Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

PEMERIKSAAN URINE LENGKAP

OLEH :

RISKA NOVITASARI
NIM.P07134115045

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta

kasih sayang dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada seluruh ciptaan- Nya,

shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.

Alhamdulillah berkat kemudahan yang diberikan Allah SWT, saya dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemeriksaan Urine Lengkap”

Adapun tujuan dari Penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas

pada Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Rumah Sakit Umum Daerah Praya. Dalam

Penyusunan makalah ini, saya banyak mengalami kesulitan dan hambatan, hal ini

disebabkan oleh keterbatasan ilmu pengetahuan yang saya miliki. saya berharap

semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya pada khususnya, dan bagi para

pembaca pada umumnya. Aamiin. Saya sebagai penyusun sangat menyadari bahwa

dalam Penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang

ditujukan untuk membangun.

Mataram, 25 Februari 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii1
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
D. Manfaat...............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
A. Pemeriksaan Urine Lengkap/Urinalisis..............................................................4
B. Proses Pra Analitik Pada Pemeriksaan Urine Lengkap.....................................6
C. Pemeriksaan Makroskopis Urine......................................................................10
D. Pemeriksaan Kimia Urine.................................................................................14
E. Pemeriksaan Sediment Urine (Mikroskopis Urine)..........................................24
F. Proses Pasca Analitik Pemeriksaaan Urine Lengkap......................................44
BAB III PENUTUP......................................................................................................46
A. Kesimpulan.......................................................................................................46
B. Saran................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................47

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan

oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses

proses urinalisasi. Ekskresi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul

sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis

cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat

penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi

urin (Loesnihari, 2012).

Pemeriksaan urin atau urinalisis merupakan pemeriksaan yang

memberikan informasi tentang ginjal, saluran urin dan mengenai faal berbagai

organ dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal dan

lain-lain (Gandasoebrata,2013). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan dasar

bagi pemeriksaan selanjutnya, yang meliputi pemeriksaan kimia (berat jenis, PH,

leukosit, nitrit, albumin, glukosa, keto, urobilinogen, billirubin darah), sedimen

mikroskopis (eritrosit, leukosit, silinder, epitel sel, bakteri, dan kristal),

makroskopis (warna dan kejernihan).

Pemeriksaan urine dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pra analitik,

analitik, dan paska analitik. Faktor pra analitik merupakan faktor yang

menentukan kualitas sampel yang nantinya akan dikerjakan pada proses

selanjutnya. Faktor pra analitik meliputi persiapan dan perlakuan terhadap urine

sebelum pemeriksaan (kondisi pasien, obat-obatan yang dikonsumsi), cara

penampungan urine yang baik, volume urine yang cukup, dan sampel urine tidak

terkontaminasi (Yaqin and Arista, 2015). Faktor analitik merupakan tahapan

1
pengerjaan sampel yang meliputi sampel yang diperiksa sudah memenuhi

persyaratan sampel, penggunaan dan penyimpanan reagen, suhu laboratorium,

dan cara pegerjaan sampel. Faktor pasca analitik merupakan tahapan akhir

pemeriksaan seperti cara interpretasi hasil.

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati

posisi penting dalam diagnosis invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting

mengapa pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu : skrining, diagnosis,

pemantauan progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit.

Oleh karena itu setiap laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang

teliti, cepat dan tepat salah satunya adalah pada pemeriksaan urine lengkap.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik membahas mengenai

pemeriksaan urine lengkap mulai dari proses pra analitik, analitik, dan pasca

analitik.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian pemeriksaan urine lengkap/urinalisis?

2. Bagaimanakah proses pra analitik pada pemeriksaan urine lengkap?

3. Bagaimanakah proses pemeriksaan makroskopis urine?

4. Bagaimanakah proses pemeriksaan kimia urine?

5. Bagaimanakah proses pemeriksaan mikroskopis/sedimen urine?

6. Bagaimanakah proses pasca analitik pemeriksaaan urine lengkap?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian pemeriksaan urine lengkap/urinalisis.

2. Untuk mengetahui proses pra analitik pada pemeriksaan urine lengkap.

3. Untuk mengetahui proses pemeriksaan makroskopis urine.

4. Untuk mengetahui proses pemeriksaan kimia urine.

2
5. Untuk mengetahui proses pemeriksaan mikroskopis/sedimen urine.

6. Untuk mengetahui proses pasca analitik pemeriksaaan urine lengkap.

D. Manfaat

Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambambah wawasan dan

pengetahuan bagi penulis maupun pembaca mengenai pemeriksaan urine

lengkap

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Urine Lengkap/Urinalisis

Pemeriksaan urine lengkap/urinalisis merupakan suatu metode analisa

untuk mengetahui zat-zat yang terkandung di dalam urine serta adanya

kelainan-kelainan pada urine. Urinalisis berasal dari bahasa Inggris yang

merupakan gabungan dari kata urine dan analysis.

Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin untuk tujuan skrining, diagnosis

evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, batu ginjal, dan

memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah

tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.

Pemeriksaan urine rutin bermanfaat dalam menunjang diagnosis kondisi

urologis seperti calculi, infeksi saluran kemih dan malignansi, meliputi: kimia

(berat jenis, Ph, leukosit esterase,nitrit, albumin, glukosa, keton, urobilinogen,

bilirubin, darah), sedimen mikroskopis (eritrosit, leukosit, silinder, epitel sel,

bakteri, Kristal), makroskopis (warna dan kejernihan) (Manfaat pemeriksaan

laboratorium,2011).

Pemeriksaan urine dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pra analitik,

analitik, dan pasca analitik. Faktor pra analitik faktor ini yang menentukan

kualitas sampel yang nantinya akan dikerjakan faktor ini menentukan proses

selanjutnya, faktor ini meliputi persiapan dan perlakuan terhadap urine sebelum

pemeriksaan (kondisi pasien, obat-obatan yang dikonsumsi), cara penampungan

urine dimana cara menampung urine yang baik adalah cara midstream atau

pancaran tengah menggunakan wadah yang bersih, kering dan bermulut lebar,

waktu penampungan urine pagi hari, urine sewaktu. Sampel urine yang baik

4
untuk diperiksa adalah sampel urine tidak terkontaminasi dan mempunyai

volume yang cukup untuk diperiksa. Faktor analitik merupakan tahapan

pengerjakan sampel yang meliputi sampel yang diperiksa sudah memenuhi

persyaratan sampel, penggunaan dan penyimpanan reagen, suhu laboratorium,

cara pengerjakan sampel. Faktor pasca analitik merupakan tahapan akhir

pemeriksaan seperti cara interpretasi hasil.

Macam – macam sampel Urine

a. Urine Sewaktu

Urine Sewaktu Adalah urine yang dikeluarkan pada satu waktu yang

tidak ditentukan dengan khusus. Urine sewaktu ini cukup baik untuk

pemeriksaan rutin yang menyertai pemeriksaan badan tanpa pendapat

khusus.

b. Urine Pagi

Adalah urine yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah

bangun tidur. Urine ini lebih pekat dari urine yang dikeluarkan siang hari,

jadi baik untuk pemeriksaan sediment, berat jenis, protein, tes kehamilan

dan lain-lain.

c. Urine Postprandial

Adalah urine yang pertama kali dilepaskan 1 1/2 - 3 jam sehabis

makan. Urine ini berguna untuk pemeriksaaan terhadap glukosuria.

d. Urine 24 Jam

Adalah urine yang dikumpulkan selama 24 jam. Urine yang pertama

keluar dari jam 7 pagi dibuang, berikutnya ditampung termasuk juga urine

jam 7 pagi esok harinya.

5
e. Urine 3 gelas dan urine 2 gelas pada laki-laki

Urine ini dipakai pada pemeriksaan urologik yang dimaksudkan untuk

mendapatkan gambaran tentang letaknya radang atau lesi yang

mengakibatkan adanya nanah atau darah dalam urine laki-laki.

Urine 3 gelas adalah urine yang waktu keluar langsung ditampung ke

dalam 3 gelas sediment (gelas yang dasarnya menyempit) tanpa

menghentikan aliran urinnya. Ke dalam gelas pertama ditampung 20 – 30

ml urin yang mula-mula keluar, ke dalam gelas kedua dimasukkan urin

berikutnya, beberapa ml terakhir ditampung dalam gelas ketiga.

Untuk mendapat urine 2 gelas, caranya sama seperti urine 3 gelas,

dengan perbedaan: gelas ketiga ditiadakan dan ke dalam gelas pertama

ditampung 50 – 70 ml urine.

(Nurrahmah, 2012)

B. Proses Pra Analitik Pada Pemeriksaan Urine Lengkap

1. Penampung Urine

Penampung urine biasanya terbuat dari plastik. Yang terpenting adalah

wadah harus bermulut lebar, bersih, kering, dan bertutup. Wadah steril hanya

diperlukan untuk pemeriksaan biakan urine. Untuk bayi tersedia kantong

plastic polyethylene bag dengan perekat. Wadah penampung urine hanya

digunakan sekali pakai. Tidak dianjurkan untuk memakai ulang wadah urine,

karena adanya kemungkinan kontaminasi akibat pencucian yang tidak bersih.

2. Pengambilan Sampel Urine

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah identitas penderita yaitu

nama, nomor rekam medis, tanggal dan jam pengambilan bahan. Identitas ini

ditulis pada label di wadah urine dan harus sesuai dengan formulir

6
permintaan. Pada formulir permintaan juga dicantumkan hal seperti di atas

ditambah dengan jenis tes yang diminta untuk diperiksa.

Bahan pemeriksaan urine rutin yang terbaik adalah urine segar, kurang

dari 1 jam setelah dikeluarkan. Urine yang dibiarkan dalam waktu lama pada

suhu kamar, akan menyebabkan beberapa perubahan. Jumlah bakteri yang

ada dalam urine akan bertambah, menyebabkan peningkatan glukolisis oleh

bakteri sehingga produksi NH3 dan CO2 meningkat. Keadaan ini akan

menyebabkan bau amoniak dan pH urine menjadi alkalis, sehingga unsur

sedimen dalam urine seperti eritrosit, leukosit, silinder, ataupun sel menjadi

pecah atau hancur. Selain itu, fosfat yang ada dalam urine akan mengendap,

sehingga urine menjadi keruh.

Peningkatan jumlah bakteri dapat juga menyebabkan penurunan jumlah

glukosa yang ada dalam urine, karena digunakan untuk metabolisme oleh

bakteri. Urine yang dibiarkan lama pada suhu kamar juga dapat

mengakibatkan kadar bilirubin dan urobilinogen hilang atau berkurang akibat

teroksidasi serta esterase meningkat.

Apabila terpaksa menunda pemeriksaan, urine harus disimpan dalam

lemari es suhu 2-80C. penyimpanan dalam lemari es mencegah dekomposisi

urine oleh bakteri. Urine yang telah disimpan dalam lemari es akan

menyebabkan presipitasi fosfat dan urat amorf serta memiliki berat jenis lebih

tinggi bila diukur dengan urinometer. Oleh sebab itu, sebelum pemeriksaan

dilakukan urine harus dibiarkan dahulu mencapai suhu kamar dan

dicampur/dikocok. Pada keadaan tertentu sehingga urine harus dikirim ke

tempat yang jauh dan atau tidak ada lemari es, biasanya digunakan pengawet

urine.

7
3. Tekhnik Pengambilan Sampel Urin

Pengambilan sampel harus dilaksanakan dengan cara yang benar, agar

spesimen tersebut mewakili keadaan yang sebenarnya. Teknik pengambilan

untuk sampel urine adalah sebagai berikut :

a. Pada Wanita

Pada pengambilan spesimen urin porsi tengah yang dilakukan oleh

penderita sendiri, sebelumnya harus diberikan penjelasan berikut :

1) Penderita harus mencuci tangan memakai sabun kemudian

dikeringkan dengan handuk.

2) Tanggalkan pakaian dalam, lebarkan labia dengan satu tangan.

3) Bersihkan labia dan vulva menggunakan kasa steril dengan arah dari

depan ke belakang.

4) Bilas dengan air hangat dan keringkan dengan kasa steril yang lain.

5) Selama proses ini berlangsung,labia harus tetap terbuka lebar dan jari

tangan jangan menyentuh daerah yang sudah steril.

6) Keluarkan urin, aliran urin yang pertama keluar dibuang ke dalam

lubang kakus. Aliran urin selanjutya ditampung dalam wadah yang

sudah disediakan. Hindari urin mengenai lapisan tepi wadah.

Pengumpulan urin selesai sebelum aliran urin habis.

7) Wadah ditutup rapat dan segera dikirimkan ke laboratorium.

(Dikes RI, 2004)

b. Pada Laki-Laki

1) Penderita harus mencuci tangan memakai sabun. Jika tidak disunat

tarik kulit peputium kebelakang, keluarkan urin, aliran urin yang

pertama keluar dibuang. Aliran urin selanjutya ditampung dalam

8
wadah yang sudah disediakan. Hindari urin mengenai lapisan tepi

wadah. Pengumpulan urin selesai sebelum aliran urin habis.

2) Wadah ditutup rapat dan segera dikirimkan ke laboratorium.

(Dikes RI, 2004)

c. Pada Bayi dan Anak-anak

1) Penderita sebelumnya diberi minum untuk memudahkan buang air

kecil.

2) Bersihkan alat genital seperti yang telah diterangkan di atas.

3) Pengambilan urin dilakukan dengan cara :

a. Anak duduk dipangkuan perawat.

b. Pengaruhi anak untuk mengeluarkan urin, tampung urin dalam

wadah atau kantung plastik steril.

c. Bayi dipasang kantung penampung urin pada alat genital.

(Dikes RI, 2004)

d. Urin Kateter

1) Lakukan disinfeksi dengan alkohol 70% pada bagian selang kateter

yang terbuat dari karet (jangan bagian yang terbuat dari plastik).

2) Aspirasi urin degan menggunakan samprit sebanyak kurang lebih 10

ml.

3) Masukkan ke dalam wadah steril dan ditutup rapat.

4) Kirimkan segera ke laboratorium.

(Dikes RI, 2004)

e. Urin Aspirasi Suprapubik

Urin aspirasi suprapubik harus dilakukan pada kandung kemih yang

penuh.

9
1) Lakukan desinfeksi kulit didaerah suprapubik dengan Povidone Iodine

10%, kemudian bersihkan sisa providine iodine dengan kapas alkohol

70%.

2) Aspirasi urin tepat dititik suprapubik menggunakan semprit.

3) Ambil urin sebanyak kurang lebih 20 ml dengan cara aseptik

(dilakukan oleh petugas yang berwenang)

4) Masukkan ke dalam wadah steril dan tutup rapat.

5) Kirimkan segera ke laboratorium.

(Dikes RI, 2004)

2. Proses Pengolahan Sampel Urin

Untuk uji carik celup, urin tidak perlu ada perlakuan khusus, kecuali

pemeriksaan harus segera dilakukan sebelum 1 jam, sedangkan untuk

pemeriksaan sedimen harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu dengan

cara :

a. Wadah urin digoyangkan agar memperoleh sampel yang tercampur

(homogen).

b. Masukkan ±15 ml urin ke dalam tabung sentrifus.

c. Putar urin selama 5 menit 1500-2000 rpm

d. Buang supernatannya, sisakan ±1 ml, kocoklah tabung untuk

meresuspensikan sedimen.

C. Pemeriksaan Makroskopis Urine

Pemeriksaan makroskopis urine meliputi volume

urine, bau, buih, warna, kejernihan, pH, dan berat

jenis.

1. Volume urine

10
Banyaknya urine yang dikeluarkan oleh ginjal dalam 24 jam. Dihitung

dalam gelas ukur. Volume urine normal : 1200-1500 ml/24 jam. Volume urine

masing-masing orang bervariasi tergantung pada luas permukaan tubuh,

pemakaian cairan, dan kelembapan udara / penguapan.

Pada orang dewasa, normal produksi urine sekitar 1,5 L dalam 24 jam.

Jumlah ini bervariasi tergantung pada : luas permukaan tubuh, konsumsi

cairan, dan kelembaban udara/ penguapan.

Volume Urine Abnormal

 Poliurea: volume urine menigkat, dijumpai pada keadaan seperti :

Diabetes, Nefritis kronik, beberapa penyakit syaraf, edema yang mulai

pulih.

 Oliguria: volume urine berkurang, dapat dijumpai pada keadaan seperti

penyakkit ginjal, dehidrasi, sirosis hati.

 Anuria: tidak ada produksi urine, dapat terjadi pada keadaan-keadaan

seperti circulatory collaps (sistolik < 70 mmHg), acute renal failure,

keracunan sublimat, dll.

 Residual urine (urine sisa): volume urine yang diperoleh dari kateterisasi

setelah sebelumnya pasien disuruh kencing sepuas-puasnya.

2. Bau

Bau urine yang normal, tidak keras. Bau urine yang normal disebabkan

dari sebagian oleh asam-asam organik yang mudah menguap.

3. Buih

Buih pada urine normal berwarna putih. Jika urine mudah berbuih,

menunjukkan bahwa urine tersebut mengandung protein. Sedangkan jika

11
urine memiliki buih yang berwarna kuning, hal tersebut disebabkan oleh

adanya pigmen empedu(bilirubin) dalam urine.

4. Warna urine

Warna urine ditentukan oleh besarnya dieresis. Makin besar dieresis,

makin muda warna urine itu. Biasanya warna urine normal berkisar antara

kuning muda dan kuning tua. Warna itu disebabkan oleh beberapa macam

zat warna, terutama urochrom dan urobilin.

Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan

kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit

hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu dapat

mengubah warna urin. Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urin

adalah :

 Merah: hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab

nonpatologik: banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak),

senna.

 Oranye: pigmen empedu. Penyebab nonpatologik: obat untuk infeksi

saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.

 Kuning: urin yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik:

wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.

 Hijau: biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab

nonpatologik: preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.

 Biru: tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat: diuretik, nitrofuran.

 Coklat Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu.

Pengaruh obat: levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.

12
 Hitam atau hitam kecoklatan: melanin, asam homogentisat, indikans,

urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat: levodopa, cascara,

kompleks besi, fenol.

5. Kejernihan

Cara menguji kejernihan sama seperti menguji warna yaitu jernih, agak

keruh, keruh atau sangat keruh. Tidak semua macam kekeruhan bersifat

abnormal. Urine normal pun akan menjadi keruh jika dibiarkan atau

didinginkan. Kekeruhan ringan disebut nubecula dan terjadi dari lender, sel-

sel epitel, dan leukosit yang lambat laun mengendap.

Sebab – sebab urine keruh dari mula-mula :

 Fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah besar, mungkin terjadi sesudah

orang makan banyak.

 Bakteri.

 Unsur sedimen dalam jumlah besar, seperti eritrosit, leukosit dan sel

epitel.

 Cylus dan lemak.

 Benda-benda koloid.

Sebab – sebab urine keruh menjadi keruh setelah dibiarkan :

 Nubecula.

 Urat-urat amorf.

 Fosfat amorf dan karbonat.

 Bakteri.

6. pH

pH tidak banyak berarti dalam pemeriksaan penyaring. Akan tetapi pada

gangguan keseimbangan asam-basa penetapan itu memberi kesan tentang

13
keadaan dalam tubuh, apalagi jika disertai penetapan jumlah asam yang

diekskresikan dalam waktu tertentu, jumlah ion NH 4.

Selain pada keadaan tadi pemeriksaan pH urine segar dapat member

petunjuk kea rah infeksi saluran kemih. Infeksi oleh E. coli biasanya

menghasilkan urine asam, sedangkan infeksi oleh Proteus yang merombak

ureum menjadi amoniak menyebabkan urine menjadi basa.

7. Berat jenis

Untuk mengukur berat jenis urine dapat menggunakan urometer,

refraktometer dan carik celup.

D. Pemeriksaan Kimia Urine

Pemeriksaan kimia urine berdasarkan reaksi biokimia yang juga disebut

cara kimia kering atau tes carik celup banyak digunakan di laboratorium klinik.

Cara carik celup ini selain praktis karena reagen telah tersedia dalam bentuk pita

siap pakai, reagen relative stabil, murah, volume urine yang dibutuhkan sedikit,

bersifat sekali pakai, serta tidak memerlukan persiapan reagen. Prosedurnya

sederhana dan mudah, tidak memerlukan suatu keahlian dalam mengerjakan

tes serta hasilnya cepat.

1. Cara Penggunaan Carik Celup

Sebelum melakukan pemeriksaan urine, carik celup harus dikontrol

dengan bahan control urine. Pemeriksaan dengan bahan control urine

dimaksudkan untuk menilai carik celup, alat pemeriksa yaitu pipet dan alat

baca serta pemeriksa/orang yang mengerjakan. Setelah pemeriksaan dengan

bahan control sesuai dengan hasil yang seharusnya, kemudian dilakukan

pemeriksaan terhadap urine penderita.

14
Bahan untuk pemeriksaan kimia dengan carik celup, harus merupakan

urine segar dan mempunyai jumlah minimal 10-12 ml. Setelah dicampur

dengan cara membolak-balik tabung urine agar homogen, dilakukan

pemeriksaan dengan carik celup. Carik celup dimasukkan ke dalam urine

dalam waktu kurang dari 1 detik, kemudian diangkat dan kelebihan urine

dibersihkan dengan meletakkan carik celup mendatar pada sisinya di ertas

saring sehingga kelebihan urine yang mengalir diserap dengan kertas serap,

bertujuan untuk mencegah terjadinya carry over antar pita reagen.

Setelah 30-60 detik warna yang terjadi dibandingkan dengan warna

pada botol carik celup dapat secara visual. Hasil tes berdasarkan perubahan

warna yang terjadi.

2. Tujuan pemeriksaan kimia urine

Bertujuan untuk menunjang diagnosis kelainan di luar ginjal seperti

kelainan metabolisme karbohidrat, fungsi hati, gangguan keseimbangan asam

basa, kelainan ginjal, dan saluran kemih seperti infeksi traktus urinarius .

3. Macam pemeriksaan kimia urine dengan carik celup

Carik celup yang paling lengkap dapat menguji 10 parameter

pemeriksaan kimia urine sekaligus terdiri dari pH, berat jenis, glukosa,

bilirubin, urobilinogen, keton, protein, darah, leukosit esterase, dan nitrit

(Link, 2015).

15
a. Pemeriksaan pH urine

Pemeriksaan pH urine berdasarkan adanya indicator ganda (methyl

red dan bromthymol blue), dimana akan terjadi perubahan warna sesuai

pH yang berkisar dari jingga hingga kuning kehijauan dan hijau kebiruan.

Rentang pemeriksaan pH meliputi pH 5,0 sampai 8,5.

b. Pemeriksaan Berat Jenis Urine

Pemeriksaan berat jenis dalam urine berdasarkan pada perubahan

pKa (konstanta disosiasi) dari polielektrolit (methylvinyl ether/maleic

anhydride). Polielektrolit terdapat pada carik celup akan mengalami

ionisasi, menghasilkan ion hydrogen (H+). Ion H+ yang dihasilkan

tergantung pada jumlah ion yang terdapat dalam urine.

Pada urine dengan berat jenis yang rendah, ion H+ yang dihasilkan

sedikit sehingga pH lebih ke arah alkalis. Perubahan pH ini akan

terdeteksi oleh indikator bromthymol blue. Bromthymol blue akan

berwarna biru tua hingga hijau pada urine dengan berat jenis rendah dan

berwarna hijau kekuningan jika berat jenis urine tinggi.

c. Pemeriksaan Glukosa Urine

Pemeriksaan glukosa dalam urine berdasarkan pada glukosa

oksidase yang akan menguraikan glukosa menjadi asam glukonat dan

hydrogen peroksida. Kemudian hydrogen peroksida ini dengan adanya

peroksidase akan mengkatalisa reaksi antara potassium iodide dengan

hydrogen peroksida menghasilkan H2O dan On (O nascens). O nascens

akan mengoksidasi zat warna potassium iodide dalam waktu 10 detik

membentuk warna biru muda, hijau sampai coklat. Pada cara ini, kadar

glukosa urine dilaporkan sebagai negative, trace (100 mg/dl), +1 (250

16
mg/dl), +2 (500 mg/dl), +3 (1000 mg/dl), +4 (>2000 mg/dl). Sensitivitas

pemeriksaan ini adalah 100 mg/dl, dan pemeriksaan ini spesifik untuk

glukosa.

Hasil negative palsu pada pemeriksaan ini dapat disebabkan oleh

bahan reduktor dalam urine seperti vitamin C (lebih dari 40 mg/dl), asam

homogentisat, aspirin serta bahan yang mengganggu reaksi enzimatik

seperti levodova, gluthation, dan obat-obatan seperti diphyrone.

Selain menggunakan carik celup, pemeriksaan glukosa urine dapat

menggunakan:

1) Metode Fehling

Prinsip : Dengan pemanasan urine dalam suasana alkali, glukosa akan

mereduksi cupri sulfat menjadi cupro oksida. Pengendapan cupri

hidroksida dicegah dengan penambahan kalium natrium tartrate.

2) Metode Benedict

Prinsip : Glukosa dalam urine akan mereduksi garam-garam kompleks

yang terdapat pada pereaksi benedict (ion cupri direduksi menjadi

cupro) dan mengendap dalam bentuk CuO dan Cu2O.

Interpretasi hasil pada metode Fehling dan Benedict:

(-) : tetap biru, biru kehijauan.

(+1) : hijau kekuning-kuningan dan keruh (sesuai dengan 0,5 – 1 %

glukosa)

(+2) : kuning keruh (1 – 1,5 % glukosa)

(+3) : jingga atau warna lumpur keruh (2 – 3,5 % glukosa)

(+4) : merah bata (lebih dari 3,5 % glukosa)

17
Kadar glukose plasma sama dengan filtrat glomerulus, sedang batas

mereabsorpsi glukose 160 – 180 mg/dl. Penyebab glukosuria : kadar

glukose dalam plasma melampau batas kemampuan daya reabsorpsi

/kemampuan reabsorpsi ginjal menurun.

Keadaan hyperglycaemia (glukose > 180 mg/dl) akan menghasilkan

glukose pada urine misalnya terdapat pada:

 Diabetes melitus

 Emosional glokosuria

 Hyperthyroidisme

 Anesthesia eter

 Tekanan intra cranial meningkat (trauma cavitis, tumor kepala)

Keadaan glukosuria pada keadaan menurunnya reabsorpsi ginjal

(tan hyperglycemia) terdapat pada:

 Renal glokosuria

 Alementary glukosuria (kebanyakan makan karbohidrat)

 Kehamilan (laktosuria),tubular damage, nephrosis

d. Pemeriksaan Bilirubin Urine

Bilirubin secara normal tidak terdapat dalam urine, namun dalam

jumlah yang sangat sedikit dapat berada dalam urine, tanpa terdeteksi

melalui pemeriksaan rutin. Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin

18
dan ditranspor menuju hati, tempat bilirubin berkonjugasi atau tak

langsung bersifat larut dalam lemak, serta tidak dapat diekskresikan ke

dalam urine. Bilirubinuria mengindikasikan kerusakan hati atau obstruksi

empedu dan kadarnya yang besar ditandai dengan warna kuning.

Pemeriksaan bilirubin urine berdasarkan reaksi antara garam

diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam kuat yang menimbulkan

kompleks yang berwarna coklat muda hingga merah coklat dalam waktu

30 detik. Hasilnya dilaporkan sebagai negative, +1 (0,5 mg/dl), +2 (1

mg/dl) atau +3 (3 mg/dl). Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 0,2 – 0,4

mg/dl.

Hasil yang positif harus dikonfirmasi dengan test Harrison dimana

bilirubin telah diendapkan oleh Barium chloride akan dioksidasi dengan

reagen Fouchet menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Hasil positif pada

tes Harisson,ditandai dengan filtrate yang berwarna hijau pada kertas

saring.

e. Pemeriksaan Urobilinogen Urine

Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin yang

terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus

mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen

berkurang dalam feses dan sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran

19
darah. Kemudian urobilinogen diproses ulang menjadi empedu kira-kira

ejumlah 1% diekskresi oleh ginjal di dalam urine. Spesimen urine harus

segera diperiksa dalam setengah jam karena urobilinogen urine dapat

teroksidasi menjadi urobilin.

Pemeriksaan urobilinogen dalam urine berdasarkan reaksi antara

urobilinogen dengan reagen Ehrlich (paradimethylaminobenzaldehyde,

serta buffer asam). Intensitas warna yang terjadi dari jingga hingga merah

tua, dibaca dalam waktu 60 detik, warna yang timbul sesuai dengan

peningkatan kadar urobilinogen dalam urine.

Urine yang terlalu alkalis menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih

tinggi, sedangkan urine yang terlalu asam menunjukkan kadar

urobilinogen yang lebih rendah dari seharusnya. Kadar nitrit yang tinggi

juga menyebabkan hasil negative palsu.

f. Pemeriksaan Keton dalam Urine

Badan keton diproduksi untuk menghasilkan energy saat karbohidrat

tidak dapat digunakan seperti pada keadaan asidosis diabetic serta

kelaparan / malnutrisi. Ketika terjadi kelebihan badan keton, akan

menimbulkan keadaan ketosis dalam darah sehingga menghabiskan

cadanagn basa (misal:bikarbonat) dan menyebabkan status asidotik.

Ketonuria (badan keton dalam urine) terjadi sebagai akibat ketosis.

Berdasarkan reaksi antar asam asetoasetat dengan senyawa

nitroprusida. Warna yang dihasilkan adalah coklat muda bila tidak terjadi

reaksi, dan ungu untuk hasil yang positif. Hasilnya dilaporkan sebagai

negative, trace (5 mg/dl), +1 (15 mg/dl), +2 (40 mg/dl), +3 (80 mg/dl) atau

+4 (160 mg/dl).

20
Hasil positif palsu dapat terjadi apabila urine banyak mengandung

pigmen atau metabolit levodopa serta phenylketones. Urine yang

mempunyai berat jenis tinggi, pH yang rendah, dapat memberikan reaksi

hingga terbaca hasil yang sangat sedikit (5 mg/dl).

g. Pemeriksaan Protein Urine

Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat

kerusakan glomerulus dan atau gangguan reabsorpsi tubulus ginjal. Filtrat

glomerulus mengandung kadar protein sangat rendah, terdiri dari protein

dengan BM kecil (lebih kecil dari BM albumin dan hemoglobin). Zat diatas

mungkin direabsorpsi oleh tubulus sehingga dalam urine 24 jam hanya

mengandung 150 mg protein. Protein dengan jumlah besar (>150 mg/24

jam) mungkin terjadi akibat kerusakan membran kapiler glomerulus yang

memungkinkan lolosnya protein dengan BM besar dan masuk kedalam

filtrat glomerulus atau karena gangguan mekanis reabsorpsi tubulus, atau

kerusakan keduanya

Pemeriksaan protein dalam urine berdasarkan pada prinsip

kesalahan penetapan pH oleh adanya protein. Sebagai indikator

digunakan tertrabromphenol blue yang dalam suatu system buffer akan

menyebabkan pH tetap konstan. Akibat kesalahan penetapan pH oleh

adanya protein, urine yang mengandung albumin akan bereaksi dengan

indikator menyebabkan perubahan warna hijau muda sampai hijau.

Indikator tersebut sangat spesifik dan sensitive terhadap albumin.

Perubahan warna yang terjadi dalam waktu 60 detik. Hasilnya dilaporkan

sebagai negative, +1 (30 mg/dl), +2 (100 mg/dl), +3 (300 mg/dl) atau +4

(2000 mg/dl).

21
Selain mengunakan carik celup, pemeriksaan protein urine dapat

juga menggunakan:

1) Metode Rebus

Prinsip : Untuk menyatakan adanya urine yang ditunjukkan dengan

adanya kekeruhan dengan cara penambahan asam akan lebih

mendekatkan ke titik isoelektris dari protein. Pemanasan selanjutnya

mengadakan denaturasi sehingga terjadi presipitasi yang dinilai secara

semi kuantitatif.

2) Metode Sulfosalisilat

Prinsip dari metode sulfosalisilat sama dengan metode Rebus.

Interpretasi hasil metode Rebus dan Sulfosalisilat:

(-) : tetap jernih.

(+1) : ada kekeruhan ringan tanpa butir-butir (0,01 – 0,05 g/dl)

(+2) : kekeruhan mudah dilihat dan tampak butir-butir (0,05 – 0,2 g/dl)

(+3) : urine jelas keruh dan kekeruhan itu jelas berkeping-keping (0,2 –

0,5 g/dl)

(+4) : urine sangat keruh dan bergumpal (lebih dari 0,5 g/dl)

3) Metode Heller

Prinsip : Adanya protein dalam urine akan bereaksi dengan HNO3

pekat membentuk cincin putih.

22
h. Pemeriksaan Darah dalam Urine

Pemeriksaan darah samar dalam urine berdasarkan hemoglobin dan

mioglobin akan mengkatalisa oksidasi dari indikator 3,3’5,5’ –

tetramethylbenzidine, menghasilkan warna berkisar dari kuning kehijau-

hijauan hingga hijau kebitu-biruan dan biru tua.

Hasilnya dilaporkan sebagai negative, trace (10 eri/μL), +1 (25 eri/

μL), +2 (80 eri/ μL), atau +3 (200 eri/ μL). vitamin C serta protein kadar

tinggi dapat menyebabkan hasil negative palsu. Hasil positif palsu

kadang-kadang dapat dijumpai apabila dalam urine terdapat bakteri.

i. Pemeriksaan Esterase Leukosit dalam Urine

Pemeriksaan ini berdasarkan adanya reaksi esterase yang

merupakan enzim pada granula azurofil atau granula primer dari

granulosit dan monosit. Esterase akan menghidrolisis derivate ester

naftil. Naftil yang dihasilkan bersama dengan garam diazonium akan

menyebabkan perubahan warna dari coklat muda menjadi warna ungu.

Banyaknya esterase menggambarkan secara tidak langsung jumlah

leukosit di dalam urine. Apabila urine tidak segar, pH urine menjadi

alkalis, neutrofil mudah lisis sehingga jumlah neutrofil yang dijumpai

dalam sedimen urine berkurang dibandingkan dengan derajat positifitas

pemeriksaan esterase leukosit. Hasilnya dilaporkan sebagai negative,

trace (15 leu/μL), +1 (70 leu/μL), +2 (125 leu/μL), atau +3 (500 leu/μL).

jika terdapat glukosa dan protein dalam konsentrasi tinggi atau pad urine

dengan berat jenis tinggi, dapat terjadi hasil negative palsu, karena

leukosit mengkerut dan menghalangi penglepasan esterase.

23
j. Pemeriksaan Nitrit dalam Urine

Test nitrit urine adalah test yang dapat digunakan untuk mengetahui

ada tidaknya bakteriuri. Test ini berdasarkan kenyataan bahwa sebagian

besar bakteri penyebab infeksi saluran kemih dapat mereduksi nitrat

menjadi nitrit. Penyebab utama infeksi saluran kemih yaitu E.coli,

Pseudomonas, Staphylococcus dapat merubah nitrat menjadi nitrit.

Hasilnya dilaporkan sebagai positif bila pita dalam 40 detik menjadi

merah atau kemerahan yang berarti air kemih dianggap mengandung

lebih dari 105 kuman per ml. negative bila tidak terdapat nitrit maka warna

tidak berubah. Warna yang terbentuk tidaklah sebanding dengan jumlah

bakteri yang ada. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 0,075 mg/dl nitrit.

Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh vitamin C dengan kadar

lebih dari 75 mg/dl dalam urine yang mengandung sejumlah kecil nitrit

(0,1 mg/dl atau kurang), kuman yang terdapat dalam urine tidak

mereduksi nitrat menjadi nitrit seperti Streptococcus, Enterococcus atau

urine hanya sebentar berada dalam kandung kemih. Selain itu juga

dipengaruhi oleh diet yang tidak mengandung nitrat, antibiotika yang

menghambat metabolism bakteri dan reduksi nitrit menjadi nitrogen.

E. Pemeriksaan Sediment Urine (Mikroskopis Urine)

Pemeriksaan mikroskopis urine meliputi pemeriksaan sedimen urine.

Tujuan dari pemeriksaan sedimen urine adalah untuk mengidentifikasi jenis

sedimen yang dipakai untuk mendeteksi kelainan ginjal dan saluran kemih.

Untuk pemeriksaan sedimen urine diperlukan urine segar yaitu urine yang

ditampung 1 jam setelah berkemih. Untuk mendapat sedimen yang baik

24
diperlukan urine pekat yaitu urine yang diperoleh pagi hari dengan berat jenis >

1,023 atau osmolalitas > 300 m osm/kg dengan pH yang asam (Nisa, 2017) .

1. Cara Pemeriksaan

Sebanyak 5-10 ml urine dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge

kemudian ditutup dengan paraffin dan dipekatkan dengan cara sentrifugasi

pada kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Setelah sentrifugasi dilakukan

lapisan supernatant/lapisan atas urine dibuang sehingga didapatkan

sedimen urine. Kemudian teteskan 1 tetes sedimen urine di atas objek glass,

ditutup dengan cover glass. Selanjutnya preparat diamati di bawah

mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 10x (LPK/Lapangan Pandang

Kecil) dan untuk melihat lapang pandang kemudian perbesaran lensa

objektif 40x (LPB/Lapangan Pandang Besar) untuk identifikasi. Dilihat

dibawah mikroskop dgn pembesaran 100x atau 400x adanya unsur-unsur :

 Pembesaran objektif 10x / LPK

Sel epitel dan silinder

 Pembesaran objektif 40x / LPB

Eritrosit , leukosit, jenis-jenis silinder, jenis-jenis kristal, yeast dan

trikomonas vaginalis. Eritrosit / leukosit bergerombol harus dilaporkan

Untuk memudahkan pembacaan dilakukan pengecatan dengan cat

 Pewarnaan Natif (tanpa pewarnaan) baik untuk pewarnaan urin rutin dan

melihat pergerakan parasit seperti Trichomonas vaginalis pada urin

segar (<1 jam).

 Sternheimer Malbin yaitu pewarnaan baik untuk melihat sel-sel darah,

silinder dan epitel.

25
 Sudan III dan IV yaitu melihat butir-butir hemosiderin pada hemolisis

intravaskuler.

 Asam Asetat 2 % yaitu untuk membedakan eritrosit dengan leukosit,

eritrosit akan lisis sedangkan leukosit tidak.

(Faridah et al., 2016)

2. Macam-Macam Sedimen Urine

Sedimen urine terdiri dari unsur organik dan anorganik.

a. Unsur Organik

1) Epitel

Ada 3 macam epitel yang mungkin terdapat pada sedimen urine

yaitu epitel yang berasal dari ginjal biasanya berbentuk bulat berinti 1,

epitel yang berasal dari kandung kemih yang disebut sel transisisonal

26
dan epitel gepeng yang berasal dari uretra bagian distal, vagina dan

vulva.

a) Sel Epitel Tubulus

Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau oval, lebih

besar dari leukosit, mengandung inti bulat atau oval besar,

bergranula dan biasanya terbawa ke urin dalam jumlah kecil.

Namun, pada sindrom nefrotik dan dalam kondisi yang mengarah

ke degenerasi saluran kemih, jumlahnya bisa meningkat.

Jumlah sel tubulus ≥ 13 / LPK atau penemuan fragmen sel

tubulus dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal yang aktif atau

luka pada tubulus, seperti pada nefritis, nekrosis tubuler akut,

infeksi virus pada ginjal, penolakan transplnatasi ginjal, keracunan

salisilat.

b) Oval fat bodies / renal tubular fat / renal tubular fat bodies

27
Sel epitel tubulus dapat terisi oleh banyak tetesan lemak

yang berada dalam lumen tubulus (lipoprotein yang menembus

glomerulus), sel-sel seperti ini disebut oval fat bodies / renal

tubular fat / renal tubular fat bodies. Oval fat bodies menunjukkan

adanya disfungsi disfungsi glomerulus dengan kebocoran plasma

ke dalam urin dan kematian sel epitel tubulus.

Oval fat bodies dapat dijumpai pada sindrom nefrotik,

diabetes mellitus lanjut, kerusakan sel epitel tubulus yang berat

karena keracunan etilen glikol, air raksa. Selain sel epitel tubulus,

oval fat bodies juga dapat berupa makrofag atau hisiosit. Sel

epitel tubulus yang membesar dengan multinukleus

(multinucleated giant cells) dapat dijumpai pada infeksi virus.

Jenis virus yang dapat menginfeksi saluran kemih adalah

Cytomegalovirus (CMV) atau Herpes simplex virus (HSV) tipe 1

maupun tipe 2.

c) Sel Epitel Transisional

Sel epitel ini dari pelvis ginjal, ureter, kandung kemih (vesica

urinaria), atau uretra, lebih besar dari sel epitel tubulus ginjal, dan

agak lebih kecil dari sel epitel skuamosa. Sel epitel ini berbentuk

bulat atau oval, gelendong dan sering mempunyai tonjolan. Besar

28
kecilnya ukuran sel epitel transisional tergantung dari bagian

saluran kemih yang mana dia berasal.

d) Sel Epitel Skuamosa

Sel epitel skuamosa adalah sel epitel terbesar yang terlihat

pada spesimen urin normal. Sel epitel ini tipis, datar, dan inti bulat

kecil. Mereka mungkin hadir sebagai sel tunggal atau sebagai

kelompok dengan ukuran bervariasi. Sel epitel skuamosa

umumnya dalam jumlah yang lebih rendah dan berasal dari

permukaan kulit atau dari luar uretra. Signifikansi utama mereka

adalah sebagai indikator kontaminasi.

2) Leukosit

Lekosit berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5

– 2 kali eritrosit. Lekosit dalam urine umumnya adalah neutrofil

(polymorphonuclear, PMN). Lekosit dapat berasal dari bagian

manapun dari saluran kemih. Lekosit hingga 4 atau 5 per LPK

umumnya masih dianggap normal.

29
Peningkatan

jumlah lekosit dalam

urine (leukosituria atau

piuria) umumnya

menunjukkan adanya

infeksi saluran kemih baik bagian atas atau bawah, sistitis,

pielonefritis, atau glomerulonefritis akut. Leukosituria juga dapat

dijumpai pada febris, dehidrasi, stress, leukemia tanpa adanya infeksi

atau inflamasi, karena kecepatan ekskresi leukosit meningkat yang

mungkin disebabkan karena adanya perubahan permeabilitas

membran glomerulus atau perubahan motilitas leukosit.

Pada kondisi berat jenis urin rendah, leukosit dapat ditemukan

dalam bentuk sel Glitter merupakan lekosit PMN yang menunjukkan

gerakan Brown butiran dalam sitoplasma. Pada suasana pH alkali

leukosit cenderung berkelompok. Lekosit dalam urine juga dapat

merupakan suatu kontaminan dari saluran urogenital, misalnya dari

vagina dan infeksi serviks, atau meatus uretra eksterna pada laki-laki.

3) Eritrosit

Eritrosit dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun dari

saluran kemih. Secara teoritis, harusnya tidak dapat ditemukan

adanya eritrosit, namun dalam urine normal dapat ditemukan 0 – 3

sel/LPK. Hematuria adalah adanya peningkatan jumlah eritrosit dalam

urin karena: kerusakan glomerular, tumor yang mengikis saluran

kemih, trauma ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark

ginjal, nekrosis tubular akut, infeksi saluran kemih atas dan bawah,

30
nefrotoksin, dll.Hematuria dibedakan menjadi hematuria makroskopik

(gross hematuria) dan hematuria mikroskopik.

Darah yang dapat terlihat jelas secara visual menunjukkan

perdarahan berasal dari saluran kemih bagian bawah, sedangkan

hematuria mikroskopik lebih bermakna untuk kerusakan glomerulus.

Dinyatakan hematuria mikroskopik jika dalam urin ditemukan lebih

dari 5 eritrosit/LPK. Hematuria mikroskopik sering dijumpai pada

nefropati diabetik, hipertensi, dan ginjal polikistik. Hematuria

mikroskopik dapat terjadi persisten, berulang atau sementara dan

berasal dari sepanjang ginjal-saluran kemih. Hematuria persisten

banyak dijumpai pada perdarahan glomerulus ginjal.

Eritrosit dapat terlihat berbentuk normal, membengkak, krenasi,

mengecil, shadow atau ghost cells dengan mikroskop cahaya.

Spesimen segar dengan berat jenis 1,010-1,020, eritrosit berbentuk

cakram normal. Eritrosit tampak bengkak dan hampir tidak berwarna

pada urin yang encer, tampak mengkerut (crenated) pada urine yang

pekat, dan tampak mengecil sekali dalam urine yang alkali. Selain itu,

31
kadang-kadang eritrosit tampak seperti ragi.

Eritrosit dismorfik tampak pada ukuran yang heterogen,

hipokromik, terdistorsi dan sering tampak gumpalan-gumpalan kecil

tidak beraturan tersebar di membran sel. Eritrosit dismorfik memiliki

bentuk aneh akibat terdistorsi saat melalui struktur glomerulus yang

abnormal. Adanya eritrosit dismorfik dalam urin menunjukkan

penyakit glomerular seperti glomerulonefritis.

4) Silinder (torak)

Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang

terbentuk di tubulus ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder

terbentuk hanya dalam tubulus distal yang rumit atau saluran

pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal dan lengkung Henle

bukan lokasi untuk pembentukan silinder. Silinder dibagi-bagi

berdasarkan gambaran morfologik dan komposisinya.

32
Faktor-faktor yang mendukung pembentukan silinder adalah laju

aliran yang rendah, konsentrasi garam tinggi, volume urine yang

rendah, dan pH rendah (asam) yang menyebabkan denaturasi dan

precipitasi protein, terutama mukoprotein Tamm-Horsfall. Mukoprotein

Tamm-Horsfall adalah matriks protein yang lengket yang terdiri dari

glikoprotein yang dihasilkan oleh sel epitel ginjal.

Semua benda berupa partikel atau sel yang terdapat dalam

tubulus yang abnormal mudah melekat pada matriks protein yang

lengket. Konstituen selular yang umumnya melekat pada silinder

adalah eritrosit, leukosit, dan sel epitel tubulus, baik dalam keadaan

utuh atau dalam berbagai tahapan disintegrasi. Apabila silinder

mengandung sel atau bahan lain yang cukup banyak, silinder tersebut

dilaporkan berdasarkan konstituennya. Apabila konstituen selular

mengalami disintegrasi menjadi partikel granuler atau debris,

biasanya silinder hanya disebut sebagai silinder granular.

a) Silinder Hialin

Silinder hialin atau silinder protein terutama terdiri dari

mucoprotein (protein Tamm-Horsfall) yang dikeluarkan oleh sel-

sel tubulus. Silinder ini homogen (tanpa struktur), tekstur halus,

jernih, sisi-sisinya parallel, dan ujung-ujungnya membulat. Sekresi

protein Tamm-Horsfall membentuk sebuah silinder hialin di

saluran pengumpul.

33
Silinder hialin tidak selalu menunjukkan penyakit klinis.

Silinder hialin dapat dilihat bahkan pada pasien yang sehat.

Sedimen urin normal mungkin berisi 0 – 1 silinder hialin per LPL.

Jumlah yang lebih besar dapat dikaitkan dengan proteinuria ginjal

(misalnya, penyakit glomerular) atau ekstra-ginjal (misalnya,

overflow proteinuria seperti dalam myeloma). Silinder protein

dengan panjang, ekor tipis terbentuk di persimpangan lengkung

Henle's dan tubulus distal yang rumit disebut silindroid

(cylindroids).

b) Silinder Eritrosit

Silinder eritrosit bersifat granuler dan mengandung

hemoglobin dari kerusakan eritrosit. Adanya silinder eritrosit

disertai hematuria mikroskopik memperkuat diagnosis untuk

kelainan glomerulus. Cedera glomerulus yang parah dengan

kebocoran eritrosit atau kerusakan tubular yang parah

menyebabkan sel-sel eritrosit melekat pada matriks protein

(mukoprotein Tamm-Horsfall) dan membentuk silinder eritrosit.

34
c) Silinder Leukosit

Silinder lekosit atau silinder nanah, terjadi ketika leukosit

masuk dalam matriks Silinder. Kehadiran mereka menunjukkan

peradangan pada ginjal, karena silinder tersebut tidak akan

terbentuk kecuali dalam ginjal. Silinder lekosit paling khas untuk

pielonefritis akut, tetapi juga dapat ditemukan pada penyakit

glomerulus (glomerulonefritis). Glitter sel (fagositik neutrofil)

biasanya akan menyertai silinder lekosit. Penemuan silinder

leukosit yang bercampur dengan bakteri mempunyai arti penting

35
untuk pielonefritis, mengingat pielonefritis dapat berjalan tanpa

keluhan meskipun telah merusak jaringan ginjal secara progresif.

d) Silinder Granular

Silinder granular adalah silinder selular yang mengalami

degenerasi. Disintegrasi sel selama transit melalui sistem saluran

kemih menghasilkan perubahan membran sel, fragmentasi inti,

dan granulasi sitoplasma. Hasil disintegrasi awalnya granular

kasar, kemudian menjadi butiran halus.

36
e) Silinder Lilin (Waxy Cast)

Silinder lilin adalah silinder tua hasil silinder granular yang

mengalami perubahan degeneratif lebih lanjut. Ketika silinder

selular tetap berada di nefron untuk beberapa waktu sebelum

mereka dikeluarkan ke kandung kemih, sel-sel dapat berubah

menjadi silinder granular kasar, kemudian menjadi sebuah silinder

granular halus, dan akhirnya, menjadi silinder yang licin seperti

lilin (waxy).

37
Silinder lilin umumnya terkait dengan penyakit ginjal berat dan

amiloidosis ginjal. Kemunculan mereka menunjukkan keparahan

penyakit dan dilasi nefron dan karena itu terlihat pada tahap akhir

penyakit ginjal kronis.

Yang disebut telescoped urinary sediment adalah salah satu di

mana eritrosit, leukosit, oval fat bodies, dan segala jenis silinder yang

ditemukan kurang lebih sama-sama berlimpah. Kondisi yang dapat

menyebabkan telescoped urinary sediment adalah: 1) lupus nefritis 2)

hipertensi ganas 3) diabetes glomerulosclerosis, dan 4)

glomerulonefritis progresif cepat. Pada tahap akhir penyakit ginjal dari

setiap penyebab, sedimen saluran kemih sering menjadi sangat

kurang karena nefron yang masih tersisa menghasilkan urin encer.

5) Spermatozoa

Bisa ditemukan dalam urine pria atau wanita dan tidak memiliki

arti klinik.

6) Parasit

38
Yang biasanya ditemukan dalam urine yaitu Trichomonas

vaginalis atau Schistosoma haematobium. Trichomonas vaginalis

adalah parasit menular seksual yang dapat berasal dari urogenital

laki-laki dan perempuan. Ukuran organisme ini bervariasi antara 1-2

kali diameter leukosit. Organisme ini mudah diidentifikasi dengan

cepat dengan melihat adanya flagella dan pergerakannya yang tidak

menentu.

7) Bakteri

Bakteri yang umum dalam spesimen urin karena banyaknya

mikroba flora normal vagina atau meatus uretra eksternal dan karena

kemampuan mereka untuk cepat berkembang biak di urine pada suhu

kamar. Bakteri juga dapat disebabkan oleh kontaminan dalam wadah

pengumpul, kontaminasi tinja, dalam urine yang dibiarkan lama (basi),

atau memang dari infeksi di saluran kemih. Oleh karena itu

pengumpulan urine harus dilakukan dengan benar (lihat pengumpulan

specimen urine).

Diagnosis bakteriuria dalam kasus yang dicurigai infeksi saluran

kemih memerlukan tes biakan kuman (kultur). Hitung koloni juga

dapat dilakukan untuk melihat apakah jumlah bakteri yang hadir

signifikan. Umumnya, lebih dari 100.000/ ml dari satu organisme

39
mencerminkan bakteriuria signifikan. Beberapa organisme

mencerminkan kontaminasi. Namun demikian, keberadaan setiap

organisme dalam spesimen kateterisasi atau suprapubik harus

dianggap signifikan.

Sel-sel ragi bisa merupakan kontaminan atau infeksi jamur

sejati. Mereka sering sulit dibedakan dari sel darah merah dan kristal

amorf, membedakannya adalah bahwa ragi memiliki kecenderungan

bertunas. Paling sering adalah Candida, yang dapat menginvasi

kandung kemih, uretra, atau vagina.

b. Unsur Anorganik

Kristal yang sering dijumpai adalah kristal calcium oxallate, triple

phosphate, asam urat. Penemuan kristal-kristal tersebut tidak mempunyai

arti klinik yang penting. Namun, dalam jumlah berlebih dan adanya

predisposisi antara lain infeksi, memungkinkan timbulnya penyakit

"kencing batu", yaitu terbentuknya batu ginjal-saluran kemih (lithiasis) di

sepanjang ginjal – saluran kemih, menimbulkan jejas, dan dapat

menyebabkan fragmen sel epitel terkelupas. Pembentukan batu dapat

disertai kristaluria, dan penemuan kristaluria tidak harus disertai

pembentukan batu.

1) Kalsium Oksalat

40
Kristal ini umum dijumpai pada spesimen urine bahkan pada

pasien yang sehat. Mereka dapat terjadi pada urin dari setiap pH,

terutama pada pH yang asam. Kristal bervariasi dalam ukuran dari

cukup besar untuk sangat

kecil. Kristal ca-oxallate

bervariasi dalam ukuran, tak

berwarna, dan bebentuk

amplop atau halter. Kristal

dapat muncul dalam specimen urine setelah konsumsi makanan

tertentu (mis. asparagus, kubis, dll) dan keracunan ethylene glycol.

Adanya 1 – 5 ( + ) kristal Ca-oxallate per LPL masih dinyatakan

normal, tetapi jika dijumpai lebih dari 5 ( ++ atau +++ ) sudah

dinyatakan abnormal.

2) Triple Fosfat

Seperti halnya Ca-oxallate, triple fosfat juga dapat dijumpai

bahkan pada orang yang sehat. Kristal terlihat berbentuk prisma

empat persegi panjang seperti tutup peti mati (kadang-kadang juga

bentuk daun atau bintang), tak berwarna dan larut dalam asam cuka

encer. Meskipun mereka dapat ditemukan dalam setiap pH,

41
pembentukan mereka lebih disukai di pH netral ke basa. Kristal dapat

muncul di urin setelah konsumsi makan tertentu (buah-buahan).

Infeksi saluran kemih dengan bakteri penghasil urease (mis. Proteus

vulgaris) dapat mendukung pembentukan kristal (dan urolithiasis)

dengan meningkatkan pH urin dan meningkatkan amonia bebas.

3) Asam Urat

Kristal asam urat tampak berwarna kuning ke coklat, berbentuk

belah ketupat (kadang-kadang berbentuk jarum atau mawar). Dengan

pengecualian langka, penemuan kristal asam urat dalam urin sedikit

memberikan nilai klinis, tetapi lebih merupakan zat sampah

metabolisme normal; jumlahnya tergantung dari jenis makanan,

banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin.

Meskipun peningkatan 16% pada pasien dengan gout, dan dalam

keganasan limfoma atau leukemia, kehadiran mereka biasanya tidak

patologis atau meningkatkan konsentrasi asam urat.

42
4) Sistin (Cystine)

Cystine berbentuk heksagonal dan tipis. Kristal ini muncul dalam

urin sebagai akibat dari cacat genetic atau penyakit hati yang parah.

Kristal dan batu sistin dapat dijumpai pada cystinuria dan

homocystinuria. Terbentuk pada pH asam dan ketika konsentrasinya

> 300mg. Sering membingungkan dengan kristal asam urat. Sistin

crystalluria atau urolithiasis merupakan indikasi cystinuria, yang

merupakan kelainan metabolisme bawaan cacat yang melibatkan

reabsorpsi tubulus ginjal tertentu termasuk asam amino sistin.

5) Leusin dan Tirosin

Leusin dan tirosin adalah kristal asam amino dan sering muncul

bersama-sama dalam penyakit hati yang parah. Tirosin tampak

sebagai jarum yang tersusun sebagai berkas atau mawar dan kuning.

Leusin muncul-muncul berminyak bola dengan radial dan konsentris

striations. Kristal leucine dipandang sebagai bola kuning dengan

43
radial konsentris. Kristal ini kadang-kadang dapat keliru dengan sel-

sel, dengan pusat nukleus yang menyerupai. Kristal dari asam amino

leusin dan tirosin sangat jarang terlihat di sedimen urin. Kristal ini

dapat diamati pada beberapa penyakit keturunan seperti tyrosinosis

dan "penyakit Maple Syrup". Lebih sering kita menemukan kristal ini

bersamaan pada pasien dengan penyakit hati berat (sering terminal).

6) Kristal Kolesterol

Kristal kolesterol tampak regular atau irregular , transparan,

tampak sebagai pelat tipis empat persegi panjang dengan satu

(kadang dua) dari sudut persegi memiliki takik. Penyebab kehadiran

kristal kolesterol tidak jelas, tetapi diduga memiliki makna klinis

seperti oval fat bodies. Kehadiran kristal kolesterol sangat jarang dan

biasanya disertai oleh proteinuria.

7) Kristal lain

Berbagai macam jenis kristal lain yang dapat dijumpai dalam

sedimen urin misalnya adalah:

44
a) Kristal dalam urin asam :

 Natirum urat : tak berwarna, bentuk batang ireguler tumpul,

berkumpul membentuk roset.

 Amorf urat : warna kuning atau coklat, terlihat sebagai butiran,

berkumpul.

b) Kristal dalam urin alkali :

 Amonium urat (atau biurat) : warna kuning-coklat, bentuk

bulat tidak teratur, bulat berduri, atau bulat bertanduk.

 Ca-fosfat : tak berwarna, bentuk batang-batang panjang,

berkumpul membentuk rosset.

 Amorf fosfat : tak berwarna, bentuk butiran-butiran,

berkumpul.

45
 Ca-karbonat : tak berwarna, bentuk bulat kecil, halter.

Banyak obat diekskresikan dalam urin mempunyai potensi untuk

membentuk kristal, seperti : kristal Sulfadiazin dan kristal

Sulfonamida.

F. Proses Pasca Analitik Pemeriksaaan Urine Lengkap

1. Interpretasi Hasil

a) Pemeriksaan volume urine

Pada urine 24 jam volume normal urine 800 – 1300 ml.

b) Pemeriksaan warna dan kejernihan urine

Warna normal urine adalah kuning muda – kuning tua yang disebabkan

urobilin dan urochrom. Sedangkan Kejernihan urine adalah jernih.

c) Pemeriksaan pH atau Keasaman urine

pH normal urine 4,6 – 8,5.

d) Pemeriksaan bau urine

46
Urin normal berbau khas (amoniak) yang disebabkan oleh sebagian

asam-asam organik yang mudah menguap.

e) Pemeriksaan berat jenis urine

Berat jenis urine normal antara 1,016 – 1,022 pada urine 24 jam.

Sedangkan, pada urine sewaktu berat jenis normalnya 1.003 – 1,030.

f) Pelaporan Sedimen Urine secara Semikuantitatif

Untuk sedimen urine leukosit, eritrosit, epitel, bakteri, ragi, kristal,

dan protozoa dilaporkan dalam lapangan pandang beasr 10 x 40

(LPB). Sedangkan dengan lapangan pandang kecil 10 x 10 (LPK)

untuk pelaporan jumlah silinder. Untuk melaporkan jumlah sedimen

secara semikuantitatif sediaan harus merata di atas objek glass, bila

sedimen yang diletakkan di atas objek glass tidak merata harus dibuat

sediaan baru. Jumlah unsur sedimen urine dalam LPK atau LPB harus

dihitung rerata > 10 lapangan.

Karena jumlah elemen yang ditemukan dalam setiap bidang

dapat berbeda dari satu bidang ke bidang lainnya, beberapa bidang

dirata-rata. Berbagai jenis sel yang biasanya digambarkan sebagai

jumlah tiap jenis ditemukan per rata-rata lapang pandang kuat. Jumlah

silinder biasanya dilaporkan sebagai jumlah tiap jenis yang ditemukan

per lapang pandang lemah.

47
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan

diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis

penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan

tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.

Adapun pemeriksaan urinalisis ada pemeriksaan secara fisik, mikroskopis, dan

kimia. Pemeriksaan fisik(makoskopis) yaitu jumlah urine, bau, buih, kejernihan,

warna, dan berat jenisnya. Pemeriksaan mikroskopis yaitu melihat sel darah

merah, sel darah putih, toraks/silinder, sel epitel, dan Kristal. Pemeriksaan kimia

yaitu terdiri dari urobilinogen, bilirubin, protein, glukosa, badan keton, dan PH.

B. Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama

mahasiswa dan petugas laboratorium agar dapat memberikan data hasil tes

yang teliti, cepat dan tepat untuk pada pemeriksaan urine lengkap dengan

memperhatikan proses pra analitik sampai proses paska analitik.

48
DAFTAR PUSTAKA

Dikes RI (2004) Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.
Faridah et al. (2016) Mikroskopis Urine.
Link, D. K. (2015) ‘Interpretation of Urine Analysis Dipstick Methodology’, National
Kidney Foundation.
Loesnihari, R. (2012) ‘Peran analisa urin pada penanganan penyakit ginjal dan
traktus urinarius’, 45(3).
Nisa, F. K. (2017) ‘Pemeriksaan Sedimen Urin’, pp. 0–9.
Nurrahmah, S. (2012) Urinalisis.
Yaqin, M. A. and Arista, D. (2015) ‘Analisis Tahap Pemeriksaan Pra Analitik Sebagai
Upaya Peningkatan Mutu Hasil Laboratorium di RS Muji Rahayu Surabaya’,
5(10).

49

Anda mungkin juga menyukai