Jurnal Penelitian Hukum De Jure adalah majalah hukum triwulan (Maret, Juni, September dan Desember)
yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM
RI bekerjasama dengan IKATAN PENELITI HUKUM INDONESIA (IPHI), bertujuan sebagai wadah
dan media komunikasi, serta sarana untuk mempublikasikan aneka permasalahan hukum yang aktual dan
terkini bagi para peneliti hukum Indonesia khususnya serta kalangan masyarakat dan pemerhati hukum pada
umumnya.
Pemimpin Umum
Marulak Pardede, S.H.,M.H., APU
(Ketua Ikatan Peneliti Hukum Indonesia)
Pemimpin Redaksi
Akhyar Ari Gayo, S.H., M.H., APU. (Hukum Islam)
Redaksi Pelaksana
Yatun, S.Sos
Sekretaris
M. Virsyah Jayadilaga, S.Si.,M.P
Asmadi, S.H.
Tata Usaha
Dra. Evi Djuniarti, M.H.
Galuh Hadiningrum, S.H.
Suwartono
Jurnal Penelitian Hukum
Mitra Bestari
Prof. DR. Rianto Adi, S.H., M.A (Pakar Hukum Perdata dan Adat)
Prof.Dr. Jeane Neltje Saly, S.H., M.H. (Pakar Hukum Pertanian dan Humaniter)
Dr. Yunus Husein, S.H., M.H. (Pakar Hukum Perbankan)
Dr. Dra. Farhana, S.H., M.H., M.Pd. (Pakar Hukum Pidana dan Gender)
Dr. Hadi Supratikta, M.M. (Pakar Otonomi Daerah dan Hukum Pemerintahan)
R. Herlambang Perdana Wiratraman, S.H., M.A., Ph.D.
(Pakar Hukum Tata Negara dan Budaya Hukum)
Alamat Redaksi
Gedung Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia
Jalan HR. Rasuna Said Kav. 4-5, Kuningan, Jakarta Selatan
Telepon (021) 2525015, Faksimili (021) 2526438
Email
jurnaldejure@yahoo.com
ejournaldejure@gmail.com
Percetakan
PT Pohon Cahaya
Jalan Gelong Baru Raya 18 Jakarta Barat 11440
Telpon (021) 5600111, Faksimili (021) 5670340
Redaksi menerima naskah karya asli yang aktual dalam bidang hukum berupa hasil penelitian dari berbagai
kalangan, seperti: peneliti hukum, praktisi dan teoritisi, serta berbagai kalangan lainnya. Tulisan-tulisan yang
dimuat merupakan pendapat pribadi penulisnya, bukan pendapat redaksi.
Redaksi berhak menolak, menyingkat naskah tulisan sepanjang tidak mengubah isinya. Naskah tulisan
dapat dikirim ke alamat redaksi, maksimum 30 halaman A4, diketik spasi rangkap dikirim melalui Email:
jurnaldejure@yahoo.com atau melalui aplikasi Open Journal System (OJS) pada URL/website: ejournal.
balitbangham.go.id
Jurnal Penelitian Hukum
DAFTAR ISI
ADVERTORIAL
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat-Nya, Jurnal Penelitian
Hukum De Jure di Tahun 2016 kembali akan hadir kehadapan para pembaca. Di Tahun 2016 ini, penerbitan
Jurnal Penelitian Hukum De Jure bertepatan dengan penyatuan para fungsional peneliti hukum yang berada
di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Pusat Kebijakan dan Pengembanag Sekretariat Jenderal
dan Badan Penelitian dan Pengembangan HAM dijadikan dibawah satu Badan yaitu Badan Penelitian dan
Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak asasi Manusia.
Sehubungan dengan penyatuan para fungsional peneliti hukum di BADANLITBANGKUMHAM
tersebut, diiringi pula dengan dijalinnya kerjasama antar IKATAN PENELITI HUKUM INDONESIA dan
Pusat Dokumentasi dan Informasi BALITBANGKUMHAM dalam menerbitkan dan mempublikasikan
Jurnal Penelitian Hukum De Jure di Tahun 2016.
Pembaca setia Jurnal Penelitian Hukum De Jure, dalam Volume 16 Nomor 1, Maret 2016
ini redaksi memuat beberapa tulisan dari penulis yang berprofesi sebagai peneliti instansi pemerintah,
akademisi dan para perancang peraturan perundang-undangan yang berada di daerah.
Diantara tulisan tersebut yaitu, Kebijakan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai (Djbc) Dalam Bidang
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (Kite). Salah satu devisa negara yaitu berasal dari Ekspor jika beberapa
kemudahan itu bisa dilakukan maka pemerintah telah membantu masyarakat dalam bidang ekspor yang dapat
menambah eksistensi dari negara terhadap pendapatan yang berasal dari ekspor termasuk Implikasi Hukum
Pemberian Kredit terhadap masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah yang membutuhkan mekanisme
pemberian kredit untuk menunjang produktifitas dalam ekspor.
Oleh karena itu berbagai upaya termasuk aliran dana baik yang berasal dari hasil ekspor maupun usaha
lain yang menguntungkan masyarakat bangsa dan negara secara benar dan wajar seta bukan merupakan unsur
dari tindak pidana pencucian uang, namun apabila aliran dana itu jika patut diduga sebagai tindak kejahatan
maka Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai upaya percepatan Penarikan aset Koruptor segera
melaksanakan tugas berdasarkan undang-undang untuk merampas aset tersebut yang berasal dari hasil
kejahatan dan Peranan Kejaksaan RI dalam Pemberantasan Korupsi Di Negara Demokrasi menjadi pilar
dalam penyelesaian permasalahan korupsi di Indonesa yang tak kunjung memberikan harapan baru bagi
pemerintahan berupaya dalam pemberantasan korupsi.
Disamping itu, juga memuat tulisan berkaitan dengan Eksistensi Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus Papua, Kebijakan Pemerintah Dalam Aspek Perizinan di Bidang Hukum
Pertambangan Mineral Dan Batubara pada Era Otonomi Daerah, Menyoal Ketentuan Usul Pindah Pegawai
Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah dan Starategi Pengembangan Budaya Hukum.
Semoga dengan penerbitan beberapa tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam rangka memperkaya
pengetahuan khususnya pengetahuan di bidang hukum
Akhirnya kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Haksasi Manusia dengan Ikatan Peneliti Hukum
Indonesia atas terjalinnya kerjasama penerbitan dan publikasi jurnal Penelitian Hukum De Jure. Dan ucapan
terima kasih kepada Ibu Prof.DR. Jeane Neltje Saly, S.H.,MH., DR.Dra. Farhana, S.H.,M.H., Bapak DR.
Yunus Husin, S.H.,LL.M,. DR. Herlambang, S.H., DR. Hadi Supraptika, yang telah bersedia menjadi Mitra
Bestari dalam penerbitan ini. Selamat membaca.
Redaksi
EKSISTENSI
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001
TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA
(Existence of The Act Number 21/2001 On Special Authonomy of Papua Province)
Rooseno
Peneliti pada Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM,
Kementerian Hukum dan HAM RI
Jalan HR. Rasuna Said Kav. 4-5, Kuningan, Jakarta Selatan
Jalan May.Jend. Sutoyo No. 10 – Cililitan, Jakarta Timur
Email: r.harjowidigdo@gmail.com
Tulisan diterima 13-1-2016, Direvisi 29-2-2016, Disetujui Diterbitkan 28-3-2016
ABSTRACT
There are 13 airports in Papua and West Papua provinces, its land was recorded in the Besluit van de
Nederlands Nieuw Guenia Gouverneur Number 63 /1961, dated on February 22 ,however, it do not
recognized by common law of Papuans because of having no transfer of right`s certificate`s on land and
certificate of right`s disengagement on customary land. Therefore, customary law communities want
to replace the loss turn into money, also require compensation increasing their livelihoods, education,
jobs, and many more. Hence, it will be wise, if provincial government of Papua, House of Regional
Representatives (DPRD), and Indonesia Government c.q. the Ministry of Transportation of Indonesia
agree and compromise after damages assesment of the Act No. 2/2012 provisions to pay compensation
in order to improve the living standards of indigenous peoples, education, jobs, and providing airport
manager of Corporate Social Responsibility (CSR).
Keywords: 13 airports land, conflict of customary law communities, the Ministry of Transportation of
Indonesia
ABSTRAK
Ada 13 Bandara yang terletak di provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tanah dimasukkan dalam
Besluit van de Nederlands Nieuw Guenia Gouvernour nomor 63 tahun 1961 22 Februari 1961, tetapi itu
tidak diakui oleh hukum masyarakat adat karena tidak ada transfer sertifikat hak atas tanah dan sertifikat
pelepasan hak atas tanah adat. Jadi karena itu masyarakat hukum adat ingin mengganti kerugian dalam
bentuk uang, juga memerlukan kompensasi yang meningkatkan mata pencaharian masyarakat adat,
pendidikan, pekerjaan, dan banyak lagi. Oleh karena itu bijaksana jika pemerintah provinsi Papua,
DPRP, dan pemerintah Republik Indonesia c. q Kementerian Perhubungan setuju dan dikompromikan-
setelah penilaian kerusakan dibawah ketentuan dari undang-undang 2/2012 – membayar ganti rugi,
uang kompensasi untuk meningkatkan standar hidup masyarakat adat, pendidikan, pekerjaan, dan
menyediakan manajer Bandara CSR (Corporate Social Responsibility) Komunitas hukum di tanah di
van Besluit Belanda Nieuw Guenia Gouvernour nomor 63 tahun 1961 22 Februari 1961.
Kata kunci: 13 Tanah Bandar Udara, konflik, masyarakat hukum adat, Departemen Perhubungan.
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 1, Maret 2016 : 61 - 75 61
Jurnal Penelitian Hukum
De Jure No:511/Akred/P2MI-LIPI/04/2013
yang bersangkutan demikian pula tubuh bertentangan dengan Undang-undang ini dan
bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya, hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di
sekedar diperlukan untuk kepentingan yang dalam waktu yang singkat.
langsung berhubungan dengan penggunaan Menurut Kasubdit Hak Atas Ruang,
tanah itu dalam batas-batas menurut undang- Hak Komunal dan Perpanjangan Hak, Badan
undang ini dan peraturan-peraturan hukum Pertanahan Kotamadya Manado dalam
lain yang lebih tinggi. Dalam konteks ini makalahnya berjudul: “Tanah Tanah Bekas
menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Milik Belanda di Indonesia”, hak atas tanah
Nomor 35/PUU-X/2012 bertanggal 16 Mei merupakan hak penguasaan atas tanah yang
12013 yang menentukan, bahwa: Pasal 4 memberi wewenang bagi subyeknya untuk
ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun menggunakan tanah yang dikuasainya, yang
1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara terdiri dari:
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik a. Hak Atas Tanah Orisinil atau Primer
Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Hak Atas Tanah Orisinil atau Primer
Undang-Undang Dasar Negara Republik adalah hak atas tanah yang bersumber pada
Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak hak bangsa Indonesia dan diberikan oleh
dimaknai: “penguasaan hutan oleh negara negara dengan cara permohonan hak, yang
tetap memperhatikan hak masyarakat hukum terdiri dari: a. Hak Milik; b. Hak Guna
adat, sepanjang masih hidup dan sesuai Bangunan Atas Tanah Negara; c. Hak Guna
dengan perkembangan masyarakat dan Usaha; dan d. Hak Pakai Atas Tanah Negara.
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam undang-undang”. b. Hak Atas Tanah Derivatif atau
Adapun hak-hak atas tanah menurut Sekunder
UU 5/1960 Pasal 16 ayat (1) adalah sebagai Hak Atas Tanah Derivatif atau Sekunder
berikut: a. hak milik; b. hak guna-usaha; adalah hak atas tanah yang tidak langsung
c. hak guna-bangunan; d. hak pakai; e. bersumber kepada hak bangsa Indonesia dan
hak sewa; f. hak membuka tanah; g. hak diberikan melalui perjanjian antara pemilik
memungut hasil hutan; dan h. hak-hak tanah dengan calon pemegang hak, yang
lain yang tidak termasuk dalam hak-hak terdiri dari: a. Hak Guna Bangunan atas tanah
tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Hak Milik atau Hak Pengelolaan; b. Hak Pakai
undang-undang serta hak-hak yang sifatnya atas tanah Hak Milik atau Hak Pengelolaan;
sementara. Adapun hak-hak yang sifatnya c. Hak Sewa; d. Hak Usaha Bagi Hasil; e.
sementara menurut UU 5/1960 Pasal 53 ayat Hak Gadai; dan f. Hak Menumpang.
(1) ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak Hak Atas Tanah Orisinil dan Hak Atas
menumpang dan hak sewa tanah pertanian Tanah Derivatif jika digambarkan adalah
diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang sebagai berikut:
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 1, Maret 2016 : 61 - 75 63
Jurnal Penelitian Hukum
De Jure No:511/Akred/P2MI-LIPI/04/2013
Sedangkan Tanah Negara Bekas jika Kiranya ciri-ciri MHA tersebut diadopsi
digambarkan adalah sebagai berikut: oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52
Agraria dan tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Kepala BPN dengan syarat tertentu memberikan
Nasional Nomor 9 Tahun 2015 tentang Tatacara peng-akuan hak atas tanah kepada MHA.
Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat
Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada Dalam 1. Pemberian dan Pengakuan Terhadap
Kawasan Tertentu Pasal 1 angka 3, bahwa MHA Keberadaan MHA
adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan Dalam melakukan pengakuan dan
hukum adatnya sebagai warga bersama suatu perlindungan MHA, Permendagri 52/2014
persekutuan hukum karena kesamaan tempat menentukan, bahwa Bupati/Walikota
tinggal ataupun atas dasar keturunan. membentuk Panitia MHA Kabupaten/Kota
Gubernur dan bupati/walikota melakukan (selanjutnya disebut Panitia MHA). Adapun
pengakuan dan perlindungan kepada MHA (vide Struktur Organisasi Panitia MHA terdiri atas:
Permendagri 52/2014 Pasal 2). Sedangkan (i) Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota sebagai
Bupati/Walikota menetapkan hak komunal atas ketua; (ii) Kepala SKPD yang membidangi
tanah untuk (kepada) MHA atau masyarakat pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris;
yang berada dalam kawasan tertentu, dalam hal dan (iii) sebagai anggotanya adalah Kepala
tanah terletak pada satu Kabupaten/Kota. Atau, Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten/
Gubernut menetapkan hak komunal atas tanah Kota, Camat atau sebutan lain, dan Kepala
untuk (kepada) MHA atau masyarakat yang berada SKPD terkait sesuai karakteristik masyarakat
dalam kawasan tertentu, dalam hal tanah terletak hukum adat setempat. Struktur Panitia
pada lintas Kabupaten/ Kota (vide Permenagraria/ MHA ditetapkan dengan Keputusan Bupati/
Kepala BPN 9/2015 Pasal 13). Walikota.
Perlu disampaikan bahwa setelah melakukan Adapun pemberian pengakuan dan
penelusuran serius terhadap Permendagri perlindungan kepada MHA dilakukan melalui
52/2014, ternyata Permendagri tersebut tidak tahapan: a. identifikasi MHA; b. verifikasi
mengatur Gubernur melakukan “pemberian dan validasi MHA; dan c. penetapan
pengakuan dan perlindungan kepada MHA”, MHA. Bupati/Walikota melalui Camat
tetapi Gubernur melakukan pembinaan dan atau sebutan lain melakukan identifikasi
pengawasan pelaksanaan pengakuan dan dengan melibatkan masyarakat hukum adat
perlindungan masyarakat hukum adat kabupaten/ atau kelompok masyarakat. Identifikasi itu
kota di wilayahnya (vide Pasal 9 ayat 2). Bahkan dilakukan dengan mencermati: a. sejarah
Gubernur melaporkan penetapan pengakuan dan MHA; b. wilayah adat; c. hukum adat; d.
perlindungan masyarakat hukum adat kabupaten/ harta kekayaan dan/atau benda-benda adat;
kota di wilayahnya kepada kepada Menteri melalui dan e. kelembagaan/sistem pemerintahan
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat adat. Hasil identifikasi MHA yang dilakukan
dan Desa sebagai bahan pengambilan kebijakan. oleh Bupati/Walikota melalui Camat atau
sebutan lain tersebut selanjutnya dilakukan
Berbeda dengan masalah pemberian
verifikasi dan validasi oleh Panitia MHA.
pengakuan hak atas tanah kepada MHA. Maka
Hasil verifikasi dan validasi diumumkan
jelas bahwa Bupati/Walikota menetapkan hak
kepada MHA setempat dalam waktu 1 (satu)
komunal atas tanah kepada) MHA atau masyarakat
bulan.
yang berada dalam kawasan tertentu, dalam hal
tanah terletak pada satu Kabupaten/ Kota. Atau, Panitia MHA berdasarkan hasil
Gubernut menetapkan hak komunal atas tanah verifikasi dan validasi yang dilakukannya
untuk (kepada) MHA atau masyarakat yang berada menyampaikan rekomendasi kepada Bupati/
dalam kawasan tertentu, dalam hal tanah terletak Walikota. Singkatnya, Bupati/ Walikota
pada lintas Kabupaten/Kota. menetapkan “Keputusan Kepala Daerah
tentang Pengakuan dan Perlindungan
Dengan demikian antara Permendagri
Masyarakat Hukum Adat”. Dalam hal
52/2014 dan Permen- agraria/Kepala BPN 9/2015
MHA berada di dua atau lebih kabupaten/
memiliki maksud pemberian yang memiliki
kota, pengakuan dan perlindungan MHA
satu kesatuan, dimana Permendagri dengan
ditetapkan dengan “Keputusan Bersama
syarat tertentu memberikan pengakuan terhadap
Kepala Daerah tentang Pengakuan dan
keberadaan MHA, sedangkan Permenagraria/
Perlindungan Masyarakat Hukum Adat”.
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 1, Maret 2016 : 61 - 75 65
Jurnal Penelitian Hukum
De Jure No:511/Akred/P2MI-LIPI/04/2013
Apabila MHA keberatan terhadap bersama atas tanah yang diberikan kepada
hasil verifikasi dan validasi yang dibuat masyarakat yang berada dalam kawasan
oleh Panitia MHA, maka MHA dapat hutan atau perkebunan). Sedangkan proses
mengajukan keberatan kepada Panitia MHA. pemberian hak komunalnya dilakukan oleh
Panitia MHA melakukan verifikasi dan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan,
validasi ulang satu kali terhadap keberatan Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah atau
MHA tersebut. Dalam hal MHA keberatan disingkat menjadi Tim IP4T.
terhadap “Keputusan Kepala Daerah tentang Kepala Adat MHA mengajukan
Penetapan Pengakuan dan Perlindungan permohonan untuk dikukuhkan hak atas
Masyarakat Hukum Adat” atau “Keputusan tanahnya kepada Bupati/Walikota atau
Bersama Kepala Daerah tentang Pengakuan Gubernur. Permohonan tersebut disertai
dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat”, riwayat MHA dan riwayat tanahnya.
MHA dapat mengajukan keberatan kepada Selanjutnya Bupati/Walikota atau Gubernur
Pengadilan Tata Usaha Negara. membentuk Tim IP4T untuk menentukan
Apakah “Keputusan Kepala Daerah keberadaan MHA.
tentang Penetapan Pengakuan dan Jika tanah yang dimohonkan berada
Perlindungan Masyarakat Hukum Adat” atau dalam satu Kabupaten/Kota, maka Tim IP4T
“Keputusan Bersama Kepala Daerah tentang terdiri dari: i. Ketua merangkap Anggota
Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat adalah Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/
Hukum Adat”, itu juga berlaku terhadap MHA Kota; ii. Anggota adalah Camat setempat atau
di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat pejabat yang ditunjuk, Lurah/Kepala Desa
yang tanahnya masuk dalam Besluit van setempat; iii. Pakar hukum adat; Perwakilan
de Gouvernour Nederlands Nieuw Guenia MHA; iv. Lembaga Swadaya Masyarakat;
Nomor 63 Tahun 1961 tanggal 22 Februari dan v. Instansi yang mengelola sumber daya
1961? alam. Jika tanah yang dimohonkan berada
Permendagri 52/2014 tidak mengatur dalam satu Kabupaten/Kota, maka Tim IP4T
ketentuan peralihan. Namun demikian terdiri dari: i. Ketua merangkap Anggota
keberadaan MHA di Provinsi Papua dan adalah Kepala Kantor Wilayah Badan
Provinsi Papua Barat “kehidupannya” Pertanahan Nasional; ii. Anggota adalah
berada di tanah yang masuk dalam Besluit Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota,
van de Gouvernour Nederlands Nieuw Camat setempat atau pejabat yang ditunjuk,
Guenia Nomor 63 Tahun 1961 tanggal 22 Lurah/Kepala Desa setempat; iii. Pakar
Februari 1961, tetap sah dan dapat diberikan hukum adat; Perwakilan MHA; iv. Lembaga
Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Swadaya Masyarakat; dan v. Instansi yang
Hukum Adat. mengelola sumber daya alam.
Tim IP4T bertugas: i. Menerima
2. Pemberian dan Pengakuan Hak Atas
permohonan; ii. Melakukan identifikasi
Tanah Kepada MHA
dan verfikasi pemohon, riwayat tanah,
Dalam melakukan “pemberian dan jenis, penguasaan, pemanfaatan, dan
pengakuan hak atas tanah kepada MHA”, penggunaan tanah; iii. Mengidentifikasi
Permenagraria/Kepala BPN 9/2015 dan menginventarisasi batas tanah; iv.
menentukan, bahwa Masyarakat Hukum Pemeriksaan lapangan; v. Melakukan analisis
Adat – selanjutnya disingkat menjadi MHA data yuridis dan data fisik bidang tanah; dan
– yang meliputi: i. Masyarakat masih dalam vi. Menyampaikan laporan hasil pelaksanaan
bentuk paguuban, ii. Ada kelembagaan, iii. tugas IP4T kepada Bupati/Walikota atau
Ada wilayah hukum adat yang jelas, dan Gubernur. Berita Acara Hasil Pemeriksaan
iv. ada pranata dan perangkat hukum yang IP4T antara lain memuat: i. Ada tidaknya
masih ditaati, dapat dikukuhkan hak atas MHA; ii. Nama pemimpin dan anggota MHA;
tanahnya dalam bentuk hak komunal. Hak dan iii. Data tanah dan riwayat pemilikan
komunal adalah hak milik bersama atas tanah dan/atau penguasaan tanah.
suatu masyarakat hukum adat (atau hak milik
Apabila laporan hasil pelaksanaan tugas pengelolaan yang bersifat komunal, baik hak
IP4T menyatakan adanya MHA dan tanahnya, atas tanah, wilayah, budaya, dan sumber daya
maka: i. Bupati/Walikota menetapkan hak alam yang diperoleh secara turun-temurun,
komunal atas tanah kepada MHA dalam hal maupun yang diperoleh melalui mekanisme
tanah berada dalam satu Kabupaten/Kota; lain yang sah menurut hukum adat setempat.
atau, ii. Gubernur menetapkan hak komunal Sedangkan materi muatan RUU
atas tanah kepada MHA dalam hal tanah tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak
berada dalam hal tanah berada dalam lintas Masyarakat Adat antara lain: 1. Masyarakat
Kabupaten/Kota. Hukum Adat memiliki hak atas tanah,
Apakah penetapan hak komunal atas wilayah, dan sumber daya alam yang mereka
tanah kepada MHA itu juga berlaku terhadap miliki atau duduki secara turun temurun dan
MHA di Provinsi Papua dan Provinsi Papua yang diperoleh melalui mekanisme lain yang
Barat yang tanahnya masuk dalam Besluit van sah menurut hukum adat setempat. 2. Sumber
de Gouvernour Nederlands Nieuw Guenia daya alam tersebut mencakup segala sesuatu
Nomor 63 Tahun 1961 tanggal 22 Februari yang berada di permukaan tanah maupun
1961? Pada saat Permenagraria/Kepala BPN di dalam tanah. 3. Hak atas tanah, wilayah,
9/2015 ini mulai berlaku, maka MHA dan dan sumber daya alam mencakup hak untuk
hak atas tanahnya yang sudah ada dan telah memiliki, menggunakan, mengembangkan,
ditetapkan sebelum Permenagraria/Kepala dan mengendalikan. 4. Masyarakat Hukum
BPN 9/2015 ini berlaku, tetap sah dan dapat Adat memiliki hak untuk menentukan dan
diberikan hak komunal atas tanahnya (vide mengembangkan prioritas dan strategi untuk
Permenagraria/Kepala BPN 9/2015 Pasal 17 pengembangan atau penggunaan tanah,
huruf a). wilayah, dan sumber daya alam dengan
menggunakan cara-cara yang sesuai dengan
3. RUU Perlindungan dan Pengakuan kearifan lokal dan inovasi-inovasi yang
Hak Masyarakat Adat berkembang dalam masyarakat adat yang
Dalam Keputusan Dewan Perwakilan bersangkutan.
Rakyat Nomor 06A/DPR RI/II/2014-2015
tentang Program Legislasi Nasional Tahun PENGADAAN TANAH BANDARA
2015-2019 dan Program Legislasi Nasional UNTUK KEPENTINGAN UMUM
Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun
2015 ditentukan, telah ditetapkan 160 RUU Dalam konsiderans menimbang huruf b UU
dengan salah duanya adalah RUU tentang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah -
Perubahan atas UU 21/2001 ttg Otsus Bagi kemudian disebut UU 2/2012 - ditentukan, bahwa
Provinsi Papua sebagai inisiatif DPR dalam untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
Nomor 16 dan RUU tentang Perlindungan untuk kepentingan umum, diperlukan tanah
dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat sebagai yang pengadaannya dilaksanakan dengan
inisiatif DPR/DPD dalam Nomor 42. mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis,
Sekilas dapat disampaikan alasan Baleg dan adil. Sedangkan yang dimaksud Pengadaan
(Matrix Usulan Perubahan Terhadap RUU Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan
PPHMA Versi Baleg) dalam menyusun RUU cara memberi ganti kerugian yang layak dan
tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak adil kepada pihak yang berhak, yaitu pihak yang
Masyarakat Adat antara lain: bahwa Negara menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah.
mengakui dan menghormati kesatuan- Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
kesatuan masyarakat hukum adat beserta antara lain digunakan untuk pembangunan
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih pelabuhan, bandar udara, dan terminal.
hidup dan sesuai dengan perkembangan Sedangkan tanahnya itu sendiri menurut Pasal 1
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan angka 3 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
Republik Indonesia. Masyarakat hukum Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
adat selama ini belum diakui dan dilindungi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dapat
secara optimal dalam melaksanakan hak berasal dari Pihak yang Berhak. Sedangkan
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 1, Maret 2016 : 61 - 75 67
Jurnal Penelitian Hukum
De Jure No:511/Akred/P2MI-LIPI/04/2013
yang dimaksud dengan Pihak yang Berhak dan tujuan rencana pembangunan; b. kesesuaian
menurut ketentuan Pasal 1 angka 3, yaitu pihak dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana
yang menguasai atau memiliki objek pengadaan Pembangunan Nasional dan Daerah; c. letak tanah;
tanah. Pihak yang Berhak tersebut dapat sebagai d. luas tanah yang dibutuhkan; e. gambaran umum
perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan status tanah; f. perkiraan waktu pelaksanaan
keagamaan, atau instansi pemerintah yang Pengadaan Tanah; g. perkiraan jangka waktu
memiliki atau menguasai obyek pengadaan tanah pelaksanaan pembangunan; h. perkiraan nilai
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- tanah; dan i. rencana penganggaran.
undangan, sebagai: a. pemegang hak atas tanah; Konsultasi Publik dilakukan dengan
b. pemegang pengelolaan; c. nadzir untuk tanah melibatkan Pihak yang Berhak – dalam hal ini
wakaf; d. pemilik tanah bekas milik adat; e. Masyarakat Hukum Adat – dan masyarakat yang
masyarakat hukum adat; f. pihak yang menguasai terkena dampak serta dilaksanakan di tempat
tanah negara dengan itikad baik; g. pemegang rencana pembangunan Kepentingan Umum atau
dasar penguasaan atas tanah; dan/atau h. pemilik di tempat yang disepakati. Atas dasar kesepakatan
bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan itu, instansi yang memerlukan tanah mengajukan
dengan tanah (vide PP 71/2012 Pasal 17). Pihak permohonan penetapan lokasi kepada gubernur.
yang Berhak dan pihak yang menguasai Objek Gubernur – dalam hal ini Gubernur Papua –
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14
wajib mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
ini. pengajuan permohonan penetapan oleh Instansi
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah.
– dalam hal ini bandar udara – diselenggarakan
oleh Pemerintah. Pemerintah dan/atau 1. Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah Berdasarkan penetapan lokasi
untuk Kepentingan Umum. Pemerintah dan/ pembangunan untuk Kepentingan
atau Pemerintah Daerah menjamin tersedianya Umum, Instansi yang memerlukan tanah
pendanaan untuk Kepentingan Umum (vide mengajukan pelaksanaan Pengadaan Tanah
UU 2/2012 Pasal 4). Pengadaan tanah untuk kepada Lembaga Pertanahan. Pelaksanaan
kepentingan umum diselenggarakan melalui Pengada-an Tanah meliputi: a. inventarisasi
tahapan: a. perencanaan; b. persiapan; c. dan identifikasi penguasaan, pemilikan,
pelaksanaan; dan d. penyerahan hasil. Instansi yang penggunaan, dan pemanfaatan tanah; b.
memerlukan tanah – dalam hal ini Kementerian penilaian Ganti Kerugian; c. musyawarah
Perhubungan – bersama Pemerintah Provinsi penetapan Ganti Kerugian; d. pemberian Ganti
berdasarkan Dokumen Perencanaan Pengadaan Kerugian; dan e. pelepasan tanah Instansi.
Tanah melaksanakan: a. pemberitahuan rencana Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk
pembangunan; b. pendataan awal lokasi rencana Kepentingan Umum, Pihak yang Berhak
pembangunan; dan c. Konsultasi Publik rencana hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya
pembangunan. kepada Instansi yang memerlukan tanah
Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, melalui Lembaga Pertanahan. Beralihnya
yang paling sedikit memuat: a. maksud dan tujuan hak dilakukan dengan memberikan Ganti
rencana pembangunan; b. kesesuaian dengan Kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai
Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana pengumuman penetapan lokasi.
Pembangunan Nasional dan Daerah; c. letak 2. Penilaian Ganti Kerugian
tanah; d. luas tanah yang dibutuhkan; e. gambaran
umum status tanah; f. perkiraan waktu pelaksanaan Lembaga Pertanahan menetapkan
Pengadaan Tanah; g. perkiraan jangka waktu Penilai sesuai dengan ketentuan peraturan
pelaksanaan pembangunan; h. perkiraan nilai perundang-undangan. Lembaga Pertanahan
tanah; dan i. rencana penganggaran. mengumumkan Penilai yang telah ditetapkan
untuk melaksanakan penilaian Objek
Sedangkan Dokumen Perencanaan Pe Pengadaan Tanah. Penilai yang ditetapkan
ngadaan Tanah – yang disusun berdasarkan studi wajib bertanggungjawab terhadap penilaian
kelayakan - paling sedikit memuat: a. maksud yang telah dilaksanakan. Nilai Ganti Kerugian
berdasarkan hasil penilaian Penilai menjadi pembayaran Ganti Kerugian kepada pihak
dasar musyawarah penetapan Ganti Kerugian. yang mengajukan keberatan (vide Pasal 38
Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan UU 2/2012).
dalam bentuk: a. uang; b. tanah pengganti; c.
permukiman kembali; d. kepemilikan saham; 4. Pemberian Ganti Kerugian
atau e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua Pemberian Ganti Kerugian atas Objek
belah pihak (vide UU 2/2012 Pasal 31, Pasal Pengadaan Tanah diberikan langsung
32, Pasal 34, dan Pasal 36). kepada Pihak yang Berhak berdasarkan
Lembaga Pertanahan melakukan hasil penilaian yang telah ditetapkan dan/
musyawarah dengan Pihak yang Berhak atau berdasarkan putusan pengadilan negeri/
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) Mahkamah Agung. Pada saat pemberian Ganti
hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti
disampaikan kepada Lembaga Pertanahan Kerugian wajib: a. melakukan pelepasan
untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya hak; dan b. menyerahkan bukti penguasaan
Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah
Ganti Kerugian. Hasil kesepakatan dalam kepada Instansi yang memerlukan tanah
musyawarah menjadi dasar pemberian Ganti melalui Lembaga Pertanahan. Bukti tersebut
Kerugian kepada Pihak yang Berhak yang merupakan satu-satunya alat bukti yang sah
dimuat dalam berita acara kesepakatan. menurut hukum dan tidak dapat diganggu
gugat di kemudian hari.
Dalam hal Pihak yang Berhak menolak
bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang berhak menerima Ganti
tetapi tidak mengajukan keberatan kepada Kerugian bertanggungjawab atas kebenaran
Pengailan Negeri setempat dalam waktu 14 dan keabsahan bukti penguasaan atau
hari kerja, karena hukum Pihak yang Berhak kepemilikan yang diserahkan. Tuntutan pihak
dianggap menerima bentuk dan besarnya lain atas Objek Pengadaan Tanah yang telah
Ganti Kerugian. diserahkan kepada Instansi yang memerlukan
tanah menjadi tanggungjawab Pihak yang
3. Jika Tidak Terjadi Kesepakatan Berhak menerima Ganti Kerugian.
Dalam hal tidak terjadi kesepakatan Dalam hal Pihak yang Berhak menolak
mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian
Kerugian, Pihak yang Berhak - d.h.i berdasarkan hasil musyawarah dan/atau
Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Papua berdasarkan putusan pengadilan negeri/
dan Provinsi Papua Barat - dapat mengajukan Mahkamah Agung, maka Ganti Kerugian
keberatan kepada pengadilan negeri setempat dititipkan di pengadilan negeri setempat. Di
(masing-masing) dalam waktu paling lama 14 samping itu Penitipan Ganti Kerugian juga
(empat belas) hari kerja setelah musyawarah dilakukan terhadap: a. Pihak yang Berhak
penetapan Ganti Kerugian. menerima Ganti Kerugian tidak diketahui
Pengadilan negeri memutus bentuk dan/ keberadaannya; atau b. Objek Pengadaan
atau besarnya Ganti Kerugian dalam waktu Tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian: 1.
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak sedang menjadi objek perkara di pengadilan;
diterimanya pengajuan keberatan. Pihak yang 2. masih dipersengketakan kepemilikannya; 3.
keberatan terhadap putusan pengadilan negeri diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang;
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) atau 4. menjadi jaminan di bank.
hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Pada saat pelaksanaan pemberian
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak telah
Mahkamah Agung wajib memberikan dilaksanakan atau pemberian Ganti Kerugian
putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga sudah dititipkan di pengadilan negeri, maka
puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi Objek kepemilikan atau Hak Atas Tanah
diterima. Putusan pengadilan negeri/ dari Pihak yang Berhak menjadi hapus dan
Mahkamah Agung yang telah memperoleh alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku
kekuatan hukum tetap menjadi dasar serta tanahnya menjadi tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara.
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 1, Maret 2016 : 61 - 75 69
Jurnal Penelitian Hukum
De Jure No:511/Akred/P2MI-LIPI/04/2013
PROSENTASE 75 % 25 %
Sedangkan menurut “Evaluasi Tanah Ketimpangan ekonomi, ii. Ketidakadilan sosial, iii.
di Ditjen Perhubungan Udara (1ha) pada 58 Penguasaan sumber hidup, iv. Dominasi dan alih
UPT”, adalah sebagai berikut: kuasa terhadap sumber strategis, v. Pertentangan
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 1, Maret 2016 : 61 - 75 71
Jurnal Penelitian Hukum
De Jure No:511/Akred/P2MI-LIPI/04/2013
Putusan MA:
Hakim PN dan PT tidak faham
gugatan dan memori banding;
“alasan dan dalam memutus perkara
aquo sudah tepat dan benar”
oleh MA PN dan PT merupakan
pertimbangan yang keliru;
“perempuan tidak mewaris” juga
merupakan pertimbangan yang
salah;
foto copy bukan bukti, yang
diperlukan bukti asli;
1 saksi bukan saksi;
Gambaran itu menunjukkan, jika masing- Sampai sekarang belum ada
masing pihak mementingkan dirinya sendiri, kejelasan apakah Amerika dan
maka tujuan berbangsa dan bernegara akan gagal. Jepang sudah membayar ganti
Pemerintah gagal memakmurkan rakyatnya,
rgi Bandara Sentani” merupakan
rakyatnya gagal memakmurkan dirinya. Sudah
tanah obyek yang tidak jelas dan
saatnya diakhiri istilah: “Kami tidak mengakui
kabur.
Negara kalau Negara tidak mengakui Kami”.
Untuk itu masing-masing pihak “bersama-sama Menolak kasasi Ahli Waris Yahya
bekerja untuk Indonesia maka pemerintah dan Felle.
rakyat yang akan menikmatinya”. Jika konflik
diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat, Saran
maka hasilnya menang dan menang seperti gambar Pemerintah – d.h.i. Kemenhub
di atas. Keledai saja bisa melakukannya, kenapa – dalam pengadaan tanah untuk
manusia tidak. bandara agar selalu berkoordinasi
Hasil perselisihan melalui pengadilan dengan Kemenagraria/Kepala BPN
adalah kalah dan menang. Hal itu dapat diberi dan pemerintah daerah setempat;
contoh dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Jika terjadi sengketa terkait hak
Republik Indonesia Nomor 2164K/Pdt/2010, atas tanah adat khususnya tanah
sebagai berikut: yang ada dalam Besluit van
Para Pihak: Pemerintah v Ahli Waris the Netherlands Nieuw Guenia
Yahya Felle; Gouvernour Number 63 in 1961,
masing-masing menyiapkan bukti
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 1, Maret 2016 : 61 - 75 73
Jurnal Penelitian Hukum
De Jure No:511/Akred/P2MI-LIPI/04/2013
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 1, Maret 2016 : 61 - 75 75