Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 3 No.

2 (2023) 151-164
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/

Analisa Rembesan Terhadap Terjadinya Piping pada Bendungan


Cijurey Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat
Seepage Analysis of Cijurey Damm Against Piping Hazard at Bogor Regency
West Java Province
Denny Ahmad Fauzi*, Suwanto Marsudi1, Evi Nur Cahya1
1
Departemen Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono
No. 167, Malang, 65145, Indonesia

Korespondensi Email : Abstrak: Bendungan ini terletak pada lapisan


dennyahmad67@gmail.com tanah yang mendominasi yaitu batulempung
dan batupasir, dimana memiliki nilai
DOI: permeabilitas yang berbeda dengan daya
https://doi.org/10.21776/ub.jtresda.2023.003.02.013 dukung yang rendah, selain itu debit rembesan
yang terjadi akan memiliki pola yang berbeda.
Kata kunci: Rembesan, bendungan RCC, Analisa rembesan dan piping menggunakan
Kegagalan terhadap piping, Geostudio bantuan software Geostudio SEEP/W. Hasil
SEEP/W analisa debit rembesan yang terjadi untuk
kondisi normal (El. +286 m) yaitu 0,00196
Keywords: Seepage, RCC, dam, piping m3/dt dan untuk kondisi banjir 0,002 m3/dt
failure, Geostudio SEEP/W dengan debit yang diizinkan yaitu 0,00124
m3/dt. Untuk nilai faktor keamanan terhadap
Article history: piping untuk kondisi muka air normal yaitu
Received: 02-02-2023 1,065 < 4 dan kondisi muka air banjir yaitu
Accepted: 15-03-2023 1,024 < 4, hal ini terjadi pada area kaki
bendungan sehingga dapat mengganggu dari
stabilitas bendungan. Untuk itu diperlukan
perbaikan pondasi berupa dinding diafragma
dengan kedalaman 42,5 m dan ketebalannya
yaitu 0,80 m, sehingga didapatkan debit
rembesan untuk kondisi normal (El. +286 m)
yaitu 0,00073 m3/dt dan untuk kondisi banjir
(El. +288,28 m) yaitu 0,00076 m3/dt. Nilai
faktor keamanan terhadap piping yaitu untuk
kondisi normal (El. +286 m) yaitu 10,75 > 4
dan untuk kondisi muka air banjir (El. +288,28
m) yaitu 10,33 > 4, dapat dikatakan bendungan
aman terhadap terjadinya piping.

Abstract: The Cijurey Dam is a concrete


gravity type or RCC type dam with concrete
material that has a low permeability value.
Structurally, the RCC type has a lift joint that
is prone to be passed by air so that it can cause
seepage. This dam is located in the dominant
soil layers of claystone and sandstone, which

*Penulis korespendensi: dennyahmad67@gmail.com


Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

have different permeability values with low


carrying capacity, besides that the seepage
discharge that occurs will have a different
pattern. Seepage and piping analysis using
Geostudio SEEP/W software. The results of
the analysis of the seepage discharge that
occurs for normal water level (El.+286 m) is
0.00196 m3/s and flood water level 0.002 m3/s
with an allowable discharge of 0.00124 m3/s.
For the value of the safety factor for piping for
normal water level 1.065 < 4 and for flood
water levels 1.024 < 4, this occurs at the toe of
the dam so that it can disrupt the stability of
the dam. For this reason, it is necessary to
draw a bridge in the form of a diaphragm wall
with a depth of 42.5 m and a thickness of 0.80
m, so that the seepage discharge for normal
water levels (El.+286 m) is 0.00073 m3/s and
for flood water levels (El. +288.28 m) which is
0.00076 m3/s. The value of the safety factor for
piping is that for normal water levels (El.+286
m) that is 10.75 > 4 and for flood water levels
(El. +288.28 m) that is 10.33 > 4, it can be
said that the dam is safe against incidents
piping.

1. Pendahuluan
Bendungan diharapkan memiliki konstruksi yang aman dan kekuatan pondasi yang mumpuni agar
berfungsi sebagaimana mestinya. Keamanan bendungan terletak pada kemampuan tubuh bendungan
dan bangunan pelengkapnya untuk menahan air secara terencana tanpa mengakibatkan perubahan fisik
dan fungsi dari masing-masing bangunan tersebut [1]. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
proses perencanaan bendungan yaitu terjadinya rembesan, hal itu akan selalu terjadi, namun efeknya
dapat diminimalisir. Aliran rembesan yang terjadi dapat menyebabkan erosi internal pada lapisan tanah
dibawah pondasi. Aliran tersebut dalam hal tertentu dapat diizinkan pada bendungan, namun pada
kondisi tertentu dapat menimbulkan terjadinya erosi internal yang menginisiasi terbentuknya piping [7].
Piping sering terjadi pada struktur tanah dan batuan yang longgar, artinya terdapat ruang kosong antar
partikel sehingga air yang mengalir menjadi lebih cepat [9]. Piping dapat menyebabkan bendungan
mengalami penurunan dari posisi awal sehingga dapat mengganggu dari stabilitas serta dapat
menyebabkan bendungan mengalami keruntuhan.
Pondasi bendungan sebagai penopang tubuh bendungan harus memenuhi persyaratan tertentu,
apabila pondasi bendungan tidak memenuhi persyaratan bisa dilakukan perbaikan pada pondasi
sepanjang perbaikan tersebut layak dari segi teknis dan ekonomis [2]. Potensi rembesan akan semakin
besar terjadi apabila terdapat lapisan tanah yang bervariasi atau tidak seragam artinya setiap lapisan
tanah tersebut memiliki nilai permeabilitas yang berbeda, sehingga kecepatan dan besaran aliran
rembesan tidak dapat dikontrol dengan baik. Perbaikan pondasi yang digunakan nantinya harus tepat
dalam melihat kondisi pada lapisan tanah tersebut. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
pengendalian rembesan seperti puritan (cut off), paritan Sebagian (partial cutoff), selimut kedap hulu
(upstream impervious blanket), berm rembesan hilir downstream seepage berm), dan grouting [6].

152
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

Bendungan Cijurey merupakan bendungan tipe beton padat gilas atau Roller Compacted Concrete
(RCC) yang memiliki kadar air yang rendah. Konstruksi bendungan RCC disusun oleh setiap
sambungan lapisan (lift joint) dengan ketebalan yang bervariasi antara 300-600 mm [5]. Bendungan
RCC tersusun atas lapisan horizontal yang dihamparkan, dimana bidang horizontal ini merupakan area
yang rawan untuk dilalui oleh air. Rembesan yang terjadi dapat dikendalikan dengan menggabungkan
desain khusus sesuai prosedur konstruksi sebagai contoh membuat sambungan konstraksi dengan
penahan air (waterstop) yang membuat permukaan hulu menjadi kedap air dan menyegel antarmuka
lapisan dari bendungan RCC [8].
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola aliran dan besarnya rembesan yang terjadi pada
Bendungan Cijurey ketika kondisi normal dan banjir serta mengetahui potensi terjadinya piping dengan
alternatif perbaikan pondasi yang diberikan. Analisa rembesan pada bendungan menggunakan software
Geostudio SEEP/W.
2. Bahan dan Metode
2.1 Bahan
Bendungan Cijurey direncanakan di Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor,
bendungan tersebut terletak pada pertemuan Sungai Ciomas dan Sungai Cijurey. Secara geografis
terletak antara 6° 32’ 59.72” LS dan 107° 05’ 02.03” BT. Bendungan Cijurey ini digunakan sebagai
pengendali banjir pada daerah hilir Sungai Citarum dan multipurpose dam. Bendungan Cijurey ini
nantinya akan digunakan sebagai penyedia air irigasi untuk daerah irigasi Cihoe Cikumpeni dengan
total luas 2047 ha dan sebagai penyedia air baku domestik dan industry (lihat Gambar 1).

Bendungan Jatiluhur

Lokasi Rencana

Waduk Cirata

Gambar 1: Peta lokasi Bendungan Cijurey


Data yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu:
1. Data teknis bendungan
Berupa data geometri bendungan dan data elevasi muka air ketika kondisi normal dan kondisi
Q1000th (Qbanjir).
2. Data material bendungan dan lapisan tanah bawah bendungan berupa nilai permeabilitas (k)
yang digunakan sebagai parameter rembesan software Geostudio SEEP/W
2.2 Metode
Analisa rembesan dalam studi ini dilakukan dengan software Geostudio SEEP/W. Permodelan
bendugnan pada aplikasi dilakukan pada kondisi muka air normal (El. +286 m) dan muka air banjirr

153
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

(El. +288,28 m). Perbaikan pondasi yang dilakukan pada bendungan digunakan untuk memperkuat
lapisan tanah bendungan serta meminimalisir terjadinya rembesan dan kemungkina terjadinya piping.
Hasil yang digunakan dari analisa dengan software Geostudio SEEP/W yaitu debit filtrasi dan nilai
gradien hidraulik. Untuk dapat dikatakan aman terhadap rembesan, syarat izin yang harus dimiliki
bendungan yaitu nilai rembesan yang terjadi harus kurang dari 1% debit rata-rata sungai dan faktor
keamanan piping yang terjadi yaitu harus kurang dari 4 [8].
2.3 Persamaan
Lapisan tanah pada bendungan memiliki nilai permeabilitas yang berbeda-beda, semakin kecil
ukuran partikel tanah maka semakin rendah keofisien permeabilitas (k) atau kelulusan airnya. Kriteria
permeabilitas tanah dapat dilihat pada
Tabel 1. Dari nilai permeabilitas nantinya akan diketauhi besar debit rembesan yang terjadi pada
bendungan.
Tabel 1: Permeabilitas Tanah
Jenis tanah Permeabilitas
Kerikil > 1 cm/s
Pasir campur kerikil 10-2 – 1 cm/s
Pasir halus, lanau, dan lanau lempung 10-5 – 10-7 cm/s
Lempung dan lanau lempung < 10-5 cm/s
Standar yang diizinkan untuk terjadinya rembesan pada bendungan yaitu [6]:
a. Banyaknya total air rembesan dari waduk yang melewati pondasi dan badan bendungan yang
terukur pada tempat penampungan rembesan (lokasinya di hilir ujung bendungan) tidak boleh
lebih dari 0,05% dari kapasitas air yang tertampung didalam waduk.
b. Banyaknya total air rembesan dari waduk yang melewati pondasi dan badan bendungan tidak
boleh lebih dari 1% rata-rata debit sungai yang masuk kedalam waduk.
Dalam menentukan rembesan pola rembesan dapat diketahui melalui garis aliran dan garis
ekipotensial. Garis aliran merupakan garis yang disebabkan oleh aliran rembesan, sedangkan garis
ekipotensial merupakan garis yang emnghubungkan titik tinggi potensial yang sama. Kedua garis ini
akan membentuk suatu bidang yang disebut flownet (lihat

Gambar 2) . Perhitungan rembesan menggunakan persamaan Darcy sebagai berikut:


Q=k.i.A Pers. 1
Keterangan:
Q =Volume air (m3/dt)
k = koefisien permeabilitas
i = gradien hidraulik
A = luas penampang yang dilewati

154
Nf
Nd
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

Gambar 2: Garis Flownet


Jika pembagi garis potensial adalan Nd, maka:
h
Δh = Pers. 2
Nd
Jika pembagi garis aliran adalan Nf, maka:
q
Δq = Pers. 3
Nf
Sehingga debit rembesan dari persamaan diatas yaitu:
Nf
q= k.h Pers. 4
𝑁𝑑
Untuk mendapatkan debit rembesan (Q) yaitu dengan dikalikan panjang profil memanjang dari
bendungan tersebut:
Q=q.L Pers. 5
Dengan:
Q = debit rembesan (m3/dt)
q = kapasitas rembesan (m3/dt/m)
Nf = angka pembagi garis aliran
Nd = angka pembagi garis ekipotensial
k = koefisien filtrasi (m/dt)
H = tinggi muka air (m)
L = Panjang profil memanjang bendungan (m)
Rembesan yang terjadi dapat menyebabkan piping, nilai keamanan terhadap piping yang terjadi
harus > 4 [6], dengan persamaan sebagai berikut:
ic
FKpiping = Pers. 6
ie
γ Gs-1
ic = = Pers. 7
γw 1+e
Dengan:
ic = gradien keluaran kritis (tanpa dimensi)
ie = gradien keluaran darii hasil analisis rembesan atau pembacaan instrumen pizometer (tanpa
dimensi)
γ = berat isi efektif (terendam) (t/m3)
γw = berat isi air (t/m3)
Gs = specific gravity
e = angka pori
2.4 Analisa rembesan dengan aplikasi Geostudio SEEP/W
Analisa rembesan yang dilakukan pada steady state dengan kondisi muka air normal dan muka air
banjir. Perhitungan rembesan pada aplikasi berdasarkan hukum Darcy. Output yang dapat ditampilkan
dalam aplikasi ini yaitu kecepatan rembesan, nilai pore water pressure, pressure head, flownet, gradien
hidraulik, dan debit rembesan [3]. Terdapat dua tipe permodelan material pada aplikasi yaitu
Saturated/Unsaturated dan Saturated Only.

155
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Parameter yang digunakan
Section yang dianalisa yaitu pada section non overflow (lihat Gambar 3) dengan elevasi
puncak bendungan yaitu +292 m dan bendungan memiliki panjang yaitu 675 m. Kondisi yang
dianalisa yaitu ketika kondisi muka air normal (El. +286 m) dan kondisi muka air banjir (El.
+288,28 m). Lapisan tanah pada pondasi didominasi oleh batulempung dan batupasir dengan
nilai permeabilitas berbeda serta parameter lainnya dapat dilihat pada

Tabel 2: Input Parameter Software Geostudio.

Tabel 2: Input Parameter Software Geostudio

Permeabilitas (k) w/c


No Zona Karakteristik bahan
(m/dt) (%)
1 Batulempung Clay 2.80E-07 4.86
2 Batupasir Sand 5,80E-07 5,05
2 Tanah timbunan Silty Clay 9.00E-07 4.32
3 Tubuh Bendungan RCC 2.70E-12
4 Galeri pondasi Beton konvensional 1.70E-12

Gambar 3: Section Non Overflow Bendungan Cijurey


Bendungan Cijurey merupakan bendungan tipe RCC, dimana material RCC memiliki nilai
permeabilitas yang rendah, sehingga dianggap sebagai material impermeable. Dalam rembesan pada
material RCC yang perlu diperhatikan yaitu bagian bidang horizontal tubuh bendungan karena rawan
untuk dilalui air. Sesuai dari Pedoman Grouting Untuk Bendungan Tahun 2005 diketahui nilai kapasitas
debit rembesan yang terjadi pada pondasi dan tubuh bendungan harus 1% rata-rata debit sungai
sehingga diketahui sebagai berikut [4]:
- Q sungai rata-rata (Q80% ) = 1,24 m3/dt
- 1% dari Q sungai rata-rata = 1% x Qsungai rata-rata (Q80% )
= 1% x 1,24
= 0,0124 m3/dt
3.2 Analisa Rembesan Bendungan Cijurey

156
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

Permodelan pada software Geostudio SEEP/W (lihat Gambar 4), dimana terdapat lapisan tanah
bendungan yaitu batulempung dan batupasir, dan pada bagian tubuh bendungan menggunakan material
RCC, serta terdapat timbunan tanah pada bendungan.

Gambar 4: Sketsa Bendungan pada Software Geostudio SEEP/W

Dari analisa tersebut, diketahui flownet bendungan yang mengindikasikan rembesan yang terjadi
sesuai dengan skenario yaitu air mengalir dari hulu menuju hilir melalui lapisan tanah (lihat Gambar 5
dan Gambar 6). Nilai tinggi total tekan (total head) yang didapatkan ditandai dengan warna yang
berbeda pada bagian hulu dan hilir, nilai yang mengalami tegangan paling besar terjadi pada hulu,
sedangkan tegangan yang paling rendah terjadi pada hilir.
Sebagai contoh ketika kondisi muka air normal nilai tinggi tekan total (total head) yang paling
tinggi yaitu 291-297 m yang ditunjukkan dengan kontur berwarna merah (lihat Gambar 5) terdapat pada
bagian hulu. Sedangkan nilai tinggi tekan total (total head) yang paling rendah terdapat pada bagian
hilir bendungan yaitu 225-231 m yang ditunjukkan dengan warna biru (lihat Gambar 5)

Gambar 5: Tinggi Tekan Total (Total Head) Kondisi Muka Air Normal (El. +286 m)

157
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

Gambar 6: Tinggi Tekan Total (Total Head) Kondisi Muka Air Banjir (El. +288,28 m)
3.2.1 Debit Rembesan yang Terjadi

Gambar 7: Rembesan pada Tubuh Bendungan

Material RCC pada Software Geostudio SEEP/W dianggap sebagai material impermeable karena
nilai permeabilitas yang dimiliki rendah, dapat dibuktikan pada Gambar 7 dimana dalam grafik
menunjukkan nilai rembesan mengarah ke nilai 0 artinya tidak terjadi rembesan.
Untuk rembesan yang terjadi pada bawah bendungan dengan kondisi muka air normal (El. +286
m) dengan debit filtrasi maksimal yang terjadi yaitu 2,90 x 10-6 m3/dt/m pada bagian kaki bendungan
(lihat Gambar 8). Sedangkan untuk kondisi muka air banjir (El. +288,28 m) debit filtrasi maksimal yang
terjadi yaitu 3,02 x 10-6 m3/dt/m yang terjadi pada kaki bendungan (lihat Gambar 9).

Gambar 8: Rembesan pada Kondisi Muka Air Normal (El. +286 m)

158
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

Gambar 9: Rembesan pada Kondisi Muka Air Banjir (El. +288,28 m)

Untuk melakukan kontrol terhadap rembesan, maka nilai debit filtrasi dikalikan dengan panjang
bendungan untuk menyamakan satuan dan mendapatkan nilai yang sesuai dengan debit rembesan yang
diizinkan. Dari hasil diatas, dapat diketahui bahwa rembesan yang terjadi pada lapisan bawah pondasi
memiliki nilai yang diizinkan, artinya bendungan aman terhadap rembesan yang terjadi (lihat Tabel 3).
Tabel 3: Debit Rembesan Bendungan Cijurey

Kondisi muka Debit filtrasi (q) Panjang Bendungan Qrembesan Qizin Keterangan
air (m3/dt/m) (m) (m3/dt) (m3/dt)
Muka air normal 2,90 x 10-6 675 0,00196 0,0124 Aman
(elv. +286 m)
Muka air banjir 3,02 x 10-6 675 0,0020 0,0124 Aman
(elv. +288,28 m)
3.2.2 Kemanan Terhadap Piping
Dari analisa rembesan sebelumnya, terjadinya gradien hidraulik dari bendungan (iexit) (lihat
Gambar 10 dan Gambar 11), dimana dari gradien hidraulik hasil analisa dengan software Geostudio
SEEP/W dapat diketahui nilai yang maksimal (lihat
Tabel 4). Terjadinya piping dalam analisa tersebut pada kaki bendungan.
Tabel 4: Gradien hidraulik Bendungan

Elevasi Gradien hidraulik


Kondisi Muka Air Normal Kondisi Muka Air Banjir
204.189 0.998 1.039
207.282 0.493 0.513
209.816 0.115 0.120
212.350 0.053 0.055
214.884 0.024 0.025
218.583 0.019 0.020
222.581 0.017 0.017
Max 0.988 1.039
Pada kondisi muka air normal dan muka air banjir didapatkan nilai perhitungan piping sebagai berikut:
1. Kondisi muka air normal (Elv. + 286 m)
Maksimum gradien hidraulik yang keluar, i = 0,988
Faktor keamanan piping, icr/i = 1,065/0,988
= 1,065 < 4 Tidak Aman
Kesimpulan: bendungan tidak aman terhadap terjadinya piping.
2. Kondisi muka air banjir (Elv. + 288,28 m)

159
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

Maksimum gradien hidraulik yang keluar, i = 1,039


Faktor keamanan piping, icr/i = 1,065/1,039
= 1,024 < 4 Tidak aman
Kesimpulan: bendungan tidak aman terhadap terjadinya piping.

Gambar 10: Gradien Hidraulik Kondisi Muka Air Normal (El. +286 m)

Gambar 11: Gradien Hidraulik Kondisi Muka Air Banjir (El. +288,28 m)

Dari hasil diatas piping dinyatakan tidak aman, sehingga solusi untuk permasalahan ini yaitu
dengan menambah struktur tambahan pada area bawah bendungan, struktur ini nantinya juga berperan
sebagai komponen perkuatan pondasi. Sturktur yang digunakan pada bagian pondasi bendungan yaitu
dinding diafragma dengan kedalaman 42,5 m dan tebal 0,80 m. Dengan menggunakan dinding
diafragma ini nantinya akan memperpanjang aliran air pada bawah pondasi, sehingga debit rembesan
yang terjadi akan semakin kecil dan dapat mencegah terjadinya piping.
3.3 Analisa Rembesan dengan Dinding Diafragma
Permodelan yang digunakan pada analisa ini sama namun pada bagian hulu bendungan
ditambahkan struktur dinding diafragma dengan kedalaman 42,5 m dan ketebalan 0,80 m. material yang
digunakan pada dindig diafragma yaitu beton konvensional dengan nilai permeabilitas yaitu 1,7 x 10 -12
m/dt. (lihat Gambar 12).

160
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

Gambar 12: Sketsa Bendungan Cijurey pada Software Geostudio SEEP/W dengan Dinding
Diafragma

Dari hasil analisa didapatkan tinggi tekan total (total head) bendungan dengan dinding diafragma,
dan menampilkan flownet pada bendungan (lihat Gambar 13 dan Gambar 14). Flownet yang terjadi
pada bawah pondasi bendungan menunjukkan pola yang sesuai dengan arah rembesan. Kedua gambar
tersebut menunjukkan pola yang sama pada saat kondisi normal dan banjir. Sebagai contoh pada
Gambar 13, tegangan yang paling besar terjadi pada bagian hulu bendungan dengan dengan nilai yaitu
285-291 m. Sedangkan pada bagian hilir memiliki tegangan yang rendah yaitu 225-231 m.

Gambar 13: Water Total Head dengan Dinding Diafragma Kondisi Muka Air Normal (El. +286
m)

161
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

Gambar 14: Water Total Head dengan Dinding Diafragma Kondisi Muka Air Banjir (El.
+288,28 m)
3.3.1 Debit Rembesan
Untuk rembesan yang terjadi di bawah bendungan dengan dinding diafragma kondisi muka air
normal (El. +286 m) dapat dilihat pada Gambar 15 dan nilai debit filtrasi yang terjadi yaitu 1,07 x 10 -6
m3/dt/m. Untuk kondisi muka air banjir (El. +288,28 m) debit filtrasi yang terjadi yaitu 1,12 x 10-6
m3/dt/m (lihat Gambar 16). Pada analisa ini, debit yang terjadi menjadi lebih kecil dibandingkan dengan
sebelum menggunakan dinding diafragma, hal ini merupakan pengaruh dari dinding diafragma karena
lintasan aliran air semakin panjang dan aliran air tersebut menjadi lebih kecil.
Tabel 5: Debit Rembesan Bendungan Cijurey dengan Dinding Diafragma

Kondisi muka air Debit filtrasi (q) Panjang Bendungan Qrembesan Qizin Keterangan
(m3/dt/m) (m) (m3/dt) (m3/dt)
Muka air normal 1,07 x 10-6 675 0,00073 0,0124 Aman
(elv. +286 m)
Muka air banjir 1,12 x 10-6 675 0,00076 0,0124 Aman
(elv. +288,28 m)

Gambar 15: Rembesan Kondisi Muka Air Normal (El. +286 m) dengan Dinding Diafragma

Gambar 16: Rembesan Kondisi Muka Air Banjir (El. +288,28 m) dengan Dinding Diafragma

162
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

3.3.2 Kemanan Terhadap Piping


Dari software Geostudio SEEP/W dapat diketahui juga nilai gradien hidraulik dari bendungan
(iexit) (lihat Tabel 6), nilai gradien hidraulik yang paling besar nantinya dapat diketahui terjadinya
piping. Kemudian dilakukan perhitungan Icr sebagai berikut:
Karakteristik tanah = batu lempung
Spesific gravity (Gs) = 2,477
e = 0,387
Gs-1 2,477-1
icr = = = 1,065
1+e 1+0,387
Tabel 6: Gradien Hidraulik Bendungan dengan Dinding Diafragma

Elevasi Gradient Hidrolik


Elv. Banjir Q1000th Elv. Muka Air Normal
207.282 0,103 0,099
209.816 0,012 0,011
212.35 0,006 0,005
214.884 0,002 0,002
218.583 0,002 0,002
222.282 0,002 0,002
Maks 0,103 0,099

Gambar 17: Gradien Hidraulik Bendungan dengan Dinding Diafragma Kondisi Muka Air
Normal (El. +286 m)

Gambar 18 Gradien Hidraulik Bendungan dengan Dinding Diafragma Kondisi Muka Air
Banjir (El. +288,28 m)

163
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

Pada Gambar 17 dan Gambar 18 nilai gradien hidraulik yang terjadi pada bendungan menjadi
lebih kecil dibandingkan dengan sebelumnya, sehingga akan mempengaruhi nilai keamanan piping
yang terjadi. Untuk kondisi muka air normal dan muka air banjir dengan dinding diafragma didapatkan
nilai piping sebagai berikut:
1. Kondisi muka air normal (Elv. + 286 m)
Maksimum gradien hidraulik yang keluar, i = 0,099
Faktor keamanan piping, icr/i = 1,065/0, 099= 10,75
Kesimpulan: bendungan aman terhadap terjadinya piping.
2. Kondisi muka air banjir (Elv. + 288,28 m)
Maksimum gradien hidraulik yang keluar, i = 0,103
Faktor keamanan piping, icr/i = 1,065/0,103 = 10,33
Kesimpulan: bendungan aman terhadap terjadinya piping.
3.4 Rekapitulasi Terjadinya Rembesan dan Piping pada Bendungan Cijurey
Tabel rekapitulasi dibawah ini untuk mengetahui pengaruh dinding diafragma pada Bendungan
untuk masing-masing kondisi (lihat Tabel 7 dan Tabel 8).

Tabel 7: Rekapitulasi Terjadinya Rembesan Bendungan Cijurey


Kondisi muka air Rembesan tanpa dinding Rembesan dengan dinding Qizin Ket
diafragma (m3/dt) diafragma (m3/dt) (m3/dt)
Muka air normal 0,00196 0,00073 0,0124 Aman
(elv. +286 m)
Muka air banjir 0,002 0,00076 0,0124 Aman
(elv. +288,28 m)
Tabel 8: Rekapitulasi Terjadinya Piping Bendungan Cijurey
Kondisi muka air FK piping tanpa Keterangan FK piping dengan FKizin Keterangan
dinding diafragma dinding diafragma piping
Muka air normal 1,065 Tidak 10,75 4 Aman
(elv. +286 m) Aman
Muka air banjir 1,024 Tidak 10,33 4 Aman
(elv. +288,28 m) Aman

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa, debit rembesan yang terjadi pada bendungan untuk kondisi normal
sebesar 0,00196 m3/dt dan kondisi banjir sebesar 0,002 m3/dt, dengan Qizin yaitu 0,0124 m3/dt, maka
bendungan aman terhadap rembesan. Untuk analisa piping bendungan yaitu 1,065 untuk kondisi normal
dan 1,024 untuk kondisi muka air banjir, maka bendungan tidak aman terhadap terjadinya piping. Untuk
itu diperlukan struktur tambahan berupa dinding diafragma yang direncanakan dengan kedalaman 42,5
m dan ketebalan 0,80 m. Sehingga setelah dianalisa didapatkan niali rembesan yang lebih kecil yaitu
untuk kondisi normal 0,00073 m3/dt dan untuk kondisi banjir 0,00076 m3/dt. Nilai FK terhadap piping
yaitu untuk kondisi normal 10,75 dan untuk kondisi banjir yaitu 10,33 dengan nilai FKizin harus > 4
dan dapat disimpulkan bendungan aman terhadap terjadinya piping.
Daftar Pustaka

[1] Arisanto, P. (2020). Perbaikan Rembesan Dengan Dinding Halang Pada Tubuh Bendungan. Jurnal
Sipil Politeknik PU, 5(1), 384–393.
[2] Astuti, Y., Masrevaniah, A., & Marsudi, S. (2012). Analisa Rembesan Bendungan Bajulmati
terhadap Bahaya Piping untuk Perencanaan Perbaikan Pondasi. Jurnal Teknik Pengairan, 3(1),

164
Fauzi, D. A., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 3 No. 2 (2023) p. 151-164

51–60.
[3] Bochnak, P. L. A., & Saracco, M. E. C. (2020). Design of RCC gravity dam and FEM modelling
in GeoStudio-Longtan dam. Tvvr20/5001. https://lup.lub.lu.se/student-papers/record/9005785
[4] Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. (2005). Pedoman Grouting Untuk Bendungan. Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum.
[5] Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. (2009). Pedoman Analisis Dinamik Bendungan Beton Gaya
Berat. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
[6] Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi. (2017). Modul Analisa Stabilitas
Bendungan: Perhitungan Rembesan. Kementerian PUPR: Bandung.
[7] Putra, R. A. M., Putra, A. D., & Wahono, E. P. (2022). Analisis Rembesan Terhadap Bahaya Piping
pada Bendungan Way Sekampung. Serambi Engineering, VII(3), 3454–3465.
[8] US Army Corps of Engineers. (1995). Gravity Dam Design. America: Department of The Army
U.S. Army Corps of Engineers.
[9] Wang, Y., Li, C., Zhou, X., & Wei, X. (2017). Seepage piping evolution characteristics in bimsoils-
An experimental study. Water (Switzerland), 9(7). https://doi.org/10.3390/w9070458

165

Anda mungkin juga menyukai