02 (2023) 428-439
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
p-ISSN : 2798-3420 I e-ISSN : 2477-6068
1. Pendahuluan
Di Provinsi Maluku Utara masih terjadi krisis air bersih khususnya pada Kabupaten Halamahera
Tengah[1]. Untuk mengatasi krisis air bersih salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan
menampung air hujan pada musim penghujan dan memanfaatkan air tersebut secara tepat guna dengan
menggunakan bangunan bendungan [2]. Oleh karena itu dibangunlah Bendungan Wairoro yang berupa
urugan tanah dan urugan batu yang dibangun untuk menahan dan menampung air, atau dapat
menampung lumpur sehingga terbentuk waduk [3]. Agar manfaat bendungan dapat dirasakan oleh
masyarakat diperlukan perencanaan yang tepat sehingga pembangunan dapat berjalan lancar.
Dalam proses konstruksi Bendungan Wairoro diperlukan bangunan pelengkap untuk menunjang
proses selama periode konstruksi. Salah satu bangunan pelengkap tersebut adalah saluran pengelak
yang berperan mengalihkan aliran sungai selama konstruksi bendungan berlangsung [4]. Dalam
perencanaan saluran pengelak ada berbagai aspek yang dipertimbangkan antara lain adalah kondisi
hidrologi, geologi, geografi, topografi, dan konfigurasi alur sungai [5]. Untuk membuat saluran
pengelak yang ekonomis perlu ditentukan dimensi dan jumlah yang optimal dengan pertimbangan aliran
air sungai yang akan dielakan.
Pemindahan aliran sungai pada hakikatnya dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan
menyesuaikan berbagai kondisi tempat kedudukan bendungan dibagi menjadi 3(tiga) metode yang biasa
digunakan pada bendung urugan [5]:
a) Penutupan sebagian aliran sungai.
b) Pembuatan saluran pengelak terbuka.
c) Pembuatan terowongan pengelak.
Pada suatu lembah yang sempit dan elevasi cukup tinggi, pengelakan sungai menggunakan
terowongan akan lebih effisien dibandingkan konduit . Konduit cocok diterapkan pada pondasi batuan
yang lebih jelek dan pada lembah yang cukup lebar, tetapi biaya konstruksinya akan lebih tinggi.
Dengan mempertimbangkan nilai ekonomis dilakukan optimalisasi terhadap bentuk conduit dan
diameter pada konduit [6].
429
Fikri Akhdan Wiyata 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 428-439
Pada Gambar 1 dapat dilihat lokasi studi ini terletak di Desa Wairoro, Kecamatan Weda Selatan,
Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara dengan koordinat lokasi studi terletak pada
sumbu X = 369524, Y = 21381.
2.3 Metode
Pada tahapan awal dalam pengerjaan penelitian ini melakukan perhitungan volume tampungan,
perhitungan menggunakan peta kontur pada data topografi untuk mengetahui luasan antar kontur.
Menghitung hidrolika pada saluran dengan kondisi aliran bebas dan tekan berdasarkan bentuk dan
dimensi konduit. Penelusuran banjir rancangan dilakukan perhitungan luas tampungan dan hidrolika
untuk menganalisa dimensi saluran pengelak. Analisa dimensi saluran pengelak pada penelusuran banjir
rancangan menggunakan data hidrologi debit rencana 25 tahun.
Perhitungan pembebanan yang terjadi pada saluran pengelak dihitung saat kondisi kritis. Kondisi ini
dipilih padat saat kondisi saluran pengelak tepat pada inti bendungan dan waduk sudah terisi penuh.
Dari perhitungan pembebanan didapatkan nilai gaya-gaya yang terjadi pada struktur saluran pengelak
dihitung menggunakan tabel koefisien dan aplikasi PLAXIS 8.6. Dari perhitungan mekanika dapat
ditentukan jenis lining yang sesuai dengan kondisi saluran pengelak
Mulai
Perhitungan
Perhitungan gaya-gaya yang
pembebana berkerja
Analisa Perhitungan
Perhitungan Peneluran
dimensi struktur linning
volume banjir
optimal
tampungan rancangan Ya
Selesai
Tidak
2.4 Persamaan
2.4.1 Hidrolika Saluran Pengelak
Di Dalam saluran pengelak terdapat 2(dua) kondisi aliran, yaitu aliran bebas dan aliran tekan.
Kondisi aliran ini dipengaruhi oleh kemiringan saluran, bentuk, dan kekasaran saluran. Dalam saluran
430
Fikri Akhdan Wiyata 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 428-439
terbuka digunakan Rumus Manning untuk menentukan laju aliran menggunakan kemiringan
permukaan air, luas penampang, dan keliling basah dari panjang saluran seragam [3].
1
𝑉 = 𝑅 2/3 𝑆 1/2 𝑃𝑒𝑟𝑠. 1
𝑛
1
𝑄 = 𝐴 𝑥 𝑅 2/3 𝑆 1/2 𝑃𝑒𝑟𝑠. 2
𝑛
Keterangan:
v = kecepatan aliran (m/s)
n = koefisien kecepatan manning
R = jari-jari hidrolis =A/P (m)
S = kemiringan saluran pengelak
Q = debit yang mengalir lewat saluran pengelak (m 3 /s)
A = luas penampang basah (m2)
Aliran tekan pada konduit terjadi bila ketinggian muka air di hulu pengelak (H) lebih dari 1,2
diameter pengalak (D). Pada kondisi ini bila seluruh saluran pengelak terisi penuh maka untuk
hubungan head dan debit dapat ditentukan dengan menerapkan persamaan Bernoulli [8].
19,63𝑛2 𝐿 𝑣 2
ℎ𝐿 = (1 + 𝐾𝑒 + ) 𝑃𝑒𝑟𝑠. 3
𝑅4/3 2𝑔
𝐷
1/2
𝐻+𝐿𝑠𝑖𝑛 𝜃− 2
𝑄 = 𝐴√2𝑔 [ 19,63𝑛2𝐿
] 𝑃𝑒𝑟𝑠. 4
(1+ 𝐾𝑒 + )
𝑅4/3
Keterangan:
ℎ𝐿 = kehilangan energi total pada saluran pengelak.
Ke = koefisien kehilangan energi akibat ketajaman sudut inlet pada saluran pengelak.
Q = debit yang mengalir lewat saluran pengelak (m3 /s)
D = diameter saluran (m)
R = jari-jari belokan saluran (m)
= Sudut kemiringan saluran (°)
2.4.2 Volume Tampungan Waduk
Untuk keperluan ini diperlukan peta topografi dengan skala 1:10.000 dengan beda tinggi 5m atau
10m. Harus dicari luas yang dibatasi oleh masing-masing kontur dengan planimeter. Volume antara 2
kontur yang berurutan dapat dicari dengan rumus [9].
1
𝑉 = 𝑍(𝐹𝑦 + 𝐹𝑥√𝐹𝑦 + 𝐹𝑥) 𝑃𝑒𝑟𝑠. 6
3
Keterangan:
V = Volume pada kontur (m3)
Z = Beda tinggi antar kontur (m)
Fy = Luas pada kontur Y (m2)
Fx = Luas pada kontur x (m2)
431
Fikri Akhdan Wiyata 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 428-439
𝑃𝑣 = 𝛾. 𝐻𝑝 𝑃𝑒𝑟𝑠. 8
Keterangan:
Pv = Tekanan vertikal atas saluran (KN/m)
𝛾 = berat jenis batuan (KN/m3)
Hp = Head Pressure (m)
Menurut Coulomb tekanan tanah aktif dan pasif yang bekerja pada tembok penahan menganggap
bawah bidang longsor adalah rata. Geseran antara tembok dengan tanah di belakang tembok ikut
diperhitungkan [12].
𝑐𝑜𝑠 2(∅−𝜃)
𝐾𝑎 = 𝑠𝑖𝑛(𝛼+∅).𝑠𝑖𝑛(∅−𝛼) 2
𝑃𝑒𝑟𝑠. 9
𝑐𝑜𝑠 2𝜃.𝑐𝑜𝑠(𝛿+𝜃)(1+√ )
𝑐𝑜𝑠(𝛿+𝜃).𝑐𝑜𝑠(𝜃−𝛼)
1
𝑃𝑎 = 2 𝐾𝑎. 𝛾𝐻 2 𝑃𝑒𝑟𝑠. 10
Keterangan:
∅ = Sudut geser tanah (°).
𝜃 = Sudut kemiringan dinding penahan (°).
𝛿 = Sudut geser antara tanah dengan dinding (°).
H = Ketinggian dinding (m)
𝛼 = Sudut kemiringan tanah urugan (°).
432
Fikri Akhdan Wiyata 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 428-439
Luas (m2)
3000000 2000000 1000000 0
36
34
32
Elevasi (m)
30 Volume
28
Luas
26
24
22
0 5000000 10000000 15000000 20000000
Volume (m3)
30
25
20
H (m)
15 D=2,5m
D=3m
10 D=3,5m
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160
Debit (m³/dtk)
433
Fikri Akhdan Wiyata 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 428-439
30
25
20
H (m)
15 D=2,5m
D=3m
10
D=3,5m
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220
Debit (m³/dtk)
Dari hasil perhitungan hidrolika pada Gambar 4 dan Gambar 5 diketahaui debit yang mengalira
pada konduit bentuk persegi lebih besar dari pada lingkaran.
150
Q(m³/s)
Q Inflow
100
D=2,5m
50 D=3m
0 D=3,5m
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
T (Jam)
180
160
140
120
Q(m³/s)
100 Q Inflow
80 D=2,5m
60
40 D=3m
20 D=3,5m
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
T (Jam)
434
Fikri Akhdan Wiyata 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 428-439
Dari hasil perhitungan penelusuran banjir pada saluran pengelak didapatkan rekapitulasi pada Tabel
1. Dari hasil rekapitulasi digunakan konduit bentuk persegi dengan dimensi 3 m. Konduit jenis persegi
ini dipilih karena ketinggian muka air lebih kecil daripada bentuk lingkaran dengan dimensi 3 m
dianggap cukup dan efisien.
Tabel 1: Rekapitulasi Ketinggian Muka Air Hulu Saluran Pengelak
Konduit Q Max H Max
El.Ma
Bentuk Dimensi (m) (m³/s) (m)
2,5 33,20 3,77 28,77
Lingkaran 3 47,64 3,55 28,55
3,5 52,55 3,41 28,41
2,5 44,87 3,34 28,34
Persegi 3 61,81 2,85 27,85
3,5 85,08 2,52 27,52
Pada perhitungan pembebanan timbunan vertikal menggunakan teori terzaghi dengan pemilihan
klasifikasi Squeezing Rock. Untuk tekanan tanah horizontal dihitung kondisi normal dan kondisi
pengaruh gempa.
Tabel 2: Rekapitulasi Pembebanan Saluran Pengelak
Kondisi Normal Kondisi Gempa
Beban Vertiakal Horizontal Vertiakal Horizontal
KN/m2 KN/m2 KN/m2 KN/m2
Struktur 270,00 - 270 -
Timbunan 327,73 110,02 327,73 129,61
Air 184,50 230 185 229,50
Uplift 229,50 229,50
435
Fikri Akhdan Wiyata 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 428-439
Dari Tabel 2 diketahui nilai pembebanan total vertikal dan horizontal yang terjadi pada konduit
saat kondisi normal dan gempa.
436
Fikri Akhdan Wiyata 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 428-439
Dari Tabel 4 nilai momen terfaktor (MU) setiap sisi struktur saluran pengelak yang digunakan untuk
menghitung desain penulangan lining. Pada penelitian ini desain tulangan menggunakan mutu baja fy
400 Mpa dan mutu beton fc’ 35 Mpa dengan tebal selimut 75 mm. Dalam perhitungan kombinansi
pembebanan menggunkan hasil perhitungan momen menggunkan pada Tabel 3.
437
Fikri Akhdan Wiyata 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 428-439
Dari hasil perhitungan pada Tabel 5 didapatkan desain tulangan untuk struktur lining saluran
pengelak. Pada tulangan pokok struktur konduit dari hasil analisa didapatkan desain tulangan D19 –
300. Untuk tulangan bagi digunakan desain tulangan D16 – 150 sesuai dengan ketentuan SNI 2019
mengenai rasio tulangan minimum untuk tulangan bagi.
Gambar 11: Detail Penulangan Saluran Pengelak Jenis Konduit Bentuk Persegi
Pada Gambar 11 menggunakan ketebalan beton 0,75 m dengan dimensi luar 3 m, sedangkan untuk
selimut beton beton berdasar SNI 2019 untuk bangunan air menggunakan ketebalan 0,075 m.
4. Kesimpulan
• Pemilihan dimensi saluran pengelak Bendungan Wairoro ditentukan dengan analisa hidrolika.
Analisa hidrolika dihitung dengan melakukan perbandingan bentuk dan dimensi konduit.
Bentuk konduit yang dipilih untuk perbandingan persegi dan lingkaran, Dengan dimensi
diameter yang dipilih 2,5m 3m, dan 3,5m. Dari hasil penelusuran banjir rancangan
menggunakan Qrencana 25 tahun dipilih bentuk konduit persegi dengan diameter dimensi 3m
dengan ketinggian muka air hulu 2,85m elevasi 27,85.
• Pembebanan yang terjadi pada kondisi operasional bendungan yang diasumsikan keadaan
bahaya didapatkan beban yang terjadi sebagai berikut:
a) Beban struktur : 270 KN/m2
b) Beban timbunan vertikal : 327,73 KN/m2
c) Beban timbunan horizontal normal (Pa) : 93,70 KN/m2
d) Beban timbunan horizontal gempa (Pae) : 107,27 KN/m2
e) Beban hidrostatik : 229,5 KN/m2
• Kondisi gaya yang bekerja pada konduit didapatkan nilai maksimum pada perhitungan
menggunakan koefisien gaya “Beggs Deformeter Stress Analysis of Single Barrel Conduits”
keadaan normal momen maksimum: 569,37 KNm. Pada perhitungan menggunakan aplikasi
PLAXIS 8.6 didapat momen maksimum: 510,56 KNm. Pada penelitian ini digunakan nilai
momen terbesar yang didapatkan hasil perhitungan,, hasil perhitungan terbesar pada
perhitungan menggunkan koefisien gaya “Beggs Deformeter Stress Analysis of Single Barrel
Conduits” sebesar 569,37 KNm.
• Pemilihan lining dengan menggunakan beton bertulang berdasarkan perhitungan pada SNI:
2847 – 2019 didapatkan spesifikasi Tulangan pokok: D19 – 300 dan Tulangan bagi: D16 – 150.
Dengan mutu baja yang digunakan fy 400 Mpa dan mutu beton fc’35 Mpa.
438
Fikri Akhdan Wiyata 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 428-439
Daftar Pustaka
[1] H. P. Fransiskus, “Ancaman krisi yang menghantui Ternate”, Kompas, 21 Oktober
2020.[online]. Sumber: https://www.kompas.id [Akses 20 Mei 2023]
[2] Khairi, M.A.F., Suprijanto, H., Hendrawan, A.P., “Keruntuhan Bendungan Rukoh Kabupaten
Pidie Menggunakan Aplikasi HEC-RAS dan Berbasis InaSAFE,”J. Teknologi dan Rekayasa
Sumber Daya Air, Vol. 2, No. 1, pp. 055-066, 2022, doi: https://doi.org/10.21776/ub.jtresda
[3] Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia,
No.27/PRT/M/2015 tentang Bendungan, Jakarta, 2015
[4] Rofikha, A.A., Marsudi, S., Cahya, E. N., “Analisis Struktur Terowongan Pengelak Pada
Bendungan Kualu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara,” J. Teknik Pengairan,
Vol.10, No. 1, pp. 28-39, 2019, doi: https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2019.010.01.3
[5] Sosrodarsono, S., & Takeda, K, Bendungan Type Urugan, Jakarta, Penerbit: PT. Pradanya
Paramita, 1989
[6] Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, Modul Desain
Bangunan Pelengkap Pelatihan Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar, Jakarta, 2015
[7] Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, Laporan Akhir
Investigasi Geologi Bendungan Wairoro, Manado, PT. Globetek Glory Konsultan, 2019
[8] United States Department of The Interior, Design of Small Dams, Washington: A Water
Resources Technical Publication, 1987
[9] Soedibyo, Ir., Teknik Bendungan, Jakarta: Paradnya Paramita, 1993
[10] C.D. Soemarto, Ir. B.I.E. DIPL.H., Hidrologi Teknik, Surabaya: Usaha Nasional, 1987
[11] Singh, Bhawani., & Rajnish. K. Goel, Tunneling in Weak Rock, Bungalore: Elsevier, 2006
[12] Braja, M.Das., Mekanika Tanah Jilid 2 Prinsip Prinsip Rekayasa Geoteknis, Jakarta: Penerbit
Erlangga, 1993
[13] Badan Standardisasi Nasional, SNI 2847 – 2019 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan
Gedung Dan Penjelasan, Jakarta, 2019
[14] Setiawan, A., Perencanaan Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SNI 2847 : 2013, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2016
[15] Philips, H. B., & I.E. Allen, Beggs Deformeter Stress Analysis of Single Barrel Conduits,
Colorado: United States Bureau of Reclamation, 1986
439