Anda di halaman 1dari 4

INTERVENSI KEPERAWATAN PASIEN TERIFEKSI HIV (PHIV)

Prinsip Asuhan keperawatan PHIV untuk mengubah perilaku ketika berada dalam masa
perawatan dan dalam rangka meningkatkan respons imunitas PHIV melalui pemenuhan
kebutuhan fisik. Psikologis, sosial dan spiritual dilakukan oleh perawat agar dapat menurunkan
stressor. Pada bagian ini akan diuraikan tentang (1) konsep pendekatan asuhan keperawatan
dirumah dan (2) Asuhan Keperawatan pada respon biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

Perawat memiliki peran penting dalam asuhan keperawatan pasien HIV/AIDS . ada dua hal
penting yang harus dilakukan perawat yakni :

A. Memfasilitasi strategi koping :

1. Memfasitilasi sumber penggunaan potensi diri agar terjadi respon penerimaan sesuai
thapan dari Kubler-Ross.

2. Teknik kognitf, dapat berupa upaya untuk membantu penyelesaian masalah,


memberikan harapan yang realistis, dan mengingatkan pasien agar pandai mengambil
hikmah.

3. Teknik perilaku, dilakukan dengan cara mengajarkan perilaku yang mendukung


kesembuhan, seperti : control dan minum obat teratur, kunsumsi nutrisi seimbang,
istirahat dan aktivitas teratur, dan menghindari konsumsi atau tindakan yang dapat
menambah parah sakitnya.

B. Dukungan Sosial

1. Dukungan emosional, agar pasien merasa nyaman; dihargai; dicintai; dan


diperhatikan.

2. Dukungan informasi, untuk meningkatkan pengetahuan dan penerimaan pasien


terhadap sakitnya.

3. Dukungan material, untuk bantuan/kemudahan akses dalam pelayanan kesehatan


pasien.

Pasien yang didiagnosis HIV biasanya akan mengalami stress persepsi (kognisi : penerimaan
diri, sosial, dan spiritual) dan tubuhnya menunjukkan respons biologis selama menjalani
perawatan dirumah sakit dan dirumah (hom care). Peran perawat dalam perawatan pasien
terinfeksi HIV adalah melaksanakan pendekatan Asuhan Keperawatan agar pasien dapat
beradaptasi dengan cepat. Peran tersebut meliputi (1) memfasilitasi strategi koping; dan (2)
dukungan sosial.

Melalui system limbic dan konteks serebri diharapkan pasien akan mempunyai respon adaftif
yang positif. Dari respons penerimaan diri, setelah pasien mendapatkan pembelajaran maka
persepsi pasien dalam perawatan menjadi positif, koping positif, dan akhirnya perilaku pasien
dalam perawatan menjadi positif. Dari respon sosail, diharapkan pasien mempunyai respon
koping yang konstruktif sehingga kecemasan berkurang. Penurunan kecemasan tersebutakan
berdampak terhadap interaksi sosial yang positif, baik dengan keluarga, teman, tetangga, dan
masyarakat.

Respon kognisi yang positif tersebut, melalui jalur HPA-Axis(hipotalamus, pituitary, adrenal),
khususnya pada jalur hipotalamus akan menurunkan sekresi CRF pada basifil yang akan memacu
kerja pituitary akan menurunkan ACTH. Penurunan ACTH akan menstimulasi penurunan
produksi kortisol pada jalur Adrenal cortex. Penurunan kortisol akan memodulasi respons imun
pasien HIV, Khususnya pada T-Helper, yaitu meningkatnya kadar CD4, aktivasi IL-2; IFN-y
untuk menghasilkan sel plasma dan akhirnya akan meningkatkan Antibodi-HIV untuk melawan
kuman HIV. IFN-y juga berperan dalam aktivasi NK-cell dan CTL serta resistensi sel yang
belum terinfeksi.

ASUHAN KEPERAWATAN RESPON BIOLOGIS (ASPEK FISIK)

Aspek fisik pada PHIV adalah pemenuhan kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala
yang terjadi. Aspek perawatan fisik meliputi (a) universal precautions; (b) pengobatan infeksi
sekunder dan penderita ARV (antiretroviral); (d) pemberian nutrisi; dan € aktivitas dan istirahat.

a. Universal precautions

Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat, keluarga, dan pasien sendiri
sangat penting. Hal ini ditunjukkan untuk mencegah terjadinya penularan virus HIV.
prinsip-prinsip universal precaution meliputi :

1. Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila menangani cairan tubuh
pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung tangan, masker, kacamata
pelindung, penutup kepala, apron, dan sepatu boot. Penggunaan alat pelindung
disesuaikan dengan jenis tindakan yang dilakukan.

2. Memncuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasyk setelah


melepas sarung tangan.

3. Dekontaminasi cairan tubuh pasien.

4. Memakai alat kedokterab sekali pakai atau mensterilisasi semua alat kedokteran yang
dipakai (tercemar). Tidak memakai jarum suntik lebih dari satu kali, dan tidak
memasukkannya kembali kedalam penutup jarum atau dibengkokkan.
5. Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.

6. Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar dan aman
(Depkes RI, 1997).

b. Peran Perawat Dalam Pemberian ARV

Penggunaan obat ARV Kombinasi :

1. Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah :

 Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil kemungkinnan


terjadi resistensi.

 Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila timbul efek
samping, bisa diganti dengan obat lainnya, dan bila virus mulai resisten
terhadap obat yang sedang digunakan bisa memakai kombinasi lain.

2. Efektivitas obat ARV kombinasi :

 ARV kombinasi lebih efetif karena mempunyai khasiat ARV yang lebih tinggi
dan menurunkan viral load lebih tinggi disbandingkan dengan penggunaan
satu jenis obat saja.

 Kemungkinan terjadi resistensi virus kecil, akan tetapi bila pasien lupa minum
obat dapat menimbulkan terjadi resistensi.

 Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil, sehingga


kemungkinan efek samping lebih kecil.

3. Saat memulai menggunakan ARV

Menurut WHO (2002), penggunaan ARV bisa dimulai pada orang dewasa
berdasarkan kriteria sebagai berikut :

a) Bila pemeriksaan CD4 bisa dilakukan pada :

 Pasien stadium IV (menurut WHO) , tanpa memerhatikan hasil tes CD4

 Pasien stadium I, II, III (menurut WHO) dengan hasil perhitungan limfosit
total <200/ . yayasan kerti praja,1992)

b) Bila pemeriksaan CD4 tidak dapat dilakukan :

 Pasien stadium akhir IV (menurut WHO), tanpa memerhatikan hasil


hitung limfosit total.
 Pasien stadium akhir I,II,III (menurut WHO) dengan hasil perhitungan
limfosit total <1000-2000/

c) Limfosit total <1000-1200/ dapat diganti dengan CD4 dan dijumpai tanda-tanda
HIV. Hal ini kurang penting pada pasien tanpa gejala (stadium 1 menurut WHO)
dan hendaknya jangan dilakukan pengobatan terlebih dahulu karena belum ada
petunjuk tentang beratnya penyakit.

d) Pengobatan juga dianjurkan untuk pasien stadium III lanjut, termasuk kambuh
luka pada mulut yang sukar sembuh, dan infeksi pada mulut yang berulanG
dengan tidak memerhatikan hasil pemeriksaan CD4 Dan limfosit total (Depkes,
2003).

Anda mungkin juga menyukai