NOVEMBER 2021
KATA PENGATAR
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
PENDAHULUAN
Agresi berasal dari kata ‘’aggredi’’ ‘ad grad’ bahasa Latin ‘’gradus’’ Berarti
‟langkah‟ Dan ‘ad’ berarti‟ke depan‟ Agresi dalam bahasa inggris ‘’to aggres’’
adalahkata kerja intransitif. Adapun makna kata agresif tidak dapat dipisahkan dari
agresi, yang dapat didefinisikan „‟bergerak ke depan ke arah tujuan tanpa perasaan
segan, ragu atau takut (Intan Nuraini, 2002: 42).Menurut Robert Baron (Koeswara,
1988: 5) agresi adalah tingkah laku individu yangditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkandatangnya tingkah laku
tersebut. Sedangkan menurut Elliot dan Aronson (Koeswara,1988: 5) agresi adalah
tingkah laku yang dijalankan oleh individu lain dengan ataupuntanpa tujuan
tertentu. Adapun pengertian agresi menurut Baron dan Richardson (Baron,2005:
136) adalah siksaan yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk
kekerasanterhadap yang lain. Agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan
menyakiti orang lain,baik secara fisik maupun psikis (Baron & Byrne, 1994; Brehm
& Kassin, 1993; Brigham,1991). Dalam hal ini, jika menyakiti orang lain karena
unsur ketidaksengajaan, makaperilaku tersebut bukan dikategorikan perilaku
agresi. Rasa sakit akibat tindakan medismisalnya, walaupun sengaja dilakukan
bukan termasuk agresi. Sebaliknya, niat menyakitiorang lain tetapi tidak berhasil,
hal ini dapat dikatakan sebagai perilaku agresi.
PEMBAHASAN
PENGERTIAN AGRESI
Secara umum, agresi merupakan segala bentuk perilaku yang bertujuan untuk
menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikis. Senada dengan pandangan
diatas, Brigham (1991) mengatakan bahwa agresivitas adalah tingkah laku yang
bertujuan untuk menyakiti orang yang tidak ingin disakiti, baik secara fisik maupun
psikologis. Hal senada juga disampaikan oleh Baron dan Byrne (1994) bahwa
perilaku agresif adalah perilaku individu yang bertujuan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut. Lebih lanjut Baron dan Byrne (dalam Koeswara, 1988) merumuskan
empat faktor yang mendukung definisi di atas yaitu :
Berikut ini adalah beberapa jenis agresi yang diklasifikasikan menurut sudut
pandang biologis dan evolusi oleh Moyer:
Perspektif teoritis tentang hakekat dan sebab perilaku agresi cukup bervariasi
dan memiliki berbagai penekanan. Perspektif teoritisyang memberikan penjelasan
tentang perilaku agresi berdasarkan sudut pandang psikologi sosial adalah teori
insting, teori frustasi agresi, teori belajar sosial, dan teori penilaian kognitif
(Krahe, 1997 dalam Hanurawan,2010:82)
a. Teori Insting
Teori paling klasik tentang perilaku agresi ini mengemukakan bahwa manusia
memiliki insting bawaan secara genetis untuk berperilaku agresi (Baron & Byrne,
2004 dalam Hanurawan, 2010:82). Tokoh psikoanalisis, Sigmund Freud,
mengemukakan bahwa perilaku agresi merupakan gambaran ekspresi yang sangat
kuat dari insting untuk mati (thanatos). Dengan melakukan tindakan agresi kepada
orang lain, maka secara mekanis individu telah berhasil mengeluarkan energi
destruktifnya. Pengeluaran energi destruktif itu dalam rangka menstabilkan
keseimbangan mental antara insting mencintai (eros) dan kematian (thanatos)
yang ada dalam dirinya.
Berbeda dari teori insting, teori belajar sosial menjelaskan perilaku agresi sebagai
perilaku yang dipelajari. Para pakar teori belajar sosial, seperti Albert Bandura
menyatakan bahwa perilaku agresi merupakan hasil dari proses belajar sosial
(Strickland, 2001). Belajar sosial adalah proses belajar melalui mekanisme belajar
pengamatan dalam dunia sosial. Bertentangan dengan pendapat teori insting,
mereka mengajukan argumentasi bahwa manusia tidak dilahirkan bersama
insting-insting negatif dalam dirinya. Manusia melakukan perilaku agresi karena
mereka mempelajarinya secara sosial melalui perilaku model dalam setting
interaksi sosial seperti pada ragam perilaku yang lain.
Teori ini menjelaskan bahwa reaksi individu terhadap stimulus agresi sangat
bergantung pada cara stimulus itu diinterpretasi oleh individu. Sebagai contoh,
frustasi dapat cenderung menyebabkan perilaku agresi apabila frustasi itu oleh
individu diinterpretasi sebagai gangguan terhadap aktivitas yang ingin dicapai oleh
dirinya.Masih dihubungkan dengan pendapat ini, model transfer eksitasi yang
dipelopori oleh Zillmann menyatakan bahwa agresi dapat dipicu oleh rangsangan
fisiologis (physiological arousal) yang berasal dari sumber-sumber yang netral atau
sumber-sumber yang sama sekali tidak berhubungan dengan atribusi
c. Agresi Fisik Aktif Tidak Langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/kelompok lain dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan
individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti merusak harta korban,
membakar rumah, menyewa tukang pukul,dll.
d. Agresi Fisik Pasif Tidak Langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/ kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain
yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung, seperti tidak
peduli, apatis, masa bodoh.
e. Agresi Verbal Aktif Langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok lain dengan cara berhadapan secara langsung dengan
individu/kelompok lain, seperti menghina, memaki, marah, mengumpat.
f. Agresi Verbal Pasif Langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain
namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti menolak bicara,
bungkam.
g. Agresi Verbal Aktif Tidak Langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang
dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan langsung dengan
individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti menyebar fitnah, mengadu
domba.
h. Agresi Verbal Pasif Tidak Langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang
dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan
individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal
secara langsung, seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak suara.
Dalam bukunya memahami pola agresivitas akan bermanfaat jika kita dapat
mengidentifikasi perbedaan pada masing-masing individu dalam preferensi-
preferensi yang dikembangkan untuk berbagai bentuk ekspresi agresi mereka
(Glynis M. Breakwell, 1998 terj. Bernadus Hidayat). Dalam buku tersebut
terdapat latihan evaluasi preferensi agresi yang dapat digunakan untuk mengkaji
gaya-gaya agresi yang lebih sering digunakan. Mengetahui hal ini jelas ada
manfaatnya karena preferensi-preferensi ini akan mempengaruhi respon individu
saat sedang agresif. Evaluasi tersebut menghasilkan empat aspek yaitu:
Untuk aspek arah pelampiasan agresi mewakili perbedaan yang kurang mencolok
antara agresi yang diarahkan pada alasan kemarahan dan agresi yang dialihkan ke
objek-objek lain. Misalnya, saat kita marah kepada teman dekat kemudian kita
melampiaskan amarah itu dengan merusak benda kesayangannya. Level Kendali-
Diri: Mengamuk dan Tenang. Mengukur apakah individu tetap merasa tenang
sekalipun sedang bersikap agresif.
Untuk aspek arah agresi merujuk pada arah agresi ke dalam diri kita atau keluar
diri kita. Respon-respon intrapunitif meliputi pengalihan agresi terhadap diri
sendiri. Respon-respon ekstrapunitif melibatkan eksternalisasi agresi.
Menyalahkan diri sendiri, malu dan rasa bersalah bisa menjadi bentuk-bentuk
intrapunitif. Sifat intrapunitif juga dikaitkan dengan berbagai keluhan
psikosomatis seperti asma dan sakit maag
a. Sosial
Frustasi, terhambatnya atau tercegahnya upaya mencapai tujuan kerap menjadi
penyebab agresi. Ketika seorang calon legislator (caleg) gagal, ia akan merasa sedih,
marah, dan bahkan depresi. Dalam keadaan seperti itu, besar kemungkinan ia akan
menjadi frustasi dan mengambil tindakan-tindakan yang bernuansa agresi, seperti
penyerangan terhadap orang lain. Kondisi ini menjadi mungkin dengan pemikiran
bahwa agresi yang dilakukan caleg tadi dapat mengurangi emosi marah yang ia
alami. Agresi tidak selalu muncul karena frustasi. Seperti petinju dan tentara
dapat melakukan agresi karena alasan lain. Namun, frustasi dapat menimbulkan
agresi jika penyebab frustasi dianggap tidak sah atau tidak dibenarkan. Provokasi
verbal atau fisik adalah salah satu penyebab agresi. Menyepelekan dan
merendahkan sebagai ekspresi sikap arogan atau sombong adalah prediktor yang
kuat bagi munculnya agresi.Faktor sosial lainnya adalah alkohol. Kebanyakan hasil
penelitian yang terkait dengan konsumsi alkohol menunjukkan kenaikan
agresivitas.
b. Personal
Pola tingkah laku berdasar kepribadian. Orang dengan tipe tingkah laku tipe A
cenderung lebih agresif daripada orang dengan tipe B. Tipe A identik dengan
karakter terburu-buru dan kompetitif (Gifford R.,1983). Tingkah laku yang
ditunjukkan oleh orang dengan tipe B adalah bersikap sabar, kooperatif,
nonkompetisi, dan nonagresif (Feldman,2008). Orang dengan tipe A cenderung
lebih melakukan hostile aggression. Hostile aggression merupakan agresi yang
bertujuan untuk melukai atau menyakiti orang lain. Di sisi lain orang dengan tipe
kepribadian B cenderung lebih melakukan instrumental aggression. Instrumental
aggression adalah tingkah laku agresif yang dilakukan karena ada tujuan yang
utama dan tidak ditujukan untuk melukai atau menyakiti korban.
c. Kebudayaan
Ketika kita menyadari bahwa lingkungan juga berperan terhadap tingkah laku,
maka tidak heran jika muncul ide bahwa salah satu penyebab agresi adalah faktor
kebudayaan. Beberapa ahli dari berbagai ilmu pengetahuan seperti antropologi dan
psikologi, seperti Segall, Dasen, Berry dan Portinga, (1999); Kottak (2006); Groos
(1992) menengarai factor kebudayaan terhadap agresi. Lingkungan geografis,
seperti pantai/pesisir, menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat
yang hidup di pedalaman. Nilai dan norma yang mendasari sikap dan tingkah laku
masyarakat juga berpengaruh terhadap agresivitas satu kelompok. Dalam
penelitian di Amerika Serikat, diketahui bahwa masyarakat di bagian selatan
Amerika mempunyai agresivitas lebih tinggi. Hal ini diketahui melalui angka
pembunuhan yang tinggi (Taylor, Peplau, dan Sears, 2009).
d. Situasional
Orang berkata, cuaca yang cerah juga membuat hati cerah.tampaknya ide itu tidak
berlebihan. Penelitian terkait cuaca dan tingkah laku menyebutkan bahwa
ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk-bentuk agresi
lainnya. Penelitian di AS, yang memiliki empat musim, menunjukkan bahwa pada
suhu 28,33-29,44 derajat celcius memunculkan peningkatan tingkah laku
penyerangan, perampokan, kekerasan kolektif, dan pemerkosaan.
e. Sumber daya
f. Media Massa
Menurut Ade E. Mardiana, tayangan dari televisi berpotensi besar diimitasi oleh
pemirsanya (Kompas, 2008). Hal yang dinyatakan oleh Mardiana tampak tidak
terlalu mengherankan, mengingat hasil penelitian klasik Bandura tentang modeling
kekerasan oleh anak-anak. Khusus untuk media massa telivisi yang merupakan
media tontonan dan secara alami mempunyai kesempatan lebih lagi bagi
pemirsanya untuk mengamati apa yang disampaikan secara jelas. Beberapa
penelitian tentang televisi dan kekerasan telah banyak dilakukan, baik di luar
maupun di dalam negeri. Secara teoritis, penjelasan dari kajian ini adalah teori
belajar sosial. Banyaknya faktor yang bisa menimbulkan agresi pada akhirnya
membutuhkan kerangka pikir proses dari agresi yang berupa model.
g. Amarah
Rasa merendahkan orang lain, mata yang terlihat tidak ekspresif, serta ketika
bicara selalu memalingkan wajahnya. Selalu menyinggung orang lain dengan
perkataannya dan mengekspresikan sebuah perasaan yang tidak peduli dengan apa
yang dirasakan oleh orang lain. Orang tersebut Terkadang lebih banyak bicara
yang berhubungan dengan dirinya sendiri saja dan hal- hal yang berkaitan dengan
kemampuannya dan kehebatannya.Terlalu sering membanggakan dirinya sendiri,
apalagi ketika dipuji oleh orang lain, bahkan Terkadang membuat seorang yang
memujinya merasa tersinggung. Sifat yang paling sering kita lihat adalah rasa
“sok tahu” dimana orang tersebut selalu memberikan sebuah opini mengenai
sudut pandangnya sendiri, selain itu sering juga membenarkan pendapatnya
sendiri. Seringkali mempertahankan haknya, bahkan tidak peduli dengan hak- hak
yang dimiliki oleh orang lain. Cara penyampaian keluhan yang meledak- ledak
dan juga tidak terkontrol. Seringkali menyerang orang lain dengan pendapat yang
dimilikinya dan juga memotong pembicaraan dengan maksud mengintimidasi.
Tingkah laku prososial adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan atau
membuat kondisi fisik atau psikis orang lain lebih baik, yang di lakukan atas dasar
sukarela tanpa mengharapkan rewards eksternal.
c. Wispe (1981)
Tingkah laku prososial adalah tingkah laku yang mempunyai konsekuensi sosial
positif yaitu menambah kondisi fisik dan psikis orang lain menjadi lebih baik
Dari beberapa pendapat di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa tingkah laku
prososial adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan, yang ditujukan
bagi kesejahteraan orang lain sehingga menjadikan kondisi fisik dan psikis orang
lain menjadi lebih baik, selain itu tindakan prososial dilakukan atas dasar sukarela
tanpa mengharapkan reward eksternal.
Masa akhir anak – anak merupakan suatu masa perkembangan dimana anak –
anak mengalami sejumlah perubahan – perubahan yang cepat dan menyiapkan diri
untuk memasuki masa remaja serta bergerak memasuki masa remaja serta
bergerak memasuki masa dewasa. Pada masa ini, mereka mulai sekolah dan
kebanyakan anak – anak sudah mempelajari mengenai sesuatu yang berhubungan
dengan manusia, serta mulai mempelajari berbagai keterampilan praktis. Dunia
psikososial anak menjadi semakin kompleks dan berbeda dengan masa awal anak.
Relasi dengan keluarga dan teman sebaya terus memainkan peranan penting.
Sikap sosial secara umum adalah hubungan antara manusia dengan manusia yang
lain, saling kebergantungan dengan manusia lain dalam berbagai kehidupan
bermasyarakat. Sedang pendapat lain mengatakan interaksi dikalangan manusia;
interaksi adalah komunikasi dengan manusia lain, hubungan yang menimbulkan
perasaan sosial yaitu perasaan yang mengikatkan individu dengan sesama manusia,
perasaan hidup bermasyarakat seperti saling tolong menolong, saling memberi dan
menerima, simpati dan antipati, rasa setia kawan, dan sebagainya.
a) Endosentris
Sumber tingkah laku prososial berasal dari dalam diri seseorang. Sumber
endosentris merupakan keinginan untuk mengubah diri dengan menampilkan self -
image. Secara keseluruhan endosentris ini meningkatkan konsep diri (self -
concept), salah satu bentuk konsep diri adalah self-expectation (harapan diri) yang
berbentuk rasa bahagia, kebanggaan, rasa aman, evaluasi diri yang positif.
Harapan diri muncul karena seseorang hidup di lingkungan sosial, dimana dalam
lingkungan sosial terdapat norma dan nilai. Norma sosial di peroleh remaja melalui
proses sosialisi yang kemudian di internalisasikan sehingga menjadi bagian dari diri
remaja itu sendiri. Norma yang di internalisasikan kedalam harapan diri (self-
expectation) terdiri dari:
2) Norm of social responssibility, adalah suatu norma sosial yang dimana seorang
individu menolong orang yang membutuhkan pertolongan walaupun orang yang
ditolong tidak dapat membalas sama sekali.
4) Norm of justice, adalah suatu norma sosial dimana tingkah laku menolong
didasarioleh norma keadilan yaitu keseimbangan antar memberi dan menerima.
6) Norm of equity, adalah suatu norma sosial dimana seorang individu menolong
orang lain karena pernah ditolong sebelumnya.
b) Eksosentris
Menurut Derlega & Grzelak tingkah laku prososial bisa terjadi karena adanya
penderitaan yang dialami oleh orang lain, pertolongan yang diberikan tidak
mengharapkan reward eksternal. Selain itu prilaku prososial bisa terjadi karena
adanya interpedensi situasi, misalnya seorang suami yang menolong istri di dapur.
Pada dasarnya tingkah laku prososial terjadi karena adanya saling ketergantungan
antara si penolong dengan orang yang ditolong.
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAH LAKU PROSOSIAL
Tingkah laku prososial dipandang sebagai tingkah laku yang diperlukan untuk
mempertahankan kehidupan, melalui hal ini manusia menjalankan fungsi
kehidupan sebagai penolong dan yang ditolong.
a) Orang Tua
Hubungan antara remaja dengan orang tua menjadi faktor penentu utama dalam
keberhasilan remaja berperilaku prososial ketika berinteraksi di lingkungan sosial
yang lebih luas. Keluarga yang merupakan kelompok primer bagi remaja, memiliki
peran penting dalam pembentukan dan arahan perilaku remaja.
Hal-hal yang diperoleh dari lingkungan keluarga akan menentukan cara-cara remaja
dalam melakukan interaksi dengan lingkungan sosial di luar keluarga. Menurut
Ahmadi (1988) keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dalam kehidupan
remaja. Remaja belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar
bekerjasama, dan menyatakan dirinya sebagai makhluk sosial.
Cara bertingkah laku, dan sikap orang tua dalam keluarga akan mempengaruhi
suasana interaksi keluarga dan dapat mengakibatkan ciri-ciri tertentu pada
perkembangan kepribadian remaja, orang tua adalah pemegang peranan penting
dalam pembentukan akhlak dan budi pekerti putra putrinya. Hal tersebut karena
waktu yang dimiliki remaja 75% dihasilkan di lingkungan keluarga. Mengingat
orang tua merupakan faktor penting dalam pembentukan pribadi remaja maka cara
yang digunakan dalam mengasuh dan membimbing remaja tergantung pada sikap,
pribadi dan kemampuan yang dimiliki oleh orang tua remaja tersebut.
b) Guru
Selain orang tua, sekolah juga mempunyai pengaru yang sangat besar terhadap
perkembangan tingkah laku prososial. Di sekolah guru dapt melatih dan
mengarahkan tingkah laku prososial anak dengan menggunakan teknik yang efektif.
Misalnya guru dapat menggunakan teknik bermain peran, teknik ini melatih anak
mempelajari situasi dimana tingkah laku menolong di peroleh dan bagaimana
melaksanakan tindakan menolong tersebut.
c) Teman sebaya
d) Televisi
Selain sebagai hiburan, televisi merupakan sebagai agen sosial yang penting. Melalui
penggunaan muatan prososial, televisi dapat mempengaruhi pemirsa. Dengan
melihat program televisi anak juga dapat mempelajari tingkah laku yang tepat
dalam situasi tertentu, televisi tidak hanya mengajarkan anak untuk
mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan tapi juga anak juga bisa mengerti
dengan kebutuhan orang lain, membentuk tingkah laku prososial dan memudahkan
perkembangan empati.
Perkembangan tingkah laku prososial juga berkaitan erat dengan aturan agama dan
moral. Menurut Sears dkk (1992) menyatakan bahwa aturan agama dan moral
kebanyakan masyarakat menekankan kewajiban menolong.
Menurut Staub (1978) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk
bertindak prososial, yaitu:
1. Self-gain
Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasi oleh individu selama
mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan
dengan tindakan prososial.
3. Empathy
Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain.
Kemampuan untuk empati ini erat kaitanya dengan pengambilalihan peran. Jadi
prasyarat untuk mampu melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan
untuk melakukan pengambilan peran.
b. Compliance
Pada tahap ini individu melakukan tindakan menolong karena patuh pada perintah
dari orang yang berkuasa. Tindakan menolong pada tahp ini dimotivasi oleh
kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan dan menghindari hukuman.
Pada tahap ini individu menolong karena tergantung pada reward yang akan di
terima, tindakan prososial dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan
keuntungan atau hadiah
d. Nominative Behavior
Pada tahap ini individu melakukan tindakan prososial untuk memenuhi tuntutan
masyarakat. Individu mengetahui berbagai tingkah lakuyang sesuai dengan norma
masyarakat. Dalam tahap ini individu mampu memahami kebutuhan orang lain dan
merasa simpati dengan penderitaan yang dialami, tindakan prososial dilakukan
karna adanya norma sosial yang meliputi : norma memberi dan norma tanggung
jawab sosial.
e. Generalized Reciprocity
Pada tahap ini seseorang melakukan tindakan menolong karna adanya kepercayaan
apabila suatu saat ia membutuhkan bantuan maka ia akan mendapatkannya,
harapan reward pada tahap ini non konkret yang susah dijelaskan.
f. Altruistic Behavior
Pada tahap ini seseorang melakukan tindakan menolong secara sukarela yang
bertujuan untuk menolong dan menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan
imbalan, tindakan prososial dilakukan karena plihan individu sendiri yang
didasarkan pada prinsip moral.
Pada tahap ini individu sudah mulai dapat menilai kebutuhan orang lain dan tidak
mengharapkan hubungan timbal balik untuk tindakannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkah laku
prososial adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan, yang ditujukan
bagi kesejahteraan orang lain sehingga menjadikan kondisi fisik dan psikis orang
lain menjadi lebih baik, selain itu tindakan prososial dilakukan atas dasar sukarela
tanpa mengharapkan reward eksternal.
Sumber tingkah laku prososial terdiri dari 2 bagian yaitu: Endosentris dan
Eksosentris. Pada dasarnya tingkah laku prososial terjadi karena adanya saling
ketergantungan antara si penolong dengan orang yang ditolong.
SARAN
Sebagai calon guru BK, kita perlu mengetahui tentang pentingnya penanaman sikap
maupun perilaku Agresi dan prososial kepada siswa kita nantinya. Sehingga, ketika
kita telah menjadi guru BK kelak, kita sudah dapat memberiksan pelayanan kepada
siswa terkait dengan perilaku Agresi dan prososial ini.
Kepada orang tua, perlu mengajarkan kepada anak – anaknya tentang pentingnya
penanaman moral terkait dengan perilau Agresi dan prososial ini. Sehingga, Ia dapat
menjadi anggota masyarakat yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://etheses.uin-malang.ac.id/634/6/10410119%20Bab%202.pdf
https://www.psychologymania.com/2012/06/jenis-jenis-agresi.html
https://dosenpsikologi.com/contoh-perilaku-agresif
Yahya, Azizi bin, dkk. 2004. Psikologi Sosial Alam Remaja. Johor: PTS
Professional.