1
B. Tahap-Tahapan dalam Perencanaan Bendung Tetap
Dalam pembangunan bendung sebagai bangunan utama untuk saluran
irigasi terdapat langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan supaya
bendung tersebut dapat berfungsi sesuai dengan fungsi dan juga umur rencananya
yang digninkan. Penerapan secara sistematis perlu digunakan untuk menentukan
akurat atau tidaknya langkah-langkah yang diambil dalam suatu perencanaan.
Bangunan bendung memerlukan perhitungan yang cermat agar bangunan tersebut
ekonomis serta memadai dengan kebutuhan yang ada. Adapun tahap-tahap
perencanaan embung adalah sebagai berikut:
2
Mulai
Identifikasi Masalah
Perhitungan
lantai muka
Selesai
3
C. Data yang Digunakan
Data yang dibutuhkan dalam perencanaan bendung adalah:
1. Data kebutuhan air multisektor
2. Data topografi
3. Data hidroligi yang terdiri dari debit banjir, debit andalan, dan neraca air
4. Data morfologi berupa morfologi dan geometri sungai.
5. Data geologi teknik, berupa data geologi dan data mekanika tanah
D. Pemilihan Lokasi
Secara umum lokasi pembangunan bendung dan pemilihan tipe yang
paling cocok dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:
1. Tipe, bentuk dan morfologi sungai
2. Kondisi hidrolis anatara lain elevasi yang diperlukan untuk irigasi
3. Topografi pada lokasi yang direncanakan,
4. Kondisi geologi teknik pada lokasi,
5. Metode pelaksanaan
6. Aksesibilitas dan tingkat pelayanan
Syarat-syarat pemilihan lokasi bendung
1. Pertimbangan topografi
Analisa ketersediaan selisih tinggi energi antara elevasi puncak bendung
pada lokasi terpilih dan elevasi muka air pada sawah tertinggi dengan
keperluan energi untuk membawa air ke sawah tersebut sangat
menentukan tinggi rendahnya bendung yang diperlukan.
2. Kemantapan geoteknik fondasi bendung
Keadaan geoteknik fondasi bendung harus terdiri dari formasi batuan yang
baik dan mantap. Pada tanah aluvial kemantapan fondasi ditunjukkan
dengan angka standar penetration test (SPT)>40. Bila angka SPT<40
sedang batuan keras jauh dibawah permukaan, dalam batas-batas tertentu
dapat dibangun bendung dengan tiang pancang.
4
3. Pengaruh hidraulik
Keadaan hidraulik yang paling ideal bila ditemukan lokasi bendung pada
sungai yang lurus. Perhatian khusus harus diberikan pada posisi bangunan
pengambilan yang harus terletak pada tikungan luar sungai. Hal ini
dimaksudkan agar pengambilan air irigasi bisa lancar masuk ke intake
dengan mencegah adanya endapan didepan pintu pengambilan.
4. Pengaruh regime sungai
Regime sungai mempunyai pengaruh yang cukup dominan dalam
pemilihan lokasi bendung. Salah satu gambaran karakter regime sungai
yaitu adanya perubahan geometri sungai baik. secara horizontal ke kiri dan
ke kanan atau secara vertikal akibat gerusan dan endapan sungai.
5. Tingkat kesulitan saluran induk
Lokasi bendung akan membawa akibat arah trace saluran induk. Pada saat
lokasi bendung dipilih dikaki bukit, maka saluran induk biasanya berupa
saluran kontur pada kaki bukit yang pelaksanaannya tidak terlalu sulit.
6. Ruang untuk bangunan pelengkap bendung
Meskipun dijelaskan dalam butir 1 bahwa lembah sempit adalah
pertimbangan topografis yang paling ideal, tetapi juga harus
dipertimbangkan tentang perlunya ruangan untuk keperluan bangunan
pelengkap bendung. Bangunan tersebut adalah kolam pengendap,
bangunan kantor dan gudang, bangunan rumah penjaga pintu, saluran
penguras lumpur, dan komplek pintu penguras, serta bangunan
pengukur debit.
7. Luas layanan irigasi
Lokasi bendung harus dipilih sedemikian sehingga luas layanan irigasi
agar pengembangan irigasi dapat layak. Lokasi bendung kearah hulu akan
mendapatkan luas layanan lebih besar bendung cenderung dihilirnya.
8. Luas daerah tangkapan air
Pada sungai bercabang lokasi bendung harus dipilih sebelah hulu atau hilir
cabang anak sungai. Pemilihan sebelah hilir akan mendapatkan daerah
tangkapan air yang lebih besar, dan tentunya akan mendapatkan debit
5
andalan lebih besar, yang muaranya akan mendapatkan potensi irigasi
lebih besar.
9. Tingkat kemudahan pencapaian
Setelah lokasi bendung ditetapkan secara definitip, akan dilanjutkan tahap
perencanaan detail, sebagi dokumen untuk pelaksanaan implementasinya.
10. Biaya pembangunan
Biaya pembangunan ini adalah pertimbangan terakhir untuk dapat
memastikan lokasi bendung dan layak dilaksanakan.
11. Kesepakatan stakeholder
Sesuai amanat dalam UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air dan
Peraturan Pemerintah No. 20/2006 tentang Irigasi bahwa keputusan
penting dalam pengembangan sumberdaya air atau irigasi harus didasarkan
kesepakatan pemangku kepentingan lewat konsultasi publik.
6
g) kehilangan energi di bangunan
h) bangunan pada jaringan primer: sipon, pengatur, flum, dan
sebagainya.
i) kehilangan energi di bangunan utama
Setelah itu yang perlu diperhatikan pula ialah keadaan sungai itu
sendiri, tipe-tipe sungai seperti berbatu, pasir, banyak pohon-pohon,
berumput dan sebagainya mempunyai nilai kekasaran yang berbeda.
Profil memanjang di gunakan untuk mencari kemiringan rata-rata
sungai. Dengan jalan menjumlahkan kemiringan dari setiap profil dan dibagi
dengan jumlah profil di kurangi satu, maka akan di dapat kemiringan rata-
rata di sekitar bendung, atau dengan perkataan lain :
𝑗
𝐼𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = ∑𝑖 𝐼 (𝑛 − 1)
Profil melintang di gunakan untuk mencari luas tampang basah rata-
rata sungai (Arata-rata)
7
Kemudian Q = A x V
Dimana: Q = debit sungai
A = luas tampang basah sungai
V = lecepatan aliran sungai
Untuk mencari V dapat digunakan metode manning dan chezzy. Bila debit
banjir sudah diktehaui, maka akan diperoleh tinggi banjir.
Atau dengan di ketahui debit banjir rencana, kemudian dengan
mencoba beberapa tinggi muka air, misalkan setiap setengah meter, maka akan
dapat di buat suatu lengkung debit, sehingga tinggi air pada debit rencana dapat
di ketahui (lihat gambar 1.2).
8
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi, m
Be = lebar efektif bendung
B = lebar bendung (lebar total – lebar pular)
9
H. Perhitungan Muka Air Banjir di atas Mercu Bendung
Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bendung
pelimpah : tipe Ogee dan tipe bulat.
10
Persamaan tinggi energi-debit untuk bendung ambang pendek dengan
pengontrol segi empat adalah:
Q = Cd 2/3 √gb3/2 H11,5
Di mana: Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (. 9,8)
b = panjang mercu, m
H1 = tinggi energi di atas mercu, m.
Koefisien debit Cd adalah hasil dari:
- C0 yang merupakan fungsi H1/r
- C1 yang merupakan fungsi p/H1
- C2 yang merupakan fungsi p/H1 dan kemiringan muka
hulu bendung
2. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bandung ambang tajam
aerasi. Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, U.S.
Army Corps of Engineers telah mengembangkan persamaan berikut:
𝑦 1 𝑋 𝑛
= [ ]
ℎ𝑑 𝑘 ℎ𝑑
di mana x dan y adalah koordinat-koordinat permukaan hilir (lihat Gambar
4.9) dan hd adalah tinggi energi rencana di atas mecu. Harga-harga K dan n
11
Q = Cd 2/3 √gb3/2 H11,5
Di mana: Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (. 9,8)
b = panjang mercu, m
H1 = tinggi energi di atas mercu, m.
12
Untuk meredam kecepatan yang ting gi itu dibuat suatu konstruksi
peredam energi. Bentuk hidrolisnya adalah merupakan suatu pertemuan antara
penampang miring, lengkung, dan lurus. Secara garis besar konstruksi peredam
energi dibagi menjadi 4 (empat) tipe, yaitu:
1. Ruang Olak tipe Vlughter
2. Ruang Olak tipe Schoklitsch
3. Ruang Olak tipe Bucket
4. Ruang Olak tipe USBR
Pemilihan tipe peredam energi tergantung pada
1. Keadaan tanah dasar
2. Tingi perbedaan muka air hulu dan hilir
3. Sedimen yang diangkut aliran sungai
13
R= jari-jari kolam, dengan titk pusat sejajar dengan elevasi mercu.
a = end sill
Contoh hitungan:
Diketahui Qd = 350 m3/det, Be = 41,88 m , p = 2,50 m, He = 2,435 m,
seperti terlihat pada gambar. Rencanakan ruang olakan tipe Vlughter.
Solusi :
2,435
a = 0,15 2,435 √3,935 = 0,30
14
Tipe ini adalah sama sifatnya dengan tipe Vlughter dan dipakai apabila
pada tipe Vlughter besarnya D, L, R lebih besar dari atau sama dengan
8,00 m, a tau apabila Z ≥ 4,50 m.
r3 ≥ 0,15 W
1 1
s = q 2 (W ' / g ) 4
s min = 0,10 W’
= 0,15W '
0,50 < α < 0,10
t = W’
I = ½ W’
L = α W’
15
Contoh hitungan:
Seperti soal di muka, elevasi MAB hilir + 47,00 m, elevasi dasar sungai +
45,00 m. Rencanakan kolam peredam energinya.
Sulusi :
Z = 52,435 –47,00 = 5,435 m
He = 2,435 m
Z/He = 5,435/2,435 = 2,232 > 4/3
D = L = R= 2,435 + 1,1 . 5,435 = 8,41 m
Kolam olakan tipe Vlughter tidak dapat digunakan, dan dipilih tipe
Schoklitsch.
Adaikan elevasi dasar r3 = + 43,50 m
W‟ = 52,435 –43,50 = 8,935 m
R3 = 0,15 . W‟ = 1,13 m, ambil r3 = 1,50 m
Dari grafik : pilih = 0,06
= 0,28, ambil
= 0,80,
= 0,15
s = 0,28.8,361/2.(8,935/9,8)1/4= 0,80 m
t = 0,06 . 8,935 = 0,55 m
l = ½ . 0,15 9,435 = 0,67 m
L = 0,80 . 8,935 = 7,20 m
16
lantai yang melengkung sehingga bilamana ada batuan yang terbawa kan
melanting ke arah hilirnya.
a. Solid bucket
Dibuat bilamana material hanyuatan membawa batuan sebesar kelapa
yang akan menghancurkan lantai olakan. Ruang lantai dibuat
melingkar sampai bagian depan cut off. Bentuk hidrolisnya sbb :
V1 = √2. 𝑔 (𝐻 − 𝐻𝑑)
R = 0,305 .10𝑝 (VT. Chow)
P = (V1 + 6,4 Hd + 4,88) (3,6 Hd + 19,5)
R = 0,6 √𝐻. 𝐻𝑑 ((Varshney)
Untuk menentukan elevasi dasar lanati peredam
H / He 2,4 → Tmin / hc = 1,88(H / He) 0, 215
17
V1 = √2. 𝑔 (𝐻 − 𝐻𝑑)
R = 0,305 .10𝑝 (VT. Chow)
P = (V1 + 6,4 Hd + 4,88) (3,6 Hd + 19,5)
R = 0,6 √𝐻. 𝐻𝑑 ((Varshney)
𝑅
√𝐹1 = 0,09 𝐷 + 1,95
1
𝐹1 = 13. 𝑅 2 -19,5
Untuk jarak loncatan air (x) dan tinggi loncatan air terhadap lip
(y) adalah sebagai berikut:
x = (𝑉 2 sin 2∅) /g
y = h sin 2∅
Contoh hitungan:
Diketahui : elevasi mercu = +50,00 m
Hd = 2,289 m
He = 2,435 m, hc = 1,925 m
Elevasi M
AB di hilir = +48,50 m
Elevasi dasar sungai di hilir = +46,50 m
Hitung radius kolam olakam olakan tipe bucket:
Solusi :
18
Gambar 1.11 Varian Ruang Olakan Tipe Bucket
19
Gambar 1.12 Ruang Olakan USBR I
20
c. Ruang Olak USBR III
1) Dipasang gigi pemencar di ujung hulu, pada dasar ruang olak
dibuat gigi penghadang aliran, dan di ujung hilir dibuat perata
aliran.
2) Cocok untuk mengalirkan air dg tekanan hidrostatis rendah
3) Q < 18,5 m3/det
4) V < 18,0 m/det
5) Bilangan Froud > 4,5
21
d. Ruang Olak USBR III
1) Dipasang gigi pemencar di ujung hulu, dan di ujung hilir dibuat
perata aliran.
2) Cocok untuk mengalirkan air dg tekanan hidrostatis rendah
3) Bilangan Froud antara 2,5 -4,5
Yang paling penting dalam perencanaan ruang olak tipe USBR adalah
menghitung rating jump dan tail waterserta mencari bilangan Froud.
Selanjutnya dilakukan uji model pada tipe ruang olak yang terpilih.
Langkah perhitungan :
❖ Menghiting kecepatan aliran di kaki bendung
V = √2 𝑔( 𝐻 − 𝑦1 )
Dengan; V = kec, aliran di kaki benduung
H = beda tinggi anatar MAB dengan daaar ruang olak
22
Y1 = tinggi muka air di kaki bendung
Karena Y1 belum diketahui , maka kecepatan di kaki bendung di
anggap, V1= √2 𝑔( 𝐻 − 0,5 𝐻𝑑)
Dengan V1 = kec. Aliran di kaki bendung
H = tinggi terjunan
Hd = tinggi muka air di atas mercu
J. Lantai Muka
Pada saat air terbendung maka akan terjadi perbedaan tekanan antara hilir
dan udik bendung. Perbedaan ini akan menimbulkan adanya aliran di bawah
bendung, lebih-lebih bila tanah dasar bersifat tiris (porous).
Aliran air ini akan menimbulkan tekanan pada butir-butir tanah dibawah
bendung. Bila tekanan ini cukup besar untuk mendesak butir-butir tanah, maka
lama kelamaan akan timbul penggerusan, terutama di ujung belakang bendung.
Fungsi Lantai Muka
Air yang mendapat hambatan akan mencari jalan keluar melalui
hambatan yang paling kecil, hambatan yang paling kecil di sini adalah
pertemuan antara tanah dengan bangunan, biasanya hal ini di sebut creep
line. Bila creep line ini pendek, maka hambatannya akan kecil dan tekanan
yang di timbulkan oleh air itu akan besar.
Untuk memperkecil tekanan air ini, maka hambatan harus di
perbesar atau di perpanjang. Cara lain adalah dengan membuat lantai muka
atau juga dengan dinding vertikal (cut off wall).
23
1. Perhitungan Lantai Muka
Tekanan air ini bergerak kesegala jurusan, demikian juga air yang
berada di bawah bendung. Gaya tekan air yang menakan dibawah bendung
ini di sebut sebagai “uplift –pressure”, yang hakekatnya berusaha
mendorong bendung ke atas.
24
b. Teori Lane
Teori ini memberikan korekasi terhadap teori Bligh dengan
menyatakan bahwa energi yang di butuhkan oleh air untuk melewati
jalan yang vertikal lebih besar dari jalan horizontal, dengan
perbandingan 3 : 1.
c. Teori Khosla
Khosla berpendapat bahwa masalah bandungan dan bendung bukan
merupakan suatu bentuk yang sederhana, dan oleh karenanya tidak
dapat di selesaikan langsung persaLaplace. Persamaan ini
merupakan persamaan analitis, di susun secara praktis dan hanya
berlaku untuk keadaan tanah yang homogen. Sedangkan Khosla
berpendapat bahwasusunan tanah di bawah bangunan air sangat
berfariasi.
Beberapa bentuk standar yang di berikan Khosla, adalah :
1) Lantai Horizontal Lurus, ktebalannya diabikan dengan cukup
memasang sheet pile pada ujung-ujungnya.
25
Gambar 1.19 Lantai bending dengan sheet pile
26
K. Stabilitas Bendung
Dalam peninjauan stabilitas bendung, maka potongan-potongan yang di
tinjau terutama adalah potongan-potongan I-I dan II-II karena potongan ini adalah
yang terlemah. Potongan lain yang perlu di tinjau akan di jelaskan di belakang.
27
b) Gaya gempa
Untuk daerah-daerah yang banyak gunung berapinya seperti di
Indonesia, maka gaya gempa harus di perhitungkan terhadap
kontruksi. Gaya gempa sebesar, K = f . G
G = Berat konstruksi
28
d) Gaya Hidrostatis
Sebagaimana akan tercantum dalam syarat-syarat stabilitas
nanti, maka harus di tinjau pada waktu air banjir dan pada
waktu air normal ( air di muka setinggi mercu dan di belakang
kosong).
Di samping itu di tinjau pula terhadap pengaliran dimana
mercu tenggelam dan mercu tidak tenggelam
1) Mercu tidak tenggeal
29
2) Mercu tenggelam
Pada saat air normal adalah sama dengan peristiwa mercu
tidak tenggelam. Pada saat air banjir keadaannya sebagai
berikut : gambar :
30
c. Titik guling pada peninjau vertikal di atas adalah titik A.
d. Kontruksi bagian depan bendung akan penuh lumpur setinggi
mercu bendung.
e. Harus di perhitungkan sekurang-kurangnya pada dua keadaan
muka air, yaitu muka air banjir dan muka air normal.
f. Ditinjau pula potongan-potongan mendatar pada kedudukan;
• Bagian di atas lantai muka, tiap 1 meter vertikal.
• Bagian di bawah lantai muka, dua potongan pada tempat-
tempat yang di anggap terlemah.
3. Syarat-syarat stabilitas
a. Pada konstruksi dengan batu kali maka tidak boleh terjadi tegangan
tarik. Ini berarti bahwa resultante gaya-gaya yang bekerja pada
tiap-tiap potongan harus masuk kern
b. Momen tahanan ( Mt) arus lebih besar dari pada momen guling
(Mg). Faktor keamanan untuk ini dapat di ambil antara 1,50 dan 2.
31
e. Setiap titik pada konstruksi tidak boleh terangkat oleh gaya ke atas.
32
REFERENSI
1. Galang Persada. 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP-01 s/d KP-07.
Jakarta:Badan Penerbit Pekerjaan Umum
2. Radjulaini dan Odih Supratman. (2001) DiktatPerkuliahan Irigasi II, Jurusan
Pendidikan Teknik Bangunan FPTK UPI
3. Sub Direktorat Perencanaan Teknis. 1981. Pedoman dan Kriteria Perencanaan
Teknis Irigasi. Jakarta: DPU, Ditjen Pengairan, Ditgasi.
4. Sudjarwadi. (1989/1990). Teori dan Praktek Irigasi. Yogyakarta: PAU Ilmu
Teknik UGM.
33