Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN

OSTEOPOROSIS

A. LANDASAN TEORI MEDIS


1. Pengertian
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porousberarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma,
Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang
rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan
tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan
resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh
meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan
dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001,   National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang
mudah patah (Sudoyo, 2009).

2. Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang
tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral dan
matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam
kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-
mineral ini memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai
osteoid. Materi organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam
hialuronat.

Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :

a) Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian
ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Sumsum
kuning terdapat pada diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.
b) Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah
ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang
mengandung sel-sel hematopoietik.  Sumsum merah juga terdapat di bagian
epifisis dan diafisis tulang.
c) Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan
bagian ini akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung
berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga
pertumbuhan memanjang tulang berhenti.

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi yang berperan dalam proses pertumbuhan
transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi
khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau
tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk
kolagen tipe I dan prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu
proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas
mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga
kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

3. Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1.     Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya
gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih
cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum
menopause dan terus  berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat
menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah
menopause.
2.    Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya
tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru(osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan
ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia
diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis
senilis dan pasca menopause.
3.    Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang
disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal
ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-
obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4.    Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuhnya tulang
4.   Patofisiologi
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik ekstra
selular, 5 % sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas sehingga tidak
menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk
memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang
akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi
kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah.

5. Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1.    Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2.    Nyeri timbul mendadak.
3.    Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4.    Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5.    Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
6.    Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)

6. Pemeriksaan Diagnostik

a.    Pemeriksaan radiologik


Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran
radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler
yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan
gambaran picture-frame vertebra.
b.    Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai
densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD
( Bone Mineral Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia
(mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan
normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1.    Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah
guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian
tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan
kalkaneus.
2.    Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa
sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna
mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk
evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek
seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
3.    Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang
secara volimetrik.
c.    Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan
menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d.   Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama
T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang
trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
e.    Biopsi tulang dan Histomorfometri
f.     Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan
metabolisme tulang.
g.    Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan
lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan
yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan
menyebabkan deformitas bikonkaf.
h.    CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral
vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
i.      Pemeriksaan Laboratorium
1.    Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2.    Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
3.    Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4.    Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

7.   Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Pengobatan

1.   Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan


tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2.    Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang
adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.

Penatalaksanaan keperawatan

1.    Membantu klien mengatasi nyeri.


2.    Membantu klien dalam mobilitas.
3.    Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4.    Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.

8.    Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1.    Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2.    Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a.    Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b.    Latihan teratur setiap hari
c.    Hindari :
1.    Makanan tinggi protein
2.    Minum alkohol
3.    Merokok
4.    Minum kopi
5.    Minum antasida yang mengandung aluminium

9.   Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan
mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi
vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan
frakturcolles pada pergelangan tangan.

10.   Prognosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria dan
wanita. Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman dan
mengganggu pernafasan.
B. Konsep Keperawatan

1.    Pengkajian

1)   Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


a.    Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
b.    Kebiasaan minum alkohol, kafein
c.    Riwayat keluarga dengan osteoporosis
d.   Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
e.    Penggunaan steroid
2)   Pola nutrisi metabolic
Inadekuat intake kalsium
3)   Pola aktivitas dan latihan
a.    Fraktur
b.    Badan bungkuk
c.    Jarang berolah raga
4)   Pola tidur dan istirahat
Tidur terganggu karena nyeri
5)   Pola persepsi kognitif
Nyeri punggung
6)   Pola reproduksi seksualitas
Menopause
7)   Pola mekanisme koping terhadap stress
Stres, cemas karena penyakitnya
 2. Diagnosa Keperawatan

1) Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh


2) Nyeri b.d adanya fraktur
3) Konstipasi b.d imobilitas
4) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi

3. Perencanaan

1)   Risti injury: fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan/jatuh.


HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh.
Intervensi:
 Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas  bahaya bagi klien.
R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan mengakibatkan
fraktur
 Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan atau tongkat.
R/. Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia
 Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan  cegah klien dari pukulan yang tidak
sengaja atau kebetulan.
R/. Benturan  yang   keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang sudah rapuh,
porus dan kehilangan kalsium.
 Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan dan  tidak
mengangkat beban yang berat.
R/.  Gerakan tubuh yang cepat  dapat mempermudah fraktur compression vertebral
pada klien dengan osteoporosis
 Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin D) dalam mencegah
osteoporosis lebih lanjut.
R/ Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah kehilangan kalsium
ekstra dalam tulang.

 Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.


R/. kafein berlebihan meningkat  pengeluaran kalsium berlebihan dalam urine;
alkohol    berlebihan meningkatkan asidosis,  meningkatkan reabsorpsi tulang.
 Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam remodeling tulang.
R/. rokok meningkatkan asidosis

2)   Nyeri b.d adanya fraktur


HYD: Klien mampu melakukan tindakan mandiri untuk mengurangi nyeri, dan nyeri
berkurang sampai hilang.
Intervensi:
 Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri.
R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
 Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk mengambil psosisi
terlentang atau miring yang nyaman bagi kalien
R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan
posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
 Beri kasur  padat dan tidak lentur.
R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
 Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
 Berikan kompres hangat  intermiten dan pijatan punggung.
R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi otot.
 Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan
hindari gerakan memuntir.
R/. Gerakan  tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
 Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
 Pasang  korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun alat
serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
 Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat tidur perlu
dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan
mengurangi stres akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
 Opioid  oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri
punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat mengurangi nyeri.

3)   Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi
HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali dalam seminggu, konsistensi
feces lunak, dan tidak ada kolaps pada T10-L2

Intervensi:
 Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. menentukan intervensi bila ada gangguan pada eliminasi bab
 Berikan diet tinggi serat.
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan meminimalkan kostipasi
 Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
 Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena  bila terjadi kolaps vertebra
pada T10-L2, maka  pasien dapat mengalami ileus.
 Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja sesuai ketentuan
R/. Membantu meminimalkan konstipasi

4)   Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi


HYD: meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara pencegahan dan program
tindakan
Intervensi:
 Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
 Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
 Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
 Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan
kafein, rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.

 Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai kemampuan klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan
kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
 Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari. R/.
Kebutuhan kalsium, vitamin D, terpapar sinar matahari pagi yang memadai
dapat  meminimalkan efek oesteoporosis.
 Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri
lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada
suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama
makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan
yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit PT Bhuana


Ilmu Populer.
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT Indeks.
Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing.
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis Pada
Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli
2006:107-126
Tandra, H. 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal,
Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
MAKALAH
OSTEOPOROSIS

DOSEN PENGAMPU :MAHDI THOHA.S,ST.,S.KEP

KELOMPOK:

1. BAIQ FEBWIN KHOTMANIA


2. NURUL AZMI
3. SITI HATAKAH
4. TIARA SEPTINA

AKADEMI PERAWAT KESEHATAN PROVINSI NUSA


TENGGARA BARAT
TA 2019/2020

KATA PENGANTAR

Puji sukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena atas berkat dan
rahmatnyalah kami dapat menyelesaikan makalah yang ini tepat pada waktunya.Dalam
penyusunan makalah ini kami sadar karena kemampuan kami sangat terbatas.Maka makalah ini
masih mengandung banyak kekurangan,untuk itu harapan kami para pembaca tau pendengar
memberi saran dan pendapat untuk makalah ini.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah mendukung dalam penyusunan makalah
ini,kami atas nama kelompok penyusun menyampaikan terima kasih. Semoga tuhan yang maha
pemurah memberkati kita ,sehingga upaya kecil ini besar manfaaatnya bagi kita semua

selasa, 03 september 2019

Hormat kami,
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………………………………………………………………………………….
Kata pengantar……………………………………………………………………………………………………………………………………..

A. LANDASAN TEORI MEDIS.............................................................................................................1


1. Pengertian........................................................................................................................................1
2. Anatomi Fisiologi............................................................................................................................1
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :................................................................................2
3. Etiologi............................................................................................................................................3
4. Patofisiologi.....................................................................................................................................4
5. Manifestasi Klinis............................................................................................................................4
6. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................................................4
7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan........................................................................................6
Pengobatan.........................................................................................................................................6
Penatalaksanaan keperawatan............................................................................................................6
8. Pencegahan......................................................................................................................................6
9. Komplikasi......................................................................................................................................7
10. Prognosis.....................................................................................................................................7
B. Konsep Keperawatan...........................................................................................................................8
1.    Pengkajian.........................................................................................................................................8
2. Diagnosa Keperawatan........................................................................................................................9
3. Perencanaan.........................................................................................................................................9

Anda mungkin juga menyukai