Anda di halaman 1dari 24

1.

Judul Tugas Akhir


Analisis Perhitungan Stabilitas Lereng Pada Proyek Pusat Listrik Tenaga
Panas Bumi Karaha Bodas di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

2. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara yang kaya akan dengan sumber daya alam
yang melimpah. Potensi akan sumber daya alamnya harus dikerjakan secara
maksimal untuk kepentingan masyarakat pada umumnya. Untuk memaksimalkan
potensi maka dari itu pemerintah sedang meningkatkan potensi SDA dengan
proyek pembangunan Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Karaha Bodas.
Lokasi proyek PLTP ini ditinjau secara topografi dihimpit oleh 2 bukit yaitu bukit
Karaha (EL. 1489 mdpl), bukit Bodas (EL. 1228 mdpl). Untuk menempuh jalan
akses menuju ke Karaha Bodas harus dilalui jalan yang berbukit dan berlereng
dikarenakan kondisi kontur dari topografi Karaha adalah perbukitan.
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu
dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses
geologi atau buatan manusia. Lereng yang tebentuk secara almiah contohnya
lereng bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain
galian dan timbunan untuk akses jalan, bendungan, tanggul sungai, kanal, serta
bangunan lainya.
Suatu longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada
sebuah lereng sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah. Longsoran pada
lereng dapat terjadi dengan berbagai kondisi, secara perlahan-lahan atau
mendadak.
Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah Ring of Fire artinya
berada di daerah yang rawan gempa bumi. Otomatis kelongsoran dapat terjadi
dimana kondisi gempa bumi, beban diatasnya sampai batas yang dipikul oleh
lereng tersebut, pada saat kondisi tanah jenuh air dan kering. Kerugian dapat
ditimbulkan akibat longsor antara lain rusaknya lahan pertanian, bangunan, dan
jalur transportasi .
Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat mengenai
material bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan yang mungkin
bekerja pada lereng. Dengan menganalisa sebuah model lereng, parameter-
parameter lapisan tanah dan analisis lereng dengan berbagai kondisi maka dapat
dihitung faktor keamanan dari suatu lereng

1
3. Maksud dan Tujuan
Maksud dari kajian ini adalah untuk merencanakan
rehabilitasi saluran induk jaringan irigasi DI. Cikembang kanan
sehingga dapat mengembalikan dan meningkatkan fungsi
jaringan kembali ke kondisi semula dan pengembangannya
sehingga dapat beroperasi secara optimal dan dapat mengairi
lebih luas lagi.
Tujuan dari perencanaan rehabilitasi saluran induk jaringan
irigasi DI. Cikembang Kanan adalah:
a. Mengetahui kondisi kerusakan pada saluran irigasi yang
menjadi penyebab optimalisasi fungsi saluran tersebeut
berkurang.
b. Mengetahui analisis kebutuhan air untuk perencanaan
saluran irigasi.
c. Merencanakan desain rehabilitasi saluran irigasi berdasarkan
analisis kebutuhan air dan bangunan bagi.

4. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah:
a. Analisis hidrologi dalam menentukan kebutuhan serta
ketersediaan air irigasi
b. Rencana dimensi saluran
c. Rencana dimensi bangunan bagi
d. Gambar rencana saluran yang akan di rehabilitasi

5. Lokasi

Daerah Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) secara adminstratif


berlokasi di Desa Kadipaten dan Desa Cinta, Kabupaten Tasikmalaya dan
Kabupaten Garut, secara geografis terletak di koordinat 7 o0725.9 LS dan
108o0437 BT.
Jarak dari Kota Bandung ke Kecamatan Ciawi desa Kadipaten Kabupaten
Tasikmalaya adalah 83 km, dengan waktu yang ditempuh 2,5 jam. Kemudian
jarak dari Kabupaten Tasikmalaya ke Karaha Bodas adalah 9 km, dengan waktu
tempuh 15menit. Lokasi pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 1. Lokasi

2
Pekerjaan dan Gambar 2. Lokasi pekerjaan. Skema jaringan irigasi DI.
Cikembang Kanan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 1. Lokasi Pekerjaan


Sumber: Dokumen PSDA, 2013

Gambar 2. Lokasi Pekerjaan


Sumber: Dokumen PSDA, 2013

6. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dibutuhkan sebagai landasan teori yang
akan mendukung penyusunan Tugas Akhir. Di dalam tinjauan
pustaka terdapat teori-teori yang mendasari menghitung
stablitas lereng yang akan di bahas pada sub bab selanjutnya.
Teori-teori yang dibutuhkan untuk menghitung stabilitas lereng
adalah:

6.1 Lereng
Lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dengan sudut tertentu
terhadap bidang horizontal dan tidak dilindungi, kita namakan sebagai lereng yang

3
tak tertahankan (unresistaned slope). Lereng ini dapat terjadi secara alamiah atau
juga secara buatan. Permasalahan utama yang diamalami oleh lereng adalah
kelongsoran. Terzaghi (1950) membagi kelongsoran lereng :
Akibat pengaruh dalam, yaitu longsoran yang terjadi dengan tanpa
adanya perubahan luar atau gempa bumi
Akibat pengaruh luar, yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya
gaya geser tanpa adanya perubahan kuat geser tanah

Teori Analisa Stabilitas Lereng


Maksud analisis stablitas lereng adalah menentukan faktor aman dari bidang
longsor. Faktor aman didefinisikan sebagai nilai perbandingan antara gaya
menahan dan gaya dorongan atau,


Fs
D

dengan ;

= kekuatan geser rata-rata dari tanah
D
= kekuatan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor
Fs
= angka keamanan terhadap kekuatan tanah
Jaringan daari suatu daerah irigasi terdiri dari Petak Primer dan Petak
sekunder yang dilengkapi dengan suatu sistem saluran.

6.2 Bendung
Sesuai dengan Standar Tata Cara Perencanaan Umum Bendung, Bendung
adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun melintang sesuai
atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk
mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara

4
gravitasi ke tempat yang membutuhkannya. Sedangkan, bendung tetap adalah
bendung yang terdiri dari ambang tetap, sehingga muka air banjir tidak dapat
diatur elevasinya. Dibangun umumnya di sungai- sungai ruas hulu dan tengah.
Bendung berfungsi antara lain untuk meninggikan muka air, agar air sungai
dapat disadap sesuai dengan kebutuhan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan
sedimen dan geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman,
efektif, efisien dan optimal. Sesuai konstruksinya, bendung dapat dibedakan
menjadi bendung pelimpah dan bendung gerak. Untuk perencaaan ini akan
dibahas mengenai bendung pelimpah. Bendung pelimpah yang dibangun
melintang sungai, akan memberikan tinggi air minimum kepada bangunan intake
untuk keperluan irigasi. Merupakan penghalang selama terjadi banjir dan dapat
menyebabkan genangan di udik bendung.
Bendung pelimpah terdiri dari antara lain tubuh bendung dan mercu
bendung. Tubuh bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk
meninggikan taraf muka air sungai. Mercu bendung berfungsi untuk mengatur
tinggi air minimum, melewatkan debit banjir, dan untuk membatasi tinggi
genangan yang akan terjadi di hulu bendung. Nama bendung untuk penyebutan
suatu bendung yang biasanya diberi nama sama dengan nama sungai atau sama
dengan nama kampung atau desa disekitar
bendung tersebut.

6.3 Saluran
Saluran irigasi terbagi menjadi dua jenis menurut fungsinya yaitu saluran
pembawa dan saluran pembuang. Masing-masing terbagi menjadi beberapa
tingkatan saluran terdiri atas saluran primer, saluran tersier, dan saluran kuarter.
Secara umum perencanaannya sama, yaitu tergantung dari debit yang diangkut.
Sedangkan bedanya saluran pembawa berdasarkan kebutuhan irigasi, sedangkan
saluran pembuang berdasarkan debit banjir rendah.
Saluran irigasi primer/ induk umumnya bersifat permanen yang sudah
dibnagun oleh pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum atau daerah setempat.
Saluran irigasi sekunder merupakan saluran untuk membawa air yang berasal dari
saluran primer yaitu bangunan sadap yang teruskan ke saluran kuarter yang akan

5
dialiri. Saluran kuarter membawa air dari box bagi box bagi kuarter melalui
bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah.

6.4 Bangunan Sadap dan Bangunan Bagi

Salah satu syarat untuk suatu daerah irigasi secara teknis, adalah bahwa air
harus dapat dibagi dan diukur dengan baik sesuai dengan kebutuhan masing-
masing petak. Untuk itu maka jaringan irigasi harus dilengkapi dengan bangunan-
bangunan pembagi. Secara umum bangunan ini dibagi menjadi dua macam, yaitu
Bangunan Bagi dan Bangunan Sadap.

Bangunan bagi adalah bangunan irigasi yang berfungsi membagi air dari
saluran induk ke saluran sekunder, atau dari saluran sekunder ke saluran sekunder
lain. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan
mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran. Salah satu dari pintu-pintu
bangunan bagi berfungsi sebagai pintu pengatur muka air, sedangkan pintu-pintu
sadap lainnya mengukur debit.

Bangunan sadap berfungsi membagi air dari saluran sekunder atau saluran
induk ke saluran tersier. Umumnya kapasitas pintu ukurnya berkisar antara 50
samapai dengan 250 l/dt. Bangunan sadap terdiri dari bangunan sadap sekunder,
tersier, dan kombinasi sistem proposional. Dalam suatu daerah irigasi digunakan
satu tipe bangunan sadap tersier, dan tidak dianjurkan untuk menggunakan
beberapa tipe, karena akan menyulitkan eksploitasi. Petak tersier dapat dialiri bila
tersedia air di saluran primer pada elevasi yang cukup tinggi untuk mengairi petak
tersebut.

Pintu Air

Pintu air (pintu pengatur) adalah konstruksi yang berfungsi


untuk mengatur kebutuhan air dalam bangunan, dengan cara
memasukkan atau mengeluarkan air ke atau dari bangunan yang
diairi. Pintu pengatur yang akan digunakan adalah pintu air yang
hanya mengatur saja tanpa alat ukur. Pintu pengatur yang

6
digunakan adalah pintu angkat tekan. Pintu pengatur yang
digunakan merupakan pintu pengatur tanpa alat ukur sehingga
agar pemakaian air tidak berlebihan maka dalam perencanaan
yang direncanakan adalah tinggi bukaannya agar dapat mengairi
luas areal yang akan diari. Gambar aliran dibawah pintu sorong
dengan dasar horizontal dapat dilihat pada Gambar. 3 aliran
dibawah pintu sorong dengan dasar horizontal.

Gambar. 3 aliran dibawah pintu sorong dengan dasar horizontal

Penggunaan rumus yang dapat mengecek aliran pada pintu


sorong adalah dengan persamaan debit. Rumus yang digunakan
dibedakan dengan aliran tenggelam dan aliran tidak tenggelam.

Aliran tenggelam : Q = K . . a. b. 2.g.h

Aliran tidak tenggelam : Q = . a. b. 2.g.h

Dimana:

Q = debit m3/dt

K = faktor aliran tenggelam

= koefisien debit

7
a = bukaan pintu (m)

b = lebar pintu (m)

g = percepatan gravitasi (m/dt2)

h = kedalaman air didepan pintu diatas ambang (m)

6.5 Perencanaan
Perencanaan rehabilitasi saluran induk dilakukan dengan tahapan analisis
hidrologi, kapasitas saluran irigasi, kebutuhan air irigasi, ketersediaan air, dan
dimensi hidrolis.

6.5.1 Analisis Hidrologi


Analisis hidrologi sangat dibutuhkan besaran nilai intensitas hujan
maksimum pada suatu kawasan yang dapat mengakibatkan luapan air dari daerah
genangan, selain itu dibutuhkan juga data klimatologi dan dari kedua input
tersebut akan digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan debit rencana yang
dibutuhkan untuk mengatasi intensitas hujan yang cukup besar dengan luasan
daerah irigasi tersebut. Data yang dibutuhkan dalam melakukan analisis hidrologi
adalah intensitas curah hujan, data klimatologi, dan peta topografi. Perhitungan
analisis hidrologi dimulai dengan menghitung kapasitas saluran irigasi, kebutuhan
air irigasi, dan ketersediaan air irigasi.

6.5.1.1 Kapasitas Saluran Irigasi


Yang dimaksud dengan kapasitas saluran adalah besarnya debit yang
harus/dapat dialirkan melalui saluran dengan aman. Kapasitas saluran tergantung
daripada besar kebutuhan air untuk tanaman, luas daerah (petak) yang akan dialiri,
dan cara penanaman.
Tanaman yang menentukan kapasitas saluran irigasi adalah tanaman padi
yang memerlukan air paling besar dan merupakan tanaman pokok yang harus ada
pada suatu proyek pengembangan daerah irigasi. Kebutuhan pengambilan air pada
setiap tingkatan jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 1. Kebutuhan air di
berbagai tingkat jaringan irigasi.
Tabel 1 Kebutuhan Air Diberbagai Tingkat Jaringan Irigasi

8
Tingkat Kebutuhan Air Satuan
Sawah kebutuhan air sawah = NFR l/dt/ha
Petak Tersier kebutuhan air di bangunan sadap:
TOR = (NFR x A x 1) / et l/dt
Petak Sekunder kebutuhan air di bangunan bagi:
SOR = (TOR x 1) / es l/dt, m3/dt
Petak Primer kebutuhan di bangunan sadap utama *):
MOR = ( SOR + TORmc ) x 1 / ep l/dt, m3/dt
Bendung Kebutuhan Diversi:
DR = MORkiri + MORkanan m3/dt
Dimana:
NFR = Kebutuhan air sawah (l/dt/ha)
TOR = Kebutuhan air di bangunan sadap (l/dt)
SOR = Kebutuhan air di bangunan bagi (l/dt atau
m3/dt)
MOR = Kebutuhan air di bangunan sadap utama (l/dt
atau m3/dt)
DR = Kebutuhan Diversi (m3/dt)
A = Luas wilayah yang akan diairi (ha)
et = Efisiensi petak tersier
es = Efisiensi petak sekunder
ep = Efisiensi petak primer
TORmc = Kebutuhan air untuk bangunan sadap (peteak tersier)
disepanjang saluran primer (l/dt)

6.5.1.2 Kebutuhan Air Irigasi


Banyaknya air yang dibutuhkan oleh suatu jenis tanaman untuk dapat
tumbuh dengan baik selama masa hidupnya disebut kebutuhan air irigasi.
Kebutuhan air ini tergantung dari jenis dan masa pertumbuhan tanaman. Besar
kebutuhan air disawah untuk padi, ditentukan oleh faktor-faktor berikut:

1. Penyiapan lahan
2. Penggunaan konsumtif
3. Perkolasi
4. Penggantian lapisan air
5. Curah hujan efektif

9
Secara umum besar kebutuhan air tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut:
a. Kebutuhan air di sawah untuk padi:
NFR = ETS + P + WLR Re
dimana,
ETS = penggunaan konsumtif (evapotranspirasi)
P = perkolasi
WLR = penggantian lapisan air
Re = curah hujan efektif
b. Kebutuhan air pengambilan / disumber:
NFR
DR
e

Dimana: e = efisiensi irigasi keseluruhan

6.5.1.2.1 Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan


Perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan, menggunakan
rumus metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968), sebagai
berikut:
e
k1
M . ek
IR

M .T
k
S

M = Eo + P
dimana,
IR = kebutuhan air irigasi (mm/hari)
M = kebutuhan air untuk mengganti / mengkompensasi kehilangan\
air akibat evapotranspirasi dan perkolasi di sawah yang sudah
dijenuhkan. (mm/hari)
e = efisiensi
k = konstanta
Eo = evapotranspirasi air terbuka yang diambil (mm/hari)
P = perkolasi (mm/hari)
T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air (mm)

10
6.5.1.2.2 Evapotranspirasi dan Perkolasi
Faktor yang mempengaruhi evapotranpirasi antara lain temperatur,
kelembaban udara, penyinaran matahari, kecepatan angin, pelaksanaan pemberian
air, jenis tanaman, dan tahapan masa pertumbuhannya, presipitasi dsb.
Sedangakan Perkolasi dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah, permeabilitas,
tebal lapisan atas tanah, dan letak permukaan air tanah. Perhitungan
Evapotranspirasi dapat dilakukan dengan 2 perhitungan yang dimana untuk
mendapatkan pula nilai Perkolasi.
1. Cara Pendekatan
Rumus Penman modifikasi adalah sebagai berikut:
ETo = c . [ W.Rn + (1-W) . f(u) . (ea ed) ]
Langkah perhitungan sebelumnya,
ed = ea . H
f(u) = 0,27 (1+0,01 . U)
Rn = Rns - Rnl
Rnl = f(T) . f(ed) . f(n/N)
e
f(ed) = 0,34 0,04 d
f(n/N) = 0,1 + 0,9 (n/N)
Rs = (0,25 + 0,50 n/N) . Ra
dimana,
ETo = evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari).
c = faktor penyesuaian untuk mengkompensasi efek kondisi cuaca
siang dan malam.
W = faktor penyesuaian sehubungan dengan konisi temperatur.
Rn = radiasi netto sesuai dengan evaporasi ekivalen (mm/hari).
f(u) = fungsi yang berhubungan dengan kecepatan angin.
ea = tekanan uap jenuh (mbar).
(ea ed) = selisih antara tekanan uap jenuh pada temperatur udara rata-
rata dan tekanan uap udara rata-rata actual (mbar).
H = kelembaban udara.
U = kecepatan angin pada ketinggian 2 m diatas muka tanah
(km/hari).
Rns = radiasi gelombang pendek netto.
Rnl = radiasi gelompang panjang netto.
f(T) = efek temperatur terhadap radiasi gelombang panjang.
f(ed) = efek tekanan uap terhadap radiasi gelombang panjang.
f(n/N) = efek perbandingan penyinaran matahari actual dan maksimum.
= koefisien refleksi.

6.5.1.2.3 Koefisien Tanaman

11
Harga koefisien tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 2. Koefisien
Tanaman Padi dan tanaman palawija dapat dilihat pada Tabel 3. Koefisien
Tanaman Palawija.

Tabel 2 Koefisien Tanaman Padi


Nedeco/ Prosida FAO
Bulan Varietas Varietas Varietas Varietas
Biasa Unggul Biasa Unggul
0,5 1,20 1,20 1,10 1,10
1,0 1,20 1,27 1,10 1,10
1,5 1,32 1,33 1,10 1,05
2,0 1,40 1,30 1.10 1,05
2,5 1,35 1,30 1,10 0,95
3,0 1,24 0 1,05 0
3,5 1,12 0,95
4,0 0 0

Tabel 3 Koefisien Tanaman Palawija


Jangka
Tanam Ke untuk setengah bulan ke
Tumbuh
an
(hari) 1 2 3 4 5 6
0,5 0,7 1,0 1,0 0,8 0,4
Kedelai 85
0 5 0 0 2 5
0,5 0,5 0,9 1,0 1,0 0,9
Jagung 80
0 9 6 5 2 5
Bawan 0,5 0,5 0,6 0,9 0,9
70
g 0 1 9 0 5
0,5 0,6 0,8 0,9 0,8
Buncis 75
0 4 9 5 8
Rata- 0,5 0,6 0,8 0,9 0,9 0,7
88
rata 0 0 4 5 2 8

6.5.1.2.4 Penggantian Lapisan Air (WLR)


Lahan irigasi yang tersedia, dijadwalkan untuk penggantian lapisan air
sesuai kebutuhan setelah dilakukan pemupukan. Apabila tidak dilakukan, maka
dilakukan penggantian sebanyak dua kali masing-masing 50 mm (atau 3,3
mm/hari selama 0,5 bulan) dalam waktu sebulan dan dua bulan setelah masa
transplantasi.

12
6.5.1.2.5 Curah Hujan Efektif
Hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh selama masa tanam yang dapat
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air konsumtif bagi tanaman., curah
hujan efektif bulanan untuk irigasi padi diambil 70 % dari curah hujan minimum
tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun.
Re = 0,7 x 1/15 R(setengah bulan)
dimana,
Re = curah hujan efektif (mm/hari)
R(setengah ulan) = curah hujan minimum tengah bulanan dengan periode
ulang 5 tahun.
Untuk menentukan besar R80 dan R50 ini digunakan rumus probabilitas
Gumble, yaitu hubungan antara log Tr dan curah hujan yang dinyatakan sebagai
berikut:
N1
Tr
m

dimana, Tr = periode ulang (tahun)

N = lama periode pengamatan (tahun).


m = peringkat data.

6.5.1.2.6 Efisiensi Irigasi


Sebelum membagi wilayah menjadi ke petak-petak sawah dari sumber
airnya melalui jaringan irigasi (saluran pembawa) perlu mengalami kehilangan
agar besar kebutuhan di sawah tetap terpenuhi. Kehilangan ini dapat disebabkan
antara lain oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan rembesan. Maka besar
kebutuhan/ pengambilan air dari sumbernya harus diperhitungkan termasuk
kehilangan yang terjadi atau yang disebut efisiensi irigasi.
Bila tidak diperhitungkan secara khusus, maka besar efisiensi diambil:
dijaringan tersier : 80%
dijaringan sekunder : 90%
dijaringan primer : 90%

13
6.5.1.2.7 Perhitungan Kebutuhan Air di Sawah
Dalam menghitung besar kebutuhan air sepanjang tahun, tentukan terlebih
dahulu pola tanam yaitu pengaturan jadwal penanaman dan jenis tanaman yang
digunakan di daerah irigasi yang akan direhabilitasi atau dikembangkan.
Apabila semua faktor kebutuhan telah didapatkan, maka dapat dilakukan
perhitungan kebutuhan air sesuai dengan pola tanam yang direncanakan baik
untuk petak primer, sekunder maupun tersier.

6.5.1.3 Ketersediaan Air


Ketersediaan air dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu aspek kualitas dan aspek
kuantitas air yang akan digunakan. Aspek kualitas adalah aspek yang
bersangkutan dengan kesesuaian air bagi tanamannya. Sedangkan aspek kuantitas
adalah aspek yang menyangkut jumlah air yang tersedia dan dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan irigasi.

6.5.1.3.1 Kualitas Air


Air yang tersedia harus dilihat terlebih dahulu kesesuaian dengan
tanamannya sebelum digunakan, karena air akan mempengaruhi tanaman.
Kualitas air sangat mempengaruhi kebutuhan irigasi, sehingga air yang sesuai
dengan tanamannya sangat diperlukan. Air yang mengandung kelebihan asam
tidak dapat digunakan untuk pengairan tanaman karena air yang mengandung
kelebihan asam akan menggagu pertumbuhan tanaman tersebut. Air yang tidak
dapat dipakai adalah air yang mengandung asam, air yang sudah tercemar, air
yang mengandung salinitas yang tinggi, dan yang lainnya

6.5.1.3.2 Kuantitas Air


Debit andalan merupakan debit minimum sungai yang memungkinkan dapat
memenuhi kebutuhan irigasi. Kemungkinan terpenuhinya ketersediaan air untuk
mengairi sawah adalah 80% sedangkan 20% adalah angka kemungkinan sungai
tidak dapat memenuhi ketersediaan air untuk mengairi sawah. Debit dengan
kemungkinan tidak dapat memenuhi ketersediaan air untuk mengairi sawah
sebanyak 20% adalah R20. Sedangkan debit yang memungkinkan dapat memenuhi

14
ketersediaan air untuk mengairi sawah sebanyak 80% adalah R80. R20 dan R80
dapat dihitung dengan rumus:
1
x n1
R20 5

1
x n1
R80 2

Dimana: n = jumlah data


R20 = urutan data pada saat debit tidak memenuhi ketersediaan
air sebanyak 20%
R80 = urutan data pada saat debit tidak memenuhi ketersediaan
air sebanyak 80%
Urutan yang akan menjadi R20 dan R80 adalah debit yang sudah diamati
sebanyak n tahun yang disusun secara berurutan dari yang terkecil hingga urutan
yang terbesar tanpa menghiraukan tahun diambilnya data.
Cara lain untuk mencari debit andalan selain cara pendekatan dari data
curah hujan bulanan setiap tahun, adalah cara yang dpat digunakan diantaranya
Metode F. J. Mock, Metode NRECA.
Metode F. J. Mock
Perhitungan debit andalan selain dapat dilakukan dengan perhitungan
curah hujan juga dapat dilakukan dengan Metoda F. J. Mock. Metoda F. J. Mock
merupakan metoda untuk menghitung ketersediaan air dengan pengolahan data
pencatatan debit dari AWLR atau dengan mentranformasikan data hujan menjadi
data debit. Pada prinsipnya, Metoda F. J. Mock memperhitungkan volume air
yang masuk, keluar, dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Digunakan
metoda F. J. Mock karena kondisi di Indonesia memungkinkan untuk
menggunakan metoda F. J. Mock. Selain itu metoda F. J. Mock juga disarankan
oleh Direktorat Jenderal Pengairan. Skema model ketersediaan air dengan metoda
F. J. Mock dapat dilihat pada Gambar. 4 Skema model Ketersediaan air dengan
Metoda F. J. Mock.

15
Gambar. 4 Skema model Ketersediaan air dengan Metoda F. J. Mock.

Tahapan perhitungan debit andalan adalah:

1. Menghitung aliran langsung (Dro)


Dro = Ws - In
Ws = R n E
dimana:
Dro = aliran langsung (mm/ hari)
In = infiltrasi (mm/ hari)
E = Evapotranspirasi (mm/ hari)
Rn = curah hujan (mm/hari)
Ws = kelebihan air (mm/ hari)

2. Menghitung aliran yang berasal dari air tanah (q)


q=2xaxV
dimana:
a = konstanta
V = volume tersimpan (mm3)
q = aliran yang berasal dari air tanah

3. Menghitung aliran air tanah sesaat (qt)


qt = qo x K
dimana:
qo = aliran pada saat 0
K = konstanta (K=qt/qo) untuk t=1, K=1

4. Hubungan antara a dan K


K = (1-a)/ (1+a)
a = (1-K)/ (1+K)

5. Menghitung volume tersimpan

16
Vn = Vn-1+[In x t]- (qn-1+qn) x t
Vn = K (Vn-1) + (1+K) x In
qn = 2aVn dengan t-1
dimana:
Vn = volume tersimpan pada periode n
Vn-1 = volume tersimpan pada periode n-1
qn = aliran pada periode n
qn-1 = aliran pada periode n-1

6. Menghitung aliran dasar pada periode n (Bn)


Bn = (qn-1 - qn) x t
= In x t (Vn-1 Vn)
= In x t + (Vn Vn-1)

7. Menghitung aliran
qn = Dro + Bn
= Rn En In + Bn
Aliran dalam mm/ satuan luas

8. Menghitung debit andalan (debit sungai)


Q n = qn x A
dimana:
A = luas daerah aliran sungai (km2)

6.5.1.4 Neraca Air


Untuk mengetahui luasan daerah irigasi yang dikembangkan atau
rahabilitasi, maupun seberapa besar debit yang dapat disediakan untuk mengairi
lahan irigasi tersebut. Maka debit yang tersedia dibandingkan dengan besar
kebutuhan air keseluruhan (disumber) yang disebut neraca air. Menghitung luasan
daerah yang dialiri dapat digunakan rumus dibawah ini:
Q
A n
DR
dimana,
A = Luas daerah irigasi.
Qn = debit andalan.
DR = kebutuhan pengambilan air.

6.5.2 Dimensi Hidrolis

Dimensi hidrolis saluran terdiri dari bentuk dan ukuran penampang


melintang dan kemiringan memanjang saluran. Untuk ini ditentukan pada setiap
ruas saluran yang debitnya berbeda-beda. Untuk setiap ruas saluran, aliran

17
dianggap tetap. Dengan demikian rumus pengaliran yang digunakan adalah rumus
kontinuitas.
Q=FxV
dimana,
Q = debit (m3/dt).
F = luas penampang basah (m2).
V = kecepatan aliran (m/dt).
Kecepatan aliran dihitung dengan rumus strickler:
V = k . R2/3 . I1/2
A
R
P

dimana, k = koefisien kekerasan Strickler (m1/3/dt).


P = keliling basah (m).
R = jari-jari hidrolis (m).
I = kemiringan dasar.
A = Luas penampang (m2)
Untuk kontrol kemiringan yang didapatkan setelah dimensi saluran dapat
diketahui dengan perhitungan berikut ini.
V 2
I
2
kR
3

Bentuk penampang yang paling baik untuk digunakan adalah bentuk


trapesium. Gambar penampang dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar penampang
saluran.
A = ( b + m . h ) h,
2
P = b + 2.h m 1

Dimana: b = lebar dasar (m)


h = tinggi air (m)
m = kemiringan tanggul

18
Gambar 5. Gambar penampang saluran

7. Metodologi Perencanaan
Dalam perancangan rehabilitasi saluran induk kanan
jaringan irigasi DI. Cikembang ditentukan dengan dasar atau
kriteria-kriteria perencanaan. Sebagai bahan penunjang proses
perencanaan maka dilakukan kajian pustaka untuk menentukan
spesifikasi-spesifikasi yang dijadikan sebagai acuan
perencanaan.
Dalam perencanaan rehabilitasi jaringan irigasi dilakukan
langkah-langkah berupa pengumpulan data-data penunjang
laporan perancangan rehabilitasi, analisis data, dasar
perancangan rehabilitasi jaringan irigasi, pembuatan gambar
rencanadan evaluasi hasil perencanaan. Langkah-langkah
perencanaan rehabilitasi jaringan irigasi dapat dilihat pada
Gambar 6. Diagram alir perencanaan rehabilitasi jaringan
irigasi.

19
20
Gambar 6. Diagram alir perencanaan rehabilitasi jaringan irigasi
Dari diagram alir pada Gambar 6. Diagram alir
perencanaan rehabilitasi saluran induk dapat dijelaskan
mengenai langkah-langkah diagram alir tersebut. Langkah-
langkah tersebut adalah:
a) Identifikasi Masalah
Latar belakang perencanaan rehabilitasi saluran induk
adalah adanya masalah dalam saluran induk tersebut sehingga
diperlukan solusi untuk menyelesaikan masalah yang terdapat
pada saluran induk. Masalah yang terjadi diharapkan dapat
terselesaikan dengan baik dengan adanya perencanaan
rehabilitasi saluran induk.
b) Studi Literatur
Dalam perencanaan rehabilitasi saluran induk diperlukan
pengolahan data yang di dapat, untuk pengolahan data tersebut
diperlakukan sumber-sumber yang dapat membantu pengolahan
data tersebut. Sumber-sumber untuk pengolahan data tersebut
didapatkan dengan berbagai referensi yang harus dicari.
c) Pengumpulan Data
Data yang digunakan untuk merencanakan rehabilitasi
saluran induk diperolah dari instansi yang berhubungan erat
dengan jaringan irigasi, yaitu Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

21
(PSDA). Data tersebut diperoleh dengan mengajukan surat
permohonan resmi permintaan data yang diperuntukkan untuk
Tugas Akhir.
d) Analisis Data
Data yang telah diperoleh dilakukan analisis serta diolah
sesuai kebutuhan yang akan digunakan untuk merencanakan
rehabilitasi saluran induk. Dari pengolah serta analisis data
diperoleh rencana rehabilitasi saluran induk.
e) Analisa Hidrologi
Dari data yang sudah diperoleh, data tersebut diolah sesuai
kebutuhan untuk memenuhi metoda yang akan digunakan dalam
perencanaan rehabilitasi. Dalam analisa hidrologi dilakukan
perhitungan kapasitas saluran irigasi, perhitungan kebutuhan air
irigasi, perhitungan ketersediaan air irigasi dan neraca air.
f) Perhitungan Kapasitas Saluran Irigasi
Perhitungan kapasitas saluran irigasi dilakukan untuk
mendapatkan besarnya debit yang harus/ dapat dialirkan melalui
saluran dengan aman. Kapasitas saluran tergantung besar
kebutuhan air untuk tanaman, luas daerah yang akan dialiri, dan
cara penanaman.
g) Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi
Perhitungan kebutuhan air irigasi dilakukan untuk
mendapatkan debit yang dibutuhkan untuk mengairi suatu
daerah irigasi. Kebutuhan air irigasi tergantung dari jenis dan
masa pertumbuhan tanaman.
h) Perhitungan Ketersediaan Air Irigasi
Perhitungan ketersediaan air irigasi dilakukan untuk
mengetahui besarnya debit air yang tersedia atau yang akan
dialirkan melalui saluran irigasi. Ketersediaan air dipengaruhi
oleh dua aspek, yaitu aspek kualitas air dan aspek kuantitas air.
Cara yang dilakukan untuk menghitung ketersediaan air irigasi
dilakukan dengan cara pendekatan, cara F. J. Mock, dan cara
NRECA. Namun yang digunakan adalah cara F. J. Mock.
i) Neraca Air

22
Perhitungan neraca air dilakukan untuk mengetahui luasan
daerah irigasi yang dikembangkan atau untuk mengetahui besar
debit yang dapat disediakan untuk mengairi lahan tersebut.
j) Perencanaan Saluran
Perencanaan saluran induk menghasilkan data dimensi
saluran dengan analisis kebutuhan air. Perencanaan saluran
induk ini disesuaikan dengan dimensi saluran yang dapat
menampung kapasitas debit air yang disalurkan.
k) Gambar Rencana
Setelah didapatkan dimensi saluran maka dibuatkan gambar
rencana saluran induk dengan potongan melintang dan potongan
memanjang.

8. Jadwal Pelaksanaan
Jadwal pelaksanaan Tugas Akhir dapat dilihat pada Lampiran
2. Jadwal pelaksanaan tugas akhir.

9. Rencana Anggaran Biaya


Rencana anggaran biaya untuk pengerjaan Tugas Akhir
dapat dilihat pada Lampiran 3. Rencana Anggaran Biaya.

10. Daftar Pustaka

Bakrie, Asmawar. 2014. Handout BAB 4 Jaringan Utama.


Politeknik Negeri Bandung.

Bakrie, Asmawar. 2014. Handout BAB 5 Petak Tersier. Politeknik


Negeri Bandung.

Dokumen PSDA. 2013. Rehabilitasi Jaringan Irigasi DI Cikembang


Lintas Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar. Bandung.

23
Nur, Diana Khalida dan Yulianti. 2014. Perencanaan Jaringan
Utama DI Ciramajaya Kabupaten Tasikmalaya. Politeknik
Negeri Bandung.

Pratama, Dimas Aziiz dan Sidiq Permana Putra. 2014.


Perencanaan Saluran Induk Daerah Irigasi Ciherang
Kabupaten Bandung. Politeknik Negeri Bandung.

Safitri, Nun dan Rosi Andriani. 2014. Perencanaan Bendung Tetap


DI Ciramajaya Kabupaten Tasikmalaya. Politeknik Negeri
Bandung.

Setiawan, Hendri dan Jahiel R Sidabutar. 2007. Perencanaan


Jaringan Irigasi Bangunan Memanfaatkan Pasang Surut Air
Laut Di Kali Tenggang Kecamatan Genuk Kota Semarang.
Repositori UNDIP.

24

Anda mungkin juga menyukai