Anda di halaman 1dari 17

IMPLEMENTASI KONSEP TEOLOGI AL-MA’UN DAN AL-‘ASHR

DALAM ORGANISASI MUHAMMADIYAH


TAHUN 2010-2015
Sri Rokhimi
Jurusan Akidah dan Filsafat Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon
srialiyusuf@gmail.com

ABSTRAK
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ketika
umat Islam dan masyarakat Indonesia berada dalam keadaan terhimpit,
dimana Islam-hampir di seluruh dunia berada di bawah belenggu
cengkraman penjajah dan kebekuan pemikiran keagamaan hingga mudah
dijumpai keadaan umat Islam di sana-sini seperti kebodohan,
keterbelakangan, dan kemiskinan. Muhammadiyah merupakan gerakan
pembaruan yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan. Berdasarkan
hal tersebut KH. Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah telah berjuang
untuk membebaskan masyarakat dari keadaan dan kondisi tersebut dengan
menjalankan Muhammadiyah menggunakan konsep teologi al-Ma’un.
Memasuki abad kedua Muhammadiyah, konsep teologi al-Ma’un tidak
kuasa lagi menghadapi perubahan zaman yang modern ini, oleh karena itu
pemaknaan ulang diperlukan dan butuh konsep baru yang dapat membantu
konsep teologi al-Ma’un dan bantuan konsep baru yang digagasnya, yaitu
konsep teologi al-‘Ashr. Kedua konsep teologi tersebut terbentuk
berdasarkan latar belakang pendidikannya ketika beliau pergi haji ke
Mekkah, dan kondisi masyarakat Indonesia. Implementasi konsep teologi
al-Ma’un pada masa KH. Ahmad Dahlan seringkali diterjemahkan melalui
tiga pilar kerja yaitu healing (pelayanan kesehatan), schooling
(pendidikan), dan feeding (pelayanan sosial). Konsep teologi al-Ma’un dan
al-’Ashr KH. Ahmad Dahlan memasuki abad ke-2 berdirinya
Muhammadiyah, penerapan kedua konsep tersebut masih terus dilakukan
dalam program Muhammadiyah tahun 2010-2015, penerapan tersebut juga
dilakukan agar maksud dan tujuan berdirinya Muhammadiyah tetap terjaga
meskipun banyaknya tantangan yang harus dihadapi pada era ini, seperti
dalam program bidang pemberdayaan masyarakat, program bidang hikmah
ddan kebijakan publik, Program bidang ekonomi dan ZIS (Zakat, Infaq,
Shadaqoh), dan program bidang pendidikan, iptek, dan litbang, program
bidang pemberdayaan anggota dan kader, program bidang tarjih, tajdid,
dan amal saleh, dan program bidang dakwah.

Kata Kunci: Teologi al-Ma’un, teologi al-’Ashr, KH. Ahmad Dahlan,


Muhammadiyah.

1
PEDAHULUAN

Muhammadiyah berdiri dengan resmi pada tanggal 8 Dzulhijjah 1332 H


atau 18 November 1912 M, mula-mula organisasi ini berdiri di Kampung Kauman
Yogyakarta.1 Muhammadiyah hadir sebagai alternatif terhadap berbagai persoalan
yang dihadapi umat Islam di Indonesia sekitar akhir abad 19 dan awal abad 20.
Muhammadiyah dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan agama
Islam di Indonesia, diidentikkan sebagai gerakan pembaharuanterutama dalam
bidang sosial keagamanaan. Hal ini cukup beralasan, karena Muhammadiyah
sangat berperan penting dalam perubahan kehidupan sosial keagamaan di
Indonesia sejak awal pendiriannya. Keadaan zaman yang menghimpit umat Islam
saat berdirinya Muhammadiyah pada 1912 dapat disebutkan antara lain: umat
Islam-hampir di seluruh dunia berada di bawah belenggu cengkeraman
penjajahan, kebekuan pemikiran keagamaan, rendahnya mutu pendidikan, terlebih
lagi jika dibandingkan dengan dunia pendidikan umum yang diselenggarakan oleh
pemerintah kolonial Hindia Belanda serta yayasan-yayasan Katolik dan Protestan.
Hal ini tidak saja yang menyangkut di bidang pendidikan, tetapi juga dalam
pelayanan sosial, seperti rumah sakit, panti asuhan, rumah jompo, dan lain
sebagainya. Selain itu situasi umum umat Islam yang sangat mudah dijumpai di
sana-sini seperti kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan.2
Berbicara tentang gerakan Muhammadiyah pasti tidak dapat dilepaskan
dari sang pendiri KH.Ahmad Dahlan. Dalam keadaan yang tidak menentu
tersebut, beliau muncul sebagai salah seorang yang peduli terhadap kondisi yang
sedang dihadapi oleh umat Islam khususnya masyarakat pribumi. Muhammadiyah
yang sejak berdirinya mewujudkan diri sebagai gerakan sosial. Sebuah gerakan
sosial yang memiliki landasan kuat, baik dalam konteks agama maupun sosial.
Salah satu hal menarik dari kepribadian KH. Ahmad Dahlan adalah
sifatnya yang sangat berhati-hati, begitu terkenalnya beliau dengan kehati-
hatiannya hingga di depan meja tulis dalam kamar kerjanya tergantung pada
dinding terdapat sebuah nasehat yang ditulis untuk dirinya sendiri yang berbunyi:
“Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-
peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati.
Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga
engkau akan binasa karenanya.
Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang
diri bersama Allah, sedang engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab

1
AR Fakhruddin, Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah, Malang: UMM Press, 2005,
hlm. 5-6.
2
M. Amin Abdullah, Intelektualisme Muhammadiyah Menyongsong Era Baru,Bandung:
Mizan, 1995, hlm. 26.

2
surga dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah
yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya.”3
Tulisan itulah yang mengingatkan beliau kepada kematian dan kepada
peristiwa-peristiwa sesudahnya. Hal ini pula yang menyebabkan dia selama
hiduptnya selalu mencari dan mengumpulkan bekal untuk mati. Dan bekal untuk
mati itu telah ia peroleh, yakni memperbanyak ibadah dan amal saleh, menyiarkan
dan membela agama Allah serta memimpin umat ke jalan yang benar dan
membimbing mereka kepada amal dan perjuangan menegakkan Kalimah Allah.
Kemunduran umat Islam sangat merisaukan hatinya dan dia merasa
bertanggungjawab serta berkewajiban untuk membangunkan, menggerakkan, dan
memajukan mereka.
Dia sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilakukan seorang diri,
melainkan harus oleh beberapa orang, oleh banyak orang yang diatur dengan
seksama. Untuk itu harus dibentuk organisasi, atau perkumpulan, atau
persyarikatan. Melalui pemahaman itu, dia mendirikan sebuah organisasi atau
persyarikatan dan dia beri nama persyarikatan itu ‘Muhammadiyah’.Dengan nama
itu, dia bermaksud menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat
Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad SAW, yaitu Islam.
Tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang
memang diajarkan serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW., agar supaya
dapat menjalani kehidupan dunia panjang kemauan agama Islam. Dengan
demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi
kemajuan umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.4
KH. Ahmad Dahlan, beliau adalah manusia amal. 5 Pemikiran KH. Ahmad
Dahlan tidak nampak membicarakan masalah ketuhanan (theology).6 Mengenai
masalah ketuhanan, dia kembali pada pendapat ulama salaf dan dia tidak suka
berfikir yang mendalam tentang hal itu. Pemikirannya memang banyak
menunjukkan segi praktis dari agama. Masalah ketuhanan yang banyak
menimbulkan perbedaan pendapat dan tidak berakibat praktis yang menghasilkan
amal kurang mendapat perhatian. Itulah makanya, dia mengartikan orang
beragama sebagai orang yang melahirkan amal.7
Ketika KH. Ahmad Dahlan mengartikan orang beragama sebagai orang
yang menghasilkan amal, mustahil aksi amaliah itu tanpa dilandasi oleh pemikiran
teologis sebagai landasan etika sosialnya. Aksi sosial kebudayaan yang dilakukan
3
Djarnawi Hadikusuma, Matahari-matahari Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2014, hlm. 4-5.
4
Djarnawi Hadikusuma, Matahari-matahari Muhammadiyah, hlm. 5-6.
5
Azaki Khoirudin, Teologi Al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan,
Yogyakarta: SuaraMuhammadiyah, 2015, hlm. 72.
6
M. Yusron Asrofie, Kiai Haji Ahmad Dahlan, Pemikiran & Kepemimpinannya,
Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1983, hlm. 49
7
M. Yusron Asrofie, Kiai Haji Ahmad Dahlan Pemikiran & Kepemimpinannya, hlm. 50

3
KH. Ahmad Dahlan, tentu di landasi kerangka pikiran yang menjadi etos untuk
melakukan gerakannya.8
Salah satu pemikiran KH. Ahmad Dahlan mengenai aksi sosialnya ialah Al-
Qur’an surat Al-Maun. Surat Al-Ma’un hasil pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang
sering disebut teologi al-Ma’un ini menjadi ide penggerak organisasi
Muhammadiyah selama bertahun-tahun.
Pemahaman terhadap surat Al-Ma’un pada intinya, surat ini mengajarkan
bahwa ibadah ritual itu tidak ada artinya jika pelakunya tidak melakukan amal
sosial. Surat ini bahkan menyebut mereka yang mengabaikan anak yatim dan tak
berusaha mengentaskan masyarakat dari kemiskinan sebagai ‘pendusta agama’.9
Teologi Al-Ma’un seringkali diterjemahkan dalam tiga pilar kerja, yaitu healing
(pelayanan kesehatan), schooling (pendidikan), dan feeding (pelayanan sosial).
Teologi Al-Maun yang digagas dan dikembangkan oleh KH.Ahmad Dahlan
dipandang oleh warga Muhammadiyah berhasil membawa gerakan ini
untukmembebaskan kaum lemah dari ketertindasannya, dengan perwujudan
konkret adanya pendirian panti asuhan, rumah sakit, dan lembaga pendidikan.10
Namun, dalam era global kapitalisme ini, pemaknaan teologi Al-Ma’un
dirasa kurang efektif lagi, karena tidak seperti pada zaman KH. Ahmad Dahlan
dulu, cara-cara pengentasan kemiskinan yang bersifat memberi bantuan langsung
sudah tidak berdaya lagi dalam mengadapi sistem kapitalisme global, orang
menjadi miskin itu kebanyakan bukan karena mereka malas bekerja. Banyak
sekali orang miskin yang justru bekerja banting tulang 24 jam sehari. Mereka
menjadi miskin karena hidup di dalam sistem yang menciptakan kemiskinan dan
mendukung penindasan terhadap orang miskin.11 Melihat keadaan tersebut
menjadi alasan diperlukannya kembali penafsiran kembali terhadap surat al-
Ma’un.
Menghadapi tantangan zaman tersebut, selain membutuhkan penafsiran
kembali, dibutuhkan juga sebuah pemikiran baru yang dapat membantu teologi
al-Ma’un. Menurut Azaki Khoiruddin, sebelum teologi Al-Maun yang digagas
KH. Dahlan diajarkan kepada murid-muridnya dan menjadi pondasi teologis
Muhammadiyah, ia telah terlebih dahulu mengajarkan surat Al-’Ashr
dibandingkan surat Al-Maun, yaitu setelah ia pulang dari pergi Haji di Mekkah
kedua kalinya pada tahun 1904.12 Sedangkan KH. Ahmad Dahlan mengajarkan
surat Al-Ma’un pada masa-masa awal pendirian Muhammadiyah.
AzakiKhoirudin, Teologi Al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan,
8

hlm. 72
Ahmad Najib Burhani, “Makna teologi Al-Ma’un di dua generasi Muhammadiyah”,
9

Suara Muhammadiyah, 13/98, 22 Syakban - 7 Ramadlan 1434 H or 1 -15 Juli 2013, hal. 34.
10
Sokhi Huda, Teologi Mustad’afin di Indonesia: Kajian atas Teologi Muhammadiyah,
jurnal Institut Keislaman K.H. Hasyim Asy’ari (IKAHA) Jombang , Vol. 7 No. 2, 2011, hlm. 347.
11
Ahmad Najib Burhani, Makna teologi Al-Ma’un di dua generasi Muhammadiyah, hlm.
35

4
Surat Al-’Ashr ini, meskipun hanya memiliki 3 ayat, namun setidaknya
terdapat 6 pelajaran penting yang dapat diambil, yaitu mengenai waktu, kondisi
umum kemanusiaan, orang yang beriman, amal shalih, berpesan-pesan kepada
kebenaran, berpesan-pesan dengan kesabaran. Hal menarik dari surat Al-’Ashr ini
adalah mengenai teologi al-Maun yang menjadi perwujudan salah satu terjemahan
praksis teologi Al-’Ashr yaitu amal shalih, sehingga Muhammadiyah dapat
bergerak dalam bidang sosial dan bertahan hingga lebih dari satu abad ini. KH.
Ahmad Dahlan mengajarkan surat Al-Ma’un kepada murid-muridnya selama 3
(tiga) bulan, kemudian melahirkan tindakan sosial praksis, sedangkan Al-’Ashr
diajarkan lebih dari 7 bulan menghasilkan peradaban Muhammadiyah yang
bertahan hingga melintasi seabad.13
Tulisan ini secara umum berusaha untuk mengungkapkan bagaimana
Geneologi konsep teologi al-Ma’un dan al-‘Ashr dan Implementasi konsep
teologi al-Ma’un dan al-‘Ashr dalam organisasi Muhammadiyah tahun 2010-
2015.
GENEOLOGI KONSEP TEOLOGI AL-MA’UN DAN AL-’ASHR
KH. AHMAD DAHLAN
A. Konsep Teologi al-Ma’un
Konsep teologi Al-Ma’un merupakan hasil pemikiran KH. Ahmad
Dahlan yang terinspirasi dari surah al-Ma’un, surah ke-107 dari al-Qur’an
dan masuk ke dalam surah-surah Makkiyah menurut beberapa riwayat, dan
menurut beberapa riwayat yang lain adalah surah Makkiyah dan Madaniah
(yaitu tiga ayat pertama adalah Makkiyah sedang sisanya adalah Madaniah),
dan pendapat terakhirlah yang lebih kuat.14 Konsep teologial-Ma’un yang
dicetuskan oleh KH. Ahmad Dahlan memiliki kesamaan kondisi sosial
Indonesia ketika al-Qur’an turun kepada Nabi Muhammad saw. yaitu ketika
betapa lebar dan tajamnya kesenjangan sosial-ekonomi di Mekkah. Dalam
surah al-Ma’un, seseorang yang tidak peduli terhadap nasib anak yatim dan
orang miskin dikategorikan sebagai pendusta agama sekalipun dia shalat.15

Pesan surah al-Ma’un yang diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan


tersebut diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan pada setiap pengajian rutin subuh,
yang mana beliau mengajarkan tafsir surah al-Ma’un berulang-ulang selama

12
Azaki Khoirudin, Teologi Al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan,
hlm. 79.
13
Azaki Khoirudin, Teologi Al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan,
hlm. 25
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an (Surah Al-
14

Ma’aarij-An-Naas) Jilid 12, Jakarta; Gema Insani, 2001, hlm. 356.


15
Ahmad Syafi’i Ma’arif , Mengukuhkan Teologi Al-Ma’un dalam Teori dan
Praksis,disampaikan dalam pengajian P.P. Muhammadiyah, Yogyakarta, 7 ramadhan 1433 H/26
Juli 2012, hlm. 1.

5
beberapa hari. Salah seorang murid dan peserta pengajian yang bernama
Sudjak, lalu bertanya kepadanya, mengapa bahan pengajian tidak ditambah-
tambah dan hanya mengulang-ulang surah tersebut. Mendengar pertanyaan
itu KH. Ahmad Dahlan balik bertanya kepada para muridnya, apakah mereka
sudah benar-benar mengerti akan maksud surah al-Ma’un, para murid
serentak menjawab bahwa mereka bukan hanya mengerti, tapi sudah hafal.
KH. Ahmad Dahlan lalu bertanya, apakah arti ayat-ayat yang sudah dihafal
tersebut sudah pula diamalkan.

Para murid pengajian itu menjawab dengan mengajukan pertanyaan:


“Apanya yang diamalkan, bukankah surah al-Ma’un sudah seringkali dibaca
saat menjalankan shalat?” KH. Ahmad Dahlan menjawab bahwa bukan itu
yang ia maksud diamalkan, tetapi apa yang sudah dipahami itu dipraktikkan
dan dikerjakan. Kemudia KH. Ahmad Dahlan memerintahkan para muridnya
untuk mencari orang miskin dan anak yatim di sekitar tempat tinggal masing-
masing, jika sudah menemukan, mereka harus membawa orang miskin dan
anak yatim itu ke rumah masing-masing, dimandikan dengan sabun dan sikat
gigi yang baik, dan diberi pakaian seperti yang biasa mereka pakai. Orang
miskin itu juga diberi makan dan minum serta tempat tidur yang layak.
Pengajian pagi itu kemudian ditutup dan KH. Ahmad Dahlan memerintahkan
agar para murid melakukan apa yang sudah dijelaskan kepada mereka.16

Pesan yang disampaikan oleh KH. Ahmad Dahlan yang sangat getol
mengajak murid-muridnya mengamalkan surah al-Ma’un itu, perjuangan
beliau untuk menyampaikan arti surah al-Ma’un juga yang dijadikan sebagai
salah satu langkah teori untuk memperdalam amalan-amalan yang telah
diperbuat oleh Muhammadiyah untuk merubah keadaan masyaraka pada saat
itu.

KH. Ahmad Dahlan mengajarkan surah al-Ma’un ini kepada murid-


muridnya secara terus menerus selama tiga bulan hingga muridnya mengerti
apa yang dimaksud dari surah ini, yaitu melakukan tindakan sosial praksis.
Metode pembelajaran KH. Ahmad Dahlan dalam memahami surah ini adalah
metode pembelajaran amaliyah, dengan menekankan semboyan kepada
murid-muridnya, “sedikit bicara banyak bekerja”. Menurut salah seorang
muridnya, Haji Bajuri, apapun yang diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan itu
hanya biasa-biasa saja, bedanya adalah bahwa setelah memperoleh pelajaran
dari kyainya, maka para murid diharuskan memberikan sesuatu kepada orang
lain apa yang pernah diajarkan olehnya. Salah satunya yan terkenal adalah
16
Leyan Mustapa, Pembaharuan Pendidikan Islam Studi Atas Teologi Sosial Pemikiran
KH. Ahmad Dahlan, jurnal pembaharuan pendidikan Islam (JPPI) Volume 1 No. 1 desember 2014
hal. 136-137

6
pembelajaran surah al-Ma’un ini, beliau mengajarkan implementasi dari
surah al-Ma’un yang berisikan tentang ajaran berbuat baik dan beramal
kepada orang-orang yang kekurangan: tahukah anda apa yang dimaksud surah
al-Ma’un? Beras, pakaian yang masih bagus, nanti kita bagikan kepada
mereka yang memerlukan dan fakir muskin.17

B. Konsep Teologi al-‘Ashr


Konsep teologi al-’Ashr KH. Ahmad Dahlan mulai ramai
diperbincangkan setelah perjuangan organisasi Muhammadiyah memasuki
abad ke-2, namun sebenarnya konsep ini muncul jauh sebelum organisasi ini
terbentuk. Konsep ini hadir sebagai pendukung bagi konsep teologi al-Ma’un
menghadapi perubahan zaman. Konsep teologi ini adalah pemikiran KH.
Ahmad Dahlan tentang surah al-’Ashr, yaitu surah ke 103 yang terdiri dari 3
ayat dan diturunkan di Mekkah, sehingga surah ini disebut surah Makkiyah.
Surah Al-’Ashr diajarkan atas permintaan Nyai Walidah, 18 Kiai Dahlan
mengajarkan surah al-’Ashr kepada para buruh perempuan di Kauman.
Pengajiannya dinamakan pengajian wal-’Ashri. Dalam pengajian ini, surah
al-’Ashr diajarkan sekitar 8 bulan, karena Kiai Dahlan suka mengulang-ulang
ketika mengajarkan surah al-’Ashr ini orang-orang Pekalongan (dulu)
memberi julukan Kiai Dahlan dengan julukan Kiai wal-’Ashri. Maksud Kiai
Dahlan mengulang-ulang al-’Ashr adalah agar murid-muridnya terbiasa
memiliki etos disiplin tepat waktu dan selalu mengisi waktu dengan perbuatan
yang bermanfaat (amal salih). Selain membentuk pengajian al-’Ashr, Kiai
Dahlan juga mempelopori “Sekolah Kader al-’Ashr” yang dipimpin oleh
KRH. Hadjid. Dokter Kery, seorang spesialis kandungan, sekarang tinggal di
Sidoarjo, asal Merauke menjelaskan bahwa gurunya dulu SD Muhammadiyah
selalu memulai pelajaran dengan bacaan al-’Ashr. Malik Fadjar juga
menyatakan ketika sekolah di Standardschool (sekarang SD) Muhammadiyah
Suronatan, setiap akan pulang, mereka tutup dengan membaca surah
al-’Ashr.19
Menurut Sukriyanto AR, maksud Kiai Dahlan mengadakan pengajian
al-’Ashr, sekolah kader al-’Ashr dan mengulang-ulang surah al-’Ashr adalah
pertama, agar murid-muridnya memiliki kesadaran akan waktu, menggunakan
waktu secara baik, efektif, dan efesien, serta selalu disiplin tepat waktu.
Kedua, agar murid-muridnya memiliki kesadaran iman, memiliki iman yang
kuat sehingga hidupnya merdeka dan terarah. Ketiga, agar murid-muridnya

17
Suwito dan Fauzan, Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, Bandung; Penerbit
Angkasa, 2003, hlm. 327-328.
18
Istri KH. Ahmad Dahlan yang sering dikenal Nyai Ahmad Dahlan
19
Azaki Khoirudin, Teologi al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan,
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2015, hlm. 2-3.

7
berlomba-lomba dalam kebaikan dengan mengisi waktu dengan amal salih.
Keempat, agar murid-muridnya memiliki kepekaan sosial dan tanggung jawab
yang tinggi, sehingga tidak melakukan pembiaran penyimpangan sosial, tetapi
memiliki panggilan hati untuk bertausyiah tentang kebenaran dengan penuh
kesabaran sikap intersubjektif-inklusif. Kelima, Kiai Dahlan mendirikan
sekolah wal-’Ashri dipimpin oleh KRH Hadjid, murid termuda Kiai Dahlan
berharap agar murid-muridnya suka mengisi waktu untuk belajar agar mereka
menjadi pandai, visioner, berpikiran maju serta bekerja keras. Karena waktu
selalu bergerak maju, berjalan kedepan, kalau tidak diisi dengan amal salih,
kita akan kehilangan peluang. Keenam, agar murid-muridnya meninggalkan
hal-hal yang tiada manfaat, tidak suka ngarasani (menggunjing) dan saling
mencela. Akan tetapi, mengisi waktu dengan amal salih, yaitu amalan yang
dilandasi dengan ilmu pengetahuan. Kiai Dahlan memberikan contoh dengan
mengamalkan surah al-Ma’un.20
Surah al-’Ashr berisi mengenai peringatan Allah tentang pentingnya
waktu dan bagaimana seharusnya ia diisi, karena melihat manusia yang
menjadikan seluruh aktivitasnya hanya berupa perlombaan menumpuk-
numpuk harta serta menghabiskan waktunya hanya untuk maksud tersebut,
sehingga mereka lalai akan tujuan utama dari kehidupannya di dunia ini.

IMPLEMENTASI KONSEP TEOLOGI AL-MA’UN DAN AL-’ASHR


DALAM PROGRAM MUHAMMADIYAH TAHUN 2010-2015
A. Implementasi Konsep Teologi Al-Ma’un
Untuk melihat pesan kepedulian sosial dalam konsep teologi al-
Ma’un, pada masa KH. Ahmad Dahlan teraplikasikan dalam tiga bidang
gerakannya, seperti bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang sosial.
Memasuki perjalanan Muhammadiyah di abad kedua ini penerapan konsep
teologi al-Ma’untidak hanya terdapat pada ketiga bidang tersebut, tetapi
mengalami perluasan dan pesan konsep teologi al-Ma’un akan terlihat dalam
kontribusi Muhammadiyah di ranah politik, ekonomi, dan kultural yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Dalam Bidang politik

Dalam konteks Muhammadiyah kekinian, beberapa tokoh


Muhammadiyah dan peneliti menyarankan bahwa organisasi ini mesti
berbagi dengan menduniakan pengalaman dan pemikirannya menembus
batas-batas teritorial suatu negara sehingga kontribusinya semakin nyata
dalam berbangsa dan bernegara. Khusus untuk Indonesia Muhammadiyah
harus pula berkontribusi untuk mengurus negara ini agar lebih baik dan

20
Azaki Khoirudin, Teologi al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan, hlm. 28-29

8
beradab serta berkemanusiaan. nasionalisasi peran dan internasionalisasi
kontribusi adalah kata kunci, dimana pesan-pesan sosial keagamaan dapat
dinikmati oleh umat manusia dari seluruh belahan dunia. Dengan bekal
pengalaman berorganisai selama seabad yang lalu, Muhammadiyah
diharapkan mampu mewarnai jagat pemikiran dan praksis sosial yang
dibawa sebagai role model ditingkat nasional maupun global.

Oleh karena itu organisasi Muhammadiyah abad kedua melalui


ranah politik diharapkan mampu menyampaikan pesan sosial keagamaan
untuk kemaslahatan masyarakat, hal tersebut tertuang dalam program
bidanghikmah dan kebijakan publik dan program bidang hubungan dan
kerjasama luar negeri sebagai kontribusi Muhammadiyah kepada dunia
internasional.

Program bidang hikmah dan kebijakan publik memiliki visi


pengembangan partisipasi dan peran warga Muhammadiyah dalam
dinamika kebangsaan yang didasari oleh prinsip akhlaqul karimah dan
Khittah Perjuangan menuju terwujudnya kehidupan bangsa dan negara
yang lebih maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat. Visi tersebut
tertuang dalam langkah program pengembangan sebagai berikut:

a) Mengintensifkan kajian-kajian khusus tentang isu-isu strategis serta


kebijakan nasional yang menyangkut hajat hidup rakyat dan menjadi
bahan bagi penyikapan Muhammadiyah dalam menghadapi
persoalan-persoalan bangsa dan negara.
b) Berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam upaya penguatan
masyarakat sipil (civil society, masyarakat madani) serta penegakan
demokrasi yang lebih substantif dan berperadaban mulia.
c) Membangun jalinan dan jaringan yang sinergis antar kader dan
simpatisan Muhammadiyah yang berada di lembaga legislatif,
eksekutif, dan yudikatif, dan lembaga-lembaga strategis lainnya guna
meningkatkan peran strategis Muhammadiyah dalam kehidupan
bangsa dan negara.
Pada saat ini substansi keterlibatan Muhammadiyah di bidang
politik memang belum terlalu aktif, karena terlebih dahulu perlu dilakukan
membangun kesadaran kolektif warga Muhammadiyah bahwa politik itu
sama mulianya dengan pendidikan dan kesehatan.21
2. Dalam Bidang Ekonomi
Memasuki abad kedua, gerakan Muhammadiyah menyantuni anak
yatim, memberi sedekah, dan infak kurang berhasil karena orang miskin

21
Bachtiar Effendy, Keharusan Tajdid Politik Muhammadiyah, hlm. 17.

9
makin bertambah. Hal ini dikarenakan tantangan zaman yang dihadapi
berbeda, Tantangan tersebut berupa sistem ekonomi kapitalis dan
globalisasi ekonomi.
Menghadapi hal tersebut, perlu dilakukan penguatan dalam bidang
ekonomi yang berbasis ekonomi Islam. Organisai Muhammadiyah
menghadapi perubahan zaman telah merumuskan program dalam ekonomi
dan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqoh) yang memiliki misi pengembangan
kapasitas dan bangkitanya kembali etos ekonomi Muhammadiyah untuk
meningkatkan pemberdayaan ekonomi dan kesejahteraan umat. Dan
melalui langkah program pengembangan sebagai berikut:
a) Mengembangkan lembaga keuangan mikro, koperasi, dan
BTM/BMT sebagai wadah kerjasama dan pemberdayaan antar
pelaku usaha ekonomi di lingkungan Persyarikatan menuju pada
kekuatan dan kemandirian Muhammadiyah sebagai gerakan
ekonomi.
b) Meningkatkan pembinaan kualitas sumberdaya manusia pelaku
usaha ekonomi umat melalui kegiatan pelatihan, pendampingan, dan
konsultasi bisnis yang intensif dan sistematik.
c) Mengembangkan usaha/bisnis ritel barang konsumsi dan usaha-
usaha unggulan yang memiliki nilai tambah yang tinggi disertai
dengan dukungan permodalan, sumberdaya manusia, dan jarinan
yang kuat di seluruh lingkungan Persyarikatan.
d) Meningkatkan pengentasan kemiskinan dengan isntrumen ZIS dan
usaha-usaha ekonomi yang memiliki nilai tambah yang tinggi
khususnya yang berskala kecil, mikro, dan menengah dengan
memanfaatkan berbagai jaringan yang dimiliki Muhammadiyah
termasuk yang berbasis di cabang dan ranting.
Meningkatkan kualitas sumberdaya, organisasi dan manajemen,
administrasi, sinergi dan pelayanan dalam menggerakkan, pengelolaan,
dan pemanfaatan wakaf dan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah) dengan
memobilisasi seluruh potensi.
3. Dalam Bidang Pendidikan
Gerakan Muhammadiyah dalam dunia pendidikan menjadi sumber
inspirasi dunia dalam menjalankan ranah ini. Sekolah-sekolah
Muhammadiyah tumbuh dan bekembang dengan coraknya sendiri.
Sekolah Muhammadiyah dengan sistem ala Barat di awal pendiriannya,
kini telah bermetamorfosis menjadi lembaga unggulan yang tak boleh
dianggap sebelah mata.22

22
Zuly Qodir, dkk, Muhammadiyah dan Negara Arah Pemikiran dan Gerakan Abad
Kedua, Yogyakarta: Kanisius, 2010, hlm 3.

10
Namun, kini kehadiran sekolah Muhammadiyah sudah tersaingi
oleh sekolah lain, sekolah Muhammadiyah pun seringkali dianggap nomor
dua. Apalagi kini pemerintah menggalakkan sekolah negeri dengan gratis.
Banyak masyarakat kemudian tak lagi mempercayakan putra-putrinya
untuk dididik oleh sekolah Muhammadiyah. Hal itu pun secara nyata
merupakan tantangan Muhammadiyah dibidang kultural (pendidikan).23
Menghadapi tantangan tersebut organisasi Muhammadiyah telah
merumuskan program bidang pendidikan, Iptek, dan litbang untuk
memperkuat kontribusi Muhammadiyah di bidang pendidikan. Adapunvisi
pengembangan program bidang pendidikan, Iptek, dan litbang, yakni
berkembangnya kualitas dan ciri khas pendidikan Muhammadiyah yang
unggul, holistik, dan bertata kelola baik yang didukuh oleh pengembangan
iptek dan litbang sebagai wujud aktualisasi gerakan dakwah dan tajdid
dalam membentuk manusia yang utuh sebagaimana tujuan pendidikan
Muhammadiyah.Program pengembangan program pendidikan, Iptek, dan
litbang, yaitu:
a) Meningkatkan peran dan fungsi pendidikan Muhammadiyah sebagai
lembaga pelayanan masyarakat dengan membuka dan memperluas
akses dan kesempatan bagi seluruh masyarakat tanpa memandang
suku, bangsa, agama dan kelas sosial untuk memperoleh pendidikan
yang bermakna bagi diri, keluarga dan masyarakat.
b) Meningkatkan peran dan fungsi lembaga pendidikan
Muhammadiyah sebagai pusat pembelajaran yang mencerahkan,
mencerdaskan, dan memberdayakan peserta didik sehingga menjadi
manusia yang bertaqwa, berilmu pengetahuan, terampil,
berkepribadian kuat, mandiri, berorientasi terhadap kehidupan
masyarakat, umat dan bangsa.
c) Mengoptimalkan peran dan fungsi lembaga pendidikan
Muhammadiyah sebagai pusat dakwah Islam melalui usaha-usaha
memperluas dan memperdalam pemahaman Agama, mengamalkan
ibadah berdasarkan tuntutan Rasulullah saw, mengembangkan
interaksi yang sesuai dengan akhlak mulia dan menata lingkungan
fisik yang mencerminkan nilai-nilai Islam yang berkemajuan.
d) Memperkuat dan memperteguh identitas pendidikan Muhammadiyah
dengan membangun filosofi pendidikan yang khas berdasarkan al-
Qur’an dan Sunnah serta dengan mempertimbangkan pengalaman-
pengalaman yang berasal dari tradisi pendidikan Islam, ajaran dan
pemikiran KHA Dahlan dan para tokoh Muhammadiyah serta nilai-

23
Qodir, dkk, Muhammadiyah dan Negara Arah Pemikiran dan Gerakan Abad Kedua,
hlm. 3.

11
nilai sosial-budaya masyarakat yang tidak bertentangan dengan
ajaran Islam.
Jumlah amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan,
berdasarkan data yang terhimpun di Sekretariat kantor Pimpinan Pusat
Muhammadiyah adalah sebagai berikut: Taman Kanak-kanak/ TPA (4.623
buah), Sekolah Dasar/ MI (2.604 buah), Madrasah Tsanawiyah/
SMP(1.772 buah), Madrasah Aliyah/ SMK/ SMA(1.143 buah), Pondok
Pesantren (67 buah), Mu’alimin/Mu’allimat(25 buah), Sekolah Luar Biasa
(71 buah), Perguruan Tinggi (172 buah), SLB(71 Buah).24

B. Implementasi Konsep Teologi Al-’Ashr


Konsep teologi al-’Ashr ada dalam jiwa Muhammadiyah, dan
terimlpementasikan dalam program Muhammadiyah tahun 2010-2015, dapat
terlihat melalui pesan yang terkandung dalam surah tesebut. Pesan tersebut
yaitu:
1. Waktu (al-‘Ashr)
Muhammadiyah sebagai organisasi pembaruan, untuk
menghindari kerugian baik di dunia dan akhirat, memanfaatkan waktunya
untuk mempersiapkan anggota dan kadernya yang bertujuan membangun
peradaban baru yang berkemajuan, telah membuat program bidang
pemberdayaan anggota dan kader dan program bidang perkaderan. Secara
umum, arah pengkaderan Muhammadiyah berada dalam rangka
mewujudkan kader-kader atau tenaga penggerak yang berkemampuan dan
memiliki integritas yang kuat dalam mengembangkan misi gerakan
Muhammadiyah, khususnya di bidang dakwah, tabligh dan penyiaran
ajaran Islam baik ke dalam maupun ke luar, sehingga tercapai tujuan
organisasi melalui proses yang berkesinambungan.25
Visi pengembangan program bidang pemberdayaan anggota dan
kader yakni, mengembangkan kuantitas, kualitas, dan kapasitas anggota
serta kader Muhammadiyah sebagai sumberdaya pelaku gerakan dalam
upaya mewujudkan terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya. Contoh program pengembangan program pemberdayaan
anggota dan kader, yaitu:
a) Meningkatkan model-model pengembangan kualitas anggota yang
terintegrasi dengan pembinaan keluarga sakinah, pendidikan,
kesehatan dan amal usaha Muhammadiyah.
b) Melaksanakan program pengiriman kader Muhammadiyah ke
lembaga-lembaga pendidikan di dalam dan luar negeri secara
24
Agus Miswanto, Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan, Magelang: P3SI UMM, 2012
hlm. 60.
25
Agus Miswanto, Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan, hlm. 165

12
terorganisasi dengan melibatkan dukungan amal usaha terkait
dengan target yang ditentukan secara terukur.
c) Meningkatkan perhatian dan usaha secara serius yang berkaitan
kesejahteraan dan masa depan kader sebagai bagian penting dari
transformasi peran kader dalam lingkup persyarikatan, kader umat,
dan kader bangsa.
Visi pengembangan program bidang perkaderan yakni
mengembangkan kualitas anggota dan kader Muhammadiyah sebagai
pelaku gerakan yang memiliki keunggulan kapasitas, komitmen ideologia,
dan mampu memajukan serta menyebarluaskan peran Muhammadiyah
dalam dinamika kehidupan umat, bangsa, dan perkembangan global.
Contoh program pengembangan program bidang perkaderan, yaitu:
a) Mengintensifkan pelaksanaan Sistem Perkaderan Muhammadiyah
dan menjadikan perkaderan sebagai budaya organisasi di seluruh
tingkatan pimpinan, amal usaha, dan institusi-institusi yang berada
dalam struktur Persyarikatan.
b) Mengoptimalkan pendayagunaan pilar-pilar perkaderan di
lingkungan Persyarikatan yakni di keluarga, organisasi otonom,
lembaga pendidikan, dan amal usaha Muhammadiyah.
c) Mengintensifkan dan mendesain pembinaan anggota di lingkungan
Persyarikatan dan Amal Usaha dan kelompok-kelompok jama’ah
melalui Darul Arqam, pengajian khusus, dan berbagai model
perkaderan lainnya yang bersifat spesifik.
d) Meningkatkan proses transformasi kader dengan banyak melibatkan
dan memberi peran yang proposional kepada kader Angkatan Muda
Muhammadiyah (AMM) dalam berbagai aktifitas Persyarikatan.

2. Iman dan Amal Saleh


Pesan iman dan amal saleh dalam surah al-’Ashr terlihat dalam
program bidang tarjih, tajdid, dan pemikiran Islam yang memiliki visi
pengembangan untuk mengembangkan fungsi tarjih, tajdid, dan pemikiran
Islam yang mendorong peran Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan
yang kritis, dinamis, dan proaktif dalam menjawab problem dan tantangan aktual
sehingga Islam menjadi sumber pemikiran, moral, dan praksis sosial kehidupan
umat, bangsa, dan perkembangan global yang kompleks. Contoh program
pengembangan program bidang tarjih, tajdid, dan pemikiran Islam, yaitu:
a) Menyegarkan dan mengembangkan pemahaman dan pengamalan
ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat yang multikultural dan
kompleks disertai dengan permusan Risalah Islamiyah, tafsir Al-

13
Quran, dan pemikiran-pemikiran keislaman lainnya yang
komprehensif.
b) Memulai menyusun Tafsir al-Qur’an yang dapat menjadi rujukan
dan panduan/pedoman bagi seluruh warga Muhammadiyah dalam
memahami dan mengimplementasikan al-Qur’an dan As-Sunnah
yang shahihah dalam kehidupan.
c) Mengoptimalkan peran kelembagaan dan pusat-pusat kajian bidang
tajdid, tarjih, dan pemikiran Islam yang bersifat proaktif dalam
menjawab masalah-masalah aktual masyarakat dan meningkatkan
peran-peran strategis bidang keagamaan di tengah dinamika
kehidupan kontemporer.

3. Dakwah
Di era globalisasi dalam segala bidang, baik pasar bebas
pendidikan, perdagangan, layanan kesehatan, transportasi, konstruksi,
pariwisata, maupun kegiatan penyuluhan dan dakwah dituntut untuk
mampu berpacu dalam kompetensi dan kompetisi. Demikian juga dalam
bidang dakwah, kemampuan bahasa juga sangat menentukan di dalam
akses komunikasi dan informasi dakwah ke berbagai elemen masyarakat
dunia, dengan kata lain, da’i masa kini disamping harus menguasai materi,
juga harus menguasai bahasa, menguasai iptek, dan juga komponen ilmu
lain seperti psikologi, sosiologi, filsafat, sehingga memiliki keunggulan
dan akseptable oleh masyarakat luas.26
Menghadapi tantangan zaman tersebut, organisasi Muhammadiyah
tahun 2010-2015 membuat program bidang tabligh yang memiliki visi,
pengembangan untuk mengembangkan gerakan tabligh Muhammadiyah
dalam pembinaan keagamaan yang bersifat meneguhkan dan mencerahkan
pada berbagai kelompok sosial yang luas sehingga Islam dihayati,
dipahami, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari serta menjadi
rahmatan lil-‘alamin di tengah dinamika masyarakat Indonesia yang
kompleks. Contoh program pengembangan program bidang tabligh yaitu:
a) Menyusun pedoman-pedoman/tuntunan-tuntunan dan materi tabligh
yang bersifat praktis dan menjadi acuan bagi para mubaligh serta
semakin tumbuh kembangnya kehidupan keagamaan/keislaman
dalam masyarakat seperti tuntunan/pedoman tabligh,
kurikulum/materi tabligh, materi khutbah, dan pedoman/tuntunan
kehidupan beragama sehari-hari.
b) Menghidupkan dan mengembanglan berbagai jenis pengajian di
lingkungan persyarikatan dan umat Islam disertai pengembangan
26
Agus Miswanto, Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan, hlm. 164

14
materi, pendekatan, metode yang menarik dan tepat sasaran, serta
meningkatkan keyakinan, pemahaman, dan pengamalan Islam yang
lebih berwajah rahmatan lil-‘alamin.
c) Meningkatkan kuantitas dan kualitas muballigh yang dapat
menjangkau multistrata, multietnis, dan multimedia di berbagai
lingkungan kehidupan masyarakat termasuk di televisi melalui
berbagai kursus, pelatihan, dan kegiatan-kegiatan yang
meningkatkan kapasitas mubaligh di tengah tuntutan kehidupan yang
semakin memerlukan acuan Islam.
d) Peningkatan fungsi media tabligh sperti buletin, leaflet, website,
tabligh seluler, dan media lainnya yang menyajikan materi/pesan
tabligh yang bersifat membimbing, meneguhkan, menggembirakan,
dan mencerahkan yang mencerminkan Muhammadiyah sebagai
gerakan dakwah dan tajdid sehingga ajaran Islam semakin diterima
oleh dan menjadi pedoman sehari-hari dalam kehidupan masyarakat
luas.
KESIMPULAN
Sejarah konsep teologi al-Ma’un dan al-’Ashr KH. Ahmad Dahlan
terbentukkerena dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan beliau ketika
menunaikan ibadah haji pertama dan kedua, dimana ia mendapat pemikiran
modern dari para pemikir modern dan respon atas keadaan sosial kemasyarakatan
Indonesia yang berada pada kesengsaraan, keterbelakangan, dan kemunduran
karena pemerintah Kolonial Belanda. Konsep teologi al-Ma’un dan al-’Ashr telah
berhasil membebaskan dan memajukan masyarakat Indonesia dengan menerapkan
konsep tersebut dalam organisasi yang didirikan KH. Ahmad Dahlan yaitu
Muhammadiyah. Penerapan konsep teologi al-Ma’un teraplikasikan dalam tiga
bidang gerakannya, seperti bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang
sosial. Memasuki perjalanan Muhammadiyah di abad kedua ini penerapan konsep
teologi al-Ma’un tidak hanya terdapat pada ketiga bidang tersebut, tetapi
mengalami perluasan dan pesan konsep teologi al-Ma’un akan terlihat dalam
kontribusi Muhammadiyah di ranah politik, ekonomi, dan kultural. Penerpan
konsep teologi al-’Ashr, Pertama, mengenai pemanfaatan waktu, waktu yang
dimanfaatkan untuk mengembangkan diri terdapat dalam program pemberdayaan
anggota dan kader. Kedua, Iman dan amal saleh yang penerapannya ada dalam
program bidang tarjih, tajdid, dan pemikiran Islam. Ketiga, pesan dakwah yang
penerapannya ada dalam program bidang tabligh.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

15
Abdullah, M. Amin. Intelektualisme Muhammadiyah Menyongsong Era
Baru. Bandung: Mizan. 1995.

Asrofie, M. Yusron. Kiai Haji Ahmad Dahlan Pemikiran &


Kepemimpinannya. Yogyakarta: PP Muhammadiyah. 1983.

Burhani, Ahmad Najib, Muhammadiyah Jawa, Yogyakarta: Suara


Muhammadiyah. 2016.

Fakhruddin, AR. Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah. Malang: UMM


Press. 2005.

Hadikusuma, Djarnawi. Matahari-matahari Muhammadiyah. Yogyakarta:


Suara Muhammadiyah. 2014.

Khoiruddin, Azaki. Teologi Al-‘Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang
Terlupakan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. 2015.

Miswanto, Agus. Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan. Magelang: P3SI


UMM. 2012.

Qodir, Zuly. Muhammadiyah Studies: Reorientasi Gerakan dan Pemikiran


Abad Kedua. Yogyakarta: Kanisius. 2010.

Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an


(Surah Al-Ma’aarij-an-Naas) Jilid 12. Jakarta: Gema Insani.
2001.

Suwito dan Fauzan. Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan. Bandung:


Penerbit Angkasa. 2003.

B. Jurnal
Huda, Sokhi.Teologi Mustad’afin di Indonesia: Kajian atas Teologi
Muhammadiyah.Jurnal Institut Keislaman K.H. Hasyim Asy’ari
(IKAHA) Jombang , Vol. 7 No. 2. 2011.
Mustapa, Leyan. Pembaharuan Pendidikan Islam atas Teologi Sosial
Pemikiran KH. Ahmad Dahlan. Jurnal Pembaharuan Pendidikan Islam
(JPPI) Volume 1 No. 1. 2014.
C. Artikel
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. Mengukuhkan Teologi Al-Ma’un dalam Teori dan
Praksis. disampaikan dalam pengajian P.P. Muhammadiyah,
Yogyakarta. 7 ramadhan 1433 H/26 Juli 2012.

16
17

Anda mungkin juga menyukai