Pembimbing:
Dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG
Disusun Oleh:
Tri Ananda Adipranoto
202020401011148
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatNya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang membahas mengenai “Hemoragic post partum”
Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas stase obstetric
ginekologi di RS Muhammadiyah Lamongan serta menambah wawasan dari penulis
maupun pembaca. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan tugas ini, terutama kepada Dr. Moch. Ma’roef,
Sp.OG, selaku dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis
dalam penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini
dapat memberikan manfaat.
Penyusun
BAB 1
2.1 Definisi
didefinisikan sebagai kehilangan darah >500 pada kelahiran per vaginam, dan kehilangan
darah >1000 mL pada persalinan dengan metode sectio cesarea. Perdarahan pasca
persalinan dapat bersifat minor (500-1000 mL) atau mayor (>1000 mL). Perdarapan
pasca persalinan yang bersifat mayor dapat terbagi menjadi sedang (1000-2000 mL) dan
perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah minimal 1.000 mL atau lebih yang
disertai dengan tanda dan gejala hipovolemia dalam 24 jam hingga 12 minggu setelah
persalinan, baik persalinan dengan metode per vaginam maupun sectio cesarea (Watkins
et al., 2020). Pada umumnya, bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi
telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung,
berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi >100/menit), maka
2.2 Epidemiologi
PPH merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas maternal di seluruh dunia,
terutama di negara berkembang. Estimasi angka mortalitas akibat PPH setiap tahunnya
mencapai 140.000 per tahun atau 1 kematian ibu setiap 4 menit (Rani et al., 2017).
. Pada 2015, terjadi lebih dari 80.000 kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan di
seluruh dunia. Angka kematian ini berbeda-beda antar negara. Perdarahan menyumbang
sekitar 9.3% kematian pada negara dengan indeks sosiodemografik yang tinggi dan
45.7% pada negara dengan indeks sosiodemografik yang rendah (Borovac et al., 2018).
1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menilai angka kematian ibu melahirkan
di Indonesia relatif tinggi. Angka kematian ibu di Indonesia juga masih tergolong tinggi
delapan dari 18 negara, sebesar 240 per 100.000 KH, disusul India (230 per 100.000 KH),
Bhutan (200 per 100.000 KH), dan Filipina sebesar 94 per 100.000 KH.
bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu pada tahun 2012 di Indonesia adalah
359/100.000 kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI
2007 yang mencapai 228/ 100.000 kelahiran hidup Pada tahun 2013, perdarahan yaitu
Indonesia. Selain perdarahan, penyebab kematian ibu tertinggi lainnya adalah hipertensi
dalam kehamilan (27.1%), infeksi (7.3%), partus lama (1,8%) dan abortus (Kemenkes RI,
2014).
Gambar 2.1 Grafik Penyebab Kematian Ibu di Indonesia (Kemenkes RI, 2014)
intrapartum, yaitu riwayat PPP, kehamilan multiple, fetal macrosomia (> 4000 gram),
primigravida, grande multipara, usia tua, kelahiran preterm, cedera saluran genitalia,
2
tidak dilakukan pemberian oksitosin sebagai profilaksis, induksi kelahiran, kelahiran
secara sectio cesarea, dan kematian janin dalam uterus (Fukami, 2019).
Bagi tenaga kesehatan, penting untuk mengidentifikasi faktor resiko pada periode
antenatal dan intrapartum agar dapat mengintervensi dan mencegah terjadinya PPP
(Fukami, 2019). PPP dapat juga terjadi pada wanita tanpa faktor resiko, maka dari itu,
klinisi harus siap untuk mengantisipasi dan menangani komplikasi ini pada setiap
2.4 Etiologi
penyebab perdarahan post partum berhubungan dengan abormalitas dari 1 atau lebih dari
4T: Tonus, Trauma, Tissue, dan Thrombin. Salah satu faktor utama dari PPP adalah
3
Tabel 2.2 4T dan Faktor Resiko yang Berkaitan (Watkins et al., 2020)
Majoritas kasus PPP disebabkan oleh karena atonia uteri (80%). Atonia uteri
disebabkan oleh kelainan hipokontraktilitas dari miometrium ketika masa post partum.
Atonia uteri dapat terjadi pada wanita dengan multifetal gestations, polihidramnion, dan
Trauma yang didapatkan saat persalinan juga dapat mengakibatkan PPP. Trauma
dapat berupa laserasi pada serviks, vagina, atau perineum, hematoma yang melebar, dan
ruptur dari uterus. Kelainan pada jaringan (tissue) dapat disebabkan karena kelainan
plasenta, yang dapat meningkatkan resiko PPP. Kelainan placenta dapat berupa
tertinggalnya bagian plasenta setelah janin lahir, plasenta previa, dan plasenta accreta.
Pada plasenta previa, plasenta menutupi sebagian ataupun seluruh jalan lahir. Pada
plasenta accreta, plasenta menembus dinding uterus secara abnormal. Plasenta accreta
dibagi lagi berdasarkan kedalaman invasinya, yaitu accreta, increta, dan percreta
Kelainan thrombin dapat berupa koagulopati, Von Willebrand disease, HELLP syndrome
4
Gambar 2.2 Macam-macam kelainan plasenta (Watkins et al., 2020)
2.5 Klasifikasi
(500-1000 mL) atau mayor (>1000 mL). Perdarahan pasca persalinan yang bersifat mayor
dapat terbagi menjadi sedang (1000-2000 mL) dan berat (>2000 mL) (Rani et al., 2017).
persalinan, nadi dan tekanan darah dipertahankan pada range normal hingga kehilangan
darah >1.000 mL. Pada saat kehilangan darah sebanyak 1.000-1.500 mL terjadi takikardi,
takipneu, dan penurunan sedikit tekanan darah sistolik. Apabila kehilangan darah >1.500
mL akan terjadi penurunan tekanan darah sistolik dibawah 80 mmHg, dan perburukan
Berdasarkan saat terjadinya PPP dapat dibagi menjadi PPP primer, yang terjadi
dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan
lahir, dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang, bisa karena inversio uteri. PPP
sekunder yang terjadi setelah 24 jam persalinan, biasanya terjadi karena sisa plasenta
(Prawirohardjo, 2016). PPP sekunder dapat terjadi setelah 24 jam persalinan hingga 12
5
2.6 Patofisiologi
Meskipun atoni uterus bertanggung jawab atas 75-90% PPP, trauma juga
menyebabkan sekitar 20% dari keseluruhan PPP. Sedangkan, penyebab lain PPP seperti
abnormalitas pembekuan darah berjumlah lebih sedikit (3%). Pada trauma seperti
laserasi serviks, vagina, perineum, inversi uteri, dan ruptur uteri, dapat menyebabkan
perdarahan dalam jumlah banyak, terutama apabila tidak diketahui (Watkins et al., 2020)
Salah satu penyebab utama PPP adalah atoni uterus, yaitu kegagalan uterus untuk
berkontraksi. PPP yang disebabkan atoni uterus terjadi ketika miometrium yang rileks
menyebabkan terjadinya perdarahan. Karena sekitar 1/5 cardiac output maternal (1000
mL/ min) melewati sirkulasi uteroplacental saat aterm, PPP dapat menyebabkan
Mekanisme hemostatik pada saat dan sesudah separasi plasenta mungkin melibatkan
kontraksi serabut otot disekitar arteri spiral pada plasenta, yang menyebabkan
terbentuknya platelet plug. Retraksi uterus juga menyebabkan oklusi secara mekanis
pada arteriol yang memfasilitasi terbentuknya platelet plug, aktivasi kaskade pembekuan
darah dan fibrinolisis. Apabila ada gangguan pembekuan darah, seperti pada von
Willebrand disease (defisiensi faktor VIII, hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya
PPP.
PPP juga dapat disebabkan oleh karena adanya plasenta yang tertinggal. Plasenta
yang tertinggal ini dapat menyebabkan hambatan fisik pada kontraksi uterus yang
diperlukan untuk konstriksi pembuluh darah pada plasenta. Distensi pada uterus yang
dapat menyebabkan gangguan kontraksi tidak harus selalu terjadi ketika ketika proses
persalinan. Distensi pada uterus yang terjadi sebelum persalinan, seperti multiple
6
pregnancy dan polihidramnion, juga mempengaruhi kemampuan uterus untuk
Pada plasenta previa dan plasenta previa accreta, plasenta terletak pada segmen
bawah rahim. Karena implantasi yang terletak pada segmen bawah, hal ini dapat
anatomis dan fisiologis segmen bawah rahim. Serabut otot pada segmen atas rahim dapat
berkontraksi dan retraksi pada kala 3 persalinan, sedangkan segmen bawah rahim hanya
dapat berdilatasi secara paralel dengan serviks. Karena kontraksi pada segmen bawah
rahim tidak adekuat, maka dapat terjadi perdarahan. Hal ini disebabkan karena kontraksi
Pada plasenta previa dan plasenta accreta, segmen bawah rahim lebih tipis dari
normalnya. Hal ini mungkin disebabkan karena kontraktilitas segmen bawah rahim
semakin lemah karena adanya plasenta. Selain itu, terjadinya plasenta accreta, increta,
dan percreta mungkin disebabkan karena dinding segmen bawah rahim yang tipis. Hal
ini menyebabkan implantasi plasenta dan invasi trofoblas lebih dalam pada jaringan
desidua. Kelainan plasenta ini dapat menyebabkan meningkatnya potensi PPP (Khan et
al., 2008).
2.7 Diagnosis
Diagnosis PPP didasarkan dengan penilaian klinis dan pertimbangan klinisi (Watkins
et al., 2020). Diagnosis PPP memerlukan klinisi untuk mengenali terjadinya perdarahan
Perdarahan harus dimonitor secara kumulatif sepanjang persalinan dan post partum
7
2.7.1 Penilaian Klinis
pada persalinan per vaginam, adanya tanda perdarahan >1.000 mL setelah persalinan
secara Sectio Cesarea, adanya tanda gangguan hemodinamik yang disebabkan karena
perdarahan yang berlebihan setelah persalinan, dan adanya penurunan yang signifikan
dan cavum uteri. Pemeriksaan awal juga harus fokus terhadap status hemodinamik
Ketika mencurigai adanya PPP, intervensi emergensi harus segera dilakukan untuk
secara umum, yaitu nadi dan tekanan darah. Namun, pada wanita yang mengalami
perdarahan yang signifikan (>1.000 mL). Gejala dari perdarahan atau hipovolemi
dapat berupa palpitasi, konfusi, sinkop, kelelahan, takipneu, dan diaphoresis (Watkins
et al., 2020).
saat persalinan, nadi dan tekanan darah dipertahankan pada range normal hingga
kehilangan darah >1.000 mL. Pada saat kehilangan darah sebanyak 1.000-1.500 mL
terjadi takikardi, takipneu, dan penurunan sedikit tekanan darah sistolik. Apabila
kehilangan darah >1.500 mL akan terjadi penurunan tekanan darah sistolik dibawah
8
Tabel 2.3 Klasifikasi Perdarahan (Monteiro et al., 2019)
faktor koagulasi (termasuk fibrinogen), golongan darah dan skrining antibodi apabila
berguna pada diagnosis awal, kecuali ada perbandingan hemoglobin dan hematokrit
kehamilan normal. Selain itu, dapat juga dilakukan pengecekan dengan USG untuk
9
2.8 Penatalaksanaan
Diagnosis dan intervensi awal dari PPP penting untuk menurunkan mortalitas.
Selain itu, diperlukan pula kerjasama tim yang terkoordinasi (Watkins et al., 2020).
“HAEMOSTASIS”, yaitu:
Penting sekali segera menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin
Saat memasang jalur infus dengan abocath 14G-16G, harus segera diambil
10
3. Establish Aetiology, Ensure Availability of Blood, Ecbolics (Oxytocin,
etiologi PPP. Nilai kontraksi uterus, cari adanya cairan bebas di abdomen,
bila ada risiko trauma (bekas seksio sesarea, partus buatan yang sulit) atau
bila kondisi pasien lebih buruk daripada jumlah darah yang keluar. Harus
dicek ulang kelengkapan plasenta dan selaput plasenta yang telah berhasil
dikeluarkan.
Bila hal ini sudah diketahui sebelumnya, disarankan untuk tidak berupaya
kesiapan operasi/laparotomi.
11
5. Oxytocin infusion/ prostaglandins – IV/ per rectal/ IM/
intramyometrial
dapat diulang setiap 2-4 jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal adalah
Bila PPP masih tidak berhasil diatasi, dapat diberikan misoprostol per
12
Bila perdarahan masif masih tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang
atau selaput ketuban. Bila diduga ada sisa jaringan, segera lakukan
ke ruang operasi.
pasien tidak memerlukan tindakan bedah lebih lanjut. Akan tetapi, bila
setelah pemasangan tube, perdarahan masih tetap masif, maka pasien harus
bedah. Hal ini perlu dilakukan pada pasien yang tidak membaik dengan
terapi medis.
13
intrauterin sehingga dapat diupayakan mencapai tekanan mendekati
konservatif)
ruang operasi.
Penting sekali kerja sama yang baik dengan ahli anestesi untuk menilai
Benang yang dapat dipakai adalah kromik catgut no.2, Vicryl 0 (Ethicon),
chromic catgut 1 dan PDS 0 tanpa adanya komplikasi. Akan tetapi, perlu
diingat bahwa tindakan B-Lynch ini harus didahului tes tamponade yaitu
14
9. Systematic pelvic devascularization – uterine/ ovarian/ quadruple/
(pembedahan konservatif)
a. Tissue
yang invasif adalah hysterectomy atau pada kasus tertentu bisa diberikan
15
manajemen konservatif (seperti membiarkan plasenta pada tempat atau
b. Thrombin
Selain itu secara klinis didapatkan darah pasien yang tidak menggumpal dalam
16
tromboelastografi). Tes viskoelastik dianggap lebih unggul karena dapat
titik pelarutan bekuan darah. Selain itu juga dapat memberi informasi kadar
serta penggantian darah yang keluar dengan normal saline atau cairan
dengan selang infus ganda. Pemberian transfusi darah O negatif juga diberikan
apabila tidak ada kantong darah yang spesifik pada pasien atau menunggu
adanya kantong darah yang sesuai dengan pasien. Pemberian 4 unit fresh
17
frozen plasma dan pemberian 1 unit platelet setiap penggunaan 4 sampai 6
18
Gambar 2.6 Tatalaksana Koagulopati (Carvalho et al 2015)
2.9 Prevensi
Meskipun tidak harus mengandalkan analisis faktor resiko untuk memprediksi semua
wanita yang dapat mengalami PPP, namun pencegahan primer PPP dimulai dengan
penilaian faktor risiko. Penilaian faktor-faktor risiko yang dilakukan secara berulang dan
19
respons yang cepat terhadap komplikasi dapat mencegah berkembangnya perdarahan
minor menjadi perdarahan yang parah dan mengancam jiwa. Wanita yang diidentifikasi
berisiko tinggi mengalami PPP harus dirujuk ke fasilitas kesehatan dengan akses ke staf
yang terlatih dan yang memiliki akses terhadap bank darah terdekat.
Anemia adalah faktor risiko untuk PPP dan membutuhkan transfusi darah pada saat
persalinan dengan metode sectio cesarea. Dengan memperbaiki anemia yang sudah ada
perdarahan ringan hingga sedang tanpa adanya kompromisasi. Pada wanita hamil dengan
gangguan perdarahan yang berisiko PPP, pasien harus dirujuk untuk melahirkan di
Berdasarkan Evenson et al., strategi terbaik untuk mencegah PPP adalah manajemen
secara aktif pada kala 3 persalinan. Hal ini meliputi penggunaan oksitosin, traksi
2.10 Komplikasi
Berdasarkan Evenson et al., komplikasi yang dapat terjadi pada PPP yaitu
anemia, kelelahan, transfusi darah, iskemia anterior pada kelenjar pituitary dengan
keterlambatan atau kegagalan laktasi, iskemia miokard, hipertensi ortostatik, depresi post
2.11 Prognosis
Diagnosis dan intervensi awal dari PPP penting untuk menurunkan mortalitas.
Menghindari keterlambatan dalam diagnosis dan terapi akan memberikan dampak yang
20
DAFTAR PUSTAKA
Fukami, T., Koga, H., Goto, M., Ando, M., Matsuoka., et al., 2019. Incidence and
Guasch, F., Gilsan, Z., 2016, Massive obstetric hemorrhage: Current approach to
21
Rani, P., 2017. Recent Advances in the Management of Major Postpartum
Sebghati, M. and Chandraharan, E., 2017. An update on the risk factors for and
Watkins, E.J., & Stem, K. 2020. Postpartum Hemorrhage. JAPA: Official Journal
Williams, J., Cunningham, F., Leveno, K., Bloom, S., Hauth, J., Gilstrap, L. and
22