Anda di halaman 1dari 15

PRINSIP-PRINSIP UMUM PERKEMBANGAN & FUNGSI

KEMATANGAN DALAM PERKEMBANGAN

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Psikologi Pendidikan Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam
Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar

Oleh:
M. MAKBUL
NIM. 80200218041

NURQADRIANI
NIM. 802002180--

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2019
2

PRINSIP-PRINSIP UMUM PERKEMBANGAN & FUNGSI


KEMATANGAN DALAM PERKEMBANGAN

Istilah perkembangan menurut Hurlock adalah serangkaian perubahan


progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. 1
Senada dengan Santrock bahwa perkembangan adalah pola perubahan biologis,
kognitif, dan sosioemosional yang dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang
hidup.2 Dengan demikian dipahami bahwa perkembangan itu sifatnya kualitatif,
bukan pada penambahan beberapa sentimeter fisik seseorang melainkan hubungan
dari proses mengalami dan kematangan.
Beberapa referensi ditemukan istilah “hukum” untuk menjelaskan prinsip-
prinsip perkembangan. Istilah hukum perkembangan di sini diartikan sebagai kaidah,
patokan, aturan, atau “prinsip” yang menyatakan kesamaan sifat dan hakikat dalam
perkembangan (generalisasi). Karena itu, pada bagian ini kami menggunakan istilah
prinsip. Secara spesifik, prinsip perkembangan adalah kaidah generalisasi mengenai
sebab akibat terjadinya peristiwa perkembangan dalam diri manusia.
A. Prinsip-Prinsip Umum Perkembangan

Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya yang berjudul Developmental

Psychology, membagi prinsip umum yang tampak berlaku untuk setiap ranah
perkembangan menjadi 10 (sepuluh) bagian3, yaitu:
1. Tahun-tahun permulaan (perkembangan awal) adalah masa kritis

1
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5th Edition, terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980), h. 2.
2
John W. Santrock, Educational Psychology 2thEdition, terj. Tri Wibowo BS., Psikologi
Pendidikan (Cet. VII; Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2017), h. 40.
3
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5th Edition (AS:
McGraw-Hill Inc., 1980), h. 5-9
3

(critical period)
Tahun-tahun pertama dalam kehidupan seorang anak sangat penting karena
menjadi dasar perkembangan atau penentu perkembangan selanjutnya. Bukan
berarti, tahapan usia berikutnya tidaklah penting, akan tetapi tahun-tahun pertama
adalah pondasi kuat untuk perkembangan anak berikutnya. Boleh dikatakan, bahwa
usia-usia di awal merupakan tahapan penting karena banyak aspek yang berkembang
termasuk sikap, kebiasaan, dan pola perilaku yang dibentuk sejak awal. Hal tersebut
sangat menentukan seberapa jauh anak akan berhasil menyesuaikan diri sampai usia
bertambah tua.
Banyak ahli dalam bidang psikologi—termasuk Bijou, White, dan Erikson—
menyatakan bahwa tahun-tahun awal tersebut ada di sekitar lima tahun pertama
kehidupannya.4 Masa bayi hingga usia pra-sekolah merupakan masa di mana anak

belajar trust vs mistrust (percaya atau tidak percaya), tergantung bagaimana orang

tua memenuhi kebutuhan anak, seperti makanan, perhatian, dan kasih sayang.
Diungkap oleh Santrock, bahwa sikap tersebut cenderung akan menetap sepanjang
hidupnya (sepanjang hayat).5
Senada dengan kemungkinan ada perubahan yang dimaksud Hurlock, Sitorus
membagi beberapa kondisi yang memungkinkan perubahan itu cenderung terjadi,
diantaranya:6
a. Perubahan dapat terjadi apabila anak memperoleh bantuan atau bimbingan untuk
berubah. Misalnya, beberapa orang tua berhasil melatih anak menggunakan

4
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5th Edition, terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima, h. 5.
5
John W. Santrock, Educational Psychology 2thEdition, terj. Tri Wibowo BS., Psikologi
6
Masganti Sitorus, Perkembangan Peserta Didik (Cet. I; Medan: Perdana Publishing, 2012),
h. 4.
4

tangan kanan dari tangan kirinya saat makan.


b. Perubahan cenderung terjadi apabila orang-orang di sekitar anak memper-
lakukannya dengan baik. Misalnya, seorang anak diberi kebebasan untuk
mengekspresikan diri sehingga akan terdorong untuk tumbuh dan berkembang.
c. Perubahan terjadi apabila ada motivasi kuat dari anak sendiri untuk melakukan
perubahan. Misalnya, anak yang malas berbicara tidak akan menjadi anak yang
terbuka di masa yang akan datang.
Dengan mengetahui bahwa perubahan cenderung menetap, memungkinkan
bagi orang tua untuk memprediksi bagaimana perkembangan anaknya di masa
mendatang. Sebagai contoh, anak yang pendiam, introver cenderung demikian juga
berikutnya.
2. Perkembangan mengikuti pola tertentu yang dapat diprediksi
Prinsip kedua adalah perkembangan mengikuti pola tertentu yang dapat
diramalkan. Senada dengan penjelasan Ormrod bahwa perkembangan manusia

seringkali dicirikan oleh tonggak perkembangan (developmental milestones)—


perilaku-perilaku baru yang semakin kompleks seiring meningkatnya tahapan
perkembangan—yang muncul dalam urutan yang bisa diprediksi. Sebagai contoh:
a. Anak mulai belajar berjalan, manakala sebelumnya anak mampu untuk berdiri
dan merangkak.\
b. Anak mulai berpikir logis mengenai hal-hal yang bersifat abstrak, manakala
sudah mampu berpikir logis tentang objek-objek konkret dan peristiwa yang
telah dialami.
c. Anak akan mulai mencemaskan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya,
manakala ia telah menyadari bahwa orang lain memang memikirkannya.
Sehingga dalam batasan-batasan tertentu, kita melihat keseragaman yang
5

sifatnya universal dalam tahap-tahap perkembangan—pola-pola yang serupa dalam


hal bagaimana anak berubah seiring waktu.
Sebagai contoh, bayi normal akan memiringkan badan, telungkup,
mengangkat kepala, duduk, dan berdiri sebelum bisa berjalan; menggambar
lingkaran sebelum bisa menggambar segi empat; sebelum berbicara, anak akan
terlebih dahulu mengoceh. Pola perkembangan ini tidak akan berubah sekalipun
terdapat variasi dalam kecepatan perkembangan. Bagi anak yang pandai dan tidak
pandai akan mengikuti urutan perkembangan yang sama seperti anak yang memiliki
kecerdasan rata-rata. Namun perbedaannya pada anak yang lebih cepat, rata-rata,
atau lebih lambat tergantung tingkat intelektualnya.
Senada dengan hal di atas, Syah menjelaskan bahwa pada dasarnya tempo
cepat, sedang, dan lambat tidak menunjukkan kualitas proses perkembangan seorang
anak.7 Misalnya, si A mungkin berkembang lebih cepat dari si B, dan si B
berkembang lebih cepat dari si C. Padahal, mereka bertiga adalah satu keluarga.
Dalam hal ini, masih wajar, artinya orang tua dan pendidik tidak perlu
mengkhawatirkan. Karena, secara prinsip setiap anak akan mencapai tingkat
perkembangan yang sama, hanya waktu pencapaiannya yang berbeda. Hal yang perlu
dipermasalahkan adalah jika jarak waktu pencapaian suatu tahap dilalui anak terlalu
jauh atau melebihi batas lambat anak lainnya, maka di sinilah peran orang tua dan
pendidik untuk segera mengambil langkah tepat.
3. Ada perbedaan individual (individual differences) dalam perkembangan
Setiap individu berbeda, tidak ada yang sama. Seperti yang ditekankan oleh
Hurlock bahwa “setiap anak secara biologis dan genetis benar-benar berbeda satu

7
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Cet. XIX; Bandung:
Remaja Rosda Karya 2014), h. 57.
6

dengan yang lainnya. Bahkan dalam kasus sebagai bayi kembar ( twin baby).”8

Senada dengan Santrock bahwa “anak-anak berada pada keadaan berbeda, yang
mempunyai cara tersendiri untuk merasakan sesuatu”.9 Perbedaan tersebut
dikarenakan, reaksi terhadap rangsang lingkungan yang sama pasti berbeda-beda.
Terbukti, setelah anak menginjakkan usia kanak-kanak, remaja, dewasa, dan
akhirnya ke masa usia lanjut, perbedaan tersebut semakin terlihat. Sebagaimana
Soetjiningsih menyatakan bahwa dengan adanya perbedaan individu, maka:
a. Tidak dapat diharapkan dari dua orang tertentu akan beraksi sama terhadap
rangsangan lingkungan yang sama. Misalnya, anak-anak penakut tidak sama
reaksinya dengan anak-anak agresif. Mereka yang tenang dan santai, tidak akan
merasa terganggu jika keluarga berpindah daerah dibandingkan dengan mereka
yang pemalu dan peka.
b. Tidak dapat diramalkan secara tepat bagaimana anak akan bereaksi terhadap suatu
situasi, sekalipun diketahui ada pola umum yang berlaku bagi individu dalam
situasi yang sama. Misalnya, perkembangan kecerdasan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti bawaan, suasana emosional, apakah anak didorong untuk
melakukan kegiatan intelektual atau tidak, dan apakah anak diberi kesempatan
belajar atau tidak.
c. Perbedaan individu justru berarti karena diperlukan dalam membentuk
kepribadian.10 Perbedaan perkembangan tiap individu mengindikasikan bagi orang
tua, pendidik, maupun pihak-pihak yang bergelut dalam dunia anak harus

8
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5 th Edition, terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima, h. 7.
9
John W. Santrock, Educational Psychology 2thEdition, terj. Tri Wibowo BS., Psikologi
Pendidikan, h. 40.
10
Christiana Hari Soetjiningsih, Perkembangan Anak, h. 11.
7

memahami perbedaan tiap anak yang diasuhnya, sehingga kondisi, kemampuan,


dan hasil perkembangan yang diharapkan seharusnya juga berbeda. Anak

seharusnya mendapatkan perlakuan (treatment) atau didikan secara berbeda.


Berilah kesempatan anak-anak berkembang sesuai kemampuannya.
4. Tiap perkembangan mempunyai perilaku karakteristik
Setiap anak akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung secara
berantai. Hurlock membagi tahapan perkembangan ini menjadi 2 (dua) periode,
yaitu:

a. Periode equilibrium; apabila anak dengan mudah menyesuaikan diri dengan

lingkungan. Misalnya, saat anak mudah diatur, penurut, tenang, dan lain-lain).\

Begitu yang Santrock kemukakan bahwa equilibration adalah bagaimana anak


bergerak dari satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran selanjutnya. 11 Sehingga
pada akhirnya anak mampu mendapatkan keseimbangan dalam berpikir.

b. Periode disequilibrium; apabila anak menemui kesulitan dalam penyesuaian

yang mengakibatkan penyesuaian pribadi dan sosial menjadi buruk. Misalnya,


saat anak sulit diatur, keras kepala, mudah tersinggung, gelisah, dan lain-lain.
Penyesuaian tersebut tidak terjadi secara konstan.12 Semua anak akan mengikuti
pola perkembangan yang sama dari satu tahap ke tahap berikutnya.
Perkembangan ini menurut Yusuf dan Sugandhi, sebagai proses yang tidak

pernah berhenti (never ending process)13dan terjadi silih berganti. Adanya


perubahan- perubahan itulah merupakan ciri terjadinya perkembangan, anak
11
John W. Santrock, Educational Psychology 2thEdition, terj. Tri Wibowo BS., Psikologi
Pendidikan, h. 40.
12
Jeanne Ellis Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners, terj. Wahyu Indianti
dkk., Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, h. 22.
13
Syamsu Yusuf dan Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik (Cet. V; Jakarta:
Rajawali Press, 2014), h. 4.
8

secara terus menerus berkembang sepanjang hidupnya.


5. Perkembangan memiliki risiko
Setiap tahap perkembangan memiliki risiko14 karena lingkungan anak itu
sendiri. Bahaya ini dapat mengakibatkan terganggunya penyesuaian fisik, psikologis,
dan sosial. Sehingga pola perkembangan anak tidak meningkat tetapi datar. Artinya
tidak ada peningkatan dalam perkembangan. Di saat inilah, dapat dikatakan bahwa
anak sedang mengalami gangguan penyesuaian yang buruk atau ketidakmatangan.
Peringatan awal kemungkinan adanya hambatan atau berhentinya
perkembangan tersebut merupakan hal penting yang harus diketahui oleh orang tua,
pendidik, atau lingkungan sekitar.15 Dengan harapan segera mencari tahu penyebab
dan memberikan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
6. Perkembangan dibantu oleh adanya rangsangan (stimulus)
Prinsip perkembangan oleh adanya rangsangan ini, disebut oleh Syah sebagai
hukum masa peka. Masa peka adalah masa yang tepat untuk mengembangkan fungsi-
fungsi tertentu pada anak—fungsi mulut untuk berbicara, fungsi tangan untuk
menulis.16 Perkembangan akan berjalan sebagaimana mestinya jika ada bantuan
berbentuk stimulus dari lingkungan sekitar.17 Pentingnya stimulus berpengaruh besar
terhadap perkembangan anak. Sebagai contoh, semakin sering orang tua berbicara
dengan anak menjelang usia sekolah, semakin cepat anak itu belajar berbicara.
Selanjutnya perlu dicatat, masa peka ini menentukan cepat dan lambatnya
14
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5 th Edition, terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima, h. 7.
15
Masganti Sitorus, Perkembangan Peserta Didik, h. 7.
16
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, h. 55.
17
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5 th Edition,
terj. Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima, h. 8.
9

anak dalam menerima stimulus. Artinya, jika belum sampai waktunya untuk
mempelajari sesuatu, maka akan sulit diserap atau diolah oleh sistem memorinya.
Namun, jika orang tua terlambat merespon masa berharga (masa peka) tersebut pada
anak, memungkinkan kesulitan dalam belajar. Barangkali, karena keterlambatan
masa peka itulah, para orang tua “buta huruf” merasa sulit sekali mengikuti
pelajaran membaca, menulis, dan berhitung.
Contoh lain yang agar anak dapat menulis maka harus dilatih menulis, agar
anak dapat membaca maka harus dilatih membaca pada masa-masa kepekaannya.
Namun selain stimulus, perkembangan juga dipengaruhi oleh faktor bawaan, artinya
sejauh mana stimulus berpengaruh dibatasi oleh faktor bawaan.
Contoh-contoh tersebut diperkuat oleh Hurlock dengan bukti penelitian
terhadap orang tua di usia lanjut. Diungkapkan bahwa rangsangan mampu
membantu mencegah kemunduran fisik dan mental. Mereka tetap aktif pada usia tua
dibanding dengan yang menganut “filsafat kursi goyang” terhadap masalah usia tua.
Sehingga, mereka menjadi tidak aktif karena kemampuan-kemampuan fisik dan
mental sedikit sekali memperoleh rangsangan.
7. Perkembangan dipengaruhi oleh budaya
Sebuah elemen penting yang meresapi semua lapisan adalah kebudayaan.
Ormrod memberi penjelasan bahwa kebudayaan adalah sebuah konsep yang ada

dibenak (inside the head thing) sekaligus realitas yang benar-benar ada di lapangan

(out there in the world thing ).18 Kebudayaan meresapi banyak aspek dari lingkungan
si anak. Sebagai contoh:
a. Kebudayaan memengaruhi perilaku yang didorong oleh anggota keluarga;

18
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5 th Edition, terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima, h. 34.
10

b. Kebudayaan memengaruhi praktik pemberian hukuman (punishment) yang


dilakukan orangtua;
c. Kebudayaan memengaruhi akses terhadap buku-buku yang dapat dibaca anak,
tayangan televisi yang dapat ditonton;
d. Kebudayaan anak perempuan dan laki-laki dalam memilih mainan, anak
perempuan akan memilih mainan yang lebih sedikit membutuhkan kemampuan
fisik. Untuk itu, anak laki-laki dikenal dan dituntut tidak cengeng dan
pemberani;
e. dan sebagainya. Kebudayaan tersebut memberikan sebuah kerangka pikir untuk
anak
melakukan hal-hal yang dianggap normal dan tidak normal, benar dan salah,
rasional dan irasional, baik dan buruk19 sesuai dengan standar-standar budaya yang
berlaku di masyarakat. Misalnya, kalau orang dewasa menentukan gaya hidupnya
yang santai dan ceria lebih bermanfaat ketimbang sekadar mengumpulkan uang. Jika

nilai budaya seperti itu diterima di lingkungan sekitar (neighborhood), maka gaya
hidup demikian jelas memengaruhi pola perkembangan dan perilaku anak-anak
mereka sepanjang hidupnya.
8. Harapan sosial pada tiap tahapan perkembangan
Havighurst dalam Hurlock menyebutnya sebagai tugas-tugas dalam
perkembangan. Tugas perkembangan menurutnya adalah tugas-tugas yang muncul
pada periode tertentu, di mana jika berhasil dicapai akan muncul rasa bahagia dan
membawa pada keberhasilan untuk melaksanakan tugas berikutnya. Akan tetapi,
apabila gagal akan menimbulkan rasa sedih dan menghambat perkembangan

19
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5 th Edition,
terj. Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima, h. 34.
11

berikutnya.20 Sejatinya, setiap manusia memiliki tugas-tugas perkembangannya


hanya saja terkadang tidak semua memiliki perjalanan hidup sesuai dengan rentang
tahapan perkembangannya.
Tugas-tugas dalam perkembangan memiliki tiga macam tujuan. 21 Tujuan
tugas-tugas dalam perkembangan tersebut, yaitu:
a. Sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan oleh
masyarakat dari anak pada usia-usia tertentu. Misalnya, orang tua mengajari anak
yang masih kecil dengan keterampilan-keterampilan. Keberhasilan anak
menguasai hal tersebut, sangat berpengaruh pada seberapa jauh berhasil diterima
oleh masyarakat.
b. Memberi motivasi kepada anak untuk melakukan apa yang diharapkan oleh

lingkungan sekitar (neighborhood) sepanjang ia hidup.

c. Menunjukkan kepada setiap anak tentang apa yang akan dihadapi jika berada
pada tingkat perkembangan berikutnya.
9. Keyakinan tradisional akan manusia pada semua tingkat usia
Hurlock menjadikan keyakinan tradisional akan manusia pada semua tingkat
usia adalah sesuatu hal yang penting karena menyangkut penilaian atau evaluasi diri
sendiri.22 Dalam kebudayaan kita, stereotip yang berhubungan dengan usia lanjut
dapat mengakibatkan perlakuan yang kurang menyenangkan terhadap kehidupan

20
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5 th Edition, terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima, h. 9.
21
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5 th Edition, terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima, h. 9.
22
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5 th Edition, terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima, h. 11.
12

masa tuanya. Karena perlakuan tersebut, mereka berkembang menjadi orang tua
yang tidak bahagia sehingga memengaruhi penurunan fisik dan mentalnya.
Meskipun semakin banyak bukti dari telaah-telaah ilmiah yang bertentangan
dengan stereotip di atas dan meyakini kepercayaan tradisional—orang di usia lajut
diperlakukan kurang menyenangkan.
10. Perkembangan merupakan hasil kematangan (maturation) dan belajar
Prinsip kesepuluh merupakan hasil kematangan dan belajar memainkan peran
penting dalam perkembangan. Menurut Hurlock, kematangan adalah terbukanya
karakteristik atau sifat yang secara potensial sudah ada pada anak 23 dan berasal dari
warisan genetik individu. Hampir seluruh aspek perkembangan seorang anak
dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh susunan genetis walaupun kata
Ormrod24, tidak semua karakteristik turunan tersebut muncul saat kelahiran.
Hereditas terus memengaruhi perkembangan anak sepanjang proses

kematangan (maturation). Misalnya, dalam fungsi yang telah diwariskan disebut

phylogenetik (merangkak, duduk, dan berjalan). Melalui proses belajar—latihan dan


usaha—ini, anak-anak memperoleh kemampuan. Hubungan antara kematangan dan

hasil belajar, dilihat dalam fungsi hasil usaha (ontogenetik), seperti menulis, dan
keterampilan lain yang merupakan hasil dari latihan. Dua fungsi kematangan ini
akan dijelaskan lebih rinci pada pembahasan berikutnya.
B. Fungsi Kematangan dalam Perkembangan
Setelah memahami prinsip-prinsip perkembangan, penting untuk dipahami
fungsi kematangan karena kematangan dan proses belajar memainkan peran atau
23
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5 th Edition, terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima, h. 6.
24
Jeanne Ellis Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners, terj. Wahyu Indianti
dkk., Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, h. 33.
13

pemberian stimulus. Fungsi kematangan yang dimaksud, yaitu:

1. Fungsi Phylogenetic

Fungsi phylogenetic yang dimaksud adalah fungsi-fungsi umum pada


individu, seperti merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan 25, berkembang terutama
akibat pengaruh neurologis, peningkatan kekuatan, dan peningkatan kendali otot. 26
Perubahan-perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh genetis yang diwariskan.
Sebagai contoh, seorang anak usia 6 bulan tidak akan berhasil dilatih untuk berjalan
karena fungsi-fungsi organ atau otot-otot kaki yang berhubungan dengan
keterampilan berjalan belum matang.
2. Fungsi Ontogenetic

Fungsi ontogenetic adalah fungsi-fungsi khusus pada individu, seperti


menulis, membaca, mengemudi, berenang, faktor stimulus lingkungan dalam bentuk
belajar/pelatihan itu sangatlah penting.27 Walaupun anak sudah mencapai
kematangan untuk menulis, tetapi tidak akan dapat menulis tanpa diberi latihan
menulis. Tidak akan dapat membaca jika tidak dilatih untuk membaca. Tanpa fungsi
tersebut, perkembangan tidak akan terjadi.
Berkaitan dengan hal tersebut, kematangan memberi batasan sejauh mana
perkembangan dapat atau tidak dapat memperoleh kemajuan sekalipun diberi
motivasi dan metode yang tepat. Sehingga, ada istilah anak memperoleh kesempatan
belajar pada saat sudah siap. Keterlambatan pemberian latihan saat kondisi anak

25
Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5 th Edition, terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima, h. 6.
26
Jeanne Ellis Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners, terj. Wahyu
Indianti dkk., Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, h. 33.

27
Christiana Hari Soetjiningsih, Perkembangan Anak, h. 9.
14

sudah siap, dapat mengakibatkan anak mungkin tidak lagi dapat merealisasikan
kemampuannya secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth B. Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5 th


Edition. AS: McGraw-Hill Inc., 1980.
. Developmental Psychology: A Life-Span Approach 5th Edition. Terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga,
1980.
Santrock, John W. Educational Psychology 2thEdition. Terj. Tri Wibowo BS.,
Psikologi Pendidikan. Cet. VII; Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2017.
Sitorus, Masganti. Perkembangan Peserta Didik. Cet. I; Medan: Perdana Publishing,
2012.
Soetjiningsih, Christiana Hari. Perkembangan Anak. Cet. III; Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2018.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cet. XIX;
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014.
Ormrod, Jeanne Ellis. Educational Psychology: Developing Learners. Terj. Wahyu
Indianti dkk., Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008.
Yusuf, Syamsu dan Nani M. Sugandhi. Perkembangan Peserta Didik. Cet. V;
Jakarta: Rajawali Press, 2014.

Anda mungkin juga menyukai