Sekolah Tinggi
Magister Manajemen Manajemen PPM
Jakarta, 1994
Univ Katolik
Lahir : Magister Hukum
Kesehatan
Soegijapranata
Magelang Semarang, 2013
5 Nov 1943
Fellowship of The
International Society
FISQua,
CV : dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, for Quality in Health
Care, 2020
MM, MHKes, FISQua
(Mei 22021)
• Ketua Bidang Penelitian & pengembangan KARS
sejak th 2014
• Ketua Komite Etik-Disiplin KARS sejak th 2014
• Koordinator Konsilor KARS sejak 2016
• Komite Nasional Keselamatan Pasien RS – Kem
Kes th 2012-2015, 2016-2018, 2018-2020 Wakil
Ketua KNKP
• Ketua Komite Keselamatan Pasien RS (KKPRS) –
PERSI sejak 2005
• Ketua IKPRS-Institut Keselamatan Pasien RS sejak
th 2012
• Kelompok Staf Medis Penyakit Dalam – Ginjal
Hipertensi RS Mediros, Jakarta, sejak 1996
• Surveior KARS sejak 1995. Konsilor KARS sejak 2012.
• PJ SubPokja Model Akreditasi Baru, Pokja Penyempurnaan
Akreditasi RS, DitJen Bina Yan Med, DepKes, 2010-2011
• Direktur Medik RS PGI Cikini, 1981 – 1982
• Direktur Ketua RS PGI Cikini Jakarta 1982-1993
• Dekan Fak Kedokteran UKI 1988-1991
• Sekretaris Jenderal PERSI Pusat 1988–1990, 1990–1993,
1993–1996
• Sekretaris IRSJAM 1986 – 1988
• Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-UKI, Jakarta, 1992 –
1995
• Kepala Renal Unit (Unit Ginjal) RS.PGI Cikini, 1973 – 1981
• Sekretaris I & Seksi Ilmiah Pengurus Pusat PERNEFRI, 1983
• Ketua Komite Medik RS Mediros, 1995 – 2013
• Penghargaan :
• *Kadarman Award utk Patient Safety*, 2007, Sekolah
Tinggi PPM.
• *Inisiator & Motivator Keselamatan Pasien RS di
Indonesia*, 2018, Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
4
Budaya Keselamatan
Budaya Keselamatan dalam SNARS 1.1
Evaluasi/Pengukuran Budaya
Pendalaman (Slide Referensi)
TataKelola di Rumah Sakit dlm perspektif SNARS Edisi 1.1.
Good
Patient
PASIEN
Care
Tata Kelola
Asuhan Pasien
Quality & Safety
yang Baik
• Good Hospital
Good
Sistem Pelayanan Governance &
Good Clinical Klinis • Good Clinical
Ethical Governance Asuhan Pasien / Patient Care Governance
Practice Tata Kelola Klinis
yang Baik
Sistem
Good Ps 36 UU 44/2009
Hospital Manajemen
Governance • Good Patient Care
Tata Kelola RS
yang Baik • Good Ethical Practice
SNARS Edisi 1
Pengertian:
Asuhan Pasien 4.0 : adalah asuhan pasien, yang modern,
terkini di Rumah Sakit dan distandarkan dalam SNARS Edisi 1,
Berbasis Pelayanan Berfokus Pasien / PCC dan Asuhan
1
Pasien Terintegrasi
Dilaksanakan oleh PPA sebagai Tim, yang berkolaborasi
2
interprofessional dengan kompetensi untuk berkolaborasi
Dilaksanakan dengan DNA of Care :
3
Safety, Quality, Culture
Asuhan pasiennya didokumentasikan terintegrasi melalui
4
IT dalam SIRSAK dan SISMADAK
(KARS, 2018)
Framework dalam SNARS :
ASUHAN PASIEN
Kompetensi
RISIKO Budaya SAFETY
MUTU
(Nico Lumenta, 2015)
TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN
PASIEN RUMAH SAKIT
1. BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIEN, Ciptakan
kepemimpinan & budaya yg terbuka & adil.
2. PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA, Bangunlah komitmen & fokus yang kuat
& jelas tentang KP di RS Anda
3. INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO, Kembangkan sistem &
proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang
potensial bermasalah
4. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN, Pastikan staf Anda agar dgn mudah
dapat melaporkan kejadian / insiden, serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-
RS.
5. LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN, Kembangkan cara-
cara komunikasi yg terbuka dgn pasien
6. BELAJAR & BERBAGI PENGALAMAN TTG KP, Dorong staf anda utk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa
kejadian itu timbul
7. CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KP, Gunakan informasi
yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelayanan
PMK 11/2017
Kompleks "Tetapi budaya tidak lagi tetap, ... Pada
dasarnya itu cair dan terus bergerak."
Di Pelayanan Kesehatan :
Keselamatan Pasien
“Menggerakkan” orang
dalam kelompok
Kepemimpinan RS SNARS Edisi 1.1
dalam SNARS Ed 1
Pokja – Pokja
Etika
Budaya
Leadership SDM RS
Sistem
Manajemen/ yg
Pengelolaan kompleks
Penerapan Standar
*Kepemimpinan yg efektif ditentukan oleh sinergi yg - Kegiatan Pelayanan RS
positif antara Pemilik RS, Direktur RS, Para Pimpinan di
RS dan Kepala unit kerja & unit pelayanan.
*Direktur RS secara kolaboratif mengoperasionalkan RS
bersama dgn para pimpinan, kepala unit kerja & unit KARS
pelayanan utk mencapai visi misi yg ditetapkan dan
memiliki tangg-jwb dlm pengelolaan manajemen
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, manajemen
Akreditasi Paripurna
kontrak serta manajemen sumber daya. (TKRS)
Budaya keselamatan adalah nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan pola perilaku
Wagner et al., Morello, 2013 Budaya keselamatan merupakan bagian dari budaya organisasi.
individu dari kelompok yang menggambarkan komitmen sebuah organisasi dalam
2018
mengelola kesehatan dan keselamatan.
Great Britain, Budaya keselamatan yang positif akan mengurangi angka insiden dan kecelakan di
Budaya keselamatan memiliki tingkat berbeda di tiap unit dan akan berdampak 2011 pelayanan kesehatan.
AHRQ, 2018
pada budaya keselamatan organisasi menyeluruh.
Carthey & Budaya keselamatan terdiri dari open culture, just culture, reporting culture,
Budaya keselamatan merupakan (core concept), dimana DNA of Care adalah Clare, 2009 learning culture, informed culture.
Hardy, 2017
Safety, Quality, and Culture.
Griffin & WHO, 2006 Budaya keselamatan berkaitan dengan manajemen risiko dan keselamatan.
Budaya keselamatan dapat mengarahkan perilaku individu dalam suatu organisasi.
Curcuroto, 2016
“Cara kita
benar-benar
menyelesaikan
sesuatu”
1/5
BUDAYA KESELAMATAN
Dalam TKRS 13, 13.1, PMKP 10
Budaya keselamatan :
1) Staf klinis memperlakukan satu sama lain secara hormat
dengan,
2) Melibatkan dan memberdayakan pasien dan keluarga
3) Staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang
efektif dan mendukung proses kolaborasi interprofesional
4) Asuhan berfokus pada pasien → PCC & APT.
5) Setiap individu anggota staf (klinis atau administratif)
melaporkan hal-hal yang menguatirkan tentang keselamatan
atau mutu pelayanan
2/5
( A Roadmap to a Just Culture, Enhancing the Safety Environment. GAIN Working Group E , 2004)
(Based on Reason,J)
Safety Culture
Flexible Culture
Reporting Culture Suatu budaya dimana organisasi mampu
Suatu iklim organisasi dimana orang-orang merubah diri dan wajah mereka jadi
disiapkan untuk melaporkan error serta mampu beroperasi dengan tempo tinggi
KNC/near miss yg mereka lakukan atau berbagai bahaya tertentu – seringkali
Just Culture beralih dari cara hierarkis konvensional ke
Suatu suasana saling percaya/trust dimana cara yang lebih datar/sederhana
orang- orang didorong (bahkan diberi
hadiah) untuk memberikan informasi
penting terkait safety, tetapi dimana
mereka juga jelas tentang garis batas
antara perilaku akseptabel dan tidak
akseptabel
Leadership culture Pemimpin mengakui lingkungan yan kes adalah lingkungan berisiko tinggi dan
berusaha menyelaraskan visi / misi, kompetensi staf, dan sumber daya fiskal dan
manusia dari ruang rapat ke garis depan.
Teamwork culture Semangat kolegialitas, kolaborasi, dan kerja sama ada di kalangan eksekutif, staf, dan
praktisi independen. Hubungan terbuka, aman, hormat, dan fleksibel.
Culture of evidence-based practice Praktik asuhan pasien didasarkan pada bukti. Standardisasi utk mengurangi variasi
terjadi pada setiap kesempatan. Prosesnya dirancang utk mencapai kehandalan yg
tinggi.
Communication culture Lingkungan ada di tempat anggota staf individu, tidak peduli apa deskripsi
pekerjaannya, memiliki hak dan tangg-jwb untuk berbicara atas nama pasien.
Learning culture RS belajar dari kesalahannya dan mencari peluang baru untuk peningkatan kinerja.
Belajar dihargai di antara semua staf, termasuk staf medis.
Just culture Budaya yg mengenali kesalahan sbg kegagalan sistem daripada kegagalan individu
dan, pada saat yg sama, akuntabilitas individu atas tindaka
Patient-centered culture Asuhan pasien berpusat di sekitar pasien dan keluarga. Pasien bukan hanya peserta
aktif dalam asuhannya sendiri, tapi juga bertindak sbg penghubung antara RS dan
masyarakat.
(Botwinick, L., Bisognano, M., & Haraden, C. (2006). Leadership guide to patient safety. Cambridge, MA: Institute for Healthcare Improvement. Retrieved
from www.ihi.org/knowledge/Pages/ IHIWhitePapers/LeadershipGuide toPatientSafetyWhitePaper.aspx)
4/5
American College of
Healthcare Executives,
“Leading a Culture
of Safety: A Blueprint
for Success”.
(2016).
(Leading a Culture of Safety: A Blueprint for
Success, American College of Healthcare
Executives, and The National Patient Safety
Foundation’s Lucian Leape Institute, 2016)
Ranah Budaya Keselamatan
1. Establish a compelling vision for 1. Menetapkan visi yang meyakinkan untuk
safety. keselamatan.
2. Build trust, respect, and 2. Bangun kepercayaan, rasa hormat, dan
inclusion. inklusi.
3. Select, develop, and engage 3. Memilih, mengembangkan, dan
your Board. melibatkan Dewan.
4. Prioritize safety in the selection 4. Prioritaskan keselamatan dalam
and development of leaders. pemilihan dan pengembangan
5. Lead and reward a just culture. pemimpin.
6. Establish organizational 5. Memimpin dan menghargai budaya yang
behavior expectations. adil – just culture.
6. Menetapkan harapan perilaku
organisasi.
(Leading a Culture of Safety: A Blueprint for Success, American College of Healthcare
Executives, and The National Patient Safety Foundation’s Lucian Leape Institute, 2016)
Rangkuman Berbagai Core Concept
*DNA of Care
🌏 Safety
🌏 Quality Kepemimpinan
🌏 Culture
Keterlibatan Pasien
Kolaborasi
Interprofesional
Just Culture-Budaya Adil
Respek/Trust Keseimbangan Sistem & Manusia
Komunikasi
Pelaporan IKP-
Patient Centred Care Pembelajaran
Cultural
Kolaborasi
Competence Interprofesional Keterlibatan Pasien
Komunikasi
ASUHAN PASIEN
RISIKO SAFETY
MUTU
(Nico Lumenta, 2015)
ASUHAN PASIEN Dimensi Budaya
❖ Good Patient Care
❖ Patient Centered Care
Quality dan Safety
dalam Standar Akreditasi RS
❖ Asuhan Pasien Terintegrasi
❖ PPA sebagai Tim, Kolaborasi
Interprofesional + Kompetensinya
❖ Berpartner dgn Pasien SAFETY
❖ DPJP sebagai Clinical Leader • Just Culture
❖ MDR - Multidisciplinary Round • Reporting Culture
❖ BPIS • Learning Culture
• Informed Culture
RISIKO • Flexible Culture
➢ RS institusi yg kompleks dan high risk • Generative Culture (MaPSaF)
: asuhan multi PPA, multi budaya, • 7 Standar KP, 6 SKP, 7 Langkah
multi regulasi, legal, finance, SD KPRS, 13 Program WHO-PS
➢ Risk Register
➢ Matrix Grading
MUTU
➢ FMEA
❑ Good Corp Governance → Leadership
➢ Situational Awareness ❑ Good Clinical Governance
➢ RCA ❑ Standarisasi Input-Proses-Output-
Outcome
❑ Pengukuran Mutu
❑ PDCA
(Nico Lumenta, 2015)
Cultural competence
Cultural competence is defined as a set of congruent Kompetensi budaya didefinisikan sebagai
behaviors, attitudes, and policies that come together in a sekumpulan perilaku, sikap, dan kebijakan yg
system, agency, or among professionals to facilitate
effective work in cross-cultural situations.
bersatu dalam suatu sistem, lembaga, atau di
(Cross, T., Bazron, B., Dennis, K., & Isaacs, M., antara para profesional untuk memfasilitasi
1989. Towards a culturally competent system of care. pekerjaan yg efektif dalam situasi lintas budaya.
Encyclopedia of Behavioral Medicine, 2013.)
SEMILA
S = Standar
E = Elemen Penilaian
M = Maksud & Tujuan;
I = Instrumen
L = Link ke Standar-EP lain Pastikan
A = Acuan ke Peraturan PerUUan, Etika Profesi, 1) Apa yang Wajib/Harus
Standar Profesi, Standar Internasional. ada atau dilakukan -
Must have/ do
Baca dengan Cermat, Berulang, Komprehensif. 2) Apa yang tidak wajib,
tetapi bila ada akan
lebih baik –
Nice to have/ do
Budaya Keselamatan Dalam SNARS 1.1.
TKRS 13
Direktur TKRS 13.1.
Menciptakan & Mendukung Direktur
Budaya Keselamatan Pasien Melaksanakan, Memonitor,
• Keterbukaan Memperbaiki Budaya Keselamatan
• Perbaiki Perilaku • Sistem Pelaporan IKP
• Pendidikan • Keamanan Pelapor
• Identifikasi masalah budaya • Investigasi laporan
• Sumber daya • Identifikasi perilaku Staf
• Pengukuran budaya, indikator mutu
PMKP 10
Pengukuran/Evaluasi Budaya
Keselamatan
• Regulasi
• Pelaksanaan
Standar TKRS 13 → 5ep : Direktur RS menciptakan dan mendukung budaya
keselamatan di seluruh area di RS sesuai peraturan perUUan.
Komitmen organisasi menyediakan sumber daya, seperti staf, pelatihan, metode pelaporan yg
aman, dsb-nya untuk menangani masalah keselamatan
Masih banyak RS yg masih memiliki budaya untuk menyalahkan suatu pihak yg akhirnya
merugikan kemajuan budaya keselamatan. Just culture adalah model terkini mengenai
pembentukan suatu budaya yg terbuka, adil dan pantas, menciptakan budaya belajar,
merancang sistem2 yg aman, serta mengelola perilaku yg terpilih (human error, at risk
behavior, dan reckless behavior). Model ini melihat peristiwa2 bukan sbg hal2 yg perlu
diperbaiki, tetapi sbg peluang2 utk memperbaiki pemahaman baik thd risiko dari sistem
maupun risiko perilaku.
Ada saat2 individu seharusnya tidak disalahkan atas suatu kekeliruan; sbg contoh, ketika
ada komunikasi yg buruk antara pasien & staf, ketika perlu pengambilan keputusan secara
cepat, dan ketika ada kekurangan faktor manusia dlm pola proses pelayanan. Namun,
terdapat juga kesalahan tertentu yg merupakan hasil dari perilaku yg sembrono dan hal ini
membutuhkan pertangg-jwban.
Contoh dari perilaku sembrono mencakup kegagalan dlm mengikuti pedoman kebersihan
tangan, tdk melakukan time-out sebelum mulainya operasi, atau tdk memberi tanda pd
lokasi pembedahan.
Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menujukan masalah yg terkait dgn sistem yg
mengarah pada perilaku yg tidak aman. Pada saat yg sama, RS harus memelihara pertangg-
jwban dgn tidak mentoleransi perilaku sembrono.
Pertangg-jwban membedakan kesalahan unsur manusia (seperti kekeliruan), perilaku yg
berisiko (contohnya mengambil jalan pintas), dan perilaku sembrono (spt mengabaikan
langkah2 keselamatan yg sudah ditetapkan).
Direktur RS melakukan evaluasi rutin dgn jadwal yg tetap dgn menggunakan
bbrp metode, survei resmi, wawancara staf, analisis data, dan diskusi
kelompok.
Direktur RS mendorong agar dapat terbentuk kerja sama utk membuat
struktur, proses, dan program yg memberikan jalan bagi perkembangan
budaya positif ini
Direktur RS harus menanggapi perilaku yg tidak terpuji dari semua individu
dari semua jenjang RS, termasuk manajemen, staf administrasi, staf klinis,
dokter tamu atau dokter part time, serta anggota representasi pemilik
Standar PMKP 10 → 2ep : Ada pengukuran dan evaluasi budaya
keselamatan pasien
(AHRQ Hospital Survey on Patient Safety Culture Version 2.0: User’s Guide) (AHRQ: Agency for Healthcare Research & Quality)
SOPS Frequently Asked Questions (FAQs)
Pertanyaan 3: Seberapa sering organisasi harus mengelola Survei (AHRQ) tentang Budaya Keselamatan
Pasien?
Jawaban: Rata-rata, RS yang telah mengajukan Survei Rumah Sakit tentang Basis Data Budaya Keselamatan
Pasien lebih dari satu kali melakukan survei ulang setiap 24 bulan. Meskipun kami tidak memberikan
rekomendasi apa pun mengenai kapan harus mengelola kembali survei, kami berhati-hati agar tidak
mengelola survei kurang dari 6 bulan.
(AHRQ Hospital Survey on Patient Safety Culture Version 2.0: User’s Guide) (AHRQ: Agency for Healthcare Research & Quality)
Pertanyaan 22. Berapa lama SOPS Hospital Survey 2.0 (HSOPS 2.0)?
Jawaban: HSOPS 2.0 memiliki total 40 item survei (dibandingkan dengan 51 item survei di HSOPS 1.0) dan
dibutuhkan sekitar 10-15 menit untuk menyelesaikannya. Sebagian besar item survei menggunakan opsi
jawaban Sangat Tidak Setuju/Sangat Setuju atau Tidak Pernah/Selalu. Survei juga menyertakan opsi respons
“Tidak berlaku atau Tidak tahu”. Bagian untuk komentar terbuka ada di akhir survei.
Pertanyaan 24: Area budaya keselamatan pasien apa yang dinilai pada SOPS Hospital Survey 2.0 (HSOPS
2.0)?
Jawaban: HSOPS 2.0 memiliki 10 tindakan gabungan (sekelompok 2 hingga 4 item survei yang menilai area
budaya keselamatan pasien yang sama):
1. Komunikasi Tentang Kesalahan (3 item)
2. Keterbukaan Komunikasi (4 item)
3. Serah Terima dan Pertukaran Informasi (3 item)
4. Dukungan Manajemen Rumah Sakit untuk Keselamatan Pasien (3 item)
5. Pembelajaran Organisasi—Peningkatan Berkelanjutan (3 item)
6. Melaporkan Kejadian Keselamatan Pasien (2 item)
7. Respon terhadap Error (4 item)
8. Kepegawaian dan Kecepatan Kerja (4 item)
9. Supervisor, Manajer, atau Pemimpin Klinis Dukungan untuk Keselamatan Pasien (3 item)
10. Kerjasama Tim (3 item)
(AHRQ Hospital Survey on Patient Safety Culture Version 2.0: User’s Guide) (AHRQ: Agency for Healthcare Research & Quality)
KUESIONER SURVEI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN
RS …………………………..
INSTRUKSI
Survei ini dilakukan untuk mengetahui persepsi staf mengenai patient safety, medical error
dan pelaporan insiden di rumah sakit.
Isi kuesioner ini dalam waktu 15 menit.
Isilah kuesioner ini dengan jujur sesuai keadaan/suasana kerja di unit anda.
“Keselamatan Pasien” (Patient Safety) : menghindari dan mencegah cedera pasien atau
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) pada pasien yang diakibatkan oleh proses
pemberiaan pelayanan kesehatan.
(Sumber: AHRQ Hospital SOPS V. 2.0: User’s Guide & dr Arjaty Daud, 2019)
(AHRQ Hospital Survey on Patient Safety Culture Version 2.0: User’s Guide) Total 32
(Sumber: AHRQ Hospital SOPS V. 2.0: User’s Guide & dr Arjaty Daud, 2019)
(Sumber: AHRQ Hospital SOPS V. 2.0: User’s Guide & dr Arjaty Daud, 2019)
Karena tidak semua orang akan merespons, Anda dapat mengharapkan untuk menerima survei
lengkap dari sekitar 30 % hingga 50 % sampel Anda. Tabel 3 menunjukkan ukuran sampel minimum
yang direkomendasikan berdasarkan jumlah penyedia dan staf di rumah sakit Anda dan respons
yang diharapkan dengan asumsi tingkat respons 50 %
(Sumber: AHRQ Hospital SOPS V. 2.0: User’s Guide & dr Arjaty Daud, 2019)
SOPS® Hospital Survey, versi 2, 2019
▪ Instructions ▪ Instruksi
▪ Staff Position ▪ Posisi Staf
▪ Unit/Work Area ▪ Unit Kerja
SECTION A: Unit/Work Area Bagian A: Unit Kerja
SECTION B: Supervisor, Manager, or Clinical Bagian B: Supervisor, Manajer, Pimpinan Klinis
Leader
SECTION C: Communication Bagian C: Komunikasi
SECTION D: Reporting Patient Safety Events Bagian D : Pelaporan IKP
SECTION E: Patient Safety Rating Bagian E: Peringkat/Level KP
SECTION F: Your Hospital Bagian F: Rumah Sakit Anda
▪ Background Questions ▪ Latar Belakang
▪ Your Comments ▪ Komentar
Dalam satu bagian/dimensi terdapat ada 2 macam item/aspek yaitu : aspek dengan pernyataan
bersifat positif dan pernyataan yang bersifat negatif.
Untuk pernyataan yang negatif jawaban responden dengan tidak setuju/sangat tidak setuju
merupakan respon positif dan sebaliknya.
Cara menghitung :
References
- Botwinick, L., Bisognano, M., & Haraden, C. (2006). Leadership guide to patient safety. Cambridge, MA:
Institute for Healthcare Improvement. Retrieved from www.ihi.org/knowledge/Pages/
IHIWhitePapers/LeadershipGuide toPatientSafetyWhitePaper.aspx
- Institute of Medicine (IOM). (2000). To err is human: Building a safer health system. Washington, DC:
National Academy Press. Retrieved from http://www. iom.edu/Reports/1999/To-Err-isHuman-Building-A-
Safer-HealthSystem.aspx
- Institute of Medicine (IOM). (2001). Crossing the quality chasm: A new health system for the 21st
Century. Washington, DC: National Acade mies Press. Retrieved from http://iom.edu/
Reports/2001/Crossing-the-QualityChasm-A-New-Health-System-forthe-21st-Century.aspx
- Leape, L.L., Berwick, D.M., & Bates, D.W. (2002). What practices will most improve safety? Evidence-
based medicine meets patient safety. Journal of the American Medical Association, 288(4), 501–507.
- The Joint Commission. (2009). Joint Commission Standards. Retrieved February 16, 2009, from
http://www.jointcommission.org/
- Agency for Healthcare Research & Quality - AHRQ. (2016). Hospital Survey on Patient Safety Culture:
User’s Guide.
American College of
I
Healthcare Executives,
“Leading a Culture
of Safety: A Blueprint
for Success”.
(2016).
(2016)
1
DIMENSIONS OF PSC
II
Through a qualitative meta-analysis the seven subcultures of patient safety
culture were identified as:
1. Leadership culture
2. Teamwork culture
3. Culture of evidence-based practice
4. Communication culture
5. Learning culture
6. Just culture
7. Patient-centered culture
(Source: Botwinick, Bisognano, & Haraden, 2006.)
1. Leadership: Leaders acknowledge the Pemimpin mengakui lingkungan yan kes
healthcare environment is a high-risk adalah lingkungan berisiko tinggi dan
environment and seek to align vision/mission,
staff competency, and fiscal and human
berupaya menyelaraskan visi / misi,
resources from the boardroom to the frontline kompetensi staf, dan sumber daya fiskal dan
manusia dari ruang rapat ke garis depan.
2. Teamwork: A spirit of collegiality, Semangat kolegialitas, kolaborasi, dan kerja
collaboration, and cooperation exists among sama diantara para eksekutif, staf, dan praktisi
executives, staff, and independent
practitioners. Relationships are open, safe,
independen. Hubungan terbuka, aman, hormat,
respectful, and flexible. dan fleksibel.
3. Evidence-based: Patient care practices Praktik asuhan pasien didasarkan pada bukti.
are based on evidence. Standardization to Standardisasi utk mereduksi variasi pada
reduce variation occurs at every opportunity.
Processes are designed to achieve high
setiap kesempatan. Prosesnya dirancang utk
reliability. mencapai kehandalan yg tinggi.
4. Communication: An environment exists Ada lingkungan di mana seorang anggota staf,
where an individual staff member, no matter apapun deskripsi pekerjaannya, memiliki hak
what his or her job description, has the right
and the responsibility to speak up on behalf of
dan tangg-jwb untuk berbicara atas nama
a patient. pasien.
5. Learning: The hospital learns from its RS belajar dari kesalahannya dan mencari
mistakes and seeks new opportunities for peluang baru untuk peningkatan kinerja.
performance improvement. Learning is valued Pembelajaran dihargai di antara semua
among all staff, including the medical staff.
staf, termasuk staf medis.
• Traditionally, health care’s culture has held • Secara tradisional, budaya pelayanan kes telah membuat
individuals accountable for all errors or mishaps semua individu bertangg-jwb menangani error atau KTD yg
that befall patients under their care menimpa pasien yg berada dalam asuhan mereka
• A just culture recognizes that individual • Suatu just culture mengakui bhw individu tdk seharusnya
practitioners should not be held accountable for dianggap bertangg-jwb atas kegagalan sistem dimana
system failings over which they have no control. mereka tidak punya kendali
• A just culture also recognizes many errors • Suatu just culture juga menyatakan banyak error
represent predictable interactions between merepresentasikan interaksi yg dapat diramalkan antara
human operators and the systems in which they operator manusia dgn sistem dimana mereka bekerja.
work. Recognizes that competent professionals Mengakui bhw professional yg kompeten dpt berbuat
make mistakes. kesalahan
• Acknowledges that even competent • Mengakui bhw bahkan professional yg kompeten sekalipun, bisa
professionals will develop unhealthy norms mengembangkan norma-norma yg tidak sehat (jalan pintas,
(shortcuts, “routine rule violations”). “routine rule violations” = “pelanggaran peraturan secara rutin”)
• Suatu just culture memiliki zero tolerance (sama sekali tidak
• A just culture has zero tolerance for reckless
toleran) thd perilaku sembrono / serampangan
behavior.,
(Meyer, GS: Just Culture The Key to Quality and Safety, The Just Culture Community, 2010)
The Just Culture Model (simplified)
© 2012
Core Concept “Just Culture” / “Budaya Yang Adil”
(David Marx)
Just Culture is the balance between human and system accountability, and it is a hot
topic in patient and provider safety in today’s medical industry.
(2019, February. https://www.centerforpatientsafety.org/emsforward/just-culture/)
1. Kepemimpinan: Para pemimpin mengakui bahwa lingkungan pelayanan kesehatan adalah lingkungan berisiko tinggi
dan berupaya menyelaraskan visi / misi, kompetensi staf, dan sumber daya fiskal dan manusia dari ruang rapat ke garis
depan. Kurangnya kepemimpinan dianggap sbg penghalang budaya keselamatan. Sementara kepemimpinan yg kuat
sering disebut sbg hal yg penting bagi budaya keselamatan organisasi, tidak ada jawaban yg mudah ttg bagaimana
kepemimpinan dapat berkembang atau dikembangkan untuk memastikan budaya keselamatan. Pemimpin membutuhkan
wawasan dasar ttg masalah keselamatan dan perlu alasan untuk berfokus pada keselamatan pasien. Mereka perlu dididik
tentang ilmu keselamatan dan kekuatan data.
2. Kerja Tim: Semangat kolegialitas, kolaborasi, dan kerja sama ada di antara eksekutif, staf, dan praktisi independen.
Hubungan terbuka, aman, hormat, dan fleksibel. Organisasi pelayanan kesehatan merawat pasien dengan proses penyakit
yg semakin kompleks dan dgn asuhan serta teknologi yg semakin kompleks yg membutuhkan upaya yg lebih kuat
terhadap penerapan kerja tim dan kolaborasi di antara PPA untuk mencapai budaya keselamatan pasien di seluruh sistem.
3. Asuhan berbasis bukti: Praktik asuhan pasien didasarkan pada bukti. Standarisasi untuk mereduksi variasi terjadi di
setiap kesempatan. Proses dirancang untuk mencapai keandalan yg tinggi. Organisasi pelayanan kesehatan yg
mendemonstrasikan praktik terbaik berbasis bukti, termasuk proses, protokol, daftar tilik, dan pedoman standar, dianggap
menunjukkan budaya keselamatan.
(Stavrianopoulos, T : The Development of Patient Safety Culture. Health Science Journal. 2012; vol 6 issue 2.)
4. Komunikasi: Sebuah lingkungan ada di mana seorang anggota staf, apa pun uraian tugasnya, memiliki hak dan tangg-jwb untuk
berbicara atas nama pasien. Staf lini depan ingin mengetahui bahwa komunikasi dengan manajer didengarkan dan diakui. Memberikan
umpan balik atau menutup lingkaran membangun kepercayaan dan keterbukaan sifat penting dari budaya keselamatan
5. Belajar: RS belajar dari kesalahannya dan mencari peluang baru untuk peningkatan kinerja. Pembelajaran dihargai di antara semua
staf, termasuk staf medis. Budaya belajar menciptakan kesadaran keselamatan di antara karyawan dan staf medis dan mendorong
lingkungan belajar melalui peluang pendidikan. Pendidikan dan pelatihan harus mencakup, setidaknya, pemahaman dasar tentang (a)
ilmu keselamatan, (b) apa artinya menjadi organisasi dgn keandalan tinggi, (c) nilai asesmen budaya keselamatan, dan (d) proses
peningkatan kinerja, termasuk pengujian siklus perubahan yg cepat.
6. Adil: Sebuah budaya yg mengakui kesalahan sbg kegagalan sistem daripada kegagalan individu dan, pada saat yg sama, tidak
segan meminta pertanggungjawaban individu atas tindakan mereka. Beban kerja dpt menjadi faktor penyebab terjadinya kesalahan.
Kesalahan diklasifikasikan sebagai (a) slips dan lapses/penyimpangan atau kesalahan pelaksanaan, dan (b) kesalahan atau kesalahan
pengetahuan.17 Beban kerja yg tinggi dalam bentuk tekanan waktu dpt mengurangi perhatian yg dicurahkan oleh perawat untuk
tugas2 keselamatan kritis, sehingga menciptakan kondisi untuk kesalahan dan perawatan pasien yg tidak aman.
7. Asuhan yang berpusat pada pasien: Asuhan pasien berpusat di sekitar pasien dan keluarga. Pasien tidak hanya menjadi peserta
aktif dlm pelayanannya sendiri, tetapi juga bertindak sbg penghubung antara RS dan masyarakat. Asuhan yg berpusat pada pasien
adalah kualitas hubungan pribadi, profesional, dan organisasi. Dgn demikian, upaya untuk mempromosikan asuhan yg berpusat pd
pasien harus mempertimbangkan keterpusatan pasien pd pasien (dan keluarganya), dokter, dan sistem kesehatan. Membantu pasien
untuk lebih aktif dlm konsultasi mengubah dialog yg didominasi dokter selama berabad-abad menjadi dialog yg melibatkan pasien sbg
peserta aktif. Melatih dokter agar lebih penuh perhatian, informatif, dan empati mengubah peran mereka dari yg berkarakteristik otoritas
menjadi peran yg memiliki tujuan kemitraan, solidaritas, empati, dan kolaborasi.
(Stavrianopoulos, T : The Development of Patient Safety Culture. Health Science Journal. 2012; vol 6 issue 2.)
VI
Kerangka Konsep
Kematangan Budaya Keselamatan DUTA-RS Hipotesis
Kerjasama Tim
Komunikasi
Ada pengaruh variabel iklim keselamatan
Lingkungan Kerja
(kerjasama tim, komunikasi, lingkungan kerja,
1
Iklim
Pelatihan pelatihan, pelaporan, pembelajaran
Keselamatan
organisasi) terhadap Kematangan budaya
Pelaporan keselamatan rumah sakit meliputi mutu
layanan RS, keselamatan pasien, keselamatan
Pembelajaran Organisasi dan kesehatan pekerja.
Mutu Rumah Sakit
Kepemimpinan Situasional
Kematangan
Budaya
Keselamatan
Keselamatan pasien
2 keselamatan (regulasi, kepemimpinan,
manajemen risiko) terhadap Kematangan
budaya keselamatan rumah sakit meliputi
Manajemen Risiko mutu layanan RS, keselamatan pasien,
Keselamatan dan keselamatan dan kesehatan pekerja.
Kesehatan Pekerja
• Regulasi • Kepatuhan
• Pelatihan • Kepemimpinan Mutu dan
• Komunikasi Keselamatan
• Manajemen Keselamatan
• Pembelajaran • Partisipasi
risiko pasien serta
• Lingkungan kerja Keselamatan keselamatan
• Pembelajaran • Komunikasi • Perilaku & kesehatan
• Kerjasama • Kerjasama tim Menganggu pekerja
• Pelaporan • Pelatihan
• Regulasi • Pelaporan
• Komitmen • Pembelajaran
• Kepatuhan
• Kepatuhan
• Partisipasi
Model Modifikasi Determinisme Timbal Balik Cooper Kematangan Budaya Keselamatan MaPSAF
(University of Manchester, 2006)
29/09/2021
VII
• The NIHR Imperial Patient Safety
Translational Research Centre
(PSTRC)
• is part of the National Institute for
Health Research and
• is a collaboration between Imperial
College London and
• Imperial College Healthcare NHS
Trust
(Yu A, Flott K, Chainani N, Fontana G, Darzi A. Patient Safety 2030. London, UK: NIHR Imperial Patient Safety
Translational Research Centre, 2016.)
EXECUTIVE SUMMARY
However, there is no simple solution to improve safety, and Namun, tidak ada solusi sederhana untuk meningkatkan keselamatan, dan
no single intervention implemented in isolation will fully
address the issue. This report highlights four pillars of a tidak ada intervensi tunggal yang diimplementasikan secara terpisah akan
safety strategy: sepenuhnya menangani masalah ini. Laporan ini menyoroti empat pilar
1. A systems approach. The approach to reduce harm strategi keselamatan:
must be integrated and implemented at the system
level. 1. Pendekatan sistem. Pendekatan untuk mengurangi kerugian harus
2. Culture counts. Health systems and organisations diintegrasikan dan diterapkan pada tingkat sistem.
must truly prioritise quality and safety through an
inspiring vision and positive reinforcement, not 2. Fokus pd budaya. Sistem dan organisasi kesehatan harus benar-
through blame and punishment. benar mengutamakan kualitas dan keselamatan melalui penglihatan
3. Patients as true partners. Healthcare organisations
must involve patients and staff in safety as part of the
yang inspiratif dan penguatan positif, bukan melalui kesalahan dan
solution, not simply as victims or culprits. hukuman.
4. Bias towards action. Interventions should be based 3. Pasien sebagai mitra sejati. Organisasi kesehatan harus melibatkan
on robust evidence. However, when evidence is
lacking or still emerging, providers should proceed pasien dan staf dalam keselamatan sebagai bagian dari solusi, tidak
with cautious, reasoned decision-making rather than hanya sebagai korban atau pelaku kejahatan.
inaction.
4. Bias menuju tindakan. Intervensi harus didasarkan pada bukti kuat.
Namun, ketika bukti kurang atau masih muncul, penyedia layanan harus
melanjutkan dengan hati-hati, mengambil keputusan yang beralasan
daripada tidak bertindak.
(Yu A, Flott K, Chainani N, Fontana G, Darzi A. Patient Safety 2030. London, UK: NIHR Imperial Patient Safety Translational Research Centre, 2016.)
Budaya keselamatan pasien memiliki banyak aspek
VIII
(Donaldson, L, Ricciardi, W,
Sheridan, S, Tartaglia, R : Textbook
of Patient Safety and Clinical Risk
Management, Springer,
112 2021)
Terima kasih