Bab Ii Tinjauan Pustaka: Gambar 2.1 Lokasi Lapangan YN Di Cekungan Jawa Timur Utara (Satyana, 2003)
Bab Ii Tinjauan Pustaka: Gambar 2.1 Lokasi Lapangan YN Di Cekungan Jawa Timur Utara (Satyana, 2003)
TINJAUAN PUSTAKA
belakang busur (back arc) berumur tersier di Indonesia bagian Barat yang
memanjang dari arah barat hingga timur kurang lebih 250 kilometer. Zona
cekungan meliputi Pantai Utara Jawa yang membentang dari Tuban ke arah timur
Lokasi Penelitian
Gambar 2.1 Lokasi Lapangan YN di Cekungan Jawa Timur Utara (Satyana, 2003)
terlepas dari aktivitas tektonik wilayah Asia Tenggara, yaitu pergerakan Lempeng
Samudera Indo – Australia ke arah utara, Lempeng Samudera Filipina dan Pasifik
bergerak ke arah barat, dan Lempeng Eurasia yang relatif stabil. Batuan dasar
4
5
Pada lepas pantai Cekungan Jawa Timur dicirikan oleh rangkaian tinggian
batuan dasar dan bagian rendahan (graben) yang memuat akumulasi sedimen
Tersier hingga ribuan meter. Pola tinggian dan rendahan ini menerus hingga
bagian daratan Cekungan Jawa Timur dengan arah relatif terbelokkan ke arah
dipengaruhi oleh struktur inversi berarah timur – barat yang terjadi pada periode
selanjutnya disepanjang pantai utara Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Pulau
Terdapat tiga tahap orogenesa yang berpengaruh di cekungan Jawa Timur Utara,
yaitu :
Paparan Sunda. Pada Eosen terjadi rifting yang diikuti oleh pengaktifan
daerah Cepu yang dicirikan oleh perubahan fasies dari transgresi menjadi
regresi di seluruh Zona Rembang. Pada tahap ini terbentuk zona sesar
dua sistem sesar yaitu sistem sesar mendatar mengiri berarah timurlaut –
baratdaya dan arah timur – barat. Cekungan ini dibentuk oleh beberapa elemen
dicirikan oleh struktur lipatan, sesar normal dan banyak terdapat sesar
naik.
dengan pola struktur berarah timur – barat dicirikan oleh pola lipatan.
Lokasi Penelitian
Gambar 2.2 Tatanan Tektonik Regional Cekungan Jawa Timur (Mudjiono dan Pireno, 2001).
utara, Tinggian Masalembo dibagian timur, dan Jalur Vulkanik Jawa dibagian
yaitu :
1. Paparan Utara yang terdiri dari Busur Bawean, Paparan Madura Utara
2. Bagian tengah yaitu Tinggian Sentral yang terdiri dari Jawa Barat Laut
3. Bagian selatan dikenal sebagai Cekungan Selatan yang terdiri dari Zona
Gambar 2.3 Stratigrafi Regional Cekungan Jawa Timur Utara (Mudjiono, et. al, 2001)
dengan Interval Penelitian yaitu Formasi Kujung-I.
9
barat ke timur.
serpih, batulanau, dan batubara yang merupakan endapan synrift dan tidak
formasi ini hanya ditemukan pada bagian timur, yaitu daerah Lepas Pantai
3. Formasi Ngimbang
bagian atas, yang terdiri dari batugamping, dengan perselingan serpih dan
10
4. Formasi Kujung
sisipan tipis batupasir. Terdapat fosil foraminifera, pecahan koral, dan alga
5. Formasi Tuban
klastik hingga mengalir ke tempat yang lebih rendah. Setelah itu terjadi
6. Formasi Ngrayong
7. Formasi Wonocolo
lempungan, dan napal pasiran dan kalkarenit yang tersebar dengan arah
Diperkirakan formasi ini diendapkan pada laut terbuka, zona batial pada
hidrokarbon sejak akhir abad ke – 18, terutama dari daerah Cepu, Bojonegoro, dan
Central Deep Basin (Manur dan Barraclough, 1994) dengan tipe kerogen
II dan III sehingga dapat menghasilkan minyak dan gas. Serpih laut dalam
pada bagian bawah Formasi Kujung juga berpotensi sebagai batuan induk.
yang berada pada cekungan ini adalah batuan karbonat Formasi Ngimbang
permeabel seperti batulempung. Seal rock yang berada pada cekungan ini
4. Migrasi
5. Perangkap (trap)
dasar.
16
dominan lebih dari 50% mineral – mineral karbonat, meliputi Batugamping dan
batuan karbonat adalah aragonit, kalsit, dan dolomit (Tucker and Wright, 1990),
penggantian dari mineral kalsit dan dolomit dan juga sebagai hasil
hingga 95%, sehingga tidak semua batuan karbonat adalah batugamping (Reijers
17
& Hsu, 1986). Proses pembentukkan batuan karbonat dapat terjadi secara insitu,
yaitu berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun biokimia
dengan peranan organisme, selain itu dapat terjadi dari butiran rombakan yang
juga pembentukannya dapat terjadi akibat proses diagenesa dari batuan karbonat
dolomit.
karbonat.
Pengaruh sedimen klastik asal darat, adanya partikel seperti lempung dan
dengan kondisi aliran air yang jernih dan relatif stabil untuk mendukung
Iklim dan suhu, iklim tropis – subtropis yang cukup menerima sinar
matahari, temperatur relatif hangat, serta kadar oksigen dan salinitas yang
penghasil CaCO3. Selain itu, pada iklim arid proses evaporasi sangat besar
Tektonik dan perubahan muka air laut, tektonik dapat menentukan setting
tempat diendapkannya karbonat. Perubahan naik dan turun muka air laut
berdasarkan ukurannya. Partikel dengan ukuran lebih besar dari 0,2 mm dan dapat
partikel berukuran lebih kecil dari 0,02 mm disebut sebagai lime mud. Komponen
sebagai karbonat build up yaitu batuan karbonat yang terdiri dari material
mencari tempat paling tinggi agar menempati kolom air yang cukup dan
yang secara lokal, terbatas secara lateral, merupakan hasil proses relief
- Pellets, merupakan butiran yang masif, berbentuk elips atau oval, tidak
favreina.
grapstone.
c. Semen atau sparit merupakan material halus dapat berupa kalsit, silika,
atau oksida besi. Semen berperan sebagai material pengikat antar butiran
dan mengisi rongga pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks.
sebagai batuan reservoar baik hidrokarbon maupun air tanah. Faktor – faktor yang
dan litifikasi.
maka disebut “Fabric Selective”. Sebaliknya, jika tidak ada hubungan antara
porositas dengan kemas maka disebut “Not Fabric Selective”. Jenis porositas
butiran.
butiran.
21
Jenis porositas yang termasuk dalam “Not Fabric Selective” terdiri dari :
deformasi.
pelarutan yang berkembang dari sistem pori yang telah ada sebelumnya.
Jenis porositas yang dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan kemas,
karbonat.
Gambar 2.4 Klasifikasi Sistem Pori Pada Batuan Karbonat (Choquette & Pray, 1970)
23
memiliki tipe genetik. Faktor – faktor yang menjadi dasar pembagian klasifikasi
dangkal (platform). Selain itu, sedimen karbonat dapat ditemukan pada beberapa
bagian lingkungan laut marginal. Menurut Tucker dan Wright (1990), tipe dasar
Gambar 2.6 Jenis Paparan Karbonat (Tucker and Wright, 1990 dalam Boggs, 2006).
perubahan lereng yang jelas pada bagian tepi luarnya sebelum masuk ke
lingkungan dengan air yang lebih dalam. Pada daerah perubahan (shelf
dengan kemiringan landai (kurang dari 1 derajat) pada daerah air dangkal
fasies yang lebih dalam. Perubahan kemiringan pada ramp tidak ditandai
oleh tren terumbu yang jelas, tetapi gundukan pasir diskontinu dapat
oleh air dalam yang bekisar dari beberapa ratus sampai beberapa kilometer
kedalamannya.
adalah sebuah pulau sangat besar, dikelilingi oleh laut dalam, dengan tepi
berdasarkan kombinasi dari litologi, struktur fisik, dan biologi yang merupakan
aspek pembeda dari tubuh batuan di atas, di bawah ataupun secara lateral (Walker,
et. al, 1992). Suatu fasies akan mencerminkan suatu mekanisme pengendapan
tertentu atau berbagai mekanisme yang terjadi saat yang bersamaan. Fasies dapat
dikombinasikan menjadi asosiasi fasies yang merupakan suatu kombinasi dari dua
atau lebih fasies yang membentuk tubuh batuan dalam berbagai skala dan
pengendapan.
secara fisika, kimia dan biologi berbeda dengan roman lainnya, misalnya gurun,
lembah, sungai, delta dan laut (Selley, R.C.,1985). Pembagian dan penentuan
penelitian ini mengacu pada model paparan laut dangkal pengendapan karbonat
(Tucker and Wright, 1990) dengan penciri fasies di setiap lingkungannya, yaitu :
27
(a)
(b)
Diagenesa adalah proses – proses yang terjadi pada sebuah batuan sedimen
setelah pengendapan, sebelum temperatur dan tekanan menjadi cukup tinggi untuk
Choquette & Pray (1970) membagi tahapan diagenesa menjadi tiga tahap,
yaitu :
hingga sebelum pengendapan yang efektif dan relatif masih dekat dengan
permukaan.
permukaan.
Proses – proses diagenesa yang umum terjadi pada batuan karbonat adalah
sebagai berikut :
1. Sementasi
Proses ini terjadi ketika fluida yang mengisi pori dalam keadaan sangat
jenuh oleh keberadaan semen dan tidak ada faktor kinetik yang mengganggu
2. Mikritisasi mikrobial
Proses ini terjadi akibat adanya butiran yang terubah akibat pengaruh
organisme kecil seperti alga, jamur, dan bakteri. Butiran skeletal mengalami
pemboran di bagian luar dan ruang tersebut terisi oleh material sedimen sangat
halus atau semen. Micrite envelope merupakan hasil dari proses ini. Bila
termikritisasi.
3. Neomorfisme
4. Disolusi
Proses disolusi atau pelarutan terjadi saat fluida yang mengisi pori tidak
cukup jenuh oleh mineral karbonat. Mineral metastable seperti aragonit sangat
batuan sedimen terutama pada batuan yang mudah larut seperti batuan
5. Kompaksi
sehingga terjadi retakan dalam butiran. Kompaksi kimia terjadi ketika butiran
kontak antar butir. Porositas batuan akan berkurang karena kemas lebih
marine, dan burial dengan zona lingkungan yang dibagi menjadi dua yaitu zona
vadose yang berada diatas permukaan laut dan zona phreatic berada dibawah
menjadi lima yaitu meteoric vadose, meteoric phreatic, mixing zone, marine
Gambar 2.8 Lingkungan Diagenesa Batuan Karbonat (Tucker and Wright, 1990)
Lingkungan ini berada diatas watertable dengan pori – pori yang terisi
oleh air dan udara. Kondisi air dalam pori tidak jenuh bertahan diantara
oleh air. Pada zona aktif, di bagian atas meteorik preatik, dicirikan oleh
butiran, adanya porositas vuggy dan moldic. Pada zona stagnan, dibagian
3. Zona Mixing
Dapat dicirikan oleh air payau, namun bila kondisi lingkungan dalam
ruang pori akan terisi oleh air laut. Terdiri dari dua sub zona yaitu (a) zona
mikritisasi, dan (b) zona aktif, yaitu lingkungan dengan sirkulasi air yang
Magnesium tinggi.
5. Burial
baik. Reservoar karbonat dicirikan oleh variasi porositas dan permeabilitas yang
sangat tinggi sebagai hasil dari fasies dan pengaruh diagenesa yang terjadi.
Diagenesa dapat membuat porositas karbonat menjadi sangat besar atau berkurang
sesuai dengan proses dan lingkungan tempat terjadinya. Secara umum, terdapat
seperti karbonat build up sebagai barrier yang berasosiasi pada tepi paparan.
permukaan oleh air meteorik atau fracture dari hasil pergerakan tektonik
Log sumur (well log) adalah metode yang merekam data bawah
selaras dengan pergerakan alat yang dipakai, sehingga diagram yang dihasilkan
akan merupakan gambaran hubungan kedalaman dengan karakter atau sifat – sifat
formasi batuan. Data hasil logging dapat digunakan untuk mengidentifikasi zona
produktif, kedalaman, ketebalan, dan membedakan fluida baik minyak, gas, dan
Log terdiri dari beberapa jenis yang dapat dibagi berdasarkan sifatnya seperti log
gamma ray (GR), log resistivitas, log densitas, log neutron, log sonik dan
sebagainya.
Prinsip kerja log gamma ray (GR) adalah merekam radioaktif alami
seperti Thorium (Th), Potasium (K), Uranium (U) yang secara kontinu
memancarkan energi radiasi tinggi dari dalam suatu formasi. Serpih mempunyai
radiasi yang paling kuat karena kandungan radioaktif terendapkan dengan baik di
lapisan serpih yang tidak permeabel. Pada formasi permeabel seperti batupasir dan
batuan karbonat yang bebas serpih maka pembacaan log GR lebih rendah karena
bisa digunakan karena formasi dan lumpur yang digunakan terlalu resistif.
d. Dapat digunakan sebagai acuan korelasi pola motif log antar sumur,
kemampuan formasi tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Selain itu, nilai
log resistivitas dapat diperoleh melalui induksi arus listrik ke dalam formasi dan
Resistivitas formasi bergantung dari sifat dan karakter fisik batuan seperti
porositas, salinitas, dan jenis batuan, selain itu kandungan fluida juga
batuan.
pada kurva log resistivitas dapat diketahui jenis fluida yang terkandung.
36
Log densitas adalah log porositas yang mengukur densitas elektron pada
formasi dalam satuan gram/cc. Kurva log densitas menunjukkan besarnya densitas
keseluruhan matriks batuan dan fluida dalam pori (bulk density) dari batuan yang
kualitatif log ini berguna sebagai indikator penentuan litologi, dapat digunakan
log neutron yang relatif lebih kecil daripada air tawar atau air asin. Pori yang terisi
oleh gas menunjukan nilai log neutron rendah karena gas memiliki paling sedikit
dan juga sebagai pembeda kandungan fluida antara air, minyak, dan gas. Jika
dalam formasi pada jarak tertentu, sehingga memerlukan pemancar dan penerima
yang dipisahkan dalam jarak tertentu. Waktu yang dibutuhkan tersebut adalah
interval transit time (∆t) berbanding terbalik dengan kecepatan gelombang suara
yang bergantung pada jenis litologi, porositas, dan kandungan pori. Bila batuan
bersifat padu dan porositas rendah maka nilai waktu akan rendah, begitu pula
sebaliknya. Secara kuantitatif, log sonik digunakan untuk evaluasi porositas pada
pori yang terisi fluida, namun alat sonik hanya menghitung waktu tempuh.
pengendapan (Walker dan James, 1992). Korelasi pola log GR dilakukan untuk
korelasi lumrah dilakukan pada batuan silisiklastik. Faktanya, pola log tidak dapat
dan tipe porositas pada batuan karbonat. Hal ini disebabkan proses sekunder yang
kombinasi log GR dengan log resolusi tinggi serta perhitungan sifat fisik batuan
2008). Bentuk – bentuk dasar pola log dapat berupa cylindrical, irregular, bell,
Evaluasi formasi merupakan suatu proses analisis ciri dan sifat batuan di
dengan data bawah permukaan seperti pengamatan konfigurasi kurva pada log
sumur kemudian dapat divalidasi dengan data batuan inti. Analisa kualitatif dalam
densitas.
perhitungan parameter fisik batuan dari data log sumur dan dapat divalidasi
dengan data batuan inti. Parameter fisik batuan terdiri dari volume serpih (Vsh),
penelitian ini, identifikasi sifat fisik batuan terbatas pada volume serpih dan
Volume serpih adalah jumlah total serpih yang terkandung dalam zona
mengenai sifat serpih dan koreksi data log sumur dibutuhkan supaya tidak terjadi
yang terkandung dalam reservoar. Salah satu metode yang umum digunakan
dalam menentukan volume serpih (Vsh) adalah menggunakan log gamma ray
(GR) karena serpih lebih bersifat radioaktif dari batupasir dan batuan karbonat.
dari log GR, dengan rumus sebagai berikut (dalam Asquith, 2004) :
Keterangan,
IGR : Index Gamma Ray
GRlog : Nilai Gamma Ray yang terbaca di formasi
GRmin : Nilai Gamma Ray terendah di formasi
GRmax : Nilai Gamma Ray tertinggi di formasi
yang umum dipakai dalam kalkulasi kandungan serpih. Secara linear, respon dari
log GR berbanding lurus dengan volume serpih, maka volume serpih (Vsh) sama
menghasilkan estimasi volume serpih yang cukup tinggi yang akan berpengaruh
terhadap kualitas reservoar. Selain itu, para peneliti telah membuktikan bahwa log
GR memiliki beberapa respon non – linier yang dapat dipengaruhi beberapa faktor
umum seperti umur formasi ataupun kandungan mineral. Formula empiris dari
resistivitas, dan caliper pada zona shaly sand. Sehingga, parameter fisik
batuan secara kualitatif dan kuantitatif dapat diperoleh dari tiap log
Metode ini dapat digunakan dengan baik pada litologi yang diasumsikan
memiliki mineralogi relatif sama, seperti batupasir dan shale, tidak seperti
3 – 2 x IGR
persamaan yang secara garis besar dapat digunakan untuk batuan berumur
(consolidated rock).
gambar berikut :
43
kondisi batuan interval penelitian yang dapat divalidasi dengan data pemboran,
sehingga perolehan nilai volume serpih merupakan nilai yang sesuai dengan
kondisi batuan bawah permukaan. Hal ini dilakukan karena hasil perhitungan
2.4.2.2 Porositas
total batuan yang dapat dinyatakan dalam persen (%). Umumnya, porositas yang
volume total batuan. Adanya pori – pori batuan yang saling berhubungan akan
Keterangan,
ρma = densitas matriks (g/cm3)
ρf = bulk density dari formasi (g/cm3)
ρb = densitas fluida (g/cm3)
Pada formasi yang bersih dari serpih, nilai porositas dapat dibaca
menggunakan persamaan :
Keterangan :
PHIT = porositas total (V/V)
PHID = porositas densitas (V/V)
NPHI = porositas neutron (V/V)
Keterangan,
PHIE = porositas efektif (V/V)
PHIT = porositas total densitas - neutron (V/V)
Vsh = volume shale
45
(PHIT) dan porositas efektif (PHIE) dari log sonik (DT) yaitu :
Secara harfiah, nilai pancung atau cut off adalah suatu nilai batas. Dalam
konteks zona reservoar, nilai pancung merupakan batasan nilai dari parameter
reservoar meliputi volume serpih, porositas, permeabilitas, dan saturasi air yang
telah disesuaikan dengan karakter fisik suatu reservoar. Dalam penelitian ini,
perhitungan parameter fisik batuan dibatasi pada volume serpih dan porositas.
dengan crossplot nilai volume serpih dan porositas pada interval penelitian yang
Vsh
Vsh ,
, Sw Sw
…………………(2.10) Metode Nilai Pancung
N N N
Jika nilai volume serpih hasil evaluasi formasi lebih besar dari nilai
pancung volume serpih, maka nilai tersebut akan di eliminasi. Nilai porositas
46
yang lebih kecil dari nilai pancung porositas akan di eliminasi juga. Lapisan yang
Bila salah satu kriteria tidak terpenuhi maka tidak dapat dinyatakan
sebagai zona reservoar. Hasil eliminasi volume parameter batuan dengan nilai
pancung dapat menghasilkan nilai rata – rata dari volume serpih dan porositas
Hasil nilai parameter volume serpih dan porositas batuan yang telah di
eliminasi dengan nilai pancung, ditampilkan dalam suatu tabulasi nilai atau
porositas batuan dapat di validasi dengan skala kualitas nilai porositas menurut
Koesomadinata (1978).