Anda di halaman 1dari 25

LITERATURE REVIEW

Povidone-Iodine in Dental and Oral Health: A Narrative Review

Oleh : Angkatan 2014

I Putu Wahyu Suryadinata 1802642004


Michael Ivan Limanto 1802642005
Luh Putu Sasmi Indudewi 1802642006

Pembimbing :
drg. Media Sukmalia Adibah, Sp.Perio
Penguji :
drg. Ni Kadek Fiora Rena Pertiwi, M.Biomed

Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi dan Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini telah disetujui pada tanggal :

Pembimbing :

drg. Media Sukmalia Adibah, Sp. Perio

ii
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ ii

DAFTAR ISI....................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iv

ABSTRAK.......................................................................................................... v

ABSTRACT........................................................................................................ vi

BAB 1 LATAR BELAKANG...............................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

2.1 Pengertian povidone iodine………………………………….......3


2.2 Komposisi povidone iodine………………………………….......3
2.3 Mekanisme kerja povidone iodine……………………………….3
2.4 Kegunaan povidone iodine dalam perawatan dental
dan kesehatan rongga mulut…………………………………......4
2.5 Keuntungan povidone iodine sebagai produk oral care…………..6
2.6 Pengertian periodontal disease…………………………………...8
2.7 Periodontitis sebagai salah satu periodontal disease………………11
2.8 Efek penggunaan povidone iodine pada kasus periodontitis…….14

BAB 3 KESIMPULAN.........................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1a. inflamasi gingiva berhubungan dengan periodontitis kronis………….12


Gambar 1b. kehilangan perlekatan generalisata………………………………….…12
Gambar 1c. kalkulus dan plak berhubungan dengan periodontitis kronis………….12
Gambar 2a ronsen panoramik periodontitis kronis lokalisata ……………………..13
Gambar 2b kehilangan tulang general pada periodontitis kronis generalisata……..13
Gambar 3a periodontitis agresif generalisata……………………………………….14
Gambar 3b ronsen kehilangan tulang………………………………………………14

iv
ABSTRAK
Povidone – iodine dalam kesehatan gigi dan rongga mulut : sebuah review
naratif

Rongga mulut merupakan rumah bagi ekosistem mikroba yang kompleks. Namun
dalam kondisi kebersihan mulut yang buruk, bakteri patogen bisa mendapatkan
keuntungan dengan mengganggu kestabilan hubungan bakteri. Hal ini menimbulkan
risiko dari infeksi lokal ringan hingga bakteremia yang mengancam jiwa. Senyawa
iodine merupakan salah satu bahan aktif dalam obat kumur antiseptik yang telah
dikenal selama beberapa dekade. Povidone-iodine (PVP-I) mengacu pada sediaan
iodine yang secara khusus dikembangkan untuk digunakan secara luas dalam
perawatan kesehatan. Povidone iodine menjadi terapi antimikroba sebagai terapi
penunjang dalam perawatan penyakit periodontal periodontitis berupa scalling dan
root planning yang masih menjadi standar dalam penanganan periodontitis.

Kata kunci : periodontitis, povidone iodine, penyakit periodontal

v
ABSTRACT

Povidone-Iodine in Dental and Oral Health: A Narrative Review

The oral cavity is a home to complex microbial ecosystem. However, under


conditions of poor oral hygiene, pathogenic bacteria can benefit by destabilizing
bacterial relationships. This condition can create a risk from mild local infection to
life-threatening bacteremia. The iodine compound is one of the active ingredients in
an antiseptic mouthwash that has been known for decades. Povidone-iodine (PVP-I)
refers to an iodine preparation which was specifically developed for widespread use
in health care. Povidone iodine is one of antimicrobial therapy that take part as an
adjunctive treatment of periodontitis. The aim of using povidone-iodine is to support
non-surgical therapy in the form of scaling and root planning, which are still the main
standards in the treatment of periodontitis.

Key words: periodontitis, povidone iodine, periodontal disease

vi
BAB 1

LATAR BELAKANG

Rongga mulut merupakan rumah bagi ekosistem mikroba yang kompleks.


Kolonisasi bakteri mulut dianggap normal, dan beberapa jenis mikroflora oral
bermanfaat membantu dalam sistem kekebalan tubuh melawan kuman penyebab
penyakit yang masuk ke dalam mulut. Namun dalam kondisi kebersihan mulut yang
buruk, setelah operasi gigi atau keadaan individu dengan penyakit imunokompromis,
bakteri patogen bisa mendapatkan keuntungan dengan mengganggu kestabilan
hubungan bakteri. Hal ini menimbulkan risiko dari infeksi lokal ringan hingga
bakteremia yang mengancam jiwa. Senyawa iodine merupakan salah satu bahan
aktif dalam obat kumur antiseptik yang telah dikenal selama beberapa dekade. Asam
hipoiodus dan molekul I2 merupakan salah satu jenis unsur dari iodin yang sangat
reaktif secara kimiawi dan dapat menyerang mikroba dengan cara mengoksidasi
struktur vital dari patogen termasuk asam nukleat, protein, dan komponen membran.
Povidone-iodine (PVP-I) mengacu pada sediaan iodine yang secara khusus
dikembangkan untuk digunakan secara luas dalam perawatan kesehatan. Formulasi
umum untuk pengunaan pada perawatan mulut adalah 1% PVP-I kumur, yang
mengandung 0,1% iodine.1
Periodontitis merupakan salah satu penyakit periodontal dengan berbagai
etiologi, terutama disebabkan oleh bakteri-bakteri periodontopatik seperti
Aggregatibacter actinomycetemcomitans (Aa), Porphyromonas gingivalis (Pg), dan
Fusobacterium nucleatum (Fn). Bakteri tersebut dapat menyebabkan peradangan dan
kerusakan jaringan periodonsium. Terapi non bedah berupa scalling dan root
planning masih menjadi standar yang utama dalam penanganan periodontitis, tetapi
memiliki kelemahan seperti ketidakmampuan instrumen mencapai poket periodontal
yang lebih dalam, bifurkasi, dan ketidakmampuan untuk menghilangkan
mikroorganisme di dalam lapisan jaringan poket periodontal. Maka dari itu, salah satu
terapi yang dapat menjadi terapi penunjang dalam perawatan kerusakan jaringan
periodontal adalah terapi antimikroba. Terapi antimikroba menargetkan

1
mikroorganisme yang rentan di rongga mulut dan mengubah keadaan di lingkungan
poket untuk mencegah pertumbuhan patogen. Salah satu terapi antimikroba dapat
berupa terapi antiseptik. Antiseptik sudah lama digunakan sebagai terapi tabahan
untuk mengontrol pembentukan plak. Povidone-iodine merupakan spektrum
antiseptik yang paling luas dan ampuh yang tersedia. Povidone-iodine menjadi agen
antibakteri yang efektif bila digunakan langsung ke dalam poket periodontal bahkan
pada konsentrasi rendah.2

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Povidone-iodine

Povidone-iodine (PVP-I) mengacu pada sediaan iodine yang dikembangkan


untuk digunakan secara luas dalam perawatan kesehatan. Sediaannya terdiri dari
polimer polivinil pyrrolidone (juga dikenal sebagai povidone) dan unsur iodine yang
kompleks.1 Povidone-iodine memiliki kemampuan membunuh mikroba yang cepat
dengan harga produk yang tidak terlalu mahal. Berbagai maca formula dan cara
pemakaian povidone-iodine telah digunakan dalam perawatan periodontal. Povidone-
iodine diyakini lebih menjanjikan sebagai agen antimikroba, terutama dalam
konsentrasi yang tinggi yaitu 10%.3

2.2 Komposisi povidone-iodine

Povidone-iodine adalah larutan iodophor yang mengandung yodium dan


polivinilpirolidon (PVP) kompleks yang larut dalam air dengan aktivitas mikrobisidal
yang luas. Formulasi yang umum biasanya terdiri dari 10% larutan PVP-I yang
mengandung 1% iodine tersedia. Iodine bebas, perlahan-lahan dibebaskan dari
kompleks polivinilpirolidon iodine (PVPI) dalam larutan, membunuh sel eukariotik
atau prokariotik melalui iodinasi lipid dan oksidasi senyawa sitoplasma dan
membran. Agen ini menunjukkan berbagai aktivitas mikrobisidal melawan bakteri,
jamur, protozoa, dan virus.4,5

2.3 Mekanisme kerja povidone-iodine

Unsur iodine bisa mengambil beberapa bentuk dalam larutan air dengan
molekul I2 dan asam hipoiodous (HOI) menjadi yang paling efektif dalam hal
aktivitas antimikroba. Molekul iodine bebas mengoksidasi struktur vital patogen
seperti asam amino, asam nukleat dan komponen membran. Keseimbangan tercapai
dalam keadaan, dimana lebih banyak ikatan PVP iodine dilepaskan ke dalam larutan
untuk menggantikan iodine yang hilang akibat aktivitas germisidal. Pemeliharaan

3
keseimbangan ini memastikan khasiat jangka panjang selama proliferasi
mikroorganisme, serta tolerabilitas yang lebih baik untuk pasien karena tingkat iritasi
yang lebih rendah. Pengamatan secara biokimia dan mikroskop mendukung bahwa
PVP-I mengganggu dinding sel mikroba dengan menginduksi pembentukan pori yang
menyebabkan kebocoran sitosol.5

2.4 Kegunaan povidone-iodine

2.4.1 Kegunaan povidone-iodine dalam perawatan dental

 Periodontitis kronis
Dalam studi pemeliharaan jangka panjang dari 223 pasien dengan
periodontitis kronis, pengobatan dengan 0,1% povidone-iodine secara
signifikan meningkatkan semua hasil akhir klinis yang diuji. Hal Ini termasuk
kondisi gingiva yang lebih baik, kedalaman probing poket yang berkurang,
dan peningkatan level probing perlekatan gingiva. Peningkatan ini terlihat
pada bulan ke 3, 6, dan 12 setelah dimulainya pengobatan. Temuan ini
menunjukkan ketika povidone-iodine diaplikasikan secara topikal selama
instrumentasi subgingival, dapat meningkatkan hasil dari terapi periodontal
non-bedah.1
 Karies anak usia dini
Anak-anak sangat rentan terhadap perkembangan kareis gigi, suatu
kondisi yang disebut sebagai early childhood caries (ECC). Praktik
kebersihan yang kurang baik, umum terjadi pada anal-anak dan
dikombinasikan dengan kecenderungan makan makanan yang lebih manis
dapat menyebabkan kerusakan enamel gigi yang cepat. Kolonisasi rongga
mulut oleh Streptococcus mutans dapat menyebabkan kerusakan gigi atau
karies gigi. Agen antiseptik bertindak untuk mengurangi jumlah S. mutans,
oleh karena itu dapat membantu mencegah perkembangan karies pada anak
kecil dan membangun lingkungan rongga mulut yang baik untuk
menghentikan perkembangan kerusakan gigi. Dalam sebuah penelitian yang

4
berfokus pada pencegahan ECC pada 83 anak-anak, peserta yang menerima
10% povidone-iodine menunjukkan rata-rata tingkat kelangsungan bebas
penyakit selama 12 bulan sebesar 95% dibandingkan dengan kelompok
plasebo yang berada pada 54%. Temuan ini menunjukkan bahwa povidone-
iodine topikal yang diterapkan pada gigi pada anak kecil meningkatkan
kelangsungan hidup bebas penyakit. Demikian pula, dalam studi klinis yang
mengevaluasi kemanjuran 10% topikal povidone-iodine terhadap jumlah S.
mutans pada anak-anak dengan ECC, sampel saliva dikumpulkan untuk
menilai jumlah S. mutans awal penelitian. Irigasi dengan povidone-iodine
menyebabkan penurunan yang signifikan dalam peningkatan kadar S. mutans
dari skor awal setelah 12 bulan pengobatan. Penurunan jumlah mengakibatkan
insiden karies yang lebih rendah pada anak-anak ini dibandingkan dengan
kontrol irigasi air deionisasi. Oleh karena itu, rehabilitasi mulut yang
dikombinasikan dengan mencuci mulut secara teratur dengan 10% povidone-
iodine, direkomendasikan untuk pengendalian karies gigi pada anak-anak
yang terkena ECC.1
2.4.2 Kegunaan povidone-iodine untuk kesehatan rongga mulut
Pencegahan dan pengobatan infeksi di rongga mulut dan daerah
maksilofasial setelah operasi mulut diperlukan untuk mencegah karies,
penyakit periodontal, penyakit pulpa, dan trauma. Di dalam rongga mulut,
bakteri patogen termasuk Streptococci dan Staphylococci menghasilkan enzim
yang memecah fibrin dan jaringan ikat lainnya dan bertahan hidup dengan
menyerap debris sell. Melalui jaringan baru, lewat jaringan ikat sepanjang
bidang fasia, infeksi yang berasal dari gigi dapat menyebar dengan cepat dan
berpotensi menjadi resiko serius yang mengancam nyawa. Bakteremia, adalah
adanya bakteri di dalam darah. Hal ini merupakan komplikasi umum namun
berpotensi manjadi masalah serius yang bisa timbul setelah operasi gigi.
Penggunaan povidone-iodine segera sebelum operasi pada gigi telah terbukti
mengurangi risiko bakteremia secara signifikan bila dibandingkan dengan air
steril, menunjukkan bahwa kemanjurannya lebih dari sekadar efek pembilasan

5
mekanis. Sulkus gingiva dianggap sebagai tempat utama dimana bakteremia
dapat menyebar setelah prosedur perawatan gigi. Dalam suatu studi efek
irigasi lokal pada sulkus gingiva dibandingkan dengan menggunakan tiga
larutan antiseptik yang berbeda termasuk hidrogen peroksida, klorheksidin,
dan povidone-iodine. Frekuensi bakteremia setelah pencabutan gigi
ditentukan dengan cara pengujian semua larutan. Povidone-iodine menjadi
yang paling efektif dengan frekuensi pada kelompok povidone-iodine sebesar
35% dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 70%. Berbeda dengan
povidone-iodine, klorheksidin mengurangi frekuensi menjadi 40% dan
hidrogen peroksida menjadi 50%, dan perbedaan ini tidak signifikan secara
statistik dari kelompok kontrol.1

2.5 Keuntungan povidone-iodine sebagai produk oral care

 Spektrum yang luas


Beberapa penelitian telah menunjukkan kemanjuran povidone-
iodine terhadap spektrum luas dari patogen oral. Sebuah penelitian
oleh Nakagawa dkk, melibatkan enam spesies bakteri
(Porphyromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans,
Fusobacterium nukleatum, Tannerella forsythensis, Prevotella
intermedia,dan Streptococcus anginosus) membandingkan obat kumur
povidone-iodine dan obat kumur klorheksidin menemukan bahwa
povidone-iodine mengurangi jumlah sel dari strain bakteri dalam 15
detik. Hal ini mendemonstrasikan aktivitas bakterisidal yang cepat dari
povidone-iodine melawan strain bakteri yang berhubungan dengan
penyakit gigi.1
 Tidak adanya resistensi
Sampai saat ini, belum ada resistensi yang ditemukan terhadap
iodine. Antiseptik dan antibiotik sama-sama digunakan dalam
perawatan kesehatan mulut, tetapi munculnya bakteri yang resisten

6
terhadap antibiotik adalah sebuah peringatan besar agar lebih selektif
dan sesuai kebutuhan dalam penggunaan terapi antibiotik.6
 Aktivitas melawan biofilm
Biofilm adalah keadaan umum dari lingkungan rongga mulut
dan dibentuk oleh bakteri sebagai mekanisme pertahanan melawan
pembersihan secara mekanis maupun kimiawi. Biofilm bisa sangat
sulit ditembus karena adanya bakteri di dalamnya yang melawan efek
agen antimikroba. Namun, kombinasi 10% povidone-iodine dan 5%
fluor varnish telah diteliti dapat mengurangi akumulasi biofilm, dan
disarankan diberikan secara berulang untuk meningkatkan kontrol plak
selama rehabilitasi gigi pada anak-anak. Povidone-iodine telah diteliti
secara signifikan mengurangi produksi biofilm P. gingivalis dan F.
nukleatum secara in vitro. Ditemukan bahwa pengaplikasian 2%
povidone-iodine selama 30 detik, efektif menekan P. gingivalis dan F.
nucleatum dalam pengendalian klinis biofilm subgingiva.1,7
 Hemostyptic actions
Dalam tinjauan pustaka terbaru yang berfokus pada
penyembuhan luka mulut, didimpulkan bahwa penggunaan povidone-
iodine berkhasiat dalam pengendalian infeksi lokal dengan catatan
pengaplikasian sesuai dengan dosis, dan menimbulkan pengaruh
positif pada perbaikan jaringan. Povidone-iodine direkomendasikan
untuk pengelolaan lesi dengan alasan risiko rendah dari toksisitas
sistemik, dan mengurangi kemungkinan munculnya resistensi bakteri.
Salah satu keuntungan povidone-iodine dalam perawatan luka rongga
mulut adalah sifatnya sebagai agen hemostyptik, yang dapat berguna
dalam mencegah perdarahan lokal setelah operasi mulut.1,8
 Sifat anti-inflamasi dan anti-edematous
Sifat anti-inflamasi povidone-iodine pada inang gen sitokin
yang diinduksi oleh patogen telah diamati secara in vitro, termasuk
dengan neutrofil manusia. TNF-α berperan sebagai pengatur utama

7
peradangan dan dianggap berkontribusi pada perkembangan beberapa
penyakit kronis. Penelitian telah menunjukkan bahwa povidone-iodine
menekan pelepasan TNF-α yang dimediasi oleh neutrofil manusia.
Dengan cara yang sama, enzim β-galaktosidase adalah penanda
proliferasi bakteri selama infeksi, dan povidone-iodine telah terbukti
mengurangi aktivitas β-galaktosidase baik dalam kultur Escherichia
coli maupun supernatan. Pengamatan klinis juga menunjukkan bahwa
formula povidone-iodine dapat memberikan efek anti-edematous.
Sebuah studi acak tunggal yang mengevaluasi pembengkakan wajah
pada pasien pasca operasi menunjukkan berkurangnya pembengkakan
dari waktu ke waktu yang menyebabkan berkurangnya ketidak
nyamanan pasien. Kelompok yang menerima 0,5% larutan povidone-
iodine (setara dengan 0,5 mg/mL) mengalami penurunan
pembengkakan pasca operasi secara signifikan (P <0,01). Sifat anti-
edematous dari povidone-iodine ini diperkirakan muncul dari
kemampuannya untuk menghambat leukotriene B4 dan menekan
ekstravasasi leukosit.1

2.6 Pengertian periodontal disease


Istilah penyakit periodontal mencakup berbagai macam kondisi peradangan
kronis gingiva yaitu jaringan lunak yang mengelilingi gigi, tulang dan ligamen
(jaringan ikat serat kolagen yang menghubungkan gigi ke tulang alveolar) yang
menopang gigi. Penyakit periodontal dimulai dengan gingivitis berupa peradangan
lokal pada gingiva yang diakibatkan oleh bakteri di dalam plak gigi, yaitu biofilm
mikroba yang terbentuk pada gigi dan gingiva yang menginduksi respon inflamasi.
Peradangan yang terjadi dapat berkembang menjadi kondisi inflamasi destruktif
kronis yang menghancurkan tulang dan jaringan pendukung gigi yang disebut
periodontitis. Apabila keparahan berlanjut, periodontitis dapat menyebabkan
terjadinya kehilangan gigi yang cepat.9

8
Klasifikasi penyakit periodontal berdasarkan American Academy
Periodontology (AAP) 1999 10,11 :
1. Penyakit gingiva
 Plaque – induced gingival diseases
- Gingivitis associated with dental plaque only
- Dengan faktor lokal
-Tanpa faktor lokal
- Gingival diseases modified by systemic factors
- Berhubungan dengan sistem endokrin :
- Gingivitis berhubungan dengan pubertas, menstruasi,
kehamilan (gingivitis, granuloma piogenik), diabete
mellitus.
- Berhubungan dengan blood dyscrasias : leukimia
- Gingival diseases modified by medications
- Pembesaran gingiva dipengaruhi obat .
- Gingivitis dipengaruhi obat : gingivitis berhubungan dengan
oral kontrasepsi.
- Gingival diseases modified by malnutrition
- Defisiensi asam askorbat
 Non- plaque – induced gingival diseases
- Gingival diseases of specific bacterial origin : Neisseria gonorrhea,
Treponema pallidum, Streptococcus species
- Gingival diseases of viral origin : virus herpes
- Gingival diseases of fungal origin : kandidiasis (Candida albicans).
- Gingival diseases of genetic origin : gingival fibromatosis herediter.
- Gingival manifestations of systemic conditions :
- Lesi mukokutan: lichen planus, pemphigoid, pemfigus
vulgaris, eritema multiform, lupus eritematous.
- Reaksi alergi: material kedokteran gigi, pasta gigi, obat
kumur.

9
-Traumatic lesions : Trauma mekanis, termal atau kimia.
2. Periodontitis kronis
- Lokalisata : < 30% gigi terlibat
- Generalisata : > 30% gigi terlibat
3. Periodontitis agresif
- Lokalisata : melibatkan molar 1 atau insisivus
- Generalisata : melibatkan setidaknya 3 gigi selain molar 1 dan
insisivus
4. Periodontitis as a manifestation of systemic diseases
- Kelainan hematologik : neutropenia, leukemia
- Kelainan genetik : down syndrome, papillon–lefèvre syndrome
5. Necrotizing periodontal diseases
- Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG)
- Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP)
6. Abscesses of the periodontium
- Abses gingival
- Abses periodontal
- Abses perikoronal
7. Periodontitis associated with endodontic lesions
- Lesi endodontik – periodontal
- Lesi periodontal – endodontik
- Lesi kombinasi
8. Developmental or acquired deformities and conditions
- Gigi tertentu dan faktor terkait yang menjadi predisposisi penyakit
gingiva atau periodontitis akibat plak
- Kelainan bentuk mukogingiva dan kondisi di sekitar gigi
- Deformitas mukogingiva dan kondisi pada edentulous ridge
- Trauma oklusal

10
2.7 Periodontitis
Periodontitis didefinisikan sebagai penyakit inflamasi yang disebabkan oleh
mikroorganisme atau kelompok mikroorganisme spesifik yang mengakibatkan
kerusakan progresif pada ligamen periodontal dan tulang alveolar disertai
meningkatnya kedalaman probing, resei, atau keduanya. Ciri klinis yang
membedakan periodontitis dengan gingivitis yaitu adanya kehilangan perlekatan yang
terdeteksi secara klinis akibat hasil dari destruksi inflamasi pada ligamen periodontal
dan tulang alveolar pada kasus periodontitis. Hilangnya perlekatan tersebut sering
disertai dengan pembentukan tulang alveolar, perubahan densitas dan ketinggian
tulang alveolar. Periodontitis diklasifikasikan menjadi periodontitis kronis,
periodontitis agresif, dan periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik.10
2.7.1 Periodontitis kronis
Periodontitis kronis merupakan bentuk paling umum dari
periodontitis yang memiliki karakteristik umum seperti10,11 :
-Terjadi pada orang dewasa berusia lebih dari 35 tahun.
- Kerusakan yang terjadi sesuai dengan faktor lokal. Temuan klinis yang
khas pada pasien periodontitis kronis termasuk akumulasi plak
supragingiva dan subgingiva yang sering terkait dengan pembentukan
kalkulus subgingiva.
- Inflamasi pada gingiva dimana gingiva terlihat sedikit bengkak dan
terjadi perubahan warna mulai dari merah pucat hingga magenta.
Ginginva kehilangan stippling dan ada perubahan permukaan gingiva
menjadi tumpul, terjadi perdarahan yang sering bisa spontan maupun
karena probing, dan berhubungan dengan peradangan eksudat cairan
sulkus.
-Terjadi kehilangan perlekatan jaringan periodontal.
-Resorbsi tulang alveolar secara vertikal maupun horizontal.
- Terjadi mobilitas pada kasus yang berlanjut dimana kehilangan tulang
cukup besar.

11
- Pembentukan poket periodontal dengan kedalaman poket bervariasi
dan dapat ditemukan supurusi dari poket.
- Laju perkembangan penyakit lambat hingga sedang tapi ada
kemungkinan terjadi progres yang cepat.
- Mungkin dimodifikasi oleh atau terkait dengan hal seperti penyakit
sistemik (diabetes melitus dan hiv), faktor lokal yang mempengaruhi
periodontitis, faktor lingkungan seperti merokok dan stres emosional.
Periodontitis kronis diklasifikasikan berdasarkan luas dan keparahannya. Luas
yang dimaksud adalah jumlah area yang terlibat, dibagi menjadi lokalisata dan
generalisata. Lokalisata apabila area yang terlibat < 30 % dan generalisata apabila
daerah yang terlibat > 30%. Keparahan periodontitis kronis berdasarkan loss of
attachment atau kehilangan perlekatan pada gigi yang terlibat, diklasifikasikan
menjadi10 :
- Ringan : 1-2 mm loss of attachment
- Sedang : 3-4 mm loss of attachment
- Parah : ≥ 5 mm loss of attachment

1a. 1b. 1c.


Gambar 1a. inflamasi gingiva berhubungan dengan periodontitis kronis, 1b.
kehilangan perlekatan generalisata, 1c. peningkatan jumlah kalkulus dan plak
berhubungan dengan periodontitis kronis (Carranza, 2018)

12
a. b.

Gambar 2a. ronsen panoramik menunjukkan kehilangan tulang lokal pada


periodontitis kronis lokalisata, 2b. kehilangan tulang general pada periodontitis kronis
generalisata (Carranza, 2018)

2.7.2 Periodontitis agresif


Periodontitis agresif merupakan salah satu bentuk penyakit
periodontal yang umumnya menyerang individu pada usia dibawah 30
tahun tapi bisa juga pada usia yang lebih tua. 12 Periodontitis agresif
dapat dibedakan dengan periodontitis kronis terutama dilihat
perjalanan penyakit yang cepat dan terjadi pada individu yang sehat.
Karakteristik umum yang terjadi pada kasus periodontitis kronis
yaitu10,11:
- Pada pasien sehat.
- Kehilangan perlekatan dan kerusakan tulang yang cepat.
- Inflamasi secara klinis jarang ditemukan.
- Poket periodontal yang dalam.
- Keberadaan plak minimal.
Periodontitis agresif juga diklasifikasikan menjadi periodontitis
agresif lokalisata dan generalisata. Periodontitis agresif lokalisata
melibatkan gigi molar pertama atau gigi insisivus dengan kehilangan
perlekatan proksimal dan tidak melibatkan lebih dari dua gigi selain
gigi tersebut. Periodontitis agresif generalisata secara klinis
melibatkan setidaknya tiga gigi permanen selain molar pertama dan
insisivus dan disertai kehilangan perleketan di bagian interproksimal.

13
Periodontitis agresif generalisata biasanya terjadi pada pasien berusia
dibawah 30 tahun atau mungkin lebih tua.11

3a. 3b.
.
Gambar 3a. periodontitis agresif generalisata dimana akumulasi plak tidak sebanding dengan
kerusakan periodontal yg terjadi, 3b. kehilangan tulang arch-shaped pada molar satu mandibular
(Bathla, 2011)

2.7.3 Periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik


Beberapa kelainan hematologi dan genetik telah dikaitkan dengan
perkembangan periodontitis pada individu yang terkena. Saat ini,
periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik adalah diagnosis
yang akan digunakan bila kondisi sistemik merupakan faktor predisposisi
utama dan bila faktor lokal (misalnya plak dan kalkulus yang banyak)
tidak terbukti secara jelas atau adanya faktor lokal tidak sesuai terhadap
keparahan atau perkembangan dari penyakit. Definisi ini dikhususkan
untuk kelompok penyakit tertentu dan sindrom yang telah diketahui
memiliki efek destruktif yang besar pada periodonsium. Penghilangan
faktor lokal sebagai bagian dari terapi periodontal konvensional dalam
kasus seperti ini sering tidak memadai untuk mencegah kerusakan
periodontal akibat efek sistemik. Ketika kerusakan periodontal jelas
merupakan akibat faktor lokal tetapi telah diperburuk oleh timbulnya
kondisi seperti sebagai diabetes melitus atau infeksi HIV, maka diagnosis
yang tepat adalah periodontitis kronis yang dimodifikasi oleh kondisi
sistemik.10,13

14
2.8 Efek pengggunaan povidone-iodine pada kasus periodontitis
Periodontitis adalah penyakit inflamasi kronis yang mengakibatkan kerusakan
jaringan ikat dan struktur yang mengelilingi gigi. Karakteristik khususnya
menunjukkan pembentukan poket periodontal dan atau kehilangan perlekatan klinis
yang mana disebabkan oleh bakteri spesifik yang ada di plak gigi. Jika tidak
ditangani, Periodontitis dapat menyebabkan hilangnya jaringan pendukung gigi,
tulang alveolar dan ligamen periodontal ligamen. Rongga mulut memiliki mikroflora
yang mengandung ratusan spesies bakteri aerob dan anaerobik. Organisme ini tumbuh
pada permukaan gigi sebagai koloni yang kompleks, bercampur, dan saling
bergantung dalam biofilm. Ketika plak gigi menjadi matang dan berhubungan dengan
penyakit periodontal, jumlah bakteri gram negatif dan anaerob meningkat. Tujuan
utama perawatan periodontitis adalah untuk menghilangkan bakteri penyebab
penyakit yang ada pada plak gigi di permukaan gigi. Scalling dan root planning
diketahui menjadi standar dalam perawatan periodontitis yang bertujuan untuk
mengurangi inflamasi klinis, perubahan mikroba ke flora subgingiva yang kurang
patogen, pengurangan probing depth (PD), dan peningkatan perlekatan klinis.
Namun, sebagai infeksi multifaktorial, pengobatan periodontitis mungkin
memerlukan lebih dari metode perawatan mekanis. Scalling dan root planning
mungkin tidak efektif karena akses instrumen dan visibilitas terbatas di daerah
subgingival. Oleh karena itu, penggunaan agen antimikroba seperti povidone-iodine
(PVP-I) untuk meningkatkan debridemen periodontal juga harus dipertimbangkan.
Povidone-iodine adalah agen antiseptik spektrum luas murah yang sering digunakan
dalam terapi periodontitis.2,14.

Sindhura dkk meneliti penggunaan povidone-iodine 10% sebagai bahan


irigasi subgingival yang termasuk dalam tahapan scalling dan root planning pada
kasus periodontitis dengan kriteria terdapat poket periodontal dengan kedalaman
probing 4-6 mm. Hasil penelitian tersebut membuktikan terjadi pengurangan plak
indeks, gingival indeks, dan kedalaman probing pada area yang menerima irigasi

15
povidone-iodine 10% bersamaan dengan dilakukan scalling dan root planning
dibandingkan area yang tidak menerima irigasi. Pengurangan patogen periodontal
juga ditemukan pada area yang mendapat irigasi povidone-iodine 10% disbanding
area yang tidak. Hal Ini bisa jadi karena adanya iodine yang memiliki kemampuan
menembus dinding sel mikroorganisme, menyebabkan kerusakan pada dinding sel
yang menyebabkan hilangnya bahan intraseluler sehingga dapat mengurangi aktivitas
patogen periodontal. Penelitian yang dilakukan oleh Nguyen dkk juga menunjukkan
adanya pengaruh positif penggunaan povidone-iodine 0,1 % yang digunakan sebagai
bahan irigasi saat scalling dan root planning pada kasus periodontitis kronis berupa
berkurangnya kedalaman poket periodontal dan meningkatkan perlekatan klinis.2,14

Aplikasi pemberian povidone-iodine pada pasien dengan periodontitis dapat


berupa obat kumur dan irigasi subgingival. Irigasi pada area subgingival dilakukan
setelah scalling dan root planning dengan menggunakan syringe endodontik yang
berisi larutan povidone-iodine 10%. Syringe secara perlahan dimasukkan ke dalam
poket periodontal dan dilakukan irigasi. Irigasi dilakukan secara berulang untuk
memastikan poket telah dipenuhi larutan irigasi dalam jangka waktu 5 menit. 2
Povidone-iodine juga biasa digunakan sebagai obat kumur pada pasien periodontitis
sebagai bagian dalam menjaga oral hygiene. Formulasi umum povidone-iodine yang
digunakan sebagai obat kumur adalah 1% povidone-iodine yang mengandung 0,1%
iodine. Penggunaan povidone-iodine sebagai obat kumur diakukan dengan cara
berkumur (gargle) sebanyak 10-15 ml povidone-iodine 1%, dilanjutkan dengan
membilas rongga mulut selama 30 detik.1,6

16
BAB 3

KESIMPULAN

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang disebabkan bakteri patogen


periodontal. Cara terbaik dan lini pertama dalam terapi periodontal untuk melawan
infeksi periodontal adalah kombinasi terapi antimikroba. Berdasarkan analisis dari
berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan yang tepat dari antiseptik
dapat menjadi terapi tambahan yang tepat, aman, ampuh dan efektif untuk terapi
periodontal. Povidone-iodine dikenal luas sebagai antiseptik spektrum luas yang
memiliki efek potensial terhadap berbagai organisme yang menyebabkan penyakit
pada rongga mulut manusia. Penggunaan povidone-iodine menjadi terapi penunjang
antimikroba dalam perawatan kerusakan jaringan periodontal. Penelitian yang
dilakukan oleh Sindhura dkk mengenai penggunaan povidone-iodine 10% sebagai
bahan irigasi subgingival yang termasuk dalam tahapan scalling dan root planning
pada kasus periodontitis menunjukkan hasil adanya pengurangan plak indeks,
gingival indeks, dan kedalaman probing pada area yang menerima irigasi povidone-
iodine 10% dibandingkan area yang tidak menerima irigasi. Pengurangan patogen
periodontal juga ditemukan pada area yang mendapat irigasi povidone-iodine 10%
dibanding area yang tidak.

Povidone-iodine sebagai terapi antiseptik dalam perawatan periodontal, dapat


digunakan sebagai obat kumur berupa povidone-iodine 1%, 10-15 ml selama 30
detik. Selain itu povidone-iodine juga digunakan sebagai bahan irigasi yang
dilakukan secara berulang untuk menunjang perawatan scalling dan root planning.
Penggunaan povidone-iodine secara topikal berupa cairan atau ointment juga berguna
sebagai antiseptik dalam penanganan luka.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Amtha R, Kanagalingam J. Povidone-iodine in Dental and Oral Health: A Narrative


Review. Journal of International Oral Health. 2020; 12:407-12.
2. Sindhura H, Harsha RH, Shilpa RH. Efficacy Of Subgingival Irrigation With 10%
Povidone-iodine As An Adjunct To Scaling And Root Planing: A Clinical And
Microbiological Study. Indian Journal of Dental Research. 2017;28:514-8.
3. Denez MD. Evaluation of unique subgingival irrigation with 10% povidone-iodine
after scalling and root planning : a randomized clinical trial. Quintessence journal of
periodontology. 2016;47:549-558.
4. National center for Biotechnology Information. Povidone-iodine. PubChem
Compound Database. https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Povidone-iodine
diakses November 2020.
5. Eggers .M. Infectious Disease Management and Control with Povidone-iodine.
Infectious Disease and Therapy. 2019; 8:581–593
6. Kanagalingam J, Feliciano R, Hah JH, Labib H, Le TA, Lin JC. Practical Use Of
Povidone-iodine Antiseptic In The Maintenance Of Oral Health And In The
Prevention And Treatment Of Common Oropharyngeal Infections. International
Journal of Clinical Practice. 2015; 1247–1256.
7. Reilly C, Goettl M, Steinmetz M, Nikrad J, Jones RS. Short-Term Effects Of
Povidone-iodine And Sodium Fluoride Therapy On Plaque Levels And Microbiome
Diversity. Oral Disease Journal. 2016;22:155-61.
8. Silveira Teixeira D, Figueiredo MAZ, Cherubini K, Oliveira SD, Salum FG. The
Topical Effect Of Chlorhexidine And Povidone-iodine In The Repair Of Oral
Wounds: A Review. 2019;21:35-41.
9. Kinane DF, Stathopoulou PG, Papapanou PN. Periodontal Disease. Nature Reviews
Disease Primers. 2017;3:17038.
10. Newman M, Takei H, Klokkevold P, Carranza F. Newman and Carranza Clinical
Periodontology. 13ed . Philadelphia: Elsevier; 2018: H. 19-50, 55-79, 342-360.

18
11. Bathla S. Periodontics Revisited. 1ed. India: Jaypee Brothers Medical Publishers;
2011: H. 39-41, 186-194.
12. Saputri D, Lelyati S, Masulili C. Perawatan Periodontal Pada Pasien Periodontitis.
Cakradonya Dental Journal. 2015;7(1):745-806
13. Soeprapto A. Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi. 2 ed. 2017: H. 156-
161.
14. Nguyen AT, Phan ND, Pham TA. Povidone-iodine as Subgingival Irrigation in
Chronic Periodontitis Treatment. Advances in Health Sciences Research. 2017; 4:19-
29.

19

Anda mungkin juga menyukai