Di dusun oleh :
2021/2022
A. KEKURANGAN KALORI PROTEIN
1. DEFINISI
Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak yang kurang mendapat
masukan makanan yang cukup bergizi, atau asupan kalori dan protein kurangdalam waktu yang
cukup lama (Ngastiyah, 1997)
.Kurang kalori protein (KKP) adalah suatu penyakit gangguan gizi yang dikarenakanadanya defisiensi
kalori dan protein dengan tekanan yang bervariasi pada defisiensi proteinmaupun energi
(Sediatoema, 1999).
Nama internasional KKP yaitu Calori Protien Malnutrition atau CPM adalah suatupenyakit difisiensi
gizi dari keadaan ringan sampai berat, disebut juga Protien EnergiMalnutrisi(PEM)
Kurang kalori dan protein ini terjadi karena ketidakkeseimbangan antara konsumsi kalori karbohidrat
dan protein dengan kenutuhan energy atau terradinya defisiensi atau deficit energy dan protein .
Penyakit ini di bagi dalam tingkat-tingkat yakni :
a. KKP Ringan , kalau berat badan anak mencapai 84-95% dari berat badan
b. KKP Sedang , kalau berat badan anak hanya mencapai 44-60% dari berat badan
c. KKP Berat ( Gizi buruk ), kalau berat badan anak kurang dari 60% dari berat badan .
2. ETIOLOGI
Etiologi malnutrisi dapat primer, yaitu apabila kebutuhan individu yang sehat akanprotein, kalori
atau keduanya, tidak dipenuhi oleh makanan yang adekuat, atau sekunder,akibat adanya penyakit
yang menyebabkan asupan suboptimal, gangguan penyerapan danpemakaian nutrien, dan/atau
peningkatan kebutuhan karena terjadinya hilangnya nutrien ataukeadaan stres. Kekurangan kalori
protein merupakan penyakit energi terpenting di negarayang sedang berkembang dan salah satu
penyebab utama morbilitas dan mortalitas pada masakanak – kanak diseluruh dunia. (Rudolph,
2006). Penyebab langsung dari KKP adalahdefisiensi kalori protein dengan berbagai tekanan,
sehingga terjadi spektrum gejala-gejaladengan berbagai nuansa dan melahirkan klasifikasi
klinik (kwashiorkor, marasmus,marasmus kwashiorkor). Penyebab tak langsung dari KKP sangat
banyak sehingga penyakitini disebut sebagai penyakit dengan multifactoral.
Berikut ini merupakan sistem holistik penyebab multifactoral menuju ke arahterjadinya
KKP :
Selain itu etiologi kurang kalori yang dapat terjadi karena :
a. Diet yang tidak cakup
b. Kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orang tua –
anakterganggu karena kelainan metabolin, atau melformasi orogintel
c. Pada bayi dapat terjadi karena tidak mendapat cukup ASI dan tidak di beri
makananpenggantinya atau sering di serang diare
d. Ekonomi negara yang kurang
e. Pendidian umum
f. Pendidian gizi yang rendah.
g. Produksi pangan yang tidakmencukupi kebutuhanh.
h. Jumlah anak ang telalu banyaki.
i. Pekerjaan yang rendah
j. Sistem perdagangan dan distribusi tidak lancer
k. Persediaan pangan kurang
l. Penyakit infeksi dan investasi cacing
m. Konsumsi kurang
n. Absorpsi terganggu
5. KLASIFIKASI
3) Kwashiorkor Marsimusa.
a. Pengertian
Kwashiorkor Marasmus merupakan kelainan gizi yang menunjukkan gejalaklinis campuran antara
marasmus dan kwashiorkor. (Markum, 1996). Ciri-cirinya adalah dengan penyusutan
jaringan yang hebat, hilangnya lemaksubkutan dan dehidrasi. (http.www.yahoo.com. Search
engine by keywords:malnutrisi pada anak). Bentuk kwashiorkor-marasmus dari malnutrisi
proteinkalori ditandai gambaran klinis kedua jenis malnutrisi. Keadaan ini dapat terjadipada
malnutrisi kronik saat jaringan suvkutis, massa otot, dan simpanan lemakmeghilang. Beberapa
gejala klinik marasmus, terlihat sangat buruk dalam halBerat Badan (BB/U) berada dibawah < -3 SD
dan bila di konfirmasi dengan
BB/TB dikategorikan sangat kurus: BB/TB < – 3 SD). Kwashiorkorm secaraklinis terlihat disertai
edema yang tidak mencolok pada kedua punggung kakib
b. Etiologi
Penyebab dari kwashiorkor - maramus sama pada marasmus dankwashiorkor
6. MANIFESTASI KLINIS
Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 macam KKP yakni KKP ringan ataugizi kurang dan KKP
berat ( gizi buruk ) atau lebih sering di sebut marasmus, kwiskhor
1) KKP Ringana
Pertumbuhan linear terganggu
Peningkatan berat badan berkurang, terhenti, bahkan turun
Ukuran lingkar lengan atas menurun
Maturasi tulang terlambate.Anemia ringan atau pucat.
Aktifitas berkurang.
Kelainan kulit (kering, kusam)
Rambut kemerahan.
2) KKP Berat
a. Kwashiorkor
Edema, umumnya seluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum pedis)
Wajah membulat dan sembab (moon face)
Pandangan mata sayurambut tipis, kemerahan seperti warna rambt
jagung,mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
Pembesaran hati
Otot mengecil (hypotrofi),
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warnamenjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis),
Sering disertai: infeksi, anemia, diare
Pertumbuhan anak terganggu
Gejala gastrointestinal yaitu anorexia hebat sehingga berbagai makanan ditolak
b. Marasmus
Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
Wajah seperti orang tua
Cengeng, rewel
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampe tidak ada
Perut cekung
Sering disertai penyakit kronik, diare kronik
Atrofi otot
7. PATOFISIOLOGI
A. Patofisiologi Marasmus
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau
keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha
untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh
untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh
sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi
setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di
hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton
bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai
memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
B. Patofisiologi Kwashiorkor
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih, karena
persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah
gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan perlemakan hati. Karena
kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum
yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan asam amino dalam serum ini
akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edem.
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak
dari hati kedepot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati.
8. PATHWAY
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kurang kalori protein (Suriand & Rita Yuliani, 2001)
1) Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin
2) Pemberian terapi cairan dan elektrolit
3) Penannganan diare bila ada : cairan, antidiare, dan antibiotic
4) Pengkajian riwayat status ekonomi, riwayat pola makanan, pengkajian antropometri,kaji
manifestasi klinis, monitor hasil lanoratorium, timbang berat badan, dan kajitanda – tanda
vital
Penatalaksanan KKP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin (AriefMansjoer, 2000):
a. Atasi atau cegah hipoglikemiPeriksa kadar gula darah bila ada hipotermi (suhu skala < 35
derajatcelciul suhu rektal 35,5 derajat celcius). Pemberian makanan yang lebihsering
penting untuk mencegahkedua kondisi tersebut. Bila kadar gula darahdi bawah 50 mg/dl,
berikan :
50 mlbolus glukosa 10 % atau larutan sukrosa10% (1 sdt gula dalam 5 adm air)
secara oral atau sonde / pipa nasogastrik
Selanjutnya berikan lanjutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiapkali
berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam)
Berikan antibiotik d.Secepatnya berikan makanan setiap 2 jam, siang dan malam
b. Atasi atau cegah hipotermi Bila suhu rektal < 35.5 derajat celcius :
Segera berikan makanan cair / formula khusus (mulai dengan rehidrasi bilaperlu)
Hangatkan anak dengan pakaian atau seelimut sampai menutup kepala,letakkan dekat
lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) ataupeluk anak di dasa ibu, selimut
Berikan antibiotik
Suhu diperiksa sampai mencapai > 36,5 derajatcelcius
e. Diare melanjut
Diare biasa menyertai dan berkurang dengan sendirinya pada pemberianmakanan secara berhati –
hati. Bila ada intoleransi laktosa (jarang) obati hanyabila diare berlanjutnya diare. Bila mungkin
lakukan pemeriksaan tinjamikroskopik, berikan metronidazol 7,5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7
hari.
10. KOMPLIKASIA
a. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia) Vitamin A berfungsi pada
penglihatan(membantu regenerasi visual purple bila mata terkena cahaya). Jika tidak
segerateratasi ini akan berlanjut menjadi keratomalasia (menjadi buta).
b. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis. Tiamin berfungsi sebagai ko-enzim dalam
metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin B1 menyebabkan penyakitberi-beri dan
mengakibatkan kelainan saraf, mental dan jantung
c. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis) Vitamin B2/riboflavin berfungsi sebagai ko-enzim
pernapasan. Kekurangan vitamin B2 menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada
sudut mulut, glositis, kelainan kulit dan mata.
d. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
e. Defisiensi Vitamin B12 Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor
ekstrinsik.Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa.
f. Defisit Asam Folat Menyebabkan timbulnya anemia makrositik,
megaloblastik,granulositopenia, trombositopenia.
g. Defisiensi Vitamin C Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi dindingkapiler.
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblaskarena merupakan
bagian dalam pembentukan zat intersel, pada proses pematanganeritrosit, pembentukan
tulang dan dentin.
h. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Yodium Kekuranganyodium
dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat merugikan tumbuh kembanganak.
i. Noma sebagai komplikasi pada KKP berat Noma atau stomatitis
merupakanpembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus
pipi,bibir dan dagu. Noma terjadi bila daya tahan tubuh sedang menurun. Bau busuk
yangkhas merupakan tanda khas pada gejala ini.
Selain itu komplikasinya dapat berupa
1) Infeksi saluran pencernaan
2) Kelainan bawaan saluran pencernaan
3) Malabsorbsi
4) Gangguan metabolic
5) Penyakit ginjal menahun
6) Gangguan pada saraf pusat
7) Gangguan asupan vitamn dna mineral
8) Anemia gizi
11.PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan fisik
b. pemeriksaan laboratorium, meliputi albumin, kreatinij, nitrogen, elektrolit, Hb,
danransferin3.
c. Pemeriksaan radiologis
B. JUVENILE DIABETES
a. Diabetes Melitus Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut, baik melalui proses imunologik atau idiopatik.
b. Diabetes Melitus Tipe 2 Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin.
Defek genetik fungsi sel beta ,kromosom 12, kromosom 7, kromosom 20, deoxyribonucleid
acid(DNA) Mitokondria.
Defek genetik kerja insulin ,Resistance insulin type A, leprechaunism, sindrom Rabson-
Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.
Sindroma genetic lain , sindrom down , klinefelter , tuner , Huntington , chorea , sindrom
prader willi,aaksia friedreich’s, sindrom lauence-Moon-Biedl
3. ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Melitus ( IDDM ) sering tejadi pada usia sebelum 15 tahun . Biasanya
juga disebut Juvenile Diabetes ( DM Tipe 1 ),gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia
( meningkatnya kadar gula glukosa dalam plasma >200mg/dl)
a. Faktor Genetika
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart,
2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic
ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada individu yang memiliki
salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang diturunkan secara resesif,
dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk
wanita.
b. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya
infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus
B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau
perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta. Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau
langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.
c. Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel beta pancreas
4. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe – 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan
sistem imun yang secara genesis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun
yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas . Faktor ekstinsik yang diduga mempengaruhi
fungsi sel B meliput kerusakan yang disebabkan oleh virus , seperti virus penyakit gondok ( mumps )
dan virus coxsackie B4 , oleh agen kimia yang bersifat toksit , atau oleh sitotoksin perusak dan
antibodi yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankras dapat menyebabkan
predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah inveksi virus ,lagipula , gen-gen HLA yang khusus
diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-
gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan teradinya predisposisi pada pasien
sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya sendiri atau yang dikenal degan istilah
autoregresi .
5. MANIFESTASI KLINIK
Pada diabetes mellitus tipe 1 , yang kebanyakan diderita oleh anak-anak ( diabetes mellitus Juvenil )
mempunyai gambaran lebih akut , lebih berat , tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang
labil . pendeita biasanya dating dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis . mayoritas
penyandung DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti :
Mata kabur
6. PATHWAY
7. PENATALAKSANAAN
Fase subakut/ transisi Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll,
stabilisasi penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada Penyandang
DM/keluarga mengenai pentingnya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan
pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan
diet dan latihan jasmani.
Fase pemeliharaan Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status
metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi.
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan
penyandang DM tipe 1, diantaranya:
Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam
penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya anak-anak : 1. Dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal 2. Mengalami perkembangan emosional yang normal 3. Mampu
mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin tanpa
menimbulkan gejala hipoglikemia
Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik
maupun sosial yang adaTidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi
dalam kegiatan fisik maupun sosial yang ada
Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik
maupun sosial yang ada
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan
diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut
dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut:
a. Pemberian insulin Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi
insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama untuk
Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis. b) DM dengan kehamilan/ DM
gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan).
Perencanaan Makanan Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik
yaitu : 1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 % 2) Protein sebanyak 10 – 15 % 3) Lemak sebanyak
20 – 25 % Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama
bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa. Secara
terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau tidak. Setelah makan,
kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan,
insulin turun. Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah
sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai
contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang
berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2
Edisi 8), EGC : Jakarta Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
Edisi 2), EGC : Jakarta Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2010, Rencana Asuhan
Keperawatan,
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010).Diabetes in children and adolescents,
basic training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted. Argentina: