Anda di halaman 1dari 11

MENARA Ilmu Vol. VI No.

26, Nop 2011

TINJAUAN ULANG DURABILITAS PADA BETON

Oleh
Armeyn
Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Padang
Email: armeyn_syam.yahoo.com

Abstrak

Untuk meningkatkan kwalitas pada umumnya para desainer struktur sangat tertarik
sekali dengan karakteristik kekuatan material beton. Masalah yang timbul ini
kemudian dikenal sebagai durabilitas (ketahanan) struktur beton. Adapun beberapa
hal yang turut mempengaruhi durabilitas antara lain: tipe semen, ratio air terhadap
semen, waktu perawatan (curing) dalam air, material tambahan (material admixture),
kelembaban, distribusi ukuran pori serta permebilitas beton tersebut. Oleh karena itu,
tujuan dari penelitian ini adalah meninjau pengaruh faktor–faktor di atas terhadap
kekuatan beton yang direpresentasikan dengan nilai permeabilitas beton tersebut.
Besarnya permeabilitas terjadi dalam material beton dapat dilakukan dengan
menggunakan permeabilitas udara (gas) karena lebih efektif dan efisien dalam
pelaksanaan dan analisisnya. Sebuah informasi singkat dapat dikatakan adalah
durabilitas beton berhubungan erat dengan mikrostruktur dari material beton yang
diberikan tersebut. Ini berarti bahwa durabilitas beton berarti berhubungan erat
dengan kemampuan transport mikroskopik larutan ataupun gas yang masuk ke dalam
material beton.
Kata – kata kunci: durabilitas beton, permeabilitas, mikrostruktur dan transport
mikroskopik.

Pengantar
Setiap kegagalan struktur beton selalu dihubungkan erat dengan durabilitas beton.
Kebanyakan para peneliti percaya bahwa kegagalan struktur beton tidak lain
disebabkan oleh proses kimia saat hidrasi yang pada akhirnya akan meghasilkan
diskontinu ruang pori dan juga retak mikro (microcrack) dalam material beton tersebut.
Di bawah kondisi lingkungan yang ekstrem, material beton akan mengalami kegagalan
dengan memulai adanya proses fisik dan kimiawi yang pada akhirnya akan muncul
retak (crack) dalam material beton. Retak dalam beton ini akan mengakibatkan
bertambahnya permeabilitas dan jejak alir (flow paths). Dengan semakin membesarnya
permeabilitas beton akibat retak tersebut, berarti akan semakin besar kemungkinan
penetrasi ion-ion air ataupun serangan ion-ion kimia agresif masuk ke dalam material
beton tesebut, akhirnya akan terjadi kehancuran pada beton. Oleh karena itu, penting
sekali untuk mengetahui hubungan timbal-balik antara durabilitas, retak dan juga
permeabilitas beton. Masalah yang timbul dalam durabilitas beton ini biasanya akan
melibatkan mikrostruktur material beton itu sendiri sebagai representasi pergerakan
ion-ion agresif dari lingkungan di sekitarnya menembus selimut beton hingga menuju
ke tulangan utamanya.
Kerusakan – kerusakan yang terjadi pada beton biasanya melibatkan perpindahan
larutan–larutan kimia aggressive ataupun gas di sekitar beton sampai masuk ke
permukaan beton. Akibat adanya evaporasi dan juga ketidaksempurnaan proses
hidrasi, di dekat permukaan beton akan memiliki porositas yang lebih tinggi dan sistem

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 1


MENARA Ilmu Vol. VI No.26, Nop 2011

pori yang lebih kasar ketimbang bagian inti (core). Oleh karena itu, efek pada proses
kerusakan yang terjadi adalah hal yang utama. Konsentrasi ion yang tinggi, derajat
karbonisasi yang tinggi, serta pengaruh thermal yang kuat disertai dengan amplitudo
efek frost dan kelembaban saat terjadinya kerusakkan premature pada beton dekat
permukaannya. Permeasi dan juga perilaku transport pada beton memberikan bukti
yang signifikan untuk permasalah durabilitas beton.
Sedangkan dalam waktu yang sama, sudah banyak penelitian-penelitian yang besar
ataupun rekomendasi-rekomendasi yang telah dilakukan sehubungan dengan masalah
durabilitas beton. Diantaranya adalah Seawater Attack on Concrete and Precautionary
Measures (RILEM 32-RCA, 1985), State-of-the Art Report Parking Structures (ACI
362, 1985) dan Guide to Durable Concrete (ACI 201, 1977).
Masalah durabilitas beton tidak hanya bertumpu pada material beton itu sendiri dan
faktor manusianya tetapi juga dibutuhkan perhitungan/pengukuran dari kualitas beton.
Salah satu cara yang paling penting dalam menentukan durabilitas beton adalah dengan
mengukur permeabilitas. Meskipun uji permeabilitas ini sudah ada sejak abad ke 19,
tetapi masih terjadi adanya kurangnya standard prosedur pengujian yang semestinya.
Banyak peralatan-peralatan pengujian yang dikembangkan sedemikian jauh sehingga
hal ini menimbulkan perbedaan dalam penyediaan sampel, prosedur operasi dan juga
batasan-batasan. Keberadaan uji permeabilitas yang cukup banyak dilakukan para ahli
dengan berbagai macam metode pengujian mengindikasikan adanya masalah yang
cukup serius dalam penentuan nilai permeabilitasnya, yang berkaitan erat dengan
masalah durablitas beton.

Permeabilitas
Dalam konstruksi beton, bahwa air mempunyai peranan yang cukup penting karena
merupakan komponen salah satu bahan untuk reaksi hidrasi semen dan juga sebagai
bahan pengencer (platicizer) dalam campuran beton, dengan demikian keberadaan air
adalah hal yang utama. Secara bertahap, tergantung dari kondisi material beton itu
sendiri seperti ketebalannya, maka dalam proses evaporasi air dalam beton (seluruh
kapiler air dan juga sebagian air yang terabsorpsi), akan hilang meninggalkan pori-pori
beton. Jika proses evaporasi air dalam beton ini dapat direduksi sedemikian rupa
sehingga evaporasi air yang terjadi sangat kecil atau bahkan tidak ada maka material
beton terhindari terhadap kerusakan akibat air (evaporasi). Bila dikembangkan masalah
ini lebih jauh lagi, maka akan berhubungan dengan konduktivitas hidraulik atau yang
lebih dkenal dengan koefisien permeabilitas.

Permeabilitas Beton
Analisa permeabilitas dengan gas ataupun air pada suatu media sudah banyak
dilakukan penelitiannya. Akibat sangat rendahnya viskositas gas/udara, maka
pemakaian udara akan memakan waktu yang sangat singkat sekali dalam
pengukurannya. Gas–gas seperti oksigen (O2) ataupun nitrogen (N2) telah banyak
digunakan para ahli untuk pengujian permeabilitas pada beton.
Untuk perhitungan permeabilitas dengan menggunakan hukum Darcy dapat
diformulasikan sebagai berikut:

q k f ∆p
v= = (1)
A η h

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 2


MENARA Ilmu Vol. VI No.26, Nop 2011

Dimana v = kecepatan aliran pada media (m/sec), q adalah kecepatan volume aliran
(m3/sec), A = luas sampel (m2), kf = konstanta permeabilitas fluida (m2), η = viskositas
dinamik (Pa.s), ∆p = beda tekanan (Pa) dan h = panjang aliran yang melalui material
beton (m). Persamaan (1) menunjukkan suatu hubungan linear antara kecepatan dan
gradien tekanan dengan konstanta material yaitu kf dan η. Pengujian ini dilaksanakan
dalam kondisi aliran yang steady state.
Untuk konstanta permeabilitas dengan gas kg didapat dengan memperhitungkan
kompresibilitas gas dan juga aplikasi dari persamaan hukum – hukum gas (RILEM,
1999), yaitu:
q pa
kg = 2ηh (2)
( )
A pi − p a2
2

Dimana pi = tekanan gas yang diberikan pada sampel dan pa = tekanan udara luar.
Secara umum tekanan udara dapat diasumsikan sebesar 105 Pa. Dalam percobaan ini
validitas dari persamaan–persamaan gas menggunakan tekanan absolut. Persamaan
berikut dapat juga diartikan sebagai hubungan antara fluida dan konstanta
permeabilitas gas (Klinkenberg, 1941) atau (Claisse et al, 2003),
kg
kf = (3)
b
1+
pm
Dimana kg menyatakan konstanta intrinsik permeabilitas dan pm = rata–rata tekanan
gas dalam sampel beton. Parameter material b sangat dipengaruhi oleh distribusi
ukuran pori dan untuk beton dipilih b = 1.635 . 10-8 . kf-0.5227 (Bamforth, 1987).
Secara teori, partikel-partikel agregat yang mempunyai durabilitas rendah adalah
sangat diharapkan untuk mereduksi permeabilitas beton itu sendiri (khususnya saat
campuran dengan w/c ratio yang tinggi saat umur awal dengan positas yang tinggi)
karena partikel-partikel agregat akan mempengaruhi perilaku aliran fluida yang masuk
ke dalam beton. Dibandingakan dengan beton tanpa agregat seperti mortar, maka
dengan w-c ratio yang sama seharusnya beton tanpa agregat akan mempunyai
koefisien permeabilitas yang lebih rendah ketimbang beton dengan agregat. Sebagai
kenyataannya, dengan ukuran agregat yang lebih besar, tentu akan menghasilkan
koefisien permeabilitas yang lebih besar. Sebagai contohnya, koefisien permeabilitas
untuk beton dengan kekuatan moderat (terdiri agregat ukuran 38 mm, 356 kg/m3 dan
w-c ratio 0.5) dan beton dengan kekuatan rendah untuk dam (terdiri dari agregat
ukuran 75 sampai 150 mm, 148 kg/m3 dan w-c ratio 0.75) adalah berada dalam order
1.10-10 cm/sec dan 30.10-10 cm/sec. Ukuran agregat mempengaruhi karakteristik
bleeding pada beton, yang pada akhirnya mempengaruhi kekuatan beton pada zona
transisi (daerah antara permukaan agregat dan matrik semen). Selama awal periode
hidrasi campuran beton, zona transisi adalah bidang yang sangat lemah dan sangat
mudah terjadi retak akibat adanya perbedaan antara matrik semen dan agregat sebagai
akibat dari susut ataupun dari pembebanan yang bekerja. Retak pada zona transisi tidak
bisa dilihat dengan mata telanjang karena keberadaannya yang sangat kecil sekali.
Kembali lagi tentang pentingnya keberadaan permeabilitas terhadap proses kerusakkan
beton baik secara fisik maupun kimia, yang akan diuraikan di bawah ini, menjelaskan
adanya faktor yang mengontrol permeabilitas pada beton.
Kekuatan beton dan permeabilitasnya adalah sangat berhubungan satu dengan lainnya,
erat kaitannya juga terhadap porositas kapilernya, sebagai faktor pendekatan pertama
dalam mempengaruhi kekuatan beton juga turut mempengaruhi permeabilitasnya.

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 3


MENARA Ilmu Vol. VI No.26, Nop 2011

Selain itu, penetrasi suatu material ke dalam beton justru akan membawa kerugian
pada durabilitas beton tersebut. Sebagai contoh, ketika kalsium hidroksida Ca(OH)2
menyerang agregat pada beton tersebut. Penetrasi ini bergantung pada permeabilitas
beton tersebut.. Permeabilitas juga mempunyai pengaruh yang sangat penting juga
untuk kasus keruntuhan akibat frost. Lebih jauh lagi, khususnya untuk struktur beton
bertulang, masuknya butiran-butiran air dan udara akan menyebabkan kerusakkan
korosi pada tulangan. Ini menyebabkan terjadinya penambahan volume baja tulangan
ataupun retak-retak pada selimut beton.
Permeabilitas material beton juga dapat dihubungkan dengan masalah ikatan air dalam
mikrostruktur beton yang pada akhirnya akan merujuk ke tekanan hidrostatik yang
banyak terjadi pada material beton dam. Dapat dijelaskan pula bahwa pergerakkan
molekul air dalam lapisan-lapisan beton tidak hanya disebabkan oleh gaya hidrolik air
tetapi juga perbedaan kelembaban pada dua sisi beton atau akibat gaya osmotik.
Matrik beton dan agregat pada keduanya terdapat pori-pori. Sebagai tambahan,
material beton secara keseluruhan terdiri dari void-void atau ruang kapiler (ruang
kosong) akibat oleh ketidaksempurnaan pemadatan di laboratorium. Akibatnya, ini
akan mempengaruhi besarnya permeabilitas beton tersebut, dimana semakin besar
volume void/kapilernya maka permeabilitasnya akan semakin bertambah besar pula.
Salah satu usaha yang dilakukan adalah mengurangi dalam jumlah besar volume
kapiler dalam beton tersebut. Ini hanya mungkin dilaksanakan dengan cara mengurangi
w-c ratio, melakukan pemadatan (compaction) ataupun perawatan (curing) dengan
cara yang benar. Selain itu, ukuran ataupun jenis-jenis agregat, regangan susut akibat
suhu yang terjadi, dan pembebanan yang berlebihan adalah sangat penting untuk
diperhatikan untuk menghindari adanya retak-retak halus di zona transisinya, yang
merupakan masalah terbesar dalam beton sebagai penyebab tingginya permeabilitas
beton tersebut. Perlu juga untuk dicatat bahwa jejak aliran fluida yang melewati
mikrostruktur beton turut juga mempengaruhi permeabilitas beton tersebut dimana hal
ini bergantung dari besarnya ketebalan elemen beton tersebut.
Volume pori dalam beton dapat diketahui melalui pengukuran dengan metode
absorpsi. Dimana pengukuran ini biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan
sampel sampai sampel tersebut mempunyai berat yang tetap. Setelah itu sampel
tersebut dimasukkan ke dalam air kemudian dihitung pertambahan beratnya sebagai
persentase berat keringnya. Dalam metode ini, pengeringan sampel pada suhu kamar
tidak akan efektif untuk memindahkan semua molekul air ke sampel, tetapi
pengeringan yang terjadi adalah dengan suhu tinggi yang akan mempermudah
perpindahan molekul air ke dalam sampel. Oleh karena itu, metode absorpsi ini tidak
dapat digunakan dalam menentukan kualitas material beton tetapi hanya untuk
mengukur tingkat kepadatan beton.
Permeabilitas beton adalah bukan suatu fungsi yang unik terhadap porositas tapi juga
bergantung juga terhadap ukuran, distribusi dan kontinuitas dari pori-porinya. Sebagai
contohnya, porositas dari semen gel adalah 28%, permeabilitasnya adalah mendekati
7.10-16 m/sec. Tinjauan ini berdasarkan bahwa tekstur semen yang sangat halus, berarti
pori-porinya dan partikel padatnya sangat halus dan berjumlah sangat besar.
Sedangkan batuan yang berpori mempunyai permeabilitas yang lebih besar. Akhirnya
dapat disimpulkan bahwa permeabilitas beton dipengaruhi oleh kapiler pori-porinya.
Perbedaan permeabilitas untuk tiap-tiap material berdasarkan w-c rationya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 4


MENARA Ilmu Vol. VI No.26, Nop 2011

Tabel 1. permeabilitas pada material dari semen dan batuan

Permeabiltas beton bergantung juga dari variasi progres panas hidrasinya. Untuk beton
segar, laju air dalam mikrostruktur beton dipengaruhi oleh ukuran, bentuk dan juga
konsentrasi butiran-butiran semen itu sendiri. Beton dengan progres hidrasi yang cepat
akan mempunyai permeabilitas yang kecil karena volume gel (termasuk gel pori)
dengan pendekatan adalah 2.1 kali volume semen yang tak terhidrasi, itu berarti gel
akan mengisi ruang-ruang kosong. Suatu pembuktian yang kuat antara permeabilitas
beton terhadap besarnya porositasnya dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Material beton dengan nilai porositas akan turut memperbesar nilai permeabilitas
tersebut.

Gambar 1. hubungan antara kapiler porositas dan permeabilitas pada beton

Sedangkan pada hubungan antara w-c rasio dan permeabilitas terlihat jelas bahwa
permeabilitas akan bertambah secara cepat jika w-c rasionya bertambah. Dari Gambar
2 tersebut dapat kita jelaskan bahwa perubahan kemiringan kurva pada w-c rasio 0.6
hingga 0.7 cukup tajam, ini berarti dapat disimpulkan bahwa w-c rasio adalah faktor
yang utama dalam proses pembentukkan kekuatan beton ataupun kepadatan beton.

Gambar 2. Hubungan antara w-c rasio terhadap permeabilitas beton


pada umur dewasa (28 hari)

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 5


MENARA Ilmu Vol. VI No.26, Nop 2011

Tabel 2 menjelaskan bagaimana pengaruh umur beton juga signifikan terhadap


besarnya permeabilitas beton. Sampel dengan w-c rasio 0.7 tetapi dengan variasi umur
beton dimulai dengan beton segar, 5 hari, 6 hari, 13 hari, 24 hari hingga kondisi ultimit
(56 hari). Terlihat jelas bahwa permeabilitas beton akan berkurang secara bertahap
dengan bertambahnya umur beton tersebut. Ini berkaitan dengan tingkat kepadatan
material beton itu sendiri yang berkaitan dengan kesempurnaan progres hidrasinya.
Beton akan mencapai proses hidrasi sempurna setelah dirawat (cured) selama 28 hari.
Dengan waktu tersebut proses ikatan kimia antara molekul air, pasir, kerikil dan semen
diharapkan akan mencapai kestabilan dalam kurun waktu tersebut.

Table 2. hubungan antara derajat progres hidrasi


terhadap permeabilitasnya (w-c rasio 0.7)

Permeabilitas beton juga dipengaruhi oleh distribusi ukuran butiran semen atau
kehalusan dari butiran semen. Hasil penelitian di laboratorium (2006, Nasution)
menunjukkan bahwa dengan w-c rasio yang sama dengan menggunakan butiran semen
yang lebih kasar mempunyai tingkat porositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
menggunakan ukuran butiran semen yang lebih halus. Secara umum bisa dikatakan
bahwa beton yang permeabilitas lebih rendah akan memiliki kuat tekan yang lebih baik
dibandingkan dengan beton dengan permeabilitas yang tinggi.
Perbedaan permeabilitas dari mortar dan permeabilitas beton dengan w-c rasio yang
sama dapat ditinjau dari permeabilitas agregat yang digunakan yang turut
mempengaruhi perilaku beton. Jika permeabilitas agregat yang digunakan cukup kecil
berarti keberadaan agregat tersebut akan mengurangi daerah efektif tempat terjadinya
aliran fluida dalam mikrostruktur beton. Lebih jauh lagi, jejak aliran fluida akan
menghindar dari agregat sehingga jejak aliran efektif fluida yang melalui mikrostruktur
beton akan semakin memanjang sehingga agregat akan semakin efektif untuk
mereduksi permeabilitas beton. Meskipun pengaruh dari agregat ini relatif lebih kecil
dibandingkan pengaruh w-c rasio, tetapi dengan metode kompaksi ataupun pemadatan
sesaat setelah campuran beton terbentuk, mempunyai pengaruh yang cukup signifikan
terhadap permeabilitas material beton setelah 28 hari perawatan (curing).
Kelayanan dan keamanan struktur beton sudah menjadi topik utama bagi para desainer
struktur. Isu-isu lain yang berkenaan dengan masalah rekayasa teknologi beton adalah
bagaimana mempertahankan performa struktur beton selama masa layannya. Selama
masa pemakaian tersebut, kelayanan dan keamanan akan merujuk ke durabilitas
material beton tersebut, yang mana menjadi salah satu topik yang cukup banyak
dibahas dalam rekayasa teknologi beton. Masa kelayanan pada struktur beton ini
utamanya diatur oleh kerusakkan harian yang terjadi pada struktur tersebutakibat dari
beban harian yang bekerja ataupun dari proses kerusakkan lainnya, baik itu bersifat
fisik, kimiawi ataupun mekanik, yang pada intinya kerusakkan-kerusakkan tersebut
mengakibatkan terjadinya pelemahan ataupun disintegrasi antar ikatan yang komplek
pada bagian-bagian di blok mikrostrukturnya. Hal ini dapat dilihat dalam gambar 3 dan

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 6


MENARA Ilmu Vol. VI No.26, Nop 2011

4, struktur beton yang terekspos oleh beberapa tipe kerusakkan yang aktif sepanjang
bentang struktur. Proses kerusakkan ini mungkin disebabkan oleh cuaca, perubahan
ekstrem suhu, abrasi, aksi zat-zat kimia dan beban siklik.

Gambar 3. mekanisme keruntuhan dalam struktur beton

Gambar 4. ilustrasi kehancuran beton sebagai akibat pembebanan api.


Kerusakkan internal pada struktur disebabkan beberapa faktor yaitu dari hasil reaksi
alkali-agregat, perubahan volume sebagai akibat perbedaan termal antara semen dan
agregat, tetapi dari semua hal tersebut yang paling penting dalam durabilitas beton
adalah permeabilitas beton.
Di dalam banyak mekanisme keruntuhan dalam struktur beton, masalah perpindahan
kelembaban (moisture transport) dalam mikrostruktur beton adalah penyebab
utamanya. Salah satu contohnya, terjadinya kerusakkan tulangan beton sebagai akibat
adanya korosi. Korosi pada tulangan adalah sebagian bergantung dari kadar khlorida
dalam tulangan tersebut. Ion-ion khlorida tersebut mencapai tulangan beton melalui air
dengan cara mengisi pori-pori beton ataupun melalui retak-retak beton.

Permeabilitas Agregat
Dibandingkan terhadap 30% sampai 40% porositas kapiler dalam mikrostruktur beton
dewasa, volume porositas pada agregat biasanya berkisar antara 3% hingga 10% dalam
mikrostruktur beton dewasa. Jelas diharapkan bahwa permeabilitas agregat jauh lebih
rendah daripada beton itu sendiri. Dari data pengujian terlihat bahwa koefisien

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 7


MENARA Ilmu Vol. VI No.26, Nop 2011

permeabilitas agregat merupakan variabel terhadap permeabilitas beton untuk w-c ratio
antara 0.38 hingga 0.71. Sebagai contoh, beberapa material agregat seperti marble,
traprock, diorite dan granit padat mempunyai nilai permeabilitas sekitar 1.10-12 hingga
10.10-12 m/sec, tapi beberapa jenis dari granit, limestone dan sandstone menunjukkan
nilai permeabilitas yang lebih tinggi hingga 2 orde di atasnya. Kebanyakan ukuran
kapiler pori dalam mikrostruktur beton dewasa (berumur setelah 28 hari) berada dalam
selang 10 hingga 100 nm sedangkan ukuran pori-pori dalam agregat secara rata-rata
sebesar 10µ m. Secara teoritisnya, adanya partkel agregat dengan permeabilitas yang
rendah dalam material beton yang mempunyai permeabilitas yang tinggi/derajat
porositas yang tinggi adalah diharapkan untuk mereduksi permeabilitas suatu sistem
karena agregat-agregat tersebut akan menutup aliran channel dalam mikrostruktur
beton tersebut. Tetapi kenyataan dari hasil di laboratorium didapat bahwa penambahan
agregat terhadap semen ataupun mortar ternyata justru menambah permeabilitas beton
tersebut (lihat gambar 5)

Gambar 5. Pengaruh ukuran maksimum agregat (kerikil) dan water-cement ratio dalam
permeabilitas beton
Kq menyatakan ukuran relatif aliran fluida air yang melewati pori-pori beton dalam
kubik feet per tahun perluas area (ft2), yang merupakan sebuah satuan gradien
hidraulik.

Klasifikasi Penyebab Keruntuhan Beton


Mehta dan Gerwick1 telah mengelompokan penyebab dari kehancuran beton dalam
dua kategori secara fisik yaitu:
a. hilangnya sebagian massa beton sebagai akibat dari proses abrasi, erosi dan
kavitasi.
b. retak akibat dari suhu sekitar, kelembaban, tekanan kristalisasi dari garam
dalam pori, pembebanan struktur dan juga adanya suhu ekstrem akibat
pendinginan (-200C) ataupun pembakaran.
Sedangkan keruntuhan sebagai akibat dari proses kimiawi dapat dikelompokkan dalam
tiga kategori yaitu:
a. proses hidrolisis pada komponen semen sebagai akibat dari reaksi semen
terhadap air.
b. reaksi pertukaran kation antara agresif fluid dan komponen semen.
c. reaksi yang menghasilkan produk ekspansif seperti ekspansi sulfat pada beton,
ekspansi agregat-alkali ataupun korosi pada tulangan beton.

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 8


MENARA Ilmu Vol. VI No.26, Nop 2011

Hal ini penting sekali untuk membedakan keruntuhan beton sebagai akibat proses fisik
ataupun kimiawi, walaupun dalam prakteknya kedua jenis keruntuhan ini sering
digabungkan. Sebagai contoh, hilangnya sebagaian massa beton akibat dari proses
abrasi ataupun retak, jelas akan menambah permeabilitas beton tersebut, yang pada
akhirnya akan menjadi salah satu penyebab utama keruntuhan beton secara kimiawi.
Demikian juga halnya, keruntuhan beton akibat dari proses kimiawi akan menjadi
salah satu penyebab utama keruntuhan beton secara fisik. Sebagai contoh, serangan ion
sulfat ataupun ion klorida pada struktur beton akan menyebabkan naiknya porositas
beton dan akhirnya akan menyebabkan terjadinya abrasi ataupun erosi pada permukaan
beton.

Kerusakkan Akibat Aksi Beku Pada Beton Dewasa (Frost Action on Concrete)
Dalam iklim yang dingin, kerusakkan pada pelat beton, dinding penahan tanah, dan
dek jembatan umumnya disebabkan oleh adanya aksi beku, dimana kerusakkan-
kerusakkan yang terjadi pada akhirnya memerlukan perbaikan menyeluruh atau
pergantian segera. Penyebab dari kerusakkan aksi beku ini tidak lain dapat
dihubungkan dengan permsalahan kompleks mikrostruktur dari material beton
tersebut.
Kehancuran pada beton akibat aksi beku ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk.
Bentuk yang paling sering terjadi adalah berupa retak-retak (cracking) dan spalling
yang disebabkan oleh adanya ekspansi yang cepat dari aksi beban siklik pada matriks
beton tersebut. Agregat pada pelat beton sudah pasti diketahuii sebagai penyebab retak,
yaitu retak yang membentuk pola huruf D (retak dengan bentuk kurva menyerupai
huruf D di sekitar sudut-sudut pada pelat betonnya). Adanya molekul-molekul udara
yang telah direncanakan dalam beton tersebut membuktikan adanya usaha yang efektif
dalam usaha mengurangi resiko kerusakkan beton akibat aksi beku ini. Adapun
mekanisme kerusakkan aksi beku ini pada beton dapat direduksi dengan adanya
molekul-molekul udara dapat dijelaskan sebagai berikut:
Ketika molekul-molekul air mulai membeku dalam pori-pori beton, terjadi
penambahan volume beton yang mendekati dari 9% volume air beku tersebut.
Akibatnya hal ini akan memaksa kelebihan air dalam pori-pori tersebut keluar dari
batas sampelnya. Selama dalam proses ini, tekanan hidraulik akan memegang peranan
yang penting sekali dan besarnya tekanan ini akan bergantung pada permeabilitas
beton dan laju tumbuh es yang terbentuk dalam pori-pori beton. Akibatnya akan
muncul tekanan osmotik dari cairan fluid tersebut yang berkembang dalam pori-pori
mikrostruktur beton. Dengan menggunakan material udara yang direncanakan dalam
pori-pori beton, maka molekul-molekul udara tersebut akan menjadi pembatas antara
agregat dan matriks semen. Dari beberapa pengalaman yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa untuk sampel yang diberikan suhu rendah hingga -240C maka
sampel yang telah tersaturasi tanpa adanya molekul-molekul udara di dalamnya
mengalami perpanjangan sebesar 1.5 10-3 cm. Sedangkan untuk sampel yang berisi 2%
molekul udara dengan pembebanan suhu yang sama diperoleh 8.10-4 cm.
Analog terhadap kasus formasi es dalam tanah, efek kapiler dipercaya sebagai
penyebab utama adanya ekspansi sejumlah besar perpindahan air dari pori-pori kecil
ke pori-pori yang lebih besar, sebagai penyebab utama kerusakkan pada material
berpori (porous media). Menurut teori dari Litvan2, molekul-molekul air akan diikat
secara kuat oleh C-S-H dalam matrik semen sedemikian sehingga molekul-molekul itu
sendiri tidak akan mampu membentuk material es pada suhu beku normal karena

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 9


MENARA Ilmu Vol. VI No.26, Nop 2011

mobilitas molekul-molekul tersebut terbatasi oleh ikatan tersebut. Hal ini berarti dapat
disimpulkan bahwa semakin kuat ikatan C-S-H dengan molekul-molekul air maka titik
beku air tersebut akan semakin rendah. Secara umum terdapat tiga tipe ikatan air
dalam matrik beton yaitu: ikatan kapiler molekul air oleh kapiler yang cukup kecil (10-
50 nm), ikatan air oleh pori gel dan ikatan air oleh antar lapisan di C-S-H. Dari
pengujian di laboratorium untuk uji aksi beku (Freezing – Thawing test) diperoleh
hasil bahwa durabilitas beton, dalam hal ini direpresentasikan oleh permeabilitas
beton, akan semakin tereduksi jika semakin bertambahnya jumlah siklus dari uji
freezing-thawing. Dari hasil uji tersebut terlihat bahwa pengujian ini dilakukan dalam
dua sampel yang tersedia berdasarkan w/c rationya, yaitu w/c 0.7 dan 0.5.

Gambar 6: Hubungan antara jumlah siklus frost dengan permeabilitas betonnya.


Terlihat jelas bahwa beton dengan w/c = 0.7 akan mengalami kehancuran terlebih
dahulu pada siklus ke 30, sedangkan beton dengan w/c = 0.5 akan runtuh setelah
melalui siklus ke 50 (lihat gambar 6).

Gambar 7. Penurunan modulus young beton terhadap kenaikan siklus aksi frost

Pada gambar 7 terlihat jelas bahwa terjadi penurunan kekuatan beton dengan
bertambahnya siklus akibat aksi forst ini. Secara keseluruhan akibat adanya aksi frost
ini material beton akan kehilangan kekuatan hingga mencapai 60% dari kekuatan
awalnya hingga pada akhirnya mencapai kondisi runtuh.

Daftar Pustaka
Mehta, P. K and Gerwick, B. C, Concrete International, Vol. 4, No. 10, pp. 45 – 51,
1982
Litvan, G. G., Cement and Concrete Research, Vol. 6, pp. 351 – 356, 1976
Neville, A. M., Properties of Concrete, Pitman Publishing

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 10


MENARA Ilmu Vol. VI No.26, Nop 2011

Elsharif, A., Cohen, M. B., and Olek, J., influence of aggregate size, water cement
ratio and age on the microstructure of the interfacial
transition zone, Cement and Concrete Research 33 (2003), pp. 1837-
1849
Zuber, B. and Marchand, J., Modeling the deterioration of hydrated cement paste
systems exposed to frost action. Part I: description of mathematical model.,
Cement and Concrete Research 30 (2000), pp. 1929-1939
Lulu Kasher, Joerg Kropp, and David. J. Cleland, Assessment of the Durability of
Concrete from its Permeation Properties: A Review, Constructions and
Building Materials 15, 2001 pp. 93 – 103
P. Kumar Mehta and Paolo J.M. Monteiro, CONCRETE – Microstructure, Properties,
and Materials
B. K. Nyame, J. M. Illston, Capillary Pore Structure and Permeability of Hardened
Cement Paste,7th Concress Conc. and Cem. Chem., 1980
Erik J. Sellevold, Mercury Porosimetry of Hardened Cement Paste Cured or Stored at
970 C, Cement and Concrete Research, Vol. 4, pp. 399 – 404
G. Giaccio, R. Zerbino, Failure Mechanism of Concrete: Combined Effects of Coarse
Aggregates and Strength Level, Advanced Cement Based Materials, 7, 1998,
pp. 41 – 48
G. Ye, K. van Breugel, A. L. A. Fraaij, Three – Dimensional Microstructure Analysis
of Numerically Simulated Cementitious Materials, Cement Concrete Research
33, 2003, pp. 215 – 222
J.P.Monlouis-Bonnaire, J.Verdier, B. Perrin, Prediction of the Permeability to Gas
flow of Cement – Based Materials, Cem Concr Res 34 (2004) pp.737-744
K. Wang, D. C. Jansen, and S. P. Shah, Permeability Study of Cracked Concrete,
Cement Concrete Research, Vol. 27 no. 3, 1997, pp. 381 – 393
Peter A. Claisse, Esmail Ganjian, and Tarek A. Adham, A Vacuum – Air Permeability
Test for in Situ Assessment of Cover Concrete, Cement Concrete Research 33,
2003, pp. 47 – 53
Fachri P Nasution, Air permeability of near surface concrete and influence of curing
systems, Ph.D Dissertation, University of Innsbruck

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 11

Anda mungkin juga menyukai