hygiene sebelum
makan, jika perlu
- Letakan makanan
di sisi mata yang
sehat
- Sediakan sedotan
untuk minum,
sesuai kebutuhan
- Siapkan makanan
dengan suhu yang
meningkatkan
nafsu makan
- Sediakan makanan
dan minuman yang
disukai
- Berikan bantuan
pada saat
makan/minum
sesuai tingkat
kemandirian
- Motivasi untuk
makan diruang
makan
Edukasi :
- Jelaskan posisi
makan pada pasien
yang mengalami
gangguan
pengkihatan
denfan

51
menggunakan
arah jarum jam
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian obat
(mis, analgetik,
antiemetic) =,
sesuai indikasi

3 Mobiloitas fisik Setelah dilakukan Dukungan Obeservasi


b.d gangguanm intervensi Mobilisasi - Identifikasi adanya
neuromuscular d.d keperawatan nyeri atau keluhan
sulit menggerakan selama 2 x 24 jam fisik lainnya
ekstremitas (kaku maka diharapkan
kuduk) mobilitas fisik - Identifikasi
meningkat dengan toleransi fisik
kriteria hasil melakukan
pergerakan

- Monitor frekuemsi
Kekuatan otot
jantung dan
meningkat
tekanan darah
Rentang gerak
meningkat Terapeutik
- Fasilitasi
mobilisasi dgn alat
bantu

Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi

E. RANGKUMAN

5. Mengetahui pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan


medis

F. Pengertian

52
Meningitis adalah peradangan pada lapisan di sekitar otak dan sumsum tulang
belakang yang disebabkan oleh bakteri atau virus (Ig gulden, 2006). Meningitis dapat
menjadi alasan utama pasien dirawat di rumah sakit atau dapat berkembang selama
rawat inap dan diklasifikasikan sebagai septik atau aseptik. Meningitis septik adalah
disebabkan oleh bakteri. Pada meningitis aseptik, penyebabnya adalah virus atau
sekunder akibat limfoma, leukemia, atau human immunodeficiency virus (HIV).

G. Etiologi
Radang selaput otak atau meningitis adalah radang meningeal yang mencakup otak
dan sumsum tulang belakang, yaitu paling umum disebabkan oleh bakteri atau kuman
dan virus, walaupun dapat juga di sebabkan oleh cendawan, amuba (binatang bersel
satu), atau terekspos racun. Meningitis akibat bakteri paling umum biasanya
disebabkan streptococcus pneumonia (pneumococcal), Neisseria meningitides
(meningococcal), atau haemophilus, influinzae. Influenza telah berkurang sejak
vaksin H, influenza mulai digunakan secara rutin pada bayi tahun 1990-an.organisme
lain yang dapat menyebabkan radang selaput otak akibat bakteri meliputi
staphilokcoccus aureus, Escherichia coli, dan oseudomonas. Meningitis bacterial lebih
umum pada musin dingin ketika infeksi saluran pernapasan lebih umum terjadi.

H. Menifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK
o Sakit kepala dan demam adalah ejala awal yang sering. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit
o Perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit,
demikian pula respon individu terhadap proses fisiologik, menifestasi perilaku
juga umum terjadi sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak
responsive, dan koma.
o Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang
umumnya terlihat pada semua tipe ,meningitis
o Rigidital nukal (kaku leher) adalah tanda awal adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukuran karena adanya spasme otot-otot leher, fleksi
paksaan menyebabkan nyeri berat
o Tsnda kernig positif ketika pasien dibaringan dengan paha dalam keadaan
fleksi kea rah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan dengan sempurna
o Tanda brudzinski bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut
dan pinggul biula di felksikan pasif pada ekstremitas bawah pada satu sisi
maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan

I. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari ofaring dan diikuti dengan
seprikemia yang menyebar ke meningen otak dan daerah medulla spinalis bagian
atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,

53
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinnopatis lain, prosedur bedah saraf,
baru, trauma kepala, dn pengaruh immunologis. Saluran vena yang melalui
nasofaris posterior, telinga bagian tengah, saluran mastoid menuju otak dan dekar
saluran vena-vena meningen, semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radan di dalam
meningen dan dibawah daerah korteks, yang dapat menyebabkan thrombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengakami gangguan
metanolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis, dan hipoperfusi. Eksudat
purulent dapat menyebar sampai dasar otak dan medulla spinalis radan juga
menyebar ke dinding membrane ventrikel serebral. Meningitis bakteri
dihibungkan dengan perubahan fisiologisintrakranial, yang terdiri dari
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak, edema serebral
dan peninhkatan TIK.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang berhasil bergantaun pada pemberian antibiotic yang
melewati darah otak ke dalam ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup
untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Cairan serebrospinal (CSS) dan
darah perlu dikultur dan terapi antimikroba dimulai segera. Dapat digunakan
penisilin, ampisilin, atau khloramfenikol, atau satu jenis dari sefalosporin.
Antibiotic lain digunakan jika diketahui strein bakteri resisten, pasien
mempertahankan pada dosis besar antibiotic yang tepat perintervena
Dehidrasi atau syok diobati dengan pemberian tambahan volume cairan. Kejang
dapat terjadi pada awal penyakit, dikontrol dengan menggunakan diazepam atau
feniton. Diuretic osmotic dapat digunakan untuk mengobati edema serebral
.

6. Mengetahui asuhan keperawatan (pengkajian, pemeriksaan fisik, penegakkan


diagnosa, dan renpra)
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan
pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberikan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan
dan ketelitian dalam tahap pengkajian

a. Identitas
1) Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan dan alamat.
2) Indentitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan klien,
pendidikan, prkerjaan dan alamat.

b. Riwayat kesehatan

54
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam, sakit kepala, mual dan
muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat kesadaran
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian RKS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik pasien secara PQRST.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajianpenyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernah kah pasien
mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala. Riwayat sakit TB
paru perlu ditanyakan kepada pasien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan
pernah mengalami pengobatan obat anti tuberkulosa yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya apakah ada di dalam keluarga yang pernah
mengalami penyakit keturunan yang dapat memacu terjadinya meningitis.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien meningitis biasanya bersekitar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa

2) Tanda- Tanda Vital


a. TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau meningkat dan
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK ( N = 90- 140 mmHg).
b. Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya (N = 60-100x/i).
c. Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan lebih meningkat
dari pernafasan normal (N = 16-20x/i).
d. Suhu : Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari
normal antara 38-41°C (N = 36,5°C – 37,4°C).

3) Pemeriksaan Head To Toe


a) Kepala
Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.
b) Mata
Nerfus II, III, IV, VI :Kadang reaksi pupil pada pasien meningitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Nerfus V : Refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.

c) Hidung
Nerfus I : Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi penciuman

d) Telinga
Nerfus VIII : Kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya tuli konduktif dan tuli

55
persepsi.

e) Mulut
Nerfus VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris Nerfus XII :
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.

f) Leher
Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena jugularis.
Palpasi : Biasanya teraba distensi vena jugularis.
Nerfus IX dan X : Biasanya pada pasien meningitis kemampuan menelan kurang baik
Nerfus XI : Biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk

g) Dada
1) Paru
I : Kadang pada pasien dengan meningitis terdapat perubahan pola nafas
Pa : Biasanya pada pasien meningitis premitus kiri dan kanan sama
P : Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba
A : Biasanya pada pasien meningitis bunyi tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
meningitis tuberkulosa.

2) Jantung
I : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba
Pa : Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari medial
midklavikula sinistra RIC IV.
P : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung II RIC 4-5
midklavikula.
A : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur.

h) Ekstremitas
Biasnya pada pasien meningitis adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi
(khusunya lutut dan pergelangan kaki).Klien sering mengalami penurunan kekuatan
otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga menggangu ADL. i) Rasangan
Meningeal

a. Kaku kuduk
Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-
otot .Fleksi menyebabkan nyeri berat.
b. Tanda kernig positif
Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kea rah abdomen, kaki
tidak dapat diekstensikan sempurna.
c. Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika leher pasien difleksikan, terjadi fleksi lutut dan pingul: jika
dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, gerakan yang sama
terlihat pada sisi ekstermitas yang berlawanan.

56
d. Pola Kehidupan Sehari-hari
1) Aktivitas / istirahat
Biasanya pasien mengeluh mengalami peningkatan suhu tubuh
2) Eliminasi
Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini
berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

3) Makanan / cairan
Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual dan muntah
disebabkan peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada pasien meningitis
menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
4) Hygiene
Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri karena
penurunan kekuatan otot.
e. Data Penujang
1. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar glukosa
darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum meningkat
2. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3. Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab
4. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K + turun
5. MRI, CT-Scan

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang Muncul


Kemungkinan diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan penyakit
Meningitis, yaitu:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hambatan aliran darah
ke otak.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
pada saluran nafas
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan kerja otot pernafasan
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis

e. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis


f. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi
g. Ketidakseimbangan nutrsi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak mampuan untuk makan
h. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolism
i. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diaphoresis
j. Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan

7. Analisa Kasus
f. stroke hemoragik (Konsep Teori dan Askep)
g. stroke non hemoragik (Konsep Teori dan Askep)
h. cedera kepala (Konsep Teori dan Askep)

57
i. meningitis (Konsep Teori dan Askep)
j. tumor otak (Konsep Teori dan Askep)

8. Mengetahui konsep asuhan keperawatan (pengkajian, pemeriksaan fisik, analisa kasus


dan dokumentasi keperawatan

F. TES FORMATIF : post tes dalam bentuk analisa kasus kompetensi dari mulai
pengkajian, perfis, diagnosa, renpra (total 5 kasus)
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
3. Menjelaskan hasil post test
4. Tindak lanjut berupa Recall berdasarkan sumber buku bacaan wajib
H. DAFTAR PUSTAKA
Black J.M. & Hawks J. H. (2014) . Medical-surgical nursing: clinical
management for positive outcones 8th. Elsevier : Singapore
Brunner & Suddarth. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Ed. 8.
EGC:Jakarta
Haryani, Halimatusadiah. (2008). Anatomi Fisiologi. Cakra: Bandung
Sherwood L. (2012). Fisiologi manusia dari Sel ke Sistem. Ed.6. EGC: Jakarta

58

Anda mungkin juga menyukai