Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH TRAUMA DADA

Disusun Oleh :

1. Andra Eka Putri (1710012)


2. Delfani Ade Crisna A. (1710024)
3. Intan Agustin (1710048)
4. Mey Reta Purnawira S. (1710058)
5. Ramdhonia Rahmawati (1710088)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TAHUN AJARAN 2019/2020


LEMBAR PENGESAHAN

Kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Judul Makalah : Trauma Dada

Ketua Kelompok : Mey Reta Purnawira Sari (1710058)

Nama Anggota kelompok : 1. Andra Eka Putri (1710012)


2. Delfani Ade Crisna A (1710024)
3. Intan Agustin (1710048)
4. Ramdhonia Rahmawati (1710088)
Tanggal seminar : Kamis, 14 Mei 2020

Dengan ini telah menyelesaikan tugas kelompok seminar yang telah dikirimkan dalam

bentuk hardcopy pada tanggal 13 Mei 2020 dan bentuk softcopy pada tanggal 13 Mei 2020

Mengetahui Surabaya, 13 Mei 2020

Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Ketua Kelompok

Merina Widyastuti,S.Kep.,Ns.,M.Kep Mey Reta Purnawira Sari

NIP. 03.033 NIM.1710058


Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjat
kan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Trauma
Dada”

Adapun makalah Trauma Dada ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran
dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Kami selaku penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 10 Mei 2020

Penyusun
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan ............................................................................................................

1.1. Latar Belakang ...........................................................................................................


1.2. Rumusan Masalah .....................................................................................................
1.3. Tujuan .......................................................................................................................
1.4. Manfaat .....................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................

2.1. Definisi .......................................................................................................................


2.2 Etiologi .......................................................................................................................

2.3 Klasifikasi ..................................................................................................................

2.4 Patofisiologi ...............................................................................................................

2.5 Web Of Caution .........................................................................................................

2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................................................

2.7 Komplikasi .................................................................................................................

2.8 penatalaksanaan .........................................................................................................

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................

3.1 Pengkajian ..................................................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN TERKAIT JURNAL ...............................................................

BAB V PENUTUP ...............................................................................................................

5.1 Kesimpulan ..................................................................................................................

5.2 Saran ............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut (Sudoyo, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan
diseluruh kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat
trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan
insiden penderita trauma toraks di amerika serikat diperkirakan 12 penderita per
seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar
20-25%.Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan
tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana
untuk menolong korban dari ancaman kematian (Sudoyo, 2010).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan
adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien
dengan trauma. Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat
Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest
69% (Nugroho, 2015).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan lalu
lintas atau luka tembak. Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus
rongga paru-paru. Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari rongga paru-paru,
udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru
pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita Nampak kesakitan ketika
bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi
berkurang (Sudoyo, 2010).
Trauma tumpul thoraks sebanyak 96.3% dari seluruh trouma thoraks,
sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab terbanyak dari
trauma tumpul thoraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas
(70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang disertai dengan trauma
thoraks lebih tinggi (15,7%) dari pada yang tidak disertai trauma thoraks (12,8%)
pengolahan trauma thoraks, apapun jenis dan penyebabnya tetap harus menganut
kaidah klasik dari pengolahan trauma pada umumnya yakni pengolahan jalan
nafas, pemberian pentilasi dan control hemodianamik (Patriani, 2012).
Jadi menurut kelompok trauma thorak adalah luka atau cedera fisik sehingga
dapat menyebabkan kematian utama pada anak-anak atau orang dewasa. Di
dalam thoraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu
paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat
pemompa darah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori Trauma thoraks?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Trauma thoraks pada pasien yang
mengalami trauma thorak ?
3. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Menjelaskan tentang teori Trauma Thoraks
2. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
Trauma Thoraks
3. Menjelaskan tindakan keperawatan pada pasien Trauma Thoraks
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui teori Trauma thoraks.
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan
pada pasien Trauma thoraks.
3. Mahasiswa mampu tindakan keperawatan pada pasien Trauma
thoraks
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi penulis
Sebagai sarana belajar bagi penulis untuk mengaplikasikan teori yang
diperoleh selama perkuliahan dalam rangka menambah wawasan.
1.4.2 Bagi institusi pelayanan keperawatan
Menjadi masukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga
mampu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terutama pada
Trauma Thoraks melalui pemberian asuhan yang sesuai standar asuhan
keperawatan yang komprehensif.
1.4.3 Bagi institusi pendidikan
Sebagai referensi bagi mahasiswa dalam meningkatkan proses
pembelajaran dan data dasar untuk keperawatan gawat darurat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru,
diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan
tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo, 2010)
Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah
trauma yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari
suatu trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam.
2.2 Etiologi
Penyebab utama cedera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor,
misalnya sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada dada, atau
akibat terjatuhnya juga dapat menyebabkan cedera dada nonpenetrasi. Luks
penetrasi umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat
tembakan. Trauma dada dapat disebabkan oleh :
a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan
therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan
pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur
oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM. Tusukan
paru dengan prosedur invasif.
c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat.
d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
e. Fraktu tulang iga
f. Tindakan medis (operasi)
g. Pukulan daerah torak
2.3 Klasifikasi
Trauma dada dikalsifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
Trauma tajam
1. Pneumothoraks terbuka
2. Hemothoraks
3. Trauma tracheobronkial
4.  Contusio Paru
5. Ruptur diafragma
Trauma Mediastinal
1. Trauma tumpul
2. Tension pneumothoraks
3.  Trauma tracheobronchial
4. Flail Chest
5. Ruptur diafragma
6. Trauma mediastinal
7. Fraktur kosta
2.4 Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh
otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan
negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru –
paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang
berbedadari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4
komponen, yaitudinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot
yang terkait (Sudoyo, 2009).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi
oleh darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru
termasuk paru – parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat
mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.
Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks,
cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab
untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi
darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan
darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera
toraks (Sudoyo, 2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa
faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain
yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien
trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi
respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung
(Sudoyo, 2009).

2.5 Web Of Caution

2.6 Manifestasi Klinis


Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009)
yaitu :
1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan
menembus jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9 Tekanan Vena Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara
napas yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik
2.7 Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,
pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum
20%. Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akan
menjadi ARDS. Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam decade
terakhir, ARDS masih merupakan salah satu komplikasi trauma toraks yang
sangat serius dengan angka kematian 20-43% (Nugroho, 2015).
 Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks
yang paling sering terjadi. Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding
toraks,perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh
darah pada kulit, subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta
 Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung
maupuntidak langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah
nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat
bergerak.
 Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang
berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada
daerah kostokondral.
 Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat
sering kalidisertai dengan fraktur kosta multipel.
 Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks
yang palingumum terjadi.
 Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura.
Pneumotoraks pada trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat
terjadinya kompresi dada tiba - tiba menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat menyebabkan rupture
alveolus. Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks adalah nyeri
yang diikuti oleh dispneu.
2.8 Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien
trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care
ofcervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D:
Disabilityassessment, dan E: Exposure without causing hypothermia (Nugroho,
2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus
dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension
Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade
perikardial, dan flail chest yang besar (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama
untuk intubasi endotrakeal darurat. Resusitasi cairan intravena merupakan
terapiutama dalam menangani syok hemorhagik. Manajemen nyeri yang efektif
merupakan salah satu hal yang sangat penting pada pasien trauma toraks.
Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan
takipnea berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani
dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube.
Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat
ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda
pelaksanaan tindakan medis yang harus segera dilakukan (Hudak, 2011).
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Primary Survey
1.  Airway
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax.walaupun
gejala kinis yang ada kadang tidak jelas, sumbatan airway karena trauma
laring merupakan cidera laring yang mengancam nyawa. Trauma pada
dada bagian atas, dapat menyebabkan dislokasi ke area posterior atau
fraktur dislokasi dari sendi sternoclavicular. Penanganan trauma ini dapat
menyebabkan sumbatan airway atas. Trauma ini diketahui apabila ada
sumbatan napas atas (stridor), adanya tanda perubahan kualitas suara dan
trauma yang luas pada daerah leher akan menyebabkan terabanya defek
pada regio sendi sternoclavikula. penanganan trauma ini paling baik
dengan reposisitertutup fraktur dan jika perlu dengan intubasi
endotracheal.
2. Breathing
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan penilaian
breathing dan vena-vena leher. Pergerakan pernapasan dan kualitas
pernapasan pernapasan dinilai dengan diobservasi, palpasi dan
didengarkan. Gejala yang terpenting dari trauma thorax adalah hipoksia
termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola pernapasan,
terutama pernapasan yang dengan lambat memburuk. Sianosis adalah
gejala hipoksia yang lanjut pada penderita. Jenis trauma yang
mempengaruhi breathing harus dikenal dan diketahui selama primary
survey.
3. Circulation
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan
keteraturannya. Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan
sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan
temperatur. Adnya tanda-tanda syok dapat disebebkan oleh hematothorax
masif maupun tension pneumothorax. Penderita trauma thorax didaerah
sternum yang menunjukkan adanya disritmia harus dicurigai adanya
trauma miokard.
- Open Pneumothorak
Usaha pertama jika open pneumothorad adalah menutup lubang
pada dinding dada ini sehingga open pneumothorax menjadi closed
pneumothrax (tertutup). Prinsip penutupan bersih. Harus segera
ditambahkan bahwa apabila selain lubang pada dinding dada, juga ada
lubang pada paru, maka usaha menutuo lubang ini secara total
(occlusive dressing) dapat mengkibatkan terjadinya tension
pneumothorax.
Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah :
a)    Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plaster pada 3
sisinya, sedangkan pada sisi yang atas dibiarkan terbuka (kasa harus
dilapisi zalf/soffratule pada sisi dalamnya supaya kedap udara).
b)   Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini
maka harus sering dievaluasi paru. Apabila ternyata timbul pada
tension pneumothorax maka kasa harus dibuka,
c)    Pada luka yang besar dapat dipakai plastik infus yang digunting
sesuai ukuran.
- Tension Pneumothorax
Penatalaksanaan tension pneumothorax adalah dengan
dekompresi “needle thoracosintesis”, yakni menusuk dengan jarum
besar pada ruang interncostal 2 pada garis midclavicularis. Terapi
definitif dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke
5 diantara garis axillaris dan misaxillaris.
- Hemathorax Masif
Jika klien mengalami hematothorax masif harus segera dibawa ke
rumah sakit untuk dilakukan tindakan operatif. Terapi awal yang
harus dilakukan adalah penggantian volume darah yang dilakukan
bersama dengan dekompresi rongga pleura dan kebutuhan
thorakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah awal lebih dari
1500 ml atau kehilangan darah terus menerus 200 cc/jam dalam waktu
2-4 jam.
- Flaill Chest
Terapi awal meliputi pemberian oksigen yang adekuat,
pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri resusitasi cairan. Sesak
nafas berat akibat kerusakan perenkim paru mungkin harus dilakukan
ventilasi tambahan. Di rumah sakit akan dipasang respirator apabila
analisis gas darah menujukkan pO2 yang rendah atau pCO2 yang
tinggi.
- Tamponade Jantung
Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat dilakukan pada
penderita temponade jantung tetapi tidak boleh menghambat untuk
dilakukannya resusitasi. Metode yang cepat untuk menyelamatkan
penderita ini adalah dilakukan pericardiosintesis (penusukan rongga
perikardium) dengan jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut.
Tindakan definitif adalah dilakukan perikardiotomi yang dilakukan
oleh ahli bedah.
4. Disability
Tigkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan mnemonic AVPU.
Sebagai tambahan, cek kondisi pupil, ukuran, kesamaan dan reaksi
terhadap cahaya. Pada saat survey primer, penilaian neurologis hanya
dilakukan secara singkat. Pasien yang memiliki resiko hipoglikemia,
misalkan pasien dengan dm. harus di cek kadar gula dalam darahnya.
Apabila didpat kondisi hipoglikemi berat maka bias diberikan dextrose
3%.
Adanya penurunan tingkat kesadaran akan dilakukan pengkajian lebih
lanjut pada survey sekunder. GCS dapat dihitung segera setelah
pemeriksaan survey sekunder. Mnemonic AVPU meliputi : aware (sadar),
verbal (berespons terhadap suara),pain (berespon terhadap rangsang
nyeri), unresponsive (tidak berespon).
5. Exposure dan Environmental Control
Exposure
Lepas semua pakaian klien secara cepat untuk memeriksa cedea,
perdarahan, atau keanehan lainnya. Perhatikan kondisi klien secara
umum, catat kondisi tubuh atau adanya zat bau kimia seperti alcohol,
bahan bakar atau urine.
Environmental Control
Klien harus dilindungi dari hipotermia. Hipotermia penting karena
ada kaitannya dengan vaso kontriksi pembuluh darah dan koagulopati.
Pertahankan atau kembalikan suhu normal tubuh dengan mengeringkan
klien dan gunakan lampu pemanas, selimut, pelindung kepala, system
penghangat udara, dan berikan cairan.
b. Pengkajian Sekunder
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemasangan monitor jantung
2. Pasang nasogastrik tube
3. Pasang foley kateter
4. Pemeriksaan laboratorium
5. Pasang oksimetri
d. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan
yang  berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan
dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal
e. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia,
tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat
mempertahankan perfusi jaringan dengan,
Kriteria hasil :
a.Tanda-tanda vital dalam batas normal  
b.Kesadaran meningkat
c.menunjukkan perfusi adekuat
Intervensi Dx 1: Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan
Hipoksia, tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan.
1)      Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab
penurunan perfusi  jaringan.
Rasional : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan
atau tindakan pembedahan
2)      Monitor GCS dan mencatatnya
Rasional : Menganalisa tingkat kesadaran
3)      Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menentukan keb. intervensi.
4)      Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
5)      Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan
sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan
/respons terhadap terapi
2. Diagnosa : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan
ekpansi paru yang tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat
mempertahankan  jalan nafas pasien dengan
Kriteria hasil :
a.Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru
b.Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive
c.Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
Intervensi Dx 2: Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan
ekpansi paru yang tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi
1)      Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala
tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak
mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru
dan ventilasi  pada sisi yang tidak sakit
2)      Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea
atau perubahan tanda-tanda vital.
Rasional  : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat
terjadi sebgai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia
3)      Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
menjamin keamanan.
Rasional  : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas
dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4)      Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan  pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional  : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang
dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
5)      Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1  – 2 jam
Rasional  : Mempertahankan tekanannegatif intrapleural sesuai yang
diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
3. Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri
dan keletihan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan jalan
nafas  pasien normal, dengan
Kriteria hasil :
a.Menunjukkan batuk yang efektif.
b.Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan
c.Klien tampak nyaman.
Intervensi Dx 3: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat
nyeri dan keletihan.
1)      Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat  penumpukan sekret di saluran Pernapasan.
Rasional : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
2)      Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rasional : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak
efektif, menyebabkan frustasi
3)      Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Rasional : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya
batuk klien.
4)      Dorong atau berikanperawatan mulut yang baik setelah batuk
Rasional : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah  bau mulut.
5)      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Pemberian antibiotika atau
expectorant. Rasional : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan
lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan
parunya
4. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan trauma  jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan
nyeri berkurang, dengan
Kriteria hasil :
a.Nyeri berkurang/ dapat diatasi
b.Dapat mengindentifikasia aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan
nyeri
c.Pasien tidak gelisah.
Intervensi Dx 4 : Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan
trauma  jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
1)        Jelaskan dan bantu klien dnegan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan non invasive
Rasional: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
2)      Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan
posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal
kecil
Rasional: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
3)      Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung
Rasional: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi
nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik -Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga
nyeri akan berkurang
4)      Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik
Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang
5)      Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2
jam setelah tindakan  perawatan selama 1 - 2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan
intervensi yang tepat

6. Diagnosa : Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan


perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler
ke ekstravaskuler
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan klien
tidak mengalami syok hipovolemik, dengan
Kriteria hasil : Tanda Vital dalam batas normal (N: 120-60 x/menit, S :
36-3oC, RR : 20x/menit)
Intervensi Dx 5 : Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan
dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
1)      Monitor keadaan umum pasien
Rasional: Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama
saat terjadi  perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok /
syok
2)      Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional: Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk
memastikan tidak terjadi presyok / syok
3)      Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi  perdarahan
Rasional: Dengan melibatkan pasien dan keluarga maka tanda-tanda
perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat
dapat segera diberikan.
4)      Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional: Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan
tubuh secara hebat
5)      Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasionali:Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
7. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan dapat
mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
Kriteria hasil :
a.    Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
b.    Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
c.    Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi Dx 6: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
mekanik terpasang bullow drainage.
1)      Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
Rasional : mengetahui sejauhmanaperkembangan luka mempermudah
dalammelakukan tindakan yang tepat
2)      Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi
3)      Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai
adanya proses  peradangan
4)      Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya infeksi
5)      Kolaborasi tindakan lanjutan sepertimelakukandebridemen
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar
luas pada area kulit normal lainnya.
BAB 4
PEMBAHASAN TERKAIT JURNAL
Analisa Jurnal 1
Peneliti / Author :
1. Jessica R. Labora
2. Erwin G. Kristanto
3. James F. Siwu
Judul dan Tahun : Pola Cedera Toraks Pada Kecelakaan Lalu Lintas Yang
Menyebabkan Kematian Di Bagian Forensik Dan Medikolegal RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Periode Januari 2013- Januari 2014
Nama Jurnal : Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi - RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Latar Belakang Riset : Kecelakaan lalu lintas (KLL) masih menjadi salah satu
penyebab utama kematian dengan angka kejadian yang cukup tinggi. Cedera toraks
menduduki peringkat ketiga terbanyak pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu
lintas.
Tujuan Riset : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola cedera toraks pada
kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian di Bagian Forensik dan
Medikolegal RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2013-Januari
2014
Sample : Sample penelitian ini dilakukan secara purposif dengan korban kecelakaan
lalu lintas dengan cedera toraks yang menyebabkan kematian paling banyak terjadi
pada pengemudi, dengan jenis kelamin laki-laki, dan berusia 17-25 tahun.
Metode & desain : Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif.
Variabel penelitian :
1. Tahun
2. Usia
3. Gender
4. Etiologi
5. Hasil akhir.
Hasil Penelitian : Hasil penelitian memperlihatkan dari 85 kasus korban KLL hanya
23 kasus yang dilakukan visum et repertum, dan terdapat 7 kasus yang meninggal
dengan cedera toraks. Usia korban berkisar 17 sampai dengan >65 tahun, terbanyak
pada usia 17-25 tahun serta jenis kelamin laki-laki (71,43%). Pola luka yang tersering
terjadi ialah luka terbuka dan luka lecet (masing-masing 28,58%), diikuti oleh luka
memar, dan patah tulang (masing-masing 14,28%). Pola cedera pada toraks sebelah
kiri dan kanan tidak banyak berbeda. Peran korban terutama sebagai pengemudi
(42,8%).
Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa cedera toraks pada
kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian di Bagian Forensik dan
Medikolegal RSUP Prof. Dr. Kandou Manado periode Januari 2013-Januari 2014
terbanyak ditemukan pada jenis kelamin laki-laki, usia 17 hingga 25 tahun, dengan
pola luka terbuka yaitu luka lecet dan luka memar. Peran korban tersering sebagai
pengemudi mobil atau pengendara sepeda motor.
Kelebihan Penelitian : Kelebihan penelitian ini adalah penulis menjelaskan secara
rinci etiologi dan hasil akhir dari korban kecelakaan lalu lintas dengan cedera toraks
yang menyebabkan kematian berdasarkan tahun, usia, gender, dan klasifikasinya.
Keterbatasan Penelitian : yaitu penulis hanya mengumpulkan data dari rekam medik
seluruh kasus kecelakaan lalu lintas di tahun 2013-2014.

Analisa Jurnal 2
Peneliti / Author :
1. Kevin G. Pitojo
2. Adrian Tangkilisan
3. Alwin Monoarfa
Judul dan Tahun : Pola trauma tumpul toraks non penetrans, penanganan, dan hasil
akhir di Instalasi Rawat Darurat Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode Januari 2014 – Juni 2016
Nama Jurnal :
1. Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
2. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Latar Belakang Riset : Trauma dilaporkan menjadi penyebab utama kematian,
perawatan di rumah sakit dan kecacatan jangka panjang. Trauma tumpul toraks
merupakan masalah umum bagi masyarakat, yang bisa disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian, benturan, dan lain-lain.
Tujuan Riset : Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang trauma
tumpul toraks non penetrans di IRDB RSU Prof Dr. R. D. Kandou Manado periode
Januari 2014-Juni 2016.
Sample : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif
pada pasien trauma tumpul toraks non penetrans di Instalasi Rawat Darurat Bedah
RSU Prof. R. D. Kandou Manado.
Metode & desain : Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif.
Variabel penelitian :
1. Tahun
2. Usia
3. Gender
4. Etiologi
5. Penanganan
6. Hasil akhir.
Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan cara
mengambil data sekunder (rekam medik) pasien trauma tumpul toraks penetrans di
IRDB RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2014 sampai Juni 2016
diperoleh jumlah pasien sebanyak 35 pasien trauma tumpul toraks non penetrans dari
total 120 pasien trauma toraks.
Kesimpulan : Data pasien trauma tumpul toraks nonpenetrans di IRDB RSU Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2014 sampai Juni 2016 yang terbanyak
pada tahun 2014 dan 2016 (37,1%) dan yang paling sedikit tahun 2015 (25,7%).
Mayoritas pasien berusia 21-30 tahun, berjenis kelamin laki-laki dengan penyebab
kecelakaan lalu lintas dan diberikan penanganan konservatif. Hasil akhir perawatan
terbanyak trauma tumpul toraks non penetrans yang didapat di RSUP Prof Dr. R. D.
Kandou Manado yaitu tanpa komplikasi.
Kelebihan Penelitian : Kelebihan penelitian ini adalah penulis menjelaskan secara
rinci etiologi dan hasil akhir dari trauma tumpul thoraks non penetran berdasarkan
usia, gender, dan penanganannya.
Keterbatasan Penelitian : yaitu penulis hanya menggunakan data rekam medik
pasien untuk mengetahui kasus trauma tumpul toraks non penetrans.

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu
(Sudoyo, 2010).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru,
diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012)
5.2 Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga
penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga
makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat
berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC
dan Kriteria hasil NOC . Jakarta : EGC
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi -
VIII Jakarta: EGC Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan
keperawatana gawat darurat. Padang : Medical book
Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta : penerbit buka
Mediaction.
Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada.
http://asuhankeperawatan-patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html.
Diakses pada tanggal 02 Januari 2019 Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan
keperawatan medikal bedah penyakit dalam . yogjakarta : Nuha medika
Novita L, Limpeleh H, Monoarfa A. Pola trauma tumpul toraks di Instalasi Rawat
Darurat Bedah RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2011-Juni 2012.
eCl. 2014;2(2),
Sjamsuhidajat R, de Jong W, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah (3rd ed). EGC. Jakarta.
2010, Hal. 121-122, 502-506
Al-Koudmani I, Darwish B, Al-Kateb K, Taifour Y. Chest trauma experience over
eleven years period at AlMouassat University Teaching Hospital-damascus: A
retrospective review of 888 Cases. Journal of Cardiothoracic Surgery 2012,7:35.
Manurung JRH. Kecelakaan Lalu Lintas. 2012 (cited 14 November 2016). Available
from: http: //repository.usu.ac.id/bitstream/123456 789/34939/4/Chapter%20II.pd

Anda mungkin juga menyukai