Anda di halaman 1dari 37

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN MEDULA


SPINALIS
Disusun untuk menuhi tugas Keperawatan kritis

KELOMPOK IV
1. Zakia. Nugrahaeny

Lestaluhu

2. puji islamiyanti
kaimudin

3. Ramalia fakaobun

4. Vindy astuti

5. William.
Pattinasarany

6. Pricillia Patipeilohy
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MALUKU HUSADA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
Kegawatdaruratan dengan judul “Konsep Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Trauma Tulang Belakang”.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................i
Kata Pengantar..............................................................................................ii
Daftar Isi.......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................4
A. LatarBelakang............................................................................4
B. Rumusa Masalah........................................................................5
C. Tujuan.........................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................5
B. Definisi.......................................................................................5
C. Klasifikasi...................................................................................6
D. Manifestasi klinik.......................................................................6
E. Patofisilogi...................................................................................7
F Pemeriksaan Diagnostik............................................................8
G Penatalaksanaan.........................................................................9
H Penatalaksanaan Kegawatdaruratan...........................................11
I. Komplikasi..................................................................................12
J Prognosis....................................................................................13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................13
A Pengkajian..................................................................................14
B. Diagnosa.....................................................................................18
C. Intervensi....................................................................................18
BAB IV PENUTUP......................................................................................24
A Kesimpulan................................................................................27
B. Saran...........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma pada tulang belakang atau medula spinalis adalah cidera
mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis, akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang, seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Semua
trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat, sehingga
sejak awal pertolongan dan transportasi ke rumah sakit penderita harus
diperlakukan secara hati-hati trauma pada tulang belakang dapat mengenai
jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen, dan diskus tulang belakang
sendiri dan sumsum tulang
belakang. (Suzanne C. Smeltzer :2008).
Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan atau dibawahnya maka
dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan
fungsi defekasi dan berkemih. Cidera medulla spinalis diklasifikasikan sebagai
komplet dan tidak komplet. Cidera medulla spinalis adalah masalah kesehatan
mayor yang mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan
perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih
dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh cedera. Data
dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan
dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian
angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya
termasuk angka kejadian untuk cidera medulla spinalis yang berjumlah 20
orang (12,5%). Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan
pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi
belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor
osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).
(Medical Surgical Nursing, Charle :2008).

3
seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas : pneumonia
dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk
dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
cidera medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari
masalah yang paling buruk. (Medical Surgical Nursing, Charle :2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Trauma Tulang Belakang?
2. Apa etiologi Trauma Tulang Belakang?
3. Apa klasifikasi Trauma Tulang Belakang?
4. Apa manifestasi Klinis Trauma Tulang Belakang?
5. Bagamana prognosis Trauma Tulang Belakang?
6. Bagamana patofisiologi Trauma Tulang Belakang?
7. Apa komplikasi Trauma Tulang Belakang?
8. Apa saja penatalaksanaan Trauma Tulang Belakang
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada Trauma Tulang Belakang?
C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui definisi Trauma Tulang Belakang
2. Untuk mengetahui etiologi Trauma Tulang Belakang
3. Untuk mengetahui klasifikasi Trauma Tulang Belakang
4. Untuk mengetahui manifestasi Klinis Trauma Tulang Belakang
5. Untuk mengetahui prognosis Trauma Tulang Belakang
6. Untuk mengetahui patofisiologi Trauma Tulang Belakang
7. Untuk mengetahui komplikasi Trauma Tulang Belakang
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Trauma Tulang Belakang
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Trauma Tulang
Belakang

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Medula spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat
yang terletak didalam kanalis vetralis dan menjulur dari fenomena magnum ke
bagian atas region lumbalis. Trauma pada medula spinalis dapat bervariasi
dari trauma ektensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan secara

5
mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medula spinalis
dengan quadriplegia (Fransiska, 2008)
Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis,
vertebralis, dan lumbalis akubat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. Chairudin Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua trauma tulang
belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat sehingga sejak awal
pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus
diperlakukan secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai
jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen dan diskus, tulang
belakang, dan sumsum tulang belakang (Arif, 2008).

Gambar 1.1 Spinal Cord

Gambar 1.2
Function of Spinal
Cord

B.Etiologi
1. Kecelakaan di jalan
raya Olahraga
2.
Menyelam
3.
pada air

yang dangkal.
4. Luka tembak atau luka tikam
5. Jatuh dari pohon atau bangunan
6. Kecelakaan industri
7. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis
slompai, yang seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang
menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap
medulla spinalis dan akar mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun
non infeksi osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada
vertebra, singmelia, tumor infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit
vascular.

C. Klasifikasi

1. Stabil
a. Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra
torakolumbal umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik
tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan
penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama
beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap
paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik.
i. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi
Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini
stabil, dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan
pasien (analgetik dan korset) adalah semua yang dibutuhkan.
ii. Kompresi Vertikal
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis: (1)
protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura
ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi
nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori
yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit
neurologik tidak terjadi. Meskipun fraktura ”ledakan” agak stabil,
keterl ibatan neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke
dalam kanalis spinalis.
b. Tidak stabil
Fraktur mempengaruhi kemampuan untuk menggeser lebih jauh. Hal ini
disebabkan oleh adanya elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau
ekstensi yang cukup untuk merobek ligamen longitudinal posterior serta
4
merusak keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur pada fedekel dan
lamina, maupun oleh dilokasi sendi apofiseal.

B. Manifestasi Klinis
a. Neuron Motor Atas
i. Spastisitas otot, kemungkinan kontraktur
ii. Atrofi otot kecil atau tidak terjadi atrofi
iii. Hiperefleksia
iv. Kerusakan di atas tingkat otak akan mengenai bagian tubuh yang
berlawanan
v.
Neuron Motor Bawah
vi.
Flaksiditas otot
vii.
Atrofi otot
viii.
Kehilangan tonus otot
ix.
Hiporefleksia atau arefleksia
x.
Fasikulasi
xi.
Perubahan otot akan terjadi pada otot yang mendapat
persarafan oleh saraf tersebut – biasanya otot pada bagian yang
sama dengan lesi
b. Nyeri konstan dan tumpul serta bertambah berat yang menjalar ke
arah lateral dan bergerak ( fleksi ) atau bila ada kompresi dada ( bersin,
memeluk erat-erat ). Bila disertai nyeri pada perkusi tulang belakang
yang terkena
c. Kelemahan : khusunya pada otot yang letaknya proksimal dari
tungkai dalam pola upper motor neuron ( neuron motorik atas ),
walaupun distribusi pasti hilangnya kekuatan otot tergantung pada lokasi
kompresi. Reflek tendon profunda meningkat dan respons plantar adalah
ekstensor .
d. Sensori menurun / parestesia : asenden sampai atau tepat dibawah
dermatom setinggi persarafan yang mengalami kompresi
i. Ataksia : hilangnya propiosepsi ( kolumna posterior )
ii. Parestesi distal ekstremitas dan arefleksia
iii. Neuropati inflamatorik progresif yang
menyerupai polineuropati, dimielinisasi inflamatori kronis
e. Motorik :
Kerusakan UMN yang mengenai kedua kaki ( parestesia spastik ) atau
jika parah terkena keempat anggota gerak ( tetraparesis spastik ). Lesi
pada medula spinalis servikalis juga dapat menyebabkan paraparesis
spastik yang bersamaan dengan campuran gambaran LMN dan UMN
pada anggora gerak atas, karena kerusakan simultan pada medula spinalis
dan radiks saraf pada leher.
f. Sensorik
Sensasi kutaneus di bawah lesi terganggu
g. Otonom
i. Gangguan kandung kemih :
ii. Urgensi dan frekuensi berkemih
iii. Retensi Urin, inkontinensia dan kontipasi: gejala dari
disfungsi otonom.
iv. Mengeluh kontipasi
v. Disfungsi seksual terutama impotensi dan ereksi
vi.
C. Patofisiologis
pertama Columna vertebra berfungsi menyokong tulang belakang dan
melindungi modula spinalis serta syaraf-syarafnya. trauma medula spinalis
akibat columna vertebra atau ligment. Umumnya tempat cedara adalah pada
segmen C1 -2, C4-6 dan T11 – L2. trauma modula spinalis mengakibatkan
perdarahan pada gray matter medulla, edema pada jam-jam pasca
trauma.
Mekanisme utama terjadi cedera vertebra adalah karena hiperekstensi,
hiperfleksi trauma kompresi vertical dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi.
Cedera karena hiperekstensi paling umum terjadi pada area cerfical dan
kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi sampai deselerasi. Cedera akibat
hiperfleksi terjadi akibat regangan / tarikan yang berlebihan, kopresi dan
perubahan bentuk dan modula spinalis secara tiba-tiba. Trauma kopresi
vertical umumnya terjadi pada area thorak lumbal dari T12 – L2, terjadi akibat
kekuatan gaya sepanjang aksis tubuh dari atas sehingga mengakibatkan
kompresi medula spinalis kerusakan akar syaraf disertai serpihan vertebrata.
Kerusakan medula spinalis akibat kompersi tulang, herniasi disk,
hematoma, edema, regangan dari jaringan syaraf dan gangguan sirkulasi pada
spinal. Adanya perdarahan akibat trauma dari gray sampai white matter
menurunkan perfusi vaskuler dan menurunnya kadar oksigen mengakibatkan
iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut mengabatkan
edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan
kembali normal kurang lebih 24 jam. Perubahan kimia dan metabolisme yang
terjadi adalah meningkatnya asam laktat dalam jaringan dan menurunnya
kadar oksigen secara cepat 30 menit setelah trauma, meningkatnya kosentrasi
norepprinehine. Meningkatnya norepprinehine disebabkan karena evek
iskemia rupture vaskuler atau nekrosis jaringan syaraf.
Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal
shock). Jika terjadi keruskan secara transfersal sehingga mengakibatkan
pemotongan komplit rangsangan. Pemotongan komplit rangsangan
menimbulkan semua fungsi refloktorik pada semua sgemen dibawah garis
kerusakan akan hilang. Fase rejatan ini berlangsung beberapa minggu sampai
beberapa bulan (3-6 minggu)

D. Pemeriksaan Diagnostik
Setiap klien dengan trauma tulang belakang harus mendapat
pemeriksaan secara lengkap , meliputi :
a. Anamnesa
i. Anamnesa yang baik mengenai jenis trauma, apakah jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas, atau olahraga
ii. Diperhatikan adanya tanda-tanda trauma dan abrasi kepala bagian
depan yang mungkin disebabkan karena trauma hiperekstensi
b. Pemeriksaan Tulang Belakang
Dilakukan secara hati-hati dengan memeriksa mulai dari vertebra servikal
sampai vertebra lumbal dengan meraba bagian-bagian vertebra, ligamen,
serta jaringan lunak lainnya
c. Pemeriksaan Neurologis
Pada setiap trauma tulang belakang harus dilakukan pemeriksaan yang
teliti terhadap trauma yang mungkin menyertainya seperti trauma pada
kepala, toraks, rongga perut serta panggul
d. Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax
Mengetahui keadaan paru
e. Pemeriksaan CT Scan Vertebra
i. Untuk melihat fragmentasi, pergeseran fraktur dalam kanal spinal
ii. Untuk menentukan tempat luka
iii. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur
tulang, dan kanalis spinalis dalam potongan aksial
f. Pemeriksaan CT Scan dengan mielografi
g. Foto Polos Vertebra
Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang
melibatkan medulla spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di
sekitarnya.
h. MRI Vertebra
i. MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medulla
spinallis dalam sekali pemeriksaan
ii.
Untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
i. Sinar X Spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulang ( Fraktur atau dislokasi )
j. Analisa Gas Darah
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

E. Penatalaksanaan
Tiga fokus utama penanganan awal pasien cedera medula spinalis yaitu :
a. Mempertahankan usaha bernafas,
b. Mencegah syok dan
c. Imobilisasi leher (neck collar dan long spine board).
Selain itu, fokus selanjutnya adalah mempertahankan tekanan darah
dan pernapasan, stabilisasi leher, mencegah komplikasi ( retensi urin atau alvi,
komplikasi kardiovaskuler atau respiratorik, dan trombosis vena-vena
profunda).

1. Terapi Utama :
a. Farmakologi : Metilprednisolon 30 mg / kg bolus selama 15 menit,
lalu 45 menit setelah pemberian bolus pertama, lanjutkan dengan infus
5,4 mg/kg/jam selama 23 jam.
b. Imobilisasi :
1) Pemakaian kollar leher, bantal pasir atau kantung IV untuk
mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan
punggung bila memindahkan pasien
2) Traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi
penggunaan Crutchfield, Vinke, atau tong Gardner – Wellsbrace
pada tengkorak
3) Tirah baring total dan pakaian brace halo untuk pasien
dengan fraktur servikal ringan.
c. Bedah : Untuk mengeluarkan fragmen tulang, benda asing, reparasi
hernia diskus atau fraktur vertebrata yang mungkin menekan medula
spinalis; juga diperlukan untuk menstabilisasi vertebrata untuk
mencegah nyeri kronis.
d. Kortikosteroid dosis tinggi bisa mengurangi gejala
2. Radioterapi untuk mengurangi ukuran tumor adalah terapi pilihan
dan bisa mengurangi nyeri. Tenaga bisa membaik, namun perbaikan
paraplegia hanya terjadi pada 10-15%. Lapang radiasi mencangkup dua
ruas tulang belakang di tiap tepi lokasi kompresi ( lokasi rekurensi
tersering )
3. Pembedahan memiliki morbiditas dan mortalitas yang signifikan,
namun berperan pada kasus dengan instabilitas spinalis, adanya
perkembangan defisit neurologis selama radioterapi, kompresi pada area
yang pernah diradiasi ( medula spinalis pernah menerima dosis radiasi
maksimal yang bisa ditolerir ) atau penyakit yang radioresisten
4. Kemoterapi : kemoterapi sitoktoksik adalah terapi pilihan pada
anak-anak dengan tumor yang kemosensitif, dan sebagai terapi tambahan
selain radioterapi pada orang dewasa dengan penyakit kemosensitif. Terapi
endokrin bisa membantu pada kanker prostat dan kanker payudara
5. Fisioterapi sangat penting dalam memaksimalkan pulihnya fungsi
neurologis
6. Tindakan –tindakan untuk mengurangi pembengkakan pada
medulla spinalis dengan menggunakan glukokortikoid steroid intravena.

F. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Dan Terapi Pengobatannya


a. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
b. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : jaw
thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
c. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan
servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah
tulang belakang.
d. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen
(C1 - C7) dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi
dan rotasi), member lipatan selimut di bawah pelvis kemudian
mengikatnya.
e. Menyediakan oksigen tambahan.
f. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan
pulse oksimetri.
g. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
h. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan
pengaruh dari hipotensi dan bradikardi.
i. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
i. Berikan antiemboli
ii. Tinggikan ekstremitas bawah
iii. Gunakan baju antisyok.
j. Meningkatkan tekanan darah
i. Monitor volume infuse
ii. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
k. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi
jika terjadi gejala bradikardi.
l. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan
keparahan dari
poikilothermy.
m. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
n. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan
memulihkan spinal cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam
periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah kejadian.
o. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien.
p. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung
dan
kemungkinan aspirasi jika ada indikasi.
q. memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
r. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
s. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
t. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi
secara konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga
kesehatan.
u. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.
(ENA, 2000 ; 427).

G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat trauma tulang belakang yaitu :
a. Retensi urine, retensi urine atau perubahan kontrol kandung kemih
terjadi akibat otak tidak dapat mengontrol kandung kemih akibat cedera
susmsum tulang belakang.
b. Sensasi Kulit, cedera yangkehilangan sebagian atau semua kulit
menyebabkan berkurangnya sensasi kulit tertentu yang mengirimkan
pesan ke otak untuk rangsang panas atau dingin.
c. Komplikasi kardiovaskuler atau respiratorik, pada sistem
pernapasan akibat dari cedera tulang belakang kemungkinan komplikasi
yang ditumbulkan seperti resiko pnemoni atau masalah paru lainnya
d. Depresi, akibat dari cedera tulang belakang hidup dengan rasa sakit
yang berkepanjangan dan beberapa orang mengalami depresi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi
Nama, Umur, Alamat
b. Keluhan Utama
1) Kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas
2) Nyeri Tekan otot
3) Hiperparestesi tepat di atas daerah trauma
4) Mengalami deformitas pada daerah trauma
c. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang
akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan
industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan,
luka tusuk, atau luka tembak
2) Pengkajian yang didapat yaitu hilangnya sensibilitas,
paralisis ( dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensiblitas
yang total dan melemah/menghilangnya reflex profunda
3) Ileus paralitik
4) Retensi urin
5) Hilangnya reflex-reflex
d. Riwayat Penyakit Terdahulu
1) Adanya riwayat hipertensi
2) Riwayat cedera tulang belakang sebelumnya
3) DM
4) Penyakit Jantung
5) Anemia
6) Penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif dan konsumsi alkohol berlebihan

e. Riwayat Keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita
hipertensi dan DM
f. Pengkajian Psikososiospiritual
g. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta rspon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
1) Apakah ada dampak yang timbul pada klien yang timbul
seperti ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah ( gangguan body image )
2) Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah
memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang
mengalami cedera tulang belakang
3) Cedera tulang belakang memerlukan biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga
h. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis
dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya
hidup individu.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Pada cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran
2) Adanya perubahan pada tanda-tanda vital meliputi
brakikardi dan hipotensi

b. B1 ( Breathing )
1) Inspeksi
a) Klien batuk
b) Peningkatan produksi sputum
c) Sesak nafas
d) Penggunaan otot bantu nafas
e) Peningkatan frekuensi pernafasan
f) Terdapat retraksi interkostalis
g) Pengembangan paru tidak simetris
h) Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh dan
kesimetrisannya. Ketidaksimetrisan mungkin menunjukkan
adanya atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus,
fraktur tulang iga dan pneumotoraks. Pada observasi ekspansi
dada juga dinilai: retraksi dari otot-otot interkostal, subsernal,
pernafasan abdomen, dan respirasi paradoks. Pola nafas ini
dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf
parasimpatis
2) Palpasi
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thorax
3) Perkusi
Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma
pada torax/hemotoraks
4) Auskultasi
Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronki, pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien cedera tulang
belakang dengan penurunan tingkat kesadaran koma
c. B2 ( Blood )
1) Syok hipovolemik
2) TD menurun
3) Nadi brakikardi
4) Berdebar-debar
5) Pusing saat melakukan perubahan posisi
6) Brakikardi ekstremitas dingin atau pucat
d. B3 ( Brain )
1) Pengkajian Tingkat Kesadaran
a) Letargi
b) Stupor
c) Semikomatosa
d) Koma
2) Pengkajian Fungsi Serebral
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah dan aktifitas motorik klien. Pada klien yang
telah lama menderita cedera tulang belakang biasanya status mental
klien mengalami perubahan
e. B5 ( Bowel )
1) Ileus paralitik ( hilangnya bising usus, kembung, dan
defekasi tidak ada )
2) Pemeriksaan reflek bulbokavernosa didapatkan positif
3) Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan
asupan nutrisi yang kurang
4) Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada
tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukkan adanya dehidrasi
f. B6 ( Bone )
1) Disfungsi motorik ( kelemahan dan kelumpuhan pada
seluruh ekstremitas bawah )
2) Kaji warna kulit : warna kebiruan
3) Adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensori dan mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktifitas dan istirahat
B. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif
3. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan neurologis

C. Intervensi Keperawatan
NANDA NOC NIC

1. Pola Nafas Status Pernafasan: Monitor Respirasi


Tidak Efektif b.d Kepatenan Nafas
Hiperventilasi Indikator yang Aktivitas:
diharapkan : - Monitor jumlah,
- jumlah ritme, dan usaha
Definisi : inspirasi dan pernafasan diharapkan untuk bernafas
ekspirasi yang tidak
normal
memberikan ventilasi - Catat pergerakan
- ritme pernafasan dada,
yang adekuat.
diharapkan normal lihatkesimetrisan,pen
Data Obyektif : ggunaan otot bantu
- kedalaman
1. Airway nafas dan retraksi otot
pernafasan diharapkan
adanya desakan otot
normal supraklavikula dan
diafragma dan
interkostal
interkosta akibat - klien diharapkan
cedera spinal sehingga tidak mengalami - Monitor bunyi
mengganggu jalan sesak nafas lagi saat nafas
napas istirahat - Monitor pola
2. Breathing
Pernapasan dangkal, - klien diharapkan nafas: tachynea,
penggunaan otot-otot tidak menggunakan hiperventilasi, nafas
pernapasan, otot-otot pernafasan kusmaul,

pergerakan dinding dalam bernafas


dada Terapi Oksigen
- klien diharapkan
3. Circulation Aktivitas:
Hipotensi (biasanya tidak mengalami
sistole kurang dari 90 batuk lagi - Bersihkan mulut,
mmHg), Bradikardi, Tingkat hidung dan secret
trakea
Kulit teraba hangat Ketidaknyamanan - Pertahankan jalan
dan kering, Klien diharapkan mampu nafas yang paten
- Atur peralatan
Poikilotermi menghilangkan :
- Rasa nyeri oksigenasi
(Ketidakmampuan - Monitor aliran
- Rasa cemas
mengatur suhu tubuh, - Rasa stress oksigen
- Rasa takut - Pertahankan posisi
yang mana suhu tubuh
- Depresi pasien
bergantung pada suhu - Rasa gelisah - Onservasi adanya
lingkungan) tanda tanda
hipoventilasi
- Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital Sign
Monitoring Aktivitas:

- Monitor TD, nadi,


suhu, dan RR

- Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah

- Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri

- Auskultasi TD
pada kedua lengan
dan bandingkan

- Monitor TD, nadi,


RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas

- Monitor kualitas
dari nadi

- Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
- Monitor suara paru

- Monitor pola
pernapasan abnormal

- Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit

- Monitor sianosis
perifer

- Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)

2. Perfusi Jaringan Status Perfusi Jaringan Perawatan Sirkulasi


Perifer Tidak Efektif Perifer dan Cerebral Aktivitas:
Kriteria Hasil: - Cek nadi perifer
Definisi:
- Pengisisan - Catat warna kulit
pengurangan/penurunan
capilary refil dan temperatur
dalam sirkulasi darah ke
- Kekuatan pulsasi - Cek capilery refill
perifer yang bisa
perifer distal - Catat prosntase
menyebabkan gangguan
- Kekuatan pulsasi dema, terutama di
kesehatan/
perifer proksimal ekstremitas
membahayakan kesehatan
- Kesimetrisan pulsasi - Jangan mengelevasi
perifer proksimal tangan melebihi
Data Objektif : - Tingkat sensasi jantung
normal - Jaga kehangatan
 Circulation
Hipotensi (biasanya - Warna kulit normal klien

sistole kurang dari 90 - Kekuatan fungsi otot - Elevasi ekstremitas


mmHg), Bradikardi, - Keutuhan kulit yang edema jika
Kulit teraba hangat - Suhu kulit hangat dianjurkan , pastikan
dan kering, - Tidak ada edema tidak ada tekanan di
Poikilotermi perifer tumit
(Ketidakmampuan - Tidak ada nyeri pada - Monitor status
mengatur suhu tubuh, ekstremitas cairan, masukan dan
yang mana suhu keluaran yang
tubuh bergantung sesuaiMonitor lab Hb
pada suhu
Status Sirkulasi dan Hmt
lingkungan)
Kriteria: - Monitor perdarahan
 Disability
Kehilangan sebagian - Tekanan darah - Monitor status
atau keseluruhan dalam batas normal hemodinamik,
kemampuan bergerak, ( dbn ) neurologis dan tanda
kehilangan sensasi, - Kekuatan nadi vital
kelemahan otot dbn
- Rata – rata Monitor tanda vital
tekanan darah dbn Aktivitas :
- Tekanan vena -
sentral dbn Monitor tekanan
- Tidak ada darah, nadi, suhu dan
hipotensi ortostatik RR
- Tidak ada bunyi -
jantung tambahan
Catat adanya
- Tidak ada angina
fluktuasi tekanan
- Tidak ada
darah
hipotensi ortostatik
-
- AGD dbn
Monitor saat tekanan
- Perbedaan O2
darah saat klien
arteri dan vena dbn
berbaring, duduk dan
- Tidak ada suara
berdiri
nafas tambahan
-
- Kekuatan pulsasi
Ukur tekanan darah
perifer pada kedua lengan
- Tidak pelebaran dan bandingkan
vena -
Tidak ada edema Monitor TD, nadi,
perifer RR sebelum, selama
dan setelah aktivitas
-
Monitor frekuensi
dan irama jantung
-
Monitor bunyi
jantung
-
Monitor frekuensi
dan irama pernafasan
-
Monitor suara paru
-
Monitor irama nafas
abnormal
-
Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
-
Monitor sianosis
perifer

Monitor status
neurologi
Aktivitas: :
- Monitor ukuran,
bentuk, kesmetrisan
dan reaksi pupil

- Monitor tingkat
kesadaran
- Monitor tingkat
orientasi
- Monitor GCS
- Monitor tanda vital
Monitor respon pasien
terhadap pengobatan
3. Nyeri Akut b.d Nyeri Akut Manajemen nyeri
Gangguan Neurologis Hasil yang diharapkan : Aktivitas:
 Status
 Lakukan
Defenisi : pengalaman kenyamanan:fisik pengkajian nyeri secara
sensori dan emosional  Tingkat
komprehensif termasuk
yang tidak menyenangkan ketidaknyamanan
lokasi, karakteristik,
yang muncul akibat  Mengontr
durasi, frekuensi,
kerusakan jaringan yang ol rasa sakit
 Tinkat kualitas dan faktor
actual atau potensial atau presipitasi
nyeri
digambarkan dalam hal  Observasi reaksi
 Tingkat
kerusakan sedemikian nonverbal dari
stress
rupa. ketidaknyamanan
 Tanda-
tanda vital  Menggunaakan
Data Objektif: strategi komunikasi
Tingkatan Nyeri terapeutik untuk
 Exposure Hasil yang diharapkan: mengetahui mengalami
Adanya deformitas tulang  Melaporka
rasa sakit dan
belakang n nyeri
menyampaikan
Leher : Terjadinya  Persen
penerimaan respon
respon tubuh
perubahan bentuk tulang pasien terhadap nyeri.
 Frekuensi
servikal akibat cedera  Menetukan
nyeri
 Lamanya dampak dari pengalaman
nyeri nyeri pada kualitas
 Ekspresi hidup.
nyeri lisan
 Ekspresi wajah Pengaturan lingkungan :
saat nyeri kenyamanan
 Melindungi
 Bantu pasien dan
bagian tubuh yang
keluarga untuk mencari
nyeri dan menemukan
 Kegelisah dukungan
an  Kontrol
 Keteganga lingkungan yang dapat
n otot mempengaruhi nyeri
 Perubahan seperti suhu ruangan,
frekuensi pernafasan pencahayaan dan
 Perubahan
kebisingan
tekanan darah
 Kurangi faktor
 Perubahan ukuran
presipitasi nyeri
pupil
 Kaji tipe dan
 Berkering
at sumber nyeri untuk
 Hilangnya nafsu menentukan intervensi
makan  Ajarkan tentang
teknik non farmakologi:
Kontrol Nyeri napas dala, relaksasi,
 Recognize distraksi, kompres
lamanya nyeri hangat/ dingin
 Gunakan ukuran  Tingkatkan
pencegahan istirahat
 Penggunanaan  Berikan informasi
mengurangi nyeri tentang nyeri seperti
dengan non analgesic penyebab nyeri, berapa
 Penggunaan lama nyeri akan
analgesic yang tepat berkurang dan antisipasi
 Gunakan TTV
ketidaknyamanan dari
memantau perawatan
prosedur
 Laporkan
tanda/gejala nyeri pada
Self care assistance
tenaga kesehatan
professional  Monitor
 Gunakan sumber kemampuan klien
yang tersedia untuk perawatan diri
 Menilai gejala yang mandiri.
dari nyeri  Monitor kebutuhan
 Gunakan catatan klien untuk alat-alat
nyeri bantu untuk
 Laporkan bila kebersihan diri,
nyeri terkontrol berpakaian, berhias,
toileting dan makan.
 Sediakan bantuan
sampai klien mampu
secara utuh untuk
melakukan self-care.
 Dorong klien
untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai
kemampuan yang
dimiliki.
 Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
 Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien
tidak mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas
rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan
usia klien jika
mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

Positioning
 Menempatkan
pasien di tempat
tidur yang nyaman,
yang bersifat
terapeutik.
 Menyediakan
tempat tidur yang
kuat/kokoh.
 Menempatkan
pada posisi yang
terapeutik.
 Memposisikan
tubuh pasien dengan
tepat.
 Menghentikan atau
mendukung
pengaruh bagian
tubuh.
 Meningkatkan
pengaruh bagian-
bagian tubuh.
 Mencegah
terjadinya amputasi
pada posisi flexi.
 Memposisikan
pasien untuk
mengurangi dyspnea.
 Memberikan
tindakan
keperawatan untuk
mengurangi edema
seperti memberi alas
di bawah lengan.
 Memposisikan
pasien agar
pertukaran gas
menjadi lancar.
 Memberi dorongan
pada pasien untuk
melakukan latihan
secara aktif.
 Memberikan
bantuan pada leher
yang mengalami
trauma.
 Menggunakan
papan kaki pada
kasur.
 Kembali
menggunakan teknik.
 Memposisikan
saluran urin dengan
tepat.
 Memposisikan
pasien untuk
mencegah nyeri pada
luka.
 Menyanggah
punggung dengan
menggunakan
penopang punggung
dengan tepat.
 Meningkatkan
efek anggota badan
pada tingkat 20 atau
lebih di atas tingkat
jantung untuk
memperbaiki aliran
pembuluh balik.
 Memberikan
arahan pada pasien
tentang bagaimana
menggunakan postur
tubuh yang baik
ketika melakukan
kegiatan.
 Mengontrol
penggunaan alat
penarik yang tepat.
 Mempertahankan
posisi dan integritas
daya tarik.
 Meninggikan
tempat tidur pada
posisi kepala.
 Membalikkan
tubuh pasien dengan
memperhatikan
kondisi kulit.
 Mengistirahatkan
pasien setidaknya
setiap 2 jam sesuai
jadwal.
 Menggunakan alat
yang tepat untuk
menopang
tungkai/lengan.
 Menempatkan
pasien pada tempat
yang mudah dicapai.
 Penempatan
tempat tidur-tombol
yang mudah
dijangkau.
 Tempatkan lampu
tanda panggilan yang
mudah dilihat.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis. Penyebabnya antara
lain trauma dan kelainan pada vertebra (seperti atrofo spinal, fraktur patologik,
infeksi, osteoporosis, kelainan congenital, dan gangguan vascular). Instabilitas
pada vertebra mengakibatkan penekanan saraf di medulla spinalis sehingga
terjadi gangguan. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi organ-organ yang
hipersarafi yaitu usus, genetalia, urinaria, rectum, dan ekstremitas bawah.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mencegah akibat lanjut dari cedera tersebut

B. Saran
Setelah membaca makalah ini semoga pembaca disarankan lebih
berhati-hati dalam menjaga kesehatan untuk menghindari terjadinya cedera
tulang belakang. Khususnya kepada mahasiswa keperawatan yang telah
mempelajari apa saja yang dapat menimbulkan terjadinya cedera tulang
beakang. Harapanya tentunya lebih tahu dan akan lebih safety untuk
mencegah terjadinya cedera tulang belakang ini. Karena kelak mahasiswa
keperawatan tidak hanya memperhatikan kesehatan dirinya sendiri namun
akan memperhatikan kesehatan orang lain (kliennya).
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fansisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Mayo Clinic Staff (2014). Spinal Cord Injury (online).
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/spinal-
cordinjury/basics/complications/con-20023837. (5 mei 2015).
Dewantoro, George dkk. 2007. Panduan Praktis Diagnosis & Tata laksana
penyakit saraf. Jakarta : EGC
Standar perawatan pasien; proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi / Susan
Martin Tucker... ( et al ) ; alih bahasa, Yasmin Asih ... ( et al ) ; editor,
Monica Ester.- Ed. 5 – Jakarta : EGC, 1998
Panduan praktis diagnosis & tata laksana penyakit saraf / penulis, George
Dewanto ... ( et al. ). Jakarta : EGC, 2009.
Ginsberg, Lionel. 2008. Neurologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
Susan , Martin Tucker ( 1998 ). Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Muttaqin Arif ( 2008 ). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
McCloskey, Joanne C, dkk. 2009. Nursing intervetion Classification (NIC). USA:
Mosby
Wiley, dkk. 2009. Nursing Diagnoses: Defenitions & Classification. USA: Mosby
Moorhead, Sue, dkk. 2009. Nursing Outcomes Classifications (NOC). USA:
Mosby
Wikipedia, the free encyclopedia, 2009, Spinal cord injury, (Online), (http://en.wikipedia.
org/wiki/Triage, Diakses pada tgl 20 Februari 2013)
http://www.scribd.com/doc/29163472/asuhan-Keperawatan-pada-klien-dengan-
cidera-medula-spinalis diakses tgl 20 Februari 2013
Error! Hyperlink reference not valid. diakses tgl 20 Februari 2013
http://www.fik.ui.ac.id/pkko/files/UTS_SIM_2011.pdfLAMPIRAN

Pathway
Trauma mengenai tulang belakang

Cedera kolumna vetebralis, Cedera medulla spinalis

Kerusakan jalur sipatetik desending Perdarahan mikroskopik Blok saraf para

Terputus
Kehilangan kontrol tonus vasomotor jaringan
persyarafan saraf ke
simpatis medula Re
jantung nalisaksi Kelumpuhan otot pe
peradangan spi

Syok spinalema
Ed pembengkakansi
Reak Iskemia dan hipo
anestetik

Respons nyeri hebat


Penekanan dan
sarafakutn
Ileus paralitik, pembuluhfungsi
da gangguan darah rektum, dan kandung
GANGGUAN PO
L Paralisis dan paraplegi

Reflek spinal hipoventilas

Aktivasi sistemHAMBATAN
saraf simpatisMOBILITAS PENU GANGGUAN
FISIK RUNAN PERFUSI ELI
JARINGANMINASI URIN
NYERI
Gagal napa

Kontriksi pembuluh darah kematia


Kelemahan fisik umum
Disfung si persepsi spasial dan kehilangan
Penurunan tingkat sadaran
sensori ke
koma
Risiko infark pada miokard
RISIKO TRA

PERUB
TANHAN
DIRIPERSEPSI S ENSORIK
Penekanan Kemampuan
jaringan rang mobilitas
batuk menurun, DEFISIT PERAWA fisik
A GANGGUAN
setempat ku PERUB.PROS
Kecemasan
K
dekubitus Asupan
KOPINGnutrisi tidak adekua t EFEKTIF
INDIVIDU
TIDA
RISIKO
RISIKO KETIDAKEFEKTIFANBERSIHAN KETIDAKPA UHAN TERHADAP
JALAN
NAFAST PENATAL
RISIKO TERHADAP KERUSAKAN INTEGRITAS
KULIT
KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI

Anda mungkin juga menyukai