Anda di halaman 1dari 3

NIM : R0221045

NAMA : Fera Puspita Ayu


KELAS :B
PROGRAM STUDI : Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
SEMESTER :1
URAIAN :

Maraknya berita hoax yang tersebar, membuktikan bahwa literasi digital masyarakat
masihlah rendah. Masyarakat cenderung langsung membagikan apapun yang terlihat sepintas,
tanpa membacanya lebih jauh ataupun meng-crosscheck kebenarannya. Hal tersebut didukung
dengan adanya pernyataan dari Kemenkominfo, berdasarkan Bisnis.com, JAKARTA –
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebutkan kemampuan dan
wawasan masyarakat Indonesia mengenai literasi digital atau kemampuan berdigitalisasi masih
tergolong rendah.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan
mengatakan bila mengacu pada indeks literasi digital dengan indikator angka 1 hingga 4,
Indonesia mendapatkan hasil 3,17 yang mengartikan Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah
terkait literasi digital. "Hasil survei literasi digital yang kita lakukan bersama siberkreasi dan
katadata pada 2020 menunjukkan bahwa indeks literasi digital Indonesia masih pada angka 3,47
dari skala 1 hingga 4. Hal itu menunjukkan indeks literasi digital kita masih di bawah tingkatan
baik," katanya lewat diskusi virtual, Rabu (17/3/2021).
Maraknya hoax diperparah dengan adanya pers yang memberikan judul clickbait yang tidak
sesuai dengan isi artikelnya, sehingga seseorang yang minat literasi digitalnya rendah, tidak akan
mencari tahu kebenarannya, justru akan sontak tersulut emosi hanya karena membaca judul
tersebut.
Dikutip dari buku Peran Literasi Digital di Masa Pandemik (2021) karya Devri Suherdi,
literasi digital merupakan pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media
digital, seperti alat komunikasi, jaringan internet dan lain sebagainya. Kecakapan pengguna
dalam literasi digital mencakup kemampuan untuk menemukan, mengerjakan, mengevaluasi,
menggunakan, membuat serta memanfaatkannya dengan bijak, cerdas, cermat serta tepat sesuai
kegunaannya.
Literasi digital memiliki banyak manfaat, seperti: kegiatan mencari dan memahami
informasi dapat menambah wawasan individu, eningkatkan kemampuan individu untuk lebih
kritis dalam berpikir serta memahami informasi, menambah penguasaan „kosa kata‟ individu,
dari berbagai informasi yang dibaca, meningkatkan kemampuan verbal individu, literasi digital
dapat meningkatkan daya fokus serta konsentrasi individu, menambah kemampuan individu
dalam membaca, merangkai kalimat serta menulis informasi.
Dengan memiliki kecakapan literasi digital, seseorang dapat memproses berbagai informasi,
memahami pesan, dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk. Dalam
hal ini, bentuk yang dimaksud menciptakan, mengkomunikasikan, mengkolaborasi dan
bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan. Termasuk juga
kesadaran dan berpikir kritis ketika dalam kehidupan sehari-hari maupun pekerjaan. Literasi
digital akan menciptakan tatanan pekerja dengan pola pikir dan pandangan yang kritis.
Seseorang tidak akan mudah termakan oleh isu yang provokatif, menjadi korban informasi
hoaks, atau korban penipuan yang berbasis digital.
Tidak luput pula di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seorang ahli K3
hendaknya memiliki minat literasi digital yang tinggi, karena pekerjaanya adalah memastikan
keselamatan dan kesehatan para pekerja di lingkungan kerja. Pekerjaan seorang ahli K3 yang
bersifat preventif (bersifat mencegah) diperlukan kecakapan dalam melihat potensi bahaya yang
ada di lingkungan kerja. Kecakapan tersebut akan terus semakin optimal apabila terus dilatih
atau dipergunakan, menjadi seorang yang literat tentunya juga akan membantu kecakapan
seorang ahli K3 untuk melihat potensi bahaya.
Seorang literat akan memiiliki kebijaksanaan dalam menyikapi sebuah informasi, tidak
mudah terpengaruh, tidak mudah reaktif terhadap informasi, serta akan lebih menilik lebih jauh
apapun informasi yang didapat. Apabila sikap yang seperti itu kemudian dibawa ke lingkungan
kerja, bukan tidak mungkin keselamatan dan kesehatn kerja di lingkungan kerja akan tetap
terjaga, karena seseorang tersebut terbiasa dengan ke-cepat-tanggapan ketika menerima sebuah
informasi, seseorang tersebut akan segera mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan, begitu
pula ketika seseorang tersebut menjadi ahli K3.
Masyrakat, terutama seorang ahli K3 yang tidak literat pastinya akan menjadi “makanan empuk”
bagi era revolusi industri yang bertumpu pada otomatisasi, digitalisasi, dan kecerdasan buatan.
Hanya masyarakat yang literat yang mampu menjadi “pemain” di era yang serba digital ini.
Sementara kaum non-literat hanya menjadi “penonton”. Oleh karena itu, menjadi seorang literat
atau yang memiliki minat literasi digital tinggi, sudah menjadi keharusan untuk masyarakat,
tidak hanya ahli K3, melainkan ahli-ahli lainnya pula.

SUMBER BACAAN :

Evandio, Akbar. 2021. Kominfo: Literasi Digital Masyarakat Masih Jadi Tantangan.
https://m.bisnis.com/amp/read/20210318/101/1369062/kominfo-literasi-digital-
masyarakat-masih-jadi-tantangan. Diakses pada 25 Agustus 2021.

Suherdi, Devri. 2021. Peran Literasi Digital di Masa Pandemi. Deli Serdang: Cattleya Darmaya
Fortuna.

Putri, Vanya. 2021. Literasi Digital: Pengertian, Prinsip, Manfaat, Tantangan dan Contoh.
https://www.kompas.com/skola/read/2021/06/15/142539669/literasi-digital-pengertian-
prinsip-manfaat-tantangan-dan-contoh. Diakses pada 26 Agustus 2021.

Anda mungkin juga menyukai