3.1 Umum
Dalam Keriteria Perencanaan Bangunan utama – KP-02, Bangunan
Utama didefinisikan sebagai: “Semua bangunan yangdirencanakan di
sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi,
biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi
kandungan sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur
dan mengatur air yang masuk”.Pengaliran air dari sumber air berupa sungai
atau danau ke jaringan irigasi untuk keperluan irigasi pertanian, pasokan air
baku dan keperluanlainnya yang memerlukan suatu bangunan disebut
dengan bangunan utama.Untuk kepentingan keseimbangan lingkungan dan
kebutuhan daerah dihilir bangunan utama, maka aliran air sungai tidak
diperbolehkan disadap seluruhnya. Namun harus tetap dialirkan sejumlah
5% dari debit yang ada. Di Indonesia umumnya ada 6 (enam) jenis
bangunan utama yang sering dibangun yaitu:
1
menggunakan tipe ini akan didapat panjang ambang yang lebih besar,
dengan demikian akan didapatkan kapasitas pelimpahan debit yang
besar. Mengingat bentuk fisik ambang dan karakter hidrolisnya,
disarankan bendung type gergaji ini dipakai pada saluran.
2
Gambar3.1: Bendung Tetap Batang Anai dan Batang Tongar serta
bendung Tipe Gergaji
3
(b). Pintu radial, memiliki daun pintu berbentuk lengkung (busur)
denganlengan pintu yang sendinya tertanam pada tembok sayap atau
pilar. Konstruksi seperti ini dimaksudkan agar daun pintu lebih
ringanuntuk diangkat dengan menggunakan kabel atau rantai.
Alatpenggerak pintu dapat dapat pula dilakukan secara hidrolik
denganperalatan pendorong dan penarik mekanik yang tertanam
padatembok sayap atau pilar.
4
Gambar 3.3:Bendung Gerak Tipe Radial di Sungai Bengawan Solo
(Tampak Belakang) dan Bendung Gerak Waru Turi
Jawa Timur
5
Gambar 3.4:Bendung Gerak di Hagesten Weir (Belanda)
6
Gambar 3.5:bendung Karet di Aceh
7
Gambar 3.7: Denah dan Potongan melintang bendung saringan Bawah
3.1.5 Pompa
Ada beberapa jenis pompa didasarkan pada tenaga penggeraknya,
antara lain:
a. Pompa air yang digerakkan oleh tenaga manusia (pompa tangan),
b. Pompa air dengan penggerak tenaga air (air terjun dan aliran air),
c. Pompa air dengan penggerak berbahan bakar minyak
d. Pompa air dengan penggerak tenaga listrik.
Pompa digunakan bila bangunan-bangunan pengelak yang lain tidak dapat
memecahkan permasalahan pengambilan air dengan gravitasi, atau kalau
pengambilan
8
air relative sedikit dibandingkan dengan lebar sungai. Dengan
instalasipompa pengambilan air dapat dilakukan dengan mudah dan
cepat.Namun dalam operasionalnya memerlukan biaya operasi
danpemeliharaannya cukup mahal terutama dengan makin mahalnya bahan
bakar dan tenaga listrik.Dari cara instalasinya pompa dapat dibedakan atas
pompa yang mudah dipindah-pindahkan karena ringan dan mudah dirakit
ulang setelah dilepaskomponennya dan pompa tetap (stationary) yang
dibangun/dipasang dalam bangunan rumah pompa secara permanen.
9
3.2 Pengumpulan Data Awal
10
minimum angka rembesan Lane (CL)yang akan digunakan untuk
menentukan panjang lantai muka dan besarnya uflift pressure,
letaknya lapisan yang kedap air, dan untuk melihat ada atau tidaknya
gejala-gejala patahan yang membahayakan stabilitas bendung
4) Data Mekanika Tanah : untuk mengetahui tekanan tekan tanah yang
diizinkan, koefisien geser antara dasar bendung dan tanah dasarnya,
angka permeability dari tanah tersebut, tegangan geser tanah yang
diizinkan
5) Data Morfologi Sungai : untuk mengetahui kandungan sedimen dasar
dan melayang termasuk distribusi ukuran butir, hal ini diperlukan
untukuntuk menentukan tipe kolam olakan dimana angkutan sedimen
yang diangkut punya peranan besarn dalam menetukan tipe kolam
olakan.:
a. Sungai yang mengakut batu-batu besar dan dasar sungai relative
tahan gerusan cocok dengan kolam olakan tipe bak tenggelam
b. Sungai yang mengakut batu-batu besar tetapi sungai itu
mengandung bahan alluvial dengan dasar tahan gerusan cocok
dengan kolam olakan loncat air tanpa blok halang atau tipe bak
tenggelam
c. Sungai yang hanya mengangkut bahan sedimen halus dapat
direncanakan kolam loncat air yang diperpendek dengan
menggunakan blok-blok halang (Tipe USBR).
Serta uutuk mengetahui perubahan perubahan yang terjadi pada
dasar sungaisecara horizontal maupun vertical.
11
2) Geoteknik : dipilih dasar sungai yang mempunyai daya dukung kuat,
stratigrafi lapisan batuan miring ke arah hulu, tidak ada sesar aktif, tidak
ada erosi buluh, dan dasar sungai hilir bendung tahan terhadap gerusan
air. Disamping itu diusahakan keadaan batuan tebing kanan dan kiri
bendung cukup kuat dan stabil serta relatif tidak terdapat bocoran
samping.
3) Hidraulik : dipilih bagian sungai yang lurus. Jika bagian sungai lurus
tidak didapatkan, lokasi bendung ditolerir pada belokan sungai; dengan
syarat posisi bangunan intake harus terletak pada tikungan luar dan
terdapat bagian sungai yang lurus di hulu bendung. Kalau yang terakhir
inipun tidak terpenuhi perlu dipertimbangkan pembuatan bendung di
kopure atau dilakukan rekayasa perbaikan sungai (river training).
4) Regime sungai : Hindari lokasi bendung pada bagian sungai dimana
terjadi perubahan kemiringan sungai secara mendadak, dan hindari
bagian sungai dengan belokan tajam. Pilih bagian sungai yang lurus
mempunyai kemiringan relatif tetap sepanjang penggal tertentu.
5) Saluran induk : Pilih lokasi bendung sedemikian sehingga pembangunan
saluran induk dekat bendung tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mahal.
Hindari trace saluran menyusuri tebing terjal apalagi berbatu. Usahakan
ketinggian galian tebing pada saluran induk kurang dari 8 m dan
ketinggian timbunan kurang dari 6 m.
6) Ruang untuk bangunan pelengkap : Lokasi bendung harus dapat
menyediakan ruangan untuk bangunan pelengkap bendung, utamanya
untuk kolam pengendap dan saluran penguras dengan panjang dan lebar
masing-masing kurang lebih 300 – 500 m dan 40 – 60 m.
7) Luas layanan irigasi : Lokasi bendung harus sedemikian sehingga dapat
memberikan luas layanan yang memadai terkait dengan kelayakan
sistem irigasi. Elaborasi tinggi bendung (yang dibatasi sampai dengan 6-
7 m), menggeser lokasi bendung ke hulu atau ke hilir, serta luas layanan
12
irigasi harus dilakukan untuk menemukan kombinasi yang paling
optimal.
8) Luas daerah tangkapan air : Lokasi bendung harus dipilih dengan
mempertimbangkan luas daerah tangkapan, terkait dengan debit andalan
yang didapat dan debit banjir yang mungkin terjadi menghantam
bendung. Hal ini harus dikaitkan dengan luas layanan yang didapat dan
ketinggian lantai layanan dan pembangunan bangunan melintang anak
sungai (kalau ada).
9) Pencapaian mudah : Lokasi bendung harus refatip mudah dicapai untuk
keperluan mobilisasi alat dan bahan saat pembangunan fisik maupun
operasi dan pemeliharaan. Kemudahan melakukan inspeksi oleh aparat
pemerintah juga harus dipertimbangkan masak-masak.
10) Biaya pembangunan yang efisien : dari berbagai alternatif lokasi
bendung dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang dominan,
akhirnya dipilih lokasi bendung yang beaya konstruksinya minimal
tetapi memberikan ouput yang optimal.
11) Kesepakatan stakeholder : apapun keputusannya, yang penting adalah
kesepakatan antar pemangku kepentingan lewat konsultasi publik. Untuk
itu direkomendasikan melakukan sosialisasi pemilihan lokasi bendung.
13
h. Silt Excluder (Bangunan pembersih lumpur)
Gambar 3.3 menunjukkan tata letak komponen bangunan utama.
14
air, bangunan untuk mengambil air dapat juga menggunakan pompa. Dalam
buku ini yang akan dibahas hanya tentang bendung tetap.
15
2) Bangunan pengambilan (Intake)
Bangunan pengambilan pada bendung fungsinya adalah untuk
menyadap air masuk kedalam saluran dan berfungsi juga sebagai berikut:
a) Mengatur pemasukan air kedalam saluran
b) Menjaga agar endapan tidak masuk kedalam saluran
c) Menjaga agar air banjir tidak masuk kedalam saluran
Bangunan pengambilan (intake) ini biasanya diletakkan tegak lurus
pada as bendung, akan tetapi akhir-akhir ini sudutnya dibuat lebih besar
dari 90⁰ sampai 110⁰ agar air dapat mengalir dengan lancar kedalam
saluran, bangunan pengambilan dilengkapi dengan pintu yang besarnya
disesuaikan dengan alat pengangkat yang tersedia. Agar endapan tidak
masuk kedalam saluran, ambang pintu pengambilan dibuat lebih tinggi 0,50
– 1,50 m diatas dasar lantai pintu penguras/pembilas. Apabila bangunan
dilengkapi dengan “ Silt Excluder” ambang pintu pengambilan dinaikkan
lebih tinggi sekitar 0,60-0,70 m.
16
a) Kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan
pengambilan (dimension requirement) guna menambah fleksibilitas dan
agar dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek
b) Rumus debit yang dapat dipakai dalam perhitungan pengambilan sebagai
aliran aliran bawah:
dimana:
Q : debit, m3/dt
μ : koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan
kehilangan tinggi energi, μ = 0,80
b : lebar bukaan, m
a : tinggi bukaan, m
g : percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8)
z : kehilangan tinggi energi pada bukaan, m
Bila pengambilan mempunyai bukaan lebih dari satu, maka pilar sebaiknya
dimundurkan untuk menciptakan kondisi aliran masuk yang lebih mulus
(lihat Gambar 3.6).
17
3) Bangunan Penguras/Pembilas
Bangunan penguras merupakan bagian dari bangunan utama yang
dilengkapi dengan satu atau lebih pintu penguras. Pintu penguras
ditempatkan satu kesatuan dengan bendung didepan bangunan
pengambilan/intake, membentuk kantong yang dasarnya lebih rendah dari
ambang pintu pengambilan. Biasanya dasar dari kantong penguras ini sama
dengan dasar terendah dari sungai. Lantai penguras merupakan kantong
tempat mengendapnya bahan-bahan kasar di depan penguras pengambilan.
Sedimen yang terkumpul dapat dikuras dengan jalan membuka pintu
penguras secara berkala guna menciptakan aliran terkonsentrasi tepat di
depan pengambilan. Ujung atas dari pintu penguras dapat dibuat lebih
tinggi dari muka air normal di atas bendung agar aliran air selalu terjamin
untuk penyadapan. Apabila terjadi banjir besar, kelebihan air dialirkan
melalui bagian atas pintu penguras, sehingga limpasan di atas mercu
bendung akan tetap atau tidak melebihi kapasitasnya.
Pengalaman yang diperoleh dari banyak bendung dan pembilas
yang sudah dibangun, telah menghasilkan beberapa pedoman untuk
menentukan lebar pembilas:
a) lebar pintu penguras ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama
dengan 1/6 -1/10 dari lebar bersih bendung (jarak antara pangkal-
pangkalnya), untuk sungai-sungai yang lebarnya kurang dari 100 m.
Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat diberikan harga empiris. Dalam
hal ini sudut α pada Gambar 3.12 sebaiknya diambil sekitar 60⁰ sampai
70⁰. Pintu pada pembilas dapat direncana dengan bagian depan terbuka atau
tertutup (lihat juga Gambar 3.13) . Pintu dengan bagian depan terbuka
memiliki keuntungan-keuntungan berikut:
18
(1) ikut mengatur kapasitas debit bendung, karena air dapat mengalir
melalui pintu-pintu yang tertutup selama banjir.
Kelemahan-kelemahannya:
(1) sedimen akan terangkut ke pembilas selama banjir; hal ini bisa
menimbulkan masalah, apalagi kalau sungai mengangkut banyak
bongkah. Bongkah-bongkah ini dapat menumpuk di depan pembilas
dan sulit disingkirkan.
(2) benda-benda hanyut bisa merusakkan pintu.
(3) karena debit di sungai lebih besar daripada debit di pengambilan, maka
air akan mengalir melalui pintu pembilas; dengan demikian kecepatan
menjadi lebih tinggi dan membawa lebih banyak sedimen.
19
Gambar 3.13 : Tipe-tipe pintu pengambilan: pintu sorong kayu dan
baja
20
5) Kantong Lumpur
Air sungai yang dialirkan ke saluran irigasi biasanya kecepatannya
lebih kecil dari kecepatan aliran air di sungai, hal ini akan menyebabkan
terjadinya endapan material yang agak kasar di bagian awal-awal saluran
sedang material yang lebih kecil akan mengendap di sepanjang saluran
bagian hilir dan material yang halus akan mengendap di lahan sawah.
Pengendapan ini akan menyebabkan kemampuan saluran untuk
mengalirkan air jadi berkurang dan pembuangannya akan membutuhkan
biaya yang cukup besar.
Untuk mengurangiterjadinya endapan ini di saluran, maka perlu
dibuat kantong lumpur di awal dari saluran primer setelah pintu
pengambilan. Kantong lumpur yang sederhana hanya terdiri dari satu ruang
pengendapan, kecepatan aliran air di kantong lumpur ini , sewaktu
pengurasansedang dilakukan di salah satu ruangan pengendapan sekitar
0,20 sampai 0,35 m/dt, apabila debit saluran melebihi 15-25 m3/dt, ukuran
kantor lumpur akan sangat besar dan waktu pengurasannya makan waktu
lama, oleh karena itu kantong lumpur dibuat dua ruangan pengendapan
atau lebih.
Kantong lumpur dua ruangan pengendapan terdiri dari 2 macam
yaitu:
a) Tiap ruangan dapat mengalirkan debit rencana, sehingga
memungkinkan menghentikan fungsi ruangan pengendapanyang
sedang dalam melakukan pengurasan, sedang yang satu lagi
mengalirkan debit rencana.
b) Tiap ruangan hanya mengalirkan separoh dari debit rencana, sewaktu
pengurasansedang dilakukan di salah satu ruang pengendapan, ruang
pengendapan yang lain akan mengalirkan air sesuai dengan debit
rencana, hal ini akan menyebabkan meningkatnya kecepatan di
ruangan pengendapan tersebut.
21
Kantong lumpur yang terdiri dari banyak ruang pengendapan, setiap
ruangnya akan mengalirkan air sebanyak debit rencana dibagi banyak ruang
pengendapan, pengurasan dilakukan secara bergantian, ruang pengendapan
yang sedang mengalirkan air debitnya adalah 1/(n-1) dari debit rencana,
dengan demikian setiap ruangan akan dibebani debit n/(n-1), n = jumlah
ruangan pengendapan.
Kantong lumpur yang banyak mempunyai ruang pengendapan, pengaliran
airnya ke saluran tidak mengalami penghentian sewaktu terjadi proses
pengurasan, pengurangan debit air untuk pengurasan adalah sebesar 1/n
dari debit rencana.
22
Gambar 3.14: Kantong Lumpur dan Pintu Penguras ke Sungai
6) Tangga Ikan
23
tanpa tangga ikan akan mengganggu kehidupan dan kelestarian ikan di
sungai tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka dibuatkanlah fasilitas untuk
ikan dapat berimigrasi ke arah hulu yang disebut dengan tangga ikan.
Tangga ikan ini biasanya dibuat disamping dinding pemisah (pilar) dan arus
pada tangga ini dibuat tidak melebihi 3,0 – 3,5 m/dt, karena kemampuan
ikan berenang melawan arus sekitar 3,0 – 3,5 km/dt
24
Dimana:
Vs = kecepatan air melalui pembilas sungai
Vp = kecepatan air melalui kantong pintu penguras
Apabila bangunan utama tidak dilengkapi : “Silt Excluser” maka, pintu
pembilas sungai ditutup dan debit yang melalui kantong pintu penguras
sama dengan debit pada bangunan pengambilan /intake. Kelebihan air di
sungai diizinkan mengalir melalui pembilas sungai, sehingga debit yang
mengalir melalui pembilas sungai menjadi lebih besar dari debit yang
melalui kantong pintu penguras, oleh karena lebar pembilas sungai lebarnya
sama dengan lebar kantong pintu penguras, maka kecepatan di pembilas
sungai akan lebih besar dari pada kecepatan di kantong pintu penguras.
25
tinggi energi di boks bagi kuarter, kehilangan tinggi energi selama
pengaliran di saluran tersier (I x L), kehilangan tinggi energi di boks tersier,
kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan pembawa, kehilangan
tinggi energi di bangunan-bagi/sadap dan bangunan ukur, dan kehilangan
tinggi energi selama pengaliran di saluran sekunder dan primer, dalam hal
ini harus memperhatikan semua saluran primer dan sekunder yang ada,
kemudian dipilih elevasi saluran primer yang berpengaruh, kemudian
ditambah tinggi energi di pintu pengambilan /intake dan kehilangan tinggi
energi akibat eksploitasi.
26
Gambar 3.17: Perhitungan elevasi muka air pada Mercu
No Uraian Keterangan
A Elevasi tertinggi di sawah + 25,00
a Lapisan air di sawah (10 cm) + 25,00 + 0,10 = +25,10
b Kehilangan tinggi energi di +25,10 + 0,05 = +25,15
saluran kuarter ke sawah (5 cm)
c Kehilangan tinggi energi di Box +25,15+0,05 = + 25,20
kuarter (5 cm)
d Kehilangan tinggi energi selama + 25,20 + (IxL)∆ h =+ 25,25
pengaliran di saluran tersier = I x
L
e Kehilangan tinggi energi di Box + 25,25 + 0,10 = +25,35
Tersier (10 cm)
f Kehilangan tinggi energi di +25,35 + 0,05 = + 25,40
gorong-gorong (5 cm)
g Kehilangan tinggi energi selama + 25,40 + (IxL)∆ h(0,16)= +
pengaliran di saluran sekunder 25,56
=IxL
h Kehilangan tinggi energi di + 25,56 + 0,10 = + 25,66
Bangunan Sadap (10 cm)
i Kehilangan tinggi energi selama + 25,66+ (IxL)∆ h(0,25)= +25,91
pengaliran dari bangunan ukur ke
bangunan sadap = I x L
27
j Kehilangan tinggi energi di +25,91+ 0,15 = + 26,06
Bangunan Ukur (15 cm)
k Kehilangan tinggi energi di pintu + 26,06 + 0,20 = + 26,26
intake (20 cm)
l Kehilangan tinggi energi akibat + 26,26 + 0,10 = + 26,36
pengaruh gelombang (10 cm)
Elevasi Mercu + 26,26
28
K = koefisien kekasaran dinding (m1/3/dt)
R = jari-jari hidrolis (m)
P = keliling basah (m)
29
Gambar 3.19: Profil memanjang rata-rata sungai
Tinggi air banjir di hilir bendung sama dengan tinggi air banjir di dalam
sungai sebelum adanya bendung. Tinggi air banjir dapat dihitung dengan
rumus hidrolika pengaliran yaitu :
Q=AxV
Jika Data:
Q = 600 m3/dt
I = 0,005
m = 1 (horizontal 1: vertikal 1)
K = 35
V = K. R2/3. I1/2 (Rumus Strickler)
A = (b + m.h) h
P = (b + 2 h √ 1+m²
A
R=
P
Jadi:
Q = A. K. R2/3. I1/2
600 = 35.0,0051/2. A.R2/3
30
600
A.R2/3 = = 242,44
35.0,0051 /2
A 2 /3
A. = 242,44
P2 /3
A 5 /3
=242,44
P2 /3
( b+mh ) h = 242,44
¿¿
Dengan mencoba-coba berbagai harga h , akan didapat persamaan
disebelah kiri hampir sama dengan persamaan disebelah kanan (kolom 11
dan kolom 14) seperti pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2: Perhitungan tinggi air di hilir bendung dengan aplikasi Excel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15=4/8
1 2,0 52 600 0,005 35 1 108 57,6 1,87 242,44 2453 14,94 164,15 5,56
6
2 2,53 52 600 0,005 35 1 137,95 59,1 2,33 242,44 3690 15,20 242,69 4,35
6
Didapat h = 2,53 m
31
Tabel 3.3: Perhitungan tinggi muka banjir dengan menggunakan
Lengkung Debit
V Q
h (m) b (m) m A (m²) P (m) R (m) K I (m/dt) (m³/dt)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,50 52 1 26,250 53,41 0,49 35 0,005 1,541 40,448
1,00 52 1 53,000 54,83 0,97 35 0,005 2,420 128,235
1,50 52 1 80,250 56,24 1,43 35 0,005 3,137 251,752
2,00 52 1 108,000 57,66 1,87 35 0,005 3,762 406,244
2,50 52 1 136,250 59,07 2,31 35 0,005 4,322 588,830
3,00 52 1 165,000 60,48 2,73 35 0,005 4,833 797,525
32
Gambar 3.21: Tinggi Muka Air Banjir Rencana
33
bermanfaat untuk melewatkan debit disebabkan adanya pilar dan pintu
penguras. Dalam pengoperasian bendung sewaktu banjir pintu penguras dan
pintu inteke ditutup, hal ini untuk menghindari masuknya benda-benda
yang hanyut yang terbawa banjir seperti kayu-kayu yang akan menyumbat
pintu penguras maupun pintu intake dan masuknya debit banjir ke saluran
primer. Selain itu jika pintu penguras tertutup, bagian atas pintu penguras
ini harus sama tingginya dengan mercu bendung, sehingga air bisa mengalir
lewat atas pintu penguras.
Karena pengaliran air di atas pintu penguras lebih sulit dari pada
pengaliran di atas mercu bendung, maka kemampuan pintu penguras untuk
mengalirkan air sewaktu banjir dianggap hanya 80% saja atau dengan
rumus:
Be = Bb – Σ b – Σt + 0,80Σb
Be = Bb – 0,20 Σ b – Σt (Soenarno., 1980)
dimana :
Be : Lebar efektif bendung
Bb : Lebar bendung bruto
∑b : Jumlah lebar pintu penguras
∑t : Jumlah lebar pilar
Dalam KP-02, Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu
yang sebenarnya (B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/atau
tiang pancang, dengan persamaan berikut:
Be= B –2 (nKp + Ka)H1.........................................................................3-1
dimana:
n = jumlah pilar
Kp= koefisien kontraksi pilar
Ka= koefisien kontraksi pangkal bendung
H1= tinggi energi, m
Harga-harga koefisien Kadan Kp diberikan pada Tabel 3.4.
34
Gambar 3.22: Lebar Efektif Mercu
35
3.6.3.3 Lebar Pintu Pembilasan/Penguras
Untuk sungai yang lebarnya kurang dari 100 meter, maka untuk
lebar pintu penguras ditambah dengan lebar pilar sebaiknya sama dengan
1/6 sampai dengan 1/10 dari lebar bersih bendung (jarak antara pangkal ke
pangkalnya) sebagai contoh:
Dalam perencanaan bendung ini ini lebar sungai rata-rata nya
adalah = 43,35 m, kemudian dikalikan dengan 1, 2 untuk mendapatkan
lebar bendung (Bb) = 43,35 x 1,2 = 52 m, lebar pintu penguras (bp) = 1/10
x 52 = 5,2 m, direncanakan menggunakan 2 (dua) buah pintu dengan lebar
masing-masing 2,0 m (bp = 2,0 m), dan 2(dua) buah pilar dengan lebar
masing-masing pilar 1,0 m (t = 1,0 m ). Jumlah = 6,0 m. Pintu penguras
ditambah dengan lebar pilar sebesar 6 m ini masih terletak antara 1/6 –
1/10 lebar bendung (5,2 m s/d 1/6 x 52 = 8,67 m).
Jadi
Be = 45 – 20%.4,0 – 2
Be = 52- 0,8 – 2
Be = 49,20 m
36
Ogee dan tipe bulat (Gambar 3.21).Kedua mercu tersebut dapat dipakai
baik untuk konstruksi beton maupun pasangan batu atau bentuk kombinasi
dari keduanya
a. Mercu Bulat
37
Gambar 3.24: Bendung dengan Mercu Bulat
Jari-jari mercu bendung yang terbuat dari pasangan batu akan berkisar
antara 0,3 sampai 0,7 kali H1 dan untuk mercu dari beton dari 0,1 sampai
0,7 kali H1 .
38
1) Tinggi Energi Di Hulu Bendung
Persamaan tinggi energi-debit untuk bendung ambang pendek dengan
pengontrol segi empat adalah:
(3) C2 yang merupakan fungsi p/H1 dan kemiringan muka hulu bendung
(lihat Gambar 3.27)
C0 mempunyai harga maksimum 1,49 jika H1/r lebih dari 5,0 seperti
diperlihatkan pada Gambar 3.25. Harga-harga C0 pada Gambar 3.26 sahih
(valid) apabila mercu bendung cukup tinggi di atas rata-rata alur pengarah
(p/H1 ≥ sekitar 1,5).
39
Gambar 3.26 : Koefisien C0 untuk bendung mercu bulat sebagai
fungsi dari nilai banding H1/r
40
Gambar3.28 : Koefisien C2 untuk bendung mercu ogee dengan
muka hulu melengkung (menurut USBR,1960)
41
Gambar 3.30 :Faktor pengurangan aliran tenggelam sebagai fungsi P 2/H1
dan H2/H1(KP- 02., 2013)
Faktor pengurangan aliran tenggelam (f) digunakan jika terjadi
aliran tenggelam. Ada beberapa pendapat tentang kondisi aliran tenggelam
atau pelimpah tidak sempurna diantaranya, Gandakoesoema (1970)
menyatakan, bahwa banyaknya aliran pada pelimpah tidak sempurna
dengan ambang lebar pada sesuatu kondisi masih sama banyaknya dengan
aliran pelimpah sempurna. Jadi definisi syarat pelimpahan sempurna yang
menyatakan jika air di hilir berada di bawah ambang ternyata tidak begitu
tepat untuk dijadikan patokan untuk menghitung debit aliran. Oleh karena
defenisi yang dipakai adalah :
1) Pelimpah sempurna yang modul (ambang lebar)
2) Pelimpah sempurna yang tidak modul (ambang tajam)
3) Pelimpah yang tidak sempurna yang modul (ambang lebar selama h1
tidak melebihi dari 2/3 h)
4) Pelimpah yang tidak sempurna yang tidak modul
42
Modul berarti bahwa tinggi permukaan air di hilir tidak
mempengaruhi banyaknya debit yang mengalir dari hulu. Atau dapat juga
dikatakan tidak mempengaruhi koefisien pengaliran, jadi mempunyai
koefisien pengaliran yang tetap. Kondisi ini terdapat pada pelimpah dengan
ambang lebar, baik itu pelimpah sempurna maupun pelimpah tidak
sempurna, selama tinggi air di hilir pelimpah tidak melebihi dari 2/3 h.
Standar perencanaan Irigasi Kriteria perencanaan bagian bangunan
KP-04 (2013) menyatakan, kelemahan-kelemahan yang dimiliki mercu
tetap, baik itu mercu bulat maupun mercu ambang lebar, aliran pada
bendung menjadi tidak modul jika nilai banding tenggelam H 2/H1 melebihi
0,33. Ini berarti jika tinggi air di hilir mercu (H2) masih berada dibawah
0,33 H1, dapat dikatakan masih modul yang berarti tinggi permukaan air di
hilir tidak mempengaruhi banyaknya debit yang mengalir dari hulu. Namun
jika tinggi H2 lebih dari besar dari 0,33 H 1, maka dikatakan tidak modul
yang berarti tinggi permukaan air di hilir mempengaruhi banyaknya debit
yang mengalir dari hulu, dan pada kondisi ini disebut dengan aliran
tenggelam dimana koefisien f baru dapat digunakan.
a. Mercu Bulat
Data:
Q =600 m3/dt
Be = 49,20 m
P = 2,60 m
g = 9,81 m/dt2
43
Kemiringan hilir = 1 : 1 (direncanakan)
Dimana:
Q = debit rencana (Q100 = 600 m3/dt)
Cd = koefisien debit (C0xC1xC2)
be = lebar efektif = 49,20 m
H1 = tinggi energy hulu
Jadi:
600 = 1,3. 2/3 √ 2/3. g .49,20.H1 ¹·⁵
600
H11,5 = = 5,503
109,03
H1 = 5,503 2/3 = 3,116 ≈ 3,12 m
44
Tabel 3.5: Simulasi perhitungan tinggi energy diatas mercu bulat
3,12 1,30 1,60 2,60 1,95 0,83 1,32 0,95 1,01 1,27 diulangi
3,15 1,27 1,60 2,60 1,97 0,83 1,32 0,95 1,01 1,27 diulangi
3,20 1,26 1,60 2,60 2,00 0,81 1,31 0,95 1,01 1,26 OK
Karena bendung terbuat dari pasangan batu , besar tekanan harus kurang
p / ρg
dari -1,0 m,dengan H1/r = 1,90, besar tekanan adalah (Gambar 3a) :
H1
= -0,2, (Gambar 3.5) jadi p/ ρ g = -0,2*1,9 = - 0,38 > -1 (Ok)
Tabel 3.6: Perhitungan tinggi muka air banjir (hd) di atas mercu bulat
45
Gambar 3.31 : Tinggi muka air banjir (Hd) di atas mercu
b. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang
tajam aerasi. Oleh karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan sub
atmosfir pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada
debit banjir rencana. Untuk debit yang lebih rendah, air akan memberikan
tekanan ke bawah pada mercu. Untuk merencanakan permukaan mercu
Ogee bagian hilir, US Army Corps of Engineers telah mengembangkan
persamaan sebagai berikut:
Y 1 X n
Hd
= [ ]
k Hd
46
Tabel 3.7: Harga-harga k dan n
Kemiringan permukaan k n
hulu
Vertical 2,000 1,850
3:1 1,936 1,836
3:2 1,939 1,810
1:1 1,873 1,776
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02.,2013
Y hd k n hd/k X (X/hd)^n Y
0,14049
0,25 3,401 1,939 1,81 1,754 1,15 3 0,25
0,28503
0,50 3,401 1,939 1,81 1,754 1,70 9 0,50
0,42506
0,75 3,401 1,939 1,81 1,754 2,12 9 0,75
1,00 3,401 1,939 1,81 1,754 2,50 0,57288 1,00
0,71243
1,25 3,401 1,939 1,81 1,754 2,82 1 1,25
0,85548
1,50 3,401 1,939 1,81 1,754 3,12 4 1,50
0,99946
1,75 3,401 1,939 1,81 1,754 3,40 8 1,75
2,00 3,401 1,939 1,81 1,754 3,66 1,14207 2,00
1,28120
2,25 3,401 1,939 1,81 1,754 3,90 6 2,25
1,42745
2,50 3,401 1,939 1,81 1,754 4,14 6 2,50
1,56769
2,75 3,401 1,939 1,81 1,754 4,36 8 2,75
1,70702
3,00 3,401 1,939 1,81 1,754 4,57 7 2,99
3,25 3,401 1,939 1,81 1,754 4,78 1,85164 3,25
1,99423
3,50 3,401 1,939 1,81 1,754 4,98 9 3,50
2,13781
3,75 3,401 1,939 1,81 1,754 5,175 3 3,75
2,27813
4,00 3,401 1,939 1,81 1,754 5,36 9 4,00
2,42244
4,25 3,401 1,939 1,81 1,754 5,545 4 4,25
4,50 3,401 1,939 1,81 1,754 5,723 2,56502 4,50
47
1
2,71040
4,75 3,401 1,939 1,81 1,754 5,90 5 4,75
2,85340
5,00 3,401 1,939 1,81 1,754 6,07 6 5,00
48
Tinggi air banjir maksimum setelah ada pembendungan (h) = 2,95 m
L = panjang jangkauan pengempangan (m)
Z = kenaikan muka air akibat pembendungan pada jarak X dari
bendung (m)
X
Z = h (1 – )².
L
h/a > 1 L = 2h/i
h/a < 1 L = (a + h )/i
49
0,10 = 2,95 (1 – X/1180)²
Dengan cara coba – coba harga X sehingga didapat nilai z = 0,10 m,
didapat X = 962 m, dengan demikian tanggul kiri dan kanan yang perlu
diperhatikan agar tidak terjadi overtopping minimal sepanjang 962 m.
BAB 4. PEREDAM ENERGI (KOLAM OLAK)
4.1 Umum
50
tinggi ini perlu ditenangkan dengan membuat peredam energi/kolam olak.
Diharapkan kolam olak ini mampu meredam kecepatan luncuran air, dan
mereduksi kemampuan air untuk menggerus tanah dasar yang ada di bagian
hilir tubuh bendung.
Dalam mempelajari loncat air ini dipakai persamaan momentum,
asumsi yang dipakai dalam analisis:
a. Sebelum dan sesudah loncat air, aliran adalah seragam dan
distribusi tekanan adalah hidrostatik
b. Panjang loncat air adalah keci, sehingga kehilangan energi akibat
gesekan dasar kecil dan dapat diabaikan
c. Dasar saluran adalah horizontal atau landai, sehingga komponen
berat dari massa air pada loncat air adalah kecil dan dapat
diabaikan.
Aliran air melewati loncat air mempunyai kecepatan, kedalaman, dan
energi aliran. dimana besarnya sebelum loncatan V1, h1 dan Ef1 dan setelah
loncat air berubah menjadi V2, h2 dan Ef2 serta HL adalah kehilangan energi
setelah loncat air dimana besarnya HL = Ef1 – Ef2.
Dengan menerapkan persamaan kontinuitas, debit yang melewati
penampang sungai adalah :
Q =V1.A1 = V2.A2
Q Q
V1= dan V2 =
A₁ A₂
Berdasarkan hukum Newton II tentang gerak , keseimbangan momentum
diantara penampang 1 dan penampang 2 dari suatu loncatan air yang terjadi
di dalam sungai yang mempunyai penampang persegi empat seperti pada
gambar 4.1 dibawah ini, dapat dinyatakan sebagai berikut:
F = m.a
F = ρ .q (V1 – V2)
P2 – P1 = ρ q (V1 – V2)
1/2 ρ gh1² - 1/2 ρ gh2² = ρ q (V1 – V2)
51
1
h −h ₂
ρ g (h1 + h2) (h1-h2) = ρ q² ( )
h₁h₂
2q ²
(h1 + h2) (h1.h2) - =0
g
2q ²
h1²h2 + h2²h1- = 0 dibagi dengan h1
g
2q²
h2² + h1h2- =0
g.h1
dengan rumus ABC ax² + bx + c = 0
−b ± √ b ²−4 ac
h1,2 =
2a
h2 = √
−h ₁± h ₁²−
2
8q ² 1 1
g h1 = - 2 h₁± 2 h₁ 1+
√8q²
gh₁³
1
1
2
1
h2 = - h₁± h₁ 1+
2 √ 8q²
gh₁³
Fr =
q
√g.h³
h2 = h₁ (√ 1+8 Fr ² - 1)
2
52
menyajikan 4 macam kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dari pola
aliran di kaki hilir bendung (KP-02., 2013). Kasus A menunjukkan aliran
tenggelam, kondisi ini hanya menimbulkan sedikit sajagangguan di
permukaan berupa timbulnya gelombang. Kasus B menunjukkan loncatan
tenggelam, tinggi loncatan air lebih kecil dari tinggi muka air hilir atau
kedalamanair hilir lebih besar daripada kedalaman konjugasi.
Kasus C adalah keadaan loncat air di mana kedalaman air hilir
sama dengankedalaman konjugasi loncat air tersebut, kasus C ini tidak
dianjurkan karena berada pada kondisi kritis. Kasus D terjadi apabila
kedalaman air hilir kurang dari kedalaman konjugasi; dalam hal ini
loncatan akan bergerak ke hilir. Kasus D ini tidak boleh terjadi, karena
keadaan ini menunjukkan bahwa energi air belum teredam sehingga dapat
membahayakan stabilitas bendung. Jadi dalam perencanaan suatu bendung,
harus diusahakan agar keadaan loncatan air di hilir bendung harus selalu
berada seperti pada kondisi B dan A, untuk semua besar debit minimal
sampai dengan debit rencana.
53
Untuk menemukan debit yang akan memberikan keadaan terbaik
untukperedaman energi, semua debit harus dicek dengan muka air
hilirnya.Jika degradasi mungkin terjadi, maka harus dibuat perhitungan
dengan muka air hilir terendah yang mungkin terjadi untuk mencek
apakahdegradasi mungkin terjadi. Degradasi harus dicek jika:
(a) bendung dibangun pada sudetan (kopur)
(b) sungai itu sungai alluvial dan bahan tanah yang dilalui rawanterhadap
erosi
(c) terdapat waduk di hulu bangunan.
Bila degradasi sangat mungkin terjadi, tetapi tidak ada data pasti
yangtersedia, maka harga sembarang degradasi 2,50 m harus digunakan
dalam perencanaan kolam olak (KP-02., 2013), tetapi dengan fungsi
sebagai berikut:
(a) Untuk analisa stabilitas bendung
(b) Untuk menyiapkan cut off end sill / analisa dimensi curve
(c) Untuk keperluan perhitungan piping/seepage
(d) Untuk perhitungan kolam olak/dimensi
54
Gambar 4.3: Metode perencanaan kolam loncat air
√ 1
V1 = 2 g ( H ₁+ z )
2
di mana:
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
G = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,81)
H1= tinggi energi di atas ambang, (m)
Z = tinggi jatuh,(m).
Dengan q = V1.Yu, dan rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat
airadalah:
q
Yu =
V₁
Y₂
= ½ (√ 1+8 Fr ² - 1)
Yu
V₁
Dimana Fr =
√ g . Yu
di mana :
Y2= kedalaman air di atas ambang ujung (m)
Yu= kedalaman air di awal loncat air (m)
Fr= bilangan Froude
V1= kecepatan awal loncatan (m/dt)
g = percepatan gravitasi ( m/dt2) ( 9,81)
Kedalaman konjugasi untuk setiap q dapat ditemukan dan diplot.
Untuk menjaga agar loncatan tetap dekat dengan sisi miring bagian hilir
tubuh bendung dan diatas lantai, maka lantai harus diturunkan hingga
55
kedalaman air hilirsekurang-kurangnya sama dengan kedalaman konjugasi.
Untuk aliran tenggelam, dimana jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3
H1di atas mercu, maka tidak diperlukan peredam energi.
56
Gambar 4.4: Dimensi Peredam Energi (Kolam Olak) USBR tipe I
57
Gambar 4.6: Karakteristik kolam olak untuk dipakai dengan bilangan
Froudedi atas 4,5; kolam USBR Tipe III (Bradley dan
Peterka, 1957)
Jika kolam itu dibuat dari pasangan batu, blok halang dan blok muka dapat
dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 4.7.
58
4.5 Tipe kolam
59
a. Umum
Tipe kolam olak yang akan direncana di sebelah hilir bangunan
bergantung pada energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan
Froude, dan pada bahan konstruksi kolam olak.
Berdasarkan bilangan Froude, dapat dibuat pengelompokan-pengelom-
pokan berikut dalam perencanaan kolam :
(1) Untuk Fru ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak; pada saluran tanah,
bagian hilir harus dilindungi dari bahaya erosi; saluran pasangan
batu atau beton tidak memerlukan lindungan khusus.
(2) Bila 1,7 < Fru ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam
energi secara efektif. Pada umumnya kolam olak dengan ambang
ujung mampu bekerja dengan baik. Untuk penurunan muka air Z
< 1,5 m dapat dipakai bangunan terjun tegak.
(3) Jika 2,5 < Fru ≤ 4,5 maka akan timbul situasi yang paling sulit
dalam memilih kolam olak yang tepat. Loncatan air tidak
terbentuk dengan baik dan menimbulkan gelombang sampai jarak
yang jauh di saluran. Cara mengatasinya adalah mengusahakan
agar kolam olak untuk bilangan Froude ini mampu menimbulkan
olakan (turbulensi) yang tinggi dengan blok halangnya atau
menambah intensitas pusaran dengan pemasangan blok depan
kolam. Blok ini harus berukuran besar (USBR tipe IV).
Tetapi pada prakteknya akan lebih baik untuk tidak merencanakan
kolam olak jika 2,5 < Fru< 4,5. Sebaiknya geometrinya diubah
untuk memperbesar atau memperkecil bilangan Froude dan
memakai kolam dari kategori lain.
(4) Kalau Fru ≥ 4,5 ini akan merupakan kolam yang paling ekonomis.
karena kolam ini pendek. Tipe ini, termasuk kolam olak USBR
tipe III yang dilengkapi dengan blok depan dan blok halang.
Kolam loncat air yang sarna dengan tangga di bagian ujungnya
60
akan jauh lebih panjang dan mungkin harus digunakan dengan
pasangan batu.
(5) Gambar 4.8. menyajikan diagram untuk pemilihan bangunan peredam
energi di saluran.
Kolam olakan datar tipe I adalah suatu kolam olakan dengan dasar
yang datar danterjadinya peredaman energi yang terkandung dalam aliran
air dengan benturansecara langsung aliran tersebut ke atas permukaan dasar
kolam. Benturanlangsung tersebut menghasilkan peredaman energi yang
cukup tinggi, sehinggaperlengkapan-perlengkapan lainnya guna
penyempurnaan peredaman tidakdiperlukan lagi pada kolam olakan
tersebut (Sosrodarsono. S & Takeda.K., 2002). Karenapenyempurnaan
redamannya terjadi akibat gesekan-gesekan yang terjadi antaramolekul-
molekul air di dalam kolam olakan, sehingga air yang meninggalkankolam
tersebut mengalir memasuki alur sungai dengan kondisi yang sudahtenang.
Akan tetapi kolam olakan menjadi lebih panjang dan karenanya tipe I
inihanya sesuai untuk mengalirkan debit yang relatif kecil dengan
61
kapasitasperedaman energi yang kecil pula dan kolam olakannyapun akan
berdimensikecil. Dan kolam olakan tipe I ini biasanya dibangun untuk suatu
kondisi yangtidak memungkinkan pembuatan perlengkapan-perlengkapan
lainnya pada kolamolakan tersebut.
62
Gambar 4.10:Bentuk kolam olakan datar Tipe II
63
Gambar 4.11:Bentuk kolam olakan datar Tipe III
64
4.5.2 Peredam energi tipe bak tenggelam
65
(Peterka, 1974) sulit untuk diterapkanbagi perencanaan bendung dengan
tinggi energi rendah.Oleh sebab itu, parameter-parameter dasar ini sebagai
jari-jari bak,tinggi energi dan kedalaman air telah dirombak kembali
menjadiparameter-parameter tanpa dimensi dengan cara membaginya
dengan kedalaman kritis.
di mana:
hc = kedalaman air kritis, m
q = debit per lebar satuan, m3/dt.m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,81)
66
Batas minimum tinggi air hilir (Tmin) diberikan pada Gambar
4.12.Untuk ∆ H/hc di atas 2,4 garis tersebut merupakan “envelope” batas
tinggiair hilir yang diberikan oleh USBR bagi batas minimum tinggi air
hilir (bakbercelah), “sweep-out limit”, batas minimum tinggi air hilir
yangdipengaruhi oleh jari-jari bak dan batas tinggi air hilir untuk bak tetap
atau dengan rumus ∆ H/hc≥ 2,4 Tmin/hc = 1,70 (∆ H/hc )0,3.
Untuk ∆ H/hc dibawah = 2,4 garis tersebut menggambarkan
kedalamankonjugasi suatu loncat air. Dengan pertimbangan bahwa kisaran
harga∆ H/hc yang kurang dari 2,4 berada di luar jangkauan percobaan
USBR,maka diputuskanlah untuk mengambil kedalaman konjugasi sebagai
kedalaman minimum air hilir dari bak untuk harga ∆ H/hc yang lebih
kecildari 2,4 Tmin/hc = 1,88(∆ H/hc )0,125.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa banyak bendung rusak
akibatgerusan lokal yang terjadi tepat di sebelah hilirnya dan kadang-
kadangkerusakan ini diperparah lagi oleh degradasi dasar sungai. Oleh
karena itu, dianjurkan untuk menentukan kedalaman air hilir
berdasarkanperkiraan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di masa
datang.
67
Dari penyelidikan model terhadap bak tetap, IHE menyimpulkan
bahwapengaruh kedalaman tinggi air hilir terhadap bekerjanya bak
sebagaiperedam enegi, ditentukan oleh perbandingan h2/h1 (lihat Gambar
4.16).Jika h2/h1 lebih tinggi dari 2/3, maka aliran akan menyelam ke dalam
bakdan tidak ada efek peredaman yang bisa diharapkan.
68
D = R = L= (t + z - H1)
69
b)permukaan tubuh bendung bagian hilir dibuat miring
denganperbandingan kemiringan 1 : m atau lebih tegak dari kemiringan
1 : 1.
c) tubuh bendung dan peredam energi harus dilapisi denganlapisan tahan
aus.
d) elevasi dasar sungai atau saluran di hilir tubuh bendung yangditentukan,
dengan memperhitungkan kemungkinan terjadinyadegradasi dasar
sungai.
e) elevasi muka air hilir bendung yang dihitung, berdasarkan elevasi dasar
sungai dengan kemungkinan perubahan geometribadan sungai.
Dalam hal tinggi air udik bendung lebih dari 4 meter dan atau
tinggipembangunan lebih dari 10 meter tata cara peredam energi tipe
MDOdan MDS ini masih dapat digunakan asalkan dimensinya perlu
diujidengan model test.
Penggunaan type MDO dan MDS dapat juga dimodifikasi dan
dilakukanpengembangan pemakaiannya.
1) dimensi hidraulik peredam energi tipe MDO dapat diterapkan dihilir
tubuh bendung dengan bidang miring lebih tegak dariperbandingan 1 : 1.
2) tubuh bendung dengan peredam energi tipe MDO dapatdilengkapi
dengan pembilas sedimen tipe undersluice tanpamengubah dimensi
hidraulik peredam energi tipe MDO.
Data awal yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah :
a) debit desain banjir dengan memperhitungkan tingkat keamananbangunan
air terhadap bahaya banjir.
70
b) debit desain penggerusan, dapat diambil sama dengan debitalur penuh.
c) lengkung debit sungai di hilir rencana bendung berdasarkandata
geometri-hidrometri-hidraulik morfologi sungai.
Grafik-grafik yang dipakai dalam desain hidraulik bendung
dengankelengkapannya, meliputi :
a) grafik pengaliran melalui mercu bendung dapat dilihat dalam
grafikMDO-1 pada lampiran A1 (RSNI T-04-2002)
b) grafik untuk mengetahui bahaya kavitasi di hilir mercu bendingdapat
dilihat dalam MDO-1a pada lampiran A2 (RSNI T-04-2002)
c) grafik untuk menentukan dimensi peredam energi tipe MDO dan
MDSdapat dilihat dalam grafik MDO-2 dan MDO-3 pada lampiran A3
danA4 (RSNI T-04-2002)
Rumus-rumus yang digunakan dalam desain hidraulik ini meliputi :
1) debit desain persatuan lebar pelimpah :
- untuk bahaya banjir : qdf = Qdf/Bp (01)
- untuk bahaya penggerusan : qdf = Qdp/Bp (02)
2) dimensi radius mercu bendung = r, : 1.00 m ≤ r ≤ 3.00 m (03)
3) tinggi dan elevasi muka air di udik bendung :
Hudp dan Eludp
Hudf dan Eludf
Eludp = M + Hudp, untuk penggerusan
Eludf = M + Hudf, untuk banjir
Hudp dan Hudf dihitung dengan grafik MDO-1 (04)
4) tinggi terjun bendung :
- pada Qdf adalah Zdf = Hudf – Hidf (05)
- pada Qdp adalah Zdp = Hudp – Hidp(06)
Hidf dan Hidp diperoleh dari grafik lengkung debit sungai.
5) parameter energi (E) untuk menentukan dimensi hidraulik
peredamenergi tipe MDO dan MDS dihitung dengan :
71
(07)
6) kedalaman lantai peredam energi (Ds) dihitung dengan :
Ds = (Ds) (Ds/Ds) (08)
Ds/Ds dicari dengan grafik MDO-2
7) panjang lantai dasar peredam energi (Ls) dihitung dengan :
Ls = (Ds) (Ls/Ds) (9)
Ls/Ds dicari dengan grafik MDO-3
8) tinggi ambang hilir dihitung dengan :
a = (0,2 a 0,3) Ds (10)
9) lebar ambang hilir dihitung :b = 2 x a(11)
10) Elevasi Dekzerk tembok pangkal bendung ditentukan dengan :
EiDzu = M + Hudf + Fb ; untuk tembok pangkal udik (12)
EiDzi = M + Hidf + Fb ; untuk tembok pangkal hilir (13)
Fb diambil : 1.00 meter ≤ Fb ≤ 1.50 meter
11) Ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir (Lpi)
ditempatkanlebih kurang di tengah-tengah panjang lantai peredam
energi:Lpi = Lp + Ls (14)
12) Panjang tembok sayap hilir (Lsi) dihitung dari ujung hilir lantaiperedam
energi diambil :
Ls ≤ Lsi ≤ 1.5 Ls
Tebing sungai yang tidak jauh dari tepi sisi lantai peredam energi,maka
ujung hilir temboksayap hilir dilengkungkan masuk ke dalamtebing
sungai. Dan bagi tebing sungai yang jauhdari tepi sisi lantaiperedam
energi maka ujung tembok sayap hilir dilengkungkan balikke
udiksehingga tembok sayap hilir berfungsi sebagai tembokpengarah
arus hilir bendung. Bentuk inidapat diperhatikan padacontoh gambar
dalam lampiran D2.
13) Panjang tembok pangkal bendung di bagian udik (Lpu) bagian
yangtegak dihitung dari sumbu mercu bendung :
72
0.5 Ls ≤ Lpu ≤ Ls (15)
14) Panjang tembok sayap udik ditentukan :
• Bagi tebing sungai yang tidak jauh dari sisi tembok pangkalbendung,
ujung tembok sayapudik dilengkungkan masuk ketebing dengan
panjang total tembok pangkal bendung ditambahsayap udik:
0.50 Ls ≤ Lsu ≤ 1.50 Ls (16)
• Bagi tebing sungai yang jauh dari sisi tembok pangkal bendingatau palung
sungai di udikbendung yang relatif jauh lebih besardibandingkan
dengan lebar pelimpah bendung makatembok Sayap udik perlu
diperpanjang dengan tembok pengarah arusyang panjangnya diambil
minimum 2 x Lp (17)
15) Kedalaman bantalan air pada tipe MDS ditentukan :
S = Ds + (1.00 m sampai dengan 2.00 m) (18)
Dengan :
Qdf = debit desain untuk bahaya banjir (m3/s)
Qdp = debit desain untuk bahaya penggerusan (m3/s)
Bp = lebar pelimpah (m)
qdf = Qdf/Bp (m3/s/m’)
qdp = Qdp/Bp (m3/s/m’)
D2 = tinggi muka air sungai di hilir bendung dengan dasar
sungaiterdegradasi (m)
r = radius mercu bendung diambil antara 1.00 meter sampaidengan 3.00
meter
Hudf = tinggi air diatas mercu bendung pada debit desain banjir (m)
Hudp = tinggi air diatas mercu bendung pada debit desainpenggerusan (m)
Hidp = tinggi air dihilir bendung pada debit desain penggerusan (m)
Hidf = tinggi air dihilir bendung pada debit desain banjir (m)
Zdf = perbedaan elevasi muka air udik dan hilir pada debit desainbanjir (m)
Zdp = perbedaan elevasi muka air udik dan hilir pada debit
desainpenggerusan (m)
73
Dzu = elevasi dekzerk tembok pangkal bendung bagian udik (m)
Dzi = elevasi dekzerk tembok pangkal bendung bagian hilir (m)
Fb = tinggi jagaan diambil antara 1.00 meter s/d 1.50 meter
E = parameter tidak berdimensi
Ls = panjang lantai peredam tinggi
Lb = jarak sumbu mercu bendung sampai perpotongan bidangmiring dengan
lantai dasar bendung (m)
Lpi = panjang tembok sayap hilir dari ujung hilir lantai peredamenergi ke
hilir (m)
S = kedalaman bantalan air peredam energi tipe MDS (m)
Lpu = panjang tembok pangkal udik bendung dari sumbu mercubendung ke
udik (m)
Lsu = panjang tembok sayap udik (m)
Lpa = panjang tembok pengarah arus udik tembok sayap udik (m)
g = percepatan / gravitasi
Perhitungan dan penentuan dimensi hidraulik tubuh bendung danperedam
energinya dengan langkah sebagai berikut :
1) hitung debit desain untuk bahaya banjir dan untuk bahayapenggerusan;
2) hitung lebar pelimpah bendung efektif;
3) hitung debit desain persatuan lebar pelimpah;
4) tentukan nilai radius mercu bendung, r;
5) untuk nilai radius mercu bendung tersebut; periksa kavitasi dibidang hilir
tubuh bendung dengan bantuan grafik MDO 1a, jikatekanan berada di
daerah positif pemilihan radius mercu bendung;diijinkan;
6) jika tekanan berada di daerah negatif, tentukan nilai radius
mercubendung yang lebih besar dan ulangi pemeriksaan kavitasi
sehinggatekanan berada di daerah positif;
7) hitung elevasi muka air udik bendung dengan bantuan grafik MDO-1;
8) hitung tinggi terjun bendung, Z;
9) hitung parameter tidak berdimensi, E;
74
10) hitung kedalaman lantai peredam energi, Ds;
11) hitung nilai panjang lantai datar, Ls;
12) tentukan tinggi bantalan air, S, untuk peredam energi tipe MDS;
13) tetapkan tinggi ambang hilir dan lebarnya, a dan b;
14) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dankedalaman
tembok pangkal bendung;
15) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dankedalaman
tembok sayap hilir;
16) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dankedalaman
tembok sayap udik;
17) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dankedalaman
tembok pengarah arus;
18) lengkapi kaki-kaki tembok sayap hilir dan di hilir ambang hilirperedam
energi dengan rip rap.
75
Gambar 4.19:Potongan memanjang bendung tetap dengan peredam
energitipe MDS
76
Gambar4.21: Grafik MDO – 1a. Penentuan bahaya kavitasi di hilir
mercuBendung
77
Gambar 4.23: Grafik MDO – 3 Penentuan panjang lantai peredam energy
Data
Q = 600 m3/dt
H1 = 3,20 m
Be = 49,20 m
I = 0,005
b =52 m
P = 1,6 m
Langkah-langkah untuk merencanakan peredam energy tipe bak tenggelam
adalah sebagai berikut:
a) Debit persatuan lebar (q) = Q/bef = 600/49,2= 12,20 m3/dt/m
78
f) ∆ h/hc = 2,306/2,476 = 0,931
g) Jari-jari bak minimum yang diizinkan (Rmin)
dari gambar 4.22 KP 02 halaman 63 → ∆ h/hc = 0,931 diperoleh
Rmin/hc = 1,55 (Gambar 4.24) , Rmin = 1,55 x 2,476 = 3,83 m
4,0 m
79
2) Peredam Energi Type USBR
Data :
Q = 600 m3/dt
bef = 49,2 m
i = 0,005
P = 2,60 m
H1= 3,2 m
Langkah-langkah untuk perencanaan kolam olak type USBR adalah sebagai
berikut :
a. Menghitung debit persatuan lebar (q)
q = Q/bef = 600 / 49,2 = 12,20 m3 /dt/m
√ 2 H +z)
RumusV1 = 2 g ( 1
1
1
√ 2
V = 2.9,81 ( 3,2+2,306 )
1
V1 = 8,754 m/dt
80
d. Menghitung kedalaman air diawal loncatan (yu)
q 12,20
yu = = =1,394 m
V 1 8,754
81
Gambar 4.26: Diagram untuk memperkirakan tipe bangunan yang
akan digunakan untuk perencanaan detail (disadur dari Bos.
Replogle and Clemments, 1984)
82
Gambar 4.28: Parameter-parameter loncat air
83
q 12,20
E= = = 1,112
√g z 3
√ 9,81 x 2,3063
Ds
e. Mencari nilai menggunakan grafik MDO 2 gambar A3 buku SNI
D2
8063:2015 tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan
peredam energi tipe MDO dan tipe MDS
Ds
E = 1,112 didapat = 1,5
D2
f. Menghitung kedalaman kolam olak ( Ds )
Ds
Ds = D2 x (dengan D2 = 3,719 m)
D2
Maka D s = 3,719 x 1,5 = 5,57 m
Diambil D s = 6,0 m
g. Menentukan panjang lantai dasar (Ls)
Ls
dengan E = 1,112dan nilai dari Grafik MDO 3 = 1,825
Ds
Ls = ( Ds ) . ( ) Ls
Ds
Ls = 6 . 1,825
Ls = 10,95 m ̴ 11,00 m
h. Menentukan tinggi ambang dan lebar ambang hilir (a dan b)
a = (0,2 – 0,3 ) D 2 D 2 = 4,48 m
a = 0,25 x 3,74
= 0,929 m ̴ 1,00 m
b = 2a = 2 x 1,0 = 2,00 m
84
Gambar 4.29: Potongan memanjang bendung tetap dengan peredam
energy tipe MDO
85
Gambar 4.31: Grafik MDO – 3, Penentuan panjang lantai peredam energy
86
Gambar 4.32: Potongan memanjang bendung tetap dengan peredam energi
tipe MDS
5.1 Umum
87
ini akan menghanyutkan butir-butir tanah, lubang-lubang tergerus dan
menjadi semakin besar. Erosi lubang-lubang itu mula mula terjadi di ujung
lubang sebelah hilir (ambang hilir) bendung, kemudian menjalar ke arah
hulu berlawanan dengan arah aliran (backward erosion). Kekuatan tanah
dasar berkurang, bendung kehilangan landasan kemudian runtuh dan
hanyut. Bencana ini disebut keruntuhan akibat piping.
88
bendung diupayakan membuat panjang lintasan yang ditempuh aliran air
cukup panjang sehingga aliran air tidak membahayakan lagi. Untuk itu
panjang lintasan aliran air harus diperpanjang. Salah satu caranya adalah
dengan membuat lantai muka atau suatu dinding vertikal (cut off wall), dan
hal inilah merupakan salah satu fungsi dari lantai muka.
89
dimana:
CL : Angka rembesan Lane
ΣLv : jumlah panjang vertikal (m)
ΣLh : jumlah panjang horizontal (m)
∆ H : beda tinggi muka air (m)
Harga CL dapat dilihat pada Tabel 5.1. dengan catatan bahwa untuk bidang-
bidang yang bersudut dengan bidang horizontal 45⁰ atau lebih dianggap
sebagai bidang vertikal dan untuk bidang-bidang yang bersudut dengan
bidang horizontal kurang 45⁰ dianggap sebagai bidang horizontal. Metode
Lane diilustrasikan pada Gambar 5.2.
90
5 Krikil Halus 4,0
6 Krikil Sedang 3,5
7 Krikil Kasar termasuk brangkal 3,0
8 Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2,5
9 Lempung lunak 3,0
10 Lempung sedang 2,0
11 Lempung Keras 1,8
12 Lempung sangat keras 1,6
a
s (1+ )
S= s
hs
dimana:
S : faktor keamanan
s : kedalaman tanah, m
a : tebal lapisan pelindung, m
hs : tekanan air pada kedalaman s, kg/m2
91
angka rembesan Lane. Rumus di atas mengandaikan bahwa volume tanah
di bawah air dapat diambil 1( γ w = γ s = 1). Berat volume bahan lindung di
bawah air adalah 1. Harga keamanan S sekurang-kurangnya = 2.
92
diatasnya selalu ada air, minimal setinggi mercu yang akan mengimbangi
tekanan ke atas, disamping tekanan pada lantai depan ini masih kecil, maka
secara teori tekanan di daerah ini tidak berbahaya dan dapat diabaikan.
Oleh karena itu, lantai hulu ini tidak perlu terlalu tebal namun harus kedap
air dan tidak mudah pecah, sehingga fungsinya untuk memperpanjang jalur
rembesan tetap terpenuhi.
Pada lantai kolam olak kondisinya lebih berbahaya, karena tekanan
rembesan pada daerah ini relatif lebih besar dan diatas lantainya sering
tidak ada air, kalau ada tebal airnya relatif tipis. Oleh karena itu, maka tebal
lantai kolam ini harus diperhitungkan agar jangan sampai terangkat ke atas
dan harus dapat diimbangi oleh berat lantai tersebut . Pengembangan teori
Lane akan menentukan besarnya gaya ke atas pada setiap titik di bawah
bendung (Gambar 5.5)
Lx
Besarnya tekanan pada titik X PX = Hx –
Lw
. ∆H
dimana:
PX = gaya angkat pada titik X (ton/m2)
HX = tinggi energi di hulu bendung sampai titik X (m)
LX = panjang jalur rembesan sampai itik X (m)
LW = panjang jalur rembesan total (m)
∆ H= beda tinggi energi total (m)
93
Untuk mengetahui apakah tebal lantai kolam olak aman atau tidak,
maka ditinjau pada titik yang tebalnya paling tipis dengan menggunakan
rumus :
Px−Wx
dx ≥ S
γ
dimana:
dx : tebal lantai pada titik X (m )
Px : gaya angkat pada titik X(kg/m2)
94
stabil. Bendung dikatakan stabil apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1) Bendung tidak boleh berputar atau terguling, momen penahan harus
lebih besar dari momen guling
2) Bendung tidak boleh bergeser, gaya penahan harus lebih besar dari
pada gaya geser yang terjadi
3) Bendung tidak boleh turun, tegangan yang timbul tidak boleh melebihi
tegangan tanah yang diizinkan
4) Setiap titik pada seluruh konstruksi bendung tidak boleh terangkat oleh
gaya ke atas (uplift pressure)
5) Pada bendung yang terbuat dari pasangan batu tidak boleh terjadi
tegangan tarik.
95
ii) Perhitungan seluruh bendung (Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi
Bagian Penunjang untuk Standar Perencanaan Irigasi .,1986),
peninjauan diambil untuk keseluruhan tubuh bendung tidak termasuk
lantai depan (Gambar 5.7).
Bendung akan terguling ke arah hilir dengan titik O sebagai titik guling
a) Bagian hulu bendung akan terisi lumpur (sedimen) setinggi mercu
b) Peninjauan gaya-gaya dilakukan pada dua kondisi, yaitu kondisi air
normal dan kondisi air banjir.
c) Pada kondisi air normal, di bagian hulu mercu bendung terdapat air
setinggi mercu dan di sebelah hilir dianggap tidak ada air atau air
hanya setinggi ambang hilir.
d) Perhitungan ditinjau untuk setiap satu meter lebar bendung
96
Sebuah bendung akan mengalami gaya-gaya seperti gaya berat,
gaya gempa, gaya hidrostatis, tekanan lumpur dan gaya uplift pressure.
Perjanjian arah gaya dan momen ditentukan sebagai berikut:
a) Gaya horizontal ke kiri (-) = negatif dan menjadi gaya penahan
b) Gaya horizontal ke kanan (+) =positif dan menjadi gaya geser
c) Gaya vertikal ke bawah (-) = negatif dan menjadi gaya penahan
d) Gaya vertikal ke atas (+) = positif dan menjadi gaya angkat
e) Momen ke kiri atau berlawanan dengan jarum jam (-) = negatif adalah
momen penahan
f) Momen ke kanan atau se-arah dengan jarum jam (+) = positif adalah
momen guling.
97
Gambar 5.8 : Gaya akibat berat sendiri
ad = n (ac x Z)m
E = ad/g
dimana :
ac = percepatan kejut dasar (cm/dt2), harga per periode ulang (Tabel 5.3)
E = koefisien gempa
98
Z = faktor yang tergantung dari letak geografis.
No Jenis n m
1 Batuan 2,76 0,71
2 Diluvium 0,87 1,05
3 Alluvium 1,56 0,89
4 Alluvium lunak 0,29 1,32
99
6 F 1,40 – 1,60
ad = 135,16
E = ad/g
135,16
E= = 0,138
981
100
Gambar 5.10: Daerah-daerah gempa di Indonesia
5.5.1.3 Tekanan air
Gaya akibat tekanan air yang bekerja pada tubuh bendung
dibedakan menjadi dua macam yaitu tekanan hidrostatis dan hidrodinamik.
Tekanan hidrostatis terdiri dari dua macam juga yaitu yang bekerja di
bagian atas dasar sungai disebut tekanan hidrostatis, dan yang kedua
tekanan yang bekerja di bawah bendung yang disebut rembesan yang
menimbulkan gaya angkat (uplift pressure). Tekanan air akan selalu bekerja
tegak lurus terhadap muka bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya
lebih mudah, gaya horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah.
Tekanan air dinamik jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan
bendung dengan tinggi energi rendah.
101
Selanjutnya kedua macam gaya tersebut harus ditinjau terhadap dua
kondisi , yaitu pada kondisi air normal dimana muka air di hulu bendung
berda setinggi mercu dan kondisi air banjir.
102
mercu tenggelam. Pada gambar 5.12 adalah bendung tidak tenggelam,
saat air banjir sebenarnya di atas mercu ada air yang mengalir, tetapi karena
lapisan air ini relatif tipis dan kecepatannya besar, maka untuk keamanan,
maka lapisan ini tidak diperhitungkan. Untuk mercu tenggelam (Gambar
5.13), lapisan air di atas mercu harus diperhitungkan. Perhitungan gaya dan
momen sama dengan perhitungan mercu tidak tenggelam. Besar tekanan
untuk mercu tenggelam adalah sebagai berikut:
Ga1 = 1/2 γ w. p²
Ga2 = hd.p γ w
Ga3 = ½.a.p. γ w
Ga4 = b. 2/3hd. γ w
c d
Gambar 5.12: Tekanan hidrostatis air banjir untuk Mercu tidak tenggelam
103
Gambar 5.13: Tekanan hidrostatis air banjir untuk Mercu tenggelam
104
Gambar 5.14: Gaya Angkat pada tubuh Bendung
105
panjang creep line pada titik T dan Y dari kedua kondisi tersebut berbeda,
kondisi pertama lebih besar daripada kondisi kedua. Dengan demikian,
akan diperoleh tekanan pada bidang T-U-V-W-X pada kondisi pertama
lebih kecil daripada kondisi kedua, yang berarti pemasangan dinding halang
pada titik T lebih menguntungkan dari pada di pasang dititik Y. Oleh
karena itu dalam perencanaan bendung, bila digunakan konstruksi dinding
halang untuk mengatasi tekanan rembesan perlu diperhatikan
penempatannya terhadap tubuh bendung.
106
H1 = Gl1(+ )
V1 = Gl2 (-)
M1 = Gl1. l1 – Gl2. l2(+ atau -)
Keterangan:
G1 = gaya akibat tekanan lumpur (t/m²)
H1 = gaya horizontal akibat lumpur (t)
V1 =gaya vertikal akibat lumpur
M1 = momen putar akibat gaya lumpur (t.m)
l = lengan momen terhadap titik O (m)
γ 1= berat jenis lumpur (t/m3)
Ka = koefisien tekanan tanah aktif
107
(a) sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal di atas pondasi
(b) sepanjang pondasi, atau
(c) sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi.
2) guling (overturning)
(a) di dalam bendung
Σ(H ) f
= tan θ < ................................................................ (5.1)
Σ( V −U ) S
dimana:
Σ(H) : keseluruhan gaya horizontal yang bekerja pada bangunan, kN
Σ(V-U) : keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan ke atas yang
bekerja pada bangunan, kN
θ : sudut resultante semua gaya, terhadap garis vertikal, derajat
f : koefisien gesekan
S : faktor keamanan
Harga-harga perkiraan untuk koefisien gesekan f diberikan pada Tabel 5.5
No Bahan f
1 Pasangan batu pada pasangan batu 0,60 – 0,75
2 Batu keras berkualitas baik 0,75
108
3 Kerikil 0,50
4 Pasir 0,40
5 Lempung 0,30
109
berdasarkan hasil pengujian. Untuk bahan pondasi nonkohesi, harus
digunakan rumus yang hanya mencakup gesekan saja (persamaan 5.1).
5.5.2.2 Guling
Agar bangunan aman terhadap guling, maka jumlah momen penahan dibagi
jumlah momen guling harus lebih besar dari faktor keamanan (SF) yang
diizinkan misalnya 1,5.
Σ mmen penahan
≥ SF misalnya 1,5
Σ Momen guling
dimana:
e = eksentrisitas
110
B = lebar pondasi
∑ MT = jumlah momen tahan
∑ MT = jumlah momen guling
∑ V = jumlah gaya vertikal
dimana:
σ = tegangan tanah yang terjadi
e = eksentrisitas
B = lebar pondasi
∑ V = jumlah gaya vertikal
σizin = tegangan tanah izin ( dihitung dengan rumus Terzghi)
qult = c.Nc + D. γ ₁.Nq + ½.₂’ . B . N
dimana:
qu = kapaistas dukung ultimate untuk pondasi memanjang (T/m2)
c = kohesi tanah dibawah dasar pondasi (t/m2)
D = kedalaman pondasi (m)
γ ₁ = berat jenis tanah di atas pondasi (T/m3)
γ ₂ = berat jenis tanah di bawah dasar pondasi (T/m3)
111
5.6 Contoh Perhitungan Bendung Batang Naras
112
Lebar efektif bendung (Be) yaitu lebar bendung (Bb) dikurangi
dengan lebar pilar dan lebar pintu penguras atau dengan rumus:
Be = Bb – 20%. Σ b – Σt (Mawardi. E & Memet.M., 2002).
dimana:
Be = lebar efektif bendung
Bb= lebar bendung
Σ b = jumlah lebar pintu penguras
Σt = jumlah lebar pilar
Untuk Bendung Batang Naras ini lebar bendung Bb = 45 m
lebar pintu penguras (bp) = 1/10 x 45 = 4,5 m, direncanakan 2 (dua) buah
pintu dengan lebar masing-masing 2,00 m (bp = 2,00 m) dan 2(dua) buah
pilar dengan lebar 1,0 m (t = 1,0 m ). Jadi Be= 45 – 20%.4 – 2
Be= 45- 0,8 – 2
Be= 42,2 m
Atau dengan rumus : Be = Bn-2 (n.kp – ka) H1(KP – 02 Bangunan
Utama)
Be = lebar efektif bendung (m)
Bn = lebar bendung netto setelah dikurang jumlah lebar pilar (m)
n = jumlah pilar penguras (buah)
kp = koefisien kontraksi pilar = 0,01
ka = koefisien kontraksi pangkal bendung = 0,10
H1 = tinggi energy (m)
Jadi lebar efektif bendung adalah:
Be = Bn-2 (n.kp – ka) H1
Be= 43-2(2.0,01 +0,1) H1
Be= 43 - 0,24 H1
113
5.6.3.1 Mercu Bulat
Data:
Q =743 m3/dt
Be = 42,04 m
P = 1,80 m
r = 2,0 m (0,5 H1)
g = 9,81 m/dt2
Kemiringan hulu = 1:0,67 (direncanakan)
Kemiringan hilir = 1 : 1 (direncanakan)
Elevasi mercu = +97,095 m
114
Dengan didapatkan nilai H1 = 3,991m, kemudian nilai H1 dijadikan
parameter untuk mengkoreksi nila Cd dengan menggunakan gambar 5.19;
5.20 dan 5.21. Selanjutnya dilakukan simulasi untuk menghitung ulang
nilai H1 sampai diperoleh nilai Cd taksir sama dengan nilai Cd hitung.
Hasil simulasi perhitungan untuk mendapatkan nilai H 1 dapat dilihat pada
Tabel 5.7 :
Simulasi ke-1 Cd taksir tidak sama dengan Cd hitung (1,3 ≠ 1,25), maka
perhitungan diulangi lagi dengan menggunakan Cd taksir = 1,25. Hasil
simulasi Cd taksir sama dengan Cd hitung = 1,25.
Dengan Cd = 1,25, di chek H1.
Q = Cd . 2/3 √ 2/3. g . be. H1¹·⁵ →ambil Cd = 1,25
743 = 1,25. 2/3 √ 2/3. g . 42,04.H1¹·⁵
H1¹·⁵ = 743/89,59 = 8,29
H1 = 4,097 m 4,10 m
115
hvo = V2/2g (hvo nilainya dicoba –coba)
hd
H hv hd P d Beff A Q V hv =V²/2g
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4.1 0.53 3.570 1.8 5.37 42.04 225.7548 743 3.29 0.55
4.1 0.54 3.560 1.8 5.36 42.04 225.3344 743 3.30 0.55
4.1 0.55 3.550 1.8 5.35 42.04 224.914 743 3.30 0.56
4.1 0.56 3.540 1.8 5.34 42.04 224.4936 743 3.31 0.56
Hasil perhitungan didapat tinggi muka air banjir (hd) = 3,54 m. Jadi elevasi
tinggi muka air banjir di atas mercu = Elevasi mercu + hd = 97,095 + 3,54 =
100,635 m
116
Gambar 5.19: Koefisien C0 untuk bendung mercu bulat sebagai fungsi
dari nilai banding H1/r
117
Gambar 5.21: Koefisien C2 untuk pelimpah Ogee dengan muka
hulumiring(menurut USBR,1960)
Data:
Data:
Q =600 m3/dt
Be = 49,20 m
P = 2,60 m
r = 1,60 m (0,5 H1)
g = 9,81 m/dt2
Kemiringan hulu = 1:0,67 (direncanakan)
Elevasi mercu = +52,60 m
Tinggi energi air di atas mercu (H1) dan tinggi air banjir (hd) sama
dengan tinggi pada mercu bulat yaitu H1 = 3,20 m dan hd = 2,95 m
118
Tabel 5.11: Harga-harga k dan n
Kemiringan permukaan k n
hulu
Vertical 2,000 1,850
3:1 1,936 1,836
3:2 1,939 1,810
1:1 1,873 1,776
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02.1986
Hasil perhitungan koordinat permukaan hilir mercu ogee dapat dilihat pada
Tabel 5.12.
Y hd k n hd/k X (X/hd)^n Y
1 2 3 4 5 6 7 8
0,25 2,95 1,939 1,81 1,5214 1,09 0,1650 0,25
0,50 2,95 1,939 1,81 1,5214 1,59 0,3267 0,50
0,75 2,95 1,939 1,81 1,5214 2,00 0,4949 0,75
1,00 2,95 1,939 1,81 1,5214 2,34 0,6575 1,00
1,25 2,95 1,939 1,81 1,5214 2,65 0,8236 1,25
1,50 2,95 1,939 1,81 1,5214 2,93 0,9878 1,50
1,75 2,95 1,939 1,81 1,5214 3,19 1,1521 1,75
2,00 2,95 1,939 1,81 1,5214 3,43 1,3137 2,00
2,25 2,95 1,939 1,81 1,5214 3,66 1,4775 2,25
2,50 2,95 1,939 1,81 1,5214 3,88 1,6421 2,50
2,75 2,95 1,939 1,81 1,5214 4,09 1,8065 2,75
3,00 2,95 1,939 1,81 1,5214 4,29 1,9696 3,00
3,25 2,95 1,939 1,81 1,5214 4,49 2,1389 3,25
3,50 2,95 1,939 1,81 1,5214 4,67 2,2975 3,50
3,75 2,95 1,939 1,81 1,5214 4,85 2,4621 3,75
4,00 2,95 1,939 1,81 1,5214 5,03 2,6270 4,00
4,25 2,95 1,939 1,81 1,5214 5,20 2,7918 4,25
4,50 2,95 1,939 1,81 1,5214 5,37 2,9572 4,50
4,75 2,95 1,939 1,81 1,5214 5,53 3,1206 4,75
5,00 2,95 1,939 1,81 1,5214 5,69 3,2838 5,00
119
Gambar 5.22: Gambar Mercu Ogee berdasarkan hitungan koordinat
Data
Q = 600 m3/dt
H1 = 3,20 m
Be = 49,20 m
I = 0,005
b =52 m
P = 1,6 m
Langkah-langkah untuk merencanakan peredam energy tipe bak tenggelam
adalah sebagai berikut:
a) Debit persatuan lebar (q) = Q/bef = 600/49,2= 12,20 m3/dt/m
120
c) Tinggi Energi hulu ( elevasi mercu + H1) = 52,6 + 3,2 = +¿ 55,80 m
d) Tinggi Energi hilir ( elevasi dasar sungai + h banjir+ V²/2g) = 50 +
2,53 +4,35²/19,62 = +¿ 53,494 m
e) ∆ h = (Tinggi energy hulu – tinggi energy hilir) = 55,8 – 53,494 =
2,306 m
f) ∆ h/hc = 2,306/2,476 = 0,931
g) Jari-jari bak minimum yang diizinkan (Rmin)
dari gambar 4.22 KP 02 halaman 63 → ∆ h/hc = 0,931 diperoleh
Rmin/hc = 1,55 (Gambar 9) , Rmin = 1,55 x 2,476 = 3,83 m
4,0 m
121
Gambar 5.24: Batas Minimum Tinggi Air Hilir
122
- Perbedaan tinggi energi air dihulu dan dihilir (∆H)
= tinggi energi dihulu – tinggi energi dihilir
= 55,80 – 53,494 = 2,306 m
√ 2 H +z)
RumusV1 = 2 g ( 1
1
√ 2
V = 2.9,81 ( 3,2+2,306 )
1
1
V1 = 8,754 m/dt
Fr = 2,37
Dari Gambar 5.25 di peroleh n/Yu = 0,5
123
Jadi tinggi ambang (n) = 0,5 * Yu = 0,5* 1,394 = 0,697 ≈ 0,70 m dan
lebar ambang (a) = 2n = 2* 0,7 = 1,40 m
124
Gambar 5.27:Parameter-parameter loncat air
125
l. Menghitung parameter energi (E)
q 12,20
E= = = 1,112
√g z 3
√ 9,81 x 2,3063
Ds
m. Mencari nilai menggunakan grafik MDO 2 gambar A3 buku SNI
D2
8063:2015 tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan
peredam energi tipe MDO dan tipe MDS
Ds
E = 1,112 didapat = 1,5
D2
n. Menghitung kedalaman kolam olak ( Ds )
Ds
Ds = D2 x (dengan D2 = 3,719 m)
D2
Maka D s = 3,719 x 1,5 = 5,57 m
Diambil D s = 6,0 m
o. Menentukan panjang lantai dasar (Ls)
Ls
dengan E = 1,112dan nilai dari Grafik MDO 3 = 1,825
Ds
Ls = ( Ds ) . ( ) Ls
Ds
Ls = 6 . 1,825
Ls = 10,95 m ̴ 11,00 m
p. Menentukan tinggi ambang dan lebar ambang hilir (a dan b)
a = (0,2 – 0,3 ) D 2 D 2 = 4,48 m
a = 0,25 x 3,74
= 0,929 m ̴ 1,00 m
b = 2a = 2 x 1,0 = 2,00 m
126
Gambar 5.28: Potongan memanjang bendung tetap dengan peredam
energy tipe MDO
127
Gambar 5.30: Grafik MDO – 3 Penentuan panjang lantai peredam energy
128
Gambar 5.31: Potongan memanjang bendung tetap dengan peredam energi
tipe MDS
Langkah 2. Gambarkan garis muka air banjir sebelum adanya bendung (2)
129
m, panjang garis horizontal 1,0 m untuk kemiringan hulu 1:
0,67)
Langkah 10. Bagi sudut pertemuan garis no 3 dan garis no 9 sama besar,
kemudian tarik garis dari sudut pertemuan tersebut ke arah
muka air di hilir bendung melalui titik pembagi sudut yang
dibuat dengan jangka (Titik C)
Langkah 11. Buat garis vertical ke arah atas dengan sudut 90⁰ dari garis
no 3 (dasar olakan) yang panjangnya sama dengan jari-jari
minimum bak yang diizinkan (Rmin)
Langkah 12. Buat lingkaran dengan titik pusat pada pertemuan garis no 10
dan no 11 (Titik D) dengan jari-jari Rmin hasil hitungan
Langkah 13. Buat garis dari titik D menuju titi E dan F yang membentuk
sudut 90⁰ (garis no 13)
Langkah 15. Tarik garis vertical ke arah bawah dari titik G untuk
mendapatkan tebal lantai olakan yang diinginkan (Titik H),
dalam contoh ini tebal lantai diambil 2 m.
130
Harga-harga minimum angka rembesan Lane (KP. 02 halaman 126)
adalah : C L = 3,5 (krikil sedang); C L = (Krikil halus); CL= 5 (Pasir
Kasar); CL = 6 (Pasir Sedang); CL= 7 (Pasir Halus).
131
5.6.5.2 Pada Kondisi Air Normal
Tabel 5.14 Perhitungan Panjang Rembesan Bendung Tipe bak
tenggelam
Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 4,10 0,21 3,893
2 1 - 2 0,6 0,20 1,70 4,10 0,23 3,866
3 2 - 3 1,00 2,70 3,10 0,37 2,728
4 3 - 4 1,8 0,60 3,30 3,10 0,45 2,645
5 4 - 5 1,00 4,30 4,10 0,59 3,508
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 4,10 0,62 3,480
7 6 - 7 1,00 5,50 3,10 0,76 2,342
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 3,10 0,84 2,260
9 8 - 9 1,00 7,10 4,10 0,98 3,122
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 4,10 1,01 3,094
11 10 - 11 1,00 8,30 3,10 1,14 1,957
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 3,10 1,23 1,874
13 12 - 13 1,00 9,90 4,10 1,36 2,736
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 4,10 1,39 2,709
15 14 - 15 1,00 11,10 3,10 1,53 1,571
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 3,10 1,61 1,488
17 16 - 17 1,00 12,70 4,10 1,75 2,351
18 17 - 18 1,20 0,40 13,10 4,10 1,80 2,296
19 18 - 19 1,00 14,10 3,10 1,94 1,158
20 19 - 20 1,50 0,50 14,60 3,10 2,01 1,089
21 20 - 21 1,00 15,60 4,10 2,15 1,951
22 21 - 22 1,50 0,50 16,10 4,10 2,22 1,882
23 22 - 23 1,500 17,600 5,60 2,42 3,176
24 23 - 24 1,500 0,500 18,100 5,6 2,49 3,107
25 24 - 25 2,57 20,670 8,17 2,85 5,323
26 25 - 26 2,10 0,700 21,370 8,170 2,94 5,226
27 26 - 27 1,000 22,370 7,170 3,08 4,089
28 27 - 28 1,60 0,533 22,903 7,170 3,15 4,015
29 28 - 29 2,00 0,667 23,570 7,170 3,25 3,923
30 29 - 30 1,000 24,570 8,170 3,38 4,786
31 30 - 31 0,90 0,300 24,870 8,170 3,43 4,744
32 30 - 32 4,170 29,040 4,000 4,00 0,000
21,740 7,300 29,040
29,040
∆H = (Elevasi Mercu - Elevasi Lantai hilir) .= 4,00 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H ----> 7,26 >5 (Pasir Sedang)---> KP 02, Tabel 6.5,hal 126 (OK)
132
Tabel 5.15: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung USBR Tipe I
Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 4,10 0,17 3,931
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 4,10 0,19 3,908
3 2 - 3 1,00 2,70 3,10 0,30 2,795
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 3,10 0,37 2,727
5 4 - 5 1,00 4,30 4,10 0,49 3,614
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 4,10 0,51 3,592
7 6 - 7 1,00 5,50 3,10 0,62 2,479
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 3,10 0,69 2,411
9 8 - 9 1,00 7,10 4,10 0,80 3,298
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 4,10 0,82 3,276
11 10 - 11 1,00 8,30 3,10 0,94 2,163
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 3,10 1,00 2,095
13 12 - 13 1,00 9,90 4,10 1,12 2,982
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 4,10 1,14 2,960
15 14 - 15 1,00 11,10 3,10 1,25 1,847
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 3,10 1,32 1,779
17 16 - 17 1,00 12,700 4,10 1,43 2,666
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 4,10 1,46 2,643
19 18 - 19 1,00 13,900 3,10 1,57 1,530
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 3,60 1,64 1,963
21 20 - 21 0,50 15,000 4,10 1,69 2,406
22 21 - 22 2,40 0,80 15,800 4,10 1,78 2,316
23 22 - 23 1,00 16,800 5,10 1,90 3,203
24 23 - 24 1,20 0,40 17,200 5,10 1,94 3,158
25 24 - 25 1,00 18,200 4,10 2,06 2,045
26 25 - 26 1,50 0,50 18,700 4,10 2,11 1,988
27 26 - 27 1,50 20,200 5,60 2,28 3,319
28 27 - 28 1,50 0,50 20,700 5,60 2,34 3,263
29 28 - 29 1,50 22,200 7,10 2,51 4,593
30 29 - 30 1,50 0,50 22,700 7,10 2,56 4,537
31 30 - 31 1,50 24,200 8,60 2,73 5,867
32 31 - 32 2,00 0,67 24,867 8,60 2,81 5,792
33 32 - 33 1,00 25,867 7,60 2,92 4,679
34 33 - 34 11,25 3,75 29,617 7,60 3,34 4,256
35 34 - 35 11,25 3,75 33,367 7,60 3,77 3,832
36 35 - 36 1,00 34,367 8,60 3,88 4,719
37 36 - 37 1,20 0,40 34,767 8,60 3,93 4,674
38 30 - 38 4,20 38,967 4,40 4,40 0,000
23,70 15,267 38,967
38,967
∆H = (Elevasi Mercu - Elevasi ambang hilir) 4,40 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 8,86 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 34)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 34)
d34 = 2,42 < 2,5 m (OK)
133
Tabel 5.16: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung Tipe MDO
Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 4,10 0,13 3,974
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 4,10 0,14 3,957
3 2 - 3 1,00 2,70 3,10 0,23 2,872
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 3,10 0,28 2,822
5 4 - 5 1,00 4,30 4,10 0,36 3,738
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 4,10 0,38 3,721
7 6 - 7 1,00 5,50 3,10 0,07 3,026
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 3,10 0,08 3,018
9 8 - 9 1,00 7,10 4,10 0,96 3,141
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 4,10 0,62 3,485
11 10 - 11 1,00 8,30 3,10 0,70 2,401
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 3,10 0,75 2,350
13 12 - 13 1,00 9,90 4,10 0,83 3,266
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 4,10 0,85 3,249
15 14 - 15 1,00 11,10 3,10 0,94 2,165
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 3,10 0,99 2,114
17 16 - 17 1,00 12,700 4,10 1,07 3,030
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 4,10 1,09 3,013
19 18 - 19 1,00 13,900 3,10 1,17 1,929
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 3,10 1,22 1,878
21 20 - 21 1,00 15,500 4,10 1,31 2,794
22 21 - 22 0,60 0,20 15,700 4,10 1,32 2,777
23 22 - 23 1,00 16,700 3,10 1,41 1,693
24 23 - 24 1,80 0,60 17,300 3,10 1,46 1,642
25 24 - 25 1,00 18,300 4,10 1,54 2,558
26 25 - 26 0,60 0,20 18,500 4,10 1,56 2,541
27 26 - 27 1,00 19,500 3,10 1,64 1,457
28 27 - 28 1,80 0,60 20,100 3,10 1,69 1,406
29 28 - 29 1,00 21,100 4,10 1,78 2,322
30 29 - 30 0,60 0,20 21,300 4,10 1,79 2,305
31 30 - 31 1,00 22,300 3,10 1,88 1,221
32 31 - 32 1,80 0,60 22,900 3,10 1,93 1,170
33 32 - 33 1,00 23,900 4,10 2,01 2,086
34 33 - 34 0,60 0,20 24,100 4,10 2,03 2,069
35 34 - 35 1,00 25,100 3,10 2,12 0,985
36 35 - 36 1,80 0,60 25,700 3,10 2,17 0,934
37 36 - 37 1,00 26,700 4,10 2,25 1,850
38 37 - 38 0,60 0,20 26,900 4,10 2,27 1,833
39 38 - 39 1,00 27,900 3,10 2,35 0,749
40 39 - 40 1,80 0,60 28,500 3,10 2,40 0,698
41 40 - 41 1,00 29,500 4,10 2,49 1,614
42 41 - 42 0,60 0,20 29,700 4,10 2,50 1,597
43 42 - 43 1,00 30,700 3,10 2,59 0,513
44 43 - 44 1,80 0,60 31,300 3,10 2,64 0,462
45 44 - 45 1,00 32,300 4,10 2,72 1,378
46 45 - 46 0,60 0,20 32,500 4,10 2,74 1,361
47 46 - 47 1,00 33,500 3,10 2,82 0,277
48 47 - 48 1,80 0,60 34,100 3,10 2,87 0,226
49 48 - 49 1,00 35,100 4,10 2,96 1,142
50 49 - 50 0,60 0,20 35,300 4,10 2,97 1,125
51 50 - 51 0,50 35,800 3,60 3,02 0,583
52 51 - 52 1,80 0,60 36,400 3,60 3,07 0,533
53 52 - 53 0,50 36,900 4,10 3,11 0,990
54 53 - 54 0,60 0,20 37,100 4,10 3,13 0,974
55 54 - 55 0,50 37,600 3,60 3,17 0,431
56 55 - 56 1,80 0,60 38,200 4,10 3,22 0,881
57 56 - 57 1,00 39,200 5,10 3,30 1,797
58 57 - 58 1,20 0,40 39,600 5,10 3,34 1,763
59 58 - 59 1,00 40,600 4,10 3,42 0,679
60 59 - 60 1,50 0,50 41,100 4,10 3,46 0,637
61 60 - 61 1,80 42,900 5,90 3,62 2,285
62 61 - 62 1,50 0,50 43,400 5,90 3,66 2,243
63 62 - 63 3,60 47,000 9,50 3,96 5,539
64 63 - 64 4,80 1,60 48,600 9,50 4,10 5,404
65 64 - 65 1,00 49,600 8,50 4,18 4,320
66 65 - 66 5,75 1,92 51,517 8,50 4,34 4,159
67 66 - 67 5,75 1,92 53,433 8,50 4,50 3,997
68 67 - 68 1,00 54,433 9,50 4,59 4,913
69 68 - 69 1,20 0,40 54,833 9,50 4,62 4,879
70 69 - 70 4,50 59,333 5,00 5,00 0,000
40,90 18,433 59,333
134
∆H = (Elevasi Mercu - Elevasi ambang hilir) 5,00 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 11,87 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 66)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 66)
d66 = 2,49 < 2,5 m (OK)
135
Tabel 5.17: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung Tipe MDS
Kondisi Normal
Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 4,10 0,12 3,977
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 4,10 0,14 3,960
3 2 - 3 1,00 2,70 3,10 0,22 2,878
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 3,10 0,27 2,829
5 4 - 5 1,00 4,30 4,10 0,35 3,747
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 4,10 0,37 3,731
7 6 - 7 1,00 5,50 3,10 0,07 3,026
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 3,10 0,08 3,018
9 8 - 9 1,00 7,10 4,10 0,96 3,141
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 4,10 0,60 3,501
11 10 - 11 1,00 8,30 3,10 0,68 2,419
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 3,10 0,73 2,369
13 12 - 13 1,00 9,90 4,10 0,81 3,287
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 4,10 0,83 3,271
15 14 - 15 1,00 11,10 3,10 0,91 2,189
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 3,10 0,96 2,139
17 16 - 17 1,00 12,700 4,10 1,04 3,057
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 4,10 1,06 3,041
19 18 - 19 1,00 13,900 3,10 1,14 1,959
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 3,10 1,19 1,910
21 20 - 21 1,00 15,500 4,10 1,27 2,827
22 21 - 22 0,60 0,20 15,700 4,10 1,29 2,811
23 22 - 23 1,00 16,700 3,10 1,37 1,729
24 23 - 24 1,80 0,60 17,300 3,10 1,42 1,680
25 24 - 25 1,00 18,300 4,10 1,50 2,598
26 25 - 26 0,60 0,20 18,500 4,10 1,52 2,581
27 26 - 27 1,00 19,500 3,10 1,60 1,499
28 27 - 28 1,80 0,60 20,100 3,10 1,65 1,450
29 28 - 29 1,00 21,100 4,10 1,73 2,368
30 29 - 30 0,60 0,20 21,300 4,10 1,75 2,351
31 30 - 31 1,00 22,300 3,10 1,83 1,269
32 31 - 32 1,80 0,60 22,900 3,10 1,88 1,220
33 32 - 33 1,00 23,900 4,10 1,96 2,138
34 33 - 34 0,60 0,20 24,100 4,10 1,98 2,121
35 34 - 35 1,00 25,100 3,10 2,06 1,039
36 35 - 36 1,80 0,60 25,700 3,10 2,11 0,990
37 36 - 37 1,00 26,700 4,10 2,19 1,908
38 37 - 38 0,60 0,20 26,900 4,10 2,21 1,891
39 38 - 39 1,00 27,900 3,10 2,29 0,809
40 39 - 40 1,80 0,60 28,500 3,10 2,34 0,760
41 40 - 41 1,00 29,500 4,10 2,42 1,678
42 41 - 42 0,60 0,20 29,700 4,10 2,44 1,662
43 42 - 43 1,00 30,700 3,10 2,52 0,579
44 43 - 44 1,80 0,60 31,300 3,10 2,57 0,530
45 44 - 45 1,00 32,300 4,10 2,65 1,448
46 45 - 46 0,60 0,20 32,500 4,10 2,67 1,432
47 46 - 47 1,00 33,500 3,10 2,75 0,350
48 47 - 48 1,80 0,60 34,100 3,10 2,80 0,300
49 48 - 49 1,00 35,100 4,10 2,88 1,218
50 49 - 50 0,60 0,20 35,300 4,10 2,90 1,202
51 50 - 51 1,00 36,300 3,10 2,98 0,120
52 51 - 52 1,80 0,60 36,900 3,60 3,03 0,570
53 52 - 53 0,50 37,400 4,10 3,07 1,029
54 53 - 54 2,40 0,80 38,200 4,10 3,14 0,964
55 54 - 55 1,00 39,200 5,10 3,22 1,882
56 55 - 56 1,20 0,40 39,600 5,10 3,25 1,849
57 56 - 57 1,00 40,600 4,10 3,33 0,767
58 57 - 58 1,50 0,50 41,100 4,10 3,37 0,726
59 58 - 59 1,80 42,900 5,90 3,52 2,378
60 59 - 60 1,50 0,50 43,400 5,90 3,56 2,337
61 60 - 61 1,80 45,200 7,70 3,71 3,989
62 61 - 62 1,50 0,50 45,700 7,70 3,75 3,948
63 62 - 63 2,80 48,500 10,50 3,98 6,518
64 63 - 64 5,00 1,67 50,167 10,50 4,12 6,381
65 64 - 65 1,00 51,167 9,50 4,20 5,299
66 65 - 66 5,75 1,92 53,083 9,50 4,36 5,142
67 66 - 67 5,75 1,92 55,000 9,50 4,52 4,984
68 67 - 68 1,00 56,000 10,50 4,60 5,902
69 68 - 69 1,20 0,40 56,400 10,50 4,63 5,869
70 69 - 70 4,50 60,900 5,00 5,00 0,000
41,90 19,000 60,900
136
∆H = (Elevasi Mercu - Elevasi ambang hilir) 5,00 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 12,18 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 66)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 66)
d66 = 2,48 < 2,5 m (OK)
137
5.6.5.2 . Pada Kondisi Air Banjir
Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 7,05 0,16 6,894
2 1 - 2 0,6 0,20 1,70 7,05 0,18 6,873
3 2 - 3 1,00 2,70 6,05 0,28 5,769
4 3 - 4 1,8 0,60 3,30 6,05 0,34 5,707
5 4 - 5 1,00 4,30 7,05 0,45 6,603
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 7,05 0,47 6,582
7 6 - 7 1,00 5,50 6,05 0,57 5,478
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 6,05 0,63 5,416
9 8 - 9 1,00 7,10 7,05 0,74 6,312
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 7,05 0,76 6,291
11 10 - 11 1,00 8,30 6,05 0,86 5,187
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 6,05 0,93 5,124
13 12 - 13 1,00 9,90 7,05 1,03 6,020
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 7,05 1,05 6,000
15 14 - 15 1,00 11,10 6,05 1,15 4,896
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 6,05 1,22 4,833
17 16 - 17 1,00 12,70 7,05 1,32 5,729
18 17 - 18 1,20 0,40 13,10 7,05 1,36 5,688
19 18 - 19 1,00 14,10 6,05 1,47 4,584
20 19 - 20 1,50 0,50 14,60 6,05 1,52 4,532
21 20 - 21 1,00 15,60 7,05 1,62 5,428
22 21 - 22 1,50 0,50 16,10 7,05 1,67 5,376
23 22 - 23 1,500 17,600 8,55 1,83 6,720
24 23 - 24 1,500 0,500 18,100 8,55 1,88 6,668
25 24 - 25 2,57 20,670 11,12 2,15 8,970
26 25 - 26 2,10 0,700 21,370 11,12 2,22 8,898
27 26 - 27 1,000 22,370 10,12 2,33 7,794
28 27 - 28 1,60 0,533 22,903 10,12 2,38 7,738
29 28 - 29 2,00 0,667 23,570 10,12 2,45 7,669
30 29 - 30 1,000 24,570 11,12 2,56 8,565
31 30 - 31 0,90 0,300 24,870 11,12 2,59 8,534
32 30 - 32 4,170 29,040 6,95 3,02 3,930
21,740 7,300 29,040
29,040
∆H = (Elevasi Mercu - Elevasi Lantai hilir) .= 3,02 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 9,62 >5 (Pasir Sedang)---> KP 02, Tabel 6.5,hal 126 (OK)
138
Tabel 5.19: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung USBRTipe I
Kondisi Banjir
Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 7,05 0,12 6,934
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 7,05 0,13 6,918
3 2 - 3 1,00 2,70 6,05 0,21 5,841
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 6,05 0,26 5,794
5 4 - 5 1,00 4,30 7,05 0,33 6,717
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 7,05 0,35 6,701
7 6 - 7 1,00 5,50 6,05 0,43 5,624
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 6,05 0,47 5,577
9 8 - 9 1,00 7,10 7,05 0,55 6,500
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 7,05 0,57 6,484
11 10 - 11 1,00 8,30 6,05 0,64 5,407
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 6,05 0,69 5,360
13 12 - 13 1,00 9,90 7,05 0,77 6,283
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 7,05 0,78 6,267
15 14 - 15 1,00 11,10 6,05 0,86 5,190
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 6,05 0,91 5,143
17 16 - 17 1,00 12,700 7,05 0,98 6,066
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 7,05 1,00 6,050
19 18 - 19 1,00 13,900 6,05 1,08 4,973
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 6,55 1,12 5,426
21 20 - 21 0,50 15,000 7,05 1,16 5,887
22 21 - 22 2,40 0,80 15,800 7,05 1,22 5,825
23 22 - 23 1,00 16,800 8,05 1,30 6,748
24 23 - 24 1,20 0,40 17,200 8,05 1,33 6,717
25 24 - 25 1,00 18,200 7,05 1,41 5,639
26 25 - 26 1,50 0,50 18,700 7,05 1,45 5,601
27 26 - 27 1,50 20,200 8,55 1,57 6,984
28 27 - 28 1,50 0,50 20,700 8,55 1,60 6,946
29 28 - 29 1,50 22,200 10,05 1,72 8,329
30 29 - 30 1,50 0,50 22,700 10,05 1,76 8,291
31 30 - 31 1,50 24,200 11,55 1,88 9,674
32 31 - 32 2,00 0,67 24,867 11,55 1,93 9,623
33 32 - 33 1,00 25,867 10,55 2,00 8,545
34 33 - 34 11,25 3,75 29,617 10,55 2,30 8,255
35 34 - 35 11,25 3,75 33,367 10,55 2,59 7,964
36 35 - 36 1,00 34,367 11,55 2,66 8,887
37 36 - 37 1,20 0,40 34,767 11,55 2,69 8,856
38 30 - 38 4,20 38,967 7,35 3,02 4,330
23,70 15,267 38,967
38,967
∆H = (Elevasi muka air banjir hulu - Elevasimuka air banjir hilir) 3,02 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 12,90 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 34)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 34)
d34 = 2,20 < 2,5 m (OK)
139
Tabel 5.20: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung Tipe MDO
Kondisi Banjir
Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 7,05 0,08 6,974
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 7,05 0,09 6,963
3 2 - 3 1,00 2,70 6,05 0,14 5,913
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 6,05 0,17 5,882
5 4 - 5 1,00 4,30 7,05 0,22 6,831
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 7,05 0,23 6,821
7 6 - 7 1,00 5,50 6,05 0,28 5,770
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 6,05 0,31 5,740
9 8 - 9 1,00 7,10 7,05 0,36 6,689
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 7,05 0,37 6,678
11 10 - 11 1,00 8,30 6,05 0,42 5,628
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 6,05 0,45 5,597
13 12 - 13 1,00 9,90 7,05 0,50 6,546
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 7,05 0,51 6,536
15 14 - 15 1,00 11,10 6,05 0,56 5,485
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 6,05 0,60 5,454
17 16 - 17 1,00 12,700 7,05 0,65 6,404
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 7,05 0,66 6,393
19 18 - 19 1,00 13,900 6,05 0,71 5,343
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 6,05 0,74 5,312
21 20 - 21 1,00 15,500 7,05 0,79 6,261
22 21 - 22 0,60 0,20 15,700 7,05 0,80 6,251
23 22 - 23 1,00 16,700 6,05 0,85 5,200
24 23 - 24 1,80 0,60 17,300 6,05 0,88 5,169
25 24 - 25 1,00 18,300 7,05 0,93 6,119
26 25 - 26 0,60 0,20 18,500 7,05 0,94 6,108
27 26 - 27 1,00 19,500 6,05 0,99 5,057
28 27 - 28 1,80 0,60 20,100 6,05 1,02 5,027
29 28 - 29 1,00 21,100 7,05 1,07 5,976
30 29 - 30 0,60 0,20 21,300 7,05 1,08 5,966
31 30 - 31 1,00 22,300 6,05 1,14 4,915
32 31 - 32 1,80 0,60 22,900 6,05 1,17 4,884
33 32 - 33 1,00 23,900 7,05 1,22 5,834
34 33 - 34 0,60 0,20 24,100 7,05 1,23 5,823
35 34 - 35 1,00 25,100 6,05 1,28 4,772
36 35 - 36 1,80 0,60 25,700 6,05 1,31 4,742
37 36 - 37 1,00 26,700 7,05 1,36 5,691
38 37 - 38 0,60 0,20 26,900 7,05 1,37 5,681
39 38 - 39 1,00 27,900 6,05 1,42 4,630
40 39 - 40 1,80 0,60 28,500 6,05 1,45 4,599
41 40 - 41 1,00 29,500 7,05 1,50 5,548
42 41 - 42 0,60 0,20 29,700 7,05 1,51 5,538
43 42 - 43 1,00 30,700 6,05 1,56 4,487
44 43 - 44 1,80 0,60 31,300 6,05 1,59 4,457
45 44 - 45 1,00 32,300 7,05 1,64 5,406
46 45 - 46 0,60 0,20 32,500 7,05 1,65 5,396
47 46 - 47 1,00 33,500 6,05 1,71 4,345
48 47 - 48 1,80 0,60 34,100 6,05 1,74 4,314
49 48 - 49 1,00 35,100 7,05 1,79 5,263
50 49 - 50 0,60 0,20 35,300 7,05 1,80 5,253
51 50 - 51 0,50 35,800 6,55 1,82 4,728
52 51 - 52 1,80 0,60 36,400 6,55 1,85 4,697
53 52 - 53 0,50 36,900 7,05 1,88 5,172
54 53 - 54 0,60 0,20 37,100 7,05 1,89 5,162
55 54 - 55 0,50 37,600 6,55 1,91 4,636
56 55 - 56 1,80 0,60 38,200 7,05 1,94 5,106
57 56 - 57 1,00 39,200 8,05 2,00 6,055
58 57 - 58 1,20 0,40 39,600 8,05 2,02 6,034
59 58 - 59 1,00 40,600 7,05 2,07 4,984
60 59 - 60 1,50 0,50 41,100 7,05 2,09 4,958
61 60 - 61 1,80 42,900 8,85 2,18 6,666
62 61 - 62 1,50 0,50 43,400 8,85 2,21 6,641
63 62 - 63 3,60 47,000 12,45 2,39 10,058
64 63 - 64 4,80 1,60 48,600 12,45 2,47 9,976
65 64 - 65 1,00 49,600 11,45 2,52 8,925
66 65 - 66 5,75 1,92 51,517 11,45 2,62 8,828
67 66 - 67 5,75 1,92 53,433 11,45 2,72 8,730
68 67 - 68 1,00 54,433 12,45 2,77 9,679
69 68 - 69 1,20 0,40 54,833 12,45 2,79 9,659
70 69 - 70 4,50 59,333 7,95 3,02 4,930
40,90 18,433 59,333
140
∆H = (Elevasi muka air banjir hulu - Elevasi elevasi muka air banjir hilir) 3,02 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 19,65 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 66)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 66)
d66 = 1,98 < 2,5 m (OK)
141
Tabel 5.21: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung Tipe MDS
Kondisi Banjir
Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 7,05 0,07 6,976
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 7,05 0,08 6,966
3 2 - 3 1,00 2,70 6,05 0,13 5,916
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 6,05 0,16 5,886
5 4 - 5 1,00 4,30 7,05 0,21 6,837
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 7,05 0,22 6,827
7 6 - 7 1,00 5,50 6,05 0,04 6,005
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 6,05 0,05 6,001
9 8 - 9 1,00 7,10 7,05 0,58 6,470
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 7,05 0,36 6,688
11 10 - 11 1,00 8,30 6,05 0,41 5,638
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 6,05 0,44 5,609
13 12 - 13 1,00 9,90 7,05 0,49 6,559
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 7,05 0,50 6,549
15 14 - 15 1,00 11,10 6,05 0,55 5,500
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 6,05 0,58 5,470
17 16 - 17 1,00 12,700 7,05 0,63 6,420
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 7,05 0,64 6,410
19 18 - 19 1,00 13,900 6,05 0,69 5,361
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 6,05 0,72 5,331
21 20 - 21 1,00 15,500 7,05 0,77 6,281
22 21 - 22 0,60 0,20 15,700 7,05 0,78 6,271
23 22 - 23 1,00 16,700 6,05 0,83 5,222
24 23 - 24 1,80 0,60 17,300 6,05 0,86 5,192
25 24 - 25 1,00 18,300 7,05 0,91 6,143
26 25 - 26 0,60 0,20 18,500 7,05 0,92 6,133
27 26 - 27 1,00 19,500 6,05 0,97 5,083
28 27 - 28 1,80 0,60 20,100 6,05 1,00 5,053
29 28 - 29 1,00 21,100 7,05 1,05 6,004
30 29 - 30 0,60 0,20 21,300 7,05 1,06 5,994
31 30 - 31 1,00 22,300 6,05 1,11 4,944
32 31 - 32 1,80 0,60 22,900 6,05 1,14 4,914
33 32 - 33 1,00 23,900 7,05 1,19 5,865
34 33 - 34 0,60 0,20 24,100 7,05 1,20 5,855
35 34 - 35 1,00 25,100 6,05 1,24 4,805
36 35 - 36 1,80 0,60 25,700 6,05 1,27 4,776
37 36 - 37 1,00 26,700 7,05 1,32 5,726
38 37 - 38 0,60 0,20 26,900 7,05 1,33 5,716
39 38 - 39 1,00 27,900 6,05 1,38 4,666
40 39 - 40 1,80 0,60 28,500 6,05 1,41 4,637
41 40 - 41 1,00 29,500 7,05 1,46 5,587
42 41 - 42 0,60 0,20 29,700 7,05 1,47 5,577
43 42 - 43 1,00 30,700 6,05 1,52 4,528
44 43 - 44 1,80 0,60 31,300 6,05 1,55 4,498
45 44 - 45 1,00 32,300 7,05 1,60 5,448
46 45 - 46 0,60 0,20 32,500 7,05 1,61 5,438
47 46 - 47 1,00 33,500 6,05 1,66 4,389
48 47 - 48 1,80 0,60 34,100 6,05 1,69 4,359
49 48 - 49 1,00 35,100 7,05 1,74 5,309
50 49 - 50 0,60 0,20 35,300 7,05 1,75 5,299
51 50 - 51 1,00 36,300 6,05 1,80 4,250
52 51 - 52 1,80 0,60 36,900 6,55 1,83 4,720
53 52 - 53 0,50 37,400 7,05 1,85 5,195
54 53 - 54 2,40 0,80 38,200 7,05 1,89 5,156
55 54 - 55 1,00 39,200 8,05 1,94 6,106
56 55 - 56 1,20 0,40 39,600 8,05 1,96 6,086
57 56 - 57 1,00 40,600 7,05 2,01 5,037
58 57 - 58 1,50 0,50 41,100 7,05 2,04 5,012
59 58 - 59 1,80 42,900 8,85 2,13 6,723
60 59 - 60 1,50 0,50 43,400 8,85 2,15 6,698
61 60 - 61 1,80 45,200 10,65 2,24 8,409
62 61 - 62 1,50 0,50 45,700 10,65 2,27 8,384
63 62 - 63 2,80 48,500 13,45 2,41 11,045
64 63 - 64 5,00 1,67 50,167 13,45 2,49 10,962
65 64 - 65 1,00 51,167 12,45 2,54 9,913
66 65 - 66 5,75 1,92 53,083 12,45 2,63 9,818
67 66 - 67 5,75 1,92 55,000 12,45 2,73 9,723
68 67 - 68 1,00 56,000 13,45 2,78 10,673
69 68 - 69 1,20 0,40 56,400 13,45 2,80 10,653
70 69 - 70 4,50 60,900 7,95 3,02 4,930
41,90 19,000 60,900
142
∆H = (Elevasi muka air banjir hulu - Elevasi elevasi muka air banjir hilir) 3,02 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 20,17 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 66)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 66)
d66 = 1,97 < 2,5 m (OK)
143
A . Analisis Stabilitas tubuh bendung pada kondisi air normal
1) Perhitungan gaya akibat berat sendiri
144
2) Perhitungan gaya akibat gempa
No Jenis n m
1 Batuan 2,76 0,71
2 Diluvium 0,87 1,05
3 Alluvium 1,56 0,89
4 Alluvium lunak 0,29 1,32
yang termasuk dalam lapisan diluvial adalah lapisan pasir padat,
kerikil bongkahan, lempung keras
yang termasuk lapisan aluvial adalah lapisan endapan baru seperti
endapan sungai, longsoran
Tabel 5.24: Harga koefisien gempa ac
145
n = 2,76 (dari tabel 1, dengan jenis tanah berbatu)
m = 0,71 (dari tabel 1, dengan jenis tanah berbatu )
ac = 85 cm/dt2 (dari tabel 2, periode ulang 20 tahun)
Z = 2,11 (gambar 1, zona Kabupaten Pesisir Selatan Prov. Sumatera Barat)
g = percepatan gravitasi (981 cm/dt2)
maka,
ad = n (ac x Z)m
146
Tabel 5.25: Perhitungan gaya-gaya akibat gempa
147
Tabel 5.26 : Perhitungan gaya-gaya akibat tekanan hidrostatis
148
5) Perhitungan akibat Uplift pada kondisi normal
149
6) Kontrol terhadap guling, geser dan daya dukung tanah
Tabel 5.29 : Rekapitulasi Gaya-gaya pada kondisi normal
No Faktor Gaya Gaya (Ton) Momen (Ton.m)
Horizontal Vertikal Guling Tahan
1 Berat Sendiri 65,09 229,47
2 Gaya Gempa 7,31 25,97
3 Gaya Hidrostatis 3,38 2,34 21,767 17,55
4 Tekanan Lumpur 1,857 3,861 11,96 28,958
5 Gaya Uplift 8,839 25,401 7,182
-15,581 50,29 0,141
Jumlah 21,39 55,71 135,388 283,301
150
L ∑ MT −∑ MG
e= -
2 ∑V
8,1 283,301−135,388 B
e= – = 1,39 m > = 1,35 m
2 55,71 6
V 6. e 55,71 6.1,39
σ₁ = x (1 + )= x (1 + ) = 13,98 < 32,10 ton/m2
B B 8,1 8,1
V 6. e 55,71 6.1,39
σ₂ = x (1 + )= x (1 - ) = -0,23 < 32,10 ton/m2
B B 8,1 8,1
151
2) Perhitungan Uplift (Gaya angkat)
152
No Luas xTekanan BJ Air Gaya (Ton) Lengan (m) Momen (T.m)
Alas Tinggi (Ton/m³) H V Y X Guling Tahan
A Gaya Horizontal
U1 x 4,826 x 1,000 x 1,0 4,826 - 4,570 - 22,055 -
U1a 0,5 x 0,896 x 1,000 x 1,0 0,448 4,403
U2 x 4,523 x 1,000 x 1,0 4,523 - 4,570 - 20,670 -
U2a 0,5 x 0,895 x 1,000 x 1,0 0,448 - 4,403 - 1,970 -
U3 x 5,366 x 1,500 x 1,0 8,049 - 3,320 - 26,723 -
U3a 0,5 x 1,343 x 1,500 x 1,0 1,007 - 3,070 - 3,092 -
U4 x -4,575 x 1,500 x 1,0 -6,863 - -4,570 - 31,362
U4a 0,5 x -1,105 x 1,500 x 1,0 -0,829 - -4,403 - 3,649
U5 x 6,657 x 2,570 x 1,0 17,108 - 1,285 - 21,984
U5a 0,5 x 1,941 x 1,500 x 1,0 1,456 - 0,870 - 1,267
U13 x -7,780 x 1,000 x 1,0 -7,780 -0,500 3,890
U13a 0,5 x -1,105 x 1,000 x 1,0 -0,553 - -0,330 - 0,182
U14 0,5 x -7,780 x 2,300 x 1,0 -8,947 - -2,770 - 24,783
Jumlah Gaya Horizontal 12,894 97,761 63,866
Jumlah Gaya Efektif 70% 9,026 68,433 44,706
B Gaya Vertikal
U6 x 1,20 x 5,701 x 1,0 - 6,841 - 7,50 51,309
U7 x 0,30 x 4,575 x 1,0 1,373 6,75 9,264
U7a 0,5 x 0,30 x 1,105 x 1,0 - 0,166 - 6,80 1,127
U8 x 1,50 x 4,549 x 1,0 6,824 5,85 39,9175
U9 x 1,50 x 5,392 x 1,0 - 8,088 - 4,35 35,183
U10 x 1,50 x 6,683 x 1,0 10,025 2,85 28,570
U11 x 2,10 x 8,922 x 1,0 - 18,736 - 1,05 19,673
U12 x -0,30 x 7,78 x 1,0 - -2,334 - -0,15 0,350
U12a 0,5 x -0,30 x 1,105 x 1,0 -0,166 -0,10 0,017
Jumlah Gaya Vertikal 49,55 185,044 0,367
Jumlah Gaya Efektif 70% 34,686 129,531 0,257
Σ Momen Tahan
SF =
∑ MomenGuling
447,02
SF = = 1,44 > 1,25 (OK)
310,559
153
0,6 x 54,12
SF = = 2,16 > 1,50 (OK)
15,01
V 6. e 54,12 6.1,53
σ₁ = x (1 + )= x (1 + ) = 14,24 < 32,10 ton/m2
B B 8,1 8,1
V 6. e 54,12 6.1,53
σ₂ = x (1 + )= x (1 - ) = -0,89 < 32,10 ton/m2
B B 8,1 8,1
2V
Untuk e > B/6, maka rumus: σ = ( Hardiyatmo. H.C., 2010.
3(B−2 e)
Analisis dan perancangan pondasi jilid 1 halaman 498.)
2∗54,12
σ= = 3,56 < 32,10 ton/m2 (Ok), diagram tekanan berupa
3(13,2−2∗1,53)
segitiga
154
Gambar 5.44: Perhitungan Gaya-gaya akibat berat sendiri
Tabel 5.33: Perhitungan gaya-gaya akibat berat sendiri
155
No Luas BJ Pasa- Gaya Lengan Momen
Alas Tinggi ngan Batu (Ton) (m) (Ton.m)
G1 x 1,2 x 1,0 x 2,2 1,32 12,60 16,63
G2 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 11,9 3,93
G3 0,5 x 1,6 x 2,6 x 2,2 4,58 12,00 54,91
G4 x 1,4 x 2,6 x 2,2 8,01 10,70 85,69
G5 0,5 x 2,6 x 2,6 x 2,2 7,44 9,13 67,89
G6 x 5,8 x 0,5 x 2,2 6,38 10,30 65,71
G7 0,5 x 0,5 x 0,5 x 2,2 0,28 7,23 1,99
G8 x 3,3 x 1,5 x 2,2 10,89 8,55 93,11
G9 0,5 x 1 x 1,5 x 2,2 1,65 6,57 10,84
G10 x 2,8 x 1,5 x 2,2 9,24 7,30 67,45
G11 0,5 x 1,1 x 0,7 x 2,2 0,85 5,53 4,68
G12 x 1,1 x 0,8 x 2,2 1,94 5,35 10,36
G13 x 2,1 x 1,57 x 2,2 7,25 6,00 43,52
G14 x 2,1 x 1,0 x 2,2 4,62 6,15 28,41
G15 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 5,00 1,65
G16 x 4,8 x 2,0 x 2,2 21,12 2,40 50,69
G17 0,5 x 1,8 x 1,17 x 2,2 2,32 1,00 2,32
G18 x 0,4 x 1,17 x 2,2 1,03 0,20 0,21
G19 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 1,0 0,33
G20 x 0,9 x 1,0 x 2,2 1,98 0,45 0,89
91,87 611,21
156
No Luas BJ Pasa- B.Sendiri Koef Gaya Lengan Momen
Alas Tinggi ngan Batu (Ton) Gempa (Ton) (m) (Ton.m)
Ed1 x 1,2 x 1,0 x 2,2 1,32 0,112 0,148 12,60 1,86
Ed2 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 0,112 0,037 11,90 0,44
Ed3 0,5 x 1,6 x 2,6 x 2,2 4,58 0,112 0,513 12,00 6,15
Ed4 x 1,4 x 2,6 x 2,2 8,01 0,112 0,897 10,70 9,60
Ed5 0,5 x 2,6 x 2,6 x 2,2 7,44 0,112 0,833 9,13 7,60
Ed6 x 5,8 x 0,5 x 2,2 6,38 0,112 0,715 10,30 7,36
Ed7 0,5 x 0,5 x 0,5 x 2,2 0,28 0,112 0,031 7,23 0,22
Ed8 x 3,3 x 1,5 x 2,2 10,89 0,112 1,220 8,55 10,43
Ed9 0,5 x 1 x 1,5 x 2,2 1,65 0,112 0,185 6,57 1,21
Ed10 x 2,8 x 1,5 x 2,2 9,24 0,112 1,035 7,30 7,55
Ed11 0,5 x 1,1 x 0,7 x 2,2 0,85 0,112 0,095 5,53 0,52
Ed12 x 1,1 x 0,8 x 2,2 1,94 0,112 0,217 5,35 1,16
Ed13 x 2,1 x 1,57 x 2,2 7,25 0,112 0,812 6,00 4,87
Ed14 x 2,1 x 1,0 x 2,2 4,62 0,112 0,517 6,15 3,18
Ed15 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 0,112 0,037 5,00 0,18
Ed16 x 4,8 x 2,0 x 2,2 21,12 0,112 2,365 2,40 5,68
Ed17 0,5 x 1,8 x 1,17 x 2,2 2,32 0,112 0,259 1,00 0,26
Ed18 x 0,4 x 1,17 x 2,2 1,03 0,112 0,115 0,20 0,02
Ed19 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 0,112 0,037 1,00 0,04
Ed20 x 0,9 x 1,0 x 2,2 1,98 0,112 0,222 0,45 0,10
Jumlah 91,87 10,29 68,46
157
No Alas Tinggi BJ Air Gaya (Ton) Lengan (m) Momen (T.m)
(Ton/m³) H V Y X Tahan Guling
Hh1 0,5 x 2,6 x 2,6 1,0 3,38 - 6,44 - - 21,767
Hv1 0,5 x 1,8 x 2,6 1,0 2,34 7,5 17,550
Jumlah 3,38 2,34 - - 17,550 21,767
⁰
Data:
Ø Tanah = 30
γs = 2,65 ton/m³
Rumus= 1/2 ( γs-1). H². Ka
Ka = tan² (45-Ø/2)= 0,333
No Alas Tinggi BJ tanah Ka Gaya (Ton) Lengan (m) Momen (T.m)
(Ton/m³) H V Y X Tahan Guling
Sh1 0,5 x 2,6 x 2,6 1,65 0,333 1,857 6,44 11,960
Sv1 0,5 x 1,8 x 2,6 1,65 3,861 7,50 28,958
Jumlah 1,857 3,861 - - 28,958 11,960
158
Gambar 5.48: Perhitungan Gaya-gaya akibat uplift
159
6) Kontrol terhadap guling, geser dan daya dukung tanah
Tabel 5.38: Rekapitulasi Gaya-gaya pada kondisi normal
No Faktor Gaya Gaya (Ton) Momen (Ton.m)
Horizontal Vertikal Guling Tahan
1 Berat Sendiri 91,87 611,21
2 Gaya Gempa 10,29 68,46
3 Gaya Hidrostatis 3,38 2,34 21,767 17,55
4 Tekanan Lumpur 1,857 3,861 11,96 28,958
5 Gaya Uplift 3,665 28,495 19,374
-31,549 172,182 0
Jumlah 19,19 66,52 302,864 677,092
160
L ∑ MT −∑ MG
e= -
2 ∑V
13,2 677,092−302,864 B
e= – = 0,97 m < = 2,2 m
2 66,52 6
V 6. e 66,52 6.0,97
σ₁ = x (1 + )= x (1 + ) = 7,27 < 32,10 ton/m2
B B 13,2 13,2
V 6. e 66,52 6.0,97
σ₂ = x (1 + )= x (1 - ) = 2,81 < 32,10 ton/m2
B B 13,2 13,2
161
No Alas Tinggi BJ Air Gaya (Ton) Lengan (m) Momen (T.m)
(Ton/m³) H V Y X Tahan Guling
WH1 0,5 x 2,60 x 2,60 1,0 3,380 6,44 - - 21,767
WH2 2,95 x 2,60 1,0 7,670 6,87 - - 52,693
WH3 0,5 x 5,23 x 4,70 1,0 -12,291 -4,87 - 59,855
WV1 0,5 x 1,800 x 2,60 1,0 2,34 7,5 17,55
WV2 x 3,20 x 1,60 1,0 5,12 6,5 33,28
WV3 0,5 x 3,20 x 1,35 1,0 2,16 7,03 15,18
WV4 0,5 x 5,20 x 4,70 1,0 12,22 1,47 17,96
-1,241 21,840 - - 143,833 74,460
162
3) Kontrol terhadap guling, geser dan daya dukung tanah
Tabel 5.41: Rekapitulasi Gaya-gaya pada kondisi banjir
No Faktor Gaya Gaya (Ton) Momen (Ton.m)
Horizontal Vertikal Guling Tahan
1 Berat Sendiri 91,87 611,21
2 Gaya Gempa 10,29 68,46
3 Gaya Hidrostatis 3,328 17,677 74,46 214,355
4 Tekanan Lumpur 1,857 3,861 11,96 28,958
5 Gaya Uplift 1,479 72,25 56,276
-38,246 324,545
Jumlah 16,95 75,16 551,675 910,80
Σ Momen Tahan
SF =
∑ MomenGuling
163
910,80
SF = = 1,65 > 1,50 (OK)
551,675
SF = f . ¿ ¿
0,6 x 75,16
SF = = 2,66 > 1,50 (OK)
16,95
L ∑ MT −∑ MG
e= -
2 ∑V
13,2 910,80−551,675 B
e= – = 1,82 m < = 2,2 m
2 75,16 6
V 6. e 75,16 6.1,82
σ₁ = x (1 + )= x (1 + ) = 10,41< 32,10 ton/m2
B B 13,2 13,2
V 6. e 75,16 6.1,82
σ₂ = x (1 + )= x (1 - ) = 0,98 < 32,10 ton/m2
B B 13,2 13,2
164
R = kedalaman gerusan dibawaah muka air banjir (m)
Q = debit (m3/dt)
f = faktor lumpur Lacey f = 1,76.Dm0,5
Dm = diameter rata-rata bahan dasar
Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, R dikalikan 1,5
lagi (data empiris). Tebal lapisan batu kosong diambil 2 sampai 3 kali D40,
dicari dari kecepatan rata-rata aliran dengan batuan grafik gambar 5.29:
165
γbatu−γair
∆=
γair
d50 = diameter rata-rata butiran
Ck = koefisien kekasaran dasar
Koefisien kekasaran Ck dipakai nilai 1/n dalam rumus manning atau k
dalam rumus Strickler. Dalam buku Gandakoesoema (1970) nilai 1/n atau k
untuk tanah yang tidak rata = 29 dan tanah yang sama sekali tidak rata
(banyak batu-batu dan sebagainya) = 25.
Contoh hitungan:
Uc = 5,09 m/dt
Ck= 29
∆ = 1,4
Maka,
Uc = 0,22 Ck.√ ∆ . d 50
5,09 = 0,22. 29.1,40,5. d500,5
5,09
d500,5 = = 0,67 m
0,22.29.1,183
d50 = 0,449 ≅ 0,50 m
jadi diameter butiran yang dipakai = 0,50 m.
Tebal dan panjang Lapis Lindung
Q = 923 m3/dt
Ukuran butiran dasar sungai rata-rata (dm)= 0,35 mm
Q
R = 0,47 ( )1/3
f
f = 1,76.Dm0,5 = 1,76 (0,35)0,5 = 1,04
923 1/3
R = 0,47 ( ) = 4,516 m
1,04
Tinggi muka air = 2,523 m
Dalam gerusan = 4,516 – 2,513 = 1,99 m ≈ 2,0 m
Jadi tebal lapis lindung diambil 2,0 m, dan panjang lapis lindung diambil =
2 x 4 = 8,0 m
166
Daftar Pustaka
Ansori. M.B. dkk., 2018. Irigasi dan bangunan Air, Modul Kuliah Fakultas
Teknik Sipil , lingkungan dan Kebumian Institut Teknologi Sepuluh
November
Asdak C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Penerbit
Gajah Mada University Perss. Yogyakarta
167
Siswoko., 2010. Usaha mengatasi masalah banjir secara menyeluruh.
Penerbit Badan Penerbit Pekerjaan Umum Jakarta
168