PENDAHULUAN
Sebagai negara agraris, sektor pertanian merupakan sektor penting sebagai
penopang perekonomian nasional. Sebagian besar penduduk Indonesia bermata
pencaharian di bidang pertanian. Namun demikian hasil yang diharapkan dari
sektor pertanian belum optimal. Hal itu ditunjukkan dengan masih belum
mencukupinya hasil pertanian dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama
beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Dalam proses menopang
peningkatan hasil produksi pertanian maka dibutuhkan proses irigasi karena irigasi
merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan produksi bahan pangan
(Pitana 1993).
Sistem irigasi dapat diartikan suatu kesatuan yang tersusun dari berbagai
komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan
pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian, untuk itu
diperlukan upaya demi kelestarian sarana irigasi dan aset-asetnya yang ada, hal ini
diperlukan pengelolaan aset irigasi yang optimal. Kegiatan-kegiatan yang
mendukung penyelenggaraan pengelolaan aset irigasi seperti yang diatur dalam
ketentuan perundangan yang ada, tertulis pada UU No. 7 tahun 2004 pasal 41
tentang Sumber Daya Air, irigasi diatur tersendiri dalam suatu peraturan
pemerintah. Dengan terbitnya PP No. 20 tahun 2006 tentang irigasi, maka amanat
tersebut telah terpenuhi. Dalam PP No. 20 tahun 2006 tesebut. Pengelolaan Aset
Irigasi diatur dalam Bab X (Rahman 2009).
Daerah Irigasi Jragung pertama kali dibangun pada tahun 1930. Daerah irigasi
mendapat suplai air dari Bendung Jragung yang terletak di Desa Padang,
Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah.
Sedangkan keseluruhan jaringan irigasi berada di Kabupaten Demak. Oleh karena
itu Untuk menciptakan ketersediaan air secara terus menerus dan menjaga
ketersedian sumber air, maka diperlukan serangkaian usaha secara terus menerus
dalam rangaka perlindungan, pengendalian, pengembangan dan pemanfaatan
sumber daya air (Soewarno 1995). Untuk itu perlu dibangun sebuah bendung di
sungai Jragung sebagai upaya pemanfaatan sumber air bagi irigasi pertanian.
Bendung merupakan bangunan melintasi sungai yang berfungsi untuk menaikan
2
elevasi sungai dan membelokan air agar dapat mengalir kesaluran dan masuk ke
sawah untuk keperluan irigasi(Triadmodjo 2010).
METODOLOGI
Praktikum mata kuliah Bangunan Hidrolika dengan topik “Bangunan Intake”
dilakukan pada hari Rabu, 22 September 2021 pukul 13.00–16.00 WIB melalui
aplikasi Zoom Meeting. Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini
berupa Microsoft Word, Microsoft PowerPoint, Google Chrome, serta literatur
mengenai perancangan bendung. Studi kasus yang digunakan yaitu Perancangan
Bendung Jragung Kabupaten Demak, Jawa Timur. Menurut Pondaag dan Yasser
(2016), dalam perencanaan bendung perlu dilakukan analisis hidrologi, perhitungan
kebutuhan air irigasi, analisis debit andalan, analisis neraca air, analisis hidrolis dan
struktur bendung, analisis stabilitas bendung, serta perhitungan rencana anggaran
biaya. Analisis hidrolis bendung meliputi tubuh bendung itu sendiri dan bangunan-
bangunan pelengkap sesuai dengan tujuan bendung. Perhitungan struktur bendung
pada praktikum ini difokuskan pada bagian mercu bendung, lebar bendung, bahan
pembangun, elevasi, dll. Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan
bendung disajikan pada diagram alir berikut.
Mulai
Analisis Hidrologi
Selesai
Rumus :
4
V = μ . √2 .g .z
Qn = V . α . b
Qn = μ . α . b √2 .g .z.
Dimana:
Qn = debit rencana = 0,814 m3/det
μ = koefesien debit = 0,8 (untuk pengambilan tenggelam)
α = tinggi bersih bukaan (m)
b = lebar pintu pengambilan (asumsi awal = 1,50 m)
g = percepatan gravitasi = 9,81 m/det2
z = kehilangan energi pada bukaan, diambil 0,16
Dimensi stang pada pintu pengambilan yang memiliki lebar pintu 1, diameter
sebesar 3 cm, dan tinggi pintu (hp) = 0,543.
SIMPULAN
Elevasi dasar hilir saluran pengambilan saat kantong lumpur penuh sebesar
+35,993 m, Elevasi dasar bangunan pengambilan sebesar +36,193 m, Elevasi muka
air di hilir pintu sebesar +36,576 m dan Elevasi muka air di hulu pintu sebesar
+36,736 m. Dimensi Pintu pengambilan sendiri memiliki lebar pintu 1,5 m dan
tinggi 2,24 m. Pintu pengambilan menggunakan material yang terbuat dari kayu jati
kelas 2 yang memiliki besar tekanan 800 kg/cm2 dan memiliki tebal papan kayu 2
cm. Dimensi stang pada pintu pengambilan yang memiliki lebar pintu 1, diameter
sebesar 3 cm, dan tinggi pintu (hp) = 0,543.
SARAN
Dalam perencanaan intake harus memperhatikan lokasi dan kesulitan yang
mungkin timbul untuk mendapatkan hasil optimal.
Daftar Pustaka
Pitana, I Gde. 1993. Subak, Sistem Irigasi Tradisional di Bali. Upada Sastra. Denpasar.
Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Cetakan kedua. Beta Offset. Yogyakarta.