Artikel 14123351253
Artikel 14123351253
ABSTRAK
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ketika
umat Islam dan masyarakat Indonesia berada dalam keadaan terhimpit,
dimana Islam-hampir di seluruh dunia berada di bawah belenggu
cengkraman penjajah dan kebekuan pemikiran keagamaan hingga mudah
dijumpai keadaan umat Islam di sana-sini seperti kebodohan,
keterbelakangan, dan kemiskinan. Muhammadiyah merupakan gerakan
pembaruan yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan. Berdasarkan
hal tersebut KH. Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah telah berjuang
untuk membebaskan masyarakat dari keadaan dan kondisi tersebut dengan
menjalankan Muhammadiyah menggunakan konsep teologi al-Ma’un.
Memasuki abad kedua Muhammadiyah, konsep teologi al-Ma’un tidak
kuasa lagi menghadapi perubahan zaman yang modern ini, oleh karena itu
pemaknaan ulang diperlukan dan butuh konsep baru yang dapat membantu
konsep teologi al-Ma’un dan bantuan konsep baru yang digagasnya, yaitu
konsep teologi al-‘Ashr. Kedua konsep teologi tersebut terbentuk
berdasarkan latar belakang pendidikannya ketika beliau pergi haji ke
Mekkah, dan kondisi masyarakat Indonesia. Implementasi konsep teologi
al-Ma’un pada masa KH. Ahmad Dahlan seringkali diterjemahkan melalui
tiga pilar kerja yaitu healing (pelayanan kesehatan), schooling
(pendidikan), dan feeding (pelayanan sosial). Konsep teologi al-Ma’un dan
al-’Ashr KH. Ahmad Dahlan memasuki abad ke-2 berdirinya
Muhammadiyah, penerapan kedua konsep tersebut masih terus dilakukan
dalam program Muhammadiyah tahun 2010-2015, penerapan tersebut juga
dilakukan agar maksud dan tujuan berdirinya Muhammadiyah tetap terjaga
meskipun banyaknya tantangan yang harus dihadapi pada era ini, seperti
dalam program bidang pemberdayaan masyarakat, program bidang hikmah
ddan kebijakan publik, Program bidang ekonomi dan ZIS (Zakat, Infaq,
Shadaqoh), dan program bidang pendidikan, iptek, dan litbang, program
bidang pemberdayaan anggota dan kader, program bidang tarjih, tajdid,
dan amal saleh, dan program bidang dakwah.
1
PEDAHULUAN
1
AR Fakhruddin, Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah, Malang: UMM Press, 2005,
hlm. 5-6.
2
M. Amin Abdullah, Intelektualisme Muhammadiyah Menyongsong Era Baru,Bandung:
Mizan, 1995, hlm. 26.
2
surga dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah
yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya.”3
Tulisan itulah yang mengingatkan beliau kepada kematian dan kepada
peristiwa-peristiwa sesudahnya. Hal ini pula yang menyebabkan dia selama
hiduptnya selalu mencari dan mengumpulkan bekal untuk mati. Dan bekal untuk
mati itu telah ia peroleh, yakni memperbanyak ibadah dan amal saleh, menyiarkan
dan membela agama Allah serta memimpin umat ke jalan yang benar dan
membimbing mereka kepada amal dan perjuangan menegakkan Kalimah Allah.
Kemunduran umat Islam sangat merisaukan hatinya dan dia merasa
bertanggungjawab serta berkewajiban untuk membangunkan, menggerakkan, dan
memajukan mereka.
Dia sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilakukan seorang diri,
melainkan harus oleh beberapa orang, oleh banyak orang yang diatur dengan
seksama. Untuk itu harus dibentuk organisasi, atau perkumpulan, atau
persyarikatan. Melalui pemahaman itu, dia mendirikan sebuah organisasi atau
persyarikatan dan dia beri nama persyarikatan itu ‘Muhammadiyah’.Dengan nama
itu, dia bermaksud menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat
Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad SAW, yaitu Islam.
Tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang
memang diajarkan serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW., agar supaya
dapat menjalani kehidupan dunia panjang kemauan agama Islam. Dengan
demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi
kemajuan umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.4
KH. Ahmad Dahlan, beliau adalah manusia amal. 5 Pemikiran KH. Ahmad
Dahlan tidak nampak membicarakan masalah ketuhanan (theology).6 Mengenai
masalah ketuhanan, dia kembali pada pendapat ulama salaf dan dia tidak suka
berfikir yang mendalam tentang hal itu. Pemikirannya memang banyak
menunjukkan segi praktis dari agama. Masalah ketuhanan yang banyak
menimbulkan perbedaan pendapat dan tidak berakibat praktis yang menghasilkan
amal kurang mendapat perhatian. Itulah makanya, dia mengartikan orang
beragama sebagai orang yang melahirkan amal.7
Ketika KH. Ahmad Dahlan mengartikan orang beragama sebagai orang
yang menghasilkan amal, mustahil aksi amaliah itu tanpa dilandasi oleh pemikiran
teologis sebagai landasan etika sosialnya. Aksi sosial kebudayaan yang dilakukan
3
Djarnawi Hadikusuma, Matahari-matahari Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2014, hlm. 4-5.
4
Djarnawi Hadikusuma, Matahari-matahari Muhammadiyah, hlm. 5-6.
5
Azaki Khoirudin, Teologi Al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan,
Yogyakarta: SuaraMuhammadiyah, 2015, hlm. 72.
6
M. Yusron Asrofie, Kiai Haji Ahmad Dahlan, Pemikiran & Kepemimpinannya,
Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1983, hlm. 49
7
M. Yusron Asrofie, Kiai Haji Ahmad Dahlan Pemikiran & Kepemimpinannya, hlm. 50
3
KH. Ahmad Dahlan, tentu di landasi kerangka pikiran yang menjadi etos untuk
melakukan gerakannya.8
Salah satu pemikiran KH. Ahmad Dahlan mengenai aksi sosialnya ialah Al-
Qur’an surat Al-Maun. Surat Al-Ma’un hasil pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang
sering disebut teologi al-Ma’un ini menjadi ide penggerak organisasi
Muhammadiyah selama bertahun-tahun.
Pemahaman terhadap surat Al-Ma’un pada intinya, surat ini mengajarkan
bahwa ibadah ritual itu tidak ada artinya jika pelakunya tidak melakukan amal
sosial. Surat ini bahkan menyebut mereka yang mengabaikan anak yatim dan tak
berusaha mengentaskan masyarakat dari kemiskinan sebagai ‘pendusta agama’.9
Teologi Al-Ma’un seringkali diterjemahkan dalam tiga pilar kerja, yaitu healing
(pelayanan kesehatan), schooling (pendidikan), dan feeding (pelayanan sosial).
Teologi Al-Maun yang digagas dan dikembangkan oleh KH.Ahmad Dahlan
dipandang oleh warga Muhammadiyah berhasil membawa gerakan ini
untukmembebaskan kaum lemah dari ketertindasannya, dengan perwujudan
konkret adanya pendirian panti asuhan, rumah sakit, dan lembaga pendidikan.10
Namun, dalam era global kapitalisme ini, pemaknaan teologi Al-Ma’un
dirasa kurang efektif lagi, karena tidak seperti pada zaman KH. Ahmad Dahlan
dulu, cara-cara pengentasan kemiskinan yang bersifat memberi bantuan langsung
sudah tidak berdaya lagi dalam mengadapi sistem kapitalisme global, orang
menjadi miskin itu kebanyakan bukan karena mereka malas bekerja. Banyak
sekali orang miskin yang justru bekerja banting tulang 24 jam sehari. Mereka
menjadi miskin karena hidup di dalam sistem yang menciptakan kemiskinan dan
mendukung penindasan terhadap orang miskin.11 Melihat keadaan tersebut
menjadi alasan diperlukannya kembali penafsiran kembali terhadap surat al-
Ma’un.
Menghadapi tantangan zaman tersebut, selain membutuhkan penafsiran
kembali, dibutuhkan juga sebuah pemikiran baru yang dapat membantu teologi
al-Ma’un. Menurut Azaki Khoiruddin, sebelum teologi Al-Maun yang digagas
KH. Dahlan diajarkan kepada murid-muridnya dan menjadi pondasi teologis
Muhammadiyah, ia telah terlebih dahulu mengajarkan surat Al-’Ashr
dibandingkan surat Al-Maun, yaitu setelah ia pulang dari pergi Haji di Mekkah
kedua kalinya pada tahun 1904.12 Sedangkan KH. Ahmad Dahlan mengajarkan
surat Al-Ma’un pada masa-masa awal pendirian Muhammadiyah.
AzakiKhoirudin, Teologi Al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan,
8
hlm. 72
Ahmad Najib Burhani, “Makna teologi Al-Ma’un di dua generasi Muhammadiyah”,
9
Suara Muhammadiyah, 13/98, 22 Syakban - 7 Ramadlan 1434 H or 1 -15 Juli 2013, hal. 34.
10
Sokhi Huda, Teologi Mustad’afin di Indonesia: Kajian atas Teologi Muhammadiyah,
jurnal Institut Keislaman K.H. Hasyim Asy’ari (IKAHA) Jombang , Vol. 7 No. 2, 2011, hlm. 347.
11
Ahmad Najib Burhani, Makna teologi Al-Ma’un di dua generasi Muhammadiyah, hlm.
35
4
Surat Al-’Ashr ini, meskipun hanya memiliki 3 ayat, namun setidaknya
terdapat 6 pelajaran penting yang dapat diambil, yaitu mengenai waktu, kondisi
umum kemanusiaan, orang yang beriman, amal shalih, berpesan-pesan kepada
kebenaran, berpesan-pesan dengan kesabaran. Hal menarik dari surat Al-’Ashr ini
adalah mengenai teologi al-Maun yang menjadi perwujudan salah satu terjemahan
praksis teologi Al-’Ashr yaitu amal shalih, sehingga Muhammadiyah dapat
bergerak dalam bidang sosial dan bertahan hingga lebih dari satu abad ini. KH.
Ahmad Dahlan mengajarkan surat Al-Ma’un kepada murid-muridnya selama 3
(tiga) bulan, kemudian melahirkan tindakan sosial praksis, sedangkan Al-’Ashr
diajarkan lebih dari 7 bulan menghasilkan peradaban Muhammadiyah yang
bertahan hingga melintasi seabad.13
Tulisan ini secara umum berusaha untuk mengungkapkan bagaimana
Geneologi konsep teologi al-Ma’un dan al-‘Ashr dan Implementasi konsep
teologi al-Ma’un dan al-‘Ashr dalam organisasi Muhammadiyah tahun 2010-
2015.
GENEOLOGI KONSEP TEOLOGI AL-MA’UN DAN AL-’ASHR
KH. AHMAD DAHLAN
A. Konsep Teologi al-Ma’un
Konsep teologi Al-Ma’un merupakan hasil pemikiran KH. Ahmad
Dahlan yang terinspirasi dari surah al-Ma’un, surah ke-107 dari al-Qur’an
dan masuk ke dalam surah-surah Makkiyah menurut beberapa riwayat, dan
menurut beberapa riwayat yang lain adalah surah Makkiyah dan Madaniah
(yaitu tiga ayat pertama adalah Makkiyah sedang sisanya adalah Madaniah),
dan pendapat terakhirlah yang lebih kuat.14 Konsep teologial-Ma’un yang
dicetuskan oleh KH. Ahmad Dahlan memiliki kesamaan kondisi sosial
Indonesia ketika al-Qur’an turun kepada Nabi Muhammad saw. yaitu ketika
betapa lebar dan tajamnya kesenjangan sosial-ekonomi di Mekkah. Dalam
surah al-Ma’un, seseorang yang tidak peduli terhadap nasib anak yatim dan
orang miskin dikategorikan sebagai pendusta agama sekalipun dia shalat.15
12
Azaki Khoirudin, Teologi Al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan,
hlm. 79.
13
Azaki Khoirudin, Teologi Al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan,
hlm. 25
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an (Surah Al-
14
5
beberapa hari. Salah seorang murid dan peserta pengajian yang bernama
Sudjak, lalu bertanya kepadanya, mengapa bahan pengajian tidak ditambah-
tambah dan hanya mengulang-ulang surah tersebut. Mendengar pertanyaan
itu KH. Ahmad Dahlan balik bertanya kepada para muridnya, apakah mereka
sudah benar-benar mengerti akan maksud surah al-Ma’un, para murid
serentak menjawab bahwa mereka bukan hanya mengerti, tapi sudah hafal.
KH. Ahmad Dahlan lalu bertanya, apakah arti ayat-ayat yang sudah dihafal
tersebut sudah pula diamalkan.
Pesan yang disampaikan oleh KH. Ahmad Dahlan yang sangat getol
mengajak murid-muridnya mengamalkan surah al-Ma’un itu, perjuangan
beliau untuk menyampaikan arti surah al-Ma’un juga yang dijadikan sebagai
salah satu langkah teori untuk memperdalam amalan-amalan yang telah
diperbuat oleh Muhammadiyah untuk merubah keadaan masyaraka pada saat
itu.
6
pembelajaran surah al-Ma’un ini, beliau mengajarkan implementasi dari
surah al-Ma’un yang berisikan tentang ajaran berbuat baik dan beramal
kepada orang-orang yang kekurangan: tahukah anda apa yang dimaksud surah
al-Ma’un? Beras, pakaian yang masih bagus, nanti kita bagikan kepada
mereka yang memerlukan dan fakir muskin.17
17
Suwito dan Fauzan, Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, Bandung; Penerbit
Angkasa, 2003, hlm. 327-328.
18
Istri KH. Ahmad Dahlan yang sering dikenal Nyai Ahmad Dahlan
19
Azaki Khoirudin, Teologi al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan,
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2015, hlm. 2-3.
7
berlomba-lomba dalam kebaikan dengan mengisi waktu dengan amal salih.
Keempat, agar murid-muridnya memiliki kepekaan sosial dan tanggung jawab
yang tinggi, sehingga tidak melakukan pembiaran penyimpangan sosial, tetapi
memiliki panggilan hati untuk bertausyiah tentang kebenaran dengan penuh
kesabaran sikap intersubjektif-inklusif. Kelima, Kiai Dahlan mendirikan
sekolah wal-’Ashri dipimpin oleh KRH Hadjid, murid termuda Kiai Dahlan
berharap agar murid-muridnya suka mengisi waktu untuk belajar agar mereka
menjadi pandai, visioner, berpikiran maju serta bekerja keras. Karena waktu
selalu bergerak maju, berjalan kedepan, kalau tidak diisi dengan amal salih,
kita akan kehilangan peluang. Keenam, agar murid-muridnya meninggalkan
hal-hal yang tiada manfaat, tidak suka ngarasani (menggunjing) dan saling
mencela. Akan tetapi, mengisi waktu dengan amal salih, yaitu amalan yang
dilandasi dengan ilmu pengetahuan. Kiai Dahlan memberikan contoh dengan
mengamalkan surah al-Ma’un.20
Surah al-’Ashr berisi mengenai peringatan Allah tentang pentingnya
waktu dan bagaimana seharusnya ia diisi, karena melihat manusia yang
menjadikan seluruh aktivitasnya hanya berupa perlombaan menumpuk-
numpuk harta serta menghabiskan waktunya hanya untuk maksud tersebut,
sehingga mereka lalai akan tujuan utama dari kehidupannya di dunia ini.
20
Azaki Khoirudin, Teologi al-’Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang Terlupakan, hlm. 28-29
8
beradab serta berkemanusiaan. nasionalisasi peran dan internasionalisasi
kontribusi adalah kata kunci, dimana pesan-pesan sosial keagamaan dapat
dinikmati oleh umat manusia dari seluruh belahan dunia. Dengan bekal
pengalaman berorganisai selama seabad yang lalu, Muhammadiyah
diharapkan mampu mewarnai jagat pemikiran dan praksis sosial yang
dibawa sebagai role model ditingkat nasional maupun global.
21
Bachtiar Effendy, Keharusan Tajdid Politik Muhammadiyah, hlm. 17.
9
makin bertambah. Hal ini dikarenakan tantangan zaman yang dihadapi
berbeda, Tantangan tersebut berupa sistem ekonomi kapitalis dan
globalisasi ekonomi.
Menghadapi hal tersebut, perlu dilakukan penguatan dalam bidang
ekonomi yang berbasis ekonomi Islam. Organisai Muhammadiyah
menghadapi perubahan zaman telah merumuskan program dalam ekonomi
dan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqoh) yang memiliki misi pengembangan
kapasitas dan bangkitanya kembali etos ekonomi Muhammadiyah untuk
meningkatkan pemberdayaan ekonomi dan kesejahteraan umat. Dan
melalui langkah program pengembangan sebagai berikut:
a) Mengembangkan lembaga keuangan mikro, koperasi, dan
BTM/BMT sebagai wadah kerjasama dan pemberdayaan antar
pelaku usaha ekonomi di lingkungan Persyarikatan menuju pada
kekuatan dan kemandirian Muhammadiyah sebagai gerakan
ekonomi.
b) Meningkatkan pembinaan kualitas sumberdaya manusia pelaku
usaha ekonomi umat melalui kegiatan pelatihan, pendampingan, dan
konsultasi bisnis yang intensif dan sistematik.
c) Mengembangkan usaha/bisnis ritel barang konsumsi dan usaha-
usaha unggulan yang memiliki nilai tambah yang tinggi disertai
dengan dukungan permodalan, sumberdaya manusia, dan jarinan
yang kuat di seluruh lingkungan Persyarikatan.
d) Meningkatkan pengentasan kemiskinan dengan isntrumen ZIS dan
usaha-usaha ekonomi yang memiliki nilai tambah yang tinggi
khususnya yang berskala kecil, mikro, dan menengah dengan
memanfaatkan berbagai jaringan yang dimiliki Muhammadiyah
termasuk yang berbasis di cabang dan ranting.
Meningkatkan kualitas sumberdaya, organisasi dan manajemen,
administrasi, sinergi dan pelayanan dalam menggerakkan, pengelolaan,
dan pemanfaatan wakaf dan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah) dengan
memobilisasi seluruh potensi.
3. Dalam Bidang Pendidikan
Gerakan Muhammadiyah dalam dunia pendidikan menjadi sumber
inspirasi dunia dalam menjalankan ranah ini. Sekolah-sekolah
Muhammadiyah tumbuh dan bekembang dengan coraknya sendiri.
Sekolah Muhammadiyah dengan sistem ala Barat di awal pendiriannya,
kini telah bermetamorfosis menjadi lembaga unggulan yang tak boleh
dianggap sebelah mata.22
22
Zuly Qodir, dkk, Muhammadiyah dan Negara Arah Pemikiran dan Gerakan Abad
Kedua, Yogyakarta: Kanisius, 2010, hlm 3.
10
Namun, kini kehadiran sekolah Muhammadiyah sudah tersaingi
oleh sekolah lain, sekolah Muhammadiyah pun seringkali dianggap nomor
dua. Apalagi kini pemerintah menggalakkan sekolah negeri dengan gratis.
Banyak masyarakat kemudian tak lagi mempercayakan putra-putrinya
untuk dididik oleh sekolah Muhammadiyah. Hal itu pun secara nyata
merupakan tantangan Muhammadiyah dibidang kultural (pendidikan).23
Menghadapi tantangan tersebut organisasi Muhammadiyah telah
merumuskan program bidang pendidikan, Iptek, dan litbang untuk
memperkuat kontribusi Muhammadiyah di bidang pendidikan. Adapunvisi
pengembangan program bidang pendidikan, Iptek, dan litbang, yakni
berkembangnya kualitas dan ciri khas pendidikan Muhammadiyah yang
unggul, holistik, dan bertata kelola baik yang didukuh oleh pengembangan
iptek dan litbang sebagai wujud aktualisasi gerakan dakwah dan tajdid
dalam membentuk manusia yang utuh sebagaimana tujuan pendidikan
Muhammadiyah.Program pengembangan program pendidikan, Iptek, dan
litbang, yaitu:
a) Meningkatkan peran dan fungsi pendidikan Muhammadiyah sebagai
lembaga pelayanan masyarakat dengan membuka dan memperluas
akses dan kesempatan bagi seluruh masyarakat tanpa memandang
suku, bangsa, agama dan kelas sosial untuk memperoleh pendidikan
yang bermakna bagi diri, keluarga dan masyarakat.
b) Meningkatkan peran dan fungsi lembaga pendidikan
Muhammadiyah sebagai pusat pembelajaran yang mencerahkan,
mencerdaskan, dan memberdayakan peserta didik sehingga menjadi
manusia yang bertaqwa, berilmu pengetahuan, terampil,
berkepribadian kuat, mandiri, berorientasi terhadap kehidupan
masyarakat, umat dan bangsa.
c) Mengoptimalkan peran dan fungsi lembaga pendidikan
Muhammadiyah sebagai pusat dakwah Islam melalui usaha-usaha
memperluas dan memperdalam pemahaman Agama, mengamalkan
ibadah berdasarkan tuntutan Rasulullah saw, mengembangkan
interaksi yang sesuai dengan akhlak mulia dan menata lingkungan
fisik yang mencerminkan nilai-nilai Islam yang berkemajuan.
d) Memperkuat dan memperteguh identitas pendidikan Muhammadiyah
dengan membangun filosofi pendidikan yang khas berdasarkan al-
Qur’an dan Sunnah serta dengan mempertimbangkan pengalaman-
pengalaman yang berasal dari tradisi pendidikan Islam, ajaran dan
pemikiran KHA Dahlan dan para tokoh Muhammadiyah serta nilai-
23
Qodir, dkk, Muhammadiyah dan Negara Arah Pemikiran dan Gerakan Abad Kedua,
hlm. 3.
11
nilai sosial-budaya masyarakat yang tidak bertentangan dengan
ajaran Islam.
Jumlah amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan,
berdasarkan data yang terhimpun di Sekretariat kantor Pimpinan Pusat
Muhammadiyah adalah sebagai berikut: Taman Kanak-kanak/ TPA (4.623
buah), Sekolah Dasar/ MI (2.604 buah), Madrasah Tsanawiyah/
SMP(1.772 buah), Madrasah Aliyah/ SMK/ SMA(1.143 buah), Pondok
Pesantren (67 buah), Mu’alimin/Mu’allimat(25 buah), Sekolah Luar Biasa
(71 buah), Perguruan Tinggi (172 buah), SLB(71 Buah).24
12
terorganisasi dengan melibatkan dukungan amal usaha terkait
dengan target yang ditentukan secara terukur.
c) Meningkatkan perhatian dan usaha secara serius yang berkaitan
kesejahteraan dan masa depan kader sebagai bagian penting dari
transformasi peran kader dalam lingkup persyarikatan, kader umat,
dan kader bangsa.
Visi pengembangan program bidang perkaderan yakni
mengembangkan kualitas anggota dan kader Muhammadiyah sebagai
pelaku gerakan yang memiliki keunggulan kapasitas, komitmen ideologia,
dan mampu memajukan serta menyebarluaskan peran Muhammadiyah
dalam dinamika kehidupan umat, bangsa, dan perkembangan global.
Contoh program pengembangan program bidang perkaderan, yaitu:
a) Mengintensifkan pelaksanaan Sistem Perkaderan Muhammadiyah
dan menjadikan perkaderan sebagai budaya organisasi di seluruh
tingkatan pimpinan, amal usaha, dan institusi-institusi yang berada
dalam struktur Persyarikatan.
b) Mengoptimalkan pendayagunaan pilar-pilar perkaderan di
lingkungan Persyarikatan yakni di keluarga, organisasi otonom,
lembaga pendidikan, dan amal usaha Muhammadiyah.
c) Mengintensifkan dan mendesain pembinaan anggota di lingkungan
Persyarikatan dan Amal Usaha dan kelompok-kelompok jama’ah
melalui Darul Arqam, pengajian khusus, dan berbagai model
perkaderan lainnya yang bersifat spesifik.
d) Meningkatkan proses transformasi kader dengan banyak melibatkan
dan memberi peran yang proposional kepada kader Angkatan Muda
Muhammadiyah (AMM) dalam berbagai aktifitas Persyarikatan.
13
Quran, dan pemikiran-pemikiran keislaman lainnya yang
komprehensif.
b) Memulai menyusun Tafsir al-Qur’an yang dapat menjadi rujukan
dan panduan/pedoman bagi seluruh warga Muhammadiyah dalam
memahami dan mengimplementasikan al-Qur’an dan As-Sunnah
yang shahihah dalam kehidupan.
c) Mengoptimalkan peran kelembagaan dan pusat-pusat kajian bidang
tajdid, tarjih, dan pemikiran Islam yang bersifat proaktif dalam
menjawab masalah-masalah aktual masyarakat dan meningkatkan
peran-peran strategis bidang keagamaan di tengah dinamika
kehidupan kontemporer.
3. Dakwah
Di era globalisasi dalam segala bidang, baik pasar bebas
pendidikan, perdagangan, layanan kesehatan, transportasi, konstruksi,
pariwisata, maupun kegiatan penyuluhan dan dakwah dituntut untuk
mampu berpacu dalam kompetensi dan kompetisi. Demikian juga dalam
bidang dakwah, kemampuan bahasa juga sangat menentukan di dalam
akses komunikasi dan informasi dakwah ke berbagai elemen masyarakat
dunia, dengan kata lain, da’i masa kini disamping harus menguasai materi,
juga harus menguasai bahasa, menguasai iptek, dan juga komponen ilmu
lain seperti psikologi, sosiologi, filsafat, sehingga memiliki keunggulan
dan akseptable oleh masyarakat luas.26
Menghadapi tantangan zaman tersebut, organisasi Muhammadiyah
tahun 2010-2015 membuat program bidang tabligh yang memiliki visi,
pengembangan untuk mengembangkan gerakan tabligh Muhammadiyah
dalam pembinaan keagamaan yang bersifat meneguhkan dan mencerahkan
pada berbagai kelompok sosial yang luas sehingga Islam dihayati,
dipahami, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari serta menjadi
rahmatan lil-‘alamin di tengah dinamika masyarakat Indonesia yang
kompleks. Contoh program pengembangan program bidang tabligh yaitu:
a) Menyusun pedoman-pedoman/tuntunan-tuntunan dan materi tabligh
yang bersifat praktis dan menjadi acuan bagi para mubaligh serta
semakin tumbuh kembangnya kehidupan keagamaan/keislaman
dalam masyarakat seperti tuntunan/pedoman tabligh,
kurikulum/materi tabligh, materi khutbah, dan pedoman/tuntunan
kehidupan beragama sehari-hari.
b) Menghidupkan dan mengembanglan berbagai jenis pengajian di
lingkungan persyarikatan dan umat Islam disertai pengembangan
26
Agus Miswanto, Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan, hlm. 164
14
materi, pendekatan, metode yang menarik dan tepat sasaran, serta
meningkatkan keyakinan, pemahaman, dan pengamalan Islam yang
lebih berwajah rahmatan lil-‘alamin.
c) Meningkatkan kuantitas dan kualitas muballigh yang dapat
menjangkau multistrata, multietnis, dan multimedia di berbagai
lingkungan kehidupan masyarakat termasuk di televisi melalui
berbagai kursus, pelatihan, dan kegiatan-kegiatan yang
meningkatkan kapasitas mubaligh di tengah tuntutan kehidupan yang
semakin memerlukan acuan Islam.
d) Peningkatan fungsi media tabligh sperti buletin, leaflet, website,
tabligh seluler, dan media lainnya yang menyajikan materi/pesan
tabligh yang bersifat membimbing, meneguhkan, menggembirakan,
dan mencerahkan yang mencerminkan Muhammadiyah sebagai
gerakan dakwah dan tajdid sehingga ajaran Islam semakin diterima
oleh dan menjadi pedoman sehari-hari dalam kehidupan masyarakat
luas.
KESIMPULAN
Sejarah konsep teologi al-Ma’un dan al-’Ashr KH. Ahmad Dahlan
terbentukkerena dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan beliau ketika
menunaikan ibadah haji pertama dan kedua, dimana ia mendapat pemikiran
modern dari para pemikir modern dan respon atas keadaan sosial kemasyarakatan
Indonesia yang berada pada kesengsaraan, keterbelakangan, dan kemunduran
karena pemerintah Kolonial Belanda. Konsep teologi al-Ma’un dan al-’Ashr telah
berhasil membebaskan dan memajukan masyarakat Indonesia dengan menerapkan
konsep tersebut dalam organisasi yang didirikan KH. Ahmad Dahlan yaitu
Muhammadiyah. Penerapan konsep teologi al-Ma’un teraplikasikan dalam tiga
bidang gerakannya, seperti bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang
sosial. Memasuki perjalanan Muhammadiyah di abad kedua ini penerapan konsep
teologi al-Ma’un tidak hanya terdapat pada ketiga bidang tersebut, tetapi
mengalami perluasan dan pesan konsep teologi al-Ma’un akan terlihat dalam
kontribusi Muhammadiyah di ranah politik, ekonomi, dan kultural. Penerpan
konsep teologi al-’Ashr, Pertama, mengenai pemanfaatan waktu, waktu yang
dimanfaatkan untuk mengembangkan diri terdapat dalam program pemberdayaan
anggota dan kader. Kedua, Iman dan amal saleh yang penerapannya ada dalam
program bidang tarjih, tajdid, dan pemikiran Islam. Ketiga, pesan dakwah yang
penerapannya ada dalam program bidang tabligh.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
15
Abdullah, M. Amin. Intelektualisme Muhammadiyah Menyongsong Era
Baru. Bandung: Mizan. 1995.
Khoiruddin, Azaki. Teologi Al-‘Ashr Etos dan Ajaran K.H.A. Dahlan yang
Terlupakan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. 2015.
B. Jurnal
Huda, Sokhi.Teologi Mustad’afin di Indonesia: Kajian atas Teologi
Muhammadiyah.Jurnal Institut Keislaman K.H. Hasyim Asy’ari
(IKAHA) Jombang , Vol. 7 No. 2. 2011.
Mustapa, Leyan. Pembaharuan Pendidikan Islam atas Teologi Sosial
Pemikiran KH. Ahmad Dahlan. Jurnal Pembaharuan Pendidikan Islam
(JPPI) Volume 1 No. 1. 2014.
C. Artikel
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. Mengukuhkan Teologi Al-Ma’un dalam Teori dan
Praksis. disampaikan dalam pengajian P.P. Muhammadiyah,
Yogyakarta. 7 ramadhan 1433 H/26 Juli 2012.
16
17