Anda di halaman 1dari 9

Penanganan Permasalahan Bahasa Dalam Pembillaan Hukum Indonesia 207

PENANGANAN PERMASALAHAN BAHASA


DALAM PEMBINAAN HUKUM INDONESIA!
Ab Massier

SelaflUl hampir 50 tahun, bahasa dan


perisrilahan hukum di Indonesia telah
mendapat perhatian kalangan bahasawan dan
ahfi hukum. Langkah-langkah yang telah
dilakukan belum berhasil memecahkan
masalah yang telah diko/lStatasi, seperti
ketidakseragaman bahasa dan perisrilahan.
Dalam fIUlkalah i ni dikemukakan dua cara
untuk memecahkan masalah yang ada.
Pertama, sumber utama keanekaragaman
isriiah hukum, yaitu banyaknya rerjemahan-
rerjemahan perundang-undangan yang tidak
resmi, perlu diganti oleh terjemahan resmi
yang diberlakukan sebagai pengganti teks
Belanda. Kedua, diperlukan penyebaran keinsyafan bahwa bahasa
bukan sesuatu yang bisa ditangani seakan-akan terlepas dari hukum itu.

Topik bahasa dan peristilahan hukum atau bahasa dalam rangka


tata hukum biasanya d ianggap pokok yang marjinal kalau dilihat daii
sudut ilmu hukum. Di Indonesia, Belanda, Amerika Serikat maupun di
Perancis, karangan tentang bahasa dalam bidang hukum pada umumnya
dianggap sebagai topik selingan. Bahasa dianggap sebagai alat untuk apa
yang dianggap sebagai makanan utama, yaitu hukum, yang [erdiri atas
pengertian atau konsep. Walaupun bahasa diakui sebagai sesuatu ya!!g

! Esai ini didasarkan alas makalah yang disajikan pada Seminar 'Access to Legal

Information ', BPHN, Jakarla. 22-23 Agus(us 2000. Seminar rersebut diselenggarakan oleh
BPHN dalam rangka kerja 5ama dengan Centre for Imernational Legal Cooperation
(CILC), Leiden, Negeri Belanda, dan dibiayai oleh Koninklijke Nederlandse Akademi
voor Wetenschappen (KNAW).

Nomor 3 Tahun XXXI


208 Hukum dan Pembangullan

penting bagi yuris dan hukum, pada akhirnya dianggap sekedar alat.
sarana.
Demikianlah gagasan tradisional mengenai peranan bahasa dalam
hukum, seperti telah dirumuskan dalam banyak bahasa. Sekarang sudah
diakui, bahwa gagasan itu tidak tepat. Bahasa bukan sekedar alat atau
sarana, tetapi inti dan struktur hukum sendiripun adalah bahasa. Atau,
menggunakan kutipan yang sudah banyak dipakai: bahasa bukan hanya
pakaian hukum, tetapi badan yang sesungguhnya daripada hukum itu. !
Pekerjaan ahli hUkum adalah mengolah bahasa, da lam ani membuat dan
menafsirkan teks - misalnya , membuat surat gugatan atau memori kasasi.
putusan hakim, penafsiran aturan perundang-undangan atau perjanjian.
Dan hanya dari sudut pandang tertentu saja. bahasa boleh dianggap
sebagai alat atau 100/ ahli hukum, artinya dapat dikuasainya dan
dipergunakannya sebagai alaI. Sebaliknya, dari sudut lain. yang
sebenarnya dikuasai ialah ahli hukum: bukankah dia yang dididik menaati
adat istiadat pekerjaan advokat, hakim, atau penasehat hukum , termasuk
bahasa dan peristilahan yang bersangkutan? Dia tidak be bas menciptakan
bahasanya dengan sekehendak hati, tetapi tergantung, terikat dan
dikendalikan oleh kebiasaan berbahasa. Kesimpulannya, hukum dan
bahasanya tidak bisa dipisah seperti tukang dan alatnya . Akan tetapi ,
walaupun gagasan ini sekarang sudah diterima, konsepsi bahasa sebagai
alat dan sarjana hukum sebagai penggunanya masih sering ditemukan
dalam tulisan tentang bahasa dan hukum ,
27 tahun yang silam telah diadakan simposium di Medan tentang
bahasa dan hukum 3 Simposium itu , yang diselenggarakan oleh BPHN
dengan Universitas Sumatera Utara, merupakan pertemuan ilmiah pertama
khusus tentang bahasa hukum. Simposium diketuai oleh almarhum Prof.
Mahadi, pada waktu itu guru besar pada USU yang sudah lama berminat
pada bahasa Indonesia. Penyaji makalah berasal dari kalangan hukum ,
yaitu Mahadi, St. Mohamad Syah, Busthanul Arifin, dan J.N. Siregar,
dan pembicara dari kalangan bahasawan, yaitu St. Takdir Alisjahbana,
Anton M. Moeliono , Sabaruddin Ahmad, dan Rudjiati Muljadi. Tujuan
simposium ialah meningkatkan keseragaman bahasa hukum dan
peristilahan hukum , dan memperbaiki kemampuan berbahasa Indonesia

l St. Takdir Alisjahbana. 'Beherara sumbangan pikiran menuju ke arah pemhentukan


pemakaian hahasa yang haik' , Simposium Bahasa da" Hukum , Bandung: I3inal:ipta. 1976
(eet. Kedua) , hal. 32.
3 Simposium Ba hasa dan Hukulll, Medan/Prapat 25-27 Novembe r 1974 .

Ju/i - Seplember 2001


Penanganan Permasalahan Bahasa Dalam Pembinaan Hukum Indonesia 209

mahasiswa fakultas hukum dan sarjana hukum, baik pada universitas


maupun di dalam praktek hukum. Pidato pembuka simposium diberikan
oleh Prof. DR. Mochtar Kusuma Atmadja, menteri kehakiman waktu itu.
Dalam pidatao beliau, perhatian diberikan pad a dua masalah mengenai
keadaan bahasa hukum waktu itu . Masalah pertama ia lah adanya pendapat
yang amat berbeda tentang norma yang hendak dipenuhi oleh bahasa
hukum, khususnya antara sebagian para ahli hukum dan para ahli bahasa.
Di satu pihak, ada ahli bah as a yang menolak adanya ragam bahasa hukum
yang tersendiri, artinya bahasa dalam teks-teks yuridis seharusnya sepert i
bah as a umum saja. Di lain pihak, ada ahli hukum yang berpendapar
bahwa kaum yuris diperbolehkan kurang lebih mengabaikan kaidah bahasa
Indonesia yang umum karena sifat khusus teks yuridis dan persyaratan
yang hendak dipenuhi teks itu. Di antara kedua pendapat yang agak
ekstrim ini, ada banyak orang , bahasawan maupun ahli hukum, yang
prihatin tentang kualitas bahasa Indonesia yang sudah biasa dalam teks
bidang hukum dan banyaknya ketidakjelasan dalam teks itu. Masalah
kedua yang digarisbwahi oleh Prof. Mochtar adalah ketidakseragaman
yang ditemukan dalam peristilahan hukum. Sebab yang dikemukakan oleh
beliau ialah banyak panitia, instansi, dan orang yang sejak tahun 40-an
mengeluarkan daftar istilah hukum atau menggunakan istilah buatan
sendiri dalam karangan mereka, sebagai terjemahan istilah Belanda yang
sebelumnya dipakai.
Di samping kedua permasalahan di atas, menteri kehakiman
menunjuk pad a konflik antar generasi hukum. Ada ahli hukum angkatan
40-an dan 50-an, yang terkenal dan berpengaruh luas, yang belum
melepaskan bahasa hukum mas a lama, yaitu bahasa Belanda . Manurut ahli
hukum ini, pengajian hukum secara ilmiah pada tingkat terakhir
hendaknya didasarkan pad a buku-buku pedoman hukum masa lampau,
yaitu berbahasa Belanda. Ahli hukum tersebut berpendapat bahasa
Indonesia kurang mantap dan kurang berkembang untuk clapat
dipergunakan sebagai hahasa pengantar dalam hukum modern . Dalam
pidato pembukaan, menteri kehakiman menyatakan berpihak pad a kaum
ahli hukum yang hendak memakai bah as a Indonesia, baik karena
pengetahuan bah as a Belanda terus menyusut maupun karena hanya bahasa
Indonesia yang pantas digunakan sebagai bahasa dalam pembinaan hukum
nasiona!. Dan kekurangsempurnaan yang masih ada dalam bahasa
Indonesia justru merupakan alasan untuk tetap menggunakan bahasa itu,
karena hanya penggunaaan dalam praktek dapat menghasilkan bahasa
hukum yang lengkap.

Nomor 3 Tahun XXXI


210 Hukum dan Pembangunan

Kekurangsempurnaan bahasa dan peristilahan hukum yang


diajukan dalam makalah-makalah beraneka ragam . Ada keluhan tentang
tidak dipenuhinya atau kelalaian dalam penetapan kaidah-kaidah bahasa
Indonesia, ada keluhan tentang panjangnya dan rumitnya kalimat-kalimar
dalam teks yuridis seperti perundang-undangan dan yurisprudensi. Ada
penyaji yang menunjukkan sifat struktural bahasa Indonesia yang dalam
hal tertentu menimbulkan kesalahpahaman. (Misalnya, frase 'Lel1lbaga
Bahasa Nsional' dapat ditafsirkan sebagai lembaga dalam bidang bahasa
nasional, yaitu bahasa Indonesia, tetapi juga lembaga nasionaJ yang
melaksanakan kebijakan dalam bidang bahasa, termasuk bahasa Jawa.
Sunda, dSL). Ada pel11bicara yang mengemukakan pengaruh kuat bahasa
Belanda terhadap bahasa Indonesia dalam teks bidang hukul11. ada yang
l11engajukan contoh ketidakseragaman rumusan dan peristilahan.
(Misalnya, 'mengingat ' di samping ' l1lel1lperharikan' dalal1l arti 'geJet op ' .
'perikatan bebas', ' perikaran alam' , 'perjanjian aras kekuaran alam·. dsr..
semuanya dalam arti 'narurlijke verbintenis', dan, mengamhil comoh
perkataan 'verlijden' dari akta notaris, frase 'dibuat dan diselesaikan ' di
samping 'diperbuat', 'dibuat dan dilangsungkan', 'diresmikan' dan
'disahkan', 'dilangsungkan' dst.) Ada pula yang mengemukakan alasan
berbedanya bahasa hukum dari bahasa umum, seperti syarat-syarar mutlak
untuk akta otentik yang ditetapkan dalal11 Peraturan Jabaran Notaris
(Reglement op het Notaris-ambt). Beberapa masalah yang diajukan telah
dikel11ukakan dua puluh tahun sebelumnya, yaitu dalam Kongres Bahasa
Indonesia II yang diselenggarakan di Medan dan diketuai Mahadi. Pad a
pertemuan '54, juga diajukan keprihatinan temang kcridakseragaman
bahasa dan pengabaian kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Pada akhir sill1posium di Medan diajukan beberapa saran. amara
lain inventarisasi istilah-isrilah hukull1 yang terpakai, introduksi kuliah
bahasa Indonesia ke dalam kurikulum fakultas hukum, penyell1purnaan
perumusan teks yuridis supaya lebih berguna hasil , pembuatan terjemahan
resmi perundang-undangan yang masih berbahasa Belanda, pengikut-
sertaan ahli bahasa dalall1 persiapan rancangan perundang-undangan.
pembakuan peristilahan hukum, dan penyelenggaraan lokakarya ll1engenai
bahasa Indonesia untuk masing-masing bidang hukum.
Sejak' 74 telah diambil sejull1lah tindakan di bawah bimbingan
BPHN dan/atau Konsosrsium Illl1u Hukum. Langkah pertama ialah
inventarisasi upaya yang telah dijalankan dalam rangka pel11bakuan istilah
hukum dan hasil upaya ini. Kel11udian diterbitkan buku Pembinaan
Bahasa Hukum Indonesia, karangan Mahadi dan Sabaruddin Ahmad.

Juli - September 200J


Penanganan Permasalahan Bahasa Dalal7l Pembinaan Hukum Indonesia 211

Langkah berikut ialah pembuatan dan penerbitan 'terjemahan resmi' Kitab


Undang-Undang Hukum Pidana. Sekalipun teks resmi kitab undang-
undang ini tetap dalam bahasa Belanda, terjemahan baru berdasarkan
perbandingan antara terjemahan-terjemahan yang ada dimaksud untuk
menyediakan teks Indonesia buatan badan pemerintah resmi. Akan tetapi,
tujuan terbitan baru di atas tidak tercapai , karena ada beberpa terjemahan
KUHP yang baru yang telah terbit sejak waktu itu. Kemudian, tahun 80-
an dan 90-an, telah diterbitkan seri kamus dan daftar istilah hukum
Indonesia. termasuk daftar istilah Belanda-Indonesia. dalam bidang hukum
pidana dan hukum perdata. Tim redaksi masing-mas ing kamus ini
tennasuk seorang ahli bahasa. Sebagai kelanjutan terbitan-terbitan ini
boleh disebut Kamus Hukum Ekonomi Inggris-Indonesia. ya ng
dikumpulkan oleh Yus Badudu dan Elly Erawaty dalam rangka proyek
ELIPS yang dibiayai USAlD . Terbitan-terbitan resmi tersebut mempunyai
padanan terbitan pihak swasta. Oalam tahun '75 - '99 relah diterbitkan
sedikit-dikitnya tiga belas kamus hukum , yang ama! berbeda menurut
sifal , kualitas, dan besarnya. Tindakan yang perlu disebut di sini ialah
dimasukk3lillya mata kuliah mengenai bahasa ke dalam kurikulum ilmu
hukum, seperti bahasa Indonesia, bahasa hukum , dan penulisan hukum.
Sekalipun langkah-Iangkah itu telah ditempuh. aliran publikasi
yang menyatakan rasa keprihatinan lentang bahasa hukum belum
berkurang. Selama 25 tahun yang lalu telah dipublikasi beberapa buku dan
bersepuluhan artikel dan makalah seminar dan sebagainya mengenai
bahasa dan/atau perislilahan dalam bidang hukum. Para pengarangnya
termasuk ahli hukum dan ahli bahasa yang terkemuka. seperti nama dua
menteri kehakiman. Adapun tentang kenyataan ketidakseragaman
peristilahan hukum. kenyataan ini telah pula dihadapkan dalam proyek
kamus hukum perdata di Belanda. Dalam proyek itu, rekor jumlah
sinonim sampai sekarang digunakan pengertian yang dalam bahasa
Belanda disebut 'onderlinge waarborgmaalschappij'; kami menemukan 14
isrilah Indonesia berbeda untuk pengertian itu. Keprihatinan mengenai
bahasa hukum diulangi dalam terbitan BPHN rahun anggaran '94/' 95 ,
ya itu Analisis dall Evaluasi lelUang Perkemballgan 25 Tahun
Penggunaaan Bahasa Hukwn, di bawah bimbingan Yus Badudu. Dalam
pengantar buku ini dinyatakan bahwa ketidakseragaman penggunaan
bailasa dalam teks yu ridis dan kekurangsempurnaan bahasa Indonesia
dalam bidang sel1lantik, l1lorfologi, dan sintaksis tetap ada. Dalam bab
penutup dikemukakan bahwa 'sudah waktunya untuk memulai usaha-usaha
besar dan terencana untuk meninjau kel1lbali semua rulisan sebagai produk

Nomor 3 Tahun XXXI


212 Hukum dan Pembangunan

hukum '.' Salah satu saran ialah pembentukan 'suatu wadah yang secara
terus menerus menangani (peninjauan kembali tulisan hukum) yang dibina
oleh BPHN bersama-sama dengan Lembaga Bahasa Nasional berdasarkan
pola kerja tertentu .'
Pember ian perhatian kepada bahasa dan peristilahan hukum sudah
sering dilakukan. Oi banyak negara, termasuk BeJanda, bahasa hukum
kadang-kadang merupakan topik keprihatinan . Keluahan yang paling
banyak diucapkan ialah tentang ketidakjelasan teks hukum bagi kalangan
awam. Selama abad ke-19 dan ke-20, diskusi tentang mungkin tidaknya
teks hukum bisa dimengerti oleh para pencari keadilan kerap kali
diadakan. Namun jawaban definitif atas pertanyaan yang merupakan
pokok diskusi itu belum diberikan. Apa yang luar biasa ialah betapa
seringnya topik bahasan hukum dibahas, bukan hanya oleh para pencari
keadilan atau ahli bahasa, tetapi juga oleh ahli hukum yang terkemuka.
termasuk menteri kehakiman.

Apa sebabnya bahasa hukwn begitu lama menjadi pokok keprihatinan?


Mengapa tindakan yang dilakukan sampai sekarang belum efektif?

Saya pikir ada dua sebab. Pertama menurut pendapat saya ialah
bahwa sebab utama dari masalah yang paling banyak disebm, yaitu
ketidakseragaman bahasa dan peristilahan hukum, belum diidentifikasi
dengan tepat. Sebab utama masalah ini, saya pikir, ialah vers i resmi
sebagian perundang-undangan yang berlaku di Indones ia tidak bisa
dimengerti lagi oleh kebanyakan kaum ahli hukum. karena masih
berbahasa Belanda. Apabila contoh-contoh yang telah diberikan se lama
simposium '74 maupun dalam tulisan tentang bahasa hukum sesudahllya
ditelaah dengan terinei , kebanyakan ternyata mellgenai terjemahan istilah
dan teks hukum Belanda. Seakan-akan sebagian dinding-dinding bangunan
hukum Indonesia semakin kurang dipercayai oleh penghuninya. karena
konstruksinya tidak dikenal lagi. Apa yang dilakukan adalah bukan
menguji coba dinding lama (hukum dalam bahasa Belanda). lalu
membongkar apa yang tidak dianggap perlu lagi, namun membuat
semakin banyak terjemahan-terjemahan baru sebagai tiang penyangga.
Selama berlaku perundang-undangan berbahasa asing yang tidak hisa

4 Anaiisis dan Evaluasi lentofllf Perkembllllgan 25 Tuhun Pen;.:gunaan Bo/w.w HukulII.

Jakarta; BPHN t99411995. hal. 21.


.\ Hal. 2t

lui; - September 200/


Penanganan Permasalahan Bahasa Dalam Pembinaan Hukum Indonesia 213

dimengerti lagi oleh kebanyakan ahli hukum , produksi terjemahan


perundang-undangan dan istilah terjemahan baru akan menahan , termasuk
akibatnya , yaitu keseragaman bahasa dan peristilahan istilah , dan pada
akhirnya ketidakpastian di bidang hukum. Untuk memecahkan
permasalahan ketidakseragaman bahasa hukum , diperlukan penggantian
perundang-undangan dalam jangka pendek oleh padanannya Indones ia
yang baru atau pemberlakuan? Terjemahan Indonesia dari peraturan lama.
Harus diakui proses pemilihan terjemahan yang terbaik merupakan proses
yang sulit karena biasanya ada percekcokan tentang mana teljemahan yang
paling baik. Akan tetapi, tidak diperlukan terjemahan yang sempurna,
yang lumaya n saja suda h mencukupi. Misalnya, Burgerlijk Wetboek di
Belanda, yang kerap kali disebut 'terjemahan jelak' dari Code Civile
Perancis , telah bertahan selama seratus en am puluh tahun lebih!
Akan tetapi , sa lah paham mengenai sebab ketidakseragaman
bahasa dan istilah hukum bukan satu-satu nya sebab permasalahan tersebut
belum dipecahkan. Ini bukan pertama kali sebab itu dikemukakan:
pentingnya penetapan dan pemberlakuan terjemahan resmi telah diajukan
beberapa kali , antara lain oleh Prof. Busthanul Arifin (1976, 1977), DR.
Gregory Churchill ( 1992), dan BPHN sendiri, yaitu dalam analisis tahun
'95 yang tersebut di aras. Namun konstatasi ini belum diiringi tindakan
penanganan yang sesua i. Dalam kebijakan perundang-undangan unsur
bahasa diaba ikan , seakan-akan tidak ada. Ha l ini juga ternyata dalam hal
Faillissements verordening atau Peraturan Kepailitan. Sejak perubahan
peraturan ini dua tahun yang lalu (Perpu 1/1998 jo UU 411998), teks
resmi undang-undang kepailitan itu sebenarnya dwibahasa. Pasal-pasal
yang belum diubah masih berbahasa Belanda, sedangkan pasal-pasal baru
berbahasa Indonesia. Mengapa pasal-pasal lama belum diganti secara
resmi dengan salah salU terjemahan yang sudah ada, sehigga didapatkan
suatu leks resmi berbahasa Indonesia yang bisa dimengerti oleh sarjana
hukum dan mahasiswa fakultas hukum?
Saya pikir pengabaian faktor bahasa ini disebabkan oleh gagasan
bah as a yang secara implisil masih dianut. Kalau ditelaah dengan teliti.
teori bahasa yang ternyata melatarbelakangi lUlisan mengenai kekurang-
sempurnaan bahasa hukum, sebabnya, dan tindakan yang telah dilakukan ,
ialah teori 'instrumental ' , yang sudah disebut di awal makalah ini.
Walaupun langkah-Iangklah yang telah ditempuh sampai sekarang, yaitu
inventarisasi upaya pembakuan istilah hukum dan hasilnya , perbaikan
pengajaran bahasa Indonesia kepada mahasiswa jurusan ilmu hukum, dan
penerbitan kamus dan daftar istilah hukum, tentunya berfaedah, langkah

Nomor 3 Tahun XXXI


214 Hukum dan Pen/bangunan

ini baru merupakan langkah pertama menuju bahasa dan persitilahan


hukum yang lebih mantap. Seperti diajukan di atas, bahasa bukan hanya
alat untuk sarjana hukum, bahasa bukan sesuatu yang di luar hukum
sendiri, sesuatu yang bisa ditangani seakan-akan terlepas dari hukum itu.
Mahasiswa dan sarjana tidak mengambil bahasa dan istilah dari pedoman
tata bahasa atau kamus. Buku-buku seperti itu pada umumnya hanya
digunakan untuk mengecek bahasa dan istilah itu. Sebaiknya pokok bahasa
diambil alih selama pendidikan IlUkum dan pemagangan berikutnya,
misalnya dari guru-guru besar , notaris, hakim, atau advokal. Mereka itu
yang menjadi contoh, baik se lama penulisan memori banding. pUlUsan.
perjanjian , nasihat hukum. atau pedoman ilmu hukum , maupun dalam
pembuatan pembelaan. Dan proses pengambilalihan adat istiadat hahasa
itu tidak terjadi secara terlepas dari pekerjaan hukumnya, tetapi sebagai
unsur pekerjaan itu yang biasanya tidak disadari. Jadi. yang hendak
digarisbawahi adalah pentingnya pendidikan hukum yang melalih secara
terus menerus salah salU kemampuan dasar yang sejak lama seharusnya
dipunyai sarjana hukum yang baik, yaitu kemampuan membaca cJengan
amat teliti suatu teks tertentu dan menerapkannya pad a kasus yang tertentu
menu rut acara yang telah ditetapkan. Pendid ikan demikian dengan
sendirinya termasuk sikap seksama terhadap bahasa, maksudnya
keinsyafan bahwa perkataan dan rumusan yang dipakai dalam sumber
hukum seperti perundang-undangan atau perjanjian tidak boleh diganti
perkataan atau rumusan lain, tetapi hanya boleh dikutip dan dipergunakan
dalam bentuknya yang secara persis sesuai dengan aslinya.
Garis besar dari apa yang telah diuraikan dia atas adalah sebaga i
berikul. Selama 11ampir 50 tahun, bahasa dan peristilahan hukum di
Indonesia telah mendapat perhatian kllUSUS . Langkah-Iangkall yang telah
dilakukan sampai dengan sekarang , belum berhasil memecahkan masalah
yang telah dikonstatasi, seperti ketidakseragaman bahasa dan peristilahan.
Memang penyusunan kamus hukum merupakan tindakan yang bermanfaal.
Kamus demikian mampu menjelaskan baik pengertian istilah-istilah itu.
Apalagi kalau istilah-istilah itu dapat digunakan sebagai kata kunci ke
dalam basis data sumber hukum Indonesia. Memang tersedia sistem yang
bisa merupakan sumbangan sesungguhnya dalam rangka memperbaiki
accessbility sistem hukum Indonesia . Akan tetapi, penyelesaian
permasalahan bahasa hukum memerlukan penga kuan kenyataan adanya
perundang-undangan yang teks resminya ticJak dapat dimengerti lagi o leh
kebanyakan yuris. Pengalaman yang telah diperoleh dalam rallgka
peralihan bahasa hukuI11 yang satu ke bahasa hukuI11 yang lain cukup luar

Jilli - September 200J


Penanganan Permasalahan Bahasa Dalam Pemb;naan Hukum Indonesia 215

biasa . Pengalaman itu seharusnya digunakan, karena ada banyak negara di


dalam dunia yang juga mengalami tahap peralihan. Di samping itu, yang
diperlukan ialah keinsyafan di antara para yuris tentang 'sifat kebahasaan '
pekerjaan mereka. Bahasa tidak bisa ditangani sebagai soal yang luar ,
yang ekstrem kalau dilihat dari sudut disiplin hukum. Saling terikatnya
bah as a dan hukum telah diakui secara umum. Pengalaman luar biasa yang
telah diperoleh di Indonesia memang menggarisbawahi kenyataan ini.

Namar 3 Tahlln XXXI

Anda mungkin juga menyukai