Anda di halaman 1dari 33

PERENCANAAN BENDUNG TETAP

A. Definisi Bendung Tetap


Bendung tetap adalah bendung yang dipergunakan untuk meninggikan
muka air di sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat
dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier. Bangunan air ini dengan
kelengkapannya dibangun melintang sungai atau sudetan, dan sengaja dibuat
untuk meninggikan muka air dengan ambang tetap sehingga air sungai dapat
disadap dan dialirkan secara gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya
dilimpahkan ke hilir dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan
maksud untuk meredam energi. Ada 2 (dua) tipe atau jenis bendung tetap dilihat
dari bentuk struktur ambang pelimpahannya, yaitu:
1. Ambang tetap yang lurus dari tepi ke tepi kanan sungai artinya as ambang
tersebut berupa garis lurus yang menghubungkan dua titik tepi sungai.
2. Ambang tetap yang berbelok-belok seperti gigi gergaji. Type seperti ini
diperlukan bila panjang ambang tidak mencukupi dan biasanya untuk
sungai dengan lebar yang kecil tetapi debit airnya besar. Maka dengan
menggunakan tipe ini akan didapat panjang ambang yang lebih besar,
dengan demikian akan didapatkan kapasitas pelimpahan debit yang besar.
Mengingat bentuk fisik ambang dan karakter hidrolisnya, disarankan
bendung type gergaji ini dipakai pada saluran. Dalam hal diterapkan di
sungai harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Debit Relatif stabil
b. Tidak membawa material terapung berupa batang-batang pohon.
c. Efektivitas panjang bendung gergaji terbatas pada kedalaman air
pelimpasan tertentu.

1
B. Tahap-Tahapan dalam Perencanaan Bendung Tetap
Dalam pembangunan bendung sebagai bangunan utama untuk saluran
irigasi terdapat langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan supaya
bendung tersebut dapat berfungsi sesuai dengan fungsi dan juga umur rencananya
yang digninkan. Penerapan secara sistematis perlu digunakan untuk menentukan
akurat atau tidaknya langkah-langkah yang diambil dalam suatu perencanaan.
Bangunan bendung memerlukan perhitungan yang cermat agar bangunan tersebut
ekonomis serta memadai dengan kebutuhan yang ada. Adapun tahap-tahap
perencanaan embung adalah sebagai berikut:

2
Mulai

Identifikasi Masalah

Pengumpulan Data Perencanaan

Topografi Hidrolog Morfologi Sungai Geologi Mekanika Tanah


i

Penentuan Letak 1. Debit Banjir Penentuan Tinggi Bendung


Bangunan 2. Debit Penentuan Pondasi
Utama Andalan
Lebar Bendung: Bendung
3. Neraca Air
Lebar Pilar, Dan
Pangkal Tembok

Kolam peredam energy


Perhitungan Muka Air 1. Ruang Olak tipe Vlughter
Banjir di Atas Mercu 2. Ruang Olak tipe Schoklitsch
Bendung: 3. Ruang Olak tipe Bucket
1. Mercu bulat 4. Ruang Olak tipe USBR
2. Mercu ogee

Perhitungan
lantai muka

Analisa Struktuk dan Perhitungan stabilitas:


1. Gaya-gaya bekerja
2. Anggapan-anggapan dalam stabilitas
3. Syarat-syarat stabilitas

Selesai
3
C. Data yang Digunakan
Data yang dibutuhkan dalam perencanaan bendung adalah:
1. Data kebutuhan air multisektor
2. Data topografi
3. Data hidroligi yang terdiri dari debit banjir, debit andalan, dan neraca air
4. Data morfologi berupa morfologi dan geometri sungai.
5. Data geologi teknik, berupa data geologi dan data mekanika tanah

D. Pemilihan Lokasi
Secara umum lokasi pembangunan bendung dan pemilihan tipe yang
paling cocok dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:
1. Tipe, bentuk dan morfologi sungai
2. Kondisi hidrolis anatara lain elevasi yang diperlukan untuk irigasi
3. Topografi pada lokasi yang direncanakan,
4. Kondisi geologi teknik pada lokasi,
5. Metode pelaksanaan
6. Aksesibilitas dan tingkat pelayanan
Syarat-syarat pemilihan lokasi bendung
1. Pertimbangan topografi
Analisa ketersediaan selisih tinggi energi antara elevasi puncak bendung
pada lokasi terpilih dan elevasi muka air pada sawah tertinggi dengan
keperluan energi untuk membawa air ke sawah tersebut sangat
menentukan tinggi rendahnya bendung yang diperlukan.
2. Kemantapan geoteknik fondasi bendung
Keadaan geoteknik fondasi bendung harus terdiri dari formasi batuan yang
baik dan mantap. Pada tanah aluvial kemantapan fondasi ditunjukkan
dengan angka standar penetration test (SPT)>40. Bila angka SPT<40
sedang batuan keras jauh dibawah permukaan, dalam batas-batas tertentu
dapat dibangun bendung dengan tiang pancang.

4
3. Pengaruh hidraulik
Keadaan hidraulik yang paling ideal bila ditemukan lokasi bendung pada
sungai yang lurus. Perhatian khusus harus diberikan pada posisi bangunan
pengambilan yang harus terletak pada tikungan luar sungai. Hal ini
dimaksudkan agar pengambilan air irigasi bisa lancar masuk ke intake
dengan mencegah adanya endapan didepan pintu pengambilan.
4. Pengaruh regime sungai
Regime sungai mempunyai pengaruh yang cukup dominan dalam
pemilihan lokasi bendung. Salah satu gambaran karakter regime sungai
yaitu adanya perubahan geometri sungai baik. secara horizontal ke kiri dan
ke kanan atau secara vertikal akibat gerusan dan endapan sungai.
5. Tingkat kesulitan saluran induk
Lokasi bendung akan membawa akibat arah trace saluran induk. Pada saat
lokasi bendung dipilih dikaki bukit, maka saluran induk biasanya berupa
saluran kontur pada kaki bukit yang pelaksanaannya tidak terlalu sulit.
6. Ruang untuk bangunan pelengkap bendung
Meskipun dijelaskan dalam butir 1 bahwa lembah sempit adalah
pertimbangan topografis yang paling ideal, tetapi juga harus
dipertimbangkan tentang perlunya ruangan untuk keperluan bangunan
pelengkap bendung. Bangunan tersebut adalah kolam pengendap,
bangunan kantor dan gudang, bangunan rumah penjaga pintu, saluran
penguras lumpur, dan komplek pintu penguras, serta bangunan
pengukur debit.
7. Luas layanan irigasi
Lokasi bendung harus dipilih sedemikian sehingga luas layanan irigasi
agar pengembangan irigasi dapat layak. Lokasi bendung kearah hulu akan
mendapatkan luas layanan lebih besar bendung cenderung dihilirnya.
8. Luas daerah tangkapan air
Pada sungai bercabang lokasi bendung harus dipilih sebelah hulu atau hilir
cabang anak sungai. Pemilihan sebelah hilir akan mendapatkan daerah
tangkapan air yang lebih besar, dan tentunya akan mendapatkan debit

5
andalan lebih besar, yang muaranya akan mendapatkan potensi irigasi
lebih besar.
9. Tingkat kemudahan pencapaian
Setelah lokasi bendung ditetapkan secara definitip, akan dilanjutkan tahap
perencanaan detail, sebagi dokumen untuk pelaksanaan implementasinya.
10. Biaya pembangunan
Biaya pembangunan ini adalah pertimbangan terakhir untuk dapat
memastikan lokasi bendung dan layak dilaksanakan.
11. Kesepakatan stakeholder
Sesuai amanat dalam UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air dan
Peraturan Pemerintah No. 20/2006 tentang Irigasi bahwa keputusan
penting dalam pengembangan sumberdaya air atau irigasi harus didasarkan
kesepakatan pemangku kepentingan lewat konsultasi publik.

E. Menentukan Elevasi Mercu Bendung


Muka air rencana di depan pengambilan bergantung pada :
1. Elevasi muka air yang di perlukan untuk irigasi (eksploitasi normal)
2. Beda tinggi energi pada kantong lumpur (kalau ada) yang di perlukan
untuk membilas sedimen dari kantong.
3. Beda tinggi energi pada bangunan pembilas yang di perlukan untuk
membilas sedimen dekat pintu pengambilan.
4. Beda tinggi energi yang di perlukan untuk meredam energi pada kolam
olak
Jadi untuk merencanakan tinggi muka air rencana, harus di
pertimbangkan pula :
a) elevasi sawah tertinggi yang akan diairi
b) tinggi air di sawah
c) kehilangan tinggi energi di saluran dan boks tersier
d) kehilangan energi di bangunan sadap
e) variasi muka air untuk eksploitasi di jaringan primer
f) kemiringan saluran primer

6
g) kehilangan energi di bangunan
h) bangunan pada jaringan primer: sipon, pengatur, flum, dan
sebagainya.
i) kehilangan energi di bangunan utama

F. Perhitungan Muka Air Banjir (MAB) di hilir Rencana Bendung


Perhitungan ini sangat penting di lakukan, oleh karena MAB hilir ini
merupakan patokan untuk merencanakan kolam olakan (perendam energi).
Dengan adanya MAB ini, dapat di hitung berapa kedalaman lantai ruang olakan.
Adapun faktor utama yang harus di miliki adalah peta situasi sungai di
sekitar bendung, yaitu 1 km ke udik dan 1 km ke hilir serta kearah kiri dan kanan
sepanjang 0,50 km dari as rencana bendung. Kemudian profil memanjang sungai
tersebut beserta profil melintangnya (lihat gambar 1.1).

Gambar 1.1 Peta Situasi Sungai dan Potongan Melintang Sungai

Setelah itu yang perlu diperhatikan pula ialah keadaan sungai itu
sendiri, tipe-tipe sungai seperti berbatu, pasir, banyak pohon-pohon,
berumput dan sebagainya mempunyai nilai kekasaran yang berbeda.
Profil memanjang di gunakan untuk mencari kemiringan rata-rata
sungai. Dengan jalan menjumlahkan kemiringan dari setiap profil dan dibagi
dengan jumlah profil di kurangi satu, maka akan di dapat kemiringan rata-
rata di sekitar bendung, atau dengan perkataan lain :

= ( 1)
Profil melintang di gunakan untuk mencari luas tampang basah rata-
rata sungai (Arata-rata)

7
Kemudian Q = A x V
Dimana: Q = debit sungai
A = luas tampang basah sungai
V = lecepatan aliran sungai
Untuk mencari V dapat digunakan metode manning dan chezzy. Bila debit
banjir sudah diktehaui, maka akan diperoleh tinggi banjir.
Atau dengan di ketahui debit banjir rencana, kemudian dengan
mencoba beberapa tinggi muka air, misalkan setiap setengah meter, maka akan
dapat di buat suatu lengkung debit, sehingga tinggi air pada debit rencana dapat
di ketahui (lihat gambar 1.2).

Gambar 1.2 Lengkung Debit

G. Penentuan Lebar Efektif Bendung


Lebar bendung, yaitu jarak antara pangkal (abutment). Sebaiknya lebar
bendung ini sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil (bagian
yang lurus). Biasanya lebar total bendung diambil antara 1,0 1,2 dari lebar rata-
rata sungai pada ruas yang stabil. Agar pembuatan peredam energi tidak terlalu
mahal, maka aliran per satuan lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12 14
m3/det/m dan memberikan tinggi energi maksimum 3,5 4,5 m
Lebar efektif bendung:
Be = B 2 (nKp + K a) H1

Dimana: n = jumlah pilar

8
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi, m
Be = lebar efektif bendung
B = lebar bendung (lebar total lebar pular)

Gambar 1.3 Lebar Bendung

Tabel 1.1 Harga Koefisien Konstraksi


Pilar Kp
Berujung segi empat dengan ujung yang dibulatkan dengan r =0,1 t 0,002
Berujung bulat 0,01
Berujung Runcing 0,00
Pangkal Tmbok Ka
Segi empat bersudut 90 ke arah aliran 0,20
Bulat bersudut 90 ke arah aliran dengan 0,5 He > r > 0,15 He 0,10
Bulat besudut 45 ke arah aliran dengan r > O,5 He 0,00

9
H. Perhitungan Muka Air Banjir di atas Mercu Bendung
Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bendung
pelimpah : tipe Ogee dan tipe bulat.

Gambar 1.4 Tipe-Tipe Mercu


1. Mercu Bulat
Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisiensi debit yang jauh
lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan koefisiensi bendung ambang
lebar. Harga koefisiensi debit menjadi lebih tinggi karena lengkung
streamline dan tekanan negatif pada mercu. Tekanan pada mercu adalah
fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1 /r). Untuk bendung dengan dua
jari-jari (R2). Jari-jari hilir akan digunakan untuk menemukan harga
koefisien debit.
Untuk menghindari bahaya kavitasi lokal, tekanan minimum pada mercu
bendung harus dibatasi sampai 4 m tekanan air jika mercu terbuat dari
beton; untuk pasangan batu tekanan subatmosfir sebaiknya dibatasi sampai
1 m tekanan air.

Gambar 1.5 Bendung dengan Mercu Bulat

10
Persamaan tinggi energi-debit untuk bendung ambang pendek dengan
pengontrol segi empat adalah:
Q = Cd 2/3 gb3/2 H11,5
Di mana: Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (. 9,8)
b = panjang mercu, m
H1 = tinggi energi di atas mercu, m.
Koefisien debit Cd adalah hasil dari:
- C0 yang merupakan fungsi H1/r
- C1 yang merupakan fungsi p/H1
- C2 yang merupakan fungsi p/H1 dan kemiringan muka
hulu bendung
2. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bandung ambang tajam
aerasi. Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, U.S.
Army Corps of Engineers telah mengembangkan persamaan berikut:
1
= [ ]

di mana x dan y adalah koordinat-koordinat permukaan hilir (lihat Gambar
4.9) dan hd adalah tinggi energi rencana di atas mecu. Harga-harga K dan n

adalah parameter. Harga-harga ini bergantung kepada kecepatan dan


kemiringan permukaan belakang.
Kemiringan per K n
mukaan hilir

vertikal 2.000 1,850


3:1 1,936 1,836
3:2 1,939 1,810
1:1 1,873 1,776

11
Q = Cd 2/3 gb3/2 H11,5
Di mana: Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (. 9,8)
b = panjang mercu, m
H1 = tinggi energi di atas mercu, m.

Gambar 1.6 Bentuk-bentuk bendung mercu Ogee (U.S.Army Corps of Engineers,


Waterways Experimental Stasion)

I. Kolam Peredam Energi


Bila kita membuat bendung pada aliran sungai baik pada palung maupun pada
sodetan, maka pada sebelah hilir bendung akan terjadi loncatan air. Kecepatan
pada daerah itu masih tinggi, hal ini akan menimbulkan gerusan setempat (
local scauring).

12
Untuk meredam kecepatan yang ting gi itu dibuat suatu konstruksi
peredam energi. Bentuk hidrolisnya adalah merupakan suatu pertemuan antara
penampang miring, lengkung, dan lurus. Secara garis besar konstruksi peredam
energi dibagi menjadi 4 (empat) tipe, yaitu:
1. Ruang Olak tipe Vlughter
2. Ruang Olak tipe Schoklitsch
3. Ruang Olak tipe Bucket
4. Ruang Olak tipe USBR
Pemilihan tipe peredam energi tergantung pada
1. Keadaan tanah dasar
2. Tingi perbedaan muka air hulu dan hilir
3. Sedimen yang diangkut aliran sungai

1. Ruang Olakan tipe Vlughter


Ruang olakini dipakai pada tanah aluvial dengan aliran sungai
tidak membawa batuan besar.Bentuk hidrolis kolam ini akan dipengaruhi
oleh tinggi energi di hulu di atas mercu (He), dan perbedaan energi di hulu
dengan muka air banjir hilir (Z).Sebagai batasan tipe ini maka daam lantai
olakan dari mercu bendung 8,00 m dan Z 4,50 m.
Perhitungan hidrolisnya sebagai berikut:
Untuk 1/3 Z/He 4/3, maka D = L = R 0,6 = He + 1,4 Z
a = 0,20 He /

4/3 Z/He , maka D = L = R = He + 1,1 Z


a = 0,15 He /
Dengan:
D= kedalaman kolam diukur dari puncak mercu sampai permukaan
kolam
L= panjang kolam yang diukur dari perpotongan bidang miring dan
horizontal

13
R= jari-jari kolam, dengan titk pusat sejajar dengan elevasi mercu.
a = end sill
Contoh hitungan:
Diketahui Qd = 350 m3/det, Be = 41,88 m , p = 2,50 m, He = 2,435 m,
seperti terlihat pada gambar. Rencanakan ruang olakan tipe Vlughter.
Solusi :

Z = 50 + 2,435 48,50 = 3,935 m

Z/He = 3.935/2,435 = 1,616 > 4/3

D = L = R = He + 1,1 Z = 6,7635 6,80 m

2,435
a = 0,15 2,435 3,935 = 0,30

Gambar 1.7 Ruang Olakan Tipe Vlughter

2. Ruang Olak tipe Schoklitsch


Peredam tipe ini mempunyai bentuk hidrolis yang sama sifatnya
dengan peredam energi tipe Vlughter. Berdasarkan percobaan, bentuk
hidrolis kolam peredam energi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor :
a. Tinggi energi di atas mercu
b. Perbedaan tinggi energi di hulu dan muka air banjir di hilir (Z)
Perhitungan Hidrolis

14
Tipe ini adalah sama sifatnya dengan tipe Vlughter dan dipakai apabila
pada tipe Vlughter besarnya D, L, R lebih besar dari atau sama dengan
8,00 m, a tau apabila Z 4,50 m.
r3 0,15 W
1 1
s = q 2 (W ' / g ) 4
s min = 0,10 W
0,15W '
0,50 < < 0,10
t = W
I = W
L = W

Gambar 1.8 Ruang Olak Tipe Schoklitsch

Gambar 1.9 Grafik Schoklitsch

15
Contoh hitungan:
Seperti soal di muka, elevasi MAB hilir + 47,00 m, elevasi dasar sungai +
45,00 m. Rencanakan kolam peredam energinya.
Sulusi :
Z = 52,435 47,00 = 5,435 m
He = 2,435 m
Z/He = 5,435/2,435 = 2,232 > 4/3
D = L = R= 2,435 + 1,1 . 5,435 = 8,41 m
Kolam olakan tipe Vlughter tidak dapat digunakan, dan dipilih tipe
Schoklitsch.
Adaikan elevasi dasar r3 = + 43,50 m
W = 52,435 43,50 = 8,935 m
R3 = 0,15 . W = 1,13 m, ambil r3 = 1,50 m
Dari grafik : pilih = 0,06
= 0,28, ambil
= 0,80,
= 0,15
s = 0,28.8,361/2.(8,935/9,8)1/4= 0,80 m
t = 0,06 . 8,935 = 0,55 m
l = . 0,15 9,435 = 0,67 m
L = 0,80 . 8,935 = 7,20 m

3. Ruang Olak tipe Bucket Gambar 1.9 Grafik Schoklitsch


Kolam peredam energi ini terdiri dari 3 tipe, yaitu :
a. Solid bucket
b. Slotted Rooler bucket atau dentated Roller bucket
c. Sky jump
Ketiga tipe ini mempunyai bentuk hampir sama dengan tipe
Vlughter, perbedaannya sedikit pada ujung ruang olakan. Umumnya
peredam ini digunakan bilaman sungai membawa batuan sebesar kelapa
(boulder). Untuk menghindarkan kerusakan lantai belakang maka dibuat

16
lantai yang melengkung sehingga bilamana ada batuan yang terbawa kan
melanting ke arah hilirnya.
a. Solid bucket
Dibuat bilamana material hanyuatan membawa batuan sebesar kelapa
yang akan menghancurkan lantai olakan. Ruang lantai dibuat
melingkar sampai bagian depan cut off. Bentuk hidrolisnya sbb :
V1 = 2. ( )
R = 0,305 .10 (VT. Chow)
P = (V1 + 6,4 Hd + 4,88) (3,6 Hd + 19,5)
R = 0,6 . ((Varshney)
Untuk menentukan elevasi dasar lanati peredam
H / He 2,4 Tmin / hc 1,88(H / He) 0, 215

H / He 2,4 Tmin / hc 1,7(H / He) 0,33

1.10 Kolam olakan tipe Bucket

b. Slotted Rooler bucket atau dentated Roller bucket


Peredam ini digunakan bila loncatan air rendah maupun tinggi dan
deras akan lebih baik karena di ujung olakan dibuat pemecah arus.
c. Sky jump
Jenis bucket ini digunakan bila keadaan lonc ata air sangat tinggi dan
keadaan air di belakang kolam kecil. Tipe ini akan lebih baik
digunakan bila letak kolam pada daerah batuan yang sangat kokoh.
Selain itu lantai olakan ini akan lebih tahan terhadap terjangan banjir
yang membawa batu-batuan.Perhitungan hidrolis :

17
V1 = 2. ( )
R = 0,305 .10 (VT. Chow)
P = (V1 + 6,4 Hd + 4,88) (3,6 Hd + 19,5)
R = 0,6 . ((Varshney)

1 = 0,09 + 1,95
1
1 = 13. 2 -19,5
Untuk jarak loncatan air (x) dan tinggi loncatan air terhadap lip
(y) adalah sebagai berikut:
x = ( 2 sin 2) /g
y = h sin 2
Contoh hitungan:
Diketahui : elevasi mercu = +50,00 m
Hd = 2,289 m
He = 2,435 m, hc = 1,925 m
Elevasi M
AB di hilir = +48,50 m
Elevasi dasar sungai di hilir = +46,50 m
Hitung radius kolam olakam olakan tipe bucket:
Solusi :

H = Z = 50 + 2,435 48,50 = 3,935 m

H/hc = 3,935/1,925 = 2,044 < 2,4

Tmin/hc = 1,88 (H/hc)0,213 = 2,19

Tmin = 2,19 . 1,925 = 4,215 m ambil 4,50 m


Elevasi kolam olakan = 48,50 4,50 = +44,00
H = 50 44 = 6 m
R = 0,6 6.2,892.= 2,22 m

18
Gambar 1.11 Varian Ruang Olakan Tipe Bucket

4. Ruang Olak tipe USBR


Type ini biasanya dipakai untuk head drop yang lebih tinggi dari 10
meter. Ruang olakan ini mempunyai berbagai variasi dan yang terpenting
ada empat type yang dibedakan oleh rezim hidraulik aliran dan
konstruksinya.
a. Ruang Olak USBR I
1) Ruang olakan datar, peredaman terjadi akibat benturan langsung
dari aliran dengan permukaan dasar kolam.
2) Ruang olakan /kolam menjadi panjang
3) Cocok untuk debit kecil, dengan kapasitas peredaman yang kecil

19
Gambar 1.12 Ruang Olakan USBR I

b. Ruang Olak USBR II


1) Ruang olak tipe ini memiliki blok -blok saluran tajam
(gigi pemencar) di ujung hulu dan di dekat ujung hilir
(end sill).
2) Cocok untuk aliran dg tekanan hidrostatis > 60 m
3) Q > 45 m3/det Bilangan Froud > 4,5

Gambar 1.13 Ruang Olakan USBR II

20
c. Ruang Olak USBR III
1) Dipasang gigi pemencar di ujung hulu, pada dasar ruang olak
dibuat gigi penghadang aliran, dan di ujung hilir dibuat perata
aliran.
2) Cocok untuk mengalirkan air dg tekanan hidrostatis rendah
3) Q < 18,5 m3/det
4) V < 18,0 m/det
5) Bilangan Froud > 4,5

Gambar 1.14 Ruang Olakan USBR III

21
d. Ruang Olak USBR III
1) Dipasang gigi pemencar di ujung hulu, dan di ujung hilir dibuat
perata aliran.
2) Cocok untuk mengalirkan air dg tekanan hidrostatis rendah
3) Bilangan Froud antara 2,5 -4,5

Gambar 1.15 Ruang Olakan USBR IV

Yang paling penting dalam perencanaan ruang olak tipe USBR adalah
menghitung rating jump dan tail waterserta mencari bilangan Froud.
Selanjutnya dilakukan uji model pada tipe ruang olak yang terpilih.
Langkah perhitungan :
Menghiting kecepatan aliran di kaki bendung
V = 2 ( 1 )
Dengan; V = kec, aliran di kaki benduung
H = beda tinggi anatar MAB dengan daaar ruang olak

22
Y1 = tinggi muka air di kaki bendung
Karena Y1 belum diketahui , maka kecepatan di kaki bendung di
anggap, V1= 2 ( 0,5 )
Dengan V1 = kec. Aliran di kaki bendung
H = tinggi terjunan
Hd = tinggi muka air di atas mercu

J. Lantai Muka
Pada saat air terbendung maka akan terjadi perbedaan tekanan antara hilir
dan udik bendung. Perbedaan ini akan menimbulkan adanya aliran di bawah
bendung, lebih-lebih bila tanah dasar bersifat tiris (porous).
Aliran air ini akan menimbulkan tekanan pada butir-butir tanah dibawah
bendung. Bila tekanan ini cukup besar untuk mendesak butir-butir tanah, maka
lama kelamaan akan timbul penggerusan, terutama di ujung belakang bendung.
Fungsi Lantai Muka
Air yang mendapat hambatan akan mencari jalan keluar melalui
hambatan yang paling kecil, hambatan yang paling kecil di sini adalah
pertemuan antara tanah dengan bangunan, biasanya hal ini di sebut creep
line. Bila creep line ini pendek, maka hambatannya akan kecil dan tekanan
yang di timbulkan oleh air itu akan besar.
Untuk memperkecil tekanan air ini, maka hambatan harus di
perbesar atau di perpanjang. Cara lain adalah dengan membuat lantai muka
atau juga dengan dinding vertikal (cut off wall).

Gambar 1.16 Bendung dengan dan tanpa


lantai muka

23
1. Perhitungan Lantai Muka
Tekanan air ini bergerak kesegala jurusan, demikian juga air yang
berada di bawah bendung. Gaya tekan air yang menakan dibawah bendung
ini di sebut sebagai uplift pressure, yang hakekatnya berusaha
mendorong bendung ke atas.

Gambar 1,17 Tekanan Hidrostatik pada bendung

Jumlah pengurangan tekanan sebesar h di atas akan terbagi pada seluruh


creep line-nya. (ABCD). Beberapa teori untuk mencari pembagian
besarnya pengurangan tekanan tersebut, antara lain :
a. teori Bligh
Teori ini berpendapat bahwa besarnya perbedaan tekanan di jalur
pengaliran adalah sebanding dengan panjangnya jalan air (creep
line) dan di nyatakan sebagai :
h = 1/C , h = beda tingg

Gambar 1.18 Creep Line

24
b. Teori Lane
Teori ini memberikan korekasi terhadap teori Bligh dengan
menyatakan bahwa energi yang di butuhkan oleh air untuk melewati
jalan yang vertikal lebih besar dari jalan horizontal, dengan
perbandingan 3 : 1.

Jadi anggapannya adalah Lv = 3.Lh untuk suatu panjang yang sama.


Sehingga rumus Bligh di rubah menjadi :

Harge C untuk Bligh dan Lane berlainan. Sebagai catatan untuk


bilangan yang bersudut 45 atau lebih terhadap bilangan horizontal
di anggap sebagai bilangan vertikal. Sedangkan yang bersudut
kurang dari 45odari bilangan horizontal, di anggap sebagai
horizontal.

c. Teori Khosla
Khosla berpendapat bahwa masalah bandungan dan bendung bukan
merupakan suatu bentuk yang sederhana, dan oleh karenanya tidak
dapat di selesaikan langsung persaLaplace. Persamaan ini
merupakan persamaan analitis, di susun secara praktis dan hanya
berlaku untuk keadaan tanah yang homogen. Sedangkan Khosla
berpendapat bahwasusunan tanah di bawah bangunan air sangat
berfariasi.
Beberapa bentuk standar yang di berikan Khosla, adalah :
1) Lantai Horizontal Lurus, ktebalannya diabikan dengan cukup
memasang sheet pile pada ujung-ujungnya.

25
Gambar 1.19 Lantai bending dengan sheet pile

2) Lantai horizontal lurus mempunyai tekanan ke bawah tidak


memaki cut of vertikal.

Gambar 1.20 Lantai bending tanpa cut of vertical

3) Lantai horizontal lurus, ketebalannya diabaikan cukup


memasang sheet pile tengah.

Gambar 1.21 Lantai bendung dengan beberapa sheet piles

26
K. Stabilitas Bendung
Dalam peninjauan stabilitas bendung, maka potongan-potongan yang di
tinjau terutama adalah potongan-potongan I-I dan II-II karena potongan ini adalah
yang terlemah. Potongan lain yang perlu di tinjau akan di jelaskan di belakang.

Gambar 1.22 Potongan terlemah pada Bendung

1. Gaya-gaya yang bekerja


Sebuah bendung akan menderita tekanan gaya-gaya seperti gaya
berat,gaya gempa, tekanan lumpur, gaya hidrostatis dan gaya uplift-
pressure.
a) Gaya berat
Gaya berat ini adalah berat dari kontruksi, berarah vertikal
kebawah yang garis kerjanya melewati titik barat kontruksi.

Gambar 1.23 Gaya berat tubuh bendung

Untuk memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi yang


berbentuk segitiga-segitiga, segi enpat atau trapesium.Karena
peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka gaya yang di
perhitungkan adalah luas bidang kali berat jenis kontruksi ( untuk
pasangan batu kali biasanya di ambil 1,80 ).

27
b) Gaya gempa
Untuk daerah-daerah yang banyak gunung berapinya seperti di
Indonesia, maka gaya gempa harus di perhitungkan terhadap
kontruksi. Gaya gempa sebesar, K = f . G

Dengan, f = koefisien gempa

G = Berat konstruksi

Gaya gempa ini berarah horizontal, kearah yang berbahaya (yang


merugikan), dengan garis kerja yang melewati titik berat
kontruksi. Sudah tentu juga ada komponen vertikal, tetapi ini
relatif tidak berbahaya di bandingkan dengan komponen yang
horizontal. Harga f tergantung dari lokasi tempat kontruksi sesuai
dengan peta zone gempa.
c) Tekanan lumpur
Apabila bendung sudah ber-exploitasi, maka akan tertimbun
endapan di depan bendung. Endapan ini di perhitungkan sebagian
setinggi mercu.

Gambar 1.24 Tekanan Lumpur


1 1
= 2 . . 2 (1+)

Dimana: = b.d lumpur (biasanya di ambil 1,6)


= sudut geser alam dari silt (sepose angle)
Untuk silt diambil = 30
1 10,5
(1+) = (1+0,5) =1/3, sehingga = 1/6 . 2

28
d) Gaya Hidrostatis
Sebagaimana akan tercantum dalam syarat-syarat stabilitas
nanti, maka harus di tinjau pada waktu air banjir dan pada
waktu air normal ( air di muka setinggi mercu dan di belakang
kosong).
Di samping itu di tinjau pula terhadap pengaliran dimana
mercu tenggelam dan mercu tidak tenggelam
1) Mercu tidak tenggeal

Gambar 1.25 Gaya Hidrostatis kondisi air normal dan banjir

Untuk mercu tidak tenggelam pada saat air banjir sebenarnya


ada lapisan air yang mengalir diatas mercu. Tetapi karena
lapisan ini biasanya tidak tebal, dan di samping itu
kecepatannya besar, maka untuk keamanan laoisan ini tidak
diperhitungkan. Lain halnya dengan untuk mercu tenggelam,
yang lapisannya lebih tebal.

29
2) Mercu tenggelam
Pada saat air normal adalah sama dengan peristiwa mercu
tidak tenggelam. Pada saat air banjir keadaannya sebagai
berikut : gambar :

Gambar 1.26 gaya hidrostatis air banjir

2. Anggapan dalam stabilitas

Gambar 1.27 Potongan yang paling lemah

Untuk menyederhanakan perhitungan tanpa mengurangi hakekat dari


perhitungan itu sendiri, maka di adakan anggapan-anggapan sbb :
a. Peninjauan poton gan vertikal adalah pada potongan-potongan
yang paling lemah (dalam hal ini potongan 1-1 dan 2-2 )
b. Lapisan puddel tetap berfungsi.

30
c. Titik guling pada peninjau vertikal di atas adalah titik A.
d. Kontruksi bagian depan bendung akan penuh lumpur setinggi
mercu bendung.
e. Harus di perhitungkan sekurang-kurangnya pada dua keadaan
muka air, yaitu muka air banjir dan muka air normal.
f. Ditinjau pula potongan-potongan mendatar pada kedudukan;
Bagian di atas lantai muka, tiap 1 meter vertikal.
Bagian di bawah lantai muka, dua potongan pada tempat-
tempat yang di anggap terlemah.
3. Syarat-syarat stabilitas
a. Pada konstruksi dengan batu kali maka tidak boleh terjadi tegangan
tarik. Ini berarti bahwa resultante gaya-gaya yang bekerja pada
tiap-tiap potongan harus masuk kern

Gambar 1.28 Daerah Kern

b. Momen tahanan ( Mt) arus lebih besar dari pada momen guling
(Mg). Faktor keamanan untuk ini dapat di ambil antara 1,50 dan 2.

c. .Konstruksi tidak boleh menggeser


Faktor keamanan untuk ini dapat di ambil antara 1,2 dan 2,00.

d. Tegangan yang terjadi tidak boleh dari tegangan yang diizinkan

31
e. Setiap titik pada konstruksi tidak boleh terangkat oleh gaya ke atas.

32
REFERENSI
1. Galang Persada. 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP-01 s/d KP-07.
Jakarta:Badan Penerbit Pekerjaan Umum
2. Radjulaini dan Odih Supratman. (2001) DiktatPerkuliahan Irigasi II, Jurusan
Pendidikan Teknik Bangunan FPTK UPI
3. Sub Direktorat Perencanaan Teknis. 1981. Pedoman dan Kriteria Perencanaan
Teknis Irigasi. Jakarta: DPU, Ditjen Pengairan, Ditgasi.
4. Sudjarwadi. (1989/1990). Teori dan Praktek Irigasi. Yogyakarta: PAU Ilmu
Teknik UGM.

33

Anda mungkin juga menyukai