Anda di halaman 1dari 16

HUMANIKA Vol. 19 No.

1 (2014) ISSN 1412-9418


Muwujudkan Budaya Politik Santun, Bersih Dan Beretika
Wahyu Widodo

MUWUJUDKAN BUDAYA POLITIK SANTUN, BERSIH DAN BERETIKA


DALAM RANGKA MEMPERKOKOH
KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

Wahyu Widodo
Universitas PGRI Semarang
Jl. Lontar Semarang
Email:

Abstract

Makalah ini membahas konsep budaya politik berpusat pada imajinasi (pikiran
dan perasaan) manusia yang merupakan dasar semua tindakan. Dalam rangka menuju
arah pembangunan dan modernisasi suatu masyarakat akan menempuh jalan yang
berbeda antara satu masyarakat dengan yang lain, dan itu terjadi karena peranan
kebudayaan sebagai salah satu faktor. Budaya politik dapat membentuk aspirasi,
harapan, preferensi, dan prioritas tertentu dalam menghadapi tantangan yang
ditimbulkan oleh perubahan sosial politik. Pada gilirannya, disimpulkan bahwa peran
budaya politik santun, bersih dan beretika dalam rangka memperkokoh kehidupan
berbangsa dan bernegara menuju Indonesia baru adalah: pertama, etika politik dan
pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elite politik untuk
bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan,
rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan
kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa
keadilan masyarakat. Kedua, perlu dilakukan upaya penanaman suatu kesadaran
bahwa politik yang hendak kita perjuangkan bukan semata politik kekuasaan,
melainkan suatu politik yang mengedepankan panggilan pengabdian demi
kesejahteraan masyarakat luas, dialektika antara partai dan politikus serta masyarakat
yang kritis. Ketiga, budaya politik santun, bersih dan beretika ini diperlukan karena
dapat membuat para elite politik menjauhi sikap dan perbuatan yang dapat
merugikan bangsa Indonesia. Akhirnya, disarankan agar dilaksanakan kembali
pendidikan budi pekerti yang merupakan pondasi bagi pelaksanaan Civic Education
agar tercipta generasi yang tidak hanya mau menjadi politisi, namun paham budaya
dan etika politik.

Kata kunci: budaya politik, kehidupan berbangsa dan bernegara, menuju Indonesia
baru

114
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Mewujudkan Budaya Politik Santun, Bersih dan Beretika
Wahyu Widodo

I. PENDAHULUAN diatur. Rakyat sebagai pihak yang


dikuasai, bukan yang menguasai. Oleh
Setiap masyarakat dari suatu negara karena itu, rakyat harus memberikan
selalu memiliki budaya politik. sesuatu kepada penguasa agar dapat
Demikian juga individu-individu yang melayaninya. Fenomena sosial
hidup di tengah-tengah masyarakat menunjukkan betapa rakyat dibuat
yang senantiasa memiliki orientasi dan sibuk oleh aparat pemerintah untuk
persepsi terhadap sistem politiknya. upacara penyambutan presiden,
Konsep budaya politik pada sebagai penguasa tertinggi di negeri ini
hakikatnya berpusat pada imajinasi yang berkunjung ke daerah
(pikiran dan perasaan) manusia yang kekuasaannya. Demikian pula ketika
merupakan dasar semua tindakan. Oleh para petinggi pemerintahan lain
karena itu, dalam menuju arah berkunjung, pengadaan acara-acara
pembangunan dan modernisasi suatu seremonial, dan pengagungan simbol-
masyarakat akan menempuh jalan yang simbol menjadi momen penting yang
berbeda antara satu masyarakat dengan menghabiskan banyak dana yang
yang lain dan itu terjadi karena sebenarnya kurang bermanfaat. Hal ini
peranan kebudayaan sebagai salah satu menunjukkan upaya rakyat untuk
faktor. Budaya politik dapat menghormati pemerintah/ atasan agar
membentuk aspirasi, harapan, mereka tetap mendapat pelayanan.
preferensi, dan prioritas tertentu dalam Padahal secara esensial, pelayanan
menghadapi tantangan yang menjadi tugas yang diemban oleh
ditimbulkan oleh perubahan sosial pemerintah.
politik. Setiap masyarakat memiliki Apabila pelaksanaan sosialisasi
common sense yang bervarisi dari satu politik dapat dilaksanakan dengan baik
kebudayaan dengan kebudayaan yang melalui berbagai sarana yang ada,
lain, yang berimplikasi pada perbedaan maka masyarakat dalam kehidupan
persepsi tentang kekuasaan, partisipasi, politik kenegaraan sebagai satu sistem
pengawasan (control) sosial, serta akan lahir dan berkembang budaya
kritik masyarakat (Almond & Verba, politiknya secara proporsional, jujur
1965: 78). dan adil, serta bertanggung jawab
Dalam budaya politik, birokrasi sehingga terwujudlah budaya politik
pemerintahan Indonesia sejak awal santun, bersih dan beretika. Ini berarti,
kemerdekaan hingga kini masih belum tanggung jawab masyarakat sesuai
bergeser dari paradigma kekuatan, dengan hak dan kewajibannya, yaitu
bukan pelayanan. Dalam paradigma bagaimana dirinya mampu berperan
kekuasaan terkandung hak-hak untuk dan berpartisipasi dalam kehidupan
mengatur, untuk itu mereka politik kenegaraan atas dasar
memperoleh sesuatu dari mereka yang kesadaran politik yang baik dan tinggi

115
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Muwujudkan Budaya Politik Santun, Bersih Dan Beretika
Wahyu Widodo

sehingga terwujudlah Indonesia baru transisi dari era otoritarian ke era


yang lebih baik. Karena itulah penulis demokrasi. Dalam masa transisi itu,
tertarik untuk membuat makalah dilakukan perubahan-perubahan yang
dengan judul Muwujudkan Budaya bersifat fundamental dalam berbagai
Politik Santun, Bersih dan Beretika bidang kehidupan, termasuk
dalam rangka Memperkokoh membangun tatanan kehidupan politik
Kehidupan Berbangsa dan baru yang demokratis. Namun dalam
Bernegara . perjalanannya, tatanan kehidupan
Berdasarkan uraian latar politik yang demokratis ini, lambat
belakang di atas makalah ini akan laun tergerus oleh kepentingan pribadi
membahas mengenai: Bagaimana dan kelompok. Ini dapat terlihat
peran budaya politik santun, bersih dan bagaimana saat ini para elit berkuasa
beretika dalam rangka memperkokoh lebih mudah menghalalkan segala cara
kehidupan ber-bangsa dan bernegara apapun untuk mewujudkan
menuju Indonesia baru? Upaya apakah kepentingannya. Mereka sudah tidak
yang dapat dilakukan untuk lagi mengindahkan nilai-nilai etik dan
mewujudkan budaya politik santun, moralitas berpolitik dalam kehidupan
bersih dan beretika dalam rangka berbangsa dan bernegara (Syafeie,
memperkokoh kehidupan berbangsa 1998: 34).
dan bernegara menuju Indonesia baru? Berbicara mengenai etika
Bagaimana urgensi budaya politik berpolitik dalam kehidupan berbangsa
santun, bersih dan beretika dalam dan bernegara, kita harus mengakui
rangka memperkokoh kehidupan bahwa saat ini banyak kalangan elite
berbangsa dan bernegara menuju politik cenderung berpolitik dengan
Indonesia baru? melalaikan etika kenegarawanan.
Banyak sekali kenyataan bahwa
II. PEMBAHASAN mereka berpolitik dilakukan tanpa
rasionalitas, mengedepankan emosi
A. Peran Budaya Politik Santun, dan kepentingan kelompok, serta tidak
Bersih Dan Beretika mengutamakan kepentingan berbangsa.
Berbicara tentang etika Hal ini sangat menghawatirkan karena
kehidupan berbangsa dan bernegara di bukan hanya terjadi pembunuhan
Indonesia, manjadi suatu kajian yang karakter antarpemimpin nasional
menarik bagi penulis. Hal ini karena dengan memunculkan isu penyerangan
saat ini Indonesia berada pada era pribadi, namun juga politik kekerasan
kebabasan berpolitik setelah pun terjadi. Para elite politik yang saat
melampaui masa kelam berpolitik. ini cenderung kurang peduli terhadap
Seiring dengan datangnya era terjadinya konflik masyarakat dan
reformasi pada pertengahan tahun tumbuhnya budaya kekerasan. Elite
1998, Indonesia memasuki masa bisa bersikap seperti itu karena mereka

116
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Mewujudkan Budaya Politik Santun, Bersih dan Beretika
Wahyu Widodo

sebagian besar berasal dari partai antar kekuatan sosial politik serta antar
politik atau kelompok-kelompok yang kelompok kepentingan lainnya untuk
berbasis primordial sehingga elite mencapai sebesar-besar kemajuan
politik pun cenderung berperilaku yang bangsa dan negara dengan
sama dengan perilaku pendukungnya. mendahulukan kepentingan bersama
Bahkan elite seperti ini merasa halal dari pada kepentingan pribadi dan
untuk membenturkan massa atau golongan. Etika politik mutlak
menggunakan massa untuk mendukung diperlukan bagi perkembangan
langkah politiknya. Elite serta massa kehidupan politik. Etika politik
yang cenderung berpolitik dengan merupakan prinsip pedoman dasar
mengabaikan etika, mereka tidak sadar yang dijadikan sebagai fondasi
bahwa sebenarnya kekuatan yang pembentukan dan perjalanan roda
berbasis primordial di negeri ini pemerintahan yang biasanya
cenderung berimbang. Jika mereka dinyatakan dalam konstitusi negara
terus berbenturan, tak akan ada yang (Budiarjo, 1997: 98). Di Indonesia
menang (Sedarmayanti, 2003: 112). Eika Politik dan Pemerintahan diatur
Kurangnya etika berpolitik dalam Ketetapan MPR RI No. VI
sebagaimana prilaku elite di atas Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan
merupakan akibat dari ketiadaan Berbangsa. Dalam Ketetapan tersebut
pendidikan politik yang memadai. diuraikan bahwa etika kehidupan
Bangsa kita tidak banyak mempunyai berbangsa tidak terkecuali kehidupan
guru politik yang baik, yang dapat berpolitik merupakan rumusan yang
mengajarkan bagaimana berpolitik tak bersumber dari ajaran agama,
hanya memperebutkan kekuasaan, khususnya yang bersifat universal, dan
namun dengan penghayatan etika serta nilai-nilai luhur budaya bangsa yang
moral. Politik yang mengedepankan tercermin dalam Pancasila sebagai
take and give, berkonsensus, dan acuan dasar dalam berpikir, bersikap
pengorbanan. Selain itu kurangnya dan bertingkah laku dalam kehidupan
komunikasi politik juga menjadi berbangsa.
penyebab lahirnya elite politik seperti Rumusan tentang etika
ini. Yaitu elite politik yang tidak kehidupan berbangsa ini disusun
mampu menyuarakan kepentingan dengan maksud untuk membantu
rakyat, namun juga menghasilkan memberikan penyadaran tentang arti
orang-orang yang cenderung otoriter, penting tegaknya etika dan moral
termasuk politik kekerasan yang dalam kehidupan berbangsa dan
semakin berkembang karena perilaku bernegara. Pokok-pokok etika dalam
politik dipandu oleh nilai-nilai emosi. kehidupan berbangsa dan bernegara
Etika Politik adalah sarana yang mengedepankan kejujuran, amanah,
diharapkan mampu menciptakan keteladanan, sportifitas, disiplin, etos
suasana harmonis antar pelaku dan kerja, kemandirian, sikap toleransi,

117
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Muwujudkan Budaya Politik Santun, Bersih Dan Beretika
Wahyu Widodo

rasa malu, tanggung jawab, menjaga dengan etika dan moral dalam
kehormatan serta martabat diri sebagai berbangsa dan bernegara, paling tidak
warga bangsa (Arifin, dibutuhkan dua syarat, yaitu Ada
http://www.lfip.org/english/pdf/bali- kedewasaan untuk dialog dan Dapat
seminar/Sisdiknas). menomorduakan kepentingan pribadi
Dalam TAP MPR tersebut juga atau kelompok.
dinyatakan bahwa Etika Politik dan Etika politik dan pemerintahan
Pemerintahan dimaksudkan untuk mengandung misi kepada setiap
mewujudkan pemerintahan yang pejabat dan elite politik untuk bersikap
bersih, efisien, dan efektif serta jujur, amanah, sportif, siap melayani,
menumbuhkan suasana politik yang berjiwa besar, memiliki keteladanan,
demokratis yang bercirikan rendah hati, dan siap untuk mundur
keterbukaan, rasa bertanggungjawab, dari jabatan publik apabila terbukti
tanggap akan aspirasi rakyat, melakukan kesalahan dan secara moral
menghargai perbedaan, jujur dalam kebijakannya bertentangan dengan
persaingan, kesediaan untuk menerima hukum dan rasa keadilan masyarakat.
pendapat yang lebih benar, serta Etika ini diwujudkan dalam bentuk
menjunjung tinggi hak asasi manusia sikap yang bertatakrama dalam
dan keseimbangan hak dan kewajiban perilaku politik yang toleran, tidak
dalam kehidupan berbangsa. Etika berpura-pura, tidak arogan, jauh dari
pemerintahan mengamanatkan agar sikap munafik serta tidak melakukan
penyelenggara negara memiliki rasa kebohongan publik, tidak manipulatif
kepedulian tinggi dalam memberikan dan berbagai tindakan yang tidak
pelayanan kepada publik, siap mundur terpuji lainnya. Etika politik harus
apabila merasa dirinya telah melanggar menjadi pedoman utama dengan
kaidah dan sistem nilai ataupun politik santun, cerdas, dan
dianggap tidak mampu memenuhi menempatkan bangsa dan negara di
amanah masyarakat, bangsa, dan atas kepentingan partai dan golongan
negara. Masalah potensial yang dapat (Kartono, 1989: 76).
menimbulkan permusuhan dan Huntington memperingatkan
pertentangan diselesaikan secara bahwa tahun-tahun pertama
musyawarah dengan penuh kearifan berjalannya masa kekuasaan
dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai- pemerintahan demokratis yang baru,
nilai agama dan nilai-nilai luhur umumnya akan ditandai dengan bagi-
budaya, dengan tetap menjunjung bagi kekuasaan di antara koalisi yang
tinggi perbedaan sebagai sesuatu yang menghasilkan transisi demokrasi
manusiawi dan alamiah. TAP ini tersebut, penurunan efektifitas
mengamanatkan kepada seluruh warga kepemimpinan dalam pemerintahan
negara untuk mengamalkan etika yang baru sedangkan dalam
kehidupan berbangsa. Untuk berpolitik pelaksanaan demokrasi itu sendiri

118
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Mewujudkan Budaya Politik Santun, Bersih dan Beretika
Wahyu Widodo

belum akan mampu menawarkan Indonesia sendiri. Untuk


solusi mendasar terhadap berbagai menyelamatkan bangsa ini mau tak
permasalahan sosial dan ekonomi di mau pendidikan kewarganegaraan
negara yang bersangkutan. Tantangan harus semakin dikembangkan. Sebagai
bagi konsolidasi demokrasi adalah contoh adalah melalui pendidikan
bagaimana menyelesaikan masalah- kewarganegaraan di semua jenjang
masalah tersebut dan tidak justru pendidikan mulai dari pendidikan
hanyut oleh permasalahan- dasar sampai pendidikan tinggi yaitu
permasalahan itu (Huntington, 2001: pendidikan yang menyadarkan kita
45). terhadap pluralitas dan keberagaman
Konsolidasi demokrasi menuntut yang tinggi. Pluralitas ini begitu
etika politik yang kuat yang mem- penting dan harus diutamakan
berikan kematangan emosional dan (Buchori, 2000: 135).
dukungan yang rasional untuk Berpolitik tanpa kesadaran etika
menerapkan prosedur-prosedur demo- dan moral hanya akan melahirkan
krasi. Ia melandaskan penekanannya krisis kepemimpinan. Karena itu,
pada pentingnya etika politik pada sekarang yang diharapkan adalah
asumsi bahwa semua sistem politik adanya pencerahan dari kembalinya
termasuk sistem demokrasi, cepat atau budayawan dan agamawan yang
lambat akan menghadapi krisis, dan bermoral sehingga kita senantiasa
etika politik yang tertanam dengan kembali pada etika, moralitas, dan
kuatlah yang akan menolong negara- kebhinnekaan. Krisis kehidupan
negara demokrasi melewati krisis berbangsa dan bernegara, yang sedang
tersebut. Implikasinya proses demo- dihadapi bangsa Indonesia, antara lain
kratisasi tanpa etika politik yang karena persoalan etika dan perilaku
mengakar menjadi rentan dan bahkan kekuasaan. Silang pendapat,
hancur ketika menghadapi krisis perdebatan, konflik, dan upaya saling
seperti kemerosotan ekonomi, konflik menyalahkan terus berlangsung di
regional atau konflik sosial, atau krisis kalangan elite, tanpa peduli dan
politik yang disebabkan oleh korupsi menyadari bahwa seluruh rakyat kita
atau kepemimpinan yang terpecah sedang prihatin menyaksikan
(Almond & Verba, 1965: 75). kenyataan ini. Kemampuan
Perilaku pemimpin nasional pun, membangun harmoni, melakukan
sesungguhnya tidak berbeda jauh kompromi dan konsensus di kalangan
dengan massanya. Karena itu elite politik kita terkesan sangat
tumbuhnya kedewasaan politik di rendah, tetapi cepat sekali untuk saling
antara pemimpin nasional sangat dapat melecehkan dan merendahkan. Padahal
menyelamatkan bangsa ini dari untuk mengubah arah dan melakukan
kehancuran serta untuk lompatan jauh ke depan, sangat
menyelamatkan masa depan bangsa

119
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Muwujudkan Budaya Politik Santun, Bersih Dan Beretika
Wahyu Widodo

diperlukan kompromi dan semangat terjadinya feodalisme maupun


rekonsiliasi. kapitalisme dalam politik Indonesia
Politik bukanlah persoalan yang dapat mengakibatkan bahwa
mempertaruhkan modal untuk kemerdekaan nasional justru memberi
memperoleh keuntungan yang lebih kesempatan kepada para pemimpin
besar, sebagaimana diyakini oleh politik menjadi raja-raja yang
sebagian besar pelaksana money membelenggu rakyatnya dalam
politics di Tanah Air. Politik bukanlah ketergantungan dan keterbelakangan.
semata-mata perkara yang pragmatis Tantangan ini harus kita hadapi dengan
sifatnya, yang hanya menyangkut suatu penuh kesadaran untuk selalu berjuang
tujuan dan cara mencapai tujuan menentang feodalisme dan perjuangan
tersebut, yang dapat ditangani dengan untuk membebaskan diri dari
memakai rasionalitas. Politik lebih dari cengkeraman kapitalisme. Usaha ini
pragmatisme, tetapi mengandung sifat sangat ditentukan juga melalui
eksistensial dalam wujudnya karena perjuangan partai politik (Dahl, 1998:
melibatkan juga rasionalitas nilai-nilai. 110).
Karena itulah, politik lebih dari Partai politik hendaknya
sekadar matematika tentang hubungan berbentuk partai kader dan bukan
mekanis di antara tujuan dan cara partai massa, karena dengan partai
mencapainya. Politik lebih mirip suatu kader para anggota partai yang
etika yang menuntut agar suatu tujuan mempunyai pengetahuan dan
yang dipilih harus dapat dibenarkan keyakinan politik dapat ikut memikul
oleh akal sehat yang dapat diuji, dan tanggung jawab politik, sedangkan
cara yang ditetapkan untuk dalam partai massa keputusan politik
mencapainya haruslah dapat dites diserahkan seluruhnya ke tangan
dengan kriteria moral. pemimpin politik dan massa rakyat
Dalam politik ada keindahan dan tetap tergantung dan tinggal
bukan hanya kekotoran, ada nilai luhur dimobilisasi menurut kehendak sang
dan bukan hanya tipu muslihat, ada pemimpin partai. Partai politik sebagai
cita-cita besar yang dipertaruhkan pilar demokrasi haruslah selalu
dalam berbagai langkah kecil, dan berinteraksi dengan masyarakat
bukan hanya kepentingan-kepentingan sepanjang tahun. Kegiatan sosial
kecil yang diucapkan dalam kata-kata kemasyarakatan merupakan agenda
besar. Hal-hal inilah yang wajib begitu pula sikap cepat tanggap
menyebabkan politik dapat dalam menghadapi musibah dan
dilaksanakan dan harus dilaksanakan bencana.
dengan penuh tanggung jawab. Para elit politik partai pun sudah
Apabila kesadaran etika berpolitik seharusnya sering terjun menemui
sangat rendah maka tantangan yang konstituen, mendengar aspirasi
mungkin kita hadapi kedepan adalah mereka, dan memperjuangkannya.

120
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Mewujudkan Budaya Politik Santun, Bersih dan Beretika
Wahyu Widodo

Partai tidak boleh membuat jarak kebudayaan dan keseniannya yang


dengan rakyat. Di sinilah beraneka, yang masing-masing kaya
sesungguhnya hakikat dari pendidikan akan warna dan dinamika. Semuanya
terhampar dalam jalinan kebersamaan:
politik yang diterapkan oleh partai
satu nusa, satu bangsa, satu bahasa,
politik dan elitenya. Dengan demikian, Indonesia.
maka apapun sikap dan kebijakan Menimbang keanekaragaman
partai tidak akan terlepas dari suku yang mendiami wilayah
kehendak masyarakat konstituennya, nusantara beserta kekayaan adat dan
dan benar-benar menjadi penyambung budayanya, saya meyakini bahwa jiwa
lidah rakyat. Sehingga dapat mencegah bangsa ini pada hakikatnya bersumber
dari seni budayanya yang telah tumbuh
kehawatiran bahwa partai hanya
berkembang melampaui abad demi
memperjuangkan kepentingan abad tak terbayangkan. Dalam suatu
kelompoknya. Kegiatan pencerdasan kesempatan berkunjung ke Monas
politik masyarakat harus terus dipupuk (Monumen Nasional) Jakarta, saya
oleh partai politik melalui respon berkesempatan untuk menyaksikan
terhadap realitas sosial-politik. Selain perjalanan bangsa ini melalui diorama
itu berpolitik hendaknya dilakukan serta berbagai peninggalan dan
dokumen sejarah yang menunjukkan
dengan cara yang santun, damai, dan
kesejatian negeri ini. Saya
menyejukkan. Kemudian kita juga menyaksikan juga teks proklamasi
harus mengembangan sistem yang asli dan berfoto di sana. Terlintas
multipartai agar kehidupan politik dalam pikiran bahwa kita memang
terhindar dari konsentrasi kekuasaan telah merdeka sebagai negara yang
yang terlalu besar pada diri satu orang berdaulat. Namun, sebagai bangsa
tampaknya kita juga perlu
atau satu golongan saja. Dengan etika
menggaungkan kemerdekaan dan
berpolitik yang demikian itulah kita kekayaan kebudayaan kita, yang
berharap masyarakat madani yang kita dengan itu terbuka peluang untuk
cita-citakan dapat segera terwujud. memberi inspirasi bagi bangsa-bangsa
lain di dunia tentang pentingnya seni
B. Upaya untuk mewujudkan budaya sebagai pemersatu umat
budaya politik santun, bersih manusia dalam perdamaian yang
dan beretika penuh saling pengertian.
Tuhan Yang Maha Esa telah Melalui ziarah pada sejarah luhur
berkenan melimpahkan karunia tak bangsa kita dapat terbersit renungan
terhingga ke tanah air tercinta ini. perihal pentingnya mengedepankan
Bukan hanya panorama pegunungan, suatu perilaku politik yang berbudaya.
pantai dan lembahnya yang jelita, Hal ini mengemuka justru karena kita
namun di dalamnya terkandung pula menyaksikan fenomena belakangan
sumber daya alam yang nilainya ini, di mana kehidupan politik seakan-
sungguh tak terbilang. Belum lagi akan tak berjarak dengan berbagai
berbagai suku bangsa yang intrik. Seolah-olah perilaku yang jauh
mendiaminya, dengan adat-istiadat, dari kesantunan dan etika adalah
bahasa, agama, serta hasil-hasil keniscayaan dunia politik, di mana

121
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Muwujudkan Budaya Politik Santun, Bersih Dan Beretika
Wahyu Widodo

kepentingan-kepentingan pribadi dan percepatan perubahan sebagai akibat


kelompok mengabaikan kepentingan hadirnya nilai-nilai global, buah dari
bersama sebagai bangsa. kemajuan teknologi informatika yang
Pertama-tama patut ditanamkan nan canggih itu. Di samping itu,
suatu kesadaran bahwa politik yang Indonesia yang memiliki letak yang
hendak kita perjuangkan bukanlah strategis antara dua benua, Asia dan
semata politik kekuasaan melainkan Australia, serta dua samudera, Hindia
suatu politik yang mengedepankan dan Pasifik, menghadapi tantangan ke
panggilan pengabdian demi depan yang memerlukan suatu pola
kesejahteraan masyarakat luas. Dengan penanganan yang holistik berlandaskan
demikian, nilai-nilai luhur warisan kerja sama semua pihak tanpa
budaya bangsa ini dapat terkecuali. Upaya mengatasi
diimplementasikan dalam perilaku problematik bangsa ini, memang bukan
keseharian serta menjadi acuan bagi hanya tugas Presiden sebagai eksekutif
pengambil keputusan dan kebijakan. beserta jajaran pemerintahnya, akan
Di sisi lain, politik yang berbudaya tetapi juga merupakan tanggung jawab
juga mensyaratkan adanya masyarakat anggota legislatif, yudikatif dan, terkait
yang kritis, yang melihat perbedaan di dalamnya, para profesional aneka
pandangan serta perdebatan wacana bidang, serta para pelaku politik yang
antarpartai sebagai suatu kewajaran berbudaya.
demokrasi. Guna membangun politik yang
Dialektika antara partai dan berbudaya tersebut, tak dapat
politikus serta masyarakat yang kritis, diabaikan peran museum yang
diyakini akan memperluas medan sesungguhnya terbilang strategis.
kesadaran baru dalam berbangsa dan Tidak seperti yang selama ini
bernegara, yang menjadikan era dibayangkan oleh sebagian masyarakat
keterbukaan ini sebagai hal yang awam, museum terbukti dapat
produktif, bukan semata pertikaian dan difungsikan sebagai laboratorium
luapan kebencian lantaran berbeda kebudayaan, di mana para ahli, pakar
ideologi atau pandangan. Bila ini aneka bidang dan juga generasi muda
berlangsung dalam suatu proses yang dapat mengembangkan ide-ide kreatif
berkelanjutan, jelaslah demokrasi kita dan gagasan-gagasan cerdasnya
tidak akan terjebak pada sekadar berdasarkan suatu telaah yang lebih
prosedural, melainkan sungguh- mendalam terhadap apa yang telah
sungguh mewarnai kehidupan dicapai para leluhur melalui karya-
keseharian sosial politik negeri ini. karya berupa apapun yang tersimpan di
Terbuka peluang, melalui serangkaian dalam museum. Saya kira adalah suatu
tahapan dan proses itu, para politikus yang tidak berlebihan bila kita
bermetamorfosis menjadi para berupaya menjadikan museum beserta
negarawan (Delors, 1996: 90). organisasi pengelolanya menjadi
Terlebih lagi, bila kita sedia semacam center of excellence. Yakni,
mengkaji tentang adanya kenyataan semacam laboratorium yang
bahwa Indonesia adalah sebuah memungkinkan para ahli untuk
republik yang masyarakatnya melakukan suatu kajian dan program
majemuk, multietnis dan multikultur, akademis secara tepat guna dan tepat
serta tengah menghadapi dinamika makna, guna mengembangkan

122
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Mewujudkan Budaya Politik Santun, Bersih dan Beretika
Wahyu Widodo

pemikiran atau menghasilkan kreasi- membangun tatanan kehidup-an politik


kreasi inovatif yang bermanfaat bagi baru yang demokratis. Namun dalam
pembangunan bangsa, baik itu tataran perjalanannya, tatanan kehidupan
filosofis maupun tataran praksis. politik yang demokratis ini, lambat
Masing-masing selayaknya terpanggil laun tergerus oleh kepentingan pribadi
untuk mengadakan pembenahan dan kelompok. Ini dapat terlihat
menyeluruh serta pencanangan bagaimana saat ini para elit berkuasa
program yang saling sinergi seraya lebih mudah menghalalkan segala cara
menyadari bahwa museum juga apapun untuk mewujudkan
merupakan salah satu sarana kepentingannya. Mereka sudah tidak
pembangunan karakter dan pekerti lagi mengindahkan nilai-nilai etik dan
bangsa (nation and character building) moralitas berpolitik dalam kehidupan
(Dewey, 1961: 221). berbangsa dan ber-negara (Kartono,
Secara lebih fokus dan khusus, 1990: 90).
dengan menimbang bahwa museum Etika berpolitik dalam kehidupan
bisa menjadi center of excellence serta berbangsa dan bernegara, kita harus
laboratorium kebudayaan seperti mengakui bahwa saat ini banyak
disinggung di atas, sinergi seni tersebut kalangan elite politik cenderung
patut diketengahkan dalam wujud berpolitik dengan melalaikan etika
program-program nyata yang lebih kenegarawanan. Banyak sekali
terarah dan berkelanjutan guna kenyataan bahwa mereka berpolitik
mendorong upaya-upaya pembentukan dilakukan tanpa rasionalitas, menge-
karakter dan watak bangsa. Sebab depankan emosi dan kepentingan
hanya negara yang telah menemukan kelompok, serta tidak mengutamakan
jati dirinya serta kuasa mengukuhkan kepentingan berbangsa. Hal ini sangat
nation and character building-nya, menghawatirkan karena bukan hanya
berpeluang untuk unggul dalam terjadi pembunuhan karakter
persaingan global. antarpemimpin nasional dengan
memunculkan isu penyerangan pribadi,
C. Urgensi Budaya Politik Santun, namun juga politik kekerasan pun
Bersih dan Beretika terjadi. Para elite politik yang saat ini
Berbicara tentang etika cenderung kurang peduli terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara terjadinya konflik masyarakat dan
di Indonesia, manjadi suatu kajian tumbuhnya budaya kekerasan. Elite
yang menarik bagi penulis. Hal ini bisa bersikap seperti itu karena mereka
karena saat ini Indonesia berada pada sebagian besar berasal dari partai
era kebabasan berpolitik setelah politik atau kelompok-kelompok yang
melampaui masa kelam berpolitik. berbasis primordial sehingga elite
Seiring dengan datangnya era politik pun cenderung berperilaku yang
reformasi pada pertengahan tahun sama dengan perilaku pendukungnya.
1998, Indonesia memasuki masa Bahkan elite seperti ini merasa halal
transisi dari era otoritarian ke era untuk membenturkan massa atau
demokrasi. Dalam masa transisi itu, meng-gunakan massa untuk
dilakukan perubahan-perubahan yang mendukung langkah politiknya. Elite
bersifat fundamental dalam berbagai serta massa yang cenderung berpolitik
bidang kehidupan, termasuk dengan mengabaikan etika, mereka

123
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Muwujudkan Budaya Politik Santun, Bersih Dan Beretika
Wahyu Widodo

tidak sadar bahwa sebenarnya lebih kurang 14 tahun reformasi


kekuatan yang berbasis primordial di dilakukan, persoalan-persoalan itu tak
negeri ini cenderung berimbang. Jika juga dapat tuntas diselesaikan. Ada
mereka terus berbenturan, tak akan ada beberapa bidang yang mendapat klaim
yang menang. agak sedikit membaik, seperti bidang
Kurangnya etika berpolitik ekonomi misalnya, namun tidak sedikit
sebagaimana prilaku elite di atas yang makin terpuruk seperti bidang
merupakan akibat dari ketiadaan hukum, politik, dan sosial.
pendidikan politik yang memadai. Dulu, reformasi dilakukan antara
Bangsa kita tidak banyak mempunyai lain untuk memperbaiki hukum dan
guru politik yang baik, yang dapat politik yang kurang memberikan
mengajarkan bagaimana berpolitik tak makna bagi kemaslahatan rakyat.
hanya memperebutkan kekuasaan, Setelah reformasi, bukannya tambah
namun dengan penghayatan etika baik, hukum dan politik tetap lebih
serta moral. Politik yang menge- sering dibelokkan menjadi instrumen
depankan take and give, berkonsensus, untuk mencapai atau melanggengkan
dan pengorbanan. Selain itu kurang- kekuasaan. Hukum dengan segenap
nya komunikasi politik juga menjadi institusinya juga tak mampu meredam
penyebab lahirnya elite politik seperti kecenderungan penyalahgunaan
ini. Yaitu elite politik yang tidak kekuasaan, korupsi, dan praktik-
mampu menyuarakan kepentingan praktik kotor lainnya. Politik
rakyat, namun juga menghasilkan dipraktikkan dengan perilaku yang
orang-orang yang cenderung otoriter, minim kesantunan. Praktiknya, politik
termasuk politik kekerasan yang direduksi untuk alasan kekuasaan
semakin berkembang karena perilaku bukan sebuah proses mewujudkan
politik dipandu oleh nilai-nilai emosi. kebaikan bersama. Politik identitas
Saat ini negara sedang semakin menguat mengalahkan visi
mengalami berbagai persoalan, tentu kebersamaan sebagai bangsa seiring
kita semua telah mahfum. Tidak hanya rasa saling percaya diantara sesama
pada sektor atau bidang tertentu saja, warga bangsa yang memudar pelan-
persoalan telah muncul di hampir pelan. Distrust itu telah menimbulkan
semua sendi kehidupan berbangsa. disorientasi, tak ada pegangan bagi
Kecenderungan yang ada, persoalan itu rakyat mengenai hendak dibawa
semakin hari bukannya semakin kemana bangsa ini dijalankan. Pada
menyederhana tetapi kian kompleks gilirannya, disorientasi itu pun
dan rumit. Ini bisa terjadi bukan karena berpeluang mencetak pembangkangan
kita tidak melakukan apapun untuk (disobedience), yang dalam skala kecil
mengatasinya. Setiap persoalan telah atau besar, sama-sama membahayakan
coba kita atasi dan hadapi dengan bagi integrasi bangsa dan negara
menerapkan pendekatan-pendekatan (Lipset, 1963: 56).
tertentu. Pun demikian, reformasi Setelah segala cara memperbaiki
segala bidang sudah ditempuh untuk sistem, baik hukum, sosial, politik, dan
melakukan perbaikan-perbaikan. Itu ekonomi dilakukan dan tak juga
sebabnya, reformasi pada 1998 menunjukkan hasil, maka banyak yang
dilakukan, dengan harapan kondisi kemudian meyakini bahwa problem
segera berubah dan lebih baik. Sudah sebenarnya bukanlah soal sistem

124
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Mewujudkan Budaya Politik Santun, Bersih dan Beretika
Wahyu Widodo

belaka, melainkan berkait dengan soal mengundurkan diri tanpa perlu


etika berbangsa dan bernegara yang menunggu putusan pengadilan. Pelajar
meredup. Betapapun sistem diubah dan ilmu hukum pasti paham bahwa hukum
diganti, tetap saja problem tak kunjung itu adalah formalisasi dari nilai-nilai
tuntas teratasi selama kita belum agama, etika, dan kesusilaan yang
mampu membenahi etika berbangsa semua menjadi kaidah-kaidah dalam
dan bernegara. Jadi, inti persoalannya bermasyarakat untuk kemudian
sekarang ialah soal melemahnya etika diformalkan menjadi aturan hukum.
berbangsa dan bernegara. Hal ini Oleh sebab itulah, kaidah-kaidah itu
mengisyaratkan bahwa upaya harus dijadikan landasan dalam
perbaikan kondisi bangsa ini haruslah penegakan hukum (Sasmita, 1
memperhatikan fakta bahwa krisis ini Desember 2004).
bertalian erat dengan krisis etika dan Di bidang sosial, etika dalam
moralitas. Untuk itu, upaya pergaulan antar sesama warga semakin
menemukan solusi harus disertai upaya tergerus oleh berbagai hal, mulai dari
mengingat dan memperkuat kembali pergeseran nilai sebagai imbas
prinsip-prinsip fundamen etis-moral modernitas, derasnya arus informasi
dan karakter bangsa berdasarkan yang tak terbendung, sampai dengan
falsafah dan pandangan hidup bangsa menyeruaknya kembali politik
Indonesia sebagaimana tertuang dalam identitas. Perbedaan latar belakang,
konstitusi kita, UUD 1945. apakah itu agama, keyakinan, suku,
Untuk itu perlu diketahui tentang aliran, atau perbedaan lainnya, mudah
bagaimana sesungguhnya Carut marut sekali menyulut konflik meski dipicu
politik nasional, bagaimana oleh persoalan-persoalan sepele.
Membangun politik etis dan berakhlak Terlebih lagi, perbedaan pendapat
mulia, dan bagaimana Membangun lebih sering diselesaikan dengan
politik social. menggunakan okol ketimbang akal.
Saat ini, banyak pejabat negara Akibatnya, alih-alih menyelesaikan
yang berperilaku tidak etis atau masalah, yang ada persoalan makin
melanggar etika. Banyak pejabat rumit dan kian meruncing.
negara yang sedang mendapat sorotan Kecenderungan lebih menggunakan
masyarakat karena diduga terlibat okol ketimbang akal menunjukkan
dalam kasus hukum tertentu, dengan melemahnya penghargaan dan
enteng menjawab, buat apa mundur, penghormatan terhadap nilai dan
bukankah pengadilan belum martabat manusia.
membuktikan kalau saya bersalah. Tak berhenti sampai di situ, etika
Padahal, seseorang yang melanggar di dunia pendidikan juga nyata-nyata
etika seharusnya merasa lebih berdosa semakin dipinggirkan. Sekarang ini
daripada melanggar hukum karena banyak orang yang suka melanggar
pada dasarnya etika merupakan dasar etika akademis dan etika keilmuan,
hukum. Hukum itu ada karena etika, misalnya orang membeli gelar
hukum merupakan nilai etik yang akademik dan suka mencuri karya
diundangkan. Karena itu, jika ada keilmuan orang lain (plagiasi). Pada
seorang pemimpin atau pejabat negara kasus lain, ada akademisi yang suka
sudah terbukti melanggar etika, maka menjual keahlian untuk menuliskan
seharusnya ia malu dan lalu tesis atau disertasi orang lain dengan

125
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Muwujudkan Budaya Politik Santun, Bersih Dan Beretika
Wahyu Widodo

imbalan tertentu. Ada pula pakar dari seolah tak ada yang mempan,
perguruan tinggi yang diminta sementara negara terus menerus
menyampaikan pendapat ahli di digerogoti.
persidangan tetapi pendapatnya tidak Di bidang hukum, yang terjadi
mengacu pada pakem ilmiah-akademis sekarang adalah hukum dibuat dan
melainkan bergantung pesanan dan ditegakkan tanpa bertumpu pada etika,
pendapatan. Dulu, orang menulis buku moral, dan hati nurani sehingga
dan menerbitkan merupakan prestasi menjauhi rasa keadilan. Aturan hukum
akademik luar biasa yang mem- yang dibuat seringkali tak membawa
banggakan. Tetapi sekarang, orang perbaikan yang diinginkan. Salah satu
bisa punya artikel, buku, atau bahkan sebabnya karena terjadinya
karya ilmiah tanpa harus memiliki pelanggaran etika melalui politik
tradisi berpikir ilmiah dengan cara kompromistis-transaksional saat
menyewa ghost writer lalu mengklaim pembahasan di lembaga legislatif. Di
hasil tulisan itu sebagai karyanya, ranah penegakan hukum, para penegak
padahal ia tak paham substansinya. hukum sering berhenti pada keinginan
Mereka yang mengabaikan etika menegakkan bunyi pasal-pasal undang-
ilmiah akademik itu merupakan orang undang itu sendiri tanpa melibatkan
yang tidak keberatan membohongi diri moral dan etika. Penegakan hukum
sendiri. Dan apabila seseorang sudah yang hanya sekedar menekankan dan
bisa membohongi diri sendiri, maka menge-depankan formalitas-prosedural
dia tidak sungkan untuk membohongi di atas etika dan moral keadilan publik
orang lain, itulah ciri koruptor atau sebagai sukma hukum, menyebabkan
calon koruptor. Artinya, kemerosotan keadilan seringkali gagal diwujudkan.
etika di dunia pendidikan turut Hal serupa terjadi di bidang
berkontribusi banyak dalam ekonomi. Ekonomi tidak bisa
keterpurukan moral dan etika bangsa dilepaskan dari etika dan moral, karena
(Soedijarto, 14 Januari 2010). ekonomi tanpa etika sama halnya
Dewasa ini, ukuran etis atau dengan kejahatan. Namun demikian,
tidak, menjadi sangat lentur karena saat ini kita melihat bagaimana
sikap permisif masyarakat terhadap aktivitas ekonomi yang dijalankan
hal-hal yang sesungguhnya merupakan justru menge-sampingkan etika.
bentuk penyimpangan sosial. Korupsi Maraknya kasus korupsi berupa suap
di negeri ini kian mengerikan dan dalam bentuk commitment fee atau kick
merajalela, salah satunya karena back dalam proyek misalnya,
dianggap wajar. Sebagian lain malah menujukkan bagaimana aktivitas
menganggap korupsi sebagai budaya. ekonomi telah mengesampingkan
Orang korupsi itu hanya soal etika. Padahal, jika saja etika untuk
kesempatan, kalau pun ada kesempatan memperoleh proyek pemerintah
tapi tak korupsi, dianggap sebagai dipegang teguh, korupsi dan suap akan
orang yang sok bersih. Alhasil, kita bisa dicegah. Saat ini kita juga dapat
sendiri tidak tahu bagaimana cara melihat dikesampingkannya etika
memberantasnya. Seperti sering saya aktivitas ekonomi terhadap lingkungan
katakan, teori pemberantasan korupsi hidup yang mengakibatkan kerugian
dari gudang sudah habis. Semua teori terhadap masyarakat saat ini dan di
dan cara sudah disarankan namun masa yang akan datang. Pelanggaran-

126
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Mewujudkan Budaya Politik Santun, Bersih dan Beretika
Wahyu Widodo

pelanggaran atas etika terjadi pula etika mahasiswa dibanding kuliah


dalam bidang ekonomi terkait dengan tentang etika di kelas. Keteladanan
lemahnya etika pemerintahan di dalam menegakkan kejujuran ilmiah
birokrasi (Tilaar, 2002: 144). dan keberanian dalam menegakkan
Tentu kita miris dengan kebebasan akademik serta kebebasan
fenomena ini. Manakala etika tidak mimbar akademik menjadi hal yang
lagi dijadikan sebagai acuan dalam sangat penting untuk ditumbuh-
kehidupan berbangsa dan bernegara, suburkan di kampus-kampus.
maka ini bukan lain adalah suara sirine Demikian pula, keteladanan aparat dan
tanda bahaya bagi negara ini. Saya pimpinan pemerintahan akan
sering menyebut kondisi negara saat berpengaruh lebih tinggi terhadap
ini sedang dalam bahaya. Di dalam upaya memperkuat etika bernegara di
konstitusi memang ada ketentuan kalangan masyarakat dibanding dengan
tentang negara dalam bahaya dalam model penataran, berapa jam pun
arti serangan dari luar, dari negara lain, penataran itu diberikan.
sehingga negara dapat menyatakan Kedua, persoalan etika bernegara
perang, namun keadaan sekarang ini tidak dapat diselesaikan hanya oleh
lebih bahaya karena ancaman itu justru negara dan para aparatnya. Negara
datang dari dalam negara. Ancaman dalam geraknya diwakili oleh aparat
bahaya itu ialah terjadinya yang juga merupakan anggota
penggerogotan dan pem-busukan dari masyarakat. Dengan sendirinya
dalam negara ini sendiri. Krisis etika perubahan etika bernegara yang terjadi
telah membuat kita sulit menemukan di kalangan aparat sesungguhnya
orang-orang dengan perangai santun, mencerminkan perubahan yang terjadi
tulus, toleran, meng-apresiasi orang di masyarakat. Sebaliknya, aparat dan
lain secara berkeadaban dan pimpinan adalah model bagi anggota
manusiawi, dalam segala hal. Itu masyarakat. Semuanya saling terkait
sesuatu yang ironis mengingat jati diri sehingga harus dilakukan secara
bangsa Indonesia sesungguhnya simultan. Di era demokrasi saat ini,
dibingkai oleh nalar untuk memberikan masyarakat memiliki peran besar untuk
penghormatan terhadap nilai kebaikan, menentukan pemimipin yang beretika
kemanusiaan, dan keadilan (Widjaya, sekaligus mampu memperkuat etika
1982: 86). berbangsa dan bernegara. Untuk dapat
Semua cara tentu harus ditempuh melakukan hal ini, tentu harus ada
untuk memperkuat etika bernegara. kesadaran terlebih dahulu di kalangan
Namun, terdapat dua hal penting yang masyarakat serta organisasi masyarakat
harus diperhatikan. Pertama, dan politik tentang pentingnya etika
pendidikan etika merupakan berbangsa dan bernegara.
pendidikan karakter yang berbeda
dengan pendidikan sebagai transfer
pengetahuan. Dalam proses pendidikan
karakter ini peran keteladanan jauh
lebih besar dibanding dengan proses
verbal. Perilaku dosen dan pimpinan
perguruan tinggi lebih besar
pengaruhnya terhadap pem-bentukan

127
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Muwujudkan Budaya Politik Santun, Bersih Dan Beretika
Wahyu Widodo

III. SIMPULAN kehidupan berbangsa dan bernegara


menuju Indonesia baru sangat
Peran budaya politik santun, diperlukan karena dapat membuat para
bersih dan beretika dalam rangka elite politik menjauhi sikap dan
memperkokoh kehidupan berbangsa perbuatan yang dapat merugikan
dan bernegara menuju Indonesia baru bangsa Indonesia.
adalah etika politik dan pemerintahan Akhirnya, penulis menyarankan
mengandung misi kepada setiap agar dilaksanakan kembali pendidikan
pejabat dan elite politik untuk bersikap budi pekerti yang merupakan pondasi
jujur, amanah, sportif, siap melayani, bagi pelaksanaan civic education agar
berjiwa besar, memiliki keteladanan, tercipta generasi yang tidak hanya mau
rendah hati, dan siap untuk mundur menjadi politisi namun paham budaya
dari jabatan publik apabila terbukti dan etika politik. Pendidikan budi
melakukan kesalahan dan secara moral pekerti sekaligus merefleksikan
kebijakannya bertentangan dengan pemikiran rakyat Indonesia hingga saat
hukum dan rasa keadilan masyarakat. ini. Hal tersebut juga menggambarkan
Etika ini diwujudkan dalam bentuk perubahan kepedulian bangsa ini
sikap yang bertatakrama dalam terhadap pendidikan yang bernuansa
perilaku politik yang toleran, tidak etika-moral.
berpura-pura, tidak arogan, jauh dari
sikap munafik serta tidak melakukan
kebohongan publik, tidak manipulatif DAFTAR PUSTAKA
dan berbagai tindakan yang tidak
terpuji lainnya. Almond, G.A. & S. Verba. (1965). The
Upaya yang dapat dilakukan Civic Culture: Political
untuk mewujudkan budaya politik Attitudes and Democracy in
santun, bersih dan beretika dalam Five Nations. Boston: Little
rangka memperkokoh kehidupan Brown & Co.
berbangsa dan bernegara menuju Arifin, Anwar. http://www.lfip.org/
Indonesia baru diantaranya ditanamkan english/pdf/bali-seminar/
suatu kesadaran bahwa politik yang Sisdiknas
hendak kita perjuangkan bukanlah Budiarjo, Mariam. (1997). Dasar-
semata politik kekuasaan melainkan Dasar Ilmu Politik. Jakarta:
suatu politik yang mengedepankan Gramedia.
panggilan pengabdian demi Buchori, Mochtar. (2000). Peranan
kesejahteraan masyarakat luas, Pendidikan dalam
dialektika antara partai dan politikus Pembentukan Budaya Politik di
serta masyarakat yang kritis. Budaya Indonesia. Yogyakarta:
politik santun, bersih dan beretika Kanisius.
dalam rangka memperkokoh

128
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Mewujudkan Budaya Politik Santun, Bersih dan Beretika
Wahyu Widodo

Dahl, R. (1998). On Democracy. Commision on The Twenty First


London: Yale University Press. Century. UNESCO. Paris.
Delors, J., et. al. (1996). Learning: Dewey, John. (1961). Democracy and
The Treasure Within. Report to Education: Introduction to the
UNESCO of The International Philosophy of Education. New
York: Mac Millan Company.
Huntington, Samuel P. (2001). Sasmita, Ginanjar K. Budaya
Gelombang Demokratisasi Politik dalam Proses
Ketiga. Jakarta: Pustaka Utama Demokratisasi di Indonesia .
Grafiti. Makalah disajikan pada acara
Kartono, Kartini. (1989). Pendidikan Kongres IV dan Seminar
Politik sebagai Bagian dari Nasional PERSADI Lembaga
Pendidikan Orang Dewasa. Administrasi Indonesia.
Bandung: Mandar Maju. Jakarta, 1 Desember 2004.
Kartono, Kartini. (1990). Wawasan Soedijarto. Pendidikan Nasional dan
Politik: Mengenai Sistem Pembangunan Kebudayaan dan
Pendidikan Nasional. Karakter Bangsa (Jati Diri
Bandung: Mandar Maju. Bangsa) dan Implikasinya
Lipset, S.M. (1963). Political Man: terhadap Sistem Kurikulum dan
The Social Bases of Politics. Proses Pembelajaran . Makalah
New York: Anchor Books. disajikan pada Sarasehan
Phenix, Philip. (1964). Realms of Nasional Pengembangan
Meaning: A Philosophy of Pendi-dikan Budaya dan
Curriculum for General Karakter Bangsa, 14 Januari
Education. New York: 2010.
McGraw-Hill Book. Tilaar, H.A.R. (2002).
Syafeie, Inu Kencana. (1998). Mengindonesia Etnisitas dan
Manajemen Pemerintahan. Identitas Bangsa Indonesia:
Jakarta: PT. Pertja. Tinjauan dari Perspektif Ilmu
Sedarmayanti. (2003). Good Pendidikan. Jakarta: Rineka
Governance Dalam Rangka Cipta.
Otonomi Daerah. Bandung: Widjaya, A. (1982). Budaya Politik
PT. Mandar Maju. dan Pembangunan Ekonomi.
Jakarta: LP3ES.

129

Anda mungkin juga menyukai