Anda di halaman 1dari 168

BAB 3.

PERHITUNGAN HIDROLIS BENDUNG

3.1 Umum
Dalam Keriteria Perencanaan Bangunan utama – KP-02, Bangunan
Utama didefinisikan sebagai: “Semua bangunan yangdirencanakan di
sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi,
biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi
kandungan sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur
dan mengatur air yang masuk”.Pengaliran air dari sumber air berupa sungai
atau danau ke jaringan irigasi untuk keperluan irigasi pertanian, pasokan air
baku dan keperluanlainnya yang memerlukan suatu bangunan disebut
dengan bangunan utama.Untuk kepentingan keseimbangan lingkungan dan
kebutuhan daerah dihilir bangunan utama, maka aliran air sungai tidak
diperbolehkan disadap seluruhnya. Namun harus tetap dialirkan sejumlah
5% dari debit yang ada. Di Indonesia umumnya ada 6 (enam) jenis
bangunan utama yang sering dibangun yaitu:

3.1.1 Bendung Tetap


Bangunan air ini dengan kelengkapannya dibangunmelintang sungai
atau sudetan, dan sengaja dibuatuntuk meninggikan muka air dengan
ambang tetapsehingga air sungai dapat disadap dan dialirkansecara
gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya dilimpahkan ke hilir dengan
terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud untuk
meredam energy .Ada 2 (dua) tipe atau jenis bendung tetap dilihat dari
bentuk struktur ambang pelimpahannya, yaitu:
(a) Ambang tetap yang lurus dari tepi ke tepi kanan sungai artinya
asambang tersebut berupa garis lurus yang menghubungkan dua titiktepi
sungai.
(b) Ambang tetap yang berbelok-belok seperti gigi gergaji. Type seperti ini
diperlukan bila panjang ambang tidak mencukupi dan biasanya untuk
sungai dengan lebar yang kecil tetapi debit airnya besar.Maka dengan

1
menggunakan tipe ini akan didapat panjang ambang yang lebih besar,
dengan demikian akan didapatkan kapasitas pelimpahan debit yang
besar. Mengingat bentuk fisik ambang dan karakter hidrolisnya,
disarankan bendung type gergaji ini dipakai pada saluran.

Dalam hal diterapkan di sungai harus memenuhi syarat sebagai berikut:


a) Debit relatif stabil
b) Tidak membawa material terapung berupa batang-batang pohon
a) Efektivitas panjang bendung gergaji terbatas pada kedalaman
airpelimpasan tertentu.

2
Gambar3.1: Bendung Tetap Batang Anai dan Batang Tongar serta
bendung Tipe Gergaji

3.1.2 Bendung Gerak Vertikal


Bendung ini terdiri dari tubuh bendung dengan ambang tetap yang
rendah dilengkapidengan pintu-pintu yang dapat digerakkan vertikal
maupun radial. Tipe ini mempunyai fungsi ganda, yaitu mengatur tinggi
muka air di hulu bendung kaitannya dengan muka air banjir dan
meninggikan muka airsungai kaitannya dengan penyadapan air untuk
berbagai keperluan.Operasional di lapangan dilakukan dengan membuka
pintu seluruhnya pada saat banjir besar atau membuka pintu sebagian pada
saat banjirsedang dan kecil. Pintu ditutup sepenuhnya pada saat saat
kondisinormal, yaitu untuk kepentingan penyadapan air. Tipe bendung
gerak inihanya dibedakan dari bentuk pintu-pintunya antara lain:
(a) Pintu geser atau sorong, banyak digunakan untuk lebar dan tinggibukaan
yang kecil dan sedang. Diupayakan pintu tidak terlalu beratkarena akan
memerlukan peralatan angkat yang lebih besar dan mahal. Sebaiknya
pintu cukup ringan tetapi memiliki kekakuan yang tinggi sehingga bila
diangkat tidak mudah bergetar karena gaya dinamis aliran air.

3
(b). Pintu radial, memiliki daun pintu berbentuk lengkung (busur)
denganlengan pintu yang sendinya tertanam pada tembok sayap atau
pilar. Konstruksi seperti ini dimaksudkan agar daun pintu lebih
ringanuntuk diangkat dengan menggunakan kabel atau rantai.
Alatpenggerak pintu dapat dapat pula dilakukan secara hidrolik
denganperalatan pendorong dan penarik mekanik yang tertanam
padatembok sayap atau pilar.

Gambar 3.2: Denah dan potongan melintang bendung gerak

4
Gambar 3.3:Bendung Gerak Tipe Radial di Sungai Bengawan Solo
(Tampak Belakang) dan Bendung Gerak Waru Turi
Jawa Timur

5
Gambar 3.4:Bendung Gerak di Hagesten Weir (Belanda)

3.1.3 Bendung Karet


Bendung karet memiliki 2 (dua) bagian pokok, yaitu :
1) Tubuh bendung yang terbuat dari karet
2) Pondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet,serta
dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa perlengkapan(mesin)
untuk mengontrol mengembang dan mengempisnya tabungkaret.
Bendung ini berfungsi meninggikan muka air dengan cara
mengembungkan tubuh bendung dan menurunkan muka air dengan cara
mengempiskannya.Tubuh bendung yang terbuat dari tabung karet dapat
diisi dengan udara atau air. Proses pengisian udara atau air dari pompa
udara atau airdilengkapi dengan instrumen pengontrol udara atau air
(manometer).

6
Gambar 3.5:bendung Karet di Aceh

Gambar 3.6:Bendung Karet di China

3.1.4 Bendung Saringan Bawah


Bendung ini berupa bendung pelimpah yang dilengkapi dengan
saluranpenangkap dan saringan. Bendung ini meloloskan air lewat saringan
dengan membuat bak penampung air berupa saluran penangkap melintang
sungai danmengalirkan airnya ke tepi sungai untuk dibawa ke jaringan
irigasi. Operasional di lapangan dilakukan dengan membiarkan sedimen
danbatuan meloncat melewati bendung, sedang air diharapkan masuk
kesaluran penangkap.Sedimen yang tinggi diendapkan pada saluran
penangkap pasir yangsecara periodik dibilas masuk sungai kembali.

7
Gambar 3.7: Denah dan Potongan melintang bendung saringan Bawah

3.1.5 Pompa
Ada beberapa jenis pompa didasarkan pada tenaga penggeraknya,
antara lain:
a. Pompa air yang digerakkan oleh tenaga manusia (pompa tangan),
b. Pompa air dengan penggerak tenaga air (air terjun dan aliran air),
c. Pompa air dengan penggerak berbahan bakar minyak
d. Pompa air dengan penggerak tenaga listrik.
Pompa digunakan bila bangunan-bangunan pengelak yang lain tidak dapat
memecahkan permasalahan pengambilan air dengan gravitasi, atau kalau
pengambilan

8
air relative sedikit dibandingkan dengan lebar sungai. Dengan
instalasipompa pengambilan air dapat dilakukan dengan mudah dan
cepat.Namun dalam operasionalnya memerlukan biaya operasi
danpemeliharaannya cukup mahal terutama dengan makin mahalnya bahan
bakar dan tenaga listrik.Dari cara instalasinya pompa dapat dibedakan atas
pompa yang mudah dipindah-pindahkan karena ringan dan mudah dirakit
ulang setelah dilepaskomponennya dan pompa tetap (stationary) yang
dibangun/dipasang dalam bangunan rumah pompa secara permanen.

3.1.6 Pengambilan Bebas


Pengambilan air untuk irigasi ini langsung dilakukan dari sungai
denganmeletakkan bangunan pengambilan yang tepat ditepi sungai, yaitu
padatikungan luar dan tebing sungai yang kuat atau massive.
Bangunanpengambilan ini dilengkapi pintu, ambang rendah dan saringan
yangpada saat banjir pintu dapat ditutup supaya air banjir tidak meluap
kesaluran induk.Kemampuan menyadap air sangat dipengaruhi elevasi
muka air di sungaiyang selalu bervariasi tergantung debit pengaliran sungai
saat itu.Pengambilan bebas biasanya digunakan untuk daerah irigasi
denganluasan yang kecil sekitar 150 ha dan masih pada tingkat irigasi
setengah teknis atau irigasi sederhana.

Gambar 3.7a: Pengambilan Bebas

9
3.2 Pengumpulan Data Awal

Kegiatan pengumpulan data sekunder akan dilakukan dengan


mengumpulkan laporan perencanaan, hasil studi, kebijakan, yang terkait
dengan lokasi pekerjaan baik langsung maupun tidak langsung serta peta
yang tersedia dari berbagai instansi pemerintah atau swasta terkait.
Pengumpulan data terdiri atas data-data yang bersifat data dasar diantaranya
peta topografi yang akan dipakai sebagai dasar perhitungan besaran-besaran
yang menyangkut panjang sungai, arah dan posisi. Data-data yang
diperlukan untuk perencanaan bendung secara umum antara lain adalah :
1) Peta Topografi (Bakosurtanal) skala 1:50.000 : Untuk menentukan
titik awal dan akhir pengukuran, ruas sungai yang dikaji, untuk
menghitung luas catchment area (DAS),Menentukan lokasi stasiun
hujan,menentu -kan panjang sungai utama, menentukan elevasi medan
di hulu sungai dan di lokasi rencana bendung sekaligus menghitung
kemiringan medan/aliran, memilih lokasi bendungm, menentukan
elevasi sawah tertinggi untuk merencanakan tinggi mercu bendung, dan
melihat elevasi lahan di sekitar hulu bendung
2) Data curah hujan dan klimatologi dari stasiun terdekat dengan lokasi
pekerjaan: Untuk menentukan hujan harian maksimum tahunan setiap
stasiun hujan yang berpengaruh terhadap DAS, sebagai bahan untuk
menghitung hujan rencana dan debit banjir rencana, menghitung Eto
untuk mendapatkan Net Farm Requirement (NFR), dan untuk
mengitung debit andalan
3) Peta dan analisa Geologi di sekitar wilayah pekerjaan yang diperoleh
dari pusat penelitian dan pengembangan Geologi Direktorat Jenderal
Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan
Energi atau instansi yang terkait : Untuk menentukan jenis tanah dasar
serta tebal lapisannya agar dapat ditentukan jenis pondasi bendung dan
dalamnya koperan, untuk dapat memperkirakan besarnya harga-harga

10
minimum angka rembesan Lane (CL)yang akan digunakan untuk
menentukan panjang lantai muka dan besarnya uflift pressure,
letaknya lapisan yang kedap air, dan untuk melihat ada atau tidaknya
gejala-gejala patahan yang membahayakan stabilitas bendung
4) Data Mekanika Tanah : untuk mengetahui tekanan tekan tanah yang
diizinkan, koefisien geser antara dasar bendung dan tanah dasarnya,
angka permeability dari tanah tersebut, tegangan geser tanah yang
diizinkan
5) Data Morfologi Sungai : untuk mengetahui kandungan sedimen dasar
dan melayang termasuk distribusi ukuran butir, hal ini diperlukan
untukuntuk menentukan tipe kolam olakan dimana angkutan sedimen
yang diangkut punya peranan besarn dalam menetukan tipe kolam
olakan.:
a. Sungai yang mengakut batu-batu besar dan dasar sungai relative
tahan gerusan cocok dengan kolam olakan tipe bak tenggelam
b. Sungai yang mengakut batu-batu besar tetapi sungai itu
mengandung bahan alluvial dengan dasar tahan gerusan cocok
dengan kolam olakan loncat air tanpa blok halang atau tipe bak
tenggelam
c. Sungai yang hanya mengangkut bahan sedimen halus dapat
direncanakan kolam loncat air yang diperpendek dengan
menggunakan blok-blok halang (Tipe USBR).
Serta uutuk mengetahui perubahan perubahan yang terjadi pada
dasar sungaisecara horizontal maupun vertical.

3.3 Syarat-syarat Penentuan Lokasi Bendung

Aspek yang mempengaruhi dalam pemilihan lokasi bendung adalah:


1) Topografi : dipilih lembah sempit dan tidak terlalu dalam dengan
mempetimbangkan topografi di daerah tangkapan air maupun daerah
layanan irigasi

11
2) Geoteknik : dipilih dasar sungai yang mempunyai daya dukung kuat,
stratigrafi lapisan batuan miring ke arah hulu, tidak ada sesar aktif, tidak
ada erosi buluh, dan dasar sungai hilir bendung tahan terhadap gerusan
air. Disamping itu diusahakan keadaan batuan tebing kanan dan kiri
bendung cukup kuat dan stabil serta relatif tidak terdapat bocoran
samping.
3) Hidraulik : dipilih bagian sungai yang lurus. Jika bagian sungai lurus
tidak didapatkan, lokasi bendung ditolerir pada belokan sungai; dengan
syarat posisi bangunan intake harus terletak pada tikungan luar dan
terdapat bagian sungai yang lurus di hulu bendung. Kalau yang terakhir
inipun tidak terpenuhi perlu dipertimbangkan pembuatan bendung di
kopure atau dilakukan rekayasa perbaikan sungai (river training).
4) Regime sungai : Hindari lokasi bendung pada bagian sungai dimana
terjadi perubahan kemiringan sungai secara mendadak, dan hindari
bagian sungai dengan belokan tajam. Pilih bagian sungai yang lurus
mempunyai kemiringan relatif tetap sepanjang penggal tertentu.
5) Saluran induk : Pilih lokasi bendung sedemikian sehingga pembangunan
saluran induk dekat bendung tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mahal.
Hindari trace saluran menyusuri tebing terjal apalagi berbatu. Usahakan
ketinggian galian tebing pada saluran induk kurang dari 8 m dan
ketinggian timbunan kurang dari 6 m.
6) Ruang untuk bangunan pelengkap : Lokasi bendung harus dapat
menyediakan ruangan untuk bangunan pelengkap bendung, utamanya
untuk kolam pengendap dan saluran penguras dengan panjang dan lebar
masing-masing kurang lebih 300 – 500 m dan 40 – 60 m.
7) Luas layanan irigasi : Lokasi bendung harus sedemikian sehingga dapat
memberikan luas layanan yang memadai terkait dengan kelayakan
sistem irigasi. Elaborasi tinggi bendung (yang dibatasi sampai dengan 6-
7 m), menggeser lokasi bendung ke hulu atau ke hilir, serta luas layanan

12
irigasi harus dilakukan untuk menemukan kombinasi yang paling
optimal.
8) Luas daerah tangkapan air : Lokasi bendung harus dipilih dengan
mempertimbangkan luas daerah tangkapan, terkait dengan debit andalan
yang didapat dan debit banjir yang mungkin terjadi menghantam
bendung. Hal ini harus dikaitkan dengan luas layanan yang didapat dan
ketinggian lantai layanan dan pembangunan bangunan melintang anak
sungai (kalau ada).
9) Pencapaian mudah : Lokasi bendung harus refatip mudah dicapai untuk
keperluan mobilisasi alat dan bahan saat pembangunan fisik maupun
operasi dan pemeliharaan. Kemudahan melakukan inspeksi oleh aparat
pemerintah juga harus dipertimbangkan masak-masak.
10) Biaya pembangunan yang efisien : dari berbagai alternatif lokasi
bendung dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang dominan,
akhirnya dipilih lokasi bendung yang beaya konstruksinya minimal
tetapi memberikan ouput yang optimal.
11) Kesepakatan stakeholder : apapun keputusannya, yang penting adalah
kesepakatan antar pemangku kepentingan lewat konsultasi publik. Untuk
itu direkomendasikan melakukan sosialisasi pemilihan lokasi bendung.

3.4 Bagian-bagian Bangunan Utama

Bangunan utama terdiri dari berbagai komponen/bagian yang akan


dijelaskan secaraterinci sebagai berikut :
a. Bangunan bendung
b. Bangunan pengambilan (Intake)
c. Bangunan pembilas (penguras)
d. Kantong lumpur
e. Tangka Ikan
f. Bangunan-bangunan pelengkap
g. Pembilas sungai (pembilasbawah)

13
h. Silt Excluder (Bangunan pembersih lumpur)
Gambar 3.3 menunjukkan tata letak komponen bangunan utama.

Gambar 3.8: Bangunan Utama

1) Bangunan Pengelak (tubuh bendung/mercu)


Bangunan pengelak dengan peredam energi atau kolam olak
dibangun melintang sungai agar permukaan air naik yang kemudian dapat
disadap melalui bangunan pengambilan (pintu intake). Bangunan pengelak
tersebut dapat berupa bendung tetap, bendung gerak dan karet. Bangunan
pengelak lainnya dapat berupa bangunan pengambilan bebas (free intake)
dan bendung saringan (Tirol). Selain bangunan yang mengelakkan aliran

14
air, bangunan untuk mengambil air dapat juga menggunakan pompa. Dalam
buku ini yang akan dibahas hanya tentang bendung tetap.

Gambar 3.9: Denah PintuPengambilan dan Potongan pembilas

15
2) Bangunan pengambilan (Intake)
Bangunan pengambilan pada bendung fungsinya adalah untuk
menyadap air masuk kedalam saluran dan berfungsi juga sebagai berikut:
a) Mengatur pemasukan air kedalam saluran
b) Menjaga agar endapan tidak masuk kedalam saluran
c) Menjaga agar air banjir tidak masuk kedalam saluran
Bangunan pengambilan (intake) ini biasanya diletakkan tegak lurus
pada as bendung, akan tetapi akhir-akhir ini sudutnya dibuat lebih besar
dari 90⁰ sampai 110⁰ agar air dapat mengalir dengan lancar kedalam
saluran, bangunan pengambilan dilengkapi dengan pintu yang besarnya
disesuaikan dengan alat pengangkat yang tersedia. Agar endapan tidak
masuk kedalam saluran, ambang pintu pengambilan dibuat lebih tinggi 0,50
– 1,50 m diatas dasar lantai pintu penguras/pembilas. Apabila bangunan
dilengkapi dengan “ Silt Excluder” ambang pintu pengambilan dinaikkan
lebih tinggi sekitar 0,60-0,70 m.

Gambar 3.10: Pintu pengambilan

Kriteria perancangan bangunan pengambilan (intake) antara lain:

16
a) Kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan
pengambilan (dimension requirement) guna menambah fleksibilitas dan
agar dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek
b) Rumus debit yang dapat dipakai dalam perhitungan pengambilan sebagai
aliran aliran bawah:

dimana:
Q : debit, m3/dt
μ : koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan
kehilangan tinggi energi, μ = 0,80
b : lebar bukaan, m
a : tinggi bukaan, m
g : percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8)
z : kehilangan tinggi energi pada bukaan, m
Bila pengambilan mempunyai bukaan lebih dari satu, maka pilar sebaiknya
dimundurkan untuk menciptakan kondisi aliran masuk yang lebih mulus
(lihat Gambar 3.6).

Gambar 3.11- Geometri bangunan pengambilan

Bangunan pengambilan hendaknya selalu dilengkapi dengan sponeng skot


balok di kedua sisi pintu, agar pintu itu dapat dikeringkan untuk keperluan-
keperluan pemeliharaan dan perbaikan.

17
3) Bangunan Penguras/Pembilas
Bangunan penguras merupakan bagian dari bangunan utama yang
dilengkapi dengan satu atau lebih pintu penguras. Pintu penguras
ditempatkan satu kesatuan dengan bendung didepan bangunan
pengambilan/intake, membentuk kantong yang dasarnya lebih rendah dari
ambang pintu pengambilan. Biasanya dasar dari kantong penguras ini sama
dengan dasar terendah dari sungai. Lantai penguras merupakan kantong
tempat mengendapnya bahan-bahan kasar di depan penguras pengambilan.
Sedimen yang terkumpul dapat dikuras dengan jalan membuka pintu
penguras secara berkala guna menciptakan aliran terkonsentrasi tepat di
depan pengambilan. Ujung atas dari pintu penguras dapat dibuat lebih
tinggi dari muka air normal di atas bendung agar aliran air selalu terjamin
untuk penyadapan. Apabila terjadi banjir besar, kelebihan air dialirkan
melalui bagian atas pintu penguras, sehingga limpasan di atas mercu
bendung akan tetap atau tidak melebihi kapasitasnya.
Pengalaman yang diperoleh dari banyak bendung dan pembilas
yang sudah dibangun, telah menghasilkan beberapa pedoman untuk
menentukan lebar pembilas:
a) lebar pintu penguras ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama
dengan 1/6 -1/10 dari lebar bersih bendung (jarak antara pangkal-
pangkalnya), untuk sungai-sungai yang lebarnya kurang dari 100 m.

b) lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan


termasuk pilar-pilarnya.

Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat diberikan harga empiris. Dalam
hal ini sudut α pada Gambar 3.12 sebaiknya diambil sekitar 60⁰ sampai
70⁰. Pintu pada pembilas dapat direncana dengan bagian depan terbuka atau
tertutup (lihat juga Gambar 3.13) . Pintu dengan bagian depan terbuka
memiliki keuntungan-keuntungan berikut:

18
(1) ikut mengatur kapasitas debit bendung, karena air dapat mengalir
melalui pintu-pintu yang tertutup selama banjir.

Gambar 3.12 : Pintu penguras/pembilas

(2) pembuangan benda-benda terapung lebih mudah, khususnya bila pintu


dibuat dalam dua bagian dan bagian atas dapat diturunkan

Kelemahan-kelemahannya:

(1) sedimen akan terangkut ke pembilas selama banjir; hal ini bisa
menimbulkan masalah, apalagi kalau sungai mengangkut banyak
bongkah. Bongkah-bongkah ini dapat menumpuk di depan pembilas
dan sulit disingkirkan.
(2) benda-benda hanyut bisa merusakkan pintu.
(3) karena debit di sungai lebih besar daripada debit di pengambilan, maka
air akan mengalir melalui pintu pembilas; dengan demikian kecepatan
menjadi lebih tinggi dan membawa lebih banyak sedimen.

19
Gambar 3.13 : Tipe-tipe pintu pengambilan: pintu sorong kayu dan
baja

4) Dinding Pemisah (Pilar)


Pilar dibangun dari pasangan batu atau beton tegak lurus pada as
bendung dan memisahkan bendung dengan bangunan penguras. Ujung
hulu pilar melewati ujung
Hulu bangunan pengambilan/intake, sedangkan ujung hilir sama dengan
titik awal lantai peredam energi (kolam olak). Lebar bagian atas pilar
sekitar 1 sampai 2 m.
Fungsi utama dinding pemisah/pilar adalah:
a) Memisahkan bendung dengan kantor penguras, oleh karena kantong
lantai penguras lebih rendah dari mercu bendung, maka keduanya
harus dipisahkan.
b) Membantu menciptakan aliran yang tidak turbulen dekat pintu
pengambilan , sehingga terjadi pengendapan dan dengan demikian air
yang disadap relatif lebih bersih.

20
5) Kantong Lumpur
Air sungai yang dialirkan ke saluran irigasi biasanya kecepatannya
lebih kecil dari kecepatan aliran air di sungai, hal ini akan menyebabkan
terjadinya endapan material yang agak kasar di bagian awal-awal saluran
sedang material yang lebih kecil akan mengendap di sepanjang saluran
bagian hilir dan material yang halus akan mengendap di lahan sawah.
Pengendapan ini akan menyebabkan kemampuan saluran untuk
mengalirkan air jadi berkurang dan pembuangannya akan membutuhkan
biaya yang cukup besar.
Untuk mengurangiterjadinya endapan ini di saluran, maka perlu
dibuat kantong lumpur di awal dari saluran primer setelah pintu
pengambilan. Kantong lumpur yang sederhana hanya terdiri dari satu ruang
pengendapan, kecepatan aliran air di kantong lumpur ini , sewaktu
pengurasansedang dilakukan di salah satu ruangan pengendapan sekitar
0,20 sampai 0,35 m/dt, apabila debit saluran melebihi 15-25 m3/dt, ukuran
kantor lumpur akan sangat besar dan waktu pengurasannya makan waktu
lama, oleh karena itu kantong lumpur dibuat dua ruangan pengendapan
atau lebih.
Kantong lumpur dua ruangan pengendapan terdiri dari 2 macam
yaitu:
a) Tiap ruangan dapat mengalirkan debit rencana, sehingga
memungkinkan menghentikan fungsi ruangan pengendapanyang
sedang dalam melakukan pengurasan, sedang yang satu lagi
mengalirkan debit rencana.
b) Tiap ruangan hanya mengalirkan separoh dari debit rencana, sewaktu
pengurasansedang dilakukan di salah satu ruang pengendapan, ruang
pengendapan yang lain akan mengalirkan air sesuai dengan debit
rencana, hal ini akan menyebabkan meningkatnya kecepatan di
ruangan pengendapan tersebut.

21
Kantong lumpur yang terdiri dari banyak ruang pengendapan, setiap
ruangnya akan mengalirkan air sebanyak debit rencana dibagi banyak ruang
pengendapan, pengurasan dilakukan secara bergantian, ruang pengendapan
yang sedang mengalirkan air debitnya adalah 1/(n-1) dari debit rencana,
dengan demikian setiap ruangan akan dibebani debit n/(n-1), n = jumlah
ruangan pengendapan.
Kantong lumpur yang banyak mempunyai ruang pengendapan, pengaliran
airnya ke saluran tidak mengalami penghentian sewaktu terjadi proses
pengurasan, pengurangan debit air untuk pengurasan adalah sebesar 1/n
dari debit rencana.

22
Gambar 3.14: Kantong Lumpur dan Pintu Penguras ke Sungai

6) Tangga Ikan

Sungai yang besar biasanya merupakan habitat berbagai jenis ikan,


ikan –ikan ini akan berimigrasi ke hulu aliran sungai tergantung pada
musim dan perilaku ikan. Apabila tidak disediakan fasilitas pada bendung,
maka ikan-ikan ini tidak bisa berenang ke arah hulu, dengan demikian

23
tanpa tangga ikan akan mengganggu kehidupan dan kelestarian ikan di
sungai tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka dibuatkanlah fasilitas untuk
ikan dapat berimigrasi ke arah hulu yang disebut dengan tangga ikan.
Tangga ikan ini biasanya dibuat disamping dinding pemisah (pilar) dan arus
pada tangga ini dibuat tidak melebihi 3,0 – 3,5 m/dt, karena kemampuan
ikan berenang melawan arus sekitar 3,0 – 3,5 km/dt

Gambar 3.15: Tangga Ikan di Bendung Batang Hari

7) Pembilas Sungai (Pembilas Bawah)


Setelah beberapa tahun setelah bendung selesai dibangun , di bagian
hulu bendung ini telah dipenuhi dengan endapan. Oleh karena itu antara
bendung dengan kantong penguras dibangun pembilas sungai. Selain itu
pembilas sungai ini juga berfungsi membentuk aliran melengkung agar air
yang menuju bangunan pengambilan (pintu intake) bebas dari endapan, hal
ini dapat dicapai dengan cara mempertahankan:
Vs
>1
Vp

24
Dimana:
Vs = kecepatan air melalui pembilas sungai
Vp = kecepatan air melalui kantong pintu penguras
Apabila bangunan utama tidak dilengkapi : “Silt Excluser” maka, pintu
pembilas sungai ditutup dan debit yang melalui kantong pintu penguras
sama dengan debit pada bangunan pengambilan /intake. Kelebihan air di
sungai diizinkan mengalir melalui pembilas sungai, sehingga debit yang
mengalir melalui pembilas sungai menjadi lebih besar dari debit yang
melalui kantong pintu penguras, oleh karena lebar pembilas sungai lebarnya
sama dengan lebar kantong pintu penguras, maka kecepatan di pembilas
sungai akan lebih besar dari pada kecepatan di kantong pintu penguras.

8) Silt Excluder (Bangunan Pembersih Lumpur)


Silt Excluder adalah suatu rangkaian konstruksi saluran beton
persegi empat yang terletak di dasar sungai di depan bangunan
pengambilan/pintu intake, fungsinya untuk mencegah pasir lumpur masuk
kedalam saluran pembawa. Aliran yang mengalir melalui Silt Excluder
dikontrol oleh pintu penguras yang letaknya pada bagian hilir di ujung
bangunan silt excluder (bangunan pembersih lumpur)

3.5 Elevasi Mercu


Mercu bendung adalah bagian dari bendung yang berfungsi untuk
mengatur tinggi air minimum agar aliran yang melimpas di atas mercu
stabil. Elevasi mercu bendung merupakan faktor utama yang sangat penting
yang memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam menetapkannya, hal ini
untuk menghindari kesalahan adanya sawah-sawah yang tidak bisa terairi
karena kesalahan dalam menetapkan elevasi mercu bendung tersebut karena
kerendahan. Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan beberapa
faktor, antara lain elevasi tertinggi sawah yang akan diairi, tingginya air
disawah, kehilangan tinggi energi di saluran kuarter kesawah, kehilangan

25
tinggi energi di boks bagi kuarter, kehilangan tinggi energi selama
pengaliran di saluran tersier (I x L), kehilangan tinggi energi di boks tersier,
kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan pembawa, kehilangan
tinggi energi di bangunan-bagi/sadap dan bangunan ukur, dan kehilangan
tinggi energi selama pengaliran di saluran sekunder dan primer, dalam hal
ini harus memperhatikan semua saluran primer dan sekunder yang ada,
kemudian dipilih elevasi saluran primer yang berpengaruh, kemudian
ditambah tinggi energi di pintu pengambilan /intake dan kehilangan tinggi
energi akibat eksploitasi.

Gambar 3.16: Perhitungan elevasi muka Air di Saluran Primer

26
Gambar 3.17: Perhitungan elevasi muka air pada Mercu

Tabel 3.1: Perhitungan Elevasi Mercu Bendung dengan asumsi


Elevasi tertinggi sawah = + 25,00

No Uraian Keterangan
A Elevasi tertinggi di sawah + 25,00
a Lapisan air di sawah (10 cm) + 25,00 + 0,10 = +25,10
b Kehilangan tinggi energi di +25,10 + 0,05 = +25,15
saluran kuarter ke sawah (5 cm)
c Kehilangan tinggi energi di Box +25,15+0,05 = + 25,20
kuarter (5 cm)
d Kehilangan tinggi energi selama + 25,20 + (IxL)∆ h =+ 25,25
pengaliran di saluran tersier = I x
L
e Kehilangan tinggi energi di Box + 25,25 + 0,10 = +25,35
Tersier (10 cm)
f Kehilangan tinggi energi di +25,35 + 0,05 = + 25,40
gorong-gorong (5 cm)
g Kehilangan tinggi energi selama + 25,40 + (IxL)∆ h(0,16)= +
pengaliran di saluran sekunder 25,56
=IxL
h Kehilangan tinggi energi di + 25,56 + 0,10 = + 25,66
Bangunan Sadap (10 cm)
i Kehilangan tinggi energi selama + 25,66+ (IxL)∆ h(0,25)= +25,91
pengaliran dari bangunan ukur ke
bangunan sadap = I x L

27
j Kehilangan tinggi energi di +25,91+ 0,15 = + 26,06
Bangunan Ukur (15 cm)
k Kehilangan tinggi energi di pintu + 26,06 + 0,20 = + 26,26
intake (20 cm)
l Kehilangan tinggi energi akibat + 26,26 + 0,10 = + 26,36
pengaruh gelombang (10 cm)
Elevasi Mercu + 26,26

3.6 Tinggi Air Banjir

Menentukan tinggi air banjir sangat diperlukan untuk


memperhitungkan pengaruh banjir tersebut terhadap konstruksi
bendungnya sendiri, maupun untuk merencanakan tanggul penutup agar air
tidak meluap pada tanggul-tangul yang elevasinya lebih rendah dari elevasi
muka air banjir di bantaran sungai yang ada di hulu bendung.

3.6.1 Tinggi Banjir di Hilir Bendung


Tinggi muka air banjir di hilir bendung sama dengan tinggi muka air
di sungai sebelum adanya bendung. Tinggi air banjir ini dapat dihitung
dengan menggunakan rumus-rumus hidrolika pengaliran seperti rumus
Manning, Chezi, Strickler dan sebagainya. Tinggi air banjir ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus-rumus hidrolika pengaliran, yaitu :
Q=AxV
Dimana :
Q = debit (m3/dt)
A = luas penampang basah (m2)
V = kecepatan aliran (m/dt)
Sedangkan kecepatan aliran dapat dihitung diantaranya dengan
menggunakan rumus Strickler:
V = k. R2/3. I1/2
Dimana :
V = kecepatan (m/dt)

28
K = koefisien kekasaran dinding (m1/3/dt)
R = jari-jari hidrolis (m)
P = keliling basah (m)

Nilai k dianjurkan pemakaiannya (KP-03) adalah


 Pasangan batu = 60
 Beton = 70
 Saluran tanah = 35 – 45

Untuk ini diperlukan data-data geometrik sungai asli, terutama bila


bendung dibangun di palung sungai dan bagian sungai di hilir bendung
tidak ada rencana akan dimodifilasi. Data yang diperlukan adalah profil
melintang sungai di sekitar rencana bendung dan profil memanjang sungai
sejauh 1 km ke hulu dan 1 km ke hilir dari rencana lokasi bendung. Dari
beberapa profil melintang diambil beberapa profil melintang yang mewakili
(misalnya profil melintang rata-rata) lihat gambar 3.18, sedangkan profil
memanjang digunakan untuk menentukan kemiringan rata-rata sungai
Gambar 3.19).

Gambar 3.18: Profil melintang rata-rata sungai

29
Gambar 3.19: Profil memanjang rata-rata sungai

3.6.2 Perhitungan Tinggi Air Banjir


Menentukan tinggi air banjir sangat diperlukan untuk
memperhitungkan pengaruh banjir tersebut terhadap konstruksi
bendungnya sendiri, maupun untuk merencanakan tanggul penutup agar air
tidak meluap pada tanggul-tangul yang elevasinya lebih rendah dari elevasi
muka air banjir di bantaran sungai yang ada di hulu bendung.

3.6.2.1 Perhitungan Tinggi Air Banjir di Hilir Bendung


a. Dengan menggunakan aplikasi Excell

Tinggi air banjir di hilir bendung sama dengan tinggi air banjir di dalam
sungai sebelum adanya bendung. Tinggi air banjir dapat dihitung dengan
rumus hidrolika pengaliran yaitu :
Q=AxV
Jika Data:
Q = 600 m3/dt
I = 0,005
m = 1 (horizontal 1: vertikal 1)
K = 35
V = K. R2/3. I1/2 (Rumus Strickler)
A = (b + m.h) h
P = (b + 2 h √ 1+m²
A
R=
P
Jadi:
Q = A. K. R2/3. I1/2
600 = 35.0,0051/2. A.R2/3

30
600
A.R2/3 = = 242,44
35.0,0051 /2
A 2 /3
A. = 242,44
P2 /3
A 5 /3
=242,44
P2 /3
( b+mh ) h = 242,44
¿¿
Dengan mencoba-coba berbagai harga h , akan didapat persamaan
disebelah kiri hampir sama dengan persamaan disebelah kanan (kolom 11
dan kolom 14) seperti pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2: Perhitungan tinggi air di hilir bendung dengan aplikasi Excel

No H b Q i k m A (m2) P R Q/k.I1/2 A5/3 P2/3 A5/3/ P2/3 V


(m) (m) (m3/d) (m) (m) (m/d)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15=4/8

1 2,0 52 600 0,005 35 1 108 57,6 1,87 242,44 2453 14,94 164,15 5,56
6

2 2,53 52 600 0,005 35 1 137,95 59,1 2,33 242,44 3690 15,20 242,69 4,35
6

Didapat h = 2,53 m

b. Dengan menggunakan Lengkung debit

Dari rumus Q = AxV, terlihat hubungan antara debit (Q) dengan


parameter sungai tinggi muka air (h). Dengan demikian dapat dibuat
hubungan antara Q dan h. Untuk menghitung kecepatan aliran digunakan
rumus strickler V = K.R2/3.I1/2. Perhitungan dengan menggunakan Tabel.

31
Tabel 3.3: Perhitungan tinggi muka banjir dengan menggunakan
Lengkung Debit

V Q
h (m) b (m) m A (m²) P (m) R (m) K I (m/dt) (m³/dt)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,50 52 1 26,250 53,41 0,49 35 0,005 1,541 40,448
1,00 52 1 53,000 54,83 0,97 35 0,005 2,420 128,235
1,50 52 1 80,250 56,24 1,43 35 0,005 3,137 251,752
2,00 52 1 108,000 57,66 1,87 35 0,005 3,762 406,244
2,50 52 1 136,250 59,07 2,31 35 0,005 4,322 588,830
3,00 52 1 165,000 60,48 2,73 35 0,005 4,833 797,525

Berdasarkan data h dan Q tersebut diatas dibuat lengkng debit. Dari


lengkung debit didapat h = 2,53m dengan debit 600 m3/dt.

Gambar3.20 : Lengkung Debit

32
Gambar 3.21: Tinggi Muka Air Banjir Rencana

3.6.3 Perhitungan Tinggi Air Banjir di Hulu Bendung


Untuk memperhitungkan tinggi muka air banjir di hulu bendung,
terlebih dahulu harus ditentukan beberapa parameter pengaliran seperti
lebar bendung, lebar efektif bendung, bentuk mercu, jenis pengaliran dan
sebagainya.

3.6.3.1 Lebar Bendung

Lebar bendung, yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment),


sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Di
bagian ruas hilir sungai, lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit penuh
(bankful discharge): di bagian ruas hulu mungkin sulit untuk menentukan
debit penuh. Dalam hal ini banjir rata-rata tahunan dapat diambil untuk
menentukan lebar rata-rata bendung. Lebar maksimum bendung hendaknya
tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil.
Untuk sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen kasar yang
berat, lebar bendung tersebut harus lebih disesuaikan lagi terhadap lebar
rata-rata sungai, yakni jangan diambil 1,2 kali lebar sungai tersebut.Agar
pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran per
satuan lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12 - 14.m3/dt.m1, yang
memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3,5 - 4,5 m.

3.6.3.2 Penentuan Lebar Bendung efektif

Lebar efektif bendung adalah lebar bendung yang bermanfaat untuk


melewatkan debit, hal ini disebabkan karena tidak seluruh lebar bendung

33
bermanfaat untuk melewatkan debit disebabkan adanya pilar dan pintu
penguras. Dalam pengoperasian bendung sewaktu banjir pintu penguras dan
pintu inteke ditutup, hal ini untuk menghindari masuknya benda-benda
yang hanyut yang terbawa banjir seperti kayu-kayu yang akan menyumbat
pintu penguras maupun pintu intake dan masuknya debit banjir ke saluran
primer. Selain itu jika pintu penguras tertutup, bagian atas pintu penguras
ini harus sama tingginya dengan mercu bendung, sehingga air bisa mengalir
lewat atas pintu penguras.
Karena pengaliran air di atas pintu penguras lebih sulit dari pada
pengaliran di atas mercu bendung, maka kemampuan pintu penguras untuk
mengalirkan air sewaktu banjir dianggap hanya 80% saja atau dengan
rumus:
Be = Bb – Σ b – Σt + 0,80Σb
Be = Bb – 0,20 Σ b – Σt (Soenarno., 1980)
dimana :
Be : Lebar efektif bendung
Bb : Lebar bendung bruto
∑b : Jumlah lebar pintu penguras
∑t : Jumlah lebar pilar
Dalam KP-02, Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu
yang sebenarnya (B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/atau
tiang pancang, dengan persamaan berikut:
Be= B –2 (nKp + Ka)H1.........................................................................3-1

dimana:
n = jumlah pilar
Kp= koefisien kontraksi pilar
Ka= koefisien kontraksi pangkal bendung
H1= tinggi energi, m
Harga-harga koefisien Kadan Kp diberikan pada Tabel 3.4.

34
Gambar 3.22: Lebar Efektif Mercu

Tabel 3.4: Harga-harga Koefisien Ka dan Kp

35
3.6.3.3 Lebar Pintu Pembilasan/Penguras

Untuk sungai yang lebarnya kurang dari 100 meter, maka untuk
lebar pintu penguras ditambah dengan lebar pilar sebaiknya sama dengan
1/6 sampai dengan 1/10 dari lebar bersih bendung (jarak antara pangkal ke
pangkalnya) sebagai contoh:
Dalam perencanaan bendung ini ini lebar sungai rata-rata nya
adalah = 43,35 m, kemudian dikalikan dengan 1, 2 untuk mendapatkan
lebar bendung (Bb) = 43,35 x 1,2 = 52 m, lebar pintu penguras (bp) = 1/10
x 52 = 5,2 m, direncanakan menggunakan 2 (dua) buah pintu dengan lebar
masing-masing 2,0 m (bp = 2,0 m), dan 2(dua) buah pilar dengan lebar
masing-masing pilar 1,0 m (t = 1,0 m ). Jumlah = 6,0 m. Pintu penguras
ditambah dengan lebar pilar sebesar 6 m ini masih terletak antara 1/6 –
1/10 lebar bendung (5,2 m s/d 1/6 x 52 = 8,67 m).
Jadi
Be = 45 – 20%.4,0 – 2
Be = 52- 0,8 – 2
Be = 49,20 m

3.6.3.4 Perencanaan Mercu Bendung


Bendung adalah bangunan yang dibangun melintang sungai yang
berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air dan di alir ke saluran untuk
mengairi sawah sawah yang memerlukan. Komponen-komponen bendung
terdiri dari tubuh bendung atau yang disebut mercu bendung, kolam olak
atau pemecah energi, pintu penguras, pintu intake, pilar pintu penguras dan
tembok pangkal di kiri kanan bendung. Mercu bendung yang berfungsi
untuk menaikkan elevasi muka air umumnya terdiri dari tiga tipe yaitu tipe
ambang lebar, tipe bulat dan tipe Ogee. Tipe ambang lebar biasanya dibuat
dari bendung bronjong kemudian dilapisi dengan beton. Untuk bendung
permanen di Indonesia umumnya digunakan dua tipe mercu yaitu tipe

36
Ogee dan tipe bulat (Gambar 3.21).Kedua mercu tersebut dapat dipakai
baik untuk konstruksi beton maupun pasangan batu atau bentuk kombinasi
dari keduanya

Gambar 3.23: Bentuk-bentuk Mercu

a. Mercu Bulat

Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang


jauh lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan koefisien bendung ambang
lebar. Pada sungai hal ini akan banyak memberikan keuntungan karena
bangunan mercu bulat ini akan mengurangi tinggi muka air hulu selama
banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung
streamline dan tekanan negatif pada mercu. Tekanan pada mercu adalah
fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1/r). Untuk menghidari bahaya
kavitasi lokal, tekanan minimum pada mercu bendung harus dibatasi
sampai – 4 m tekanan air jika mercu terbuat dari beton. Untuk pasangan
batu tekanan sub atmosfir sebaiknya dibatasi sampai – 1 m tekanan air.

37
Gambar 3.24: Bendung dengan Mercu Bulat

Jari-jari mercu bendung yang terbuat dari pasangan batu akan berkisar
antara 0,3 sampai 0,7 kali H1 dan untuk mercu dari beton dari 0,1 sampai
0,7 kali H1 .

Gambar 3.25: Tekanan pada mercu bendung bulat sebagai fungsi


perbandingan H1/r

38
1) Tinggi Energi Di Hulu Bendung
Persamaan tinggi energi-debit untuk bendung ambang pendek dengan
pengontrol segi empat adalah:

Q = Cd . 2/3 √ 2/3. g . be. H ¹·⁵


dimana :
Q = debit rencana ( m3/dt)
Cd = koefisien debit (C0xC1xC2)
Be = lebar efektif (m)
H1 = tinggi energi dihulu (m)

Koefisien debit Cd adalah hasil dari:


(1) C0 yang merupakan fungsi H1/r (lihat Gambar 3.25)

(2) C1 yang merupakan fungsi p/H1 (lihat Gambar 3.26), dan

(3) C2 yang merupakan fungsi p/H1 dan kemiringan muka hulu bendung
(lihat Gambar 3.27)

C0 mempunyai harga maksimum 1,49 jika H1/r lebih dari 5,0 seperti
diperlihatkan pada Gambar 3.25. Harga-harga C0 pada Gambar 3.26 sahih
(valid) apabila mercu bendung cukup tinggi di atas rata-rata alur pengarah
(p/H1 ≥ sekitar 1,5).

39
Gambar 3.26 : Koefisien C0 untuk bendung mercu bulat sebagai
fungsi dari nilai banding H1/r

Dalam tahap perencanaan, P dapat diambil setengah jarak dari


mercu sampai dasar rata-rata sungai sebelum bendung tersebut dibuat.
Untuk harga-harga p/h1 yang kurang dari 1,5, maka Gambar 3.27 dapat
dipakai untuk menemukan faktor pengurangan C1.

Gambar 3.27 : Koefisien C1 sebagai nilai banding fungsi p/H1


Harga-harga koefisien koreksi untuk pengaruh kemiringan muka
bendung bagian hulu terhadap debit diberikan pada Gambar 3.28. Harga
koefisien koreksi, C2, diandaikan kurang lebih sama dengan harga faktor
koreksi untuk bentuk-bentuk mercu tipe Ogee.

40
Gambar3.28 : Koefisien C2 untuk bendung mercu ogee dengan
muka hulu melengkung (menurut USBR,1960)

Harga-harga faktor pengurangan aliran tenggelam f sebagai fungsi


perbandingan tenggelam dapat diperoleh dari Gambar 3.29,dan gambar
3.28 untuk dua perbandingan yaitu; i) perbandingan aliran tenggelam
H2/H1, dan ii) perbandingan aliran tenggelam P2/H1. Faktor pengurangan
aliran tenggelam mengurangi debit dalam keadaan tenggelam.

Gambar3.29 :Faktor pengurangan aliran tenggelam sebagai fungsi H2/H1

41
Gambar 3.30 :Faktor pengurangan aliran tenggelam sebagai fungsi P 2/H1
dan H2/H1(KP- 02., 2013)
Faktor pengurangan aliran tenggelam (f) digunakan jika terjadi
aliran tenggelam. Ada beberapa pendapat tentang kondisi aliran tenggelam
atau pelimpah tidak sempurna diantaranya, Gandakoesoema (1970)
menyatakan, bahwa banyaknya aliran pada pelimpah tidak sempurna
dengan ambang lebar pada sesuatu kondisi masih sama banyaknya dengan
aliran pelimpah sempurna. Jadi definisi syarat pelimpahan sempurna yang
menyatakan jika air di hilir berada di bawah ambang ternyata tidak begitu
tepat untuk dijadikan patokan untuk menghitung debit aliran. Oleh karena
defenisi yang dipakai adalah :
1) Pelimpah sempurna yang modul (ambang lebar)
2) Pelimpah sempurna yang tidak modul (ambang tajam)
3) Pelimpah yang tidak sempurna yang modul (ambang lebar selama h1
tidak melebihi dari 2/3 h)
4) Pelimpah yang tidak sempurna yang tidak modul

42
Modul berarti bahwa tinggi permukaan air di hilir tidak
mempengaruhi banyaknya debit yang mengalir dari hulu. Atau dapat juga
dikatakan tidak mempengaruhi koefisien pengaliran, jadi mempunyai
koefisien pengaliran yang tetap. Kondisi ini terdapat pada pelimpah dengan
ambang lebar, baik itu pelimpah sempurna maupun pelimpah tidak
sempurna, selama tinggi air di hilir pelimpah tidak melebihi dari 2/3 h.
Standar perencanaan Irigasi Kriteria perencanaan bagian bangunan
KP-04 (2013) menyatakan, kelemahan-kelemahan yang dimiliki mercu
tetap, baik itu mercu bulat maupun mercu ambang lebar, aliran pada
bendung menjadi tidak modul jika nilai banding tenggelam H 2/H1 melebihi
0,33. Ini berarti jika tinggi air di hilir mercu (H2) masih berada dibawah
0,33 H1, dapat dikatakan masih modul yang berarti tinggi permukaan air di
hilir tidak mempengaruhi banyaknya debit yang mengalir dari hulu. Namun
jika tinggi H2 lebih dari besar dari 0,33 H 1, maka dikatakan tidak modul
yang berarti tinggi permukaan air di hilir mempengaruhi banyaknya debit
yang mengalir dari hulu, dan pada kondisi ini disebut dengan aliran
tenggelam dimana koefisien f baru dapat digunakan.

a) Contoh perhitungan Tinggi Energi (H1)

a. Mercu Bulat

Data:
Q =600 m3/dt

Be = 49,20 m

P = 2,60 m

r = 1,60 m (0,5 H1)

g = 9,81 m/dt2

Kemiringan hulu = 1:0,67 (direncanakan)

43
Kemiringan hilir = 1 : 1 (direncanakan)

Elevasi mercu = +52,60 m

Langkah-langkah untuk menghitung tinggi muka air di atas mercu yaitu:

1) Mengasumsikan nilai Cd = 1,3


2) Menghitung tinggi energy di atas mercu (H1) dengan rumus:
Q = Cd . 2/3 √ 2/3. g . be. H1 ¹·⁵

Dimana:
Q = debit rencana (Q100 = 600 m3/dt)
Cd = koefisien debit (C0xC1xC2)
be = lebar efektif = 49,20 m
H1 = tinggi energy hulu
Jadi:
600 = 1,3. 2/3 √ 2/3. g .49,20.H1 ¹·⁵
600
H11,5 = = 5,503
109,03
H1 = 5,503 2/3 = 3,116 ≈ 3,12 m

Hasil perhitungan didapat nilai H1 = 3,12 m, kemudian nilai H1=


3,12 m, dijadikan parameter untuk mengkoreksi nilai Cd dengan
menggunakan gambar 3.24; 3.25; dan 3.26. Selanjutnya dilakukan simulasi
untuk menghitung ulang nilai H1 sampai diperoleh nilai Cd coba sama
dengan nilai Cd hitung. Hasil simulasi perhitungan untuk mendapatkan nilai
H1 dapat dilihat pada Tabel 3.5:

44
Tabel 3.5: Simulasi perhitungan tinggi energy diatas mercu bulat

H₁ Cd R P H₁/r P/H₁ C0 C1 C2 Cd Keterangan


coba (m) (m) hitung
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 = 11
7x8x9

3,12 1,30 1,60 2,60 1,95 0,83 1,32 0,95 1,01 1,27 diulangi

3,15 1,27 1,60 2,60 1,97 0,83 1,32 0,95 1,01 1,27 diulangi

3,20 1,26 1,60 2,60 2,00 0,81 1,31 0,95 1,01 1,26 OK

Karena bendung terbuat dari pasangan batu , besar tekanan harus kurang
p / ρg
dari -1,0 m,dengan H1/r = 1,90, besar tekanan adalah (Gambar 3a) :
H1
= -0,2, (Gambar 3.5) jadi p/ ρ g = -0,2*1,9 = - 0,38 > -1 (Ok)

2) Tinggi muka air banjir (hd) diatas Mercu

Perhitungan dilakukan cara coba-coba dengan rumus sebagai berikut:


hd = H1 – hvo  hd = Tinggi air diatas mercu
do = hd + P  do = Tinggi air diatas mercu + tinggi bendung
A = Bef x do
V = Q/A
hvo = V2/2g

Tabel 3.6: Perhitungan tinggi muka air banjir (hd) di atas mercu bulat

H1 Hvo hd (m) P (m) Do Beff A m2) Q V Hvo=


(m) (m) (m) (m) (m3/d) (m/dt) V2/2g
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3,2 0,26 2,940 2,60 5,54 49,2 272,57 600 2,20 0,25
3,2 0,25 2,950 2,60 5,55 49,2 273,06 600 2,20 0,25

45
Gambar 3.31 : Tinggi muka air banjir (Hd) di atas mercu

Hasil perhitungan didapat tinggi muka air banjir (Hd) adalah


hd = H1 – hv0 = 3,20 – 0,25 = 2,95 m
Jadi elevasi tinggi muka air banjir di atas mercu adalah =
Elevasi mercu + hd = 52,60 + 2,95 = +55,55 m

b. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang
tajam aerasi. Oleh karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan sub
atmosfir pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada
debit banjir rencana. Untuk debit yang lebih rendah, air akan memberikan
tekanan ke bawah pada mercu. Untuk merencanakan permukaan mercu
Ogee bagian hilir, US Army Corps of Engineers telah mengembangkan
persamaan sebagai berikut:

Y 1 X n
Hd
= [ ]
k Hd

X dan Y = koordinat-koordinat permukaan hilir bendung


Hd = tinggi air di atas mercu
K dan n = konstanta dari faktor kemiringan permukaan hulu

46
Tabel 3.7: Harga-harga k dan n

Kemiringan permukaan k n
hulu
Vertical 2,000 1,850
3:1 1,936 1,836
3:2 1,939 1,810
1:1 1,873 1,776
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02.,2013

Tabel 3.8: Perhitungan X dan Y bendung tipe Ogee

Y hd k n hd/k X (X/hd)^n Y
0,14049
0,25 3,401 1,939 1,81 1,754 1,15 3 0,25
0,28503
0,50 3,401 1,939 1,81 1,754 1,70 9 0,50
0,42506
0,75 3,401 1,939 1,81 1,754 2,12 9 0,75
1,00 3,401 1,939 1,81 1,754 2,50 0,57288 1,00
0,71243
1,25 3,401 1,939 1,81 1,754 2,82 1 1,25
0,85548
1,50 3,401 1,939 1,81 1,754 3,12 4 1,50
0,99946
1,75 3,401 1,939 1,81 1,754 3,40 8 1,75
2,00 3,401 1,939 1,81 1,754 3,66 1,14207 2,00
1,28120
2,25 3,401 1,939 1,81 1,754 3,90 6 2,25
1,42745
2,50 3,401 1,939 1,81 1,754 4,14 6 2,50
1,56769
2,75 3,401 1,939 1,81 1,754 4,36 8 2,75
1,70702
3,00 3,401 1,939 1,81 1,754 4,57 7 2,99
3,25 3,401 1,939 1,81 1,754 4,78 1,85164 3,25
1,99423
3,50 3,401 1,939 1,81 1,754 4,98 9 3,50
2,13781
3,75 3,401 1,939 1,81 1,754 5,175 3 3,75
2,27813
4,00 3,401 1,939 1,81 1,754 5,36 9 4,00
2,42244
4,25 3,401 1,939 1,81 1,754 5,545 4 4,25
4,50 3,401 1,939 1,81 1,754 5,723 2,56502 4,50

47
1
2,71040
4,75 3,401 1,939 1,81 1,754 5,90 5 4,75
2,85340
5,00 3,401 1,939 1,81 1,754 6,07 6 5,00

Gambar3.32 :Penggambaran Mercu Ogee

3.6.3.5 Analisa Aliran Balik (Back Water)


Aliran balik adalah aliran arah kehulu yang diakibatkan oleh adanya
bendung di badan sungai. Aliran balik ini dapat dihitung panjang
pengaruhnya mulai dari tubuh bendung sampai ke hulu dengan
menggunakan rumus sederhana sebagai berikut:
Data :
 Kemiringan sungai rata-rata (I) = 0,005
 Kedalaman air banjir sebelum ada bendung (a) = 2,53 m

48
 Tinggi air banjir maksimum setelah ada pembendungan (h) = 2,95 m
 L = panjang jangkauan pengempangan (m)
 Z = kenaikan muka air akibat pembendungan pada jarak X dari
bendung (m)

Gambar 3.33 : Air balik akibat pembendungan

Gambar 3.34 : Sketsa Air balik akibat pembendungan

X
Z = h (1 – )².
L
h/a > 1  L = 2h/i
h/a < 1  L = (a + h )/i

jadi 2,95/2,53 = 1,17 > 1; maka L = 2 h/i = (2*2,95)/0,005= 1180 m


pada jarak X dengan Z = 0,10 m :
X
z = h (1 – )²
L

49
0,10 = 2,95 (1 – X/1180)²
Dengan cara coba – coba harga X sehingga didapat nilai z = 0,10 m,
didapat X = 962 m, dengan demikian tanggul kiri dan kanan yang perlu
diperhatikan agar tidak terjadi overtopping minimal sepanjang 962 m.
BAB 4. PEREDAM ENERGI (KOLAM OLAK)

4.1 Umum

Peredam energi atau kolam olak pada dasarnya dibuat untuk


mencegah kerusakan pada lantai bagian hilir bendung akibat dari
peninggian elevasi muka air di hulu oleh mercu bendung, sehingga
dibagian hilir bendung tersebut akan terjadi aliran turbulen
(bergelombang) dengan kecepatan tinggi. Akibat terjadinya energi aliran
yang besar setelah melewati mercu bendung yang ditunjukkan dengan
adanya loncatan air ( water jump) pada lokasi tersebut. Loncat hidraulis
atau loncat air merupakan fenomena alam yang terjadi ketika aliran
superkritis berubah menjadi aliran sub kritis, ketika aliran air dengan
kecepatan tinggi dan kedalamannya kecil (aliran super kritis) bertemu
aliran dengan kecepatan rendah dan kedalaman tinggi (sub kritis), terjadi
perubahan muka air dengan tiba-tiba. Fenomena ini disebut loncat hidraulis
atau loncat air, dan pada umumnya disertai dengan turbulensi yang cukup
besar dan kehilangan sebagian besar energi kinetik aliran super kritis.
Selain di hilir pelimpah (spillway), peristiwa ini dapat terjadi juga di hilir
pintu geser, atau pada lokasi dimana terjadi perubahan kemiringan dasar
saluran secara mendadak dari kemiringan terjal ke kemiringan landai.
Ketika air meluncur di hilir mercu bendung (spillway), air tersebut
akan meeperoleh momentum dan mempunyai kecepatan yang tinggi.
Kecepatan air yang tinggi ini jika dibiarkan dapat menyebabkan gerusan
pada tanah dasar di kaki tubuh bendung yang ada di hilir bendung, akhirnya
akan mengganggu stabilitas tubuh bendung. Hal ini tidak boleh terjadi dan
harus dihindarkan,untuk itu aliran air yang mengalir dengan kecepatan

50
tinggi ini perlu ditenangkan dengan membuat peredam energi/kolam olak.
Diharapkan kolam olak ini mampu meredam kecepatan luncuran air, dan
mereduksi kemampuan air untuk menggerus tanah dasar yang ada di bagian
hilir tubuh bendung.
Dalam mempelajari loncat air ini dipakai persamaan momentum,
asumsi yang dipakai dalam analisis:
a. Sebelum dan sesudah loncat air, aliran adalah seragam dan
distribusi tekanan adalah hidrostatik
b. Panjang loncat air adalah keci, sehingga kehilangan energi akibat
gesekan dasar kecil dan dapat diabaikan
c. Dasar saluran adalah horizontal atau landai, sehingga komponen
berat dari massa air pada loncat air adalah kecil dan dapat
diabaikan.
Aliran air melewati loncat air mempunyai kecepatan, kedalaman, dan
energi aliran. dimana besarnya sebelum loncatan V1, h1 dan Ef1 dan setelah
loncat air berubah menjadi V2, h2 dan Ef2 serta HL adalah kehilangan energi
setelah loncat air dimana besarnya HL = Ef1 – Ef2.
Dengan menerapkan persamaan kontinuitas, debit yang melewati
penampang sungai adalah :
Q =V1.A1 = V2.A2
Q Q
V1= dan V2 =
A₁ A₂
Berdasarkan hukum Newton II tentang gerak , keseimbangan momentum
diantara penampang 1 dan penampang 2 dari suatu loncatan air yang terjadi
di dalam sungai yang mempunyai penampang persegi empat seperti pada
gambar 4.1 dibawah ini, dapat dinyatakan sebagai berikut:
F = m.a
F = ρ .q (V1 – V2)
P2 – P1 = ρ q (V1 – V2)
1/2 ρ gh1² - 1/2 ρ gh2² = ρ q (V1 – V2)

51
1
h −h ₂
ρ g (h1 + h2) (h1-h2) = ρ q² ( )
h₁h₂
2q ²
(h1 + h2) (h1.h2) - =0
g
2q ²
h1²h2 + h2²h1- = 0  dibagi dengan h1
g
2q²
h2² + h1h2- =0
g.h1
dengan rumus ABC  ax² + bx + c = 0
−b ± √ b ²−4 ac
h1,2 =
2a

h2 = √
−h ₁± h ₁²−
2
8q ² 1 1
g h1 = - 2 h₁± 2 h₁ 1+
√8q²
gh₁³

1
1
2
1
h2 = - h₁± h₁ 1+
2 √ 8q²
gh₁³
 Fr =
q
√g.h³
h2 = h₁ (√ 1+8 Fr ² - 1)
2

Gambar 4.1:Loncat air pada dasar saluran horizontal

Karena terjadinya aliran berubah dengan cepat di kaki tubuh


bendung dari aliran super kritis (aliran yang mengalir di sisi miring tubuh
bendung bagian hilir), dan bertemu dengan aliran sub kritis (aliran yang ada
di hilir bendung yang mengalir dengan lambat), dapat menunjukkan
beberapa perilaku terhadap kedalaman air di sebelah hilir (h2). Gambar 4.2.

52
menyajikan 4 macam kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dari pola
aliran di kaki hilir bendung (KP-02., 2013). Kasus A menunjukkan aliran
tenggelam, kondisi ini hanya menimbulkan sedikit sajagangguan di
permukaan berupa timbulnya gelombang. Kasus B menunjukkan loncatan
tenggelam, tinggi loncatan air lebih kecil dari tinggi muka air hilir atau
kedalamanair hilir lebih besar daripada kedalaman konjugasi.
Kasus C adalah keadaan loncat air di mana kedalaman air hilir
sama dengankedalaman konjugasi loncat air tersebut, kasus C ini tidak
dianjurkan karena berada pada kondisi kritis. Kasus D terjadi apabila
kedalaman air hilir kurang dari kedalaman konjugasi; dalam hal ini
loncatan akan bergerak ke hilir. Kasus D ini tidak boleh terjadi, karena
keadaan ini menunjukkan bahwa energi air belum teredam sehingga dapat
membahayakan stabilitas bendung. Jadi dalam perencanaan suatu bendung,
harus diusahakan agar keadaan loncatan air di hilir bendung harus selalu
berada seperti pada kondisi B dan A, untuk semua besar debit minimal
sampai dengan debit rencana.

Gambar 4.2: Peredam energy

4.2 Debit rencana

53
Untuk menemukan debit yang akan memberikan keadaan terbaik
untukperedaman energi, semua debit harus dicek dengan muka air
hilirnya.Jika degradasi mungkin terjadi, maka harus dibuat perhitungan
dengan muka air hilir terendah yang mungkin terjadi untuk mencek
apakahdegradasi mungkin terjadi. Degradasi harus dicek jika:
(a) bendung dibangun pada sudetan (kopur)
(b) sungai itu sungai alluvial dan bahan tanah yang dilalui rawanterhadap
erosi
(c) terdapat waduk di hulu bangunan.
Bila degradasi sangat mungkin terjadi, tetapi tidak ada data pasti
yangtersedia, maka harga sembarang degradasi 2,50 m harus digunakan
dalam perencanaan kolam olak (KP-02., 2013), tetapi dengan fungsi
sebagai berikut:
(a) Untuk analisa stabilitas bendung
(b) Untuk menyiapkan cut off end sill / analisa dimensi curve
(c) Untuk keperluan perhitungan piping/seepage
(d) Untuk perhitungan kolam olak/dimensi

54
Gambar 4.3: Metode perencanaan kolam loncat air

4.3 Kolam loncat air


Gambar 4.3, memberikan penjelasan mengenai metode
perencanaan. Dari grafik q versus H1 dan tinggi jatuh z, kecepatan (V1)
awal loncatandapat ditemukan dari:

√ 1
V1 = 2 g ( H ₁+ z )
2
di mana:
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
G = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,81)
H1= tinggi energi di atas ambang, (m)
Z = tinggi jatuh,(m).
Dengan q = V1.Yu, dan rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat
airadalah:

q
Yu =
V₁

Y₂
= ½ (√ 1+8 Fr ² - 1)
Yu

V₁
Dimana Fr =
√ g . Yu
di mana :
Y2= kedalaman air di atas ambang ujung (m)
Yu= kedalaman air di awal loncat air (m)
Fr= bilangan Froude
V1= kecepatan awal loncatan (m/dt)
g = percepatan gravitasi ( m/dt2) ( 9,81)
Kedalaman konjugasi untuk setiap q dapat ditemukan dan diplot.
Untuk menjaga agar loncatan tetap dekat dengan sisi miring bagian hilir
tubuh bendung dan diatas lantai, maka lantai harus diturunkan hingga

55
kedalaman air hilirsekurang-kurangnya sama dengan kedalaman konjugasi.
Untuk aliran tenggelam, dimana jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3
H1di atas mercu, maka tidak diperlukan peredam energi.

4.4 Panjang kolam

Panjang kolam loncat air di belakang Potongan U (Gambar


4.2)biasanya kurang dari panjang bebas loncatan tersebut adanya
ambangujung (end sill). Ambang yang berfungsi untuk memantapkan aliran
iniumumnya ditempatkan pada jarak
Lj = 5 (n + Y2)
di mana:
Lj = panjang kolam (m)
n = tinggi ambang ujung (m)
Y2= kedalaman air di atas ambang (m).
Di belakang Potongan U. Tinggi yang diperlukan ambang ujung inisebagai
fungsi bilangan Froude (Fru), kedalaman air yang masuk yu, dan tinggi muka
air hilir, dapat ditentukan dari Gambar 4.3
.

56
Gambar 4.4: Dimensi Peredam Energi (Kolam Olak) USBR tipe I

Gambar 4.5: Hubungan percobaan antara Fru, y2/yu untuk ambang


ujungpendek (menurut Forster dan Skrinde, 1950)

Panjang kolam olak dapat diperpendek dengan menggunakanblok-blok


halang dan blok-blok muka. Gambar 4.6 menyajikan dimensikolam olak
USBR tipe III yang dapat dipakai jika bilangan Froude tidaklebih dari 4.5.

57
Gambar 4.6: Karakteristik kolam olak untuk dipakai dengan bilangan
Froudedi atas 4,5; kolam USBR Tipe III (Bradley dan
Peterka, 1957)
Jika kolam itu dibuat dari pasangan batu, blok halang dan blok muka dapat
dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7: Blok-blok halang dan blok–blok muka

58
4.5 Tipe kolam

Terlepas dari kondisi hidrolis, yang dapat dijelaskan dengan


bilangan Froude dan kedalaman air hilir, kondisi dasar sungai dan tipe
sedimen yang diangkut memainkan peranan penting dalam pemilihan tipe
kolamolak:
(a) Bendung di sungai yang mengangkut bongkah atau batu-batubesar
dengan dasar yang relatif tahan gerusan, biasanya cocokdengan kolam
olak tipe bak tenggelam/submerged bucket (lihatGambar 4.13).
(b) Bendung di sungai yang mengangkut batu-batu besar, tetapisungai itu
mengandung bahanalluvial, dengan dasar tahan gerusan, akan
menggunakan kolam loncat airtanpa blok-blokhalang (lihat Gambar
4.4) atau tipe bak tenggelam/peredam energi.
(c) Bendung sungai yang hanya mengangkut bahan-bahan sedimenhalus
dapat direncanakandengan kolam loncat air yangdiperpendek dengan
menggunakan blok-blok halang (lihat gambar 4.6 dan 4.7). pada kolam
olak tipe ini, daya gerus sedimen yang terangkut harus
dipertimbangkan dalam merencanakan bahan yang harus dipakai
untuk membuat blok.
(d) Bendung di sungai aluvial dengan angkutan sedimen yang dominan
adalah fraksi pasir , krikil, dan krakal dapat digunakan kolam olak tipe
MDO dan MDS (SNI8063:2015)

4.5.1 Peredam Energi Tipe USBR

Ada beberapa tipe bangunan peredam energi yang pemakaiannya


tergantung dari kondisi hidrolis yang dinyatakan dalam bilangan Froude.
Dalam perencanaan dipakai tipe kolam olakan dan yang paling umum
dipergunakan adalah kolam olakan datar.
Macam tipe kolam olakan datar yaitu:

59
a. Umum
Tipe kolam olak yang akan direncana di sebelah hilir bangunan
bergantung pada energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan
Froude, dan pada bahan konstruksi kolam olak.
Berdasarkan bilangan Froude, dapat dibuat pengelompokan-pengelom-
pokan berikut dalam perencanaan kolam :
(1) Untuk Fru ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak; pada saluran tanah,
bagian hilir harus dilindungi dari bahaya erosi; saluran pasangan
batu atau beton tidak memerlukan lindungan khusus.
(2) Bila 1,7 < Fru ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam
energi secara efektif. Pada umumnya kolam olak dengan ambang
ujung mampu bekerja dengan baik. Untuk penurunan muka air Z
< 1,5 m dapat dipakai bangunan terjun tegak.
(3) Jika 2,5 < Fru ≤ 4,5 maka akan timbul situasi yang paling sulit
dalam memilih kolam olak yang tepat. Loncatan air tidak
terbentuk dengan baik dan menimbulkan gelombang sampai jarak
yang jauh di saluran. Cara mengatasinya adalah mengusahakan
agar kolam olak untuk bilangan Froude ini mampu menimbulkan
olakan (turbulensi) yang tinggi dengan blok halangnya atau
menambah intensitas pusaran dengan pemasangan blok depan
kolam. Blok ini harus berukuran besar (USBR tipe IV).
Tetapi pada prakteknya akan lebih baik untuk tidak merencanakan
kolam olak jika 2,5 < Fru< 4,5. Sebaiknya geometrinya diubah
untuk memperbesar atau memperkecil bilangan Froude dan
memakai kolam dari kategori lain.
(4) Kalau Fru ≥ 4,5 ini akan merupakan kolam yang paling ekonomis.
karena kolam ini pendek. Tipe ini, termasuk kolam olak USBR
tipe III yang dilengkapi dengan blok depan dan blok halang.
Kolam loncat air yang sarna dengan tangga di bagian ujungnya

60
akan jauh lebih panjang dan mungkin harus digunakan dengan
pasangan batu.
(5) Gambar 4.8. menyajikan diagram untuk pemilihan bangunan peredam
energi di saluran.

Gambar 4.8: Diagram untuk memperkirakan tipe bangunan yang akan


digunakan untuk perencanaan detail (disadur dari Bos.
Replogle and Clemments, 1984)

1). Kolam Olakan Datar Tipe I

Kolam olakan datar tipe I adalah suatu kolam olakan dengan dasar
yang datar danterjadinya peredaman energi yang terkandung dalam aliran
air dengan benturansecara langsung aliran tersebut ke atas permukaan dasar
kolam. Benturanlangsung tersebut menghasilkan peredaman energi yang
cukup tinggi, sehinggaperlengkapan-perlengkapan lainnya guna
penyempurnaan peredaman tidakdiperlukan lagi pada kolam olakan
tersebut (Sosrodarsono. S & Takeda.K., 2002). Karenapenyempurnaan
redamannya terjadi akibat gesekan-gesekan yang terjadi antaramolekul-
molekul air di dalam kolam olakan, sehingga air yang meninggalkankolam
tersebut mengalir memasuki alur sungai dengan kondisi yang sudahtenang.
Akan tetapi kolam olakan menjadi lebih panjang dan karenanya tipe I
inihanya sesuai untuk mengalirkan debit yang relatif kecil dengan

61
kapasitasperedaman energi yang kecil pula dan kolam olakannyapun akan
berdimensikecil. Dan kolam olakan tipe I ini biasanya dibangun untuk suatu
kondisi yangtidak memungkinkan pembuatan perlengkapan-perlengkapan
lainnya pada kolamolakan tersebut.

Gambar 4.9. Bentuk kolam olakan datar tipe I

2). Kolam Olakan Datar Tipe II


Kolam olakan datar tipe II ini seperti pada gambar 4.9, dimana
terjadi peredam energi yang terkandung di dalam aliran adalah akibat
gesekan antara molekul – molekul air di dalam kolam dan dibantu oleh
perlengkapan-perlengkapan yang dibuat berupa gigi-gigi pemencar aliran
dipinggir hulu dasar kolam dan ambang bergigi di ambang bagian hilirnya.
Kolam olakan tipe ini cocok untuk aliran dengan tekanan hidrostatis yang
tinggi dan dengan debit yang besar (q > 45 m3/dt/m, tekanan hidrostatis >
60 mdan bilangan Froude > 4,5). Gigi- gigi pemencar aliran berfungsi
untuk lebih meningkatkan efektifitas peredaman, sedang ambang bergigi
berfungsi sebagai penstabil loncatan hidrolis dalam kolam olakan tersebut.
Kolam olakan tipe ini sangat sesuai untuk bendunganurugan dan
penggunaannyapun cukup luas.(Sosrodarsono. S & Takeda.K., 2002).

62
Gambar 4.10:Bentuk kolam olakan datar Tipe II

3).Kolam Olakan Datar Tipe III


Pada hakekatnya prinsip kerja dari kolam olakan ini sangat mirip
dengan sistimkerja dari kolam olakan datar tipe II, akan tetapi lebih sesuai
untuk mengalirkanair dengan tekanan hidrostatis yang rendah dan debit
yang agak kecil (q < 18,5m3/dt/m, V < 18,0 m/dt dan bilangan Froude >
4,5). Untuk mengurangi panjangkolam olakan biasanya dibuatkan gigi
pemencar aliran di tepi hulu dasar kolam,gigi penghadang aliran (gigi
benturan) pada dasar kolam olakan. Kolam olakantipe ini biasanya untuk
bangunan pelimpah pada bendungan urugan rendah(Sosrodarsono. S &
Takeda.K., 2002).

63
Gambar 4.11:Bentuk kolam olakan datar Tipe III

4). Kolam Olakan Datar Tipe IV


Sistem kerja kolam olakan tipe ini sama dengan sistem kerja kolam
olakan tipeIII, akan tetapi penggunaannya yang paling cocok adalah untuk
aliran dengantekanan hidrostatis yang rendah dan debit yang besar per-unit
lebar, yaitu untukaliran dalam kondisi super kritis dengan bilangan Froude
antara 2,5 s/d4,5.Biasanya kolam olakan tipe ini dipergunakan pada
bangunan-bangunanpelimpah suatu bendungan urugan yang sangat rendah
atau bendung-bendungpenyadap, bendung-bendung konsolidasi, bendung-
bendung penyangga dan lain - lain.

Gambar 4.12:Bentuk kolam olakan datar Tipe IV USBR


(Bilangan Froude antara 2,5 – 4,5)

64
4.5.2 Peredam energi tipe bak tenggelam

Jika kedalaman konjugasi hilir dari loncat air terlalu tinggi


disbanding kedalaman air normal hilir, atau kalau diperkirakan akan
terjadikerusakan pada lantai kolam yang panjang akibat batu-batu besar
yangterangkut lewat atas bendung, maka dapat dipakai peredam energi
yang relatif pendek tetapi dalam. Perilaku hidrolis peredam energi tipe ini
terutama bergantung kepada terjadinya kedua pusaran; satu pusaran
permukaan bergerak ke arah berlawanan dengan arah jarum jam di atas bak,
dan sebuah pusaran permukaan bergerak ke arah putaran jarum jam dan
terletak di belakang ambang ujung. Dimensi-dimensi umum sebuah bak
yang berjari-jari besar diperlihatkan pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13: Peredam energi tipe bak tenggelam

Kolam olak tipe bak tenggelam telah digunakan sejak lama


dengansangat berhasil pada bendung-bendung rendah dan untuk
bilanganbilanganFruode rendah (KP-02., 2013). Kriteria yang dipakai
untuk perencanaan diambildari bahan-bahan oleh Peterka dan hasil-hasil
penyelidikan denganmodel. Bahan ini telah diolah oleh Institut Teknik
Hidrolika di Bandung guna menghasilkan serangkaian kriteria perencanaan
untuk kolamdengan tinggi energi rendah ini.Parameter-parameter dasar
untuk perencanaan tipe bak tenggelam sebagaimana diberikan oleh USBR

65
(Peterka, 1974) sulit untuk diterapkanbagi perencanaan bendung dengan
tinggi energi rendah.Oleh sebab itu, parameter-parameter dasar ini sebagai
jari-jari bak,tinggi energi dan kedalaman air telah dirombak kembali
menjadiparameter-parameter tanpa dimensi dengan cara membaginya
dengan kedalaman kritis.

di mana:
hc = kedalaman air kritis, m
q = debit per lebar satuan, m3/dt.m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,81)

Jari-jari minimum bak yang diizinkan (Rmin) diberikan pada


Gambar 8,di mana garis menerus adalah garis asli dari kriteria USBR. Di
bawah∆ H/hc = 2,5 USBR tidak memberikan hasil-hasil percobaan. Sejauh
inipenyelidikan dengan model yang dilakukan oleh IHE
menunjukkanbahwa garis putus-putus Gambar ini menghasilkan kriteria
yang bagus untuk jari-jari minimum bak yang diizinkan bagi bangunan-
bangunandengan tinggi energi rendah ini.

Gambar 4.14: Jari – jari minimum bak

66
Batas minimum tinggi air hilir (Tmin) diberikan pada Gambar
4.12.Untuk ∆ H/hc di atas 2,4 garis tersebut merupakan “envelope” batas
tinggiair hilir yang diberikan oleh USBR bagi batas minimum tinggi air
hilir (bakbercelah), “sweep-out limit”, batas minimum tinggi air hilir
yangdipengaruhi oleh jari-jari bak dan batas tinggi air hilir untuk bak tetap
atau dengan rumus ∆ H/hc≥ 2,4  Tmin/hc = 1,70 (∆ H/hc )0,3.
Untuk ∆ H/hc dibawah = 2,4 garis tersebut menggambarkan
kedalamankonjugasi suatu loncat air. Dengan pertimbangan bahwa kisaran
harga∆ H/hc yang kurang dari 2,4 berada di luar jangkauan percobaan
USBR,maka diputuskanlah untuk mengambil kedalaman konjugasi sebagai
kedalaman minimum air hilir dari bak untuk harga ∆ H/hc yang lebih
kecildari 2,4 Tmin/hc = 1,88(∆ H/hc )0,125.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa banyak bendung rusak
akibatgerusan lokal yang terjadi tepat di sebelah hilirnya dan kadang-
kadangkerusakan ini diperparah lagi oleh degradasi dasar sungai. Oleh
karena itu, dianjurkan untuk menentukan kedalaman air hilir
berdasarkanperkiraan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di masa
datang.

Gambar 4.15:Batas minimum tinggi air hilir

67
Dari penyelidikan model terhadap bak tetap, IHE menyimpulkan
bahwapengaruh kedalaman tinggi air hilir terhadap bekerjanya bak
sebagaiperedam enegi, ditentukan oleh perbandingan h2/h1 (lihat Gambar
4.16).Jika h2/h1 lebih tinggi dari 2/3, maka aliran akan menyelam ke dalam
bakdan tidak ada efek peredaman yang bisa diharapkan.

Gambar 4.16: Batas maksimum tinggi air hilir

4.5.3 Kolam Vlugter

Kolam Vlugter, yang detail rencananya diberikan pada Gambar


4.25,telah terbukti tidak andal untuk dipakai pada tinggi air hilir di atas dan
dibawah tinggi muka air yang sudah diuji di laboratorium.
Penyelidikanmenunjukkan bahwa tipe bak tenggelam, yang
perencanaannya miripdengan kolam Vlugter, lebih baik. Itulah sebabnya
mengapa pema -kaiankolam Vlugter tidak lagi dianjurkan jika debit selalu
mengalami fluktuasimisalnya pada bendung di sungai (KP-02., 2013).

68
D = R = L= (t + z - H1)

Gambar 4.17:Kolam Olak menurut Vlugter

4.5.4 Modifikasi Peredam Energi

Ada beberapa modifikasi peredam energi tipe Vlugter, Schoklizt


yangtelah dilakukan penelitiannya dan dapat digunakan dalam
perencanaandengan mengacu RSNI T-04-2002 dapat digunakan antara lain
adalahtipe-tipe MDO, MDS.Peredam energi tipe MDO terdiri dari lantai
datar, di ujung hilir lantai dilengkapi dengan ambang hilir tipe gigi ompong
dan dilengkapi denganrip rap. Sedangkan peredam energi tipe MDS terdiri
dari lantai datar, diujung hilir lantai dilengkapi dengan ambang hilir tipe
gigi ompong ditambah dengan bantalan air dan dilengkapi dengan rip rap.
Bantalan air yang dimaksud di sini adalah ruang di atas lantai disediakan
untuklapisan air sebagai bantalan pencegah atau pengurangan daya
benturlangsung batu gelundung terhadap lantai dasar peredam energi.

Sebelum mendesain type ini perlu ditentukan terlebih dahulu nilai


parameter :
a) tipe mercu bendung harus bentuk bulat dengan satu atau duajari-jari.

69
b)permukaan tubuh bendung bagian hilir dibuat miring
denganperbandingan kemiringan 1 : m atau lebih tegak dari kemiringan
1 : 1.
c) tubuh bendung dan peredam energi harus dilapisi denganlapisan tahan
aus.
d) elevasi dasar sungai atau saluran di hilir tubuh bendung yangditentukan,
dengan memperhitungkan kemungkinan terjadinyadegradasi dasar
sungai.
e) elevasi muka air hilir bendung yang dihitung, berdasarkan elevasi dasar
sungai dengan kemungkinan perubahan geometribadan sungai.

Selain parameter di atas kriteria desain yang disyaratkan yaitu :


a) tinggi air udik bendung dibatasi maksimum 4 meter;
b) tinggi pembendungan (dihitung dari elevasi mercu bendingsampai
dengan elevasi dasar sungai di hilir) maksimum 10meter.

Dalam hal tinggi air udik bendung lebih dari 4 meter dan atau
tinggipembangunan lebih dari 10 meter tata cara peredam energi tipe
MDOdan MDS ini masih dapat digunakan asalkan dimensinya perlu
diujidengan model test.
Penggunaan type MDO dan MDS dapat juga dimodifikasi dan
dilakukanpengembangan pemakaiannya.
1) dimensi hidraulik peredam energi tipe MDO dapat diterapkan dihilir
tubuh bendung dengan bidang miring lebih tegak dariperbandingan 1 : 1.
2) tubuh bendung dengan peredam energi tipe MDO dapatdilengkapi
dengan pembilas sedimen tipe undersluice tanpamengubah dimensi
hidraulik peredam energi tipe MDO.
Data awal yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah :
a) debit desain banjir dengan memperhitungkan tingkat keamananbangunan
air terhadap bahaya banjir.

70
b) debit desain penggerusan, dapat diambil sama dengan debitalur penuh.
c) lengkung debit sungai di hilir rencana bendung berdasarkandata
geometri-hidrometri-hidraulik morfologi sungai.
Grafik-grafik yang dipakai dalam desain hidraulik bendung
dengankelengkapannya, meliputi :
a) grafik pengaliran melalui mercu bendung dapat dilihat dalam
grafikMDO-1 pada lampiran A1 (RSNI T-04-2002)
b) grafik untuk mengetahui bahaya kavitasi di hilir mercu bendingdapat
dilihat dalam MDO-1a pada lampiran A2 (RSNI T-04-2002)
c) grafik untuk menentukan dimensi peredam energi tipe MDO dan
MDSdapat dilihat dalam grafik MDO-2 dan MDO-3 pada lampiran A3
danA4 (RSNI T-04-2002)
Rumus-rumus yang digunakan dalam desain hidraulik ini meliputi :
1) debit desain persatuan lebar pelimpah :
- untuk bahaya banjir : qdf = Qdf/Bp (01)
- untuk bahaya penggerusan : qdf = Qdp/Bp (02)
2) dimensi radius mercu bendung = r, : 1.00 m ≤ r ≤ 3.00 m (03)
3) tinggi dan elevasi muka air di udik bendung :
Hudp dan Eludp
Hudf dan Eludf
Eludp = M + Hudp, untuk penggerusan
Eludf = M + Hudf, untuk banjir
Hudp dan Hudf dihitung dengan grafik MDO-1 (04)
4) tinggi terjun bendung :
- pada Qdf adalah Zdf = Hudf – Hidf (05)
- pada Qdp adalah Zdp = Hudp – Hidp(06)
Hidf dan Hidp diperoleh dari grafik lengkung debit sungai.
5) parameter energi (E) untuk menentukan dimensi hidraulik
peredamenergi tipe MDO dan MDS dihitung dengan :

71
(07)
6) kedalaman lantai peredam energi (Ds) dihitung dengan :
Ds = (Ds) (Ds/Ds) (08)
Ds/Ds dicari dengan grafik MDO-2
7) panjang lantai dasar peredam energi (Ls) dihitung dengan :
Ls = (Ds) (Ls/Ds) (9)
Ls/Ds dicari dengan grafik MDO-3
8) tinggi ambang hilir dihitung dengan :
a = (0,2 a 0,3) Ds (10)
9) lebar ambang hilir dihitung :b = 2 x a(11)
10) Elevasi Dekzerk tembok pangkal bendung ditentukan dengan :
EiDzu = M + Hudf + Fb ; untuk tembok pangkal udik (12)
EiDzi = M + Hidf + Fb ; untuk tembok pangkal hilir (13)
Fb diambil : 1.00 meter ≤ Fb ≤ 1.50 meter
11) Ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir (Lpi)
ditempatkanlebih kurang di tengah-tengah panjang lantai peredam
energi:Lpi = Lp + Ls (14)
12) Panjang tembok sayap hilir (Lsi) dihitung dari ujung hilir lantaiperedam
energi diambil :
Ls ≤ Lsi ≤ 1.5 Ls
Tebing sungai yang tidak jauh dari tepi sisi lantai peredam energi,maka
ujung hilir temboksayap hilir dilengkungkan masuk ke dalamtebing
sungai. Dan bagi tebing sungai yang jauhdari tepi sisi lantaiperedam
energi maka ujung tembok sayap hilir dilengkungkan balikke
udiksehingga tembok sayap hilir berfungsi sebagai tembokpengarah
arus hilir bendung. Bentuk inidapat diperhatikan padacontoh gambar
dalam lampiran D2.
13) Panjang tembok pangkal bendung di bagian udik (Lpu) bagian
yangtegak dihitung dari sumbu mercu bendung :

72
0.5 Ls ≤ Lpu ≤ Ls (15)
14) Panjang tembok sayap udik ditentukan :
• Bagi tebing sungai yang tidak jauh dari sisi tembok pangkalbendung,
ujung tembok sayapudik dilengkungkan masuk ketebing dengan
panjang total tembok pangkal bendung ditambahsayap udik:
0.50 Ls ≤ Lsu ≤ 1.50 Ls (16)
• Bagi tebing sungai yang jauh dari sisi tembok pangkal bendingatau palung
sungai di udikbendung yang relatif jauh lebih besardibandingkan
dengan lebar pelimpah bendung makatembok Sayap udik perlu
diperpanjang dengan tembok pengarah arusyang panjangnya diambil
minimum 2 x Lp (17)
15) Kedalaman bantalan air pada tipe MDS ditentukan :
S = Ds + (1.00 m sampai dengan 2.00 m) (18)
Dengan :
Qdf = debit desain untuk bahaya banjir (m3/s)
Qdp = debit desain untuk bahaya penggerusan (m3/s)
Bp = lebar pelimpah (m)
qdf = Qdf/Bp (m3/s/m’)
qdp = Qdp/Bp (m3/s/m’)
D2 = tinggi muka air sungai di hilir bendung dengan dasar
sungaiterdegradasi (m)
r = radius mercu bendung diambil antara 1.00 meter sampaidengan 3.00
meter
Hudf = tinggi air diatas mercu bendung pada debit desain banjir (m)
Hudp = tinggi air diatas mercu bendung pada debit desainpenggerusan (m)
Hidp = tinggi air dihilir bendung pada debit desain penggerusan (m)
Hidf = tinggi air dihilir bendung pada debit desain banjir (m)
Zdf = perbedaan elevasi muka air udik dan hilir pada debit desainbanjir (m)
Zdp = perbedaan elevasi muka air udik dan hilir pada debit
desainpenggerusan (m)

73
Dzu = elevasi dekzerk tembok pangkal bendung bagian udik (m)
Dzi = elevasi dekzerk tembok pangkal bendung bagian hilir (m)
Fb = tinggi jagaan diambil antara 1.00 meter s/d 1.50 meter
E = parameter tidak berdimensi
Ls = panjang lantai peredam tinggi
Lb = jarak sumbu mercu bendung sampai perpotongan bidangmiring dengan
lantai dasar bendung (m)
Lpi = panjang tembok sayap hilir dari ujung hilir lantai peredamenergi ke
hilir (m)
S = kedalaman bantalan air peredam energi tipe MDS (m)
Lpu = panjang tembok pangkal udik bendung dari sumbu mercubendung ke
udik (m)
Lsu = panjang tembok sayap udik (m)
Lpa = panjang tembok pengarah arus udik tembok sayap udik (m)
g = percepatan / gravitasi
Perhitungan dan penentuan dimensi hidraulik tubuh bendung danperedam
energinya dengan langkah sebagai berikut :
1) hitung debit desain untuk bahaya banjir dan untuk bahayapenggerusan;
2) hitung lebar pelimpah bendung efektif;
3) hitung debit desain persatuan lebar pelimpah;
4) tentukan nilai radius mercu bendung, r;
5) untuk nilai radius mercu bendung tersebut; periksa kavitasi dibidang hilir
tubuh bendung dengan bantuan grafik MDO 1a, jikatekanan berada di
daerah positif pemilihan radius mercu bendung;diijinkan;
6) jika tekanan berada di daerah negatif, tentukan nilai radius
mercubendung yang lebih besar dan ulangi pemeriksaan kavitasi
sehinggatekanan berada di daerah positif;
7) hitung elevasi muka air udik bendung dengan bantuan grafik MDO-1;
8) hitung tinggi terjun bendung, Z;
9) hitung parameter tidak berdimensi, E;

74
10) hitung kedalaman lantai peredam energi, Ds;
11) hitung nilai panjang lantai datar, Ls;
12) tentukan tinggi bantalan air, S, untuk peredam energi tipe MDS;
13) tetapkan tinggi ambang hilir dan lebarnya, a dan b;
14) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dankedalaman
tembok pangkal bendung;
15) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dankedalaman
tembok sayap hilir;
16) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dankedalaman
tembok sayap udik;
17) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dankedalaman
tembok pengarah arus;
18) lengkapi kaki-kaki tembok sayap hilir dan di hilir ambang hilirperedam
energi dengan rip rap.

Gambar 4.18: Potongan memanjang bendung tetap dengan peredam


energytipe MDO

75
Gambar 4.19:Potongan memanjang bendung tetap dengan peredam
energitipe MDS

Untuk grafik-grafik yang dipakai akan diberikan pada gambar berikut :

Gambar 4.20: Grafik MDO – 1 Pengaliran melalui mercu bending

76
Gambar4.21: Grafik MDO – 1a. Penentuan bahaya kavitasi di hilir
mercuBendung

Gambar 4.22:Grafik MDO – 2 Penentuan kedalaman lantai peredam


energy

77
Gambar 4.23: Grafik MDO – 3 Penentuan panjang lantai peredam energy

1) Peredam Energi Type Bak tenggelam

Data
Q = 600 m3/dt
H1 = 3,20 m
Be = 49,20 m
I = 0,005
b =52 m
P = 1,6 m
Langkah-langkah untuk merencanakan peredam energy tipe bak tenggelam
adalah sebagai berikut:
a) Debit persatuan lebar (q) = Q/bef = 600/49,2= 12,20 m3/dt/m

b) Kedalaman air kritis (hc) =


√ √
3 q ² 3 12,2 ²
g
=
9,81
= 2,476 m

c) Tinggi Energi hulu ( elevasi mercu + H1) = 52,6 + 3,2 = +¿ 55,80 m


d) Tinggi Energi hilir ( elevasi dasar sungai + h banjir+ V²/2g) = 50 +
2,53 +4,35²/19,62 = +¿ 53,494 m
e) ∆ h = (Tinggi energy hulu – tinggi energy hilir) = 55,8 – 53,494 =
2,306 m

78
f) ∆ h/hc = 2,306/2,476 = 0,931
g) Jari-jari bak minimum yang diizinkan (Rmin)
dari gambar 4.22 KP 02 halaman 63 → ∆ h/hc = 0,931 diperoleh
Rmin/hc = 1,55 (Gambar 4.24) , Rmin = 1,55 x 2,476 = 3,83 m
4,0 m

Gambar 4.24 : Jari jari minimum bak

h) Batas Minimum Tinggi Air Hilir (T min)


dari gambar 4.23 KP 02 halaman 64 → ∆ h/hc = 0,931< 2,4 (Gambar
4.25), diperoleh Tmin/hc = 1,88 (∆ h/hc)⁰·²¹⁵ = 1,851
Tmin = 1,851x 2,476 = 4,583 m 5,10 m

Gambar 4.25:Batas minimum tinggi air hilir

79
2) Peredam Energi Type USBR
Data :
Q = 600 m3/dt
bef = 49,2 m
i = 0,005
P = 2,60 m
H1= 3,2 m
Langkah-langkah untuk perencanaan kolam olak type USBR adalah sebagai
berikut :
a. Menghitung debit persatuan lebar (q)
q = Q/bef = 600 / 49,2 = 12,20 m3 /dt/m

b. Perbedaan tinggi energi air dihulu dan dihilir bendung (ΔH)


- Tinggi energi hulu = elevasi mercu + tinggi energibanjir diatas mercu
= 52,60 + 4,20 = +55,80 m
- Tinggi energi hilir = elevasi dasar sungai + tinggi air banjir dihulu
2
V
bendung + Tinggi kecepatan ( )
2g
= 50 + 2,53 + 0,964= +53,494 m
- Perbedaan tinggi energi air dihulu dan dihilir (∆H)
= tinggi energi dihulu – tinggi energi dihilir
= 55,80 – 53,494 = 2,306 m

c. Menghitung kecepatan awal loncatan (V1)

√ 2 H +z)
RumusV1 = 2 g ( 1
1

1
√ 2
V = 2.9,81 ( 3,2+2,306 )
1

V1 = 8,754 m/dt

80
d. Menghitung kedalaman air diawal loncatan (yu)
q 12,20
yu = = =1,394 m
V 1 8,754

e. Menghitung Bilangan Froude (Fr)


V1 8,754
Fr = = =2,37
√ g . yu √ 9,81.1,394
f. Menentukan Type Peredam Energi USBR
Berdasarkan bilangan Froudenya, digunakan peredam energi USBR
Type I dengan bilangan Froude antara 1,7 < Fr < 2,5

g. Menghitung kedalaman air hilir (y2)


yu 1,394
y2 = ¿= ¿
2 2
= 4,027 m
h. Menentukan tinggi ambang ujung
Y ₂ 4,027
= = 2,89
Yu 1,394
Fr = 2,37
Dari Gambar 12di peroleh n/Yu = 0,5
Jadi tinggi ambang (n) = 0,5 * Yu = 0,5* 1,394 = 0,697 ≈ 0,70 m dan
lebar ambang (a) = 2n = 2* 0,7 = 1,40 m
i. Menghitung panjang kolam olak (L)
Lj = 5 (n + Y2)
Lj = 5 (0,70 + 4,027) = 23,625 ≈ 24 m

81
Gambar 4.26: Diagram untuk memperkirakan tipe bangunan yang
akan digunakan untuk perencanaan detail (disadur dari Bos.
Replogle and Clemments, 1984)

Gambar4.27: Hubungan percobaan antara Fru, y2/yu untuk ambang


ujungpendek (menurut Forster dan Skrinde, 1950)

82
Gambar 4.28: Parameter-parameter loncat air

3) Peredam Energi Type MDO


Istilah dari modifikasi peredam energi tipe MDO berasal dari
gabungan tipe Vlughter dan gigi ompong. Peredam energi tipe MDO terdiri
dari lantai datar, di ujung hilir lantai dilengkapi dengan ambang hilir tipe
gigi ompong dan dilengkapi dengan rip rap. Perencanaan peredam energi
tipe MDO menggunakan mercu bulat dengan kemiringan hilir mercu 1:1.
Langkah-langkah untuk merencanakan peredam energi MDO adalah
sebagai berikut:
a. q = 12,20 m3/dt/m
b. Δh = 2,306 m
c. Menghitung kedalaman air diatas ambang ujung (y) dengan rumus :
y = D = (Q / CxL)2/3 C= 1,7 ; L = lebar efektif bendung
y = D = (600 / 1,7 x 49,2)2/3
= 3,719 m (D2)
d. Menghitung parameter energi (E)

83
q 12,20
E= = = 1,112
√g z 3
√ 9,81 x 2,3063
Ds
e. Mencari nilai menggunakan grafik MDO 2 gambar A3 buku SNI
D2
8063:2015 tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan
peredam energi tipe MDO dan tipe MDS
Ds
E = 1,112 didapat = 1,5
D2
f. Menghitung kedalaman kolam olak ( Ds )
Ds
Ds = D2 x (dengan D2 = 3,719 m)
D2
Maka D s = 3,719 x 1,5 = 5,57 m
Diambil D s = 6,0 m
g. Menentukan panjang lantai dasar (Ls)
Ls
dengan E = 1,112dan nilai dari Grafik MDO 3 = 1,825
Ds

Ls = ( Ds ) . ( ) Ls
Ds

Ls = 6 . 1,825
Ls = 10,95 m ̴ 11,00 m
h. Menentukan tinggi ambang dan lebar ambang hilir (a dan b)
a = (0,2 – 0,3 ) D 2 D 2 = 4,48 m
a = 0,25 x 3,74
= 0,929 m ̴ 1,00 m
b = 2a = 2 x 1,0 = 2,00 m

84
Gambar 4.29: Potongan memanjang bendung tetap dengan peredam
energy tipe MDO

Gambar 4.30: Grafik MDO – 2, Penentuan kedalaman lantai peredam


energy

85
Gambar 4.31: Grafik MDO – 3, Penentuan panjang lantai peredam energy

4) Peredam Energi Tipe MDS


Istilah dari modifikasi peredam energi tipe MDS berasal dari tipe
Schoklich dan gigi ompong. Peredam energi tipe MDS terdiri dari lantai
datar, di ujung hilir lantai dilengkapi dengan ambang hilir tipe gigi ompong
ditambah dengan bantalan air dan dilengkapi dengan rip rap. Perencanaan
peredam energi tipe MDS sama dengan perencanaan peredam energi tipe
MDO, perbedaannya hanya pada ruang olak, untuk peredam energi tipe
MDS kolam olaknya ditambahkan ruang untuk bantalan air (S) dengan
tinggi 1,0 s/d 2,0 m).

86
Gambar 4.32: Potongan memanjang bendung tetap dengan peredam energi
tipe MDS

BAB 5. PERHITUNGAN KESATABILAN BENDUNG

5.1 Umum

Akibat adanya bendung, maka terjadi perbedaan tinggi muka air


antara bagian hulu dan hilir bendung, yang menyebabkan terjadinya beda
tekanan (energi) antara bagian hulu dan hilir bendung tersebut. Salah satu
akibatnya adalah timbulnya aliran rembesan dibawah tubuh bendung, pada
mulanya timbul lubang-lubang kecil pada tanah dasar di bawah bendung,
seperti pipa-pipa kecil yang menembus tanah. Dengan ada tekanan
hidrostatik yang besar, air dari sebelah hulu bendung masuk dengan
kuatnya ke dalam lubang-lubang tersebut dan mengalir ke hilir. Aliran air

87
ini akan menghanyutkan butir-butir tanah, lubang-lubang tergerus dan
menjadi semakin besar. Erosi lubang-lubang itu mula mula terjadi di ujung
lubang sebelah hilir (ambang hilir) bendung, kemudian menjalar ke arah
hulu berlawanan dengan arah aliran (backward erosion). Kekuatan tanah
dasar berkurang, bendung kehilangan landasan kemudian runtuh dan
hanyut. Bencana ini disebut keruntuhan akibat piping.

5.2 Fungsi lantai Muka


Dengan adanya bendung, aliran air di sungai akan terhalang oleh
tubuh bendung dan karena sifat air yang mengalir dari tempat yang tinggi
ke tempat yang rendah, maka air tersebut akan mencari jalan kehilir
bendung pada tempat yang mempunyai hambatan terkecil yaitu pada bidang
kontak antara bagian bawah bendung dengan tanah yang disebut dengan
jalur rembesan (creep line). Semakin pendek jalur yang ditempuh oleh
aliran air ini, maka semakin kecil hambatannya dan akibatnya semakin
besar tekanan yang ditimbulkan pada ujung hilir kolam olakan yaitu
dibelakang ambang hilir yang disebut dengan bahaya sufosi (piping) seperti
Gambar 5.1.

Gambar 5.1 : Jalur Rembesan dan Bahaya Sufosi (Piping)

Demikian pula sebaliknya, makin panjang lintasan yang ditempuh


aliran air akan menambah gesekan-gesekan yang harus dialami oleh aliran
air tersebut dan menyebabkan berkurangnya intensitas daya penggerusan
terhadap butir-butir tanah. maka oleh karena itu dalam perencanaan

88
bendung diupayakan membuat panjang lintasan yang ditempuh aliran air
cukup panjang sehingga aliran air tidak membahayakan lagi. Untuk itu
panjang lintasan aliran air harus diperpanjang. Salah satu caranya adalah
dengan membuat lantai muka atau suatu dinding vertikal (cut off wall), dan
hal inilah merupakan salah satu fungsi dari lantai muka.

5.3 Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping)


Bangunan-bangunan utama seperti bendung dan bendung gerak
harus dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh
akibat naiknya dasar galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan.
Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan jalan membuat
jaringan aliran/flownet. Dalam hal ditemui kesulitan berupa keterbatasan
waktu pengerjaan dan tidak tersedianya perangkat lunak untuk menganalisa
jaringan aliran, maka perhitungan dengan beberapa metode empiris dapat
diterapkan, seperti:
1) Metode Bligh
2) Metode Lane
3) Metode Koshia.
Dalam buku ini hanya dipakai Metode Lane, yang disebut juga
dengan metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio), Profesor Lane
memberikan koreksi terhadap teori Bligh dengan menyatakan bahwa energi
yang dibutuhkan oleh air untuk melewati jalan yang vertikal lebih besar
dari jalan yang horizontal, dengan perbandingan 3 : 1, jadi dianggap Lv = 3
Lh untuk suatu panjang yang sama. Sehingga rumus Bligh dirubah menjadi:
1
ΣLv+ Lh
∆H = 3
CL
Jadi syarat yang dikehendaki Lane adalah: L = LV + 1/3 Lh≥ CL x ∆ H
1
ΣLv + Lh
Maka Rumus Lane = CL = 3
∆H

89
dimana:
CL : Angka rembesan Lane
ΣLv : jumlah panjang vertikal (m)
ΣLh : jumlah panjang horizontal (m)
∆ H : beda tinggi muka air (m)

Harga CL dapat dilihat pada Tabel 5.1. dengan catatan bahwa untuk bidang-
bidang yang bersudut dengan bidang horizontal 45⁰ atau lebih dianggap
sebagai bidang vertikal dan untuk bidang-bidang yang bersudut dengan
bidang horizontal kurang 45⁰ dianggap sebagai bidang horizontal. Metode
Lane diilustrasikan pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2: Metode angka rembesan Lane

Tabel 5.1: Harga-harga minimum angka rembesan Lane (CL)

1 Pasir sangat halus atau lanau 8,5


2 Pasir Halus 7,0
3 Pasir Sedang 6,0
4 Pasir Kasar 5,0

90
5 Krikil Halus 4,0
6 Krikil Sedang 3,5
7 Krikil Kasar termasuk brangkal 3,0
8 Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2,5
9 Lempung lunak 3,0
10 Lempung sedang 2,0
11 Lempung Keras 1,8
12 Lempung sangat keras 1,6

Angka-angka rembesan pada Tabel 5.1 di atas sebaiknya dipakai:


a) 100% jika tidak dipakai pembuang, tidak dibuat jaringan aliran dan tidak
dilakukan penyelidikan dengan model;
b) 80% kalau ada pembuangan air, tapi tidak ada penyelidikan maupun
jaringan aliran;
c) 70% bila semua bagian tercakup.
Menurut Creagen, Justin dan Hinds, hal ini menunjukkan diperlukannya
keamanan yang lebih besar jika telah dilakukan penyelidikan detail. Untuk
mengatasi erosi bawah tanah elevasi dasar hilir harus diasumsikan pada
pangkal koperan hilir. Untuk menghitung gaya tekan ke atas, dasar hilir
diasumsikan di bagian atas ambang ujung.
Keamanan terhadap rekah bagian bangunan bisa dicek dengan rumus
berikut:

a
s (1+ )
S= s
hs

dimana:
S : faktor keamanan
s : kedalaman tanah, m
a : tebal lapisan pelindung, m
hs : tekanan air pada kedalaman s, kg/m2

Gambar 5.3 memberikan penjelasan simbol-simbol yang digunakan.


Tekanan air pada titik C dapat ditemukan dari jaringan aliran atau garis

91
angka rembesan Lane. Rumus di atas mengandaikan bahwa volume tanah
di bawah air dapat diambil 1( γ w = γ s = 1). Berat volume bahan lindung di
bawah air adalah 1. Harga keamanan S sekurang-kurangnya = 2.

Gambar 5.3: Ujung hilir bangunan; sketsa parameter-parameter stabilitas

Jika kontrol terhadap geser tidak aman, maka yang menjadi


penyebabnya adalah tubuh bendung tergeser, artinya gaya yang bekerja
secara horizontal lebih besar dari gaya geser, dimana gaya geser merupakan
perkalian dari jumlah gaya vertikal dikali dengan koefisien geser, atau
F = μ . ΣV
Jika kontrol terhadap geser tidak aman, maka salah satu cara yang
harus dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan membuat bobot tubuh
menjadi lebih besar artinya dimensi tubuh bendung diperbesar. Misalnya
dengan merubah kemiringan tubuh bendung bagian muka. Perlunya
ketaatan dan konsistensi dalam menerapkan standar kriteria perencanaan
untuk analisis stabilitas tubuh bendung, serta kecermatan dalam
menganalisis kontrol stabilitas tubuh bendung.

5.4 Tebal Lantai


Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa akibat adanya gaya rembesan
di bawah tubuh bendung, maka setiap titik pada bagian bawah bendung
akan menerima tekanan arah horizontal (kesamping) atau arah vertikal (ke
atas) yang disebut gaya angkat (uplift pressure). Pada lantai hulu, karena

92
diatasnya selalu ada air, minimal setinggi mercu yang akan mengimbangi
tekanan ke atas, disamping tekanan pada lantai depan ini masih kecil, maka
secara teori tekanan di daerah ini tidak berbahaya dan dapat diabaikan.
Oleh karena itu, lantai hulu ini tidak perlu terlalu tebal namun harus kedap
air dan tidak mudah pecah, sehingga fungsinya untuk memperpanjang jalur
rembesan tetap terpenuhi.
Pada lantai kolam olak kondisinya lebih berbahaya, karena tekanan
rembesan pada daerah ini relatif lebih besar dan diatas lantainya sering
tidak ada air, kalau ada tebal airnya relatif tipis. Oleh karena itu, maka tebal
lantai kolam ini harus diperhitungkan agar jangan sampai terangkat ke atas
dan harus dapat diimbangi oleh berat lantai tersebut . Pengembangan teori
Lane akan menentukan besarnya gaya ke atas pada setiap titik di bawah
bendung (Gambar 5.5)
Lx
Besarnya tekanan pada titik X  PX = Hx –
Lw
. ∆H

dimana:
PX = gaya angkat pada titik X (ton/m2)
HX = tinggi energi di hulu bendung sampai titik X (m)
LX = panjang jalur rembesan sampai itik X (m)
LW = panjang jalur rembesan total (m)
∆ H= beda tinggi energi total (m)

Gambar 5.4 : Ilustrasi Gaya angkat akibat tekanan rembesan di bawah


pondasi bendung

93
Untuk mengetahui apakah tebal lantai kolam olak aman atau tidak,
maka ditinjau pada titik yang tebalnya paling tipis dengan menggunakan
rumus :
Px−Wx
dx ≥ S
γ

dimana:
dx : tebal lantai pada titik X (m )
Px : gaya angkat pada titik X(kg/m2)

Wx : kedalaman air pada titik X (m)


γ b: berat jenis pasangan batu (kg/m3)
S : faktor keamanan (= 1,5 untuk kondisi normal, 1,25 untuk kondisi
ekstrem)

Gambar 5.5: Tebal lantai kolam olak

5.5 Analisis Stabilitas Bendung

Bendung yang direncanakan harus dapat bertahan dan berfungsi


dengan baik selama umur rencananya. Untuk dapat berfungsi dengan baik
selama umur rencana tersebut, maka bendung harus mampu bertahan
terhadap semua kemungkinan gaya-gaya yang bekerja padanya tanpa
mengalami perubahan-perubahan pada bendung tersebut baik posisi,
elevasi maupun bentuknya atau dengan perkataan lain bendung ini harus

94
stabil. Bendung dikatakan stabil apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1) Bendung tidak boleh berputar atau terguling, momen penahan harus
lebih besar dari momen guling
2) Bendung tidak boleh bergeser, gaya penahan harus lebih besar dari
pada gaya geser yang terjadi
3) Bendung tidak boleh turun, tegangan yang timbul tidak boleh melebihi
tegangan tanah yang diizinkan
4) Setiap titik pada seluruh konstruksi bendung tidak boleh terangkat oleh
gaya ke atas (uplift pressure)
5) Pada bendung yang terbuat dari pasangan batu tidak boleh terjadi
tegangan tarik.

Untuk menyederhanakan perhitungan, dalam peninjauan stabilitas


bendung, ada dua anggapan yaitu:
i).Perhitungan kestabilan tubuh bendung (Soenarno.,1980) meninjau pada
potongan yang terlemah seperti pada potongan I-I dan A- A (Gambar
5.6).

Gambar 5.6 : Anggapan pada peninjauan Stabilitas Tubuh


Bendung (Soenarno., 1980)

95
ii) Perhitungan seluruh bendung (Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi
Bagian Penunjang untuk Standar Perencanaan Irigasi .,1986),
peninjauan diambil untuk keseluruhan tubuh bendung tidak termasuk
lantai depan (Gambar 5.7).

Gambar 5.7 : Anggapan pada peninjauan Stabilitas Bendung


(KP-02., 2013)

Dalam tulisan ini akan dibahas perhitungan kestabilan bendung untuk


kedua anggapan tersebut diatas. Anggapan perhitungan adalah sebagai
berikut:

Bendung akan terguling ke arah hilir dengan titik O sebagai titik guling
a) Bagian hulu bendung akan terisi lumpur (sedimen) setinggi mercu
b) Peninjauan gaya-gaya dilakukan pada dua kondisi, yaitu kondisi air
normal dan kondisi air banjir.
c) Pada kondisi air normal, di bagian hulu mercu bendung terdapat air
setinggi mercu dan di sebelah hilir dianggap tidak ada air atau air
hanya setinggi ambang hilir.
d) Perhitungan ditinjau untuk setiap satu meter lebar bendung

5.5.1 Gaya-gaya yang bekerja

96
Sebuah bendung akan mengalami gaya-gaya seperti gaya berat,
gaya gempa, gaya hidrostatis, tekanan lumpur dan gaya uplift pressure.
Perjanjian arah gaya dan momen ditentukan sebagai berikut:
a) Gaya horizontal ke kiri (-) = negatif dan menjadi gaya penahan
b) Gaya horizontal ke kanan (+) =positif dan menjadi gaya geser
c) Gaya vertikal ke bawah (-) = negatif dan menjadi gaya penahan
d) Gaya vertikal ke atas (+) = positif dan menjadi gaya angkat
e) Momen ke kiri atau berlawanan dengan jarum jam (-) = negatif adalah
momen penahan
f) Momen ke kanan atau se-arah dengan jarum jam (+) = positif adalah
momen guling.

5.5.1.1 Gaya berat sendiri


Gaya berat sendiri adalah berat dari bangunan bendung, berarah
vertikal ke bawah yang garis kerjanya melalui titik berat konstruksi. Untuk
memudahkan perhitungan, biasanya konstruksi dibagi-bagi kedalam
bagian-bagian yang berbentuk segi empat dan segitiga. Karena
peninjauannya adalah tiap lebar 1 (satu) meter, maka gaya yang
diperhitungkan adalah luas bidang dikali berat jenis konstruksi (untuk
pasangan batu kali diambil 2,2 ton/m3) atau volume dikalikan dengan berat
jenis pasangan batu atau beton dengan rumus:
G = V x γb
G = gaya berat (ton)
V = volume (m3)
γ b = berat jenis pasangan batu (2,2 ton/m3, dan beton 2,4 ton/m3)

97
Gambar 5.8 : Gaya akibat berat sendiri

5.5.1.2 Gaya gempa


Besar gaya gempa adalah berat bangunan dikalikan dengan
koefisien gempa, dan diperhitungkan sebagai gaya horizontal yang bekerja
ke arah yang paling berbahaya, dalam hal ini ke arah hilir aliran (kekanan).
Jadi besar gaya gempa adalah :
Ed = E x G
Ed = gaya gempa (ton)
G = gaya berat (ton)
E = koefisien gempa
a. Perhitungan Koefisien Gempa
Untuk menghitung koefisien gempa digunakan persamaan berikut :

ad = n (ac x Z)m

E = ad/g

dimana :

ad = percepatan gempa rencana (cm/dt2)

n , m = koefisien untuk jenis tanah (Tabel 5.2)

ac = percepatan kejut dasar (cm/dt2), harga per periode ulang (Tabel 5.3)

E = koefisien gempa

98
Z = faktor yang tergantung dari letak geografis.

g = gravitasi (9,81 m/dt2). (Sumber KP.06 halaman 33).

Tabel 5.2 : Harga koefisien gempa n dan m

No Jenis n m
1 Batuan 2,76 0,71
2 Diluvium 0,87 1,05
3 Alluvium 1,56 0,89
4 Alluvium lunak 0,29 1,32

 yang termasuk dalam lapisan diluvial adalah lapisan pasir padat,


kerikil bongkahan, lempung keras
 yang termasuk lapisan aluvial adalah lapisan endapan baru seperti
endapan sungai, longsoran

Tabel 5.3: Periode Ulang dan Percepatan Dasar Gempa

No Periode Ulang (Tahun) ac (gal = Cm/dt²)


1 10 90
2 20 120
3 50 160
4 100 190
5 200 220
6 500 250
7 1000 280

Tabel 5.4: Koefisien Zona Gempa Pada Zona A, B, C, D, E, F

No Zona Koefisien Zona Z


1 A 0,10 – 0,30
2 B 0,30 – 0,60
3 C 0,60 – 0,90
4 D 0,90 – 1,20
5 E 1,20 – 1,40

99
6 F 1,40 – 1,60

n = 2,76 (dari tabel dengan jenis tanah berbatu)


m = 0,71 (dari tabel dengan jenis tanah berbatu )
ac = 160 cm/dt2 (dari tabel periode ulang 50 tahun)
Z = 1,60 (Tabel Koefisien Zona Gempa Zona F )
g = percepatan gravitasi (981 cm/dt2)
maka,
ad = n (ac x Z)m

ad = 2,76 ( 160 x 1,50) 0,71

ad = 135,16

E = ad/g

135,16
E= = 0,138
981

Gambar 5.9 : Gaya akibat gempa

100
Gambar 5.10: Daerah-daerah gempa di Indonesia
5.5.1.3 Tekanan air
Gaya akibat tekanan air yang bekerja pada tubuh bendung
dibedakan menjadi dua macam yaitu tekanan hidrostatis dan hidrodinamik.
Tekanan hidrostatis terdiri dari dua macam juga yaitu yang bekerja di
bagian atas dasar sungai disebut tekanan hidrostatis, dan yang kedua
tekanan yang bekerja di bawah bendung yang disebut rembesan yang
menimbulkan gaya angkat (uplift pressure). Tekanan air akan selalu bekerja
tegak lurus terhadap muka bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya
lebih mudah, gaya horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah.
Tekanan air dinamik jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan
bendung dengan tinggi energi rendah.

101
Selanjutnya kedua macam gaya tersebut harus ditinjau terhadap dua
kondisi , yaitu pada kondisi air normal dimana muka air di hulu bendung
berda setinggi mercu dan kondisi air banjir.

a) Tekanan Hidrostatis Pada Saat Air Normal

Gambar 5.11: Tekanan Hidrostatis pada kondisi air normal


Tekanan yang bekerja pada tubuh bendungdirumuskan sebagai berikut:
Ga1 = 1/2 γ w. p²
Ga2 = ½.a.p. γ w
Gaya yang bekerja pada tubuh bendung menjadi :
Han = Ga1
Van = Ga2
Man= Ga1.l1 – Ga2.l2
Dimana:
Han = gaya horizontal, ton (+)
Van = gaya vertikal, ton (-)
Man = momen, ton.m (+ atau -)

b) Tekanan Hidrostatis Air Banjir


Tekanan Hidrostatis Air Banjir dibedakan lagi terhadap jenis
pengaliran di atas mercu, yaitu untuk mercu yang tidak tenggelam dan

102
mercu tenggelam. Pada gambar 5.12 adalah bendung tidak tenggelam,
saat air banjir sebenarnya di atas mercu ada air yang mengalir, tetapi karena
lapisan air ini relatif tipis dan kecepatannya besar, maka untuk keamanan,
maka lapisan ini tidak diperhitungkan. Untuk mercu tenggelam (Gambar
5.13), lapisan air di atas mercu harus diperhitungkan. Perhitungan gaya dan
momen sama dengan perhitungan mercu tidak tenggelam. Besar tekanan
untuk mercu tenggelam adalah sebagai berikut:
Ga1 = 1/2 γ w. p²
Ga2 = hd.p γ w
Ga3 = ½.a.p. γ w
Ga4 = b. 2/3hd. γ w

Ga5 = 1/2.(hd-2/3 hd).b. γ w


Ga6 = ½. e.f. γ w.
Ga7 = e.g. γ w.
Ga8 = d.f. γ w.
Ga9 = (luas sektor OABC-luas segitiga OAB). γ w.
90 ⁰
Luas sektor = . π .R²
360 ⁰
Luas segitiga = ½ AB.OD

c d

Gambar 5.12: Tekanan hidrostatis air banjir untuk Mercu tidak tenggelam

103
Gambar 5.13: Tekanan hidrostatis air banjir untuk Mercu tenggelam

c) Gaya Angkat (Uplift Pressure)


Bangunan tubuh bendung mendapat tekanan air bukan hanya pada
permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh bangunan
itu sendiri yang disebut gaya angkat (uplift pressure). Hal ini menyebabkan
berkurangnya berat efektif bangunan di atasnya. Gaya angkat ini akan
menimbulkan gaya guling terhadap tubuh bendung dan pecahnya lantai
kolam olakan. Pengembangan dari teori Bligh dan Lane akan memperoleh
persamaan yang menyatakan besarnya gaya angkat pada setiap titik sebagai
berikut (Gambar 5.14)
Lx
Px = Hx – ∆H
Lw
dimana:
Px = gaya angkat di titik X (ton)
Hx = Tinggi energi hulu sampai titik X
Lx = panjang jalur lintasan sampai titik X (m)
Lw = panjang total lintasan (m)
∆ H = beda tinggi energi

104
Gambar 5.14: Gaya Angkat pada tubuh Bendung

Dengan demikian, besarnya gaya pada setiap bidang dapat


ditentukan, seperti terlihat pada gambar 5.14, Gaya UST1, UST1a, UTU,
UVW dan UWX yang bekerja pada bidang ST, TU, VW dan WX akan
menimbulkan gaya guling terhadap tubuh bendung. Seperti halnya pada
bahaya sufosi, gaya angkat ini juga dapat dikurangi dengan memperpanjang
creep line dengan memasang lantai hulu atau dinding halang (sheet pile).
Lokasi pemasangan dinding halang tidak berpengaruh terhadap besarnya
bahaya sufosi, sedangkan untuk gaya angkat penempatan ini akan
berpengaruh khususnya terhadap lantai ruang olak.
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, lihat gambar 5.15. kita
tinjau bidang TUVWXYZ. Kondisi pertama dinding halang di pasang pada
titik T dan kondisi kedua dipasang di titik Y. Terlihat bahwa penempatan
dinding halang pada titik T dan Y, akan memberikan panjang creep line
total yang sama untuk panjang dinding yang sama (A-B-C-D-E-F -G-H-I-J-
K-L-M-N-O-P-Q-R-S-T-T1-T-U-V-W-X-Y-Z-AZ)= (A-B-C-D-E-F -G-H-
I-J-K-L-M-N-O-P-Q-R-S-T-U-V-W-X-Y-Y1-Y-Z-AZ). Akan tetapi

105
panjang creep line pada titik T dan Y dari kedua kondisi tersebut berbeda,
kondisi pertama lebih besar daripada kondisi kedua. Dengan demikian,
akan diperoleh tekanan pada bidang T-U-V-W-X pada kondisi pertama
lebih kecil daripada kondisi kedua, yang berarti pemasangan dinding halang
pada titik T lebih menguntungkan dari pada di pasang dititik Y. Oleh
karena itu dalam perencanaan bendung, bila digunakan konstruksi dinding
halang untuk mengatasi tekanan rembesan perlu diperhatikan
penempatannya terhadap tubuh bendung.

5.15: Pengaruh perubahan dinding halang terhadap gaya angkat

5.5.1.4 Tekanan Lumpur


Setelah bendung beroperasi beberapa tahun, kemungkinan endapan
sedimen di hulu bendung akan terjadi setinggi mercu. Oleh karena itu
dalam meninjau stabilitas bendung endapan sedimen ini harus
diperhitungkan. Dengan rumus :
Gl 1 = ½ p2. γ 1. Ka
Gl 2 = ½ p.a. γ 1.
Sehingga gaya momen yang bekrja pada tubuh bendung adalah sebagai
berikut:

106
H1 = Gl1(+ )
V1 = Gl2 (-)
M1 = Gl1. l1 – Gl2. l2(+ atau -)
Keterangan:
G1 = gaya akibat tekanan lumpur (t/m²)
H1 = gaya horizontal akibat lumpur (t)
V1 =gaya vertikal akibat lumpur
M1 = momen putar akibat gaya lumpur (t.m)
l = lengan momen terhadap titik O (m)
γ 1= berat jenis lumpur (t/m3)
Ka = koefisien tekanan tanah aktif

Gambar 5.16: Tekanan Lumpur


φ
Ka = tg2(45 - )
2
Dimana:
Ka = koefisien tekanan tanah aktif
φ = sudut geser dalam tanah (derajat)

5.5.2 Kontrol Stabilitas


Ada tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi, yaitu:
1) geser/gelincir (sliding)

107
(a) sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal di atas pondasi
(b) sepanjang pondasi, atau
(c) sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi.
2) guling (overturning)
(a) di dalam bendung

(b) pada dasar (base), atau

(c) pada bidang di bawah dasar.


3) Kontrol daya dukung

5.5.2.1 Ketahanan terhadap gelincir


Tangen θ, sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya,
termasuk gaya angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua bidang
horisontal, harus kurang dari koefisien gesekan yang diizinkan pada bidang
tersebut.

Σ(H ) f
= tan θ < ................................................................ (5.1)
Σ( V −U ) S

dimana:
Σ(H) : keseluruhan gaya horizontal yang bekerja pada bangunan, kN
Σ(V-U) : keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan ke atas yang
bekerja pada bangunan, kN
θ : sudut resultante semua gaya, terhadap garis vertikal, derajat
f : koefisien gesekan
S : faktor keamanan
Harga-harga perkiraan untuk koefisien gesekan f diberikan pada Tabel 5.5

Tabel 5.5: Harga-harga perkiraan untuk koefisien gesekan

No Bahan f
1 Pasangan batu pada pasangan batu 0,60 – 0,75
2 Batu keras berkualitas baik 0,75

108
3 Kerikil 0,50
4 Pasir 0,40
5 Lempung 0,30

Untuk bangunan-bangunan kecil, seperti bangunan-bangunan yang


dibicarakan di sini, di mana berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar
dan terjadinya bencana besar belum dipertimbangkan, harga-harga faktor
keamanan (S) yang dapat diterima adalah: 1,5 untuk kondisi pembebanan
normal dan 1,25 untuk kondisi pembebanan ekstrem.
Kondisi pembebanan ekstrem dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau
2) Banjir rencana maksimum.
Apabila, untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga
yang aman untuk faktor gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja
(persamaan 5.1) ternyata terlampaui, maka bangunan bisa dianggap aman
jika faktor keamanan dari rumus itu yang mencakup geser (persamaan 5.2),
sama dengan atau lebih besar dari harga-harga faktor keamanan yang sudah
ditentukan.
fΣ ( V −U )+ c . A
Σ (H) ≤ ......................................................................(5.2)
S
dimana:
c : satuan kekuatan geser bahan, kN/m2
A : luas dasar yang dipertimbangkan, m2

Arti simbol-simbol lain seperti pada persamaan 5.1.


Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga-
harga yang hanya mencakup gesekan saja, yakni 2,0 untuk kondisi normal
dan 1,25 untuk kondisi ekstrem. Untuk beton, c (satuan kekuatan geser)
boleh diambil 1.100 kN/m2 ( = 110 Tf/m2) . Persamaan 5.2 mungkin hanya
digunakan untuk bangunan itu sendiri. Kalau rumus untuk pondasi tersebut
akan digunakan, perencana harus yakin bahwa itu kuat dan berkualitas baik

109
berdasarkan hasil pengujian. Untuk bahan pondasi nonkohesi, harus
digunakan rumus yang hanya mencakup gesekan saja (persamaan 5.1).

5.5.2.2 Guling
Agar bangunan aman terhadap guling, maka jumlah momen penahan dibagi
jumlah momen guling harus lebih besar dari faktor keamanan (SF) yang
diizinkan misalnya 1,5.
Σ mmen penahan
≥ SF misalnya 1,5
Σ Momen guling

Gambar 5.17: Letak titik guling

5.5.2.3 Kontrol Daya Dukung


1) Eksentrisitas
B ∑ MT −∑ MG
e= 2 - ∑V

dimana:
e = eksentrisitas

110
B = lebar pondasi
∑ MT = jumlah momen tahan
∑ MT = jumlah momen guling
∑ V = jumlah gaya vertikal

2) Tegangan Tanah yang terjadi


ΣV 6. e
σ₁ = B x (1 + B )<σizin

dimana:
σ = tegangan tanah yang terjadi
e = eksentrisitas
B = lebar pondasi
∑ V = jumlah gaya vertikal
σizin = tegangan tanah izin ( dihitung dengan rumus Terzghi)
qult = c.Nc + D. γ ₁.Nq + ½.₂’ . B . N

dimana:
qu = kapaistas dukung ultimate untuk pondasi memanjang (T/m2)
c = kohesi tanah dibawah dasar pondasi (t/m2)
D = kedalaman pondasi (m)
γ ₁ = berat jenis tanah di atas pondasi (T/m3)
γ ₂ = berat jenis tanah di bawah dasar pondasi (T/m3)

Nc, N γ , Nq = faktor kapasitas daya dukung yang nilainya berdasrkan pada


sudut geser dalam (φ ) dari tanah dari tanah di bawah dasar pondasi. (Tabel
4.6)

Tabel 5.6: Nilai faktor kapasitas dukung Terzaghi (1943)

111
5.6 Contoh Perhitungan Bendung Batang Naras

5.6.1 Perhitungan Pintu Pengambilan (Intake)

Luas Sawah yang akan diairi = 2000 Ha


Koefisien kebutuhan air = 1,6 liter/detik
Jadi air yang akan dialirkan melalui pintu intake, Q = 2000 Ha x 1,6 lt/dt =
3200 lt/dt
Ambil lebar pintu (bp) = 1,00 m
Jadi tinggi pintu (hp)
Q = μ b hp√ 2 g z → z = 0,20 m
3,2 = 0,9 . 2,0 hp √ 2.9,81.0,20
3,2 = 3,566 hp
hp = 3,2/3,566 = 0,897 0,90 m

5.6.2 Lebar efektif Bendung

112
Lebar efektif bendung (Be) yaitu lebar bendung (Bb) dikurangi
dengan lebar pilar dan lebar pintu penguras atau dengan rumus:
Be = Bb – 20%. Σ b – Σt (Mawardi. E & Memet.M., 2002).
dimana:
Be = lebar efektif bendung
Bb= lebar bendung
Σ b = jumlah lebar pintu penguras
Σt = jumlah lebar pilar
Untuk Bendung Batang Naras ini lebar bendung Bb = 45 m
lebar pintu penguras (bp) = 1/10 x 45 = 4,5 m, direncanakan 2 (dua) buah
pintu dengan lebar masing-masing 2,00 m (bp = 2,00 m) dan 2(dua) buah
pilar dengan lebar 1,0 m (t = 1,0 m ). Jadi Be= 45 – 20%.4 – 2
Be= 45- 0,8 – 2
Be= 42,2 m
Atau dengan rumus : Be = Bn-2 (n.kp – ka) H1(KP – 02 Bangunan
Utama)
Be = lebar efektif bendung (m)
Bn = lebar bendung netto setelah dikurang jumlah lebar pilar (m)
n = jumlah pilar penguras (buah)
kp = koefisien kontraksi pilar = 0,01
ka = koefisien kontraksi pangkal bendung = 0,10
H1 = tinggi energy (m)
Jadi lebar efektif bendung adalah:
Be = Bn-2 (n.kp – ka) H1
Be= 43-2(2.0,01 +0,1) H1
Be= 43 - 0,24 H1

5.6.3 Perhitungan Mercu Bendung

113
5.6.3.1 Mercu Bulat

Data:
Q =743 m3/dt
Be = 42,04 m
P = 1,80 m
r = 2,0 m (0,5 H1)
g = 9,81 m/dt2
Kemiringan hulu = 1:0,67 (direncanakan)
Kemiringan hilir = 1 : 1 (direncanakan)
Elevasi mercu = +97,095 m

a. Menghitung tinggi muka air di atas mercu yaitu:


Langkah-langkah untuk menghitung tinggi muka air di atas mercu yaitu:

3) Mengasumsikan nilai Cd = 1,3


4) Menghitung tinggi energy di atas mercu (H1) dengan rumus:
Q = Cd . 2/3 √ 2/3. g . be. H1¹·⁵
Dimana:
Q = debit rencana (Q50 = 743 m3/dt)
Cd = koefisien debit (C0xC1xC2)
be = lebar efektif (be = 43-0,24 H1)
H1 = tinggi energy hulu
Jadi:
743 = 1,3. 2/3 √ 2/3. g . (43-0,24 H1). H1 ¹·⁵
743 = 1,3 . 2/3. 2,558 .(43-0,24 H1). H1 ¹·⁵
743
= (43-0,24 H1). H1 ¹·⁵
2,215
335,41 =(43-0,24 H1). H1 ¹·⁵
Dengan coba-coba berbagai harga H1, maka didapat tinggi energy hulu (H1)
= 3,991 m. Jadi be = 43-0,24 H1 = 43 – 0,24.3,991 = 42,04 m

114
Dengan didapatkan nilai H1 = 3,991m, kemudian nilai H1 dijadikan
parameter untuk mengkoreksi nila Cd dengan menggunakan gambar 5.19;
5.20 dan 5.21. Selanjutnya dilakukan simulasi untuk menghitung ulang
nilai H1 sampai diperoleh nilai Cd taksir sama dengan nilai Cd hitung.
Hasil simulasi perhitungan untuk mendapatkan nilai H 1 dapat dilihat pada
Tabel 5.7 :

Tabel 5.7: Simulasi perhitungan tinggi energy diatas mercu bulat

H₁ Cd coba r p H₁/r P/H₁ C₀ C₁ C₂ Cd hitung Keterangan


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10=6x7x8 11
3.991 1.30 2 1.8 2.00 0.45 1.34 0.92 1.018 1.25 Coba lagi
4.100 1.25 2 1.8 2.05 0.44 1.35 0.91 1.017 1.25

Simulasi ke-1 Cd taksir tidak sama dengan Cd hitung (1,3 ≠ 1,25), maka
perhitungan diulangi lagi dengan menggunakan Cd taksir = 1,25. Hasil
simulasi Cd taksir sama dengan Cd hitung = 1,25.
Dengan Cd = 1,25, di chek H1.
Q = Cd . 2/3 √ 2/3. g . be. H1¹·⁵ →ambil Cd = 1,25
743 = 1,25. 2/3 √ 2/3. g . 42,04.H1¹·⁵
H1¹·⁵ = 743/89,59 = 8,29
H1 = 4,097 m 4,10 m

Jadi Elevasi tinggi energy di atas mercu bulat = elevasi mercu + H1 =

97,095 + 4,10 = +¿ 101,195 m

b. Menghitung Tinggi muka air banjir (hd) diatas Mercu


Perhitungan dilakukan dengan cara coba-coba menggunakan rumus
sebagai berikut:
hd = H1 – hvo hd = Tinggi air diatas mercu
do = hd + P do = Tinggi air diatas mercu + tinggi bendung
A = Bef x do
V = Q/A

115
hvo = V2/2g (hvo nilainya dicoba –coba)

hd

Gambar 5.18: Tinggi mukaair banjir (hd) di atas mercu

Tabel 5.8: Perhitungan tinggi mukaair banjir (hd) di atas mercu


₁ ₀ ₀ ₀

H hv hd P d Beff A Q V hv =V²/2g
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4.1 0.53 3.570 1.8 5.37 42.04 225.7548 743 3.29 0.55
4.1 0.54 3.560 1.8 5.36 42.04 225.3344 743 3.30 0.55
4.1 0.55 3.550 1.8 5.35 42.04 224.914 743 3.30 0.56
4.1 0.56 3.540 1.8 5.34 42.04 224.4936 743 3.31 0.56

Hasil perhitungan didapat tinggi muka air banjir (hd) = 3,54 m. Jadi elevasi
tinggi muka air banjir di atas mercu = Elevasi mercu + hd = 97,095 + 3,54 =
100,635 m

116
Gambar 5.19: Koefisien C0 untuk bendung mercu bulat sebagai fungsi
dari nilai banding H1/r

Gambar 5.20: Koefisien C1 sebagai nilai banding fungsi p/H1

117
Gambar 5.21: Koefisien C2 untuk pelimpah Ogee dengan muka
hulumiring(menurut USBR,1960)

5.6.3.2. Mercu Ogee

Data:

Data:
Q =600 m3/dt
Be = 49,20 m
P = 2,60 m
r = 1,60 m (0,5 H1)
g = 9,81 m/dt2
Kemiringan hulu = 1:0,67 (direncanakan)
Elevasi mercu = +52,60 m
Tinggi energi air di atas mercu (H1) dan tinggi air banjir (hd) sama
dengan tinggi pada mercu bulat yaitu H1 = 3,20 m dan hd = 2,95 m

Untuk merencanakan permukaan hilir mercu Ogee digunakan rumus:


Y 1 X
Hd
= k [ Hd ]n

X dan Y = koordinat-koordinat permukaan hilir bendung


Hd = tinggi air di atas mercu
K dan n = konstanta dari faktor kemiringan permukaan hulu

118
Tabel 5.11: Harga-harga k dan n

Kemiringan permukaan k n
hulu
Vertical 2,000 1,850
3:1 1,936 1,836
3:2 1,939 1,810
1:1 1,873 1,776
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02.1986

Hasil perhitungan koordinat permukaan hilir mercu ogee dapat dilihat pada
Tabel 5.12.

Tabel 5.12 : Koordinat permukaan hilir mercu ogee

Y hd k n hd/k X (X/hd)^n Y
1 2 3 4 5 6 7 8
0,25 2,95 1,939 1,81 1,5214 1,09 0,1650 0,25
0,50 2,95 1,939 1,81 1,5214 1,59 0,3267 0,50
0,75 2,95 1,939 1,81 1,5214 2,00 0,4949 0,75
1,00 2,95 1,939 1,81 1,5214 2,34 0,6575 1,00
1,25 2,95 1,939 1,81 1,5214 2,65 0,8236 1,25
1,50 2,95 1,939 1,81 1,5214 2,93 0,9878 1,50
1,75 2,95 1,939 1,81 1,5214 3,19 1,1521 1,75
2,00 2,95 1,939 1,81 1,5214 3,43 1,3137 2,00
2,25 2,95 1,939 1,81 1,5214 3,66 1,4775 2,25
2,50 2,95 1,939 1,81 1,5214 3,88 1,6421 2,50
2,75 2,95 1,939 1,81 1,5214 4,09 1,8065 2,75
3,00 2,95 1,939 1,81 1,5214 4,29 1,9696 3,00
3,25 2,95 1,939 1,81 1,5214 4,49 2,1389 3,25
3,50 2,95 1,939 1,81 1,5214 4,67 2,2975 3,50
3,75 2,95 1,939 1,81 1,5214 4,85 2,4621 3,75
4,00 2,95 1,939 1,81 1,5214 5,03 2,6270 4,00
4,25 2,95 1,939 1,81 1,5214 5,20 2,7918 4,25
4,50 2,95 1,939 1,81 1,5214 5,37 2,9572 4,50
4,75 2,95 1,939 1,81 1,5214 5,53 3,1206 4,75
5,00 2,95 1,939 1,81 1,5214 5,69 3,2838 5,00

119
Gambar 5.22: Gambar Mercu Ogee berdasarkan hitungan koordinat

5.6.4 Perhitungan Peredam Energy (Kolam Olak)

1) Peredam energy tipe bak tenggelam

Data
Q = 600 m3/dt
H1 = 3,20 m
Be = 49,20 m
I = 0,005
b =52 m
P = 1,6 m
Langkah-langkah untuk merencanakan peredam energy tipe bak tenggelam
adalah sebagai berikut:
a) Debit persatuan lebar (q) = Q/bef = 600/49,2= 12,20 m3/dt/m

b) Kedalaman air kritis (hc) =


√ √
3 q ² 3 12,2 ²
g
=
9,81
= 2,476 m

120
c) Tinggi Energi hulu ( elevasi mercu + H1) = 52,6 + 3,2 = +¿ 55,80 m
d) Tinggi Energi hilir ( elevasi dasar sungai + h banjir+ V²/2g) = 50 +
2,53 +4,35²/19,62 = +¿ 53,494 m
e) ∆ h = (Tinggi energy hulu – tinggi energy hilir) = 55,8 – 53,494 =
2,306 m
f) ∆ h/hc = 2,306/2,476 = 0,931
g) Jari-jari bak minimum yang diizinkan (Rmin)
dari gambar 4.22 KP 02 halaman 63 → ∆ h/hc = 0,931 diperoleh
Rmin/hc = 1,55 (Gambar 9) , Rmin = 1,55 x 2,476 = 3,83 m
4,0 m

Gambar 5.23: Jari-jari Minimum Bak

h) Batas Minimum Tinggi Air Hilir (T min)


dari gambar 4.23 KP 02 halaman 64 → ∆ h/hc = 0,931< 2,4 (Gambar
10) diperoleh Tmin/hc = 1,88 (∆ h/hc)⁰·²¹⁵ = 1,851
Tmin = 1,851x 2,476 = 4,583 m 5,10 m

121
Gambar 5.24: Batas Minimum Tinggi Air Hilir

2) Peredam energy USBR


Data :
Q = 600 m3/dt
bef = 49,2 m
i = 0,005
P = 2,60 m
H1= 3,2 m
Langkah-langkah untuk perencanaan kolam olak type USBR adalah sebagai
berikut :
i. Menghitung debit persatuan lebar (q)
q = Q/bef = 600 / 49,2 = 12,20 m3 /dt/m

j. Perbedaan tinggi energi air dihulu dan dihilir bendung (ΔH)


- Tinggi energi hulu = elevasi mercu + tinggi energibanjir diatas
mercu
= 52,60 + 4,20 = +55,80 m
- Tinggi energi hilir = elevasi dasar sungai + tinggi air banjir dihulu
2
V
bendung + Tinggi kecepatan ( )
2g
= 50 + 2,53 + 0,964= +53,494 m

122
- Perbedaan tinggi energi air dihulu dan dihilir (∆H)
= tinggi energi dihulu – tinggi energi dihilir
= 55,80 – 53,494 = 2,306 m

k. Menghitung kecepatan awal loncatan (V1)

√ 2 H +z)
RumusV1 = 2 g ( 1
1

√ 2
V = 2.9,81 ( 3,2+2,306 )
1
1

V1 = 8,754 m/dt

l. Menghitung kedalaman air diawal loncatan (yu)


q 12,20
yu = = =1,394 m
V 1 8,754

m. Menghitung Bilangan Froude (Fr)


V1 8,754
Fr = = =2,37
√ g . yu √ 9,81.1,394
n. Menentukan Type Peredam Energi USBR
Berdasarkan bilangan Froudenya, digunakan peredam energi USBR
Type I dengan bilangan Froude antara 1,7 < Fr < 2,5

o. Menghitung kedalaman air hilir (y2)


yu 1,394
y2 = ¿= ¿
2 2
= 4,027 m

p. Menentukan tinggi ambang ujung


Y ₂ 4,027
= = 2,89
Yu 1,394

Fr = 2,37
Dari Gambar 5.25 di peroleh n/Yu = 0,5

123
Jadi tinggi ambang (n) = 0,5 * Yu = 0,5* 1,394 = 0,697 ≈ 0,70 m dan
lebar ambang (a) = 2n = 2* 0,7 = 1,40 m

j. Menghitung panjang kolam olak (L)


Lj = 5 (n + Y2)
Lj = 5 (0,70 + 4,027) = 23,625 ≈ 24 m

Gambar 5.25: Diagram untuk memperkirakan tipe bangunan yang akan


digunakan untuk perencanaan detail (disadur dari Bos,
Reploge and Clemments, 1984)

Gambar 5.26 : Hubungan percobaan antara Fr, Y2/Yudan n/ Yu untuk


ambang ujung pendek (menurut Foster dan Skrinde,1950)

124
Gambar 5.27:Parameter-parameter loncat air

3) Peredam energy bendung tipe MDO

Istilah dari modifikasi peredam energi tipe MDO berasal dari


gabungan tipe Vlughter dan gigi ompong. Peredam energi tipe MDO terdiri
dari lantai datar, di ujung hilir lantai dilengkapi dengan ambang hilir tipe
gigi ompong dan dilengkapi dengan rip rap. Perencanaan peredam energi
tipe MDO menggunakan mercu bulat dengan kemiringan hilir mercu 1:1.
Langkah-langkah untuk merencanakan peredam energi MDO adalah
sebagai berikut:
i. q = 12,20 m3/dt/m
j. Δh = 2,306 m
k. Menghitung kedalaman air diatas ambang ujung (y) dengan rumus :
y = D = (Q / CxL)2/3 C= 1,7 ; L = lebar efektif bendung
y = D = (600 / 1,7 x 49,2)2/3
= 3,719 m (D2)

125
l. Menghitung parameter energi (E)
q 12,20
E= = = 1,112
√g z 3
√ 9,81 x 2,3063
Ds
m. Mencari nilai menggunakan grafik MDO 2 gambar A3 buku SNI
D2
8063:2015 tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan
peredam energi tipe MDO dan tipe MDS
Ds
E = 1,112 didapat = 1,5
D2
n. Menghitung kedalaman kolam olak ( Ds )
Ds
Ds = D2 x (dengan D2 = 3,719 m)
D2
Maka D s = 3,719 x 1,5 = 5,57 m
Diambil D s = 6,0 m
o. Menentukan panjang lantai dasar (Ls)
Ls
dengan E = 1,112dan nilai dari Grafik MDO 3 = 1,825
Ds

Ls = ( Ds ) . ( ) Ls
Ds

Ls = 6 . 1,825
Ls = 10,95 m ̴ 11,00 m
p. Menentukan tinggi ambang dan lebar ambang hilir (a dan b)
a = (0,2 – 0,3 ) D 2 D 2 = 4,48 m
a = 0,25 x 3,74
= 0,929 m ̴ 1,00 m
b = 2a = 2 x 1,0 = 2,00 m

126
Gambar 5.28: Potongan memanjang bendung tetap dengan peredam
energy tipe MDO

Gambar 5.29: Grafik MDO – 2 Penentuan kedalaman lantai peredam


energy

127
Gambar 5.30: Grafik MDO – 3 Penentuan panjang lantai peredam energy

4) Peredam Energi Tipe MDS


Istilah dari modifikasi peredam energi tipe MDS berasal dari tipe
Schoklich dan gigi ompong. Peredam energi tipe MDS terdiri dari lantai
datar, di ujung hilir lantai dilengkapi dengan ambang hilir tipe gigi ompong
ditambah dengan bantalan air dan dilengkapi dengan rip rap. Perencanaan
peredam energi tipe MDS sama dengan perencanaan peredam energi tipe
MDO, perbedaannya hanya pada ruang olak, untuk peredam energi tipe
MDS kolam olaknya ditambahkan ruang untuk bantalan air (S) dengan
tinggi 1,0 s/d 2,0 m).

128
Gambar 5.31: Potongan memanjang bendung tetap dengan peredam energi
tipe MDS

5.6.5 Perhitungan Panjang Rembesan Dan Tekanan Air

5.6.5.1 Penggambaran Potongan Melintang Rencana Bendung Mercu


Bulat dan Pemecah energy tipe bak tenggelam

Sebelum dilakukan perhitungan panjang rembesan terlebih dahulu


harus dibuat gambar potongan melintang rencana bendung dengan cara
coba-coba, dan bila memenuhi harga-harga minimum angka rembesen
Lane serta tebal lantai yang telah diperkirakan , maka gambar tersebut
dapat digunakan dan bila tidak memenuhi, maka gambar tersebut diulangi
dengan memperbesar jari-jari mercu , menambah panjang lantai depan atau
menambah tebal lantai . Adapun langkah langkah penggambarannya
adalah sebagi berikut (Gambar 5.27):
Langkah 1. Gambarkan garis dasar sungai (1)

Langkah 2. Gambarkan garis muka air banjir sebelum adanya bendung (2)

Langkah 3. Gambarkan garis batas minimum tinggi air hilir (Tmin)sebagai


dasar ruang olakan (3)

Langkah 4. Gambarkan garis tegak lurus/vertical ke arah atas dari dasar


sungai untuk menggambar mercu (4)

Langkah 5. Gambarkan garis horizontal ke arah kanan dari titik setinggi


mercu sepanjang 2/3 tinggi mercu (5) ( jika tinggi mercu 1,5

129
m, panjang garis horizontal 1,0 m untuk kemiringan hulu 1:
0,67)

Langkah 6. Buat garis menghubungkan ujung titik 4 dan 5 sehingga


membentuk sudut terhadap garis vertical (6).

Langkah 7. Bagi sudut pertemuan antara garis no 5 dan 6 sama besar


menggunakan jangka, kemudian buat garis dari titik tersebut
(Titik B) ke arah bawah

Langkah 8. Buat lingkaran menyinggung garis no 5 dan garis no 6 dengan


jari-jari (r) mercu hasil hitungan

Langkah 9. Buat garis lurus menyinggung lingkaran mercu ke arah bawah


dengan sudut 45 derajat yang memotong garis no 3 (dasar
olakan).

Langkah 10. Bagi sudut pertemuan garis no 3 dan garis no 9 sama besar,
kemudian tarik garis dari sudut pertemuan tersebut ke arah
muka air di hilir bendung melalui titik pembagi sudut yang
dibuat dengan jangka (Titik C)

Langkah 11. Buat garis vertical ke arah atas dengan sudut 90⁰ dari garis
no 3 (dasar olakan) yang panjangnya sama dengan jari-jari
minimum bak yang diizinkan (Rmin)

Langkah 12. Buat lingkaran dengan titik pusat pada pertemuan garis no 10
dan no 11 (Titik D) dengan jari-jari Rmin hasil hitungan

Langkah 13. Buat garis dari titik D menuju titi E dan F yang membentuk
sudut 90⁰ (garis no 13)

Langkah 14. Buat garis horizontal menghubungkan titi E dan F , kemudian


dari titik F tarik garis horizontal, a = 0,1 R (Titik G) sebagai
lantai lindung, Dalam contoh ini panjangnya 0,1 x 6,10 m =
0,61 dibulatkan 0,70 m.

Langkah 15. Tarik garis vertical ke arah bawah dari titik G untuk
mendapatkan tebal lantai olakan yang diinginkan (Titik H),
dalam contoh ini tebal lantai diambil 2 m.

Langkah 16. Garis – garis lain ditentukan sesuai keinginan perencana.

130
Harga-harga minimum angka rembesan Lane (KP. 02 halaman 126)
adalah : C L = 3,5 (krikil sedang); C L = (Krikil halus); CL= 5 (Pasir
Kasar); CL = 6 (Pasir Sedang); CL= 7 (Pasir Halus).

Gambar 5.32: Penampang Memanjang Bendung


Tipe Bak tenggelam

Gambar 5.33: Penampang Memanjang Bendung


USBR Tipe 1

Gambar 5.34: Penampang Memanjang Bendung Batang Anai


Tipe MDS yang telah dilaksanakan

131
5.6.5.2 Pada Kondisi Air Normal
Tabel 5.14 Perhitungan Panjang Rembesan Bendung Tipe bak
tenggelam

Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 4,10 0,21 3,893
2 1 - 2 0,6 0,20 1,70 4,10 0,23 3,866
3 2 - 3 1,00 2,70 3,10 0,37 2,728
4 3 - 4 1,8 0,60 3,30 3,10 0,45 2,645
5 4 - 5 1,00 4,30 4,10 0,59 3,508
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 4,10 0,62 3,480
7 6 - 7 1,00 5,50 3,10 0,76 2,342
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 3,10 0,84 2,260
9 8 - 9 1,00 7,10 4,10 0,98 3,122
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 4,10 1,01 3,094
11 10 - 11 1,00 8,30 3,10 1,14 1,957
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 3,10 1,23 1,874
13 12 - 13 1,00 9,90 4,10 1,36 2,736
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 4,10 1,39 2,709
15 14 - 15 1,00 11,10 3,10 1,53 1,571
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 3,10 1,61 1,488
17 16 - 17 1,00 12,70 4,10 1,75 2,351
18 17 - 18 1,20 0,40 13,10 4,10 1,80 2,296
19 18 - 19 1,00 14,10 3,10 1,94 1,158
20 19 - 20 1,50 0,50 14,60 3,10 2,01 1,089
21 20 - 21 1,00 15,60 4,10 2,15 1,951
22 21 - 22 1,50 0,50 16,10 4,10 2,22 1,882
23 22 - 23 1,500 17,600 5,60 2,42 3,176
24 23 - 24 1,500 0,500 18,100 5,6 2,49 3,107
25 24 - 25 2,57 20,670 8,17 2,85 5,323
26 25 - 26 2,10 0,700 21,370 8,170 2,94 5,226
27 26 - 27 1,000 22,370 7,170 3,08 4,089
28 27 - 28 1,60 0,533 22,903 7,170 3,15 4,015
29 28 - 29 2,00 0,667 23,570 7,170 3,25 3,923
30 29 - 30 1,000 24,570 8,170 3,38 4,786
31 30 - 31 0,90 0,300 24,870 8,170 3,43 4,744
32 30 - 32 4,170 29,040 4,000 4,00 0,000
21,740 7,300 29,040
29,040
∆H = (Elevasi Mercu - Elevasi Lantai hilir) .= 4,00 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H ----> 7,26 >5 (Pasir Sedang)---> KP 02, Tabel 6.5,hal 126 (OK)

Chek Tebal Lantai


dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,00 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 28)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 28)
dx = 1,94 < 2,00 m (OK)

132
Tabel 5.15: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung USBR Tipe I

Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 4,10 0,17 3,931
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 4,10 0,19 3,908
3 2 - 3 1,00 2,70 3,10 0,30 2,795
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 3,10 0,37 2,727
5 4 - 5 1,00 4,30 4,10 0,49 3,614
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 4,10 0,51 3,592
7 6 - 7 1,00 5,50 3,10 0,62 2,479
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 3,10 0,69 2,411
9 8 - 9 1,00 7,10 4,10 0,80 3,298
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 4,10 0,82 3,276
11 10 - 11 1,00 8,30 3,10 0,94 2,163
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 3,10 1,00 2,095
13 12 - 13 1,00 9,90 4,10 1,12 2,982
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 4,10 1,14 2,960
15 14 - 15 1,00 11,10 3,10 1,25 1,847
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 3,10 1,32 1,779
17 16 - 17 1,00 12,700 4,10 1,43 2,666
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 4,10 1,46 2,643
19 18 - 19 1,00 13,900 3,10 1,57 1,530
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 3,60 1,64 1,963
21 20 - 21 0,50 15,000 4,10 1,69 2,406
22 21 - 22 2,40 0,80 15,800 4,10 1,78 2,316
23 22 - 23 1,00 16,800 5,10 1,90 3,203
24 23 - 24 1,20 0,40 17,200 5,10 1,94 3,158
25 24 - 25 1,00 18,200 4,10 2,06 2,045
26 25 - 26 1,50 0,50 18,700 4,10 2,11 1,988
27 26 - 27 1,50 20,200 5,60 2,28 3,319
28 27 - 28 1,50 0,50 20,700 5,60 2,34 3,263
29 28 - 29 1,50 22,200 7,10 2,51 4,593
30 29 - 30 1,50 0,50 22,700 7,10 2,56 4,537
31 30 - 31 1,50 24,200 8,60 2,73 5,867
32 31 - 32 2,00 0,67 24,867 8,60 2,81 5,792
33 32 - 33 1,00 25,867 7,60 2,92 4,679
34 33 - 34 11,25 3,75 29,617 7,60 3,34 4,256
35 34 - 35 11,25 3,75 33,367 7,60 3,77 3,832
36 35 - 36 1,00 34,367 8,60 3,88 4,719
37 36 - 37 1,20 0,40 34,767 8,60 3,93 4,674
38 30 - 38 4,20 38,967 4,40 4,40 0,000
23,70 15,267 38,967
38,967
∆H = (Elevasi Mercu - Elevasi ambang hilir) 4,40 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 8,86 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 34)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 34)
d34 = 2,42 < 2,5 m (OK)

133
Tabel 5.16: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung Tipe MDO

Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 4,10 0,13 3,974
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 4,10 0,14 3,957
3 2 - 3 1,00 2,70 3,10 0,23 2,872
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 3,10 0,28 2,822
5 4 - 5 1,00 4,30 4,10 0,36 3,738
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 4,10 0,38 3,721
7 6 - 7 1,00 5,50 3,10 0,07 3,026
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 3,10 0,08 3,018
9 8 - 9 1,00 7,10 4,10 0,96 3,141
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 4,10 0,62 3,485
11 10 - 11 1,00 8,30 3,10 0,70 2,401
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 3,10 0,75 2,350
13 12 - 13 1,00 9,90 4,10 0,83 3,266
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 4,10 0,85 3,249
15 14 - 15 1,00 11,10 3,10 0,94 2,165
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 3,10 0,99 2,114
17 16 - 17 1,00 12,700 4,10 1,07 3,030
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 4,10 1,09 3,013
19 18 - 19 1,00 13,900 3,10 1,17 1,929
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 3,10 1,22 1,878
21 20 - 21 1,00 15,500 4,10 1,31 2,794
22 21 - 22 0,60 0,20 15,700 4,10 1,32 2,777
23 22 - 23 1,00 16,700 3,10 1,41 1,693
24 23 - 24 1,80 0,60 17,300 3,10 1,46 1,642
25 24 - 25 1,00 18,300 4,10 1,54 2,558
26 25 - 26 0,60 0,20 18,500 4,10 1,56 2,541
27 26 - 27 1,00 19,500 3,10 1,64 1,457
28 27 - 28 1,80 0,60 20,100 3,10 1,69 1,406
29 28 - 29 1,00 21,100 4,10 1,78 2,322
30 29 - 30 0,60 0,20 21,300 4,10 1,79 2,305
31 30 - 31 1,00 22,300 3,10 1,88 1,221
32 31 - 32 1,80 0,60 22,900 3,10 1,93 1,170
33 32 - 33 1,00 23,900 4,10 2,01 2,086
34 33 - 34 0,60 0,20 24,100 4,10 2,03 2,069
35 34 - 35 1,00 25,100 3,10 2,12 0,985
36 35 - 36 1,80 0,60 25,700 3,10 2,17 0,934
37 36 - 37 1,00 26,700 4,10 2,25 1,850
38 37 - 38 0,60 0,20 26,900 4,10 2,27 1,833
39 38 - 39 1,00 27,900 3,10 2,35 0,749
40 39 - 40 1,80 0,60 28,500 3,10 2,40 0,698
41 40 - 41 1,00 29,500 4,10 2,49 1,614
42 41 - 42 0,60 0,20 29,700 4,10 2,50 1,597
43 42 - 43 1,00 30,700 3,10 2,59 0,513
44 43 - 44 1,80 0,60 31,300 3,10 2,64 0,462
45 44 - 45 1,00 32,300 4,10 2,72 1,378
46 45 - 46 0,60 0,20 32,500 4,10 2,74 1,361
47 46 - 47 1,00 33,500 3,10 2,82 0,277
48 47 - 48 1,80 0,60 34,100 3,10 2,87 0,226
49 48 - 49 1,00 35,100 4,10 2,96 1,142
50 49 - 50 0,60 0,20 35,300 4,10 2,97 1,125
51 50 - 51 0,50 35,800 3,60 3,02 0,583
52 51 - 52 1,80 0,60 36,400 3,60 3,07 0,533
53 52 - 53 0,50 36,900 4,10 3,11 0,990
54 53 - 54 0,60 0,20 37,100 4,10 3,13 0,974
55 54 - 55 0,50 37,600 3,60 3,17 0,431
56 55 - 56 1,80 0,60 38,200 4,10 3,22 0,881
57 56 - 57 1,00 39,200 5,10 3,30 1,797
58 57 - 58 1,20 0,40 39,600 5,10 3,34 1,763
59 58 - 59 1,00 40,600 4,10 3,42 0,679
60 59 - 60 1,50 0,50 41,100 4,10 3,46 0,637
61 60 - 61 1,80 42,900 5,90 3,62 2,285
62 61 - 62 1,50 0,50 43,400 5,90 3,66 2,243
63 62 - 63 3,60 47,000 9,50 3,96 5,539
64 63 - 64 4,80 1,60 48,600 9,50 4,10 5,404
65 64 - 65 1,00 49,600 8,50 4,18 4,320
66 65 - 66 5,75 1,92 51,517 8,50 4,34 4,159
67 66 - 67 5,75 1,92 53,433 8,50 4,50 3,997
68 67 - 68 1,00 54,433 9,50 4,59 4,913
69 68 - 69 1,20 0,40 54,833 9,50 4,62 4,879
70 69 - 70 4,50 59,333 5,00 5,00 0,000
40,90 18,433 59,333

134
∆H = (Elevasi Mercu - Elevasi ambang hilir) 5,00 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 11,87 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 66)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 66)
d66 = 2,49 < 2,5 m (OK)

Gambar 5.35: Penampang Memanjang Bendung


Tipe MDO

Gambar 5.36 Penampang Memanjang Bendung Panti Rao, Mercu Ogee


dan Kolam Olak USBR Tipe II (telah dilaksanakan)

135
Tabel 5.17: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung Tipe MDS
Kondisi Normal
Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 4,10 0,12 3,977
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 4,10 0,14 3,960
3 2 - 3 1,00 2,70 3,10 0,22 2,878
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 3,10 0,27 2,829
5 4 - 5 1,00 4,30 4,10 0,35 3,747
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 4,10 0,37 3,731
7 6 - 7 1,00 5,50 3,10 0,07 3,026
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 3,10 0,08 3,018
9 8 - 9 1,00 7,10 4,10 0,96 3,141
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 4,10 0,60 3,501
11 10 - 11 1,00 8,30 3,10 0,68 2,419
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 3,10 0,73 2,369
13 12 - 13 1,00 9,90 4,10 0,81 3,287
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 4,10 0,83 3,271
15 14 - 15 1,00 11,10 3,10 0,91 2,189
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 3,10 0,96 2,139
17 16 - 17 1,00 12,700 4,10 1,04 3,057
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 4,10 1,06 3,041
19 18 - 19 1,00 13,900 3,10 1,14 1,959
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 3,10 1,19 1,910
21 20 - 21 1,00 15,500 4,10 1,27 2,827
22 21 - 22 0,60 0,20 15,700 4,10 1,29 2,811
23 22 - 23 1,00 16,700 3,10 1,37 1,729
24 23 - 24 1,80 0,60 17,300 3,10 1,42 1,680
25 24 - 25 1,00 18,300 4,10 1,50 2,598
26 25 - 26 0,60 0,20 18,500 4,10 1,52 2,581
27 26 - 27 1,00 19,500 3,10 1,60 1,499
28 27 - 28 1,80 0,60 20,100 3,10 1,65 1,450
29 28 - 29 1,00 21,100 4,10 1,73 2,368
30 29 - 30 0,60 0,20 21,300 4,10 1,75 2,351
31 30 - 31 1,00 22,300 3,10 1,83 1,269
32 31 - 32 1,80 0,60 22,900 3,10 1,88 1,220
33 32 - 33 1,00 23,900 4,10 1,96 2,138
34 33 - 34 0,60 0,20 24,100 4,10 1,98 2,121
35 34 - 35 1,00 25,100 3,10 2,06 1,039
36 35 - 36 1,80 0,60 25,700 3,10 2,11 0,990
37 36 - 37 1,00 26,700 4,10 2,19 1,908
38 37 - 38 0,60 0,20 26,900 4,10 2,21 1,891
39 38 - 39 1,00 27,900 3,10 2,29 0,809
40 39 - 40 1,80 0,60 28,500 3,10 2,34 0,760
41 40 - 41 1,00 29,500 4,10 2,42 1,678
42 41 - 42 0,60 0,20 29,700 4,10 2,44 1,662
43 42 - 43 1,00 30,700 3,10 2,52 0,579
44 43 - 44 1,80 0,60 31,300 3,10 2,57 0,530
45 44 - 45 1,00 32,300 4,10 2,65 1,448
46 45 - 46 0,60 0,20 32,500 4,10 2,67 1,432
47 46 - 47 1,00 33,500 3,10 2,75 0,350
48 47 - 48 1,80 0,60 34,100 3,10 2,80 0,300
49 48 - 49 1,00 35,100 4,10 2,88 1,218
50 49 - 50 0,60 0,20 35,300 4,10 2,90 1,202
51 50 - 51 1,00 36,300 3,10 2,98 0,120
52 51 - 52 1,80 0,60 36,900 3,60 3,03 0,570
53 52 - 53 0,50 37,400 4,10 3,07 1,029
54 53 - 54 2,40 0,80 38,200 4,10 3,14 0,964
55 54 - 55 1,00 39,200 5,10 3,22 1,882
56 55 - 56 1,20 0,40 39,600 5,10 3,25 1,849
57 56 - 57 1,00 40,600 4,10 3,33 0,767
58 57 - 58 1,50 0,50 41,100 4,10 3,37 0,726
59 58 - 59 1,80 42,900 5,90 3,52 2,378
60 59 - 60 1,50 0,50 43,400 5,90 3,56 2,337
61 60 - 61 1,80 45,200 7,70 3,71 3,989
62 61 - 62 1,50 0,50 45,700 7,70 3,75 3,948
63 62 - 63 2,80 48,500 10,50 3,98 6,518
64 63 - 64 5,00 1,67 50,167 10,50 4,12 6,381
65 64 - 65 1,00 51,167 9,50 4,20 5,299
66 65 - 66 5,75 1,92 53,083 9,50 4,36 5,142
67 66 - 67 5,75 1,92 55,000 9,50 4,52 4,984
68 67 - 68 1,00 56,000 10,50 4,60 5,902
69 68 - 69 1,20 0,40 56,400 10,50 4,63 5,869
70 69 - 70 4,50 60,900 5,00 5,00 0,000
41,90 19,000 60,900

136
∆H = (Elevasi Mercu - Elevasi ambang hilir) 5,00 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 12,18 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 66)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 66)
d66 = 2,48 < 2,5 m (OK)

Gambar 5.36: Rencana Penampang Memanjang Bendung


Tipe MDS

137
5.6.5.2 . Pada Kondisi Air Banjir

Tabel 5.18: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung Tipe bak


tenggelam Kondisi Banjir

Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 7,05 0,16 6,894
2 1 - 2 0,6 0,20 1,70 7,05 0,18 6,873
3 2 - 3 1,00 2,70 6,05 0,28 5,769
4 3 - 4 1,8 0,60 3,30 6,05 0,34 5,707
5 4 - 5 1,00 4,30 7,05 0,45 6,603
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 7,05 0,47 6,582
7 6 - 7 1,00 5,50 6,05 0,57 5,478
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 6,05 0,63 5,416
9 8 - 9 1,00 7,10 7,05 0,74 6,312
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 7,05 0,76 6,291
11 10 - 11 1,00 8,30 6,05 0,86 5,187
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 6,05 0,93 5,124
13 12 - 13 1,00 9,90 7,05 1,03 6,020
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 7,05 1,05 6,000
15 14 - 15 1,00 11,10 6,05 1,15 4,896
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 6,05 1,22 4,833
17 16 - 17 1,00 12,70 7,05 1,32 5,729
18 17 - 18 1,20 0,40 13,10 7,05 1,36 5,688
19 18 - 19 1,00 14,10 6,05 1,47 4,584
20 19 - 20 1,50 0,50 14,60 6,05 1,52 4,532
21 20 - 21 1,00 15,60 7,05 1,62 5,428
22 21 - 22 1,50 0,50 16,10 7,05 1,67 5,376
23 22 - 23 1,500 17,600 8,55 1,83 6,720
24 23 - 24 1,500 0,500 18,100 8,55 1,88 6,668
25 24 - 25 2,57 20,670 11,12 2,15 8,970
26 25 - 26 2,10 0,700 21,370 11,12 2,22 8,898
27 26 - 27 1,000 22,370 10,12 2,33 7,794
28 27 - 28 1,60 0,533 22,903 10,12 2,38 7,738
29 28 - 29 2,00 0,667 23,570 10,12 2,45 7,669
30 29 - 30 1,000 24,570 11,12 2,56 8,565
31 30 - 31 0,90 0,300 24,870 11,12 2,59 8,534
32 30 - 32 4,170 29,040 6,95 3,02 3,930
21,740 7,300 29,040
29,040
∆H = (Elevasi Mercu - Elevasi Lantai hilir) .= 3,02 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 9,62 >5 (Pasir Sedang)---> KP 02, Tabel 6.5,hal 126 (OK)

Chek Tebal Lantai


dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,00 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 28)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 28)
dx = 1,80 < 2,00 m (OK)

138
Tabel 5.19: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung USBRTipe I
Kondisi Banjir

Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 7,05 0,12 6,934
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 7,05 0,13 6,918
3 2 - 3 1,00 2,70 6,05 0,21 5,841
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 6,05 0,26 5,794
5 4 - 5 1,00 4,30 7,05 0,33 6,717
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 7,05 0,35 6,701
7 6 - 7 1,00 5,50 6,05 0,43 5,624
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 6,05 0,47 5,577
9 8 - 9 1,00 7,10 7,05 0,55 6,500
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 7,05 0,57 6,484
11 10 - 11 1,00 8,30 6,05 0,64 5,407
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 6,05 0,69 5,360
13 12 - 13 1,00 9,90 7,05 0,77 6,283
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 7,05 0,78 6,267
15 14 - 15 1,00 11,10 6,05 0,86 5,190
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 6,05 0,91 5,143
17 16 - 17 1,00 12,700 7,05 0,98 6,066
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 7,05 1,00 6,050
19 18 - 19 1,00 13,900 6,05 1,08 4,973
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 6,55 1,12 5,426
21 20 - 21 0,50 15,000 7,05 1,16 5,887
22 21 - 22 2,40 0,80 15,800 7,05 1,22 5,825
23 22 - 23 1,00 16,800 8,05 1,30 6,748
24 23 - 24 1,20 0,40 17,200 8,05 1,33 6,717
25 24 - 25 1,00 18,200 7,05 1,41 5,639
26 25 - 26 1,50 0,50 18,700 7,05 1,45 5,601
27 26 - 27 1,50 20,200 8,55 1,57 6,984
28 27 - 28 1,50 0,50 20,700 8,55 1,60 6,946
29 28 - 29 1,50 22,200 10,05 1,72 8,329
30 29 - 30 1,50 0,50 22,700 10,05 1,76 8,291
31 30 - 31 1,50 24,200 11,55 1,88 9,674
32 31 - 32 2,00 0,67 24,867 11,55 1,93 9,623
33 32 - 33 1,00 25,867 10,55 2,00 8,545
34 33 - 34 11,25 3,75 29,617 10,55 2,30 8,255
35 34 - 35 11,25 3,75 33,367 10,55 2,59 7,964
36 35 - 36 1,00 34,367 11,55 2,66 8,887
37 36 - 37 1,20 0,40 34,767 11,55 2,69 8,856
38 30 - 38 4,20 38,967 7,35 3,02 4,330
23,70 15,267 38,967
38,967
∆H = (Elevasi muka air banjir hulu - Elevasimuka air banjir hilir) 3,02 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 12,90 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 34)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 34)
d34 = 2,20 < 2,5 m (OK)

139
Tabel 5.20: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung Tipe MDO
Kondisi Banjir
Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 7,05 0,08 6,974
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 7,05 0,09 6,963
3 2 - 3 1,00 2,70 6,05 0,14 5,913
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 6,05 0,17 5,882
5 4 - 5 1,00 4,30 7,05 0,22 6,831
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 7,05 0,23 6,821
7 6 - 7 1,00 5,50 6,05 0,28 5,770
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 6,05 0,31 5,740
9 8 - 9 1,00 7,10 7,05 0,36 6,689
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 7,05 0,37 6,678
11 10 - 11 1,00 8,30 6,05 0,42 5,628
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 6,05 0,45 5,597
13 12 - 13 1,00 9,90 7,05 0,50 6,546
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 7,05 0,51 6,536
15 14 - 15 1,00 11,10 6,05 0,56 5,485
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 6,05 0,60 5,454
17 16 - 17 1,00 12,700 7,05 0,65 6,404
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 7,05 0,66 6,393
19 18 - 19 1,00 13,900 6,05 0,71 5,343
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 6,05 0,74 5,312
21 20 - 21 1,00 15,500 7,05 0,79 6,261
22 21 - 22 0,60 0,20 15,700 7,05 0,80 6,251
23 22 - 23 1,00 16,700 6,05 0,85 5,200
24 23 - 24 1,80 0,60 17,300 6,05 0,88 5,169
25 24 - 25 1,00 18,300 7,05 0,93 6,119
26 25 - 26 0,60 0,20 18,500 7,05 0,94 6,108
27 26 - 27 1,00 19,500 6,05 0,99 5,057
28 27 - 28 1,80 0,60 20,100 6,05 1,02 5,027
29 28 - 29 1,00 21,100 7,05 1,07 5,976
30 29 - 30 0,60 0,20 21,300 7,05 1,08 5,966
31 30 - 31 1,00 22,300 6,05 1,14 4,915
32 31 - 32 1,80 0,60 22,900 6,05 1,17 4,884
33 32 - 33 1,00 23,900 7,05 1,22 5,834
34 33 - 34 0,60 0,20 24,100 7,05 1,23 5,823
35 34 - 35 1,00 25,100 6,05 1,28 4,772
36 35 - 36 1,80 0,60 25,700 6,05 1,31 4,742
37 36 - 37 1,00 26,700 7,05 1,36 5,691
38 37 - 38 0,60 0,20 26,900 7,05 1,37 5,681
39 38 - 39 1,00 27,900 6,05 1,42 4,630
40 39 - 40 1,80 0,60 28,500 6,05 1,45 4,599
41 40 - 41 1,00 29,500 7,05 1,50 5,548
42 41 - 42 0,60 0,20 29,700 7,05 1,51 5,538
43 42 - 43 1,00 30,700 6,05 1,56 4,487
44 43 - 44 1,80 0,60 31,300 6,05 1,59 4,457
45 44 - 45 1,00 32,300 7,05 1,64 5,406
46 45 - 46 0,60 0,20 32,500 7,05 1,65 5,396
47 46 - 47 1,00 33,500 6,05 1,71 4,345
48 47 - 48 1,80 0,60 34,100 6,05 1,74 4,314
49 48 - 49 1,00 35,100 7,05 1,79 5,263
50 49 - 50 0,60 0,20 35,300 7,05 1,80 5,253
51 50 - 51 0,50 35,800 6,55 1,82 4,728
52 51 - 52 1,80 0,60 36,400 6,55 1,85 4,697
53 52 - 53 0,50 36,900 7,05 1,88 5,172
54 53 - 54 0,60 0,20 37,100 7,05 1,89 5,162
55 54 - 55 0,50 37,600 6,55 1,91 4,636
56 55 - 56 1,80 0,60 38,200 7,05 1,94 5,106
57 56 - 57 1,00 39,200 8,05 2,00 6,055
58 57 - 58 1,20 0,40 39,600 8,05 2,02 6,034
59 58 - 59 1,00 40,600 7,05 2,07 4,984
60 59 - 60 1,50 0,50 41,100 7,05 2,09 4,958
61 60 - 61 1,80 42,900 8,85 2,18 6,666
62 61 - 62 1,50 0,50 43,400 8,85 2,21 6,641
63 62 - 63 3,60 47,000 12,45 2,39 10,058
64 63 - 64 4,80 1,60 48,600 12,45 2,47 9,976
65 64 - 65 1,00 49,600 11,45 2,52 8,925
66 65 - 66 5,75 1,92 51,517 11,45 2,62 8,828
67 66 - 67 5,75 1,92 53,433 11,45 2,72 8,730
68 67 - 68 1,00 54,433 12,45 2,77 9,679
69 68 - 69 1,20 0,40 54,833 12,45 2,79 9,659
70 69 - 70 4,50 59,333 7,95 3,02 4,930
40,90 18,433 59,333

140
∆H = (Elevasi muka air banjir hulu - Elevasi elevasi muka air banjir hilir) 3,02 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 19,65 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 66)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 66)
d66 = 1,98 < 2,5 m (OK)

141
Tabel 5.21: Perhitungan Panjang Rembesan Bendung Tipe MDS
Kondisi Banjir
Panjang Rembesan Px = Hx -
Titik Garis Hx (Lx/Lw).∆H
Vertikal Horizontal 1/3 Hor Lx (Lx/Lw).∆H
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 - 1 1,50 1,50 7,05 0,07 6,976
2 1 - 2 0,60 0,20 1,70 7,05 0,08 6,966
3 2 - 3 1,00 2,70 6,05 0,13 5,916
4 3 - 4 1,80 0,60 3,30 6,05 0,16 5,886
5 4 - 5 1,00 4,30 7,05 0,21 6,837
6 5- 6 0,60 0,20 4,50 7,05 0,22 6,827
7 6 - 7 1,00 5,50 6,05 0,04 6,005
8 7 - 8 1,80 0,60 6,10 6,05 0,05 6,001
9 8 - 9 1,00 7,10 7,05 0,58 6,470
10 9 - 10 0,60 0,20 7,30 7,05 0,36 6,688
11 10 - 11 1,00 8,30 6,05 0,41 5,638
12 11 - 12 1,80 0,60 8,90 6,05 0,44 5,609
13 12 - 13 1,00 9,90 7,05 0,49 6,559
14 13 - 14 0,60 0,20 10,10 7,05 0,50 6,549
15 14 - 15 1,00 11,10 6,05 0,55 5,500
16 15 - 16 1,80 0,60 11,70 6,05 0,58 5,470
17 16 - 17 1,00 12,700 7,05 0,63 6,420
18 17 - 18 0,60 0,20 12,900 7,05 0,64 6,410
19 18 - 19 1,00 13,900 6,05 0,69 5,361
20 19 - 20 1,80 0,60 14,500 6,05 0,72 5,331
21 20 - 21 1,00 15,500 7,05 0,77 6,281
22 21 - 22 0,60 0,20 15,700 7,05 0,78 6,271
23 22 - 23 1,00 16,700 6,05 0,83 5,222
24 23 - 24 1,80 0,60 17,300 6,05 0,86 5,192
25 24 - 25 1,00 18,300 7,05 0,91 6,143
26 25 - 26 0,60 0,20 18,500 7,05 0,92 6,133
27 26 - 27 1,00 19,500 6,05 0,97 5,083
28 27 - 28 1,80 0,60 20,100 6,05 1,00 5,053
29 28 - 29 1,00 21,100 7,05 1,05 6,004
30 29 - 30 0,60 0,20 21,300 7,05 1,06 5,994
31 30 - 31 1,00 22,300 6,05 1,11 4,944
32 31 - 32 1,80 0,60 22,900 6,05 1,14 4,914
33 32 - 33 1,00 23,900 7,05 1,19 5,865
34 33 - 34 0,60 0,20 24,100 7,05 1,20 5,855
35 34 - 35 1,00 25,100 6,05 1,24 4,805
36 35 - 36 1,80 0,60 25,700 6,05 1,27 4,776
37 36 - 37 1,00 26,700 7,05 1,32 5,726
38 37 - 38 0,60 0,20 26,900 7,05 1,33 5,716
39 38 - 39 1,00 27,900 6,05 1,38 4,666
40 39 - 40 1,80 0,60 28,500 6,05 1,41 4,637
41 40 - 41 1,00 29,500 7,05 1,46 5,587
42 41 - 42 0,60 0,20 29,700 7,05 1,47 5,577
43 42 - 43 1,00 30,700 6,05 1,52 4,528
44 43 - 44 1,80 0,60 31,300 6,05 1,55 4,498
45 44 - 45 1,00 32,300 7,05 1,60 5,448
46 45 - 46 0,60 0,20 32,500 7,05 1,61 5,438
47 46 - 47 1,00 33,500 6,05 1,66 4,389
48 47 - 48 1,80 0,60 34,100 6,05 1,69 4,359
49 48 - 49 1,00 35,100 7,05 1,74 5,309
50 49 - 50 0,60 0,20 35,300 7,05 1,75 5,299
51 50 - 51 1,00 36,300 6,05 1,80 4,250
52 51 - 52 1,80 0,60 36,900 6,55 1,83 4,720
53 52 - 53 0,50 37,400 7,05 1,85 5,195
54 53 - 54 2,40 0,80 38,200 7,05 1,89 5,156
55 54 - 55 1,00 39,200 8,05 1,94 6,106
56 55 - 56 1,20 0,40 39,600 8,05 1,96 6,086
57 56 - 57 1,00 40,600 7,05 2,01 5,037
58 57 - 58 1,50 0,50 41,100 7,05 2,04 5,012
59 58 - 59 1,80 42,900 8,85 2,13 6,723
60 59 - 60 1,50 0,50 43,400 8,85 2,15 6,698
61 60 - 61 1,80 45,200 10,65 2,24 8,409
62 61 - 62 1,50 0,50 45,700 10,65 2,27 8,384
63 62 - 63 2,80 48,500 13,45 2,41 11,045
64 63 - 64 5,00 1,67 50,167 13,45 2,49 10,962
65 64 - 65 1,00 51,167 12,45 2,54 9,913
66 65 - 66 5,75 1,92 53,083 12,45 2,63 9,818
67 66 - 67 5,75 1,92 55,000 12,45 2,73 9,723
68 67 - 68 1,00 56,000 13,45 2,78 10,673
69 68 - 69 1,20 0,40 56,400 13,45 2,80 10,653
70 69 - 70 4,50 60,900 7,95 3,02 4,930
41,90 19,000 60,900

142
∆H = (Elevasi muka air banjir hulu - Elevasi elevasi muka air banjir hilir) 3,02 m
Px = Hx - Lx / Lw . ∆H
Cl = (∑Lv +1/3 ∑Lh)/∆H --> 20,17 > 6 (Pasir sedang)---> KP 02, Tabel 6.5 (OK)
Halaman 126
Chek Tebal Lantai
dx ≥ S (Px - Wx)/γ pasangan batu
dx = Tebal Lantai =2,75 m
S = Angka keamanan = 1.5
Px = Tekanan Air pada titik X (Titik 66)
Wx= Berat Air pada titik X (Titik 66)
d66 = 1,97 < 2,5 m (OK)

5.6.6 Analisis Stabilitas Bendung Pada Kondisi Air Normal

5.6.6.1 Stabilitas Tubuh Bendung

Bendung yang direncanakan harus kuat dan berfungsi dengan baik


selama umur rencananya. Untuk dapat berfungsi dengan baik, maka
konstruksi bendung khususnya tubuh bendung, harus mampu bertahan
terhadap kemungkinan semua gaya-gaya yang bekerja tanpa mengalami
perubahan, baik posisi, elevasi maupun bentuk. Hal ini terjadi jika kolam
olak sudah rusak berat karena degradasi dasar sungai yang berlebihan di
hilir bendung, diharapkan tubuh bendung masih dapat berfungsi walaupun
lantai olak sudah rusakberat. Kerusakan bendung biasanya akibat gerusan
lokal yang terjadi tepat disebelah hilir kolam olak dan diperparah oleh
degradasi dasar sungai (KP-02., 2013. halaman 59)

143
A . Analisis Stabilitas tubuh bendung pada kondisi air normal
1) Perhitungan gaya akibat berat sendiri

Gambar 5.37 : Perhitungan Gaya-gaya akibat berat sendiri tubuh bendung

Tabel 5.22 : Perhitungan gaya-gaya akibat berat sendiri

No Luas BJ Pasa- Gaya Lengan Momen


Alas Tinggi ngan Batu (Ton) (m) (Ton.m)
G1 x 1,2 x 1 x 2,2 1,32 7,50 9,90
G2 0,5 x 0,3 x 1 x 2,2 0,33 6,8 2,24
G3 0,5 x 1,6 x 2,6 x 2,2 4,58 6,90 31,57
G4 x 1,4 x 2,6 x 2,2 8,01 5,60 44,84
G5 0,5 x 2,6 x 2,6 x 2,2 7,44 4,03 29,97
G6 x 5,8 x 0,5 x 2,2 6,38 5,20 33,18
G7 0,5 x 0,5 x 0,5 x 2,2 0,28 2,03 0,56
G8 x 3,3 x 1,5 x 2,2 10,89 3,45 37,57
G9 0,5 x 1 x 1,5 x 2,2 1,65 1,47 2,43
G10 x 2,8 x 1,5 x 2,2 9,24 2,70 24,95
G11 0,5 x 1,1 x 0,7 x 2,2 0,85 0,43 0,36
G12 x 1,1 x 0,8 x 2,2 1,94 0,25 0,48
G13 x 2,1 x 1,57 x 2,2 7,25 0,90 6,53
G14 x 2,1 x 1 x 2,2 4,62 1,05 4,85
G15 0,5 x 0,3 x 1 x 2,2 0,33 0,1 0,03
65,09 229,47

144
2) Perhitungan gaya akibat gempa

 Perhitungan Koefisien Gempa

Untuk mengetahui koefisien gempa digunakan persamaan sebagai berikut:


ad = n (ac x Z)m
E = ad/g
dimana :
ad = percepatan gempa rencana (cm/dt2)
n , m = koefisien untuk jenis tanah (tabel 1)
ac = percepatan kejut dasar (cm/dt2), harga per periode ulang lihat tabel 2
E = koefisien gempa
Z = faktor yang tergantung dari letak geografis.
g = gravitasi (9,81 m/dt2)
(Sumber KP.06 halaman 33).

Tabel 5.23: Harga koefisien gempa n dan m

No Jenis n m
1 Batuan 2,76 0,71
2 Diluvium 0,87 1,05
3 Alluvium 1,56 0,89
4 Alluvium lunak 0,29 1,32
 yang termasuk dalam lapisan diluvial adalah lapisan pasir padat,
kerikil bongkahan, lempung keras
 yang termasuk lapisan aluvial adalah lapisan endapan baru seperti
endapan sungai, longsoran
Tabel 5.24: Harga koefisien gempa ac

No Periode Ulang (Tahun) ac (gal = cm.dt2)


1 20 85
2 100 160
3 500 225
4 1000 275

Contoh: Hitung koefisien gempa pada lokasi rencana Bendung di


Kabupaten Padang Pariaman
Data-data:

145
n = 2,76 (dari tabel 1, dengan jenis tanah berbatu)
m = 0,71 (dari tabel 1, dengan jenis tanah berbatu )
ac = 85 cm/dt2 (dari tabel 2, periode ulang 20 tahun)
Z = 2,11 (gambar 1, zona Kabupaten Pesisir Selatan Prov. Sumatera Barat)
g = percepatan gravitasi (981 cm/dt2)
maka,
ad = n (ac x Z)m

ad = 2,76 ( 85 x 2,11) 0,71


ad = 109,90
E = ad/g
109,90
E= = 0,112
981

Gambar 5.38: Perhitungan Gaya-gaya akibat gempa pada tubuh bendung

146
Tabel 5.25: Perhitungan gaya-gaya akibat gempa

No Luas BJ Pasa- B.Sendiri Koef Gaya Lengan Momen


Alas Tinggi ngan Batu (Ton) Gempa (Ton) (m) (Ton.m)
Ed1 x 1,2 x 1 x 2,2 1,32 0,112 0,148 7,50 1,11
Ed2 0,5 x 0,3 x 1 x 2,2 0,66 0,112 0,074 6,8 0,50
Ed3 0,5 x 1,6 x 2,6 x 2,2 4,58 0,112 0,513 6,90 3,54
Ed4 x 1,4 x 2,6 x 2,2 8,01 0,112 0,897 5,60 5,02
Ed5 0,5 x 2,6 x 2,6 x 2,2 7,44 0,112 0,833 4,03 3,36
Ed6 x 5,8 x 0,5 x 2,2 6,38 0,112 0,715 5,20 3,72
Ed7 0,5 x 0,5 x 0,5 x 2,2 0,28 0,112 0,031 2,03 0,06
Ed8 x 3,3 x 1,5 x 2,2 10,89 0,112 1,220 3,45 4,21
Ed9 0,5 x 1 x 1,5 x 2,2 1,65 0,112 0,185 1,47 0,27
Ed10 x 2,8 x 1,5 x 2,2 9,24 0,112 1,035 2,70 2,79
Ed11 0,5 x 1,1 x 0,7 x 2,2 1,69 0,112 0,190 0,43 0,08
Ed12 x 1,1 x 0,8 x 2,2 0,97 0,112 0,108 0,25 0,03
Ed13 x 2,1 x 1,57 x 2,2 7,25 0,112 0,812 0,90 0,73
Ed14 x 2,1 x 1 x 2,2 4,62 0,112 0,517 1,05 0,54
Ed15 0,5 x 0,3 x 1 x 2,2 0,33 0,112 0,037 0,1 0,00
Jumlah 7,31 25,97

3) Perhitungan akibat Tekanan Hidrostatis pada kondisi Normal

Gambar 5.39: Perhitungan Gaya-gaya akibat tekanan hidrostatis

147
Tabel 5.26 : Perhitungan gaya-gaya akibat tekanan hidrostatis

No Alas Tinggi BJ Air Gaya (Ton) Lengan (m) Momen (T.m)


(Ton/m³) H V Y X Tahan Guling
Hh1 0,5 x 2,6 x 2,6 1,0 3,38 - 6,44 - - 21,767
Hv1 0,5 x 1,8 x 2,6 1,0 2,34 7,5 17,550
Jumlah 3,38 2,34 - - 17,550 21,767

4) Perhitungan akibat Sedimen/Lumpur

Gambar 5.40 : Perhitungan Gaya-gaya akibat tekanan lumpur

Tabel ⁰ 5.27 : Perhitungan gaya-gaya akibat tekanan lumpur


Data:
Ø Tanah = 30
γs = 2,65 ton/m³
Rumus= 1/2 ( γs-1). H². Ka
Ka = tan² (45-Ø/2)= 0,333
No Alas Tinggi BJ tanah Ka Gaya (Ton) Lengan (m) Momen (T.m)
(Ton/m³) H V Y X Tahan Guling
Sh1 0,5 x 2,6 x 2,6 1,65 0,333 1,857 6,44 11,960
Sv1 0,5 x 1,8 x 2,6 1,65 3,861 7,50 28,958
Jumlah 1,857 3,861 - - 28,958 11,960

148
5) Perhitungan akibat Uplift pada kondisi normal

Gambar 5.41 : Perhitungan Gaya-gaya akibat tekanan uplift

Tabel 5.28 : Perhitungan gaya-gaya akibat tekanan uplift pada


kondisi normal

149
6) Kontrol terhadap guling, geser dan daya dukung tanah
Tabel 5.29 : Rekapitulasi Gaya-gaya pada kondisi normal
No Faktor Gaya Gaya (Ton) Momen (Ton.m)
Horizontal Vertikal Guling Tahan
1 Berat Sendiri 65,09 229,47
2 Gaya Gempa 7,31 25,97
3 Gaya Hidrostatis 3,38 2,34 21,767 17,55
4 Tekanan Lumpur 1,857 3,861 11,96 28,958
5 Gaya Uplift 8,839 25,401 7,182
-15,581 50,29 0,141
Jumlah 21,39 55,71 135,388 283,301

a. Kontrol Terhadap Guling


Σ Momen Tahan
SF =
∑ MomenGuling
283,301
SF = = 2,09 > 1,50 (OK)
135,388

b. Kontrol Terhadap Geser


SF = f . ¿ ¿
0,6 x 55,71
SF = = 1,56 > 1,50 (OK)
21,39

c. Kontrol Terhadap Daya Dukung Tanah

Tegangan izin tanah pada lokasi bendung (σ ) = 32,10 ton/m2

Lebar dasar bendung B = L = 8,10 m

150
L ∑ MT −∑ MG
e= -
2 ∑V
8,1 283,301−135,388 B
e= – = 1,39 m > = 1,35 m
2 55,71 6

V 6. e 55,71 6.1,39
σ₁ = x (1 + )= x (1 + ) = 13,98 < 32,10 ton/m2
B B 8,1 8,1

V 6. e 55,71 6.1,39
σ₂ = x (1 + )= x (1 - ) = -0,23 < 32,10 ton/m2
B B 8,1 8,1

B. Analisis Stabilitas pada kondisi banjir


1) Perhitungan tekanan hidrostatis

Gambar 5.42: Perhitungan Gaya-gaya akibat tekanan hidrostatis

Tabel 5.30 : Perhitungan gaya-gaya akibat tekanan hidrostatis

No Alas Tinggi BJ Air Gaya (Ton) Lengan (m) Momen (T.m)


(Ton/m³) H V Y X Tahan Guling
WH1 0,5 x 2,60 x 2,60 1,0 3,380 6,44 - - 21,767
WH2 2,95 x 2,60 1,0 7,670 6,87 - - 52,693
WH3 0,5 x 8,10 x 8,10 1,0 -32,805 -2,7 - 88,574
WV1 0,5 x 1,800 x 2,60 1,0 2,34 7,5 17,55
WV2 x 3,20 x 1,60 1,0 5,12 6,5 33,28
WV3 0,5 x 3,20 x 1,35 1,0 2,16 7,03 15,18
WV4 0,5 x 5,20 x 4,70 1,0 12,22 1,47 17,96
-21,755 21,840 - - 172,552 74,460

151
2) Perhitungan Uplift (Gaya angkat)

Gambar 5.43: Perhitungan Gaya-gaya akibat uplift

Tabel 5.31 : Perhitungan gaya-gaya akibat uplift

152
No Luas xTekanan BJ Air Gaya (Ton) Lengan (m) Momen (T.m)
Alas Tinggi (Ton/m³) H V Y X Guling Tahan
A Gaya Horizontal
U1 x 4,826 x 1,000 x 1,0 4,826 - 4,570 - 22,055 -
U1a 0,5 x 0,896 x 1,000 x 1,0 0,448 4,403
U2 x 4,523 x 1,000 x 1,0 4,523 - 4,570 - 20,670 -
U2a 0,5 x 0,895 x 1,000 x 1,0 0,448 - 4,403 - 1,970 -
U3 x 5,366 x 1,500 x 1,0 8,049 - 3,320 - 26,723 -
U3a 0,5 x 1,343 x 1,500 x 1,0 1,007 - 3,070 - 3,092 -
U4 x -4,575 x 1,500 x 1,0 -6,863 - -4,570 - 31,362
U4a 0,5 x -1,105 x 1,500 x 1,0 -0,829 - -4,403 - 3,649
U5 x 6,657 x 2,570 x 1,0 17,108 - 1,285 - 21,984
U5a 0,5 x 1,941 x 1,500 x 1,0 1,456 - 0,870 - 1,267
U13 x -7,780 x 1,000 x 1,0 -7,780 -0,500 3,890
U13a 0,5 x -1,105 x 1,000 x 1,0 -0,553 - -0,330 - 0,182
U14 0,5 x -7,780 x 2,300 x 1,0 -8,947 - -2,770 - 24,783
Jumlah Gaya Horizontal 12,894 97,761 63,866
Jumlah Gaya Efektif 70% 9,026 68,433 44,706

B Gaya Vertikal
U6 x 1,20 x 5,701 x 1,0 - 6,841 - 7,50 51,309
U7 x 0,30 x 4,575 x 1,0 1,373 6,75 9,264
U7a 0,5 x 0,30 x 1,105 x 1,0 - 0,166 - 6,80 1,127
U8 x 1,50 x 4,549 x 1,0 6,824 5,85 39,9175
U9 x 1,50 x 5,392 x 1,0 - 8,088 - 4,35 35,183
U10 x 1,50 x 6,683 x 1,0 10,025 2,85 28,570
U11 x 2,10 x 8,922 x 1,0 - 18,736 - 1,05 19,673
U12 x -0,30 x 7,78 x 1,0 - -2,334 - -0,15 0,350
U12a 0,5 x -0,30 x 1,105 x 1,0 -0,166 -0,10 0,017
Jumlah Gaya Vertikal 49,55 185,044 0,367
Jumlah Gaya Efektif 70% 34,686 129,531 0,257

3) Kontrol terhadap guling, geser dan daya dukung tanah


Tabel 5.32 : Rekapitulasi Gaya-gaya pada kondisi banjir
No Faktor Gaya Gaya (Ton) Momen (Ton.m)
Horizontal Vertikal Guling Tahan
1 Berat Sendiri 65,09 229,47
2 Gaya Gempa 7,31 25,97
3 Gaya Hidrostatis -1,241 21,84 74,46 143,833
4 Tekanan Lumpur 1,857 3,861 11,96 28,958
5 Gaya Uplift 7,08 68,712 44,502
-36,675 129,457 0,257
Jumlah 15,01 54,12 310,559 447,02

a. Kontrol Terhadap Guling

Σ Momen Tahan
SF =
∑ MomenGuling
447,02
SF = = 1,44 > 1,25 (OK)
310,559

b. Kontrol Terhadap Geser


SF = f . ¿ ¿

153
0,6 x 54,12
SF = = 2,16 > 1,50 (OK)
15,01

c. Kontrol Terhadap Daya Dukung Tanah


Tegangan izin tanah pada lokasi bendung (σ ) = 32,10 ton/m2
Lebar dasar bendung B = L = 8,10 m
L ∑ MT −∑ MG
e= -
2 ∑V
8,1 447,02−310,559 B
e= – = 1,53 m > = 1,35 m
2 54,12 6

V 6. e 54,12 6.1,53
σ₁ = x (1 + )= x (1 + ) = 14,24 < 32,10 ton/m2
B B 8,1 8,1

V 6. e 54,12 6.1,53
σ₂ = x (1 + )= x (1 - ) = -0,89 < 32,10 ton/m2
B B 8,1 8,1

2V
Untuk e > B/6, maka rumus: σ = ( Hardiyatmo. H.C., 2010.
3(B−2 e)
Analisis dan perancangan pondasi jilid 1 halaman 498.)
2∗54,12
σ= = 3,56 < 32,10 ton/m2 (Ok), diagram tekanan berupa
3(13,2−2∗1,53)
segitiga

5.6.6.2 Stabilitas Bendung (Tubuh bendung dan kolam olak)

Bendung yang direncanakan harus dicek juga kestabilannya untuk


seluruh konstruksi bendung , mulai dari tubuh bendung hingga kolam olak,
hal ini diperlukan untuk mengetahui konstruksi bendung ini stabil atau
tidak.

A . Pada Kondisi air normal


1) Perhitungan akibat berat sendiri

154
Gambar 5.44: Perhitungan Gaya-gaya akibat berat sendiri
Tabel 5.33: Perhitungan gaya-gaya akibat berat sendiri

155
No Luas BJ Pasa- Gaya Lengan Momen
Alas Tinggi ngan Batu (Ton) (m) (Ton.m)
G1 x 1,2 x 1,0 x 2,2 1,32 12,60 16,63
G2 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 11,9 3,93
G3 0,5 x 1,6 x 2,6 x 2,2 4,58 12,00 54,91
G4 x 1,4 x 2,6 x 2,2 8,01 10,70 85,69
G5 0,5 x 2,6 x 2,6 x 2,2 7,44 9,13 67,89
G6 x 5,8 x 0,5 x 2,2 6,38 10,30 65,71
G7 0,5 x 0,5 x 0,5 x 2,2 0,28 7,23 1,99
G8 x 3,3 x 1,5 x 2,2 10,89 8,55 93,11
G9 0,5 x 1 x 1,5 x 2,2 1,65 6,57 10,84
G10 x 2,8 x 1,5 x 2,2 9,24 7,30 67,45
G11 0,5 x 1,1 x 0,7 x 2,2 0,85 5,53 4,68
G12 x 1,1 x 0,8 x 2,2 1,94 5,35 10,36
G13 x 2,1 x 1,57 x 2,2 7,25 6,00 43,52
G14 x 2,1 x 1,0 x 2,2 4,62 6,15 28,41
G15 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 5,00 1,65
G16 x 4,8 x 2,0 x 2,2 21,12 2,40 50,69
G17 0,5 x 1,8 x 1,17 x 2,2 2,32 1,00 2,32
G18 x 0,4 x 1,17 x 2,2 1,03 0,20 0,21
G19 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 1,0 0,33
G20 x 0,9 x 1,0 x 2,2 1,98 0,45 0,89
91,87 611,21

2) Perhitungan akibat gempa

Gambar 5.45: Perhitungan Gaya-gaya akibat gempa

Tabel 5.34: Perhitungan gaya-gaya akibat gempa

156
No Luas BJ Pasa- B.Sendiri Koef Gaya Lengan Momen
Alas Tinggi ngan Batu (Ton) Gempa (Ton) (m) (Ton.m)
Ed1 x 1,2 x 1,0 x 2,2 1,32 0,112 0,148 12,60 1,86
Ed2 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 0,112 0,037 11,90 0,44
Ed3 0,5 x 1,6 x 2,6 x 2,2 4,58 0,112 0,513 12,00 6,15
Ed4 x 1,4 x 2,6 x 2,2 8,01 0,112 0,897 10,70 9,60
Ed5 0,5 x 2,6 x 2,6 x 2,2 7,44 0,112 0,833 9,13 7,60
Ed6 x 5,8 x 0,5 x 2,2 6,38 0,112 0,715 10,30 7,36
Ed7 0,5 x 0,5 x 0,5 x 2,2 0,28 0,112 0,031 7,23 0,22
Ed8 x 3,3 x 1,5 x 2,2 10,89 0,112 1,220 8,55 10,43
Ed9 0,5 x 1 x 1,5 x 2,2 1,65 0,112 0,185 6,57 1,21
Ed10 x 2,8 x 1,5 x 2,2 9,24 0,112 1,035 7,30 7,55
Ed11 0,5 x 1,1 x 0,7 x 2,2 0,85 0,112 0,095 5,53 0,52
Ed12 x 1,1 x 0,8 x 2,2 1,94 0,112 0,217 5,35 1,16
Ed13 x 2,1 x 1,57 x 2,2 7,25 0,112 0,812 6,00 4,87
Ed14 x 2,1 x 1,0 x 2,2 4,62 0,112 0,517 6,15 3,18
Ed15 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 0,112 0,037 5,00 0,18
Ed16 x 4,8 x 2,0 x 2,2 21,12 0,112 2,365 2,40 5,68
Ed17 0,5 x 1,8 x 1,17 x 2,2 2,32 0,112 0,259 1,00 0,26
Ed18 x 0,4 x 1,17 x 2,2 1,03 0,112 0,115 0,20 0,02
Ed19 0,5 x 0,3 x 1,0 x 2,2 0,33 0,112 0,037 1,00 0,04
Ed20 x 0,9 x 1,0 x 2,2 1,98 0,112 0,222 0,45 0,10
Jumlah 91,87 10,29 68,46

3) Perhitungan akibat Tekanan Hidrostatis pada kondisi Normal

Gambar 5.46: Perhitungan Gaya-gaya akibat tekanan hidrostatis

Tabel 5.35 : Perhitungan gaya-gaya akibat tekanan hidrostatis

157
No Alas Tinggi BJ Air Gaya (Ton) Lengan (m) Momen (T.m)
(Ton/m³) H V Y X Tahan Guling
Hh1 0,5 x 2,6 x 2,6 1,0 3,38 - 6,44 - - 21,767
Hv1 0,5 x 1,8 x 2,6 1,0 2,34 7,5 17,550
Jumlah 3,38 2,34 - - 17,550 21,767

4) Perhitungan akibat Sedimen/Lumpur

Gambar 5.47: Perhitungan Gaya-gaya akibat lumpur

Tabel 5.36: Perhitungan gaya-gaya akibat lumpur


Data:
Ø Tanah = 30
γs = 2,65 ton/m³
Rumus= 1/2 ( γs-1). H². Ka
Ka = tan² (45-Ø/2)= 0,333
No Alas Tinggi BJ tanah Ka Gaya (Ton) Lengan (m) Momen (T.m)
(Ton/m³) H V Y X Tahan Guling
Sh1 0,5 x 2,6 x 2,6 1,65 0,333 1,857 6,44 11,960
Sv1 0,5 x 1,8 x 2,6 1,65 3,861 7,50 28,958
Jumlah 1,857 3,861 - - 28,958 11,960

5) Perhitungan akibat Uplift pada kondisi normal

158
Gambar 5.48: Perhitungan Gaya-gaya akibat uplift

Tabel 5.37: Perhitungan gaya-gaya akibat uplift

159
6) Kontrol terhadap guling, geser dan daya dukung tanah
Tabel 5.38: Rekapitulasi Gaya-gaya pada kondisi normal
No Faktor Gaya Gaya (Ton) Momen (Ton.m)
Horizontal Vertikal Guling Tahan
1 Berat Sendiri 91,87 611,21
2 Gaya Gempa 10,29 68,46
3 Gaya Hidrostatis 3,38 2,34 21,767 17,55
4 Tekanan Lumpur 1,857 3,861 11,96 28,958
5 Gaya Uplift 3,665 28,495 19,374
-31,549 172,182 0
Jumlah 19,19 66,52 302,864 677,092

a. Kontrol Terhadap Guling


Σ Momen Tahan
SF =
∑ MomenGuling
677,092
SF = = 2,24 > 1,50 (OK)
302,864

b. Kontrol Terhadap Geser


SF = f . ¿ ¿
0,6 x 66,52
SF = = 2,08 > 1,50 (OK)
19,19

c. Kontrol Terhadap Daya Dukung Tanah

Tegangan izin tanah pada lokasi bendung (σ ) = 32,10 ton/m2

Lebar dasar bendung B = L = 13,2 m

160
L ∑ MT −∑ MG
e= -
2 ∑V
13,2 677,092−302,864 B
e= – = 0,97 m < = 2,2 m
2 66,52 6

V 6. e 66,52 6.0,97
σ₁ = x (1 + )= x (1 + ) = 7,27 < 32,10 ton/m2
B B 13,2 13,2

V 6. e 66,52 6.0,97
σ₂ = x (1 + )= x (1 - ) = 2,81 < 32,10 ton/m2
B B 13,2 13,2

B. Pada kondisi banjir


1) Tekanan hidrostatis

Gambar 5.49: Perhitungan Gaya-gaya akibat tekanan hidrostatis

Tabel 5.39: Perhitungan gaya-gaya akibat tekanan hidrostatis

161
No Alas Tinggi BJ Air Gaya (Ton) Lengan (m) Momen (T.m)
(Ton/m³) H V Y X Tahan Guling
WH1 0,5 x 2,60 x 2,60 1,0 3,380 6,44 - - 21,767
WH2 2,95 x 2,60 1,0 7,670 6,87 - - 52,693
WH3 0,5 x 5,23 x 4,70 1,0 -12,291 -4,87 - 59,855
WV1 0,5 x 1,800 x 2,60 1,0 2,34 7,5 17,55
WV2 x 3,20 x 1,60 1,0 5,12 6,5 33,28
WV3 0,5 x 3,20 x 1,35 1,0 2,16 7,03 15,18
WV4 0,5 x 5,20 x 4,70 1,0 12,22 1,47 17,96
-1,241 21,840 - - 143,833 74,460

2) Akibat gaya uplift kondisi banjir

Gambar 5.50: Perhitungan Gaya-gaya akibat Uplift kondisi Banjir

Tabel 5.40 : Perhitungan gaya-gaya akibat Uplift Banjir

162
3) Kontrol terhadap guling, geser dan daya dukung tanah
Tabel 5.41: Rekapitulasi Gaya-gaya pada kondisi banjir
No Faktor Gaya Gaya (Ton) Momen (Ton.m)
Horizontal Vertikal Guling Tahan
1 Berat Sendiri 91,87 611,21
2 Gaya Gempa 10,29 68,46
3 Gaya Hidrostatis 3,328 17,677 74,46 214,355
4 Tekanan Lumpur 1,857 3,861 11,96 28,958
5 Gaya Uplift 1,479 72,25 56,276
-38,246 324,545
Jumlah 16,95 75,16 551,675 910,80

a. Kontrol Terhadap Guling

Σ Momen Tahan
SF =
∑ MomenGuling

163
910,80
SF = = 1,65 > 1,50 (OK)
551,675

b. Kontrol Terhadap Geser

SF = f . ¿ ¿
0,6 x 75,16
SF = = 2,66 > 1,50 (OK)
16,95

c. Kontrol Terhadap Daya Dukung Tanah

Tegangan izin tanah pada lokasi bendung (σ ) = 32,10 ton/m2

Lebar dasar bendung B = L = 13,2 m

L ∑ MT −∑ MG
e= -
2 ∑V
13,2 910,80−551,675 B
e= – = 1,82 m < = 2,2 m
2 75,16 6

V 6. e 75,16 6.1,82
σ₁ = x (1 + )= x (1 + ) = 10,41< 32,10 ton/m2
B B 13,2 13,2

V 6. e 75,16 6.1,82
σ₂ = x (1 + )= x (1 - ) = 0,98 < 32,10 ton/m2
B B 13,2 13,2

7 Lindungan dari pasangan Batu Kosong

Pasangan Batu kosong (Rip-rap) dipakai sebagai selimut lindung


bagi tanah asli (tanah dasar) tepat di hilir bendung. Batu yang dipakai untuk
pasangan batu kosong harus keras, padat dan awet, serta mempunyai berat
jenis 2,4. Panjang lindungan batu kosong sebaiknya diambil 4 kali
kedalaman lubang gerusan , dihitung dengan rumus empiris. Rumus ini
adalah rumus empiris Lacey untuk menghitung kedalaman lubang gerusan.
Q
R = 0,47 ( )1/3
f
dimana :

164
R = kedalaman gerusan dibawaah muka air banjir (m)
Q = debit (m3/dt)
f = faktor lumpur Lacey  f = 1,76.Dm0,5
Dm = diameter rata-rata bahan dasar
Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, R dikalikan 1,5
lagi (data empiris). Tebal lapisan batu kosong diambil 2 sampai 3 kali D40,
dicari dari kecepatan rata-rata aliran dengan batuan grafik gambar 5.29:

Gambar 5.51: Grafik untuk perencanaan ukuran pasangan batu kosong

Gambar 37 dapat dipakai untuk menentukan d40 dari campuran pasangan


batu kosong dengan menggunakan data kecepatan rata-rata selama terjadi
debit rencana di atas ambangn bangunan. d40 artinya campuran terdiri dari
60% batu sama diameter atau lebih besar. Ukuran batu hendaknya hampir
sama kesegala arah.
Disamping rumus tersebut diatas Angremond.K.d (1990) dalam
bukunya Breakwater Design pada tema Stability of stone attacked by
current memberikan rumus : Uc = 0,22 Ck.√ ∆ . d 50
Dimana :
Uc = kecepatan kritis, kecepatan arus rata-rata yang membuat butiran tanah
dasar horizontal mulai bergerak (m/dt)

165
γbatu−γair
∆=
γair
d50 = diameter rata-rata butiran
Ck = koefisien kekasaran dasar
Koefisien kekasaran Ck dipakai nilai 1/n dalam rumus manning atau k
dalam rumus Strickler. Dalam buku Gandakoesoema (1970) nilai 1/n atau k
untuk tanah yang tidak rata = 29 dan tanah yang sama sekali tidak rata
(banyak batu-batu dan sebagainya) = 25.
Contoh hitungan:
Uc = 5,09 m/dt
Ck= 29
∆ = 1,4
Maka,
Uc = 0,22 Ck.√ ∆ . d 50
5,09 = 0,22. 29.1,40,5. d500,5
5,09
d500,5 = = 0,67 m
0,22.29.1,183
d50 = 0,449 ≅ 0,50 m
jadi diameter butiran yang dipakai = 0,50 m.
Tebal dan panjang Lapis Lindung
Q = 923 m3/dt
Ukuran butiran dasar sungai rata-rata (dm)= 0,35 mm
Q
R = 0,47 ( )1/3
f
f = 1,76.Dm0,5 = 1,76 (0,35)0,5 = 1,04
923 1/3
R = 0,47 ( ) = 4,516 m
1,04
Tinggi muka air = 2,523 m
Dalam gerusan = 4,516 – 2,513 = 1,99 m ≈ 2,0 m
Jadi tebal lapis lindung diambil 2,0 m, dan panjang lapis lindung diambil =
2 x 4 = 8,0 m

166
Daftar Pustaka

Anggarahini, 2005. Hidrolika Saluran Terbuka, Penerbit Srikandi Surabaya

Ansori. M.B. dkk., 2018. Irigasi dan bangunan Air, Modul Kuliah Fakultas
Teknik Sipil , lingkungan dan Kebumian Institut Teknologi Sepuluh
November

Asdak C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Penerbit
Gajah Mada University Perss. Yogyakarta

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Pengairan Direktorat


Irigasi I., 1986. Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi Bagian Penunjang
Untuk Standar Perencanaan Irigasi

Hadisusanto. N., 2011. Aplikasi Hidrologi. Jogja Mediautama Cetakan I


Malang

Kamiana I M., 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air,


Penerbit Graha Ilmu Yogyakarta

Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air


Direktorat Irigasi Dan Rawa 2013. Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP-02

Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air


Direktorat Irigasi Dan Rawa 2013. Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan KP-04

167
Siswoko., 2010. Usaha mengatasi masalah banjir secara menyeluruh.
Penerbit Badan Penerbit Pekerjaan Umum Jakarta

Soemarto C.D., 1987. Hidrologi Teknik. Penerbit Usaha Nasional Surabaya

Soenarno., 1980. Perencanaan Bendung Tetap

Soewarno., 1995. Hidrologi, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data,


Penerbit Nova Bandung

Sosrodarsono.S & Takeda.K., 2002. Hidrologi untuk Pengairan. Penerbit


PT Pradnya Paramita Jakarta

Subarkah Imam., 1980. Hidrologi untuk Perencanaan bangunan Air.


Penerbit Ide Dharma Bandung

Suripin., 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan Penerbit


Andi Yogyakarta

Triatmodjo B., 2009. Hidrologi Terapan. Penerbit Beta Offset

168

Anda mungkin juga menyukai