Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

PENYAKIT RADANG PANGGUL

DISUSUN OLEH :

PRODI S1 KEPERAWATAN PARAREL

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH SURABAYA

TA. 2021-2022
KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Fraktur dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Penyakit Radang Panggul”. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Surabaya, 04 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2. Rumusan masalan.....................................................................................................2
1.3. Tujuan.......................................................................................................................2
1.4. Manfaat.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................4
2.1. Definisi......................................................................................................................4
2.2. Etiologi......................................................................................................................4
2.3. Patofisiologi..............................................................................................................5
2.4. Klasifikasi.................................................................................................................6
2.5. Manifestasi Klinis...................................................................................................10
2.6. Pemeriksaan Diagnostik.........................................................................................11
2.7. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................12
2.8. Penatalaksanaan......................................................................................................12
2.9. Komplikasi..............................................................................................................14
2.10. WOC.......................................................................................................................15
PENUTUP.............................................................................................................................16
3.1. Kesimpulan.............................................................................................................16
3.2. Penutup...................................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit kandungan merupakan momok menakutkan bagi kaum wanita. Hal
tersebut dikarenakan kaum wanita sangat beresiko tinggi untuk terkena penyakit
kandungan. Penyakit kandungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah radang
panggul, mioma uteri, kanker serviks, dan kanker ovarium. Setiap wanita memiliki
kemungkinan yang sangat tinggi untuk mengindap penyakit kandungan, maka dari itu
penyakit kandungan dapat dikatakan sebagai masalah yang sangat mengerikan yang harus
dihadapi oleh wanita. Penyakit kandungan memiliki banyak jenis, empat diantaranya
adalah: kanker ovarium, mioma uteri, kanker serviks, dan radang panggul. Keempat jenis
penyakit kandungan diatas merupakan jenis penyakit kandungan yang umumnya dijumpai
pada wanita, selain itu keempat jenis penyakit kandungan tersebut memiliki kesamaan
gejala sehingga diperlukan kejelian dan ketelitian dalam menganalisa gejala pada pasien
sehingga dapat menghasilkan diagnosa yang tepat. Dengan diagnosa yang tepat, maka
penanganan terhadap penyakit tersebut dapat segera dilakukan demi mencegah dampak
yang semakin buruk (Aditya Nugroho et al., 2016)

Rahim (Uterus) merupakan tempat tumbuh kembangnya janin. Salah satu ujungnya
adalah servik, servik membuka ke dalam vagina dan ujung satunya yang lebih luas, yang
dianggap badan rahim disambung di kedua sisi dengan tabung Fallopian. Rahim terdapat
dalam berbagai bentuk dan ukuran pada organisme yang berbeda. Pada manusia, rahim
berbentuk buah pir dan seukuran telur ayam. Rahim merupakan bagian yang sangat fatal
bagi wanita. Penyakit pada sekitar rahim wanita memiliki gejala yang hampir sama dan
mempunyai perbedaan yang sangat tipis. Dari rekam medik beberapa pasien yang
menderita penyakit pada sekitar rahim didapatkan persamaan gejala antara penyakit satu
dengan yang lainnya. Misal untuk gejala nyeri panggul, 6 penyakit pada sekitar rahim

1
(kanker serviks, kanker rahim, fibroid rahim, kista ovarium, radang panggul, dan ifeksi
saluran kemih) sama-sama memiliki gejala nyeri panggul. Masyarakat seringkali salah
persepsi terhadap gejala yang timbul sehingga diagnosis terhadap penyakit pada sekitar
rahim sulit dilakukan sendiri oleh pasien. Kesalahan persepsi di masyarakat mengakibatkan
kesalahan dalam memberi penanganan terhadap gejala yang timbul dan berakibat fatal.
Radang panggul atau pelvic inflammatory disease(Yuwono, 2015) (PID) adalah infeksi
traktus genital atas yang merupakan salah satu komplikasi dari infeksi menular seksual
(IMS). Gejala penyakit radang panggul berupa: nyeri perut bagian bawah , temperatur oral
lebih dari 38,3oC , keluar cairan dari vagina , pendarahan tidak teratur , sakit kepala, lesu ,
nyeri berhubungan seksual dan nyeri buang air kecil(Shofieyuddin et al., 2016).

menyelesaikan kasus diagnosa penyakit kandungan tersebut dengan tingkat akurasi


masing-masing 71% dan 81%. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Nurkhozin
2011 metode LVQ dianggap lebih baik kinerjanya daripada BP dalam menyelesaikan
kasus diagnosa penyakit diabetes milletus. Selain jaringan syaraf tiruan, pendekatan
probabilistik juga sering dipakai pada aplikasi kesehatan. Pada penelitian yang dilakukan
Bhuvaneswari 2012 yaitu analisa penggunaan Naïve Bayesian Classifier dalam
penerapannya pada aplikasi kesehatan (healthcare application). Pada penelitian ini
disimpulkan bahwa metode Naïve Bayesian Classifier sangat baik digunakan sebagai
metode untuk sistem pendukung keputusan dalam bidang kesehatan (healthcare).(Aditya
Nugroho et al., 2016).

1.2. Rumusan masalan


Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan rumusan masalah sebagai berikut. “ Bagaimana
penyakit radang pada wanita ?”

1.3. Tujuan
1. Menjelaskan bagaimana penyakit radang panggul

2
2. Memaparkan definisi radang panggul pada wanita

1.4. Manfaat
Manfaat di butanya makalah ini tidak lain untuk menjadi baha referensi kususnya untuk
mahasiswa S1 kepererawatan Agar kelompok dan pembaca yaitu rekan mahasiswa
Akademi Keperawatan mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan
masalah utama pada Penyakit Radang Panggul.

3
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi dari
uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan dengan
pembedahan dan kehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan inflamasi alat
kandungan tinggi termasuk kombinasi endometritis, salphingitis, abses tuba ovarian
dan peritonitis pelvis. Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi. Batas antara
infeksi rendah dan tinggi ialah ostium uteri internum (Marmi,2013)

2.2. Etiologi
Kebanyakan PID merupakan sekuele dari infeksi serviks karena penyakit
menular seksual yang terutama disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae dan Chlamidia
trachomatis. Selain kedua organisme ini, mikroorganisme yang dapat menyebabkan
terjadinya PID adalah:
1. Cytomegalovirus (CMV) : CMV ditemukan di saluran genital bagian atas
pada wanita yang mengalami PID, diduga merupakan penyebab yang penting
untuk terjadinya PID
2. Mikroflora endogenic
3. Gardnerella vaginalis
4. Haemophilus influenza
5. Organisme enteric gram negative (E.coli)
6. Spesies peptococcus
7. Streptococcus agalactia
8. Bacteroides fragilis, yang dapat menyebabkan dekstruksi tuba dan epitel
(Marmi,2013)

4
2.3. Patofisiologi
Infeksi dapat terjadi pada bagian manapun atau semua bagian saluran genital atas
endometrium (endometritis), dinding uterus (miositis), tuba uterina (salpingitis),
ovarium (ooforitis), ligamentum latum dan serosa uterina (parametritis) dan peritoneum
pelvis (peritonitis). Organisme dapat menyebar ke dan di seluruh pelvis dengan salah
satu dari lima cara.

1.Interlumen

Penyakit radang panggul akut non purpuralis hampir selalu (kira-kira 99%) terjadi akibat
masuknya kuman patogen melalui serviks ke dalam kavum uteri. Infeksi kemudian
menyebar ke tuba uterina, akhirnya pus dari ostium masuk ke ruang peritoneum.
Organisme yang diketahui menyebar dengan mekanisme ini adalah N. gonorrhoeae, C.
Tracomatis, Streptococcus agalatiae, sitomegalovirus dan virus herpes simpleks.

2.Limfatik

Infeksi purpuralis (termasuk setelah abortus) dan infeksi yang berhubungan denngan
IUD menyebar melalui sistem limfatik seperti infeksi Myoplasma non purpuralis.
3.Hematogen
Penyebaran hematogen penyakit panggul terbatas pada penyakit tertentu (misalnya
tuberkulosis) dan jarang terjadi di Amerika Serikat.
4.Intraperitoneum
Infeksi intraabdomen (misalnya apndisitis, divertikulitis) dan kecelakaan intra abdomen
(misalnya virkus atau ulkus denganperforasi) dapat menyebabkan infeksi yang mengenai
sistem genetalia interna.

5. Kontak langsung

Infeksi pasca pembedahan ginekologi terjadi akibat penyebaran infeksi setempat dari
daerah infeksi dan nekrosis jaringan.
Terjadinya radang panggul di pengaruhi beberapa faktor yang memegang peranan, yaitu:

5
1.Terganggunya barier fisiologik

Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas ke dalam genetalia eksterna, akan


mengalami hambatan.
a. Diostium uteri internum
b. Di kornu tuba

c. Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman – kuman
pada endometrium turut terbuang. Pada ostium uteri eksternum, penyebaran asenden
kuman – kuman dihambat secara: mekanik, biokemik dan imunologik. Pada
keadaan

2.4. Klasifikasi
Menurut Yani,2009 bentuk-bentuk PID:
1. Endometritis
Endometritis adalah suatu peradangan pada endometrium yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan. Endometritis paling sering
ditemukan terutama:
a) Setelah seksio sesarea
b) Partus lama atau pecah ketuban yang lama

Diagnosa banding endometritis meliputi infeksi traktus urinarius, infeksi


pernafasan, septicemia, tromboflebitis pelvis, dan abses pelvis. Penatalaksanaan
pada endometritis:

a) Pemberian antibotika dan drainase yang memadai


b) Pemberian cairan intra vena dan elektrolit
c) Penggantian darah
d) Tirah baring dan analgesia
e) Tindakan bedah

6
Endometritis dibagi 2:
1. Endometritis akut
Pada endometritis akut endometrium mengalami endema dan hiperemi terutama
terjadi pada post partum dan post abortus.
Penyebab :
a) Infeksi gonorhoe dan infeksi pada abortus dan partus
b) Tindakan yang dilakukan di dalam uterus seperti pemasangan IUD, kuretase
a. Gejala-gejala :
c) Demam
d) Lochia berbau
e) Lochia lama berdarah bahkan metrorhagia
f) Tidak menimbulkan nyeri jika radang tidak menjalar ke parametrium atau
perimetrium
Penatalaksanaan :
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha
mencegah agar infeksi tidak menjalar. Adapun pengobatannya adalah:
a) Uterotonik
b) Istirahat, letak fowler
c) Antibiotik
2. Endometritis kronika
Endometritis tidak sering ditemukan. Pada pemeriksaan microscopic ditemukan
banyak sel-sel plasma dan limfosit
Gejala-gejala klinis endometritis kronika :
a) Leukorea
b) Kelainan haid seperti menorhagie dan metrorhagie.

Pengobatannya tergantung pada penyebabnya, endometritis kronika


ditemukan :

7
a) Pada tuberculosis
b) Pada sisa-sisa abortus atau partus yang tertinggal
c) Terdapat corpus alineum di cavum uteri
d) Pada polip uterus dengan infeksi
e) Pada tumor ganas uterus
f) Pada salpingo ooforitis dan selulitis pelvic
2. Myometritis
Biasanya tidak berdiri sendiri tetapi lanjutan dari endrometritis, maka
gejala-gejala dan terapinya sama dengan endrometritis. Diagnosa hanya dapat
dibuat secara patologi anatomis.
3. Parametritis (celulit pelvica)
Parametritis yaitu radang dari jaringan longgar didalam ligament latum.
Radang ini biasanya unilateral.Diagnose banding adnexitis lebih tinggi dan tidak
sampai kedinding panggul biasanya bilateral. Etiologi parametritis dapat terjadi:
Dari endometritis dengan 3 cara
a) Percontinuitatum: endometritis, metritis, paraetritis
b) Lymphogen
c) Haematogen: phlebitis, periphelbitis, parametritis.
d) Dari robekan servik
e) Perforasi uterus oleh alat-alat (sonde, kuret, IUD).
Gejala:
a) Suhu tinggi dengan demam menggigil
b) Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah, derense
dll. Terapi antibiotic.

4. Salpingitis akut
Diagnose banding kehamilan ektopik, tidak ada demam, KED tidak tinggi,
dan leokosite tidak seberapa. Jika tes kehamilan positif, maka adneksitis dapat
dikesampingkan, tetapi jika negative keduanya mungkin. Etiologi paling sering

8
disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh staphylococcus, streptococcus
dan bactery tbc.
Gejala:
a) Demam tinggi dengan menggigil
b) Nyeri perut kanan kiri bawah, terutama jika ditekan
c) Defense kanan dan kiri atas ligament pourpart
d) Mual dan muntah ada gejala abdomen akut karena terjadi rangsangan
peritoneum
e) Terkadang ada tendensi pada anus karena proses dekat pada rectum dan
sigmoid
f) Pada periksa dalam, nyeri jika portio digoyangkan, nyeri kiri dan kanan dari
uterus terkadang ada penebalan dari tuba.

5. Pelvioperitonitis (Perimetritis)
Biasanya terjadi sebagai lanjutan dari salpingoophoritis. Kadang – kadang
terjadi dari endometritis.
Etiologi :
a) Sepsis ( Post partum dan post abortus )
b) Dari appendicitis.
tertentu, barier fisiologik ini dapat terganggu, misalnya pada saat
persalinan, abortus, instrumentasi pada kanalis servikalis dan insersi alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR):
1. Adanya organisme yang berperang sebagai vector.
Trikomonas vaginalis dapat menembus barier fisiologik dan bergerak sampai tuba
fallopi. Beberapa kuman pathogen misalnya E coli dapat melekat pada trikomonas
vaginalis yang berfungsi sebagai vektor dan terbawa sampai tuba fallopi dan
menimbulkan peradangan di tempat tersebut. Spermatozoa juga terbukti berperan
sebagai vektor untuk kuman – kuman N gonerea, ureaplasma ureolitik, C
trakomatis dan banyak kuman – kuman aerobik dan anaerobik lainnya.

9
2. Aktivitas seksual

Pada waktu koitus, bila wanita orgasme, maka akan terjadi kontraksi
utrerus yang dapat menarik spermatozoa dan kuman – kuman memasuki kanalis
servikalis.

3. Peristiwa Haid

Radang panggul akibat N gonorea mempunyai hubungan dengan siklus


haid. Peristiwa haid yang siklik, berperan pentig dalam terjadinya radang panggul
gonore. Periode yang paling rawan terjadinya radang panggul adalah pada minggu
pertama setelah haid. Cairan haid dan jaringan nekrotik merupakan media yang
sangat baik untuk tumbuhnya kuman – kuman N gonore. Pada saat itu penderita
akan mengalami gejala – gejala salpingitis akut disertai panas badan. Oleh karena
itu gejala ini sering juga disebut sebagai ”Febril Menses”.

2.5. Manifestasi Klinis


1. Gejala pelvic inflamatory desease :
2. Tegang nyeri abdomen bagian bawah
3. Tegang nyeri adneksa unilateral dan bilateral
4. Tegang nyeri pada pergerakan servik
5. Temperatur di atas 38 0 C
6. Pengeluaran cairan servik atau vagina abnormal
7. Peningkatan C reaktif protein
8. Pada pemeriksaan lendir servik dijumpai clamidia trachomatis atau neisseria
gonorhoe
9. Laju endap darah meningkat
Diagnosis banding penyakit radang panggul adalah:
1. Kehamilan ektopik yang pecah intak
2. Toxis kista ovarium
3. Appendicitis acuta

10
4. Pervorasi dan typus abdominalis (Yani,2009)

2.6. Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan fisik
1. Suhu tinggi disertai takikardi
2. Nyeri suprasimfisis terasa lebih menonjol dari pada nyeri dikuadran atas
abdomen.
3. Bila sudah terjadi iritasi peritoneum, maka akan terjadi “rebound
tenderness”, nyeri tekan, dan kekakuan otot perut sebelah bawah.
4. Tergantung dari berat dan lamanya keradangan, radang panggul dapat pula
disertai gejala ileus paralitik.
5. Dapat disertai metroragi, menoragi.

Pemeriksaan ginekologik

1. Pembengkakan dan nyeri pada labia didaerah kelenjar Bartholini


2. Bila ditemukan flour albus purulen, umumnya akibat kuman N. gonore.
Sering kali juga disertai perdarahan-perdarahan ringan diluar haid, akibat
endometritis akuta.
3. Nyeri daerah parametrium, dan diperberat bila dilakukan gerakan-gerakan
pada servik.
4. Bila sudah terbentuk abses, maka akan teraba masa pada adneksa disertai
dengan suhu meningkat. Bila abses pecah, akan terjadi gejala-gejala
pelvioperitonitis atau peritonitis generalisata, tenesmus pada rectum disertai
diare.
5. Pus ini akan teraba sebagai suatu massa dengan bentuk tidak jelas, terasa
tebal dan sering disangka suatu subserous mioma
6. Pemeriksaan inspekulo memberikan gambaran : keradangan akut serviks,
bersama dengan keluarnya cairan purulen.

11
7. Pecahnya abses tubo ovarial secara massif, memberikan gambaran yang
khas. Rasa nyeri mendadak pada perut bawah, terutama terasa pada tempat
rupture. Dalam waktu singkat seluruh abdomen akan terasa nyeri karena
timbulnya gejala perioritas generalisata. Bila jumlah cairan purulen yang
mengalir keluar banyak akan terjadi syok. Gejala pertama timbulnya syok
ialah mual dan muntah-muntah, distensi abdomen disertai tanda-tanda ileus
paralitik. Segera setelah pecahanya abses, suhu akan menuru atau
subnormal, dan beberapa waktu kemudian suhu meningkat tinggi lagi. Syok
terjadi akibat rangsangan peritoneum dan penyebaran endotoksin.
8. Anemi sering dijumpai pada abses pelvic yang sudah berlangsung beberapa
minggu

2.7. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat kenaikan dari sel darah putih yang
menandakan terjadinya infeksi.
2. Kultur untuk GO dan chlamydia digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Ultrasonografi atau USG dapat digunakan baik USG abdomen (perut) atau
USG vagina, untuk mengevaluasi saluran tuba dan alat reproduksi lainnya.
3. Biopsi endometrium dapat dipakai untuk melihat adanya infeksi.
4. Laparaskopi adalah prosedur pemasukan alat dengan lampu dan kamera melalui
insisi (potongan) kecil di perut untuk melihat secara langsung organ di dalam
panggul apabila terdapat kelainan.

2.8. Penatalaksanaan
Terapi PID harus ditunjukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronik.
Banyak pasien yang berhasil diterapi dengan rawat jalan dan terapi rawat jalan dini
harus menjadi pendekatan terapeutik permulan. Pemilihan antibiotika harus

12
ditunjukan pada organisme etiologic utama (N. gonorrhea atau C. trahomatis) tetapi
juga harus mengarah pada sifat polimikrobial PID.
Untuk pasien denagn PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral mempunyai
daya guna yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi parenteral paling
tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24 jam setelah ada
perbaikan klinis.
1. Terapi Parenteral
a. Rekomendasi terapi parenteral A
a) Sefotetan 2 g intravena setiap 12 jam atau
b) Sefoksitin 2 g intravena setiap 6 jam ditambah
c) Doksisiklin 100 mg oral atau parental setiap 12 jam
b. Rekomendasi terapi parenteral B
a) Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah
b) Gentamisin dosis muatan intravena atau intramuskuler (2 mg/kg berat
badan) diikuti dengan dosis pemeliharaan (1,5 mg/kg berat badan) setiap 8
jam. Dapat digantikan dengan dosis tunggal harian.
c. Terapi parenteral alternatif
a) Levofloksasin 500 mg intravena 1x sehari dengan atau tanpa metronidazol
500 mg intravena setiap 8 jam atau.
b) Ofloksasin 400 mg intravena setiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazol
500 mg intravena setiap 8 jam.
c) Ampisilin/sulbaktam 3 g intravena setiap 6 jam ditambah doksisiklin 100
mg oral atau intravena setiap 12 jam.
2. Terapi Oral
Terapi oral dapat dipertimbangkan umtuk penderita PID ringan atau
sedang karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang
mendapat terapi oral dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus
dire-evaluasi untuk memastikan diagnosanya dan diberikan terapi parenteral
baik dengan rawat jalan maupun inap.

13
a. Rekomendasi terapi A
a) Levofloksasin 500 mg oral 1x setiap hari selama 14 hari atau doksisiklin
400 mg 2x sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa
b) Metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari.
b. Rekomendasi terapi B
a) Seftriaxon 250 mg intramuskuler dosis tunggal ditambah doksisiklin oral
2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x
sehari selama 14 hari, atau
b) Sefoksitin 2 g intramuskuler dosis tunggal dan probenesid ditambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol
500 mg oral 2x sehari selama 14 hari, atau
c) Sefalosporin generasi ketiga (misal seftizoksin atau sefotaksim) ditambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol
500 mg oral 2x sehari selama 14 hari. (Sarwono.2011;h.230)

2.9. Komplikasi
Komplikasi penyakit radang panggul (PID) dapat berupa penyakit menaun
dengan keluhan yang tidak pernah sembuh, terjadinya timbunan nanah dalam alat
genetalia bagian dalam (abses saluran telur dan indung telur, pernanahan di pelvis
bagian bawah ), penyebaran melalui darah (sepsis), pernanahan pecah sehinggga
memerlukan tindakan darurat. (Ida ayu chandranita manuaba,2006)
1. Infertilitas
2. KET
3. Nyeri Pelvis kronik
4. Pada kehamilan: ↑kelahiran Preterm, ↑ angka penyakit penyerta maternal dan
fetal
5. Neonatus: infeksi perinatal C. trachomatis atau N. gonorrhoeae menyebabkan
ophthalmia neonatorum

14
2.10. WOC

15
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi dari uterus,
tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan dengan pembedahan dan
kehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan inflamasi alat kandungan tinggi
termasuk kombinasi endometritis, salphingitis, abses tuba ovarian dan peritonitis
pelvis. Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi. Batas antara infeksi rendah dan
tinggi ialah ostium uteri internum

3.2. Penutup
Setelah membaca materi yang telah dipaparkan dalam makalah ini, diharapkan
pembaca khususnya mahasiswa dapat mengetahui pengkajian luka kangker yang benar
sehingga mahasiswa mampu memahami dan menerapkan dikehudupan sehari-hari.

3.3.

16
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2009. Memahani Kesehatan Reproduksi

Wanita. EGC: Jakarta

Marmi. 2013. Kesehatan Reproduksi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta

Yani W dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya: Yogyakarta

Aditya Nugroho, P., Saptono, R., & Eko Sulistyo, M. (2016). Perbandingan Metode
Probabilistik Naive Bayesian Classifier dan Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector
Quantization dalam Kasus Klasifikasi Penyakit Kandungan. Jurnal Teknologi &
Informasi ITSmart, 2(2), 21. https://doi.org/10.20961/its.v2i2.628

Shofieyuddin, M., Saptono, R., & Doewes, A. (2016). The Effect of Using Dummy
Variable on Classification of Womb Disease The Effect of Using Dummy Variable on
Classification of Womb Disease with C4. ITSMART : Jurnal Ilmiah Teknologi Dan
Informasi, 5(2), 77–85.
https://www.researchgate.net/publication/318015358_The_Effect_of_Using_Dummy_
Variable_on_Classification_of_Womb_Disease_with_C45_Method

Yuwono, B. (2015). Sistem Pakar Untuk Diagnosis Penyakit. 06(02), 41–48.

17

Anda mungkin juga menyukai