Anda di halaman 1dari 80

HUBUNGAN TRAUMA KARENA OKLUSI DENGAN

PERIODONTITIS KRONIS BERDASARKAN KUALITAS DAN


KUANTITAS TULANG ALVEOLAR PADA GAMBARAN
RADIOGRAFI PERIAPIKAL

SKRIPSI

Oleh :
DHARSHINI NEELAMEGAN
NIM. 130600225

Pembimbing
Rini Octavia Nasution, drg., SH., M.Kes., Sp.Perio
NIP. 1978 10022003 12 2005

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara


TIM PENGUJI PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji


Pada tanggal 19 Oktober 2017

TIM PENGUJI

KETUA : Rini Octavia Nasution, drg., SH., M.Kes., Sp.Perio ……………..


NIP. 1978 10022003 12 2005

ANGGOTA : 1. Krisnamurthy Pasaribu drg.,Sp.Perio ……………..

2. Martina Amalia, drg.,Sp.Perio ……………..


NIP. 19850313 200912 2007

Disetujui oleh,
Plt Ketua Departemen

Aini Hariyani Nasution, drg.,Sp.Perio


NIP. 19780130 200212 2 002 ……………..

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Periodonsia
Tahun 2017

Dharshini Neelamegan

Hubungan Trauma Karena Oklusi Dengan Periodontitis Kronis Berdasarkan Kualitas


dan Kuantitas Tulang Alveolar pada Gambaran Radiografi Periapikal
xii+47 halaman
Periodontitis didefinisikan sebagai kondisi inflamasi gingiva yang disertai
migrasinya epitel penyatu ke arah apikal, dan kehilangan tulang yang dapat dideteksi
secara radiografi.Salah satu faktor yang bertanggungjawab dalam inisiasi inflamasi
penyakit periodontal adalah trauma karena oklusi.Kerusakan pada jaringan lunak
serta tulang alveolar yang disebabkan oleh penyakit periodontal yaitu trauma karena
oklusi dapat deteksi melalui radiografi.Penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan trauma karena oklusi dengan periodontitis kronis berdasarkan kualitas dan
kuantitas tulang alveolar pada gambaran radiografi periapikal. Penelitian ini
merupakan penelitian analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional dan
penentuan sampel dilakukan dengan cara sampling kebetulan (accidental
sampling).Berdasarkan penelitian, ditemukan 11 pasien (74 gigi) sebanyak 35 gigi
dengan trauma karena oklusi dan 39 gigi dengan kontak oklusi normal di Instalasi
Periodonsia RSGM FKG USU baik pria dan wanita usia 40-60 tahun. Penelitian ini
diawali dengan mengisi informed concent, pemeriksaan klinis rongga mulut dan foto
radiografi periapikal pada pasien. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji
Chi Square untuk mengetahui hubungan trauma karena oklusi dengan periodontitis
kronis berdasarkankualitas dan kuantitas tulang alveolar pada gambaran radiografi
periapikal.Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
trauma karena oklusi dengan ruang ligamen periodontal (mesial) dengan nilai
p=0,001(p<0,005), lamina dura (mesial) dengan nilai p=0,000(p<0,005), pola

Universitas Sumatera Utara


kerusakan (mesial) dengan nilai p=0,000(p<0,005) dan pola kerusakan (distal)
dengan nilai p=0,000(p<0,005). Hasil uji statistik juga menunjukkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara trauma karena oklusi dengan ruang ligamen
periodontal (distal) dengan nilai p=0,051(p<0,005), lamina dura (distal) dengan nilai
p=0,082(p<0,005) dan tinggi tulang yang hilang dengan nilai p=0,577(p<0,005).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan trauma karena oklusi dengan
periodontitis kronis berdasarkan kualitas dan kuantitas tulang alveolar pada gambaran
radiografi periapikal.
Daftar Rujukan: 27 (1974-2017)

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan rahmatnya
kepada penulis sehingga skripsi dapat selesai disusun untuk memenuhi kewajiban
penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran
Gigi.Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
orang tua tercinta Ayah saya, Neelamegan dan ibu saya, Nirmala yang selalu
memberikan nasehat, cinta dan kasih sayang, didikan, dukungan secara moril dan
materil kepada penulis. Rini Octavia Nasution, drg., SH., M.Kes., Sp.Perio selaku
pembimbing dalam melakukan kegiatan penelitian dan atas segala saran, masukan
yang telah diberikan, nasehat, dorongan serta meluangkan waktu, tenaga pemikiran
dan kesabaran kepada penulis selama penelitian dan penulisan sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.Adik-adik penulis Prasad, Visnu dan Anusha yang telah banyak
memberikan bantuan, semangat, do’a dan dukungan.serta segenap keluarga yang
senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama penulisan
skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan
serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih serta
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Aini Hariyani Nasution, drg.,Sp Perio selaku Plt Departemen Periodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Unuversitas Sumatera Utara dan penasehat
akademik penulis atas segala saran dan masukan yang telah diberikan.
3. Krisnamurthy Pasaribu drg.,Sp.Periodan Martina Amalia, drg.,Sp.Perio selaku
tim penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


4. Aini Hariyani Nasution, drg., Sp. Perio selaku penasehat akademik yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi selama masa pendidikan maupun selama
penulisan skripsi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staf pengajar serta pegawai Departemen Periodonsia Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas motivasi dan bantuan dalam
menyelesaikan skripsi.
6. Rekan bimbingan penulis dalam menyelesaikan skripsi, Immanuel yang telah
banyak berkontribusi dalam membantu penulis dalam mengumpulkan data di
lapangan.
7. Teman-teman seperjuangan yang melaksanakan penulisan skripsi di
Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara: Intan dan Amalia dan para residen PPDGS Periodonsia atas dukungan
dan bantuannya selama penulisan skripsi.
8. Sahabat-sahabat terbaikJeewena dan Vaisnavi yang telah banyak memberi
semangat dan masukan kepada penulis serta rekan-rekan sejawat setambuk
2013 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan, perhatian
dan dorongan semangat serta dukungan moril yang diberikan dari awal hingga
akhir penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan.Akhir kata, penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat berguna bagi
pengembangan ilmu Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara dan untuk kita semua.

Medan, 19 Oktober 2017


Penulis,

(……………………)
Dharshini Neelamegan
Nim. 130600225

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………..
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI…………………………….
KATA PENGHANTAR…………………………………………… iv
DAFTAR ISI ..…………………………………………………….. vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………. viii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………. ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….. xii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................... 4
1.4 Hipotesis Penelitian……………………………………. 4
1.5 Manfaat Penelitian……………………………………... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………. 5


2.1 Periodontitis ............................................................... 5
2.1.1 Periodontitis Kronis ......................................... 5
2.1.2 Periodontitis Agresif ........................................ 6
2.2 Trauma Karena Oklusi…………………………… ... 6
2.2.1 Definisi………………………………………. 6
2.2.2 Klasifikasi…………………………………… .................... 7
2.2.3 Etiologi………………………………………. 9
2.2.4 Tanda dan Gejala Klinis serta Gambar
Radiografi……………………………………. 10
2.3 Hubungan Trauma Karena Oklusi dengan Tingkat
Keparahan Periodontitis…………………………….. 13
2.3.1 Konsep Tentang Trauma Karena Oklusi…….. 13
2.3.2 Tahapan dan respon Jaringan Terhadap
Peningktan Tekanan Oklusal………………. 15
2.4 Kerangka Teori………………………………………. 18
2.5Kerangka Konsep……………………………………. 19

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN…………………………….. 20

Universitas Sumatera Utara


3.1 Rancangan Penelitian………………………………….. 20
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian………………………………. 20
3.2.2 Waktu Penelitian………………………………… 20
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian…………………………. 20
3.3.1 Populasi………………………………………….. 20
3.3.2 Sampel……………………………………………. 20
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ……………………………… 21
3.4.1 Kriteria Inklusi ………………………………....... 21
3.4.2 Kriteria Eksklusi .………………………………… 21
3.5Besar Sampel .……………………………………………. 21
3.6 Variabel Penelitian ..…………………………………….. 22
3.7 Definisi Operasional .……………………………………. 23
3.8 Alat dan Bahan.. …………………………………………. 24
3.8.1 Alat...……………………………………………… 24
3.8.2 Bahan……………………………………………… 24
3.9 Prosedur Penelitian………………………………………. 24
3.10 SkemaAlur Penelitian………………………………….... 27
3.11Etika Penelitian…………………………………………... 28
3.12 Pengolahan dan Analisis Data………………………….... 28

BAB 4 HASIL PENELITIAN…………………………………………. 29


4.1 Data Distribusi Frekuensi Sampel Penelitian……………... 29
4.2 Analisis Hubungan Trauma Karena Oklusi dengan
Ruang Ligamen Periodontal (Mesial dan Distal)…………. 30
4.3 Analisis Hubungan Trauma Karena Oklusi
dengan Lamina Dura (Mesial dan Distal)……………………. 32
4.4 Analisis Hubungan Trauma Karena Oklusi dengan
Pola Kerusakan Tulang Alveolar (Mesial dan Distal)…….. 35
4.5 Analisis Hubungan Trauma Karena Oklusi dengan
Tinggi Tulang Alveolar yang Hilang ……………………… 37

BAB 5 PEMBAHASAN………………………………………………. 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….. 43


6.1 Kesimpulan………………………………………………... 43
6.2 Saran……………………………………………………….. 43

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………....... 45

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Definisi operasional…………………………………………… 23

2 Persentase kehilangan tulang dari total panjang akar dan


indeks kehilangan tulang alveolar……………………………... 26

3 Data frekuensi gigi trauma karena oklusi dan oklusi


normal…………………………………………………………. 29

4 Hubungan trauma karena oklusi dengan ruang ligamen


periodontal (mesial dan distal)………………………………… 30

5 Hubungan trauma karena oklusi dengan lamina dura


(mesial dan distal)…………………………………………….. 32

6 Hubungan trauma karena oklusi dengan pola kerusakan


(mesial dan distal)……………………………………………… 35

7 Hubungan trauma karena oklusi dengan tinggi tulang


yang hilang …………………………………………………… 37

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Klasifikasi trauma karena oklusi. A.Trauma karena
oklusi primer terjadi pada gigi dengan struktur
periodontal normal. B.Trauma karena oklusi sekunder
terjadi ketika tekanan oklusal (normal atau berlebihan)
terjadi pada gigi dengan struktur periodontal tidak
adekuat…………………………………………………... 8
2. Semental tears, disebabkan oleh trauma karena oklusi
akut pada otopsi manusia………………………………... 11
3. Migrasi gigi insisivus sentralis maksila ke arah labial
terutama gigi 11 A. Pandangan frontal B. Pandangan
lateral……………………………………………………… 11
4. Gambaran radiografi yang menunjukkan adanya trauma
karena oklusi sekunder dengan berbagai tingkat
keparahan. A. Kondisi awal trauma karena oklusi yang
ditandai dengan 1) pelebaran ruang ligamen periodontal;
2) penebalan lamina dura pada daerah apikal; 3) destruksi
septum interdental vertikal. B. Bentuk lain trauma
karena oklusi yaitu radiolusensi dan kondensasi tulang
alveolar. C. Kondisi trauma karena oklusi dalam tingkat
lebih parah dengan adanya peningkatan lebar ruang
ligamen periodontal (bentuk corong / funneling atau
cawan/ sauceration) dan kehilangan tulang vertikal……… 12
5. Gambaran radiografi menunjukkan radiolusen pada daerah
mandibular M1, merupakan kehilangan tulang pada daerah
furkasi…………………………………………………....... 13

Universitas Sumatera Utara


6. Konsep Glickman tentang trauma karena oklusi.A.
Terbagi atas A) Zona iritasi; B) Zona ko-destruksi. B.
Lesi inflamasi pada zona iritasi meluas ke arah 1) ligamen
periodontal pada gigi yang mengalami trauma karena
oklusi dan 2) tulang alveolar ketika gigi tidak mengalami
trauma karena oklusi……………………………………… 14
7. Mikrofotograf menggambarkan dua daerah interproksimal
dengan kerusakan tulang angular. “-” menunjukkan gigi
tidak mengalami trauma karena oklusi dan “+”
menunjukkan gigi mengalami. Gambaran radiografi
di atas menjelaskan bahwa adanya kerusakan tulang
angular pada (“-”) nontrauma gigi………………………... 15
8. Tahapan respon jaringan terhadap peningkatan tekanan
oklusal…………………………………………………….. 16
9. Light box………………………………………………… 25
10. a)Gambaran radiografi periapikal; b) Schei ruler
(penggaris transparen plastik)…………………………… 25
11. Schei Rulerdiletakkan diatas foto periapikal pada gigi 21
(mesial) di mana garis pertama diletakkan tepat pada
titik batas sementum enamel (BSE) dan garis
terakhirpada titik
apeks………………………………………….. 26
12. Persentase sampel gigi trauma karena oklusi dan gigi
dengan oklusi normal……………………………………. 29
13. A. Persentase ruang ligamen periodontal (mesial) pada
kondisi tidak melebar; B. Persentase ruang ligamen
periodontal (mesial) pada kondisi melebarC. Persentase
ruang ligamen periodontal (distal) pada kondisi tidak
melebar; D. Persentase ruang ligamen periodontal
(distal) pada tidak melebar ……………………………… 31

Universitas Sumatera Utara


14. A. Persentase lamina dura (mesial) pada kondisi
menebal;B. Persentase lamina dura (mesial) pada kondisi
normal;C. Persentase lamina dura (mesial) pada kondisi
terputus- putusD. Persentase lamina dura (distal) pada
kondisi menebal; E. Persentase lamina dura (distal) pada
kondisi normal; F. Persentase lamina dura (distal) pada
kondisiterputus-putus …………………………….. 34
15. A. Persentase pola kerusakan tulang alveolar (mesial)
secara vertikal; B.Persentase pola kerusakan tulang
alveolar (mesial) secara horizontalA. Persentase pola
kerusakan tulang alveolar (distal) secara vertikal;
B.Persentase pola kerusakan tulang alveolar (distal)
secara horizontal ………………………………………... 36
16. A. Persentase Tinggi Tulang Alveolar yang Hilang
<50%; B.Persentase Tinggi Tulang Alveolar yang Hilang
≥ 50% …………………………………………………… 38

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

2. Lembar Persetujuan Subjek Penelitian (informed concent)

3. Lembar Pemeriksaan

4. Jadwal Penelitian

5. Anggaran Biaya Penelitian

6. Biodata Peneliti

7. Surat Keterangan Ethical Clearance

8. Analisis Statistik

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Periodontitis didefinisikan sebagai kondisi inflamasi gingiva yang disertai
perubahan patologis serat kolagen pada sementum, migrasinya epitel penyatu ke arah
apikal, dan kehilangan tulang yang dapat dideteksi secara radiografi.1 Etiologi
penyakit periodontal adalah multifaktorial. Salah satu faktor yang dianggap
bertanggungjawab dalam inisiasi inflamasi penyakit periodontal adalah trauma karena
oklusi.2
World Health Organization (WHO) mendefinisikan trauma karena oklusi
sebagai "kerusakan periodonsium akibat tekanan pada gigi yang disebabkan secara
langsung atau tidak langsung oleh gigi pada rahang berlawanan". Istilah lain yang
sering digunakan adalah trauma oklusal, kelebihan beban pengunyahan (occlusal
overload), trauma periodontal, ketidakharmonisan oklusal mendefinisikan
ketidakseimbangan fungsi dan distrofi oklusal.3 Glossary of Periodontal Terms,
trauma karena oklusi sebagai cedera yang menghasilkan perubahan jaringan
pendukung gigi sebagai akibat dari tekanan oklusal.4
Trauma karena oklusi diklasifikasikan sebagai trauma karena oklusi primer
dan sekunder.Trauma karena oklusi primer digambarkan sebagai tekanan oklusal
abnormal yang terjadi pada kondisi periodonsium yang sehat. Trauma karena oklusi
sekunder merupakan tekanan oklusal yang terjadi pada periodonsium yang lemah
dimana tekanan itu sendiri belum tentu abnormal tetapi berlebihan untuk kondisi
periodonsium lemah.5 Klasifikasi ini diperjelas oleh Glossary of Periodontal Terms
dimana trauma karena oklusi primer adalah cedera yang menyebabkan perubahan

Universitas Sumatera Utara


jaringan akibat tekanan oklusal berlebihan pada gigi atau pada gigi dengan dukungan
normal sedangkan trauma karena oklusi sekunder adalah cedera yang menyebabkan
perubahan jaringan akibat tekanan oklusal normal atau berlebihan pada gigi atau pada
gigi dengan dukungan periodontal yang berkurang / lemah.4
Philstrom melakukan penelitian dengan tujuan mengevaluasi hubungan antara
tanda-tanda trauma karena oklusi, keparahan periodontitis dan hasil radiografi
dukungan tulang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa: (1) terdapat gigi
dengan mobiliti fungsional, pelebaran ruang ligamen periodontal dan secara
radiografi terlihat kalkulus pada daerah probing yang lebih dalam, kehilangan
perlekatan klinis dan dukungan tulang yang kurang pada gambaran radiografi; (2)
gigi dengan kontak oklusal pada relasi sentrik, sisi kerja, sisi nonkerja atau protrusif
tidak menunjukkan keparahan yang lebih besar dibanding gigi yang mengalami
periodontitis; (3) gigi dengan mobiliti fungsional dan pelebaran ligamen periodontal
memiliki kedalaman probing yang lebih besar, kehilangan perlekatan klinis dan
kehilangan dukungan tulang pada gambaran radiografi; (4) secara klinis apabila level
perlekatan yang sama, gigi dengan adanya mobiliti fungsional dan pelebaran ligamen
periodontal, terlihat mengalami pengurangan dukungan tulang pada gambaran
radiografi.6
Glickman dan Smulow melakukan penelitian terhadap mayat dan menemukan
bahwa inflamasi tampaknya dimulai dari perlekatan gingiva dan berkembang ke
jaringan pendukung periodontal di sekitarnya. Namun, penelitian tersebut
menunjukkan terdapat bukti bahwa pada gigi yang mengalami trauma karena oklusi,
inflamasi berlangsung dengan cara yang berbeda dibandingkan gigi yang tidak
mengalami trauma karena oklusi. Glickman dan Smulow menyebutkan kombinasi
efek gabungan trauma karena oklusi dan inflamasi sebagai faktor ko-destruktif ada
penyakit periodontal.7
Yuodelis dan Mann melaporkan hubungan antara parameter periodontal dan
kontak non kerja molar dengan menggunakan catatan klinis, radiografi dan studi
model dari 54 pasien dengan penyakit periodontal. Lima puluh tiga persen dari gigi
molar tersebut memiliki kontak non kerja, dan penulis menetapkan terdapat

Universitas Sumatera Utara


kedalaman probing dan kehilangan tulang yang lebih besar pada gigi tersebut.7 The
American Academy of Periodontology (AAP) baru-baru ini menyebutkan bahwa jika
trauma karena oklusi tidak dirawat dengan tepat pada pasien dengan periodontitis
kronis, dapat menyebabkan kehilangan tulang progresif dan perubahan yang
merugikan dalam prognosis serta dapat mengakibatkan hilangnya gigi.8
Beberapa penelitian juga dilakukan oleh dua kelompok peneliti dari
Universitas Gothenburg di Swedia (Lindhe, Ericsson dan Nyman) menggunakan
anjing beagle, sedangkan Eastman Dental Center of Manchester di New York (Polson
dan Zander) menggunakan monyet berjenis tupai. Para peneliti melakukan penelitian
eksperimental berupa periodontitis buatan/ artifisial dengan memungkinkan hewan
untuk mengakumulasi plak dan kalkulus selama periode variabel waktu (6 bulan).
Lindhe, Ericsson, Nyman dan Polson, Zander kemudian menggunakan silk ligatures
atau cap splints untuk menghasilkan traumatik oklusi. Kemudian, peneliti
mengevaluasi efeknya pada tulang dan kehilangan perlekatan.Kesimpulan dari kedua
kelompok penelitian adalah bahwa tanpa peradangan, trauma karena oklusi tidak
menyebabkan hilangnya tulang atau kehilangan perlekatan secara irreversibel.
Dengan demikian, trauma karena oklusi pada hewan ini bukan merupakan agen
penyebab penyakit periodontal.9
Berdasarkan berberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh banyak peneliti
berbeda, dapat disimpulkan bahwa trauma karena oklusi berperan sebagai faktor
risiko yang dapat memperparah kerusakan jaringan dan periodontitis.Teori dan hasil
penelitian tersebut telah menunjukkan adanya hubungan trauma karena oklusi dengan
periodontitis kronis.Namun belum ada penelitian secara rinci mengungkapkan
peranan hubungan trauma karena oklusi dengan periodontitis berdasarkan kualitas
dan kuantitas tulang alveolar pada gambaran radiografi.Oleh karena itu, penulis
merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan trauma karena oklusi
dengan periodontitis kronis berdasarkan kualitas dan kuantitas tulang alveolar pada
gambaran radiografi periapikal.

Universitas Sumatera Utara


1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan trauma karena oklusi dengan periodontitis kronis
berdasarkan kualitas dan kuantitas tulang alveolar pada gambaran radiografi
periapikal.

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui ada hubungan trauma karena oklusi dengan periodontitis
kronis berdasarkan kualitas dan kuantitas tulang alveolar pada gambaran
radiografi periapikal.

1.4 Hipotesis
Terdapat hubungan trauma karena oklusi dengan periodontitis kronis berdasarkan
kualitas dan kuantitas tulang alveolar pada gambaran radiografi periapikal.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan
bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan maupun menjadi
bahan ajar yang berguna.

1.5.2 Manfaat Praktis


a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan penyuluhan bagi tenaga-
tenaga kesehatan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat
tentang hubungan trauma karena oklusi dengan periodontitis kronis pada
gambaran radiografi sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan perubahan
tingkah laku masyarakat bagi upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut.

Universitas Sumatera Utara


c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kesehatan
yang terkait dengan akibat hubungan trauma karena oklusi dengan
periodontitis kronis pada gambaran radiografi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Jaringan Periodonsium secara umum berusaha menahan tekanan yang terjadi


pada mahkota gigi.Kemampuan daya adaptasi jaringan periodonsium berbeda pada
tiap orang dan tiap waktu, dipengaruhi oleh besar, arah, durasi dan frekuensi tekanan.
Peningkatan besarnya tekanan akan direspon oleh jaringan periodonsium dengan
adanya penebalan ligamen periodontal, peningkatan jumlah dan lebar serat ligamen
periodontal dan peningkatan dalam densitas tulang alveolar. Perubahan arah tekanan
seperti adanya gaya lateral, horizontal, torsi atau rotasi juga tekanan terus menerus
pada tulang alveolar dapat mencederai periodonsium.3,10

2.1 Periodontitis
Periodontitis adalah infeksi kronis yang melibatkan destruksi gigi dan
jaringan pendukung, yaitu ligamen periodontal dan tulang alveolar yang mendukung
gigi. Penyakit periodontal ini disebabkan oleh akumulasi plak bakteri dan produk
metabolik yang merangsang jaringan epitel untuk berkembang biak dan menghasilkan
proteinase yang merusak jaringan sehingga terjadi degradasi dan memungkinkan
untuk migrasi apikal dari jaringan epitel sepanjang permukaan akar gigi, sehingga
menghasilkan poket periodontal dan kehilangan perlekatan.1

2.1.1 Periodontitis Kronis


Periodontitis kronis adalah bentuk yang paling umum dari periodontitis dan
ditandai oleh poket periodontal dengan kehilangan perlekatan dan resesi pada
jaringan gingiva. Hal ini umum pada orang dewasa tetapi dapat terjadi pada setiap
usia. Proses perkembangan penyakit ini adalah lambat-sedang dengan kemungkinan

Universitas Sumatera Utara


adanya masa periode cepat. Tingkat perkembangan penyakit dipengaruhi oleh faktor
lokal seperti tambalan pada subgingiva dan kondisi sistemik seperti diabetes yang
mengubah respon host yang normal. Faktor lingkungan juga dapat menurunkan
fungsi kekebalan tubuh seperti merokok dan stres.Periodontitis kronis dapat
diklasifikasikan menjadi lokalisata yaitu melibatkan <30% gigi atau sebagai
generalisata yaitu melibatkan > 30% gigi. Tingkat keparahan penyakit ini dapat
digambarkan sebagai ringan, sedang atau parah.1

2.1.2 Periodontitis Agresif


Bentuk periodontitis agresif ini sebelumnya dikategorikan sebagai Juvenile
Periodontitis dimana terjadinya kehilangan cepatdan kerusakan tulang tanpa adanya
akumulasi plak dan kalkulus yang signifikan. Bentuk periodontitis ini biasanya
mempengaruhi individu muda, sering selama pubertas, dari usia 10 sampai 30 tahun,
dengan kecenderungan genetik. Bakteri yang seringterkait dengan periodontitis
agresif adalah Aggregatibacter actinomycetemcomitans.Periodontitis aggresif
diklasifikasikan sebagai periodontitis agresif lokalisata yaitu terjadi pada usia sekitar
pubertas dan pada lokalisata juga terjadi pada molar pertama dan insisivus dengan
kehilangan perlekatan yang paling sedikit dua gigi permanen, yang salah satunya
adalah molar pertama. Periodontitis agresif generalisata adalah biasanya terkena pada
pasien yang berusia dibawah 30 tahun, dapat juga terjadi pada pasien yang lebih tua
dan pada generalisata melibatkan paling sedikit tiga gigi permanen selain molar
pertama dan insisivus.1

2.2 Trauma Karena Oklusi


2.2.1 Definisi
Trauma karena oklusi didefinisikan oleh Orban dan Glickman dkk sebagai
tekanan oklusal yang melebihi kapasitas adaptasi jaringan periodonsium
mengakibatkan cedera pada jaringan. Cedera yang dihasilkan ini disebut sebagai
trauma karena oklusi.3 American Academy of Periodontology (AAP) dalam Glossary

Universitas Sumatera Utara


of Periodontics Terms mendefinisikan trauma karena oklusi sebagai cedera pada
jaringan pendukung yang disebabkan oleh tekanan oklusal yang berlebihan.9,11-13
Pengaruh oklusi pada periodonsium telah lama diperdebatkan. Menurut
Davies dkk dan Kemal Ustun dkk, istilah "trauma oklusal" (trauma yang dihasilkan
karena oklusi) mengacu pada perubahan patologis atau adaptif pada periodonsium
yang disebabkan oleh tekanan oklusal berlebihan yang dikenal sebagai oklusi
traumatogenik.9

2.2.2 Klasifikasi
American Academy of Periodontology (AAP) dalam International Workshop
for Classification of Periodontal Disease, mengklasifikasikan trauma karena oklusi
sebagai primer dan sekunder.9 Trauma karena oklusi primer didiagnosis ketika gigi
atau gigi dengan dukungan normal menerima beban yang berlebihan, menghasilkan
gejala kerenggangan atau ketidaknyamanan. Jadi pada dasarnya, trauma karena oklusi
primer terjadi pada gigi dengan struktur periodontal normal (Gambar 1A).
Trauma karena oklusi sekunder didiagnosis ketika gigi atau gigi yang telah
kehilangan dukungan periodontal menghasilkan gejala kerenggangan atau
ketidaknyamanan ketika menerima beban yang berlebihan atau beban yang
normal.Beban yang normal adalah beban yang seharusnya tidak menyebabkan gejala
di atas apabila diberikan pada kondisi gigi dengan jaringan periodonsium yang
normal. Secara garis besar, trauma karena oklusi sekunder terjadi ketika tekanan
oklusal (normal atau berlebihan) terjadi pada gigi dengan struktur periodontal tidak
adekuat (Gambar 1B) 10,14

Universitas Sumatera Utara


Trauma karena oklusi primer Trauma karena oklusi sekunder

Pusat
Rotasi Pusat
Rotasi

Gambar 1. Klasifikasi trauma karena oklusi. A.Trauma karena oklusi primer terjadi
pada gigi dengan struktur periodontal normal. B.Trauma karena oklusi
sekunder terjadi ketika tekanan oklusal (normal atau berlebihan) terjadi pada
gigi dengan struktur periodontal tidak adekuat.11

Perbedaan trauma karena oklusi primer dan sekunder ditentukan apakah


kehilangan tulang terjadi sebelumnya (sekunder) atau tidak (primer).Bentuk trauma
karena oklusi primer adalah kerusakan jaringan terjadi di sekitar gigi dengan tinggi
tulang yang normal, sedangkan trauma karena oklusi sekunder berkaitan dengan
kondisi dimana tekanan oklusal menyebabkan cedera pada tulang alveolar yang telah
hilang.Kehilangan tulang dapat diperkirakan pada akar yang terbuka yang terlihat
secara visual atau apabila prob dapat menyentuh akar dari gigi yang terlibat.Apabila
kehilangan tulang terjadi mengelilingi gigi yang terlibat, diagnosis yang tepat adalah
trauma karena oklusi sekunder.
Temuan klinis lainnya pada saat pemeriksaan dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis banding. Jika pasien menderita periodontitis sedang sampai
parah atau memiliki kebiasaan buruk berupa clenching dan grinding (bruksism) maka
trauma karena oklusi sekunder adalah diagnosis yang paling tepat.14
Selain itu, trauma karena oklusi dapat bersifat akut dan kronis.Trauma karena
oklusi akut terjadi akibat tekanan oklusal yang tiba-tiba seperti yang akibat menggigit

Universitas Sumatera Utara


benda keras.Restorasi atau perangkat protesa yang mengganggu atau mengubah arah
tekanan oklusal pada gigi juga menyebabkan trauma akut.Gejala trauma akut adalah
sakit gigi, kepekaan terhadap perkusi, dan peningkatan mobiliti gigi.Jika tekanan
dihilangkan dengan mengubah posisi gigi atau memperbaiki restorasi maka
penyembuhan akibat cedera dapat terjadi. Namun, apabila injuri tidak dapat
dihilangkan maka kondisi jaringan periodontal akan semakin buruk, terjadi nekrosis
yang di perparah oleh pembentukan abses periodontal serta menetapnya simptom di
atas secara kronis.
Trauma karena oklusi kronis merupakan bentuk yang lebih umum dibanding
trauma akut dengan gejala klinis yang lebih signifikan. Trauma kronis sering terjadi
akibat perubahan bertahap dari oklusi akibat keausan gigi, gerakan drifting, dan
ekstrusi gigi yang dikombinasi dengan kebiasaan parafungsional.2,10

2.2.3 Etiologi
Etiologi trauma karena oklusi dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu faktor
pemicu dan faktor predisposisi.Faktor pemicu adalah tekanan oklusal yang bersifat
destruktif.Ketika tekanan dalam batas normal dapat diadaptasi dengan baik oleh
jaringan lunak pendukung gigi, namun apabila tekanan berlebihan tersebut tidak
mampu diadaptasi jaringan, maka terjadi tersebut perubahan patologis pada jaringan
lunak. Biasanya tekanan ini ditentukan oleh besar, arah, durasi dan frekuensi.2,10
Faktor predisposisi adalah faktor yang dapat berpengaruh terhadap trauma
karena oklusi secara tidak langsung.Faktor intrinsik meliputi karakteristik morfologi
akar, tulang alveolar dan di mana perbandingan mahkota dan akar yang dihubungkan
dengan tekanan pada kondisi resesi.Faktor ekstrinsik yang dapat meningkatkan
kehilangan tulang alveolar antara lain plak mikroba, neurosis akibat aktivitas
parafungsional, hilangnya dukungan gigi atau tulang dan maloklusi fungsional yang
disebabkan iatrogenik.2

Universitas Sumatera Utara


2.2.4 Tanda dan Gejala Klinisserta Gambaran Radiografi
Terdapat beberapa tanda dan gejala klinis trauma karena oklusi antara
10,11,18,19
lain.
1. Pada kondisi akut terjadi nyeri yang hebat pada gigi, sensitif pada perkusi dan
peningkatan mobiliti gigi (hipermobiliti). Pada kasus yang lebih parah dapat
terjadi pembentukan abses dan semental tears (Gambar 2). Gambaran klinis
lain adalah terbentuknya poket infraboni, keterlibatan furkasi dan atrisi.
2. Kehilangan perlekatan
3. Tes fremitus positif apabila diberi getaran/tekanan pada gigi dalam posisi
oklusi sentrik dan kegoyangan gigi ternyata ditemukan.
4. Peningkatan mobiliti gigi. Pada tahap injuri terjadi destruksi ligamen
periodontal diikuti peningkatan mobiliti gigi. Pada tahap akhir, respon
periodonsium terhadap peningkatan tekanan oklusal menyebabkan pelebaran
ligamen periodontal yang juga mengarah dengan bertambahnya mobiliti gigi.
Peningkatan mobiliti gigi dapat disebabkan oleh peningkatan kehilangan
tulang, inflamasi ligamen periodontal yang berasal dari jaringan periodontal
atau periapikal, serta beberapa penyebab sistemik seperti pregnansi atau
adanya penyakit osteomeilitis dan tumor rahang.
5. Migrasi patologis atau drifting (Gambar 3).
6. Terjadinya hipertrofi otot pengunyahan serta disfungsi sendi
temporomandibular.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2. Semental tears, disebabkan oleh trauma karena oklusi akut pada otopsi
manusia.10

Gambar 3.Migrasi gigi insisivus sentralis maksila ke arah labial terutama gigi 11
A. Pandangan frontal B. Pandangan lateral.10

Gambaran radiografi trauma karena oklusi antara lain : 10,11,15,19


1. Peningkatan lebar ruang ligamen periodontal (bentuk corong/ funneling atau
cawan/ sauceration) yang diikuti penebalan lamina dura di sepanjang aspek
lateral akar, pada daerah apikal dan bifurkasi (Gambar 4). Peningkatan ruang
ligamen periodontal tidak selamanya mengindikasikan adanya kerusakan karena
kondisi tersebut disebabkan adanya penebalan dan pertambahan kekuatan ligamen
periodontal dan tulang alveolar yang terjadi akibat respon terhadap peningkatan
tekanan oklusal.

Universitas Sumatera Utara


2. Destruksi septum interdental vertikal lebih umum ditemukan daripada destruksi
horizontal.
3. Lesi furkasi pada gigi berakar dua atau tiga (Gambar 5).
4. Radiolusensi dan kondensasi tulang alveolar.
5. Resorpsi akar

3
1

2
A B

Gambar 4. Gambaran radiografi yang menunjukkan adanya trauma karena oklusi


sekunder dengan berbagai tingkat keparahan. A. Kondisi awal trauma
karena oklusi yang ditandai dengan 1) pelebaran ruang ligamen periodontal;
2) penebalan lamina dura pada daerah apikal; 3) destruksi septum interdental
vertikal. B. Bentuk lain trauma karena oklusi yaitu radiolusensi dan
kondensasi tulang alveolar. C. Kondisi trauma karena oklusi dalam tingkat
lebih parah dengan adanya peningkatan lebar ruang ligamen periodontal
(bentuk corong / funneling atau cawan/ sauceration) dan kehilangan tulang
vertikal.15

Universitas Sumatera Utara


Gambaran 5. Gambaran radiografi menunjukkan radiolusen pada daerah mandibula M1,
merupakan kehilangan tulang pada daerah furkasi.16

2.3 Hubungan Trauma Karena Oklusi dengan Tingkat Keparahan


Periodontitis
2.3.1 Konsep Tentang Trauma karena Oklusi
Glickman melakukan penelitian dan menemukan bahwa jalur perluasan lesi
gingiva yang terkait plak dengan dapat berubah jika terdapat tekanan abnormal yang
besar pada gigi dengan plak subgingiva. Struktur periodontal dapat dibagi menjadi
dua zona berdasarkan efek trauma karena oklusi terhadap perluasan penyakit
periodontal terkait plak yaitu zona iritasi dan zona ko-destruktif (Gambar 6 A).11,17,20
Zona iritasi meliputi gingiva marginal dan interdental.Jaringan lunak pada
zona ini berbatasan dengan jaringan keras (gigi) hanya pada satu sisi dan tidak
terpengaruh oleh kekuatan oklusi.Hal ini berarti bahwa inflamasi gingiva tidak
disebabkan oleh trauma karena oklusi tetapi merupakan hasil dari iritasi plak
mikroba.Lesi yang terkait plak pada gigi nontraumatik meluas ke arah apikal dengan
melibatkan tulang alveolar dan daerah ligamen periodontal. Perkembangan lesi ini
menghasilkan kerusakan tulang yang sama rata (horizontal) (Gambar 6 B).
Zona ko-destruksi meliputi ligamen periodontal, sementum akar dan tulang
alveolar dan secara koronal dibatasi oleh serat transeptal (interdental) dan serat
kolagen dentoalveolar.Penyebaran lesi inflamasi dari zona iritasi secara langsung
mengarah ke ligamen periodontal, tapi tidak melalui tulang interdental.Perubahan

Universitas Sumatera Utara


jalur normal dari lesi inflamasi yang di pengaruhi plak menghasilkan perkembangan
kerusakan tulang angular.Jaringan dalam zona ini dapat menjadi lesi akibat trauma
karena oklusi.Glickman menyatakan bahwa trauma karena oklusi adalah faktor
etiologi (faktor ko-destruktif) yang penting di mana kerusakan tulang angular serta
poket infraboni dapat ditemukan pada satu atau beberapa gigi.

A B

Gambar 6. Konsep Glickman tentang trauma karena oklusi.A. Terbagi atas A) Zona
iritasi; B) Zona ko-destruksi. B. Lesi inflamasi pada zona iritasi meluas
ke arah 1) ligamen periodontal pada gigi yang mengalami trauma karena
oklusi dan 2) tulang alveolar ketika gigi tidak mengalami trauma karena
oklusi.3,11

Waerhaug melakukan penelitian terhadap spesimen yang sama dengan


Glickman tetapi dengan tambahan mengukur jarak antara plak subgingiva dan 1)
daerah perifer yang terkait dengan infiltrasi sel-sel inflamasi pada gingiva, dan 2)
permukaan yang berdekatan dengan tulang alveolar. Waerhaug menyimpulkan bahwa
kerusakan tulang angular dan poket infraboni seringkali terjadi pada sisi yang tidak
mengalami trauma karena oklusi pada gigi yang traumatik.Waerhaug menolak
hipotesis bahwa trauma oklusi memegang peranan dalam perluasan lesi gingiva pada
zona ko-destruksi.Kehilangan perlekatan dan resorpsi tulang di sekitar gigi secara
knusus merupakan akibat inflamasi yang terkait dengan plak subgingiva.
Waerhaug juga menyimpulkan bahwa kerusakan tulang angular dan poket
infraboni terjadi ketika plak subgingiva pada suatu gigi berada lebih apikal dibanding
mikrobiota dari gigi yang berdekatan dan ketika volume tulang alveolar yang

Universitas Sumatera Utara


mengelilingi gigi cukup besar.Penelitian Waerhaug ini dilanjutkan oleh Prichard dan
Manson yang menunjukkan bahwa bentuk kerusakan jaringan periodonsium
merupakan hasil yang saling mempengaruhi antara bentuk dan volume tulang
alveolar dan perluasan plak mikroba ke arah apikal pada permukaan gigi yang terlibat
(Gambar 7). Jadi, pada dasarnya trauma karena oklusi tidak menyebabkan gingivitis
atau pembentukan poket periodontal tetapi adanya trauma karena oklusi merupakan
faktor risiko tambahan terhadap perkembangan dan keparahan penyakit periodontal.17

Gambar 7. Mikrofotograf menggambarkan dua daerah interproksimal dengan


kerusakan tulang angular. “-” menunjukkan gigi tidak mengalami trauma
karena oklusi dan “+” menunjukkan gigi mengalami. Gambaran
radiografi di atas menjelaskan bahwa adanya kerusakan tulang angular
pada (“-”) nontrauma gigi.17

2.3.2 Tahapan dan Respon Jaringan Terhadap Peningkatan Tekanan


Oklusal
Respon jaringan terhadap peningkatan tekanan oklusal terjadi dalam tiga
tahap yaitu tahap cedera/injuri, perbaikan dan adaptif remodeling jaringan
periodonsium (Gambar 8).3,10,11

Universitas Sumatera Utara


% usia
permukaan
tulang
mengalami
pembentukan
Cedera Perbaikan Adaptif
resorpsi

Resorpsi Tulang
Pembentukan Tulang Masa

Gambar 8. Tahapan respon jaringan terhadap peningkatan tekanan oklusal 9

1. Tahap I: Cedera/ injuri


Tahap cedera/ injuri adalah tahap dimana tekanan yang berlebihan
merangsang resorpsi tulang alveolar dan pelebaran ruang ligamen periodontal
sedangkan di sisi lain tegangan yang berlebihan menyebabkan elongasi serat
ligamen periodontal dan aposisi tulang alveolar. Tekanan yang lebih besar
menyebabkan penekanan terhadap ligamen periodontal sehingga terbentuk
daerah hialinisasi, peningkatan resorpsi tulang alveolar dan permukaan
gigi.Tegangan yang sangat besar menyebabkan pelebaran dan putusnya serat
ligamen periodontal dan terjadi peningkatan resorpsi tulang alveolar.Daerah
periodonsium yang paling rentan terhadap cedera akibat tekanan oklusal
berlebihan adalah furkasi.
2. Tahap II : Perbaikan
Tahap perbaikan adalah dimana pada saat terjadi resorpsi tulang akibat
tekanan oklusal yang berlebihan, tubuh berusaha untuk memperkuat tulang
trabekula yang tipis dengan membentuk tulang baru. Usaha yang dilakukan
tubuh tersebut untuk mengimbangi kehilangan tulang yang terjadi disebut
pembentukan tulang pautan (buttressing) dan merupakan kondisi ini
merupakan bentuk penting dari proses reparatif yang terkait trauma karena
oklusi. Pembentukan tulang pautan terjadi pada rahang (contohnya pusat
tulang pautan) dan pada permukaan tulang (tepi tulang pautan).Pada pusat
tulang pautan, sel-sel endosteal menyimpan tulang baru, yang merestorasi
trabekula tulang dan mengurangi ukuran ruang sumsum.Tepi tulang pautan

Universitas Sumatera Utara


terjadi pada permukaan fasial dan lingual plat tulang alveolar.Berdasarkan
keparahannya, tepi tulang pautan menghasilkan penebalan margin alveolar,
disebut sebagai lipping atau tonjolan di kontur fasial dan lingual tulang.
3. Tahap III : Adaptif remodeling jaringan periodonsium
Tahap adaptif remodeling jaringan periodonsium terjadi apabila proses
perbaikan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh trauma
karena oklusi. Jaringan periodonsium diremodeling sebagai usaha untuk
menciptakan hubungan dimana tekanan tidak lagi menjadi injuri yang
berkepanjangan terhadap jaringan. Proses adaptif remodeling menghasilkan
pelebaran ligamen periodontal yang berbentuk corong pada daerah krista dan
kerusakan tulang alveolar angular tanpa pembentukan poket, dimana gigi
yang terlibat menjadi mobiliti.

Universitas Sumatera Utara


2.6 Kerangka Teori

Plak Bakteri

Pasien Trauma karena


Oklusi

Periodontitis

Menghubungkan trauma
karena oklusi dengan
periodontitis kronis
berdasarkan
Kualitas dan kuantitas tulang
alveolar pada gambaran
radiografi periapikal
menggunakan teknik Schei
Ruler

Universitas Sumatera Utara


2.7 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Tergantung

Pasien Periodontitis Kualitas dan Kuantitas Tulang


Kronis dengan Trauma Alveolar Pada Gambaran
karena Oklusi Radiografi Periapikal
(menggunakan teknik Schei
Ruler)

Variabel Terkendali Variabel Tidak Terkendali

− Usia − Jenis kelamin


− Diet dan nutrisi
− Kebiasaan dan cara
menyikat gigi

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan
pendekatan cross-sectional (sekali waktu). Disebut dengan penelitian deksriptif
analitik karena penelitian diarahkan untuk menguraikan atau menjelaskan apa yang
menjadi permasalahan, tujuan penelitian dan mencari hubungan antara variabel.
Sedangkan menggunakan pendekatan cross-sectional (sekali waktu) karena
pemeriksaan, observasi atau pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat
(point time approach), artinya tiap responden penelitian hanya diobservasi sekali saja
dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel responden pada saat
pemeriksaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan Mei 2017 – Augustus 2017.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien Instalasi Periodonsia RSGM
FKG USU Medan.
3.3.2 Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah pasien periodontitis kronis dengan trauma
karena oklusi sekunder yang dirawat di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU
Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.Sampel ditentukan dengan
menggunakan metoda Sampling Kebetulan (Accidental Sampling) yaitu dengan

Universitas Sumatera Utara


pengambilan sampel didasarkan pada kenyataan bahwa mereka kebetulan muncul
agar maksud dan tujuan penelitian dapat tercapai.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Usia 40- 60 tahun sesuai dengan subjek penelitian yaitu pasien dengan
Periodontitis Kronis.
2. Masih memiliki gigi asli minimal 20 buah.
3. Tidak ada penyakit sistemik.
4. Tidak menerima perawatan periodontal dalam jangka waktu 6 bulan terakhir.
5. Tidak mengkonsumsi antibiotik selama jangka waktu 3 bulan terakhir
6. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian

3.4.2 Kriteria Eksklusi


1. Memakai gigi tiruan
2. Pemakai pesawat ortodonti

3.5 Besar Sampel


Pertimbangan penentuan sampel pada penelitian ini adalah berdasarkan
rumus:
(𝑍𝑍𝛼𝛼 �(𝑃𝑃0 (1 − 𝑃𝑃0 ) + 𝑍𝑍𝛽𝛽 �𝑃𝑃𝑎𝑎 (1 − 𝑃𝑃𝑎𝑎 ))2
𝑛𝑛 =
(𝑃𝑃𝑎𝑎 − 𝑃𝑃0 )2
Keterangan :
n = jumlah subjek minimal pada penelitian ini
Zα = deviat baku alpa, untuk α sebesar 5%, maka Zα = 1,96
Zβ = deviat baku beta, untuk β sebesar 10%, maka Zβ = 1,282
P0 = Proporsi kasus periodontitis (pelebaran ruang ligamen periodontal) pada
penelitian sebelumnya sebesar 22%.6
Pa= Proporsi kasus periodontitis (pelebaran ruang ligamen periodontal) yang
diharapkan sebesar 21%.

Universitas Sumatera Utara


(1,96 �0,22(1 − 0,22) + 1,282 �0,01(1 − 0,01))2
𝑛𝑛 =
(0,21)2

((1,96 .0,414) + (1,282 . 0,099 ))2


=
(0,21)2

(0,81 + 0,13)2
=
0,0441

= 20 ≈ 74 gigi

Berdasarkan hasil perhitungan besar sampel sesuai rumus di atas, diperoleh hasil
sebanyak minimal 20 gigi. Maka total sampel yang diperlukan dalam penelitian ini
sebesar 74 gigi akibat hubungan trauma karena oklusi dengan periodontitis kronis
generalisata berdasarkan kualitas dan kuantitas tulang alveolar pada gambaran
radiografi periapikal yang berada di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU Medan.

3.6 Variabel Penelitian


1. Variabel bebas : Pasien Periodontitis Kronis dengan
Trauma karena Oklusi
2. Variabel tergantung : Kualitas Dan Kuantitas Tulang Alveolar Pada
Gambaran Radiografi Periapikal
3. Variabel terkendali : Usia
4. Variabel tidak terkendali : Diet dan nutrisi, Jenis kelamin, Kebiasaan dan
cara menyikat gigi

Universitas Sumatera Utara


3.7 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Skala


Operasional Ukur

1. Pasien dengan Trauma Menentukan gigi yang Kategorik


karena oklusi mengalami traumatik oklusi
akibat kerusakan jaringan
pendukung gigi disebabkan
inflamasi trauma karena oklusi
sekunder dan gigi dengan
kontak oklusi normal
2. Kerusakan Tulang Ordinal
Alveolar pada pasien
Periodontitis Kronis
berdasarkan gambaran
radiografi periapikal
a. Kualitas Kerusakan periodonsium pada
periodontitis yang dievaluasi
secara radiografi berdasarkan
kondisi: a)Pelebaran ruang
ligamen periodontal (melebar
atau tidak melebar); b)Kondisi
lamina dura ( ada penebalan,
normal, diskontinu atau tidak
ada penebalan); c) Pola
kerusakan tulang alveolar
(vertikal atau horizontal)
b. Kuantitas Kehilangan tulang alveolar
(memakai indeks Schei Ruler)

Universitas Sumatera Utara


3.8 Alat dan Bahan
3.8.1 Alat Penelitian
1. Kaca mulut
2. Pinset
3. Sonde
4. Neirbekken
3.8.2 Bahan Penelitian
1. Sarung tangan disposable
2. Masker
3. Celemek
4. Alkohol 70%
5. Larutan disinfektan
6. Lembar Pemeriksaan dan pena

3.9 Prosedur Penelitian


1. Menentukan subjek penelitian.
2. Meminta subjek menandatangani informed concent.
3. Penentuan secara klinis gigi yang mengalami trauma karena oklusi dengan
menginstruksikan kepada pasien untuk mengigit kertas artikulasi berbentuk U
yang diletakkan pada dataran oklusal pada posisi oklusi sentrik digerakkan ke
depan (protusif) dan lateral. Kemudian, gigi dan permukaan gigi yang mengalami
teraan dicatat.
4. Rontgen foto periapikal dilakukan pada pasien berdasarkan jumlah gigi yang
mengalami teraan. Kemudian, dilihat:21,22
a) Ruang ligamen periodontal dan dilakukan penskoran yaitu:
− Skor 1: Ada pelebaran
− Skor 0: Tidak ada pelebaran

b) Kehilangan tulang alveolar dengan teknik Schei Ruler dengan menggunakan light
box (Gambar 9), gambaran radiografi periapikaldan penggaris transparan plastik

Universitas Sumatera Utara


dengan 1 mm-tebal menandai di margin dan 10 baris berjarak sama memancar
dari titik pusat (Gambar 10), masing-masing mewakili 10% kehilangan tulang.

Gambar 9.Light box

Gambar 10. a) Gambaran radiografi periapikal; b) Schei ruler (penggaris transparen plastik)

Tentukan titik-titik antara lain: a) Batas sementum-enamel (BSE) bagian


mesial dan distal; b) Apeks gigi dimana apabila akar gigi satu ditentukan
titik pada ujung akarnya, gigi berakar dua ditentukan titik pada akhir
ujung distal dan mesial, sedangkan pada gigi akar tiga sama dengan cara
pada gigi berakar dua dan tidak dilakukan pada akar palatal; c) Krista
tulang alveolar pada daerah mesial dan distal. Schei Ruler diletakkan
diatas foto periapikal di mana garis pertama diletakkan tepat pada titik

Universitas Sumatera Utara


batas sementum enamel (BSE) dan garis terakhir pada titik apeks
(Gambar 11). Dilakukan perhitungan persentase kehilangan tulang dari
total panjang akar menggunakan kriteria sebagai berikut:

Tabel 2.Persentase kehilangan tulang dari total panjang akar dan indeks kehilangan
tulang alveolar

Kehilangan Tulang Indeks kehilangan tulang


(Persentase dari total alveolar
panjang akar)
<10 1
10 hingga <20 2
20 hingga <30 3
30 hingga <40 4
40 hingga <50 5
50 hingga <60 6
60 hingga <70 7
70 hingga <80 8
80 hingga <90 9
≥90 10

Gambar 11. Schei Rulerdiletakkan diatas foto periapikal pada gigi 21 (mesial) di mana
garis pertama diletakkan tepat pada titik batas sementum enamel (BSE) dan
garis terakhirpada titik apeks.

Universitas Sumatera Utara


c) Penilaian pola kerusakan tulang alveolar:
− Horizontal
− Vertikal
d) Penilaian kondisi lamina dura dengan menggunakan penskoran:
− Skor 0: Normal
− Skor -1: Penebalan
− Skor 1: Terputus-putus (Diskontinu)
5. Pengumpulan dan pengolahan data dengan menggunakan program komputer dan
data yang dikumpul dianalisis.
6. Analisis data menggunakan statistik dengan uji chi square untuk melihat status
hubungan trauma karena oklusi dengan periodontitis kronis berdasarkan kualitas
dan kuantitas tulang alveolar pada gambaran radiografi periapikal.

3.10 Skema Alur Penelitian


Skema alur penelitian yang akan dilakukan :

Mencari subjek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

Meminta subjek menandatangani informed concent

Penentuan secara klinis gigi yang mengalami trauma karena oklusi

Rontgen foto periapikal dilakukan pada pasien. Kemudian, dilihat


kondisi ruang ligamen periodontal, kehilangan tulang alveolar
dengan teknik Schei Ruler, pola kerusakan tulang alveolar dan
penilaian kondisi lamina dura

Pengumpulan dan pengolahan data

Pencatatan hasil pemeriksaan

Analisis Data

Universitas Sumatera Utara


3.11 Etika Penelitian
Etika penelitian mencakup :
1. Lembar persetujuan ( informed concent )
Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada
responden kemudian menjelaskan lebih dulu tujuan penelitian, tindakan yang
akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dari hal-hal lain
yang berkaitan dengan penelitian.

2. Ethical Clearance
Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada
Komisi Etik Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat
emosional.

3.12 Pengolahan dan Analisis data


Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer. Data
yang terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan analisis statistik
dengan menggunakan uji chi square untuk melihat status hubungan trauma karena
oklusi dengan periodontitis kronis berdasarkan kualitas dan kuantitas tulang alveolar
pada gambaran radiografi periapikal.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 74 gigi yang diperoleh dari
pasien di Instalasi Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi USU pada bulan Mei
hingga Augustus 2017.

4.1 Data Distribusi Frekuensi Sampel Penelitian

Tabel dan gambar dibawah menunjukkan data frekuensi sampel penelitian ini yaitu
sebanyak 74 gigi dari 11 pasien yang memenuhi kriteria penelitian ini.

Tabel 3. Data frekuensi gigi trauma karena oklusi dan oklusi normal

Jumlah Gigi (74) %


Trauma karena oklusi 35 47,3
Oklusi Normal 39 52,7

Dari Tabel 3 terlihat bahwa ditemukan sebanyak 35 gigi dengan trauma


karena oklusi (47,3%) dan 39 gigi dengan oklusi normal (52,7). Persentase sampel
gigi trauma karena oklusi adalah 47,3% dan gigi dengan oklusi normal adalah 52,7%
(Gambar 12).

Jumlah Gigi

Trauma
52,7% Karena Oklusi
47,3% Oklusi Normal

Gambar 12.Persentase sampel gigi trauma karena oklusi dan gigi dengan oklusi
Normal

Universitas Sumatera Utara


Sampel gigi berdasarkan variabel kualitas dan kuantitas tulang alveolar yang
dihubungkan dengan trauma karena oklusi telah dianalisis menggunakan uji statistik
chi square, maka diperoleh data sebagai berikut:

4.2 Analisis Hubungan Trauma Karena Oklusi dengan Ruang Ligamen


Periodontal (Mesial dan Distal)

Tabel dan gambar dibawah menunjukkan analisis Hubungan Trauma Karena


Oklusi dengan Ruang Ligamen Periodontal (Mesial dan Distal).

Tabel 4. Hubungan trauma karena oklusi dengan ruang ligamen periodontal (mesial dan
distal)
Ruang Ligamen
Periodontal Jumlah Gigi (%) Nilai p

Mesial Trauma Karena Oklusi Normal


Tidak melebar 1(6,2) 15(93,8)
0,001*
Melebar 34(58,6) 24(41,4)

Distal Tidak melebar 8(30,8) 18(69,2)


0,051
Melebar 27(56,2) 21(43,8)

Uji Chi Square


*signifikan p<0,005

Pada Tabel 4 menunjukkan hubungan trauma karena oklusi dengan ruang


ligamen periodontal (mesial). Gigi trauma karena oklusi dengan kondisi tidak
melebar sebanyak 1 gigi (6,2%) lebih kurang dari oklusi normal sebanyak 15 gigi
(93,8%). Kemudian, gigi trauma karena oklusi dengan kondisi melebar sebanyak 34
gigi (58,6%) lebih besar dari oklusi normal sebanyak 24 gigi (41,4%). Hasil uji
statistik menunjukkan berdasarkan distribusi jumlah gigi trauma karena oklusi dan
gigi oklusi normal dihubungkan dengan ligamen periodontal, terdapat hubungan yang
signifikan antara ruang ligamen periodontal dan trauma karena oklusi dengan nilai p
= 0,001(p<0,005). Pada Tabel 4 juga menunjukkan hubungan trauma karena oklusi
dengan ruang ligamen periodontal (distal). Gigi trauma karena oklusi dengan kondisi

Universitas Sumatera Utara


tidak melebar sebanyak 8 gigi (30,8%) lebih kurang dari oklusi normal sebanyak 18
gigi (69,2%). Kemudian, gigi trauma karena oklusi dengan kondisi melebar sebanyak
27 gigi (56,2%) lebih besar dari oklusi normal sebanyak 21 gigi (43,8%). Hasil uji
statistik menunjukkan berdasarkan distribusi jumlah gigi trauma karena oklusi dan
gigi oklusi normal dihubungkan dengan ligamen periodontal, tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara ruang ligamen periodontal dan trauma karena oklusi dengan
nilai p = 0,051(p<0,005). Persentase menunjukkan ruang ligamen periodontal
(mesial) pada kondisi tidak melebar dan melebar. Gigi trauma karena oklusi dengan
kondisi tidak melebar adalah sebanyak 6,2% lebih kurang dari oklusi normal
sebanyak 93,8%. Seterusnya, gigi trauma karena oklusi dengan kondisi melebar
sebanyak 58,6% lebih besar dari oklusi normal sebanyak 41,4%. Persentase juga
menunjukkan ruang ligamen periodontal (distal) pada kondisi tidak melebar dan
melebar. Gigi trauma karena oklusi dengan kondisi tidak melebar adalah sebanyak
30,8% lebih kurang dari oklusi normal sebanyak 69,2%. Seterusnya, gigi trauma
karena oklusi dengan kondisi melebar sebanyak 56,2% lebih besar dari oklusi normal
sebanyak 43,8% (Gambar 13).

Ruang Ligamen Ruang Ligamen


Periodontal (mesial) pada Periodontal (mesial) pada
kondisi tidak melebar kondisi melebar

trauma trauma
karena karena
93,8% oklusi 41,4%
oklusi
58,6%
6,2% oklusi oklusi
normal normal
A B

Universitas Sumatera Utara


Ruang Ligamen Ruang Ligamen
Periodontal (distal) pada Periodontal (distal) pada
kondisi tidak melebar kondisi melebar

trauma
trauma karena
30,8% karena oklsi 43,8% oklusi
56,2%
69,2% oklusi oklusi
normal normal

C D

Gambar 13. A. Persentase ruang ligamen periodontal (mesial) pada kondisi tidak
melebar; B. Persentase ruang ligamen periodontal (mesial) pada kondisi
melebar; C. Persentase ruang ligamen periodontal (distal) pada kondisi tidak
melebar; D. Persentase ruang ligamen periodontal (distal) pada kondisi
melebar.

4.3 Analisis Hubungan Trauma Karena Oklusi dengan Lamina Dura (Mesial
dan Distal)

Tabel dan gambar dibawah menunjukkan analisis Hubungan Trauma Karena


Oklusi dengan Lamina Dura (Mesial dan Distal).

Tabel 5. Hubungan trauma karena oklusi dengan kondisi lamina dura (mesial dan distal)

Lamina Dura Jumlah Gigi (%) Nilai p

Mesial Trauma Karena Oklusi Normal


Menebal 7(24,1) 22(75,9)

Normal 1(16,7) 5(83,3) 0,000*

Terputus-putus 27(69,2) 12(30,8)

Distal Menebal 7(35,0) 13(65,0)

Normal 2(22,2) 7(77,8) 0,082

Terputus-putus 26(57,8) 19(42,2)

Uji Chi Square


*signifikan p<0,005

Universitas Sumatera Utara


Pada Tabel 5 menunjukkan hubungan trauma karena oklusi dengan lamina
dura (mesial). Gigi trauma karena oklusi dengan kondisi menebal sebanyak 7 gigi
(24,1%) lebih kurang dari oklusi normal sebanyak 22 gigi (75,9%), gigi trauma
karena oklusi pada kondisi normal sebanyak 1 gigi (16,7%) lebih kurang dari oklusi
normal 5 gigi (83,3%). Kemudian, gigi trauma karena oklusi dengan kondisi terputus-
putus sebanyak 27 gigi (69,2%) lebih besar dari oklusi normal sebanyak 12 gigi
(30,8%). Hasil uji statistik menunjukkan berdasarkan distribusi jumlah gigi trauma
karena oklusi dan gigi oklusi normal dihubungkan dengan lamina dura, terdapat
hubungan yang signifikan antara lamina dura dan trauma karena oklusi dengan nilai p
= 0,000(p<0,005). Pada Tabel 5 juga menunjukkan hubungan trauma karena oklusi
dengan lamina dura (distal). Gigi trauma karena oklusi dengan kondisi menebal
sebanyak 7 gigi (35,0%) lebih kurang dari oklusi normal sebanyak 13 gigi (65,0%),
gigi trauma karena oklusi pada kondisi normal sebanyak 2 gigi (22,2%) lebih kurang
dari oklusi normal 7 gigi (77,8%). Kemudian, gigi trauma karena oklusi dengan
kondisi terputus-putus sebanyak 26 gigi (57,8%) lebih besar dari oklusi normal
sebanyak 19 gigi (42,2%). Hasil uji statistik menunjukkan berdasarkan distribusi
jumlah gigi trauma karena oklusi dan gigi oklusi normal dihubungkan dengan lamina
dura, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lamina dura dan trauma karena
oklusi dengan nilai p = 0,082(p<0,005). Persentase lamina dura (mesial) pada kondisi
menebal, normal dan terputus-putus. Gigi trauma karena oklusi dengan kondisi
menebal adalah sebanyak 24,1% lebih kurang dari oklusi normal sebanyak 75,9%
dan gigi trauma karena oklusi pada kondisi normal sebanyak 16,7% lebih kurang dari
oklusi normal 83,3%. Seterusnya, gigi trauma karena oklusi dengan kondisi terputus-
putus sebanyak 69,2% lebih besar dari oklusi normal sebanyak 30,8%. Persentase
juga menunjukkan lamina dura (distal) pada kondisi menebal, normal dan terputus-
putus. Gigi trauma karena oklusi dengan kondisi menebal adalah sebanyak 35,0%
lebih kurang dari oklusi normal sebanyak 65,0% dan gigi trauma karena oklusi pada
kondisi normal sebanyak 22,2% lebih kurang dari oklusi normal 77,8%. Seterusnya,
gigi trauma karena oklusi dengan kondisi terputus-putus sebanyak 57,8% lebih besar
dari oklusi normal sebanyak 42,2% (Gambar 14).

Universitas Sumatera Utara


Lamina Dura (mesial) pada Lamina Dura (mesial) pada
kondisi menebal kondisi normal

trauma
trauma 16,7% karena
24,1%
karena oklusi oklusi
75,9% 83,3%
oklusi normal oklusi
normal
A B

Lamina Dura (mesial) pada Lamina Dura (distal) pada


kondisi terputus-putus kondisi menebal

trauma
trauma karena
30,8% karena oklusi 35,0% oklusi
69,2% 65,0%
oklusi oklusi
normal normal

C D

Lamina Dura (distal) pada Lamina Dura (distal) pada


kondisi normal kondisi terputus-putus

trauma karena trauma


22,2% oklusi 42,2% karena
77,8% 57,8% oklusi
oklusi normal oklusi
normal

E F

Gambar 14. A. Persentase lamina dura (mesial) pada kondisi menebal; B. Persentase
lamina dura (mesial) pada kondisi normal; C. Persentase lamina dura
(mesial) pada kondisi terputus-putus; D. Persentase lamina dura (distal)
pada kondisi menebal; E. Persentase lamina dura (distal) pada kondisi
normal; F.Persentase lamina dura (distal) pada kondisi terputus-putus.

Universitas Sumatera Utara


4.4 Analisis Hubungan Trauma Karena Oklusi dengan Pola Kerusakan Tulang
Alveolar (Mesial dan Distal)

Tabel dan gambar dibawah menunjukkan Analisis Hubungan Trauma Karena


Oklusi dengan Pola Kerusakan Tulang Alveolar (Mesial dan distal).

Tabel 6. Hubungan trauma karena oklusi dengan pola kerusakan (mesial dan distal)

Pola Kerusakan Tulang


Alveolar Jumlah Gigi (%) Nilai p

Mesial Trauma Karena Oklusi Normal


Vertikal 32(82,1) 7(17,9)
0,000*
Horizontal 3(8,6) 32(91,4)
Distal Vertikal 31(86,1) 5(13,9)
0,000*
Horizontal 4(10,5) 34(89,5)

Uji Chi Square


*signifikan p<0,005

Pada Tabel 6 menunjukkan hubungan trauma karena oklusi dengan pola


kerusakan tulang alveolar (mesial). Gigi trauma karena oklusi dengan kerusakan
secara vertikal sebanyak 32 gigi (82,1%) lebih besar dari oklusi normal sebanyak 7
gigi (17,9%). Kemudian, gigi trauma karena oklusi dengan kerusakan secara
horizontal sebanyak 3 gigi (8,6%) lebih kurang oklusi normal sebanyak 32 gigi
(91,4%). Hasil uji statistik menunjukkan berdasarkan distribusi jumlah gigi trauma
karena oklusi dan gigi oklusi normal dihubungkan dengan pola kerusakan, terdapat
hubungan yang signifikan antara pola kerusakan dan trauma karena oklusi dengan
nilai p = 0,000(p<0,005). Pada Tabel 6 juga menunjukkan hubungan trauma karena
oklusi dengan pola kerusakan tulang alveolar (distal). Gigi trauma karena oklusi
dengan kerusakan secara vertikal sebanyak 31 gigi (86,1%) lebih besar dari oklusi
normal sebanyak 5 gigi (13,9%). Kemudian, gigi trauma karena oklusi dengan
kerusakan secara horizontal sebanyak 4 gigi (10,5%) lebih kurang dari oklusi normal
sebanyak 34 gigi (89,5%). Hasil uji statistik menunjukkan berdasarkan distribusi

Universitas Sumatera Utara


jumlah gigi trauma karena oklusi dan gigi oklusi normal dihubungkan dengan pola
kerusakan, terdapat hubungan yang signifikan antara pola kerusakan dan trauma
karena oklusi dengan nilai p = 0,000(p<0,005). Persentase pola kerusakan tulang
alveolar secara vertikal dan horizontal.Gigi trauma karena oklusi dengan kerusakan
secara vertikal sebanyak 82.1% lebih besar dari oklusi normal sebanyak
17.9%.Kemudian, gigi trauma karena oklusi dengan kerusakan secara horizontal
sebanyak 8.6% lebih kurang dari oklusi normal sebanyak 91.4%.Persentase juga
menunjukkan pola kerusakan tulang alveolar secara vertikal dan horizontal.Gigi
trauma karena oklusi dengan kerusakan secara vertikal sebanyak 86.1% lebih besar
dari oklusi normal sebanyak 13.9%.Kemudian, gigi trauma karena oklusi dengan
kerusakan secara horizontal sebanyak 10.5% lebih kurang dari oklusi normal
sebanyak 89.5% (Gambar 15).

Pola Kerusakan tulang Pola Kerusakan tulang


alveolar secara vertikal alveolar secara horizontal
(mesial) (mesial)

17,9% 8,6%
trauma trauma
karena oklusi karena oklusi
82,1% oklusi normal 91,4% oklusi normal

A B

Pola Kerusakan tulang Pola Kerusakan tulang


alveolar secara vertikal alveolar secara horizontal
(distal) (distal)

13,9% 10,5%
trauma trauma
karena oklusi karena oklusi
86,1% oklusi normal 89,5% oklusi normal

C D

Gambar 15. A. Persentase pola kerusakan tulang alveolar (mesial) secara vertikal;
B.Persentase pola kerusakan tulang alveolar (mesial) secara horizontal; C.
Persentase pola kerusakan tulang alveolar (distal) secara vertikal;
D.Persentase pola kerusakan tulang alveolar (distal) secara horizontal.

Universitas Sumatera Utara


4.5 Analisis Hubungan Trauma Karena Oklusi dengan Tinggi Tulang Alveolar
yang Hilang

Tabel dan Gambar dibawah menunjukkan analisis Hubungan Trauma Karena Oklusi
dengan Tinggi Tulang Alveolar yang Hilang.

Tabel 7. Hubungan trauma karena oklusi dengan tinggi tulang yang hilang

Jumlah Gigi (%) Nilai p


Tinggi Tulang Hilang Trauma Karena Oklusi Normal
Indeks 0 23(44,2) 29(55,8)
0,577
Indeks 1 12(54,5) 10(45,5)

Uji Chi Square

Pada Tabel 7 menunjukkan hubungan trauma karena oklusi dengan tinggi


tulang alveolar yang hilang. Gigi trauma karena oklusi dengan indeks 0 sebanyak 23
gigi (44,2%) lebih kurang dari oklusi normal sebanyak 29 gigi (55,8%). Kemudian,
gigi trauma karena oklusi dengan indeks 1 sebanyak 12 gigi (54,5%) lebih besar dari
oklusi normal sebanyak 10 gigi (45,5%). Hasil uji statistik menunjukkan berdasarkan
distribusi jumlah gigi trauma karena oklusi dan gigi oklusi normal dihubungkan
dengan tinggi tulang yang hilang, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
tinggi tulang yang hilang dan trauma karena oklusi dengan nilai p = 0,577(p<0,005).
Persentase menunjukkan tinggi tulang alveolar yang hilang < 50% dan hilang ≥ 50%.
Gigi trauma karena oklusi dengan indeks 0 sebanyak 44,2% lebih kurang dari oklusi
normal sebanyak 55,8%. Kemudian, gigi trauma karena oklusi dengan indeks 1
sebanyak 54,5% lebih besar dari oklusi normal sebanyak 45,5% (Gambar 16).

Universitas Sumatera Utara


Tinggi Tulang Alveolar Tinggi Tulang Alveolar
yang Hilang < 50% yang Hilang ≥ 50%

trauma trauma
karena karena
44,2% oklusi 45,5% oklusi
55,8% 54,5%
oklusi oklusi
normal normal

A B

Gambar 16. A. Persentase Tinggi Tulang Alveolar yang Hilang < 50%; B.Persentase
Tinggi Tulang Alveolar yang Hilang ≥ 50%.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan trauma karena oklusi


dengan periodontitis kronis berdasarkan kualitas dan kuantitas tulang alveolar pada
gambaran radiografi periapikal.Kualitas tulang alveolar dihubungkan dengan trauma
karena oklusi dilakukan analisis secara visual pada kondisi ruang ligamen
periodontal, lamina dura dan pola kerusakan tulang alveolar. Kuantitas tulang
alveolar dihubungkan dengan trauma karena oklusi dilakukan dengan mengukur
tinggi tulang alveolar yang hilang dengan menggunakan schei ruler dan light box
antara dua kelompok dan untuk menentukan sampel dalam penelitian adalah gigi
pasien periodontitis kronis yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu gigi dengan
trauma karena oklusi dan gigi dengan oklusi normal. 21,22
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
ruang ligamen periodontal (mesial) dan trauma karena oklusi dan mempunyai nilai
ruang ligamen periodontal yang berkondisi melebar pada kelompok trauma karena
oklusi lebih tinggi dibandingkan kelompok oklusi normal. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Lindhe dan Svanberg menyatakan bahwa pada inisial kerusakan jaringan
terjadinya resorpsi akar dan pembentukan granulasi pada jaringan lunak malah
apabila dikenakan tekanan yang berlebihan setelah beberapa bulan, hasilnya adalah
jaringan periodonsium tampak normal kecuali terjadinya pelebaran ruang ligamen
periodontal.23 Philstrom juga mendukung hasil penelitian ini dimana hasil
penelitiannya dengan tujuan mengevaluasi hubungan antara tanda-tanda trauma
karena oklusi, keparahan periodontitis dan hasil radiografi dukungan tulang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat gigi dengan pelebaran ruang ligamen
periodontal pada gambaran radiografi.6
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara ruang ligamen periodontal (distal) dan trauma karena oklusi walaupun nilai
ruang ligamen periodontal yang berkondisi melebar pada kelompok trauma karena

Universitas Sumatera Utara


oklusi lebih tinggi dibandingkan kelompok oklusi normal.Hasil penelitian ini sesuai
dengan Svanberg dan Lindhe yang melakukan penelitian menggunakan 13 anjing
beagle dalam melihat reaksi vaskular pada ruang ligamen periodontal dengan trauma
karena oklusi. Hasil penelitian ini adalah setelah 108 hari meneliti spesimen tersebut
didapati bahwa rasio area uji pelebaran ruang ligamen periodontal lebih dua atau tiga
kali besar dari area kontrol.24
Berdasarkan teori, tahap cedera adalah tahap dimana tekanan yang
berlebihan merangsang pelebaran ruang ligamen periodontal sedangkan di sisi lain
tegangan yang berlebihan menyebabkan elongasi serat ligamen periodontal. Tekanan
yang lebih besar menyebabkan penekanan terhadap ligamen periodontal sehingga
terbentuk daerah hialinisasi.Tegangan yang sangat besar menyebabkan pelebaran dan
putusnya serat ligamen periodontal dan terjadi peningkatan resorpsi tulang alveolar.
Malah, pada tahap adaptif remodeling jaringan periodonsium terjadi apabila proses
perbaikan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh trauma karena
oklusi. Jaringan periodonsium diremodeling sebagai usaha untuk menciptakan
hubungan dimana tekanan tidak lagi menjadi injuri yang berkepanjangan terhadap
jaringan. Proses adaptif remodeling menghasilkan pelebaran ligamen periodontal
yang berbentuk corong pada daerah krista.
Pada kondisi lamina dura, hasil uji statistik menunjukkan berdasarkan
distribusi jumlah gigi trauma karena oklusi dan gigi oklusi normal dihubungkan
dengan lamina dura, terdapat hubungan yang signifikan antara lamina dura (mesial)
dan trauma karena oklusi. Manakala, berdasarkan distribusi jumlah gigi trauma
karena oklusi dan gigi oklusi normal dihubungkan dengan lamina dura, tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara lamina dura (distal) dan trauma karena oklusi
walaupun nilai kondisi lamina dura terputus-putus lebih besar dari gigi dengan oklusi
normal. Hasil penelitian ini didukung oleh Jin dan Cao yang menyatakan bahwa gigi
dengan lamina dura yang menebal mempunyai poket periodontal yang tidak dalam,
kehilangan perlekatan yang kurang, kehilangan tulang alveolar yang kurang daripada
kondisi lamina dura yang terputus-putus.21

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil penelitian, distribusi jumlah gigi trauma karena oklusi dan
gigi oklusi normal apabila dihubungkan dengan pola kerusakan adalah terdapat
hubungan yang signifikan antara pola kerusakan (mesial dan distal) dan trauma
karena oklusi.Pola kerusakan tulang alveolar secara vertikal lebih tinggi dari
kerusakan horizontal. Hasil penelitian ini sesuai dengan Borges dkk menghubungkan
oklusi dan status periodontal yang menyatakan bahwa pada hasil pemeriksaan
radiografi terdapat kerusakan tulang alveolar secara vertikal diantara gigi 21 dan 11,
pada bagian mesial gigi 33 dan diantara gigi 31 dan 41 serta gigi 42 rahang bawah.25
Lindhe dan Svanberg juga mendukung hasil penelitian ini. Penelitian ini
menggunakan 6 anjing beagle yang diberi makanan diet lunak untuk pembentukan
plak bakteri dan setelah 108 hari ternyata terdapat pola kerusakan tulang alveolar
pada gambaran radiografi dimana kerusakan secara horizontal terjadi pada daerah
kontrol dan uji malah kerusakan secara vertikal terjadi hanya pada daerah yang
diuji.26
Glickman melakukan penelitian dan menemukan bahwa jalur perluasan lesi
gingiva yang terkait dengan plak dapat berubah jika terdapat tekanan abnormal yang
besar pada gigi dengan plak subgingiva.Pada zona iritasi terjadinya inflamasi gingiva
tidak disebabkan oleh trauma karena oklusi tetapi merupakan hasil dari iritasi plak
mikroba yang meluas ke arah apikal dengan melibatkan tulang alveolar dan daerah
ligamen periodontal. Perkembangan lesi ini menghasilkan kerusakan tulang yang
sama rata (horizontal). Glickman juga menyatakan bahwa trauma karena oklusi
adalah faktor etiologi (faktor ko-destruktif) yang penting di mana penyebaran lesi
inflamasi dari zona iritasi secara langsung mengarah ke ligamen periodontal
Perubahan jalur normal dari lesi inflamasi yang dipengaruhi plak menghasilkan
perkembangan kerusakan tulang angular (vertikal).
Seterusnya, hasil uji statistik berdasarkan distribusi jumlah gigi trauma karena
oklusi dan gigi oklusi normal dihubungkan dengan tinggi tulang yang hilang
menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi tulang yang
hilang dan trauma karena oklusi walaupun nilai tinggi tulang yang hilang ≥50% pada
kelompok trauma karena oklusi lebih tinggi dibandingkan kelompok oklusi

Universitas Sumatera Utara


normal.Hasil penelitian ini didukung oleh Jin dan Cao yang berusaha untuk
menghubungkan tanda-tanda klinis trauma karena oklusi dengan keparahan
periodontitis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam kehilangan tinggi tulang alveolar ketika dibandingkan gigi dengan
atau tanpa kontak oklusal abnormal.21
Selain itu, hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Philstrom yang
melakukan penelitian dengan tujuan mengevaluasi hubungan antara tanda-tanda
trauma karena oklusi, keparahan periodontitis dan hasil radiografi dukungan tulang.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa gigi dengan sisi nonkerja tidak
menunjukkan keparahan yang lebih besar dibanding gigi yang mengalami
periodontitis serta secara klinis apabila diberikan level perlekatan yang sama, gigi
dengan adanya mobiliti fungsional dan pelebaran ligamen periodontal dapat terlihat
mengalami pengurangan dukungan tulang pada gambaran radiografi.6 Seterusnya,
Lindhe yang melakukan penelitian untuk melihat efek trauma karena oklusi pada
periodonsium apabila tidak disertakan fakor plak bakteri. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kehilangan tulang alveolar antara 2
kelompok kontrol dan uji.27
Berdasarkan teori, tahap cedera adalah tahap dimana tekanan yang berlebihan
merangsang resorpsi tulang alveolar sedangkan di sisi lain tegangan yang berlebihan
menyebabkan aposisi tulang alveolar. Tahap perbaikan adalah dimana pada saat
terjadi resorpsi tulang akibat tekanan oklusal yang berlebihan, tubuh berusaha untuk
memperkuat tulang trabekula yang tipis dengan membentuk tulang baru.Usaha yang
dilakukan tubuh tersebut untuk mengimbangi kehilangan tulang yang terjadi. Tahap
adaptif remodeling jaringan periodonsium terjadi apabila proses perbaikan tidak dapat
memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh trauma karena oklusi. Jaringan
periodonsium diremodeling sebagai usaha untuk menciptakan hubungan dimana
tekanan tidak lagi menjadi injuri yang berkepanjangan terhadap jaringan. Proses
adaptif remodeling menghasilkan kerusakan tulang alveolar angular tanpa
pembentukan poket, dimana gigi yang terlibat menjadi mobiliti.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Instalasi Periodonsia, Fakultas


Kedokteran Gigi USU dapat disimpulkan bahwa ada hubungan trauma karena oklusi
dengan periodontitis kronis berdasarkan kualitas dan kuantitas tulang alveolar pada gambaran
radiografi periapikal.
Hasil berdasarkan hubungan tersebut adalah sebagai:
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara ruang ligamen periodontal (mesial)
dan trauma karena oklusi.
2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ruang ligamen periodontal
(distal) dan trauma karena oklusi.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara lamina dura (mesial) dan trauma
karena oklusi.
4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lamina dura (distal) dan
trauma karena oklusi.
5. Terdapat hubungan yang signifikan antara pola kerusakan (mesial) dan trauma
karena oklusi.
6. Terdapat hubungan yang signifikan antara pola kerusakan (distal) dan trauma
karena oklusi.
7. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi tulang yang hilang dan
trauma karena oklusi.

6.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan meneliti hubungan trauma
karena oklusi dengan kualitas dan kuantitas tulang alveolar setelah perawatan
periodonsia agar bisa melihat perbedaan jaringan periodonsium pada gambaran

Universitas Sumatera Utara


radiografi periapikal sebelum dan sesudah perawatan. Selain itu, sebaiknya juga
dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan sampel yang lebih besar untuk
mendapatkan data yang lebih akurat.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Gu Y, Ryan ME. Overview of Periodontal Disease: Causes, Pathogenesis, and


Characteristics. In: Genco RJ, Williams RC. Periodontal Disease and Overall
Health: A Clinical’s Guide. Professional Audience Communications,
Inc.,USA, 2010: 5-23.
2. Sanadi RM, Chelani LR, Bhakkand SR, Sheth JK. Role of trauma from
occlusion in periodontal disease- A controversy. IOSR-JDMS 2016;
15(9):118-22.
3. Reddy S. Trauma from occlusion. In: Reddy S. Essentials of Clinical
Periodontology and Periodontitics. Jaypee Brothers Medical publisher (P)
Ltd., 3rd ed., India, 2011: 94-9.
4. American Academy of Periodontology. Glossary of periodontal terms, 4th ed.
Chicago, 2001: 21.
5. Branschofsky M, Beikler T, Schafer R, Flemmig TF, Lang H. Secondary
trauma from occlusion and periodontitis. Quintessence International 2011;
42(6):515-22.
6. Philstrom BL, Anderson KA, Aepple D. Schaffer EM. Association between
signs of trauma from occlusion and periodontitis. JPeriodontol 1986; 57(1):1-
6.
7. Harrel SK, Nunn ME and Hallmon WW. Is there an association between
occlusion and periodontal destruction?: yes-occlusal forces can contribute
toperiodontal destruction. J Am Dent Assoc 20`06; 137: 1380-92.
8. Geramy A, Faghihi S. Secondary trauma from occlusion: Three-dimensional
analysis using the finite element method. Quintessence International 2004;
35(10):835-43.
9. Consoli G, Luzzi V, Lerardo G, Sfasciotti G.L, Polimeni A. Occlusal trauma
in mixed dentition:literature review. European JPaediatric Dentistry 2013;
14(1):47-50.

Universitas Sumatera Utara


10. Carranza FA. Periodontal Respons to External Forces. In: Takei HH, Newman
MG, Klokkevold PR. Clinical Periodontology. W.B Saunders Co., 12th ed.,
Philadelphia,2015: 300-8.
11. Bathla S. Trauma from occlusion and pathologic tooth migration. In: Bathla S,
Bathla M. Periodontics Revesited. Jaypee Brothers Medical publisher (P)
Ltd., 1st ed., India, 2011: 200-5.
12. Juniqueira RB, Saaavedra A, Macedo NL. Considerations about the relation
between occlusal trauma and periodontal/peri-implant disease. J Braz Dent
Sci 2015; 18(2):9-14.
13. Consolaro A. Clinical and imaginologic diagnosis of occlusal trauma.Dental
Press Endod. 2012 July- Sept; 2(3):10-20.
14. Hall WB. Primary versus Secondary Occlusal. In: Hall WB. Critical
Decisions In Periodontology.BC Decker Inc., 4th ed., Spain, 2004: 56-7.
15. Davies SJ, Gray RJM, Linden GJ, James JA. Occlusal considerations in
periodontics. BrDentJ 2001; 191(11):597-604.
16. Abrams L, Potashnick SR, Rosenberg ES, Evian CI. Role of occlusion in
Periodontal Therapy. In: Rose LF, Mealey BL. Periodontics Medicine,
Surgery, and Implants. Elsevier Mosby., Philadelphia, 2004:1324-66.
17. Lindhe J, Lang NP, Karring T. Part 5: Trauma from occlusion. In: Lindhe J,
Lang NP, Karring T. Clinical Periodontology and Implant Dentistry.
Blackwell Munksgaard., 5th ed., Australia, 2008: 349-62.
18. Rupprecht D. Truma from occlusion:a review. Clinical update 2004; 26(1):
25-7.
19. Clerehugh V, Tugnait A, Robert J. Genco. Occlusion and periodontal
diseases. In: Clerehugh V, Tugnait A, Robert J. Genco. Periodontology at a
Glance. A John Wiley & Sons, Ltd., 1st ed., United Kingdom,2009:30-1.
20. Harrel SK, Nunn ME. The association of occlusal contacts with the presence
of increased periodontal probing depth. J Clin Periodontol 2009; 36:1035–42.
21. Jin LJ, Cao CF. Clinical diagnosis of trauma from occlusion and its relation
with severity of periodontitis. J Clin Periodontol 1992; 19: 92-7.

Universitas Sumatera Utara


22. Teeuw WJ, Coelho L, Silva A, Palen CJNM, Velden U, Loos BG. Validation
of a dental image analyser tool to measure alveolar bone loss in periodontitis
patients. J Periodontal Res 2009;44:94-102.
23. Svanberg G, Lindhe J. Vascular reactions in the periodontal ligament incident
to trauma from occlusion. J Clin Periodontol 1974; 1:58-69.
24. Lindhe J, Svanberg G. Influence of trauma from occlusion on progression of
experimental periodontitis in the beagle dog. J Clin Periodontol 1974:3-14.
25. Borges RN, Arantes BM, Vieira DF, Guedes OA, Estrela C. Occlusal
adjustment in the treatment of secondary traumatic injury 2011;17(33):45-50.
26. Nyman S, Lindhe J, Ericsson I. The effect of progressive tooth mobility on
destructive periodontitis in the dog. J Clin Periodontol1978; 5:213-25.
27. Giargia A, Lindhe J. Tooth mobility and periodontal disease. J
ClinPeriodontol 1997; 24:785-95.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat Pagi/Siang,

Bersama ini saya, Dharshini Neelamegan adalah mahasiswa Fakultas


Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian
dengan judul “Hubungan Trauma Karena Oklusi Dengan Periodontitis Kronis
Berdasarkan Kualitas Dan Kuantitas Tulang Alveolar Pada Gambaran Radiografi
Periapikal”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan trauma karena
oklusi dengan periodontitis kronis berdasarkan kualitas dan kuantitas tulang alveolar
pada gambaran radiografi periapikal.Selain itu, tujuan jangka panjang dari penelitian
ini diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan rongga mulut masyarakat
khususnya bagi pasien di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU. Disamping itu,
penelitian ini diharapkan mampu memberikan motivasi dan edukasi bagi pasien untuk
tetap menjaga kebersihan rongga mulutnya.
Manfaat penelitian ini bagi Bapak/Ibu adalah di harapkan dapat memberi
informasi kepada pasien di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU tentang hubungan
trauma karena oklusi dengan periodontitis kronis berdasarkan kualitas dan kuantitas
tulang alveolar pada gambaran radiografi periapikal sehingga dapat menjadi dasar
pertimbangan perubahan tingkah laku masyarakat. Diharapkan juga dapat
memberikan informasi tentang kesehatan yang terkait dengan akibat hubungan
trauma karena oklusi dengan periodontitis kronis berdasarkan kualitas dan kuantitas
tulang alveolar pada gambaran radiografi periapikal sebagai bahan masukan dan
informasi bagi upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut.Diharapkan, setelah
mengetahui status kesehatan jaringan pendukung gigi, Bapak/Ibu mampu menjaga
kebersihan rongga mulut.
Perlakuan yang diterima oleh Bapak/Ibu adalah pertama kami akan memilih
peserta penelitian sesuai dengan persyaratan yang ditentukan kemudian

Universitas Sumatera Utara


Bapak/Ibuakan menandatangani surat tanda kesediaan untuk turut serta dalam
penelitian ini. Selanjutnya, Bapak/Ibuakan mengisi lembar pertanyaan yang saya
berikan. Setelah itu saya akan melakukan pemeriksaan menggunakan kaca mulut dan
sonde untuk melihat kondisi rongga mulut dan pemeriksaan ini tidak menimbulkan
rasa sakit pada rongga mulut Bapak/Ibu. Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini
adalah 1 jam per orang.
Sebanyak 25 gigi akan ikut dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien Instalasi
Periodonsia RSGM FKG USU Medan yang berusia 40 hingga 60 tahun, dan setuju
untuk menjadi peserta penelitian.
Data yang diperoleh nantinya akan saya simpan dengan baik dan dijamin
kerahasiaannya, begitu juga ketika hasil penelitian ini akan saya publikasikan.
Kesediaan Bapak/Ibu sangat saya hargai dan bukan merupakan paksaan. Sewaktu-
waktu bila Bapak/Ibu ingin mengundurkan diri dapat mengajukan pada saya dan saya
berjanji hal ini tidak akan mengurangi pelayanan yang diberikan selama berobat di
RSGM USU.
Sebagai tanda terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini,
saya akan memberikan sebuah sikat dan pasta gigi sehingga Bapak/Ibu dapat lebih
menjaga kesehatan rongga mulut.
Bila ada hal yang kurang berkenan atau merasa kenyamanan terganggu,
Bapak dapat menghubungi saya Dharshini Neelamegan (telp.
087768512139).Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi,
dan kesediaan waktu Bapak/Ibu , saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(Dharshini Neelamegan)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

No. Telp/Hp :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap mengenai penelitian dan
paham akan apa yang dilakukan pada penelitian yang berjudul:

“Hubungan Trauma Karena Oklusi Dengan Periodontitis Kronis


BerdasarkanKualitas Dan Kuantitas Tulang Alveolar Pada Gambaran
Radiografi Periapikal”

Maka dengan penuh kasadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan
menyatakan bersedia berpatisipasi pada penelitian ini.

Medan,

Mahasiswa peneliti Peserta Penelitian

(Dharshini Neelamegan) ( )

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

Nomor :

Tanggal : ………...

DEPARTEMEN PERIODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“Hubungan Trauma Karena Oklusi Dengan Periodontitis Kronis


BerdasarkanKualitas Dan Kuantitas Tulang Alveolar Pada Gambaran
Radiografi Periapikal”

LEMBAR PEMERIKSAAN

Nama Pasien:

Umur:

Jenis Kelamin:

Alamat:

Universitas Sumatera Utara


Analisis Radiografi

Regio : ……………

Temuan

Gigi Ruang Pola Tinggi Tulang yang Lamina Dura


Ligamen Kerusakan Tinggal
Periodontal
mesial distal mesial distal mesial distal mesial distal

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

No Kegiatan WAKTU PENELITIAN

APRIL MEI JUNI JULI AUGUSTUS SEPTEMBER

1 Pembuatan
Proposal

2 Pelaksanaan
Penelitian

3 Pembuatan
laporan hasil
penelitian
4 Penggandaan
Laporan

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

1. Peralatan Penelitian

No Peralatan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga


(Rp) ( Rp)
1 Kaca mulut 1 unit Rp 31.000,- Rp 31.000,-

2 Sonde 1 unit Rp 20.000,- Rp 20.000,-

3 Pinset 1 unit Rp 35.000,- Rp 35.000,-

4 Neirbekken 1 unit Rp 25.000,- Rp 25.000,-

Sub Total Rp 111.000,-

2. Bahan Penelitian

No Peralatan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga


(Rp) ( Rp)
1 Sarung tangan 1 kotak Rp 56.000,- Rp 56.000,-
disposable
2 Masker 1 kotak Rp 24.000,- Rp 24.000,-

3 Celemek 1 pack Rp 50.000,- Rp 50.000,-

4 Alkohol 70% 1L Rp 30.000,- Rp 30.000,-

5 Larutan disinfektan 500 mL Rp 65.000,- Rp 65.000,-

Sub Total Rp 225.000,-

Universitas Sumatera Utara


3. Administrasi dan lain-lain

No Peralatan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga


(Rp) ( Rp)

1 Fotografi gambaran 50 filem Rp 25.000,- Rp 1.250.000,-


periapikal
1 Fotokopi lembar 25 set Rp 1.000,- Rp 25.000,-
pemeriksaan
2 Administrasi Ethical - - Rp 100.000,-
Clearance
3 Pembelian souvenir 35 unit Rp 6.000,- Rp 210.000,-

Sub Total Rp 1.585.000,-

4. Total dana yang dIbutuhkan

No Keterangan Jumlah (Rp)

1 Peralatan Penelitian Rp 111.000,-

2 Bahan Penelitian Rp 225.000,-

3 Administrasi dan lain-lain Rp 1.585.000,-

4 Biaya Tak Terduga (10%) Rp 183.600,-


− Penjilid Proposal
− Penjilid Skripsi
− Kertas dan Print
Sub Total Rp 2.104.600,-

Total Biaya Penelitian Rp 2.104.600,-

Terbilang : “Dua Juta Satu Ratus Empat RIbu Enam Ratus Rupiah”

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6

BIODATA PENELITI

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Dharshini Neelamegan


2 Status Mahasiswa
3 NIM 130600225
4 Tempat dan Tanggal Lahir Kuala Lumpur, Malaysia
/ 14 Desember 1995

5 Alamat Rumah Jl. Jamin Ginting Gg. Sederhana No.2


Medan 20122
6 E-mail shini995@ymail.com
7 No. Telepon/Hp 087768512139

B. Riwayat Pendidikan

Program SK SMK Perguruan Tinggi

Nama Sekolah SK BTK SMK BTK Universitas Sumatera


Utara
Tahun Masuk 2002 2007 2013

Tahun Lulus 2008 2012 -

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8

Crosstabs
LDd * TKO
Crosstab

TKO

Ada Tidak ada Total

LDd menebal Count 7 13 20

% within LDd 35.0% 65.0% 100.0%

% of Total 9.5% 17.6% 27.0%

Normal Count 2 7 9

% within LDd 22.2% 77.8% 100.0%

% of Total 2.7% 9.5% 12.2%

terputus-putus Count 26 19 45

% within LDd 57.8% 42.2% 100.0%

% of Total 35.1% 25.7% 60.8%

Total Count 35 39 74

% within LDd 47.3% 52.7% 100.0%

% of Total 47.3% 52.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- Point


Value Df (2-sided) sided) sided) Probability

Pearson Chi-Square 5.466a 2 .065 .078

Likelihood Ratio 5.647 2 .059 .078

Fisher's Exact Test 5.289 .082

Linear-by-Linear
3.603b 1 .058 .064 .038 .018
Association

N of Valid Cases 74

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.26.

b. The standardized statistic is -1.898.

Universitas Sumatera Utara


LDm * TKO

Crosstab

TKO

Ada Tidak ada Total

LDm Menebal Count 7 22 29

% within LDm 24.1% 75.9% 100.0%

% of Total 9.5% 29.7% 39.2%

Normal Count 1 5 6

% within LDm 16.7% 83.3% 100.0%

% of Total 1.4% 6.8% 8.1%

terputus-putus Count 27 12 39

% within LDm 69.2% 30.8% 100.0%

% of Total 36.5% 16.2% 52.7%

Total Count 35 39 74

% within LDm 47.3% 52.7% 100.0%

% of Total 47.3% 52.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- Point


Value df (2-sided) sided) sided) Probability

Pearson Chi-Square 16.025a 2 .000 .000

Likelihood Ratio 16.763 2 .000 .000

Fisher's Exact Test 15.915 .000

Linear-by-Linear
13.846b 1 .000 .000 .000 .000
Association

N of Valid Cases 74

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.84.

b. The standardized statistic is -3.721.

Universitas Sumatera Utara


TTH * TKO

Crosstab

TKO

Ada Tidak ada Total

TTH 0 Count 23 29 52

% within TTH 44.2% 55.8% 100.0%

% of Total 31.1% 39.2% 70.3%

1 Count 12 10 22

% within TTH 54.5% 45.5% 100.0%

% of Total 16.2% 13.5% 29.7%

Total Count 35 39 74

% within TTH 47.3% 52.7% 100.0%

% of Total 47.3% 52.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point


Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability

Pearson Chi-Square .660a 1 .417 .454 .288

Continuity Correctionb .311 1 .577

Likelihood Ratio .660 1 .417 .454 .288

Fisher's Exact Test .454 .288

Linear-by-Linear
.651c 1 .420 .454 .288 .145
Association

N of Valid Cases 74

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
10.41.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is -.807.

Universitas Sumatera Utara


PKd * TKO

Crosstab

TKO

Ada Tidak ada Total

PKd Vertikal Count 31 5 36

% within PKd 86.1% 13.9% 100.0%

% of Total 41.9% 6.8% 48.6%

Horizontal Count 4 34 38

% within PKd 10.5% 89.5% 100.0%

% of Total 5.4% 45.9% 51.4%

Total Count 35 39 74

% within PKd 47.3% 52.7% 100.0%

% of Total 47.3% 52.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- Point


Value Df (2-sided) sided) sided) Probability

Pearson Chi-Square 42.370a 1 .000 .000 .000

Continuity Correctionb 39.392 1 .000

Likelihood Ratio 47.784 1 .000 .000 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear
41.797c 1 .000 .000 .000 .000
Association

N of Valid Cases 74

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.03.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 6.465.

Universitas Sumatera Utara


PKm * TKO

Crosstab

TKO

Ada Tidak ada Total

PKm Vertikal Count 32 7 39

% within PKm 82.1% 17.9% 100.0%

% of Total 43.2% 9.5% 52.7%

Horizontal Count 3 32 35

% within PKm 8.6% 91.4% 100.0%

% of Total 4.1% 43.2% 47.3%

Total Count 35 39 74

% within PKm 47.3% 52.7% 100.0%

% of Total 47.3% 52.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- Point


Value Df (2-sided) sided) sided) Probability

Pearson Chi-Square 39.955a 1 .000 .000 .000

Continuity Correctionb 37.061 1 .000

Likelihood Ratio 45.186 1 .000 .000 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear
39.415c 1 .000 .000 .000 .000
Association

N of Valid Cases 74

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.55.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 6.278.

Universitas Sumatera Utara


RLPd * TKO

Crosstab

TKO

Ada Tidak ada Total

RLPd tidak melebar Count 8 18 26

% within RLPd 30.8% 69.2% 100.0%

% of Total 10.8% 24.3% 35.1%

Melebar Count 27 21 48

% within RLPd 56.2% 43.8% 100.0%

% of Total 36.5% 28.4% 64.9%

Total Count 35 39 74

% within RLPd 47.3% 52.7% 100.0%

% of Total 47.3% 52.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- Point


Value Df (2-sided) sided) sided) Probability

Pearson Chi-Square 4.393a 1 .036 .051 .031

Continuity Correctionb 3.430 1 .064

Likelihood Ratio 4.483 1 .034 .051 .031

Fisher's Exact Test .051 .031

Linear-by-Linear
4.333c 1 .037 .051 .031 .022
Association

N of Valid Cases 74

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.30.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is -2.082.

Universitas Sumatera Utara


RLPm * TKO

Crosstab

TKO

Ada Tidak ada Total

RLPm tidak melebar Count 1 15 16

% within RLPm 6.2% 93.8% 100.0%

% of Total 1.4% 20.3% 21.6%

melebar Count 34 24 58

% within RLPm 58.6% 41.4% 100.0%

% of Total 45.9% 32.4% 78.4%

Total Count 35 39 74

% within RLPm 47.3% 52.7% 100.0%

% of Total 47.3% 52.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- Point


Value Df (2-sided) sided) sided) Probability

Pearson Chi-Square 13.798a 1 .000 .000 .000

Continuity Correctionb 11.777 1 .001

Likelihood Ratio 16.216 1 .000 .000 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear
13.612c 1 .000 .000 .000 .000
Association

N of Valid Cases 74

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.57.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is -3.689.

Universitas Sumatera Utara


Frequency Table

TKO

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ada 35 47.3 47.3 47.3

Tidak ada 39 52.7 52.7 100.0

Total 74 100.0 100.0

RLPm

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak menebal 16 21.6 21.6 21.6

Menebal 58 78.4 78.4 100.0

Total 74 100.0 100.0

RLPd

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak menebal 26 35.1 35.1 35.1

menebal 48 64.9 64.9 100.0

Total 74 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


PKm

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Vertikal 39 52.7 52.7 52.7

Horizontal 35 47.3 47.3 100.0

Total 74 100.0 100.0

PKd

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Vertikal 36 48.6 48.6 48.6

Horizontal 38 51.4 51.4 100.0

Total 74 100.0 100.0

TTH

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 0 52 70.3 70.3 70.3

1 22 29.7 29.7 100.0

Total 74 100.0 100.0

LDm

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid menebal 29 39.2 39.2 39.2

normal 6 8.1 8.1 47.3

terputus-putus 39 52.7 52.7 100.0

Total 74 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


LDd

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid menebal 20 27.0 27.0 27.0

normal 9 12.2 12.2 39.2

terputus-putus 45 60.8 60.8 100.0

Total 74 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai