Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Tentang
Hakikat Kurikulum Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam (Lasdas Hakikatkan
Al-qur’an Tentang Kurikulum, Pengertian Kurikulum, Azas Kurikulum, Komponen
Kurikulum, dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

1. Yuliana (2014090034)

2. Tegar Muhammad Iqbal (2014090041)

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Ratna Kasni Yuniendel, S.Ag., M.Pd.I

JURUSAN TADRIS IPS KONSENTRASI SEJARAH (TIPS) B


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN IMAM BONJOL PADANG
1443 H/ 2021 M

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Alhamdulillah, Segala Puji Syukur senantiasa tercurahkan kepada Allah


SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan segala kesalahan dan kekurangannya, guna memenuhi tugas mata kuliah
“Filsafat Pendidikan Islam”. Sholawat serta salam tidak lupa kita haturkan
kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, dan semoga kita semua termasuk
umatnya yang mendapatkan syafa’atnya kelak di hari qiamat. Āmīn.

Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin dan kami juga
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Meskipun kami sebagai penyusun berharap isi dari makalah ini bebas dari
kesalahan dan kekurangan. Namun, tentunya kami menyadari bahwa kami
hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan dan
kesempurnaan itu hanya milik Allah semata. Oleh karena itu, kami sebagai
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya
lapoaran ini diwaktu mendatang. Semoga Allah SWT memberkahi makalah ini,
sehingga dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Āmīn...

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Padang, 05 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Pengertian Kurikulum........................................................................... 3
B. Azas Kurikulum.................................................................................... 6
C. Komponen Kurikulum.......................................................................... 8
D. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam...................................... 10
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 15
A. Kesimpulan........................................................................................... 15
B. Saran..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Didalam dunia pendidikan Islam di Indonesia khususnya, dan dunia Islam pada
umumnya masih dihadapkan pada berbagai persoalan, mulai dari soal rumusan tujuan
pendidikan yang kurang sejalan dengan tuntunan masyarakat, sampai pada persoalan guru
maupun kurikulumnya. Didalam dunia pendidikan kurikulum sifatnya dinamis serta harus
selalu dilakukan perubahan dan pengembangan agar dapat mengikuti perkembangan zaman.
Bahwa kemampuan membina dan mengembangkan kurikulum merupakan suatu tuntutan
profesional termasuk guru. Sebab tugas guru adalah mengantarkan siswa mencapai tujuan
pendidikan. Upaya dalam mencapai tujuan itu memerlukan pedoman yaitu kurikulum.
Kemudian berfilsafat adalah befikir secara mendalam, sistematis, radikal, dan universal
dalam rangka mencari kebenaran, inti, atau hakikat, mengenai segala sesuatu dalam konteks
filsafat pendidikan lebih menekan dalam upaya perenungan dan merefleksikan realitas-
realitas yang terdapat didalam dunia kependidikan, sehingga dengan perenugan yang utuh
dapat ditemukan kebenaran-kebenaran dan kebijkakn yang berguna bagi upaya kemajuan
dunia pendidikan itu sendiri. Dengan demikian yang menjadi objek prenungan tentang
sesuatu disini adalah yang berhubugan denan pendidikan Islam dimana ysng menjadi obyek
pemikiran itu adalah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan peraturan
,mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman, dalam
kegitan pembelajaran untuk membantu anak didk mencapai tujuan pendidikan dalam
membentuk kepribadianya agar sesuai tuntunan ajaran Islam yang berdasarkan iman dan
bersumberkan AL-Quran dan Hadis untuk mencapai kebahagiaan Dunia dan Akhirat. Dalam
hal ini mencakup kurikulum sebagai rencana maupun kurikulum sebagai implementasi, agar
dapat mengikuti perkembangan zaman.
Kurikulum pada level nasional, pengembangannya dilakukan oleh suatu team ahli
ditingkat pusat, yang melakukan perenungan untuk menemukan suatu kebijakan dalam upaya
sistimatis dan terprogram untuk dapat menemukan kebenaran dan kebijakan-kebijakan yang
berguna bagi kemajuan pendidikan Islam. Team ini terdiri dari beberapa orang dalam
berbagai keahliannya. Ahli pendidikan, psikologi, bidang-bidang study dan lainya. Para ahli
ini merumuskan bentuk kurikulum yang akan dilaksanakan untuk semua sekolah, yang
bersifat universal. Maka jadilah kurikulum ini kurikulum nasional yang resmi atau formal.
Meskipun demikian, pengembangan dan perubahan kurikulum harus dilakukan secara
sistimatis dan terarah, tidak asal berubah, perubahan dan pengembangan kurikulum tersebut
harus memiliki visi dan arah yang jelas, mau dibawa kemana sistem pendidikan nasional
dengan kurikulum tersebut?. Pertanyaan semacam ini adalah acuan filosofis untuk
merumuskan tujuan pendidikan pada level kurikulum makro yang merupakan pedoman
tujuan pengajaran. Tujuan yang dirumuskan dengan mengacu pada filosofis yang dijadikan
pegangan ini, selanjutnya dijadikan panduan dalam merumuskan bentuk-bentuk kesempatan
belajar yang disiapkan melalui Rerencanaan Program Pengajaran (RPP) oleh guru dalam
proses pembelajaran sebagai ujung tombak dalam mencapai tujuan pendidikan Nasional.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kurikulum?
2. Apa Saja Azas Kurikulum?
3. Apa Saja Komponen Kurikulum?
4. Bagaimana Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Kurikulum
2. Untuk Mengetahui Apa Saja Azas Kurikulum
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Komponen Kurikulum
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam dan Kurikulum

 Pengertian Filsafat Pendidikan Islam


Falsafat atau filsafat berasal dari bahasa Yunani. Filsafat terdiri dari dua kata,
philein dan sophos. Philein artinya cinta dan sophos artinya hikmat. Intisari filsafat
adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi,
dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar
persoalan. (Harun Nasution, 1973: 3) Para ahli pendidikan khususnya pendidikan
Islam mengartikan pendidikan Islam dengan kata-kata atau gaya bahasa yang berbeda
tetapi substansinya sama. Bahwa pendidikan Islam adalah upaya untuk menggali dan
mengaplikasikan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Alquran dan hadis.
Secara eksplisit Jalaluddin mengartikan filsafat pendidikan Islam sebagai gagasan
tentang pelaksanaan pendidikan Islam yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam
atau penerapan pemikiran filosofis tentang pendidikan Islam yang diterapkan dalam
penyelenggaraan pendidikan Islam. (Jalaluddin, 2017: 52) Pengertian ini memberi arti
bahwa filsafat pendidikan Islam sebagai teori dan praktik. Hal ini senada dengan yang
ditulis oleh Muhaimin, berfilsafat dan mendidik adalah dua tahap dalam satu kegiatan.
Berfilsafat sebagai kegiatan memikirkan dengan seksama nilai-nilai dan cita-cita yang
lebih baik. Sedangkan mendidik adalah usaha merealisasi nilai-nilai dan cita-cita
dalam kehidupan dan kepribadian manusia. (Muhaimin, 2017: 77)
Dengan demikian kurikulum merupakan jalan yang dilalui untuk menuju pada
sesuatu. Sedangkan hakikat kurikulum dalam perspektif filsafat pendidikan Islam
adalah Alquran dan hadis. Alquran dan hadis sebagai sumber primer pendidikan
Islam. Dari dua sumber inilah materi-materi pendidikan Islam digali oleh orang-orang
yang kompeten dan dalam perspektif keilmuan masing-masing. Dari penggalian yang
sungguh-ungguh inilah lahir orang-orang kompeten dalam ilmu tauhid, fikih, tasauf,
astronomi, kesehatan, dan lain-lainnya. Dari sumber yang sama namun dapat
melahirkan berbagai disiplin ilmu.
Kemudian Sidi Gazalba yang mengartikan Filsafat sebagai; “berfikir secara
mendalam, sistematis, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti,
atau hakikat, mengenai segala sesuatu yang ada “Dari rumusan pengertian filsafat
tersebut maka dapatlah ditegaskan bahwa pengertian Filsafat Pendidikan Islam
adalah: Berfikir secara mendalam, sistematis, radikal, dan universal mengenai segala
hal yang berkaitan dengan kependidikan, dengan berlandaskan ajaran Islam tentang
hakikat kemampuan dan potensi manusia agar dapat dibina dan dikembangkan serta
dibimbing agar menjadi manusia yang seluruh kepribadiannya dijiwai oleh ajaran
Islam. Dalam bahasa yang disederhanakan dapat dikatakan bahwa Filsafat Pendidikan
Islam adalah berfikir secara mendalam untuk menemukan solusi terhadap berbagai hal
yang berkaitan dengan seluruh aspek pendidikan Islam, agar dapat mencapai tujuan
yang diinginkan dan sesuai dengan ajaran Islam yang berlandaskan Iman dengan
bersumberkan Al-Quran dan Hadist.

 Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curere yang artinya berlari.
Dalam bahasa Arab kurikulum disebut dengan manhaj. Kata kurikulum dihubungkan
dengan curier (kurir) yang menjadi penghubung dalam menyampaikan sesuatu kepada

3
orang lain di mana ia harus menempuh jarak untuk mencapai tujuan. (Al-Rasyidin,
2008: 161). Pius A Purtanto dan M. Dahlan Al Barry (1994: 391) mengartikan
kurikulum sebagai rencana pelajaran. Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan
pengertian yang ditulis W.J.S Poerwadarminta (1991:543), ia mengartikan kurikulum
sebagai susunan rencana pelajaran. Berdasarkan pengertian secara etimologi ini
kurikulum merupakan suatu rangkaian yang dilalui untuk sampai ke arah yang dituju.
Menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany (1979: 478) dalam bidang
pendidikan, kurikulum (manhaj) adalah sebagai jalan terang yang dilalui oleh
pendidik atau guru latih dengan orang yang didik atau dilatihnya untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka. Merujuk pemikiran
Hasan Basri (2014: 127-128), penulis menguraikan bahwa yang dimaksud kurikulum
meliputi beberapa aspek, di antaranya:
a) Mata pelajaran
b) Sistem dan metode pembelajaran
c) Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik
d) Pengawasan perkembangan mental anak didik
e) Sistem evaluasi dan sebagainya.

Dalam aktivitas sekolah ada melakukan 3 tindakan dalam mencapai tujuan yang
ingin dicapai, yaitu:
Pertama, ranah kognitif. Yakni upaya pencerdasan anak didik.
Kedua, ranah afektif. Yakni pencerdasan emosional.
Ketiga, ranah psiko-motorik. Yakni upaya pencerdasan perilaku keterampilan. (Hasan
Basri, 2004:127)
Dalam kurikulum, tiga aspek di atas masuk dalam kurikulum. Jadi, kurikulum
merupakan segala bentuk kegiatan yang dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam perspektif pendidikan Islam kurikulum merupakan jalan yang dilalui agar
dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah sehingga memperoleh kebahagian
dunia dan akhirat.
Kurikulum muncul dalam kamus webter 1865, kata kurikulum berasal dari dunia
atletik pada zaman Yunani kuno yang berasal dari kata curere artinya jalan atau jarak
yang harus ditempuh oleh pelari. Sejalan dengan perkembangan ilmu kata kurikulum
ditarik ke dalam dunia pendidikan, baik secara teori maupun praktek pendidikan,
maka konsep kurikulum berkembang dan juga bervariasi sesuai dengan aliran atau
teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan
kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh
siswa.
Pandangan yang muncul sejak zaman Yunani kuno ini, dalam lingkungan tertentu
masih diakui hingga kini, sebagaimana pendapat Robert S. Zais 1, “A Resource Of
Subject Matters To Be Mastered". Menurut pendapat ini, kurikulum identik dengan
bidang study. Kemudian berkembang menjadi sejumlah mata pelajaran (silabus) yang
diberikan disuatu lembaga pendidikan untuk memperoleh sertifikat (ijazah) tertentu2.
Menurut Franklin Bobbit, Saylor dan Alexander mengatakan bahwa kurikulum adalah
semua usaha sekolah dalam mempengaruhi belajar siswa baik di dalam kelas, di
halaman sekolah maupun di luar sekolah.

1
Zais, Robert S, Curriculum: Principles and Foundations (New York: Harperr & Row, Publisher: 1976), hlm. 7.
2
Zulmukin, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Mengenai Spesifikasi Kurikulum Pendidikan Islam
(Padang: Baitul Hikmah Press, 2004), hal. 43.

4
Kurikulum adalah sarana perangkat lunak pendidikan adalah langkah operasional
yang menjabarkan konsep pendidikan dalam rangka mencapai tujuannya 3. Kurikulum
sebagai komponen penting dalam pendidikan, harus memiliki tujuan dan sasaran yang
akan dicapai, seleksi dan organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan
belajar dan mengajar, dan akhirnya evaluasi hasil belajar. Perbedaan kurikulum hanya
berada pada penekanan unsur- unsur tertentu. Lebih tegas, Dr. Dede Rosyada, M.A 4.
mengatakan bahwa kurikulum merupakan inti dari sebuah penyelenggaraan
pendidikan.
Guna memahami konsep pemaknaan kurikulum sejatinya sehingga kurikulum
betul-betul diletakkan sebagai pijakan dasar dalam melaksanakan pendidikan secara
praktis dan konkret, maka Sukmadinata 5 dalam Dede Rosyada memiliki beberapa
prinsip yang bisa dipegang, diantaranya:
1) Kurikulum sebagai substansi, yakni rencana kegiatan belajar para siswa di
sekolah, mencakup rumusan- rumusan tujuan, bahan ajar, proses kegiatan
pembelajaran, jadwal, dan hasil evaluasi belajar. Kurikulum tersebut merupakan
konsep yang telah disusun oleh para ahli dan disepakati oleh para pengambil
kebijakan pendidikan serta oleh masyarakat sebagai bagian dari hasil pendidikan;
2) Kurikulum sebagai sebuah sistem, yakni merupakan rangkaian konsep tentang
berbagai kegiatan pembelajaran yang masing-masing unit kegiatan memiliki
keterkaitan secara koheren dengan lainnya. Kurikulum itu sendiri memiliki
korelasi dengan semua unsur dalam sistem pendidikan secara keseluruhan;
3) Kurikulum merupakan sebuah konsep yang dinamis, terbuka, dan membuka diri
terhadap berbagai gagasan perubahan serta penyesuaian dengan tuntutan pasar
atau tuntutan idealisme pengembangan peradaban umat manusia.

Dalam konteks pendidikan Nasional, kurikulum adalah rencana tertulis tentang


kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu
dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan
tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian
kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan
pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan
pendidikan tertentu.
Jadi kurikulum pada hakikatnya ada yang berupa dokumentasi dan implementasi
keduanya tak dapat dipisahkan satu sama lainya, karena kurikulum dokumentasi
tampa implementasi hanya akan menjadi makanan rayap, guru dalam implementasi
tanpa pedoman dokumentasi RPP akan gaur keduanya adalah merupakan suatu cara
dalam mempersiapkan peserta didik dan membimbingnya agar dapat belajar dengan
baik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi
sejumlah susunan pengetahuan keterampilan dan sikap mental yang diharapkan.
Setelah diketahui pengertian kurikulum secara umum maka tentunya pengertian
tersebut akan memudahkan dalam memahami pengertian kurikulum pendidikan
Islam. Pendidikan Islam adalah proses bimbingan secara sadar oleh guru terhadap
peserta didik dalam rangka pengembangan dan pembinaan potensi (fitrah) yang

3
Munzir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakart: LkiS, 2004), h. 94.
4
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007) hal. 26-27.
5
Sukmadinata, (2001). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Roosdakarya.

5
dimilikinya, baik dari segi jasmani, rohani maupun dari segi intelektual untuk menuju
terbentuknya kepribadian yang sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam.
Jadi kurikulum pendidikan Islam adalah semua kegiatan pengalaman yang
dirancang dan disediakan oleh sekolah atau lembaga pendidikan Islam untuk peserta
didik, baik pengalaman di sekolah maupun di luarnya, dalam rangka pengembangan
dan pembentukan potensi (fitrah) yang dimilikinya secara optimal yang sesuai dengan
tujuan pendidikan Islam6. Dengan katalin bahwa pada hakikatnya, kurikulum itu
menyangkut masalah ketentuan, nilai, ilmu, teori, skill, praktek, pembinaan sikap dan
lain sebagainya.

2. Azas-Azas Kurikulum Pendidikan Islam

Sebagai landasan dalam merancang suatu kurikulum ada bebrapa aspek yang perlu
dipertimbangkan. Aspek ini berfungsi sebagai azas yang menjadi tumpuan dan pedoman
dalam pembuatan kurikulum. Jadi kedudukan masing-masing azas dalam kurikulum
pendidikan Islam yaitu:
a) Azas Agama
Pada hakekatnya agama adalah kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia, baik
dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Agama merupakan
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang di turunkan Allah untuk manusia
melalui rasul-Nya dan juga agama mengatur seluruh aspek kehidupan manusia di dunia
untuk menuju kehidupan abadi di akhirat. Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat
Islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah, tujuan dan
kurikulumnya pada ajaran Islam yang meliputi aqidah, ibadah, muamalat dan hubungan-
hubungan didalam masyarakat7.
Untuk dapat terlaksananya tugas pendidikan Islam tersebut secara operasional, maka
kurikulum sangat berperan penting dalam merencanakan apa tujuan pendidikan yang akan
dicapai, apa materi pelajaran yang akan diberikan, bagaimana cara atau metodenya yang
tepat, dan bagaimana sistem evaluasi dapat dilaksanakan, yang disesuaikan dengan nilai-
nilai dan ajaran Islam.
b) Azas Filosofis
Berfilsafat adalah berpikir tentang sesuatu dengan mendalam dan sungguh-sungguh.
Banyak ayat Al-Quran dan Sunnah yang menyuruh manusia untuk menggunakan akal
pikirannya dalam memikirkan hakikat kejadiannya sendiri dan kejadian alam beserta semua
isinya dengan sungguh- sungguh dan mendalam diantaranya QS.AJ-Dzariyat : 21.
Artinya:
“dan (juga) pada diriimu sendiri apakah tidak kamu perhatikan ?
Dan QS.Al-Ghasyiyah : 17-18.

6
Ibid, hal. 46.
7
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan historic, (gorits dan praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002),
hal. 57.

6
Artinya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan?8
Dasar filsafat ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan dasar
filosofis, sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung suatu kebenaran,
terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya. Secara
umum dan dasar falsafah pendidikan Islam harus beranjak dari konsep antologi,
epistimologi dan aksiologi yang digali dari pemikiran manusia muslim yang sepenuhnya
tidak bertentangan dengan nilai-nilai azasi ajaran Islam. Azas filosofis ini merupakan azas
pokok bagi perencanaan, dan pengembangan kurikulum pendidikan Islam.
c) Azas Psikologis
Al-Syaibany menjelaskan bahwa menjelaskan psikologi sangat menentukan dalam
penyusunan kurikulum pendidikan Islam, karena dengannya para pendidik dapat
mengetahui tahap perkembangan (periodesasi) serta kematangan peserta didik dapat
menentukan kebutuhan, bakat, minat, emosi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan peserta didik, serta menentukan bagaimana proses belajar mengajar dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan yang diinginkan.
d) Azas Sosial Budaya
Pendidikan merupakan proses sosialisasi melalui interaksi sesama manusia menuju
terbentuknya manusia yang berbudaya. Kebudayaan merupakan manifestasi kehidupan
setiap orang dan setiap kelompok (masyarakat). la dipandang sebagai sesuatu yang lebih
dinamis dan bukan sesuatu yang kaku atau statis. Enam macam nilai dasar dalam
kebudayaan yaitu:
1) Nilai teori
Hakikat penemuan kebenaran melalui berbagai metode
2) Nilai ekonomi
Berhubungan dengan fungsi dan kegunaan dari berbagai benda (materi) dalam
memenuhi kebutuhan manusia.
3) Nilai estetika
Berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik yang memberikan kenikmatan
bagi manusia.
4) Nilai sosial
Berorientasi kepada hubungan antar sesama manusia dengan penekanan kepada
segi-segi kemanusiaan yang luhur.
5) Nilai politik
Berpusat kepada peranan kekuasaan pemerintahan dan pengaruhnya baik dalam
kehidupan dalam masyarakat maupun dunia politik sendiri.
6) Nilai agama
Penghayatan yang bersifat mistik dan transendental dalam usaha manusia untuk
dapat mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya dimuka bumi9.
Dalam menentukan, menyusun dan mengembangkan kurikulum harus sesuai dengan
tingkat kemampuan peserta didik dan tujuan pendidikan yang akan dicapai.

8
Muhammad Thoha, Al-Qur’an terjemahan, Semarang, Thoha Putra, 1999.
9
Zulmuqin, Opcit, hal. 54

7
3. Isi Kurikulum Pendidikan Islam

Pada hakikatnya isi kurikulum adalah kebudayaan manusia yang senantiasa


berkembang baik kebudayaan yang bersifat universal maupun kebudayaan masyarakat
setempat. Menurut Al-Syalabi, kurikulum pendidikan Islam senantiasa menjadikan
kebudayaan sebagai salah satu azasnya. Bila kurikulum tidak melihat kepada kebudayaan
yang berkembang dalam masyarakat, maka pendidikan tidak akan bisa mendewasakan
peserta didik sesuai dengan tantangan yang dihadapi.
Oleh sebab itu, kurikulum pendidikan Islam harus mengacu pada sosial budaya
masyarakat dan menciptakan kebudayaan baru sebagai tanda dari keberhasilan pendidikannya
yang sesuai dengan tutunan ajaran islam.

4. Komponen Kurukulum Pendidikan Islam

a. Komponen tujuan
Tujuan kurikulum adalah arah atau sasaran yang hendak dituju oleh proses
penyelenggaraan pendidikan. Dalam setiap kegiatan mempunyai tujuan, karena tujuan
menuntun kepada apa yang hendak dicapai, atau sebagai gambaran tentang hasil akhir
dari suatu kegiatan. Dengan mempunyai gambaran yang jelas, tentang hasil yang
hendak dicapai itu dapatlah diupayakan berbagai kegiatan maupun perangkat untuk
mencapainya. Tujuan dalam kurikulum ini pada dasarnya adalah tujuan akhir, artinya
untuk mencapai tujuan itu perlu melalui jenjang-jenjang tujuan yang lebih sempit dan
membutuhkan waktu lebih pendek seperti tujuan Kompetensi Inti (KI) dan Kopetensi
Dasar (KD).
Pada tahapan melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang
pengembang terlebih dahulu mengenal komponen atau elemen atau unsur atau bagian
yang terdapat dalam kurikulum. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya komponen atau
elemen atau unsur yang terdapat dalam kurikulum, terdiri dari : Tujuan, materi /
pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi. Tujuan merupakan sebuah komponen
kurikulum yang fundamental dan peka sekali, karena hasil kurikuler diinginkan tidak
hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus
untuk seluruh program pendidikan. Unsur yang terkait yang berkepentingan dan
berurusan dengan pendidikan dapat mengemukakan pendapatnya tentang tujuan
pendidikan yang diharapkan dicapai oleh anak didiknya, baik dari orang tua,
masyarakat pemakai lulusan maupun sampai pemerintah.
Tujuan pendidikan itu dinyatakan dalam berbagai rumusan, ada rumusan
pendidikan yang tidak resmi seperti yang dikemukakan oleh orang tua dan masyarakat
pemakai lulusan dan ada juga rumusan tujuan resmi seperti yang tertulis dalam UUD
1945, kurikulum sekolah/GBPP atau dalam persiapan mengajar para guru. Pengkajian
terhadap rumusan-rumusan tujuan pendidikan itu akan menunjukkan bahwa pada
dasarnya tujuan pendidikan itu tidak berdiri secara mandiri. Pernyataan ini berarti
bahwa tujuan pendidikan yang satu selalu berhubungan dengan tujuan pendidikan
yang lain. Bila diurutkan tata tingkat tujuan pendidikan itu sebagai berikut:
1) Tujuan pendidikan nasional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada
8
tataran nasional. Dalam pencapaiannya dapat berwujud sebagai warga negara
berkepribadian nasional yang bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat,
bangsa dan tanah air.
2) Tujuan institusional yaitu yang ingin dicapai pada tingkat lembaga pendidikan,
dalam pencapainnya dapat berwujud sebagai tamatan sekolah yang mampu
didikan lebih lanjut menjadi tenaga profesional dalam bidang tertentu dan pada
jenjang tertentu.
3) Tujuan kurikulum yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat
tataran mata pelajaran atau bidang studi, dalam usaha pencapaiannya dapat
berwujud sebagai siswa yang menguasai disiplin mata pelajaran atau bidang
studi tertentu yang dipelajari.
4) Tujuan instruksional yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat tataran
pengajaran yang dapat berwujud sebagai bentuk watak, kemampuan berfikir dan
berketerampilan teknologinya secara bertahap. Pada dasarnya tujuan ini
merupakan perincian lebih lanjut dari tujuan intruksional menjadi sub bidang
studi sehingga menjadi tujuan kognitif, afektif dan psikomotor.

b. Isi kurikulum pendidikan Islam/Komponen Materi/ Pengalaman Belajar


Pengalaman belajar yang diperoleh siswa dari sekolah menjadi isi kurikulum.
Dalam menentukan jenis pengalaman yang menjadi isi kurikulum, adakalanya tujuan
digunakan sebagai acuan, atau sebaliknya, isi menjadi acuan bagi tujuan. Hal ini
bergantung pada konsep, rancang/bangun dan acuan filosofi yang digunakan. Dewasa
ini pemikiran tentang isi kurikulum cenderung lebih menekankan pada ide-ide dasar
dari berbagai disiplin ilmu, yang disebut dengan "struktur" ilmu pengetahuan, yang
keberadaannya merupakan hal-hal yang azasi dari berbagai mata pelajaran, dan isi
kurikulum berupa mata pelajaran yang kemudian . dimasukkan dalam silabus.
Hal yang merupakan fungsi khusus dari kerikulum pendidikan formal adalah
memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan
kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya pengetahuan paling
penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif (Zais, 322 :
1976). Selain itu untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan
diperlukan bahan ajaran (Taba, 1962 : 266). Isi atau materi kurikulum adalah semua
pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata
pelajaran/bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai
kegiatan belajar tentang atau belajar bagaimana disiplin berpikir dari suatu disiplin
ilmu atau segala aktivitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya
c. Organisasi dan metode
Organisasi kurikulum menunjukkan pada pengertian tentang bagaimana isi
kurikulum yang berupa pengalaman belajar itu disusun dan diberikan kepada siswa.
Organisasi erat kaitannya dengan metode belajar mengajar, yang merupakan
implementasi kurikulum, karena pola yang digunakan dalam menyusun isi kurikulum
turut mewarnai metode tersebut. Bentuk organisasi itu sendiri ditentukan oleh bentuk
atau jenis kurikulum yang disusun. Jadi bentuk kurikulum juga mewarnai metode
belajar mengajar10.

10
Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Offset, 2005), hal. 57

9
Perbedaan antara belajar di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal
pengorganisasian secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana
untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian
sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290).
Berdasarkan pendapat Taba tersebut, jelas bahwa materi dan pengalaman belajar
dalam kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Namun
demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan
yang sulit dan kompleks.
Organisasi kurikulum yang dimaksud ialah tataran materi, baik yang berkenaan
dengan bentuk bahan dan pelaksanaannya. Tatanan materi yang berkenaan dengan
bentuk bahan (struktur horizontal) diatur dengan cara:
1) Pemisahan mata pelajaran yang berdiri sendiri (separated subject matter
curriculum atau subject centered matter curriculum);
2) Penyinggungan atau penghubungan antar bahan kurikulum dalam berbagai
mata pelajaran (correlated curriculum);
Kemudian pemaduan bahan kurikulum dari beberapa mata pelajaran dalam satu
cakupan topik yang sedang dikaji. Kurikulum yang berintegrasi itu dapat berupa;
1) Paduan mata pelajaran serumpun (broadfield curriculum),
2) Materi/bahan dalam mata pelajaran tertentu sebagai suatu unit/kelompok atau
aspek dalam pengkajian dalam suatu topik (unit curriculum)
3) Paduan materi/bahan mata pelajaran yang relevan dengan suatu proyek kegiatan
belajar mengajar atau pemecahan masalah, kurikulum ini biasanya disebut
Project Curriculum.

Dalam tatanan bahan kurikulum yang dikaitkan dengan pelaksanaan objektif di


lapangan yang biasanya disebut struktur vertikal dapat dilaksanakan melalui:
1) Sistem kelas di mana kenaikan kelas diadakan setiap program secara
serempak;
2) Sistem tanpa kelas, perpindahan dari satu tingkat program ke tingkat program
berikutnya dapat dilakukan tanpa harus menunggu teman-teman yang lain;
3) Gabungan sistem a dan b terbut.

d. Komponen evaluasi
Bahwa metode atau cara melakukan penilaian dan pengukuran atas hasil belajar
pada suatu mata pelajaran tertentu atau pelajaran lain hendaklah ada evaluasinya
supaya bisa melihat atau meninjau apakah ia berhasil atau tidak dalam belajar 11.
Dengan evaluasi maka dapat dilakukan perbaikan-perbaikan dimasa yang akan
datang.
Kegiatan evaluasi merupakan langkah yang sangat penting untuk mendapatkan
informasi tentang ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi memegang
peranan yang cukup penting, sebab dengan evaluasi dapat ditentukan apakah
kurikulum yang digunakan sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh
sekolah atau belum. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan sehubungan dengan

11
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Wacana Ilmu 1997), hal. 125

10
evaluasi, Pertama, evaluasi harus menilai apakah telah terjadi perubahan tingkah laku
siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Kedua, evaluasi
sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu.
Dengan demikian, penilaian suatu program tidak mungkin hanya dapat mengandalkan
hasil tes siswa setelah akhir proses pembelajaran.
Penilaian mestinya membandingkan antara penilaian awal sebelum siswa
melakukan suatu program dengan setelah siswa melakukan program tersebut. Dari
perbandingan itulah akan tampak ada atau tidak adanya perubahan tingkah laku yan
diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Dua fungsi evaluasi: Pertama, evaluasi
digunakan untuk memperoleh data tentang ketercapaian tujuan oleh peserta didik.
Dengan kata lain, bagaimana tingkat pencapaian tujuan atau tingkat penguasaan isi
kurikulum oleh setiap siswa. Fungsi ini dinamakan sebagai fungsi sumatif. Kedua,
untuk melihat efektivitas proses pembelajaran. Dengan kata lain, apakah program
yang disusun telah dianggap sempurna atau perlu perbaikan. Fungsi ini kemudian
dinamakan fungsi formatif.
Strategi yang berpusat kepada siswa biasa dinamakan teacher centered. Strategi
yang bagaimana yang dapat digunakan sangat tergantung kepada tujuan dan materi
kurikulum. Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektivitas pencapaian
tujuan. Dalam konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah
tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau evaluasi digunakan
sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang diterapkan.

5. Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam


Secara umum karakteristik kurikulum pendidikan Islam adalah pencerminan nilai-nilai
Islami yang dihasilkan dari pemikiran kefilsafatan dan termanifestasi dalam seluruh aktivitas
dan kegiatan pendidikan dalam prakteknya. Dalam konteks ini karakteristik kurikulum
pendidikan Islam memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan dengan prinsip-prinsip
yang telah diletakkan Allah SWT. dan Rasulnya Muhammad SAW. Konsep inilah yang
memadakan kurikulum pendidikan Islam dengan kurikulum pendidikan pada umumnya.
Menurut Al-Syaibany ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam yaitu:
a) Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan,
kandungan, kaidah, alat dan tekniknya.
b) Meluaskan perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian, pengembangan
serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi,
sosial dan spritual. Begitu juga cakupan kandungannya termasuk bidang ilmu, tugas
dan kegiatan yang bermacam-macam.
c) Adanya prinsip keseimbangan antara kandungan kurikulum tentang ilmu dan seni,
pengalaman dan kegiatan pengalaman yang bermacam-macam.
d) Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh anak
didik, dan juga meliputi seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer,
teknik, pertukangan, bahasa asing dll.
e) Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat, bakat, keperluan dan
perbedaan individual antara siswa. Disamping itu juga dikaitkan dengan alam sekitar,
budaya dan sosial dimana kurikulum itu dilaksanakan.

11
6. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Pengembangan kurikulum selayaknya dilakukan secara simultan dengan
pengembangan bahan ajar (buku dan lembar kerja peserta didik), media atau alat
pembelajaran. Pengembangan sistem satu paket akan mengurangi kecenderungan deviasi
komponen-komponen penunjang pembelajaran tersebut dikembangkan secara terpisah.
Pengembangan kurikulum bukan lagi menjadi otoritas pemerintah pusat, tatapi merupakan
shared activity dengan pemerintah daerah, bahkan komunitas.
Proses pengembangan kurikulum harus dimulai dengan menentukan landasan atau
azas azas pengembangannya sebagai pondasi, selanjutnya mengembangkan komponen-
komponen kurikulum. Pengembangan komponen-komponen inilah yang kemudian
membentuk sistem kurikulum. Sistem adalah suatu kesatuan komponen yang lalu sama
lain berkaitan, kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen tertentu,
maka komponen-komponen kurikulum dijabarkan sebagai berikut.
Pada tahapan melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang pengembang
terlebih dahulu mengenal komponen atau elemen atau unsur atau bagian yang terdapat
dalam kurikulum. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya komponen atau elemen atau
unsur yang terdapat dalam kurikulum, terdiri dari : Tujuan, materi / pengalaman belajar,
organisasi, dan evaluasi
Namun disatu sisi sebagian pengamat mengatakan kemerosotan pendidikan kita
sudah terasa selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai
penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum12.
Pengembangan kurikulum pendidikan islam adalah suatu yang wajar dan mesti dilakukan
agar dapat mengikuti perkembangan zaman yang selalu mengalami perubahan dan
kemajuan, maka kurikulum haruslah lentur.
Menurut Hamalik (2002) pengembangan kurikulum harus berlandaskan:
1) Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk
merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam
merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2) Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.
3) Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karakteristik perkembangan
peserta didik.
4) Keadaan lingkungan, dalam arti luas meliputi lingkungan menusiawi
(interpersonal) lingkungan kebudayaan termasuk IPTEK (kultural) dan lingkungan
hidup (bioteknologi) seita lingklungan alam (geokologi).
5) Kebutuhan pembangunan yang mencakup kebutuhan pembangunan dibidang
ekonomi kesejahteraan rakyat, hukum dsb.
6) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai
dan kemanusiaan serta budaya bangsa13.

7. Analisis kurikulum

12
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Roadakarya, 2007), h. 259
13
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan
Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 93-95

12
Dalam pelaksanaannya, kurikulum mempunyai banyak kendala. diantara faktornya ialah
bisa dari guru, masyarakat, biaya, kepala sekolah dan birokrasi. Dengan demikian, maka
langkah sebagai solusinya ialah ; mengetahui tujuan perbaikan, mengenal situasi sekolah,
mengetahui kebutuhan siswa dan guru, mengenal masalah yang dihadapi sekolah, mengenal
kompetensi guru, mengetahui gejala sosial dan mengetahui perkembangan/aliran dalam
kurikulum.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Kurikulum pendidikan nasional harus menjamin terlaksananya sistem pendidikan
nasional sesuai pancasila, UUD 1945, GBHN, dan perundangan yang berlaku.
2. Pembinaan kurikulum pendidikan nasional telah dilakukan pada semua jenis dan
jenjang pendidikan sebagai upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional dalam
rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya.
3. Permasalahan pokok yang dihadapi meliputi:
4. Permasalahan yang berkaitan dengan kurikulum tertulis dikaitkan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi kebutuhan pembangunan dan perkembangan
peserta didik.
5. Permasalahan pelaksanaan kurikulum yang berkaitan dengan sistem, tenaga dan
fasilitas pendukung.

Langkah kebijaksanaan yang dapat ditempuh menyusun kurikulum pendidikan nasional


yang dapat menjamin pengembangan sumber daya manusia Indonesia dengan
memperhatikan:
a. Perkembangan ilmu dan teknologi serta kebutuhan pembangunan nasional.
b. Aspek : sosial, budaya, ideologi, politik, ekonomi.
c. Aspek lingkungan/daerah.
d. Tingkat perkembangan peserta didik

Agar kurikulum pendidikan nasional dapat dilaksanakan dengan baik maka perlu
dilaksanakan:
1) Usaha peningkatan kemampuan para Pembina, pengawas, kepala sekolah dan guru.
2) Meningkatkan kesejahteraan bagi para tenaga kependidikan.
3) Melengkapi fasilitas pendukung pelaksanaan kurikulum baik oleh masyarakat maupun
pemerintah.
4) Menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan kurikulum secara optimal.

Untuk menerapkan kurikulum berhasil, perancang harus menyesuaikan dengan fakta


bahwa implementasi adalah proses politik. Secara alami mereka, pengembang kurikulum
cenderung idealis. Tapi bagaimanapun idealis kurikulum, akhirnya harus masuk dan bertahan
di arena politik. Jika desainer tidak bersedia untuk terlibat dalam pertempuran politik, mereka
harus bergantung pada kecerdasan politik orang lain. Dengan demikian, mereka berserah
kontrol cara di mana kurikulum mereka dapat digunakan.
Membujuk orang lain untuk menyetujui, bekerja sama dengan, atau menerapkan
perubahan kurikulum yang menantang dan berat. Tetapi fungsi pengembangan kurikulum
tidak untuk menghasilkan cetak biru, tetapi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tanggung

13
jawab pengembang kurikulum dimulai dengan identifikasi kebutuhan pembelajar asignificant
dan sepenuhnya habis hanya bila kebutuhan yang puas.

8. Pandangan filsafat terhadap kurikulum


Sebagai cabang filsafat, maka kajian dalam bidang filsafat pendidikan mencakup berbagai
aspek yang juga menjadi karakteristik kajian filsafat pada umumnya yan meliputi semua
realitas yang wujud ataupun yang mumkin al-wujud. Oleh karna itu, filsafat pendidikanpun
tentu jua akan mengosentrasikan dirinya untuk menganalisis berbagai kemungkinan langkah
yang dapat ditempuh oleh semua subjek yang terkait agar segala yang diupayakan benar-
benar efektif dan efesien untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang diinginkan dalam
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Berdasarkan itu semua, maka realitas-realitas kependidikan yang menjadi objek kajian
filsafat pendidikan antara lain menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan :
1. Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan penyempurnaan.
2. Pendidikan dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berpikir dan berbuat
dalam tatanan hidup suatu masyarakat
3. Hakikat tujuan kependidikan sebagai arah bangun pengembangan pola dunia
pendidikan
4. Hakikat pendidik dan anak didik sebagai subjek- subjek yang terlihat langsung dalam
pelaksanaan proses edukasi.
5. Hakikat pengetahuan dan nilai sebagai aspek penting yang dikembangkan dalam
aktivitas pendidikan.
6. Hakikat kurikulum sebagai tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam proses
kependidikan menuju peraihan tujuan-tujuan14.

Dengan demikian filsafat pendidkan sebagai suatu upaya yang logis, krirtis radikal dan
sistimatis utuh dan menyeluruh dalam memikirkan tentang persoalan yang berkenaan dengan
kependidikan dan aspek-aspek penting yang terkait denganya termasuk kurikulum sebagai
objek kajianya. Dengan arti kata filsafat pendidikan merupakan dua mata uang yang menyatu
dalam satu unit yang mengikat.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

14
Muhmidayeli, filsafat pendidikan, bandung, PT. Revika Aditama, h. 2011

14
1) Kurikulum merupakan suatu rancangan tentang seperangkat rencana dan
peraturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman dalam kegiatan pembelajaran untuk membantu peserta
didik dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan sesuai dengan
perkembangan zaman.
2) Azas-Azas Kurikulum Pendidikan Islam
a) Azas Agama
b) Azas Filosofis
c) Azas Psikologis
d) Azas Sosial Budaya
3) Komponen Kurukulum Pendidikan Islam
a. Komponen tujuan
b. Isi kurikulum pendidikan Islam
c. Organisasi dan metode
d. Komponen evaluasi
4) Pengembangan kurikulum pendidikan islam adalah suatu yang wajar dan
mesti dilakukan agar dapat mengikuti perkembangan zaman yang selalu
mengalami perubahan dan kemajuan, maka kurikulum haruslah lentur.
5) Filsafat pendidikan Islam memandang bahwa, kurikulum merupakan
suatu objek kajian yanag memerlukan renungan fisafat secara logis, kritis,
radikal sistimatis,metodis, utuh dan menyeluruh dalam memecahkan
persoalan pendidikan terutama pendidikan Islam agar mampu
menciptakan sumberdaya manusi kearah yang lebih baik berdasarkan
iman dan bersumberkan kepada AL-Quran dan Hadis, agar mendapatkan
kebahagian hidup Dunia dan akhirat.
6) Oleh sebab itu pendidikan tak bisa terlepas dari kajian filsat dan fisafat
tak boleh mengabaikan pendidikan, karena keduanya seumpama dua sisi
mata uang antara satu dengan lainya saling ketergantungan karena yang
menjadi objek kajianya adalah manusia, baik manusia sebagai diri
sendiri , bermasayakat dan berketuhanan.

B. SARAN
Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari tentunya makalah ini tak lepas
dari kesalahan-kesalahan, baik itu kesalahan tulisan maupun materi. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari segenap pembaca dan dosen pengampu
senantiasa kami harapkan, demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhammad, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Offset, 2005).
Ahmad Marimba, Pengantar filsafat Pendidikan (Babndung.PT.Amaarif.1964).

15
Hamalik Oemar , Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Roadakarya,
2007).
Hitami munzir, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKIS, 2004)
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada,2007).
Kurikulum Pendidikan Islam (Padang: Baitul Hikmah Press, 2004).
Muhmidayeli, filsafat pendidikan,( Bandung;PR. Refika Aditama 2011).
Muhamad Thoha, AL-Qur’an terjemahan,( Semarang .Thoha putra, 1999).
Nizar, Samsul, FilsafatPendidikan Islam Pendekatan historic, (gorits dan praktis,
(Jakarta:Ciputat Pers, 2002).
Nata Abudin, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Wacana Ilmu 1997).
Robert, Zais S, Curriculum: Principles and Foundations (New York: Harper & Row,
Publisher: 1976).
Rosyada Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis, sebuah Model Pelibatan Masyarakat
dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007).
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. (Bandung: Remaja
Roosdakarya, 2001).
Zulmuqin, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Mengenai Spesifikasi.
Zais, Robert S, Curriculum: Principles and Foundations (New York: Harperr & Row,
Publisher: 1976), hlm. 7.
Zulmukin, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Mengenai Spesifikasi Kurikulum
Pendidikan Islam (Padang: Baitul Hikmah Press, 2004), hal. 43.
Munzir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakart: LkiS, 2004), h. 94.
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatan Masyarakat
dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007)

hal. 26-27

Sukmadinata, (2001). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja


Roosdakarya.

16
Ibid, hal. 46.

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan historic, (gorits dan praktis, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), hal. 57.
Muhammad Thoha, Al-Qur’an terjemahan, Semarang, Thoha Putra, 1999.
Zulmuqin, Opcit, hal. 54
Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Offset, 2005),
hal. 57
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Wacana Ilmu 1997), hal. 125
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Roadakarya,
2007), h. 259
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2007), hal. 93-95
Muhmidayeli, filsafat pendidikan, bandung, PT. Revika Aditama, h. 2011

17

Anda mungkin juga menyukai