Anda di halaman 1dari 15

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT

DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI


PIPELINE DARI PLATFORM EZA MENUJU PLATFORM URA
SEPANJANG 7.706 KM DI LAUT JAWA

Rahmat Riski(1), Murdjito(2), Soegiono(3)


1
Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3Staf Pengajar Teknik Kelautan

Dalam proses desain pipa bawah laut, masalah penting yang harus diperhatikan adalah
kestabilan pipa pada saat berada di dasar laut selama masa operasi. DNV
(Det Norske Veritas) melakukan revisi terhadap standar code DNV RP E305 On-bottom
Stability Design Of Submarine Pipeline 1988 dengan standar code DNV RP F109 bottom
Stability Design Of Submarine Pipeline 2007. Revisi pada code ini yaitu adanya reduksi
pembebanan pada pipa akibat adanya interaksi antara pipa dengan tanah pada suatu sistem
pipeline. Gaya-gaya hidrodinamika dapat tereduksi karena adanya permeabilitas seabed dan
penetrasi pipa ke seabed. Studi kasus yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah proyek
instalasi pipeline dari platform EZA menuju platform URA sepanjang 7,706 km di laut Jawa,
yang telah dihitung stabilitasnya dengan DNV RP E305 oleh F C. Sianturi (2008).
Disebabkan penambahan faktor reduksi terhadap gaya-gaya hidrodinamika pada code DNV
RP F109, mendorong untuk dilakukan perhitungan stabilitas kembali, sehingga dapat dilihat
bagaimana pengaruh terhadap stabilitas pipa, gaya-gaya hidrodinamika dan kebutuhan akan
tebal concrete coating. Selanjutnya dapat dilakukan perbandingan hasil perhitungan stabilitas
pipa bawah laut antara DNV RP E305 dan DNV RP F109. Selain itu, gaya yang diterima pipa
akan mengalami reduksi seiring bertambahnya kedalaman penguburan atau penetrasi pipa ke
seabed. Maka akan dilakukan pemodelan dengan perangkat lunak FLOW 3D untuk
mendapatkan kontur tekanan (pressure) pada pipa bawah laut.

Kata kunci : DNV RP F109, On-Bottom Stability, Submarine pipeline, Reduksi, Concrete Coating

1. PENDAHULUAN pergeseran, pipa harus diberi lapisan beton


(concrete coating) yang cukup berat, atau
Pipa bawah laut (Submarine Pipelines)
dengan penguburan (trenching).
merupakan salah satu cara untuk
mengangkut minyak atau gas alam dari
Kestabilan pipa dapat diperoleh dengan
sumur minyak dilepas pantai menuju
menambah lapisan beton pada pipa
lokasi pantai atau dermaga bongkar muat.
sehingga berat pipa di dalam air
Salah satu masalah utama yang dihadapi
bertambah. Analisa kestabilan pipa di
dalam penggunaan pipeline adalah
dasar laut pada kasus proyek instalasi
ketidakstabilan akibat pengaruh gaya-gaya
pipeline dari platform EZA menuju
hidrodinamika yang bekerja pada pipa.
platform URA sepanjang 7,706 km di laut
Pada keadaan sebenarnya dimungkinkan
Jawa dilakukan untuk mendapatkan
pipa akan mengalami penetrasi ketanah
ketebalan minimum lapisan beton yang
akibat beban fungsional pipa tersebut,
dibutuhkan pada pipa, agar pipa stabil.
keadaan ini mengakibatkan adanya reduksi
terhadap gaya gaya hidrodinamika yang
Kemudian Fantri C. Siantur (2008), telah
bekerja pada pipa. Evaluasi ini diperlukan
melakukan perhitungan stabilitas pipa
agar pipa mampu untuk menahan
dengan ketebalan lapisan beton yang
pembebanan gaya-gaya secara statis dan
berbeda-beda hingga didapatkan tebal
dinamik, dan dapat bertahan selama masa
lapisan beton yang mencukupi dan
operasinya. Untuk menghindari

1
diperoleh faktor keamanan yang menuju platform URA sepanjang 7,706
diinginkan dengan DNV RP E305 (1988). km di laut Jawa . Perhitungan dilakukan
dengan variasi tebal concrete coating,
Pada tahun 2007 DNV (Det Norske sehingga didapat hasil desain stabilitas
Veritas) menerbitkan standar code yang pipa bawah laut yang dapat memenuhi
baru DNV RP F109 On-bottom Stability faktor keamanan vertikal maupun lateral
Design Of Submarine Pipeline sebagai (J P Kenny, 2009). Pada kondisi instalasi
pengganti DNV RP E305 (1988), dengan didapat tebal concrete coating 1 in,
adanya penambahan faktor reduksi gaya kemudian untuk kondisi hydrotest, operasi,
akibat permeable dasar laut, reduksi gaya operasi terkorosi didapat juga tebal
akibat terjadinya penetrasi pipa ke tanah, concrete coating 1 in.
dan reduksi gaya akibat trenching. Maka
dari itu perlu dilakukan perhitungan Penambahan faktor reduksi pada gaya-
stabilitas pipa kembali untuk kasus proyek gaya hidrodinamika pada code DNV RP
instalasi pipeline dari platform EZA F109, mendorong untuk dilakukan
menuju platform URA sepanjang 7,706 perhitungan stabilitas kembali, sehingga
km di laut Jawa dengan metode DNV RP dapat dilihat bagaimana pengaruh terhadap
F109, sehingga dapat dibandingkan hasil stabilitas pipa, gaya-gaya luar dan
dari perhitungan stabilitas. kebutuhan akan tebal concrete coating.
Selanjutnya dapat dilakukan perbandingan
hasil perhitungan stabilitas pipa bawah laut
2. DASAR TEORI antara DNV RP E305 dengan DNV RP
F109. Penurunan dalam kekuatan
DNV (Det Norske Veritas) melakukan hidrodinamika dicatat melalui modifikasi
revisi terhadap standar code DNV RP koefisien hidrodinamika (M. Munari, et al,
E305 On-bottom Stability Design Of 2007)
Submarine Pipeline 1988 dengan standar
code DNV RP F109 On-bottom Stability 2.1 Stabilitas Pipa Bawah Laut
Design Of Submarine Pipeline 2007 untuk 2.1.1 Umum
menyelaraskan pendekatan desain
stabilitas pipa bawah laut dengan desain Kestabilan pipa di dasar laut, baik
yang terdapat pada code DNV OS 101 kestabilan dalam arah vertikal maupun
Submarine Pipeline System 2000. arah horizontal, sangat dipengaruhi oleh
Disamping itu metode desain dalam berat pipeline di dalam air, gaya-gaya
standar code DnV RP F109 ini lebih luas lingkungan yang bekerja, serta resistensi
dalam pembahasan pada kondisi tanah tanah di dasar laut. Gaya-gaya lingkungan
lempung dan pasir. Beberapa revisi yang yang masuk ke dalam analisis kestabilan
terdapat dalam code ini yaitu adanya pipa terdiri dari gaya-gaya hidrodinamika,
reduksi pembebanan pada pipa akibat seperti gaya seret, gaya inersia, dan gaya
adanya interaksi antara pipa dengan tanah angkat. Sedangkan resistensi tanah dasar
pada suatu sistem pipeline. Gaya-gaya laut merupakan gaya gesek yang terjadi
hidrodinamika dapat tereduksi karena antara pipa dengan permukaan tanah dasar
adanya permeabilitas seabed, penetrasi laut tersebut. Dengan memperhatikan
pipa ke seabed, dan Trenching (pembuatan faktor-faktor di atas, saat melakukan
parit). analisis kestabilan pipa akan didapatkan
nilai berat pipa didalam air yang
Dengan metode DNV RP E305, Fantri C. dibutuhkan agar dapat memenuhi kriteria
Siantur (2008) telah menghitung stabilitas stabilitas yang telah ditentukan.
pipa bawah laut pada studi kasus proyek
instalasi pipeline dari platform EZA

2
Untuk mempermudah perhitungan dalam b) Gaya Inersia
analisis kestabilan pipa, dapat dibuat
diagram freebody dari gaya-gaya yang Gaya inersia menunjukkan adanya dari
bekerja pada pipa. Gambar 2.1 masa fluida yang dipindahkan oleh pipa,
merupakan ilustrasi dari penampang nilainya dipengaruhi oleh percepatan
melintang pipa di dasar laut dengan gaya partikel air. Nilai dari gaya inersia dapat
yang bekerja pada pipa tersebut. dirumuskan seperti berikut :

(2)
Dengan,
FI = gaya inersia persatuan panjang, N/m
CM = koefisien hidrodinamik inersia
ax = percepatan partikel air arah
horizontal, m/detik2
ρ = ρw massa jenis fluida, kg/m3

2.1.3 Gaya Vertikal (Lift Force)

Sumber : Offshore Pipeline Design, Gaya angkat adalah gaya hidrodinamik


Analisys, and Method (A.H.Mouselli) dalam arah vertikal, gaya ini terjadi
Gambar 2.1 Diagram Gaya yang Bekerja apabila terdapat konsentrasi streamline
pada Pipa di Dasar Laut pada pipa. Konsentrasi streamline terjadi
diatas silinder pipa yang mengakibatkan
gaya angkat keatas. Jika terjadi celah
2.1.2 Gaya Horizontal sempit antara silinder dan seabed,
a) Gaya Seret (Drag Force) konsentrasi streamline dibawah silinder
pipa akan mengakibatkan gaya angkat
Gaya seret terjadi karena adanya gesekan negatif kearah bawah.
antara fluida dengan dinding pipa atau
yang dikenal sebagai skin friction dan Besarnya gaya angkat ini dapat
adanya vortex yang terjadi dibelakang pipa dirumuskan sebagai berikut.
(form drag). Terjadi gaya seret sangat
terpengaruh oleh kecepatan aliran, nilai
(3)
dari gaya seret dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Dengan,
(1) FL = gaya angkat (lift force), N/m
CL = koefisien gaya angkat
Dengan,
ρw = massa jenis fluida, kg/m3
FD = gaya seret, N/m
D = diameter pipa, m
CD = koefisien drag
Us = Kecepatan partikel air akibat
ρw = massa jenis fluida, kg/m3
gelombang, m/detik
D = diameter pipa, m
UD = arus laut, m/detik
Us = Kecepatan partikel air akibat
rtot_y = faktor reduksi gaya arah
gelombang, m/detik
horizontal
UD = arus laut, m/detik
g = gravitasi konstan, m/s2
rtot_y = faktor reduksi gaya arah
horizontal
g = gravitasi konstan, m/s2

3
2.1.4 Koefisien Hidrodinamik Dengan,
d : kedalaman laut, m
Sebelum melakukan perhitungan gaya-
k : angka gelombang
gaya hidrodinamika maka terlebih dahulu
H : tinggi gelombang pada kedalaman
menentukan nilai dari koefisien-koefisien
yang ditinjau, m
hidrodinamik, Mouselli menyatakan
T : periode gelombang, detik
bahwa nilai dari suatu koefisien
rad/detik
hidrodinamika bergantung pada nilai
s : jarak vertikal titik yang ditinjau dari
bilangan Reynold, kekasaran pipa
dasar laut, m
(pipe roughness) dan bilangan
L : panjang gelombang pada kedalaman
Keulegan-Carpenter.
yang ditinjau, m
Persamaan bilangan Reynold :
(4)
2.3 DNV RP F109
2.3.1 Berat Terendam Pipa
Persamaan bilangan Keulegan-Carpenter :
Potongan melintang sebuah pipa
(5) ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut ini.

Keterangan :
Us = kecepatan arus signifikan,
m/detik
UD = Kecepatan partikel air, m/detik
D = diameter luar pipa, m
ν = viskositas kinematik
T = periode gelombang, detik

2.2 Teori Gelombang

Persamaan kecepatan dan percepatan Gambar 2.2 Potongan Pipa Melintang


partikel gelombang pada arah horisontal
untuk teori gelombang Stokes Orde 2 Berikut ini rumus perhitungan berat
dapat diketahui dari persamaan berikut terendam pipa :
(Chakrabarti, 1987):
Berat Terendam Pipa :
Kecepatan Horizontal :
(8)
H cosh ks 3  H  H cosh 2ks
u cos    cos 2 (6)
T sinh kd 4  L  T sinh 4 kd
Berat Terendam Minimum Pipa :
Percepatan Horizontal : (9)

u 2 2 H cosh ks 3 2 H  H  cosh 2ks


 sin     sin 2 (7)
t T sinh kd T2  L  sinh kd
4

4
Dengan, Tabel 1 Penentuan Faktor Kalibrasi Gesek
Tanah
Ds : Diameter luar pipa baja, m
Tipe Tanah Faktor Kalibrasi Gesek
Di : Diameter dalam pipa baja, m
Dw : Diameter luar lapisan anti karat Sand 0,7
(corrosin wrap), m Sesuai Grafik Friction
Dc : Diameter luar selimut beton Clay Factor
(concrete coating), m (DNV RP E305)
ts : Tebal pipa baja, in
tc : Tebal selimut beton, in
Wst : Berat baja di udara, N/m 2.3.4 Stabilitas Lateral
Wcorr : Berat lapisan anti karat di udara,
N/m a) Reduksi Gaya Akibat Permeable dasar
Wc : Berat selimut beton di udara, N/m Laut
B : Gaya apung, N/m
Ws : Berat terendam pipa, N/m Pada dasar perairan yang bersifat
: Berat Tenggelam minimum pipa, permeable akan mengizinkan terjadinya
aliran arus di bawah pipa yang
N/m
menyebabkan terjadinya reduksi terhadap
Fw : Faktor kalibrasi
beban-beban yang bekerja pada pipa dalam
µ : Faktor gesek tanah
arah horizontal maupun vertikal. Faktor
FL : Gaya lift, N/m
reduksi yang digunakan untuk tanah keras
FD : Gaya drag, N/m
(non permeabel) bernilai satu sedangkan
FI : Gaya Inersia, N/m
untuk tanah yang permeable digunakan :

rperm,z=0,7 (11)
2.3.2 Kecepatan Arus

Rumus yang digunakan untuk menghitung


kecepatan arus adalah, sebagai berikut : b) Reduksi Gaya Akibat Terjadinya
Penetrasi Pipa Ke Tanah
(10)
Ketika pipa berada di atas seabed, ada
kemungkinan bahwa pipa tersebut
Dengan,
terpendam akibat dari daya dukung tanah
UD = Kecepatan partikel air, m/detik
di bawah seabed lebih kecil dari tekanan
D = diameter luar pipa, m
efektif akibat berat pipa di atasnya (Ws).
Zo = parameter kekasaran seabed
Zr = Ketinggian diatas seabed
Pada kasus perhitungan kestabilan pipa
Ur = kecepatan arus, m/detik
yang mengalami penetrasi baik sebagian
maupun seluruhnya, perhitungan stabilitas
pipa dilakukan hampir sama dengan
2.3.3 Koefisien Gesek Tanah
perhitungan stabilitas untuk pipa tepat di
atas seabed. Namun yang membedakan
Untuk faktor kalibrasi gesek tanah
adalah adanya reduksi terhadap nilai
(Friction Calibration Factor), disesuaikan
koefisien hidrodinamika akibat
dengan tipe tanah pada seabed. Berikut
terpendamnya pipa.
tabel penentuan faktor kalibrasi gesek
sesuai klasifikasi tanah.

5
Gambar 2.3 di bawah ini menerangkan
sketsa pipa yang terkubur di dalam tanah, 2.4 Aliran Fluida Disekitar Silinder
di mana Zpb adalah harga kedalaman
terkubur pipa terhadap seabed dan D Aliran disekitar silinder akan
adalah harga diameter terluar pipa. menghasilkan resultan gaya pada
permukaan silindernya, yang mana terbagi
menjadi dua bagian yaitu, pertama gaya
yang disebabkan karena tekanan dan kedua
gaya yang disebabkan oleh adanya
kekasaran, lihat Gambar 2.4 Gaya searah
dari resultan gayanya (karena tekanan).
Gambar 2.3 Sketsa Pipa yang Terkubur
dalam Tanah

Faktor reduksi gaya yang terjadi dapat


dirumuskan sebagai berikut :

Faktor reduksi gaya arah horizontal :


(12)

Faktor reduksi gaya arah vertikal : Gambar 2.4 Sketsa Gaya


(13)
Adanya vortex shedding akan
mengakibatkan adanya komponen gaya
c) Passive Soil Resistance tranversal (cross flow) yang umum disebut
gaya angkat. Gaya pada silinder akibat
Passive soil resistance (FR) merupakan gaya gelombang tergantung pada angka
besarnya gaya tahanan lateral tanaha (gaya Reynolds. Pengaruh lainnya yaitu bentuk
reaksi dari tanah) yang muncul akibat benda, kekasaran, turbulensi dan gaya
adanya dorongan (gaya aksi) dari gaya- gesek akan menyebabkan perubahan
gaya hidrodinamika horizontal yang aliran. Bagaimana pun ada perkecualian
bekerja pada pipa. Besar gaya resistansi yaitu pada angka Reynolds rendah
lateral tanah untuk tanah lempung (clay) (Re<<40), dimana umumnya disebut aliran
berdasarkan DNV F109 halaman 14 akan mengalami vortex shedding. Sebagai
adalah: konsekuensi dari phenomena vortex
shedding, distribusi tekanan disekitar
(14) silinder akan mengalami perubahan yang
periodik di dalam prosesnya, sehingga
Dengan, menimbulkan gaya yang berperiodik pada
G = Parameter kekuatan tanah silindernya. Distribusi tekanan total
lempung didapatkan dengan mengintegrasikan
= Unit weight of soil (kN/m3) tersebut pada permukaan silinder
Kc = Parameter Kappa untuk tanah
lempung
D = Diameter terluar pipa (m)
Fz = Gaya Hidrodinamika arah
vertikal (kN/m)

6
3. METODOLOGI Tabel 4. Parameter Fungsional
Deskripsi Satuan Nilai
Langkah-langkah penelitian yang
dilakukan adalah sebagai berikut : Ukuran Pipa Inch 6.625
Densitas gas Kg/m3 903.76
1. Input data parameter pipa Densitas beton Kg/m3 3043
2. Perhitungan properti pipa
3. Perhitungan Berat terendam pipa Tabel 5. Properti Material
(Wsub)
4. Input data lingkungan Deskripsi Satuan Nilai
5. Penentuan Teori gelombang API 5L
Material
6. Perhitungan Kecepatan Arus Gr X-52
7. Perhitungan Koefisien Hidrodinamika Tebal pipa Inch 0.3
8. Perhitungan Koefisien Gesek Tanah Densitas baja Kg/m3 7850
9. Perhitungan Berat Terendam Poisson ratio 0.3
Minimum Pipa
10. Analisa Kestabilan Lateral dan Tabel 6. Properti Tanah
Vertikal
11. Pebandingan Hasil perhitungan Deskripsi Satuan Nilai
stabilitas antara DNV RP F109 Jenis Tanah - Silty clay
dengan DNV RP E305 Grain size (D50) - 0.0625
12. Pemodelan aliran Fluida dengan Koefisien friksi - 0.5
FLOW 3D
Tabel 7. Metocean Parameter
Untuk data-data yang digunakan dalam
penelitian adalah sebagai berikut : Periode Ulang
Deskripsi Satuan 1 100
Tabel 2. Data Lingkungan Tahun Tahun
Metocean parameter pada platform EZA
Deskripsi Satuan Nilai Kedalaman
Kedalaman Perairan perairan m 30.8 30.8
m 36
rata-rata rata-rata
Kedalaman Perairan Tinggi
m 40.8
Maksimum gelombang m 1.9 3.9
Kedalaman Perairan signifikan
m 30.8
Minimum Periode
Lowest Astronomical gelombang s 6.5 8.6
m -0.53
Tide (L.A.T) signifikan
Higest Astronomical Panjang
m 0.58
Tide (H.A.T) gelombang m 65.5 108.5
1 tahun storm surge m 0.03 signifikan
100 tahun storm Kecepatan arus
m 0.13
surge laut m/s 0.7 1.15
(V0 of depth)
Tabel 3. Properti Air Laut Kecepatan arus
laut m/s 0.36 0.38
Deskripsi Satuan Nilai
(V90 of depth)
Densitas Air Laut Kg/m3 1025
Viskositas
m2/s 9.60e-07
kinematika

7
Metocean parameter pada platform URA Kestabilan Vertikal
Kedalaman
perairan m 40.8 40.8 (15)
rata-rata
Tinggi
gelombang m 1.9 3.9 Kestabilan Lateral
signifikan
Periode (16)
gelombang s 6.5 8.8
signifikan Dalam perhitungan dengan DNV RP F109
Panjang akan digunakan 2 (dua) kondisi
gelombang m 65.9 117.3 perhitungan, yaitu :
signifikan  Kondisi Pipa diatas seabed
Kecepatan arus  Kondisi Pipa terkubur sebagian (Partly
laut m/s 0.66 1.08 Burried)
(V0 of depth)
Kecepatan arus Perhitungan dilakukan pada 4 (tiga)
laut m/s 0.28 0.31 kondisi kedalaman Partly Burried :
(V90 of depth)  Kondisi 1 dengan Zpb = 0.15D
 Kondisi 2 dengan Zpb = 0.3D
 Kondisi 2 dengan Zpb = 0.45D
 Kondisi 3 dengan Zpb = 0.5D
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Stabilitas Pipa Bawah Laut 4.2 Analisis Kestabilan Pipa Pada
Dengan DNV RP F109 Kondisi Instalasi dan Operasi

Prosedur perhitungan pada pipa bawah laut Pada kondisi instalasi, bagian pipa belum
dilakukan dengan menggunakan standar terisi sehingga berat jenis pengisi pipa
DNV RP F109 On-Bottom Stability Design adalah sama dengan nol. Tebal pipa masih
of Submarine Pipeline. Analisis dilakukan sesuai dengan tebal desain dan belum
pada tiga kondisi yaitu kondisi instalasi berkurang karena belum korosi. Gaya
dan kondisi operasi pada kedalaman laut lingkungan yang digunakan adalah gaya
40.8 m. Perhitungan pada analisis ini lingkungan dengan periode ulang satu
dilakukan dengan variasi ketebalan lapisan tahunan.
beton, sehingga dapat dilihat pengaruhnya
terhadap gaya hidrodinamika dan stabilitas Perhitungan dilakukan dengan variasi tebal
pipa (baik secara vertikal maupun lateral). lapisan beton yaitu sebesar 0.25 in, 0.5 in,
Dalam kasus ini akan dianalisis juga, 0.75 in, dan 1 in, sehingga diperoleh
bagaimana pengaruh kedalaman penetrasi pengaruhnya terhadap stabilitas arah
pipa terhadap gaya hidrodinamika. vertikal maupun horizontal. Perhitungan
Nantinya hasil perhitungan stabilitas pada ini dapat dilihat pada tabel 4.8 dibawah ini.
DNV RP F109 akan dibandingkan dengan
DNV RP E305.

Tebal minimum lapisan beton (concrete


coating) menurut standar code ini harus
memenuhi kriteria :

8
Tabel 8. Perbandingan Kestabilan lateral dengan DNV RP F109 mengalami
stabilitas lateral yang lebih kecil dari pada
dan vertikal antara
DNV RP E305 disebabkan karena adanya
DNV RP E305 dan DNV RP F109 penambahan faktor reduksi, yang
Tebal DNV RP DNV RP
menyebabkan gaya yang diterima pipa
Concrete F109 E305 juga ikut tereduksi.
No
Coating
VS LS VS LS
(In)
1 0,25 1,52 4,42 1,52 10,65 a. Analisa Gaya Hidrodinamika
2 0,5 1,69 5,94 1,69 14,99 Terhadap Kedalaman Penetrasi (Zp)
3 0,75 1,83 7,23 1,83 18,75
pipa
4 1 1,95 8,33 1,95 22,34
Hasil analisa yang dilakukan dengan
variasi kedalaman penetrasi pipa dan
pengaruhnya terhadap gaya hidrodinamika
(lift force, drag force, inertia) ditampilkan
pada Tabel 9.

Tabel 9. Hubungan antara kedalaman


penetrasi dengan gaya hidrodinamika
DNV RP F109
No Zp (m) FL FD FI
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara
(N/m) (N/m) (N/m)
Tebal Concrete Coating dengan stabilitas
vertikal 1 0.15 x D 0,03 3,87 2,73 21,46
2 0.3 x D 0,069 3,06 2,004 21,46
3 0.45 x D 0,1 2,26 1,27 21,46
4 0.5 x D 0,11 1,99 1,03 21,46

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara


Tebal Concrete Coating
dengan stabilitas lateral
Pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 dapat
dilihat bahwa pipa dalam keadaan stabil,
Gambar 4.3 Hubungan Kedalaman
karena memenuhi kestabilan arah vertikal
Penetrasi dengan Gaya Angkat
dan lateral. Pola Grafik menunjukkan,
semakin bertambahnya tebal lapisan beton,
semakin baik stabilitas yang dihasilkan.
Untuk Kestabilan vertikal maupun lateral
yang hitung dengan DNV RP E305 dan
DNV RP F109 menghasilkan peningkatan
stabilitas yang sama seiring bertambahnya
tebal lapisan beton. Untuk stabilitas lateral

9
Tabel 10. Variasi tebal concrete coating
dan pengaruhnya terhadap gaya
hidrodinamika

DNV RP F109 DNV RP E305


TCC
No FL FD FI FL FD FI
(In)
(N/m) (N/m) (N/m) (N/m) (N/m) (N/m)

1 0,25 3,12 2,19 14,98 6,92 5,77 1,18


Gambar 4.4 Hubungan Kedalaman
Penetrasi dengan Gaya Inersia 2 0,5 3,37 2,37 17,02 7,45 6,21 1,34
3 0,75 3,62 2,55 19,17 7,8 6,53 1,73
4 1 3,87 2,73 21,46 8,3 6,97 1,94

Gambar 4.5 Hubungan Kedalaman


Penetrasi dengan Gaya Seret Gambar 4.6 Hubungan Tebal Concrete
Coating dengan Gaya angkat
Pada gaya seret dan gaya angkat, semakin
besar kedalaman penetrasi, semakin kecil
gaya yang dihasilkan (terjadi pengurangan
gaya), karena dipengaruhi oleh adanya
penambahan faktor reduksi. Sedangkan
untuk gaya inersia, semakin besar
kedalaman penetrasi, gaya yang dihasilkan
tidak berubah atau sama tiap kedalaman
penetrasi pipa. Hal ini disebabkan gaya
inesia tidak terpengaruh oleh faktor
reduksi, sehingga tidak terjadi Gambar 4.7 Hubungan Tebal Concrete
pengurangan gaya. Coating dengan Gaya Seret

b. Analisa Gaya Hidrodinamika


Terhadap Tebal Concrete Coating

Hasil analisis dengan variasi tebal concrete


coating dan pengaruhnya terhadap gaya
hidrodinamika, ditampilkan pada tabel 10
dibawah ini.

10
pengisi pipa adalah berat jenis gas pengisi
pipa. Tebal pipa masih belum berkurang
karena belum terkena korosi dan gaya
lingkungan yang digunakan adalah gaya
lingkungan dengan periode ulang seratus
tahunan

4.3 Pemodelan Variasi Kedalaman


Penetrasi Pipa (Zp) dengan FLOW
Gambar 4.8 Hubungan Tebal Concrete 3D
Coating dengan Gaya Inersia
Permodelan aliran fluida pada Flow 3d ini
dilakukan dengan mengatur besar
Pada gambar 4.6, 4.7, dan 4.8, penetrasi pipa masuk ke seabed sebesar 0,
menunjukkan grafik peningkatan gaya 0.15D, 0.3D, 0.45D dan 0.5D. Flow 3d
hidrodinamika disebabkan pengaruh adalah salah satu aplikasi dengan simulasi
variasi tebal concrete coating. Berarti aliran fluida. Input Diameter pipa adalah
semakin bertambahnya tebal lapisan beton, 0.206 m dengan kecepatan arus 0.2 m/s
semakin besar gaya hidrodinamika (Lift dan waktu 100 detik. Pemodelan pada
Force, Drag Force, dan Inertia Force). kasus ini untuk melihat perubahan tekanan
(outflow) dengan merubah posisi
Perbandingan antara DNV RP E305 dan kedalaman pipa yang terkubur.
DNV RP F109 terjadi perbedaan besar
gaya hidrodinamika. Gaya hidrodinamika
yang dihitung dengan DNV RP E305
dihasilkan lebih besar dari pada DNV RP
F109. Dalam perhitungan hydrodynamic
force dengan DNV RP F109 terdapat
tambahan faktor reduksi akibat penetrasi
pipa dan permeable seabed, sehingga
dapat disimpulkan bahwa faktor reduksi
yang menyebabkan semakin kecilnya gaya
hidrodinamika. Untuk gaya inersia yang
dihitung dengan DNV RP F109 Gambar 4.9 Profil penetrasi pipa ke seabed
menghasilkan gaya lebih besar dari pada
DNV RP E305, disebabkan karena
perbedaan dalam penggunaan teori
gelombang. Pada DNV RP F109
menggunakan teori gelombang Stokes
Orde 2, sedangkan pada DNV RP E305
menggunakan teori gelombang linear.

Perhitungan kestabilan pipa di bawah laut


pada kondisi operasi hampir sama dengan Gambar 4.10 Variasi Kedalaman
perhitungan pada kondisi instalasi. Penetrasi (pipa yang terkubur)
Perbedaan hanya terdapat pada jenis
pengisi pipa dan gaya lingkungan yang Zp menunjukkan kedalaman penetrasi pipa
terjadi. Pada kondisi operasi, bagian pipa atau kedalaman pipa yang terkubur,
sudah terisi gas sehingga berat jenis sedangkan U adalah kecepatan arus. Pada
Specified velocity (INLET), input data

11
yang dimasukkan adalah kecepatan arus
dan sebagai outflow yang akan dicari akan
menghasilkan tekanan (pressure),
sehingga dapat diketahui bagaimana
perubahan tekanan yang terjadi.

Hasil simulasi dengan Flow 3D dapat


dilihat pada gambar 4.11, gambar 4.12,
gambar 4.13, gambar 4.15, dan gambar
4.15. Pada hasil simulasi akan terlihat
kontur tekanan pada pipa bawah laut Gambar 4.13 Kontur Tekanan Pada Pipa
dengan variasi posisi kedalaman pipa yang Bawah Laut (kedalaman penentrasi 0,3D
terkubur. dengan FLOW 3D)

Gambar 4.11 Kontur Tekanan Pada Pipa


Gambar 4.14 Kontur Tekanan Pada Pipa
Bawah Laut (Kondisi Pipa diatas Seabed
Bawah Laut (kedalaman penentrasi 0,45D
dengan FLOW 3D)
dengan FLOW 3D)

Gambar 4.15 Kontur Tekanan Pada Pipa


Gambar 4.12 Kontur Tekanan Pada Pipa Bawah Laut (kedalaman penentrasi 0,5D
Bawah Laut kedalaman penentrasi 0,15D dengan FLOW 3D)
dengan FLOW 3D)
Pada gambar pemodelan diatas, warna
biru, hijau, kuning dan merah
menunjukkan besar tekanan yang
dihasilkan. Warna merah terlihat sebagai
tekanan paling besar mengenai pipa.
Untuk setiap kondisi pipa pada gambar
diatas, dapat diperhatikan ketika aliran
fluida mendekati dan melewati pipa, maka
12
aliran tersebut akan membentuk ulek-
ulekan akibat pelepasan vortex atau
vortex-shedding. Pengaruh lainnya yaitu
bentuk benda, kekasaran, turbulensi dan
gaya gesek akan menyebabkan perubahan
aliran. Pada fenomena vortex-shedding
juga membuat distribusi tekanan disekitar
silinder akan mengalami perubahan yang
periodik dalam prosesnya.
Gambar 4.17 Trendline Grafik hubungan
4.4 Analisa Hasil Pemodelan Penetrasi kedalaman penetrasi dengan tekanan pada
Pipa ke seabed dengan FLOW 3D pipa bawah laut

Berikut dapat dilihat analisa hasil Semakin dalam pipa terkubur ke dalam
pemodelan penetrasi pipa ke seabed, seabed, dapat kita lihat dari besarnya
dengan 5 (lima) kondisi kedalaman tekanan pada pipa bawah laut yang
penetrasi dan hubungannya terhadap semakin mengecil. Hal ini sangat
kontur tekanan (pressure) pada pipa bawah berpengaruh dari bidang interaksi antara
laut. fluida dan pipa semakin menyempit. Pada
Gambar 4.17 menunjukkan trendline
Tabel 11 Hubungan Kedalaman penetrasi terhadap grafik hubungan kedalaman
dengan tekanan terhadap pipa bawah laut penetrasi dengan tekanan pipa bawah laut,
dan menghasilkan trendlines yang linear.
Pressure
No Zp (m) Trendline digunakan untuk menampilkan
dyne/cm2 N/m tren grafik dalam data dan untuk
1 D 0 11,7 1,17 membantu menganalisi masalah prediksi.
2 0.15 x D 0,03 8,75 0,875 Pada hasil pemodelan, didapatkan
0,069 penurunan tekanan yang relatif stabil,
3 0.3 x D 7,45 0,745
maka dapat dikatakan tren grafik
4 0.45 x D 0,1 6,7 0,67 mendekati linear.
5 0.5 x D 0,11 5,85 0,585

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan pada tugas


akhir ini, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Besar gaya-gaya luar yang bekerja pada

Gambar 4.16 Grafik hubungan kedalaman pipa dan pengaruhnya terhadap


penetrasi dengan tekanan pada pipa bawah stabilitas pipa.
laut
 Semakin tebal concrete coating yang
dilapisi pada pipa, maka untuk gaya
angkat (lift force) dan gaya seret

13
(drag force) yang dihitung dengan
DNV RP F109 menghasilkan gaya 2. Nilai Safety Factor terhadap stabilitas
yang lebih kecil daripada yang pipa secara vertikal maupun lateral
dihitung dengan DNV RP E305. berdasarkan DNV RP F109.
Untuk gaya inersia yang dihitung  Semakin tebal Concrete Coating,
dengan DNV RP F109 menghasilkan semakin baik stabilitas pipa secara
gaya yang lebih besar daripada yang vertikal dan lateral (stabil atau
dihitung dengan DNV RP E305. SF≥1,1). Hal ini disebabkan karena
Dengan bertambahnya tebal concrete bertambahnya berat terendam pipa
coating, maka stabilitas pipa bawah bawah laut (submerged weight), baik
laut baik vertikal maupun lateral dihitung dengan DNV RP F109
juga akan semakin baik (stabil). (TCC 0,75 in, VS = 1.83, LS =
11,98) maupun DNV RP E305 (TCC
 Semakin bertambah kedalaman 0,75 in, VS = 1.83, LS = 18,75).
penetrasi pipa ke seabed, maka Untuk stabilitas lateral yang dihitung
besar gaya angkat, gaya inersia dengan DNV RP F109 bernilai lebih

dan gaya seret akan semakin kecil kecil dari yang dihasilkan oleh DNV

(berkurang). Penambahan faktor RP E305.

reduksi (penetrasi pipa ke seabed)


3. Kebutuhan akan tebal concrete coating
pada DNV RP F109,
sehingga dapat memenuhi faktor
menyebabkan gaya angkat dan
keamanan lateral maupun vertikal
seret ikut tereduksi.
sesuai DNV RP F109.
 Variasi tebal concrete coating yang
 Semakin dalam pipa terkubur ke
dipakai dalam tugas akhir ini adalah
dalam seabed, dapat kita lihat dari sebesar 0.25 in, 0.5 in, 0.75 in Dan 1
besarnya tekanan pada pipa in. Setiap variasi yang hitung,
bawah laut yang semakin semuanya memenuhi faktor
mengecil. keamanan lateral maupun vertikal,
yaitu lebih besar atau sama dengan
1,1. Nilai safety factor paling baik
ditunjukkan pada saat ketebalan
lapisan beton sebesar 1 in. Jadi

14
ketebalan lapisan beton sebesar 1 in Kenny, JP. A Stability Design Rationale-A
Review Of Present Design approaches.
dapat diambil sebagai acuan untuk
Proceedings of the ASME 28th
stabilitas pipa bawah laut yang lebih International Conference on Ocean,
Offshore and Arctic Engineering. USA
aman. Hasil yang dihitung dengan
: 2009
DNV RP F109 (TCC 1 in, VS = Munari, M. Gantina, R. Ibrahim, H. Idris,
K. Fahrozi, T. On Bottom Stability
1.95, LS = 13,84) dan DNV RP
Analysis of Partially Buried Pipeline at
E305 (TCC 1 in, VS = 1.95, LS = Near – Shore South Sumatera – West
Java Pipeline. Journal of the Indonesian
22,34).
Oil and Gas Community. 2007.
Mouselli, A. H. 1981. Offshore Pipeline
5.2 Saran Design, Analysis and Methods. PenWell
Books : Oklahoma.
Saran yang diberikan untuk penelitian Raha, G., A. 2008. Desain Ketebalan dan
selanjutnya yaitu : Analisis Kestabilan Pipa Bawah Laut.
Laporan Tugas Akhir. FTSP-ITB :
1. Untuk penelitian lebih lanjut, sangat Bandung.
diperlukan analisis biaya baik stabilitas Sianturi, F., C. 2008. Desain dan Analisis
pipa bawah laut yang dihitung dengan Instalasi Struktur Pipa Bawah Laut.
DNV RP F109 maupun DNV RP E305, Laporan Tugas Akhir. FTSP-ITB :
kemudian dibandingkan. Bandung.
Sumer, B.M., and Fredsoe, J.,
2. Metode analisa stabilitas yang dipakai “Hydrodynamic Around Cylindrical
pada tugas akhir ini adalah Absolute Structures”, Advance Series on Coastal
Lateral Static Stability Method (DNV Engineering, Volume 12, World
RP F109) dan Simplified Stablity Scientific, 1997.
Analysis untuk DNV RP E305. Selain Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta
itu dapat digunakan analisa stabilitas Offshet : Yogyakarta.
yang lain, yaitu Dynamic Lateral Veritas Offshore Technology and Services
Stability Analysis dan Generalized A/S. 1988. DNV-RP-E305 On-Bottom
Lateral Stability Method pada DNV RP Stability Design of Submarine
F109. Pipelines.
Veritas Offshore Technology and Services
3. Untuk pemodelan aliran fluida disekitar A/S. 2007. DNV-RP-F109 On-Bottom
silinder dengan menggunakan Stability Design of Submarine
perangkat lunak FLOW-3D, dapat Pipelines.
dibandingkan dengan perangkat lunak Veritas Offshore Technology and Services
FLUENT. A/S. 2000. DNV-RP-F101 Submarine
Pipeline Systems.
Veritas Offshore Technology and Services
DAFTAR PUSTAKA A/S. 2006. DNV-RP-F105 Free
Spanning Pipelines.
Chakrabarti, S. K. 1987. Hydrodinamics of
Offshore Structures. CBI Industries, Inc
: USA.
Indiyono, P., 2004. Hidrodinamika
Bangunan Lepas Pantai. SIC: Surabaya

15

Anda mungkin juga menyukai