! Esai ini didasarkan alas makalah yang disajikan pada Seminar 'Access to Legal
Information ', BPHN, Jakarla. 22-23 Agus(us 2000. Seminar rersebut diselenggarakan oleh
BPHN dalam rangka kerja 5ama dengan Centre for Imernational Legal Cooperation
(CILC), Leiden, Negeri Belanda, dan dibiayai oleh Koninklijke Nederlandse Akademi
voor Wetenschappen (KNAW).
penting bagi yuris dan hukum, pada akhirnya dianggap sekedar alat.
sarana.
Demikianlah gagasan tradisional mengenai peranan bahasa dalam
hukum, seperti telah dirumuskan dalam banyak bahasa. Sekarang sudah
diakui, bahwa gagasan itu tidak tepat. Bahasa bukan sekedar alat atau
sarana, tetapi inti dan struktur hukum sendiripun adalah bahasa. Atau,
menggunakan kutipan yang sudah banyak dipakai: bahasa bukan hanya
pakaian hukum, tetapi badan yang sesungguhnya daripada hukum itu. !
Pekerjaan ahli hUkum adalah mengolah bahasa, da lam ani membuat dan
menafsirkan teks - misalnya , membuat surat gugatan atau memori kasasi.
putusan hakim, penafsiran aturan perundang-undangan atau perjanjian.
Dan hanya dari sudut pandang tertentu saja. bahasa boleh dianggap
sebagai alat atau 100/ ahli hukum, artinya dapat dikuasainya dan
dipergunakannya sebagai alaI. Sebaliknya, dari sudut lain. yang
sebenarnya dikuasai ialah ahli hukum: bukankah dia yang dididik menaati
adat istiadat pekerjaan advokat, hakim, atau penasehat hukum , termasuk
bahasa dan peristilahan yang bersangkutan? Dia tidak be bas menciptakan
bahasanya dengan sekehendak hati, tetapi tergantung, terikat dan
dikendalikan oleh kebiasaan berbahasa. Kesimpulannya, hukum dan
bahasanya tidak bisa dipisah seperti tukang dan alatnya . Akan tetapi ,
walaupun gagasan ini sekarang sudah diterima, konsepsi bahasa sebagai
alat dan sarjana hukum sebagai penggunanya masih sering ditemukan
dalam tulisan tentang bahasa dan hukum ,
27 tahun yang silam telah diadakan simposium di Medan tentang
bahasa dan hukum 3 Simposium itu , yang diselenggarakan oleh BPHN
dengan Universitas Sumatera Utara, merupakan pertemuan ilmiah pertama
khusus tentang bahasa hukum. Simposium diketuai oleh almarhum Prof.
Mahadi, pada waktu itu guru besar pada USU yang sudah lama berminat
pada bahasa Indonesia. Penyaji makalah berasal dari kalangan hukum ,
yaitu Mahadi, St. Mohamad Syah, Busthanul Arifin, dan J.N. Siregar,
dan pembicara dari kalangan bahasawan, yaitu St. Takdir Alisjahbana,
Anton M. Moeliono , Sabaruddin Ahmad, dan Rudjiati Muljadi. Tujuan
simposium ialah meningkatkan keseragaman bahasa hukum dan
peristilahan hukum , dan memperbaiki kemampuan berbahasa Indonesia
hukum '.' Salah satu saran ialah pembentukan 'suatu wadah yang secara
terus menerus menangani (peninjauan kembali tulisan hukum) yang dibina
oleh BPHN bersama-sama dengan Lembaga Bahasa Nasional berdasarkan
pola kerja tertentu .'
Pember ian perhatian kepada bahasa dan peristilahan hukum sudah
sering dilakukan. Oi banyak negara, termasuk BeJanda, bahasa hukum
kadang-kadang merupakan topik keprihatinan . Keluahan yang paling
banyak diucapkan ialah tentang ketidakjelasan teks hukum bagi kalangan
awam. Selama abad ke-19 dan ke-20, diskusi tentang mungkin tidaknya
teks hukum bisa dimengerti oleh para pencari keadilan kerap kali
diadakan. Namun jawaban definitif atas pertanyaan yang merupakan
pokok diskusi itu belum diberikan. Apa yang luar biasa ialah betapa
seringnya topik bahasan hukum dibahas, bukan hanya oleh para pencari
keadilan atau ahli bahasa, tetapi juga oleh ahli hukum yang terkemuka.
termasuk menteri kehakiman.
Saya pikir ada dua sebab. Pertama menurut pendapat saya ialah
bahwa sebab utama dari masalah yang paling banyak disebm, yaitu
ketidakseragaman bahasa dan peristilahan hukum, belum diidentifikasi
dengan tepat. Sebab utama masalah ini, saya pikir, ialah vers i resmi
sebagian perundang-undangan yang berlaku di Indones ia tidak bisa
dimengerti lagi oleh kebanyakan kaum ahli hukum. karena masih
berbahasa Belanda. Apabila contoh-contoh yang telah diberikan se lama
simposium '74 maupun dalam tulisan tentang bahasa hukum sesudahllya
ditelaah dengan terinei , kebanyakan ternyata mellgenai terjemahan istilah
dan teks hukum Belanda. Seakan-akan sebagian dinding-dinding bangunan
hukum Indonesia semakin kurang dipercayai oleh penghuninya. karena
konstruksinya tidak dikenal lagi. Apa yang dilakukan adalah bukan
menguji coba dinding lama (hukum dalam bahasa Belanda). lalu
membongkar apa yang tidak dianggap perlu lagi, namun membuat
semakin banyak terjemahan-terjemahan baru sebagai tiang penyangga.
Selama berlaku perundang-undangan berbahasa asing yang tidak hisa