Anda di halaman 1dari 4

Nama : Novita Sari

NIM : 1908016082
Kelas : B 2019
Mata Kuliah : Hukum Perniagaan Internasional

Laporan Singkat Tentang Kasus Dengan Kode DS 406 (RI-USA) Tentang Sengketa
Diskriminasi Produk Tembakau

1. Para Pihak
 Respondent : Amerika Serikat
 Complainant : Indonesia
 Third party : Uni Eropa, Guatemala, Norwegia dan Turki

2. Kronologi
Kasus sengketa perdagangan rokok kretek antara Indonesia dan Amerika Serikat
(AS) bermula ketika Presiden AS saat itu, Barack Obama mengesahkan RUU Family
Smoking Prevention and Tobacco Control Act (FSPTCA) pada 22 Juni 2009 yang
kemudian menjadi Undang-undang tersebut mulai berlaku pada tanggal 22 September
2009. Undang-undang ini bertujuan untuk melarang produksi dan perdagangan rokok
berasa, termasuk rokok kretek dan rokok rasa buah. Pada pasal 101 (b) FSPTCA
memuat larangan penggunaan bahan penyedap rasa campur. 1 Pasal 101 (b) FSPTCA ini
mengubah pasal 907 (a) (1) (A) dari Federal Food, Drug and Cosmetic Act (FFDCA) dan
secara resmi menjadi undang-undang dan menjadi aktif sejak 22 September 2009.
Namun, kemudian apa yang menjadi Perselisihan bagi Indonesia adalah Dalam pasal
itu, tidak ada aturan yang melarang penggunaan mentol yang termasuk dalam
campuran penyedap rasa. Secara tidak langsung pasal ini melarang masyarakat
Amerika Serikat untuk mengkonsumsi rokok kretek asal Indonesia dan terdapat
tindakan diskriminasi produk antara rokok kretek dan mentol.. 2 Indonesia keberatan
dengan pemberlakuan FSPTCA yang dinilai melanggar ketentuan WTO National
1
Simon Tumanggor, Pelaksanaan Putusan Dispute Settlement Body WTO Yang Memenangkan Indonesia Dalam
Kasus Larangan Impor Rokok Berperasa Oleh Amerika Serikat, http://jdih.kemendag.go.id/ , Pada 23 April 2021,
Pukul 16:29 WITA
Treatment yaitu secara diskriminatif mengecualikan rokok mentol yang merupakan
produk produsen rokok dalam negeri AS dari larangan penjualan rokok yang
mengandung bahan penyedap rasa campur dan pelarangan penjualan produk rokok
kretek di Amerika Serikat, sehingga Indonesia mengusulkan pembentukan Panel
kepada badan penyelesaian sengketa WTO yaitu Dispute Settlement Body (DSB). Pada 7
April 2010, Indonesia meminta konsultasi dengan AS sehubungan dengan undang-
undang FSPTCA. Indonesia menganggap AS telah melanggar aturan WTO dan
menyatakan bahwa pasal 907 dalam undang-undang tersebut telah melanggar Pasal
III:4 dari GATT 1994, Pasal 2 dari TBT Agreement, dan berbagai ketentuan dalam
Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) Agreement.
Setelah menyelesaikan sengketa melalui Dispute Settlement Body (DSB), Panel
WTO akhirnya mengeluarkan keputusan. Keputusan Dispute Settlement Body (DSB)
terkait kasus tersebut, yakni panel WTO menemukan bahwa kebijakan AS tidak sesuai
dengan ketentuan WTO karena rokok kretek dan menthol merupakan produk yang
mirip dan keduanya memiliki daya tarik yang sama bagi kaum muda. Namun
pemerintah Amerika tidak menerima dan tidak puas dengan keputusan panel yang
dikeluarkan pada 2 September 2011 dan mengajukan banding ke WTO pada 5 Januari
2012. Hasil banding yang dikeluarkan menegaskan kembali bahwa keputusan panel
sebelumnya sudah benar dan pemerintah AS telah mengeluarkan kebijakan yang tidak
konsisten. dengan WTO. Amerika dianggap telah melanggar ketentuan WTO mengenai
National Treatment Obligation sebagaimana tercantum dalam Pasal 2.1 Technical
Barrier to Trade Agreement.
Amerika Serikat diberi waktu untuk menerapkan keputusan DSB (keputusan
Panel yang diperkuat oleh keputusan Dewan Banding). Ternyata AS hanya melakukan
kampanye anti rokok untuk produk mentol AS, tapi tidak melarang produksi dan
distribusinya. Sedangkan rokok kretek masih dilarang hingga batas waktu kepatuhan
terhadap keputusan WTO berakhir. Menurut Indonesia, AS tidak melaksanakan
keputusan DSB tersebut hingga batas waktu yang ditentukan. Indonesia menilai bahwa

2
Dirjen Kerjasama Internasional Kementerian Perdagangan Indonesia, RI Sengketakan Larangan Perdagangan
Rokok Kretek di Amerika Serikat ke DSB – WTO, http://ditjenkpi.kemendag.go.id/ , Pada 23 April 2021, Pukul
15:20 WITA
Amerika Serikat tidak melaksanakan putusan DSB tersebut, sehingga terjadi
perselisihan mengenai penilaian penerapan putusan DSB dalam kasus tersebut.
Keputusan dari organ pendukung (Panel dan Badan Banding) Badan
Penyelesaian Sengketa yang telah disahkan pada dasarnya bersifat final dan mengikat,
artinya keputusan tersebut harus diterima dan dilaksanakan oleh para pihak yang
berselisih. Namun dalam praktiknya, masih ada pihak yang tidak melaksanakan
keputusan Dispute Settlement Body, seperti Amerika Serikat yang dalam hal ekspor
rokok kretek hanya melakukan kampanye anti rokok untuk produk mentol AS, namun
tidak melarangnya. produksi dan distribusi.
Pasal 19 Dispute Settlement Understanding, panel dan appellate body akan
merekomendasikan kepada negara yang bersengketa untuk memijakkan sengketa yang
terjadi kepada perjanjian World Trade Oganization agar sesuai dengan perjanjian
tersebut yang telah disepakati bersama. Namun, Amerika Serikat tidak menjalankan
rekomendasi dari panel dan appellate body sehingga Indonesia tetap dirugikan. Maka
dari itu, konsekuensi hukum bagi negara pelanggar yang tidak melaksanakan
rekomendasi dari panel dan appellate body yaitu retaliasi yang biasanya dalam bentuk
peningkatan pengenaan bea masuk pada produk-produk tertentu kepentingan ekspor
dari negara pelanggar. Sementara AS belum melaksanakan sepenuhnya rekomendasi
yang diberikan oleh DSB dalam jangka waktu 15 bulan setelah putusan, Indonesia
meminta DSB untuk membawa kasus ini ke tingkat Arbitrase Internasional. Setelah
kedua pihak sepakat, DSB menyanggupi untuk membentuk badan arbiter. Indonesia
menuntut retaliasi atas kasus ini sebesar 55 juta USD. Namun, belum sempat tuntutan
ini terwujud, Indonesia membatalkan tuntutannya.
Pada 3 Oktober 2014, Indonesia dan AS menyampaikan kepada DSB bahwa
mereka telah mencapai solusi yang telah disepakati bersama. Sehubungan dengan
solusi yang disepakati bersama tersebut, Indonesia menarik permintaannya, sesuai
dengan Pasal 22.2 DSU, maka DSB menangguhkan konsesi atau kewajiban lainnya.
Karena Indonesia telah mencabut permintaannya berdasarkan Pasal 22.2 Dispute
Settlement Understanding (DSU), AS mencabut keberatannya atas permintaan tersebut.
Pada tanggal 8 Oktober 2014, Ketua Arbitrase memberi tahu DSB bahwa karena tidak
perlu mengeluarkan keputusan mengenai hal ini, Arbiter menganggap telah
menyelesaikan pekerjaannya

3. Dasar Gugatan
 Pasal III:4 dari GATT 1994.
 Pasal 2 dari TBT Agreement.
 Berbagai ketentuan dalam Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) Agreement.

Anda mungkin juga menyukai