Anda di halaman 1dari 14

RANGKUMAN MATA KULIAH (RMK)

PERENCANAAN PAJAK
PERTEMUAN 9
“LAPORAN KEUANGAN FISKAL”

Disusun oleh:
1. Dhimas Ilham Agus Santoso F0318037
2. Lanang Galih Prasetyo F0318071
3. Yustia ‘aini Salsabila F0318116

S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
A. Standar Akuntansi Keuangan
Dalam kerangka dasar Standar Akuntansi Keuangan (SAK) disebutkan bahwa
tujuan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja, serta perubahaan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama
sebagian besar pengguna. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan
semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan
ekonomi karena secara umum mengambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di
masa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan.

1. Penghasilan
Penghasilan (income) adalah penambahan aset atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
kontribusi penanaman modal. Penghasilan meliputi pendapatan (revenues) dan
keuntungan (gains). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas
perusahaan yang biasa dikenal dengan berbagai sebutan yang berbeda seperti
penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royati, dan sewa.
Pendapatan timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi berikut ini:
a. Penjualan barang meliputi barang yang diproduksi oleh perusahaan
untuk dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali.
b. Penjualan jasa biasanya menyangkut pelaksanaan tugas yang secara
kontraktual telah disepakati untuk dilaksanakan selama suatu periode
waktu yang disepakati oleh perusahaan, jasa tersebut dapat diserahkan
selama satu periode atau lebih.
c. Penggunaan aset perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan
bunga, royalty, dan dividen.
1) Bunga, pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas atau
jumlah terutang kepada perusahaan.
2) Royalti, pembebanan untuk penggunaan aset jangka panjang
perusahaan, misalnya patenm merek dagang, hak cipta, dan peranti
lunak (software) computer.
3) Dividen, distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai
dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu.
Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diteriama
atau yang dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi
biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dengan pembeli atau
pengguna aset tersebut. Pada umumnya, imbalan tersebut berbentuk kas atau
satara kas.

2. Biaya
Biaya (cost) adalah semua pengurang terhadap penghasilan. Sehubungan
dengan periode akuntansi pemanfaatan pengeluaran dipisahkan antara
pengeluaran atau belanja modal (capital expenditure), yaitu pengeluaran yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan dicatat sebagai aset,
dan pengeluaran penghasilan (revenue ecpenditure), yaitu pengeluaran yang
harus dicatat sebagai beban.
Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode
akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya
kewajiban yang menyebabkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut
pembagian kepada penanam modal.
Beban juga mencakup kerugian yang belum direalisasi, misalnya
kerugian yang timbul dari pengaruh selisih kurs mata uang asing. Beban diakui
dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang
timbul dan penghasilan tertentu yang diperoleh.
Jika manfaat ekonomi yang timbul lebih dari satu periode akuntansi
dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas
atau tidak langsung maka beban yang diakui berdasarkan alokasi yang
rasional dan sistematis. Misalnya, pengakuan eban yang berkaitan dengan
penggunaan aset tetap, goodwill, paten, dan merek dagang. Beban ini dikenal
dengan beberapa istilah, yaitu penyusutan, depresiasi.

B. Peraturan Perpajakan Indonesia

1. Penghasilan
Menurut pasal 4 ayat 1 Undang-undang pajak penghasilan, penghasilan
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun di luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, temasuk hal-hal
berikut ini:
a. Penggantian atau imbalan yang berjenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, grafikasi, uang pension, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang
ini.
b. Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk
hal- hal berikut ini:
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal.
2) Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan beban
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota.
3) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan
social, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan
usaha, pekerjaanm pemilihan atau pengusaaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi.
h. Royalti.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Keuntungan
karena selisih kurs mata uang asing.
l. Selisih lebih karena penilaian kembali aset.
m. Premi asuransi.
n. Iurang yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri atas wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas.
o. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
p. Imbalan bungasebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
q. Surplus Bank Indonesia.
Sedangkan dalam pasal 4 ayat 2 ada penghasilan-penghasilan tertentu
yang diatur secara final sebagai berikut.

a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi


dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivativeyang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dam/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan.
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
peraturan pemerintah.

Di samping itu, ada penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak sebagai
berikut.
a. Bantuan atau sumbangan dan harta hibahan
1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat
yang berhak atau sumbangan keagmaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
peraturan pemerintah.
2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengsn usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau pengusaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
b. Warisan.
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
d. Penggantian atau imbalan sumbangan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau pemerintah.
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa.
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sabagai wajib pajak dalamnegeri, koperasi, badan usaha milik
daerah.
g. Iuaran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendirinya telah
disahkan, mentri keuangan.
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension
sebagaimana dimaksud pada nomor 7, dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan keputusan Mentri Keuangan.
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak bagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan,firmadankongsi termasuk pemegang untit peryertaan
kontrak investasi kolektif.
j. Pengahsilan yang diterima atau diperoleh perusahaan moal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirakan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,dengan syarat badan
pasangan usaha terbsebut :
k. Merupakan perusahaan mikro,kecil,menengah,atau yang menjalankan
usaha atau kegiatan dalam sector” usaha yangdi atur dengan atau
berdasarkan peraturan mentri keuagan.
l. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia.
m. Beasiswa yang memenuhi syarat persyaratan tertentu yang ketentuanya
diatur lebih lanjut dengan atau beradasarkan peraturan Mentri
Keuangan.
n. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dana tau bidang penilitian dan
pengembangan,yang telahterdaftar pada instansi yang
membidangnya,yang jangka waktu paling lama 4 tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut,
o. yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan
Mentri Keuangan.
p. Bantuan atau satuan yang dibayarkan oleh Badan penyelanggara
Jaminan sosial kepada wajib pajak tertnetu, yang ketetntuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan.

C. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Akuntansi dengan Laporan Keuangan Fiskal

Laporan Keuangan Koreksi Laporan Keuangan


Komersial Fiskal Fiskal

Rekonsiliasi fiskal pada hakikatnya adalah merupakan proses untuk


mendapatkan angka laba fiskal atau laba kena pajak dengan melakukan penyesuaian-
penyesuaian terhadap laba komersial atau laporan laba rugi. Proses rekonsiliasi fiskal
ini umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak yang berbentuk perusahaan. Rekonsiliasi
yang dilakukan akan menghasilan koreksi fiskal yang akan mempengaruhi besarnya
laba kena pajak serta Pajak Penghasilan (PPh) terutang. Rekonsiliasi dilakukan
terhadap pos-pos biaya dan pos-pos penghasilan dalam Laporan keuangan
Komersial, antara lain :
1. Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Final.
2. Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
3. Wajib Pajak mengeluarkan biaya-biaya yang sebenarnya tidak boleh
menjadi pengurang penghasilan bruto
4. Wajib pajak menggunakan metode pencatatan yang berbeda dengan
ketentuan pajak
5. WP mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan bersama-sama untuk
mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh Final atau pendapatan
yang bukan Objek Pajak serta pendapatan yang dikenakan PPh non Final

1. Koreksi Fiskal
Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh
adanya perbedaan pengakuan metode, manfaat, dan umur, dalam menghitung
laba secara komersial atau dengan secara fiskal. Koreksi fiskal dilakukan
karena adanya perbedaan antara laba atau rugi menurut perhitungan akuntansi
komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), maka sebelum
menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi
komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu
membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi
SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal.
Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap
biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).

2. Jenis – Jenis Koreksi Fiskal


Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis – jenis perbedaan antara
akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 TAHUN 1994
dan UU Nomor 17 Tahun 2000). Secara umum terdapat dua perbedaan
pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial
dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal,
yaitu:
a. Beda Tetap
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-
undang PPh yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang
dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak
berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi
karena :
1) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan
menurut Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan,
contohnya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi,
Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari
cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU
PPh).
2) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan
menurut Undang-undang PPh telah dikenakan PPh Final,
contohnya:
a) Bunga Deposito dan Tabungan lainnya
b) Penghasilan berupa hadiah undian
c) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/ atau bangunan,
d) Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan
e) Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
f) dan sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi
karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan
menurut Undang- undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat
mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
1) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
a) yang bukan objek pajak
b) yang pengenaan pajaknya bersifat final
c) yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan
penghasilan
2) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan
3) Pajak Penghasilan
4) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
5) Biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat
dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh)
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi
negatif atau koreksi positif. Koreksi negatif artinya penghasilan yang
diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi
baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah
dikenakan PPh final, menyebabkan laba kena pajak berkurang yang
akhirnya akan menyebabkan PPh terutang lebih kecil. Sedangkan
koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif
artinya biaya yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara
fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak bertambah
yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang menjadi lebih besar.

b. Beda Waktu
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-
undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang
dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak
berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu
terjadi karena :
Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun.
Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai
dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with
revenue. Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut
harus diakui sekaligus pada saat diterima.
Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
1) Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang
PPh metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis
lurus dan saldo menurun
2) Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-
undang PPh metode penilaian persediaan yang diperbolehkan
hanya metode rata-rata dan FIFO
3) Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang
Penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk
usaha-usaha tertentu dan sebagainya
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi
positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi
negatif pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan
menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif
tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan
berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan
koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode
yang digunakan.
1) Koreksi Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya
pengurangan biaya yang telah diakuai dalam laporan laba rugi
secara komersial menjadi semakin kecil apabila dilihat secara
fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan
Penghasilan Kena Pajak. koreksi fiskal positif diantaranya:
a) Biaya yg dikeluarkan untuk kepentingan pemegang
saham
b) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
c) Pengeluaran dalam bentuk natura
d) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kpd
pemegang saham
e) Sumbangan atau bantuan
f) Pajak Penghasilan
g) Sanksi administrasi (Pajak)
h) Penyusutan/amortisasi
i) Dan lain - lain
2) Koreksi Negatif
Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan
adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba
rugi secara komersial sehingga semakin besar apabila dilihat secara
fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya pengurangan
Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal negatif diantaranya:
a) Penyusutan/amortisasi
b) Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
c) Dan lain - lain
Penyustan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif
tergantung hasil perhitungan apa lebih besar atau malah lebih kecil.
Untuk lebih mendalami koreksi fiskal kita dapat juga membaca
laporan audit akuntan publik atas laporan keuangan suatu
perusahaan. Setiap perusahaan akan mempunyai pos yang berbeda
atas koreksi fiskalnya.

D. Teknik Rekonsiliasi Fiskal


Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut
fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan
tersebut dari penghasilan menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba
menurut akuntansi.
2. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut
fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan
tersebut pada penghasilan menurut akuntansi, yang berarti menambah laba
menurut akuntansi.
3. Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui
sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan
dengan mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari biaya
menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
4. Jika suatu biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui
sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan
dengan menambahkan sejumlah biaya atau pengeluaran teersebut pada biaya
menurut akuntansi yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.

E. Format Rekonsiliasi Fiskal Contoh format Rekonsiliasi Fiskal.


Laba menurut Laporan Keuangan komersial Rp xxx
Koreksi Positif (Ditambah)
Pengeluaran yg tidak dapat dikurangkan Rp.xxx
Pengeluaran berkaitan penghasilan yang bukan objek pajak Rp xxx
Pengel. berkaitan pengh. yg telah dikenakan pjk brsfat final Rp xxx
Beda penghitungan antara PSAK dan PPh Rpxxx.
Total koreksi positif Rp.xxx
Koreksi Negatif (Dikurangi)
Penghasilan yang bukan objek pajak Rpxxx
Penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final Rp xxx
Beda penghitungan antara PSAK dan PPH Rp xxx
Total koreksi negatif Rp.xxx

Penghasilan Kena Pajak menurut fiskal Rp.xxx

Pph terutang Rp.xxx

Laba setelah PPh Rp.xxx

Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi positif apabila:


a. Pendapatan menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi atau
suatu penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut
akuntansi.
b. Biaya atau pengeluaran menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut
akuntansi atau suatu biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut fiskal
tetapi diakui menurut akuntansi
Perbedaan diakui sebagai koreksi negatif apabila:
a. Pendapatan menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut akuntansi atau
suatu penghasilan tidak diakui menurut fiskal (bukan objek pajak) tetapi
diakui menurut akuntansi.
b. Biaya atau pengeluaran menurut fiskal lebih besar dari pada menurut
akuntansi atau suatu biaya atau pengeluaran diakui menuruttt fiskal
tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
c. Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.
Kesimpulan
Rekonsiliasi Fiskal, yaitu suatu mekanisme untuk menyesuaikan laporan
keuangan komersial perusahaan menjadi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku. Rekonsiliasi yang dilakukan akan menghasilan koreksi fiskal yang akan
mempengaruhi besarnya laba kena pajak serta Pajak Penghasilan (PPh) terutang.
Koreksi fiskal dilakukan karena adanya perbedaan antara laba atau rugi menurut
perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiscal (berdasarkan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000).

Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara; Jika suatu penghasilan diakui
menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, maka kurangkan sejumlah
penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi, begitupun sebaliknya, dan
Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai
pengurang penghasilan bruto menurut fiskal rekonsiliasi dilakukan dengan
mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari biaya menurut
akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi, begitupun sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai