Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KMB 1

“MASALAH KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KEBUTUHAN


CAIRAN AKIBAT PATOLOGIS SISTEM PERKEMIHAN (GAGAL
GINJAL)”

Dosen Pengampu : Ns. Ali Akbar, M.Kep


Disusun oleh :
Rifani Anggela 841204020
Kurniawati 841204025

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PONTIANAK
2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan inayah-Nyasehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Makalah yang berjudul Gagal Ginjal.

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak/ibu yang telah


membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih
juga saya ucapkan kepada teman- teman seperjuangan yang telah
mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat
waktu.

Kami menyadari, bahwa laporan makalah yang kami buat ini


masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa,
maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di
masamendatang.

Semoga laporan makalah ini bisa menambah wawasan para


pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan.

Pontianak, 20 oktober 2021

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................5
C. Tujuan.............................................................................................5
D. Manfaat ..........................................................................................6
BAB II TINJAUAN TEORI
A. KONSEP GAGAL GINJAL KRONIK..........................................7
1. Definisi............................................................................................7
2. Anatomi...........................................................................................8
3. Fisiologi..........................................................................................8
4. Etiologi ...........................................................................................9
5. Patofisiologi ..................................................................................10
6. Klasifikasi......................................................................................11
7. Manifestasi Klinik..........................................................................11
8. Penatalaksanaan.............................................................................12
9. Kompikasi......................................................................................14
10. Pemeriksaan Penunjang.................................................................15
11. Pathway .........................................................................................16
B. KONSEP MASALAH KEPERAWATAN...................................17
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
I. Pengkajian......................................................................................18
II. Diagnosa........................................................................................19
III. Intervensi.......................................................................................20
IV. Implementasi..................................................................................21
V. Evaluasi..........................................................................................22
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................23
B. Saran .............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal termasuk salah satu penyakit ginjal yang paling
berbahaya. Penyakit ginjal tidak menular, namun menyebabkan kematian.
Penyakit gagal ginjal dibedakan menjadi dua, yaitu gagal ginjal akut (GGA)
dan gagal ginjal kronik (GGK) (Muhammad, 2012).
Penyakit GGK pada stadium akhir disebut dengan End Stage Renal
Disease (ESDR). Penyakit GGK merupakan masalah kesehatan masyarakat
global dengan prevalensi dan insidensi gagal ginjal yang meningkat,
prognosis yang buruk dan biaya yang.Perawatan penyakit ginjal di
Indonesia merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS
kesehatan setelah penyakit jantung (Infodatin, 2017). Menurut data dari
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi GGK di Indonesia
sekitar 0,2%. Prevalensi kelompok umur ≥ 75 tahun dengan 0,6% lebih
tinggi daripada kelompok umur yang lain.
Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari
500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal pasien gagal ginjal kronik
paling banyak. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup bergantung
pada cuci darah (Hemodialisis). Di Indonesia, berdasarkan Pusat Data dan
Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, jumlah pasien
gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk,
60% nya adalah usia dewasa dan usia lanjut. Pada peringatan Hari Ginjal
Sedunia, menyatakan bahwa hingga saat ini terdapat sekitar 70 ribu orang
pasien gagal ginjal kronik yang memerlukan penanganan terapi cuci darah.
Di Jawa Timur, 1-3 dari 10.000 penduduknya menderita PGK. Di Ponorogo
pada bulan Januari sampai September 2014 jumlah pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa sejumlah 8.617 pasien. Terdiri dari
pasien baru sejumlah 170 pasien, dan pasien lama sejumlah 8.447 pasien
(Depkes RI 2009).
Pada Provinsi Kalimantan Barat, penyakit gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa di tahun 2015 sebanyak 238 pasien, kemudian
ditahun 2017 meningkat dengan pertambahan pasien baru sebanyak 568
pasien. Berdasarkan rekam medik RS Sudarso Pontianak, jumlah kunjungan
penderita penyakit gagal ginjal kronik di unit hemodialisa pada tahun 2011
tercatat 885 kunjungan dari 205 penderita gagal ginjal kronik, dan pada
tahun 2012 tercatat 1.241 kunjungan dari 205 penderita gagal.
Terus meningkatnya angka GGK dengan hemodialisa membuat
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan program untuk

iv
mengatasinya melalui upaya pencegahan dan pengendalian penyakit ginjal
kronik dengan meningkatkan upaya promotif dan preventif dengan
modifikasi gaya hidup, yaitu dengan melakukan aktivitas fisik teratur,
makan makanan sehat (rendah lemak, rendah garam, tinggi serat), kontrol
tekanan darah dan gula darah, monitor berat badan, minum air putih
minimal 2 liter perhari, tidak mengkonsumsi obat-obatan yang tidak
dianjurkan, dan tidak merokok. Selain itu pemerintah juga mendorong
implementasi program Posbindu Pelayanan Penyakit Tidak Menular adar
dapat dilakukan deteksi dini terhadap penyakit gagal ginjal kronik.
(KEMENKES, 2018)
Dengan terus memberi dukungan pada klien maka klien merasa
diperhatikan. Terdapat lima kegiatan keluarga yang saling terkait dalam
memberikan bantuan pada anggota keluarga yang menderita GGK
hemodialisa yaitu ( Depkes 2009) :
1. Menilai, yaitu dengan cara melakukan evaluasi terhadap kemampuan
individu yang dirawat dan membuat solusi terhadap permasalahan
yang dihadapi anggota keluarga yang sakit (problem solving).
2. Mengadvokasi, dengan cara memfasilitasi anggota keluarga yang
menderita ggk untuk berinteraksi dengan professional care provider.
3. Menghibur, dilakukan dengan cara mengajak berkomunikasi yang
diselingi dengan canda;
4. Memberikan bantuan rutinitas/harian, dapat dilakukan dengan cara
membuat prosedur dan jadwal tetap untuk merawat dan member
bantuan;
5. Memberikan latihan, dapat dilakukan dengan cara memberikan
motivasi, memberikan dukungan, mengerjakan suatu ketrampilan,
melatih kemampuan, men-suport.

B. Rumusan Masalah
1. Membahas tentang konsep gagal ginjal kronik
2. Membahas tentang konsep gagal ginjal akut
3. Asuhan keperawatan teoritis

C. Tujuan
Tujuan Umum
Memberikan pengetahuan terhadap setiap yang membaca makalah ini
mengenai masalah keperawatan pada gangguan sistem perkemihan gagal
ginjal.
Tujuan Khusus
Secara khusus penulisan penelitian ini dilakukan dengan
tujuan sebagai berikut :
1. Mahasiswa menambah pengetahuan tentang konsep

v
gagal ginjal kronik.
2. Mahasiswa membahas tentang anatomi yang
berhubungan dengan organ patofisiologi gagal ginjal.
3. Mengetahui perawatan terapi hemodalisa pada pasien
gagal ginjal kronik.
4. Mahasiswa belajar untuk mampu menyusun asuhan
keperawatan teoritis

D. Manfaat
Bagi Perawat sebagai bahan masukan dalam pemberian pendidikan
kesehatan kepada keluarga penderita Gagal Ginjal dalam memberikan
dukungan menjalani proses penyembuhan dan merawat pasien Gagal
Ginjal.
Manfaat praktis untuk klien adalah dapat dijadikan sebagai sumber
pengetahuan khususnya dalam kasus gagal ginjal dengan masalah kelebihan
volume cairan.

vi
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR GAGAL GINJAL


Ginjal adalah salah satu organ penting tubuh yang berfungsi untuk
menyaring darah. Organ yang berbentuk menyerupai kacang ini terletak di
sepanjang dinding otot bagian belakang (otot posterior rongga perut).Pada
umumnya, ginjal berukuran sekepalan tangan dan dilengkapi dengan
sepasang ureter, sebuah kandung kemih dan uretra. Ketiganya bagian dari
ginjal tersebut berfungsi membawa urine keluar dari tubuh (Pongsibidang,
2016).

Manusia mempunyai sepasang ginjal yang bagian kirinya terletak sedikit


lebih tinggi dibandingkan ginjal kanan. Hal ini dikarenakan adanya organ
hati yang mendesak ginjal bagian kanan.Ginjal juga dilindungi oleh tulang
rusuk dan otot punggung. Sementara itu, jaringan adiposa (jaringan lemak)
mengelilingi ginjal dan berperan sebagai bantalan pelindung ginjal.
Pongsibidang, 2016 . Anatomi ginjal dibagi menjadi tiga bagian, mulai
dari bagian yang paling luar hingga ke dalam, yaitu :
1. korteks ginjal.
2. Medula ginjal.
3. dan pelvis ginjal.

vii
Gagal ginjal merupakan kondisi ketika ginjal tidak lagi dapat berfungsi
dengan baik dalam membuang cairan dan limbah dari darah. Kondisi ini
dapat menimbulkan komplikasi jika dibiarkan (Pongsibidang, 2016).

a) Gagal Ginjal Kronis


Kerusakan ginjal pada kondisi ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal
secara bertahap selama lebih dari 3 bulan. Gagal ginjal kronis sering
disebabkan oleh diabetes tipe 1 dan 2, hipertensi, penyakit autoimun, atau
penyakit infeksi pada ginjal.
b) Gagal Ginjal Akut
Pada penyakit ginjal ini, terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-
tiba. Gagal ginjal akut sering disebabkan oleh kekurangan cairan dan darah,
cedera pada ginjal, atau sumbatan yang menyebabkan kembalinya cairan ke
ginjal.

B. GAGAL GINJAL KRONIK

1. Definisi
Gagal ginjal kronis merupakan penyakit yang menahun dan bersifat
progresif, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme atau keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia.
Gagal ginjal kronis terjadi apabila Laju Filtrasi Glomeruler (LFG) kurang
dari 60 ml/menit/1,73m2 selama tiga bulan atau lebih. Berbagai faktor yang
mempengaruhi kecepatan kerusakan serta penurunan fungsi ginjal dapat
berasal dari genetik, perilaku, lingkungan maupun proses degenerative
(Pongsibidang, 2016).
Gagal ginjal kronis yang juga disebut CKD atau Chronic Kidney
Disease ditandai oleh penurunan fungsi ginjal yang cukup besar, yaitu
biasanya hingga kurang dari 20% nilai GFR yang normal, dalam periode
waktu yang lama biasanya > 3 bulan. Penyakit ginjal kronis bisa
berlangsung tanpa keluhan dan gejala selama bertahun - tahun dengan
peningkatan uremia dan gejala yang menyertai ketika GFR sudah turun
hingga di bawah 60 mL/menit. Penyebab gagal ginjal kronis yang semuanya
berupa penyakit kronis jangka panjang (Tao. L, 2013).

viii
2. Anatomi
Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal / ruang
anatomi yang terletak pada permukaan media - lateral dinding posterior
abdomen. Ginjal organ yang letaknya setinggi T12 hingga L3. Ginjal kanan
terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar (Tao. L,
2013).
Setiap ginjal panjangnya 6 -7,5 cm, tebal 1,5-2,5 cm, dan beratnya
pada orang dewasa sekitar 140 gram. (Pearce, 2011).
Setiap ginjal dilapisi kapsul tipis dari jaringan fibrosa yang rapat
membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya
terdapat struktur - struktur ginjal. Warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian
korteks di sebelah luar, dan bagian medulla di sebelah dalam. Bagian
medulla ini tersusun atas lima belas sampai enam belas massa berbentuk
piramida, yang disebut pyramid ginjal (nefron dan tubulus), Puncak -
puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di kalises. Kalises ini
menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Pearce, 2011).
3. Fisiologi
Fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam
dalam darah, keseimbangan asam basa darah, serta ekresi bahan buangan
dan kelebihan garam (Pearce, 2011).
Uraian dari fungsi ginjal yaitu diantaranya :
a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam
tubuh akan diekresikan oleh ginjal sebagai urine yang encer dalam
jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan
urine yang diekresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat,
sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan
relative normal.
b. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan
keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan
elektrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-
ion akibat pemasukan garam yang berlebihan / penyakit perdarahan
(diare dan muntah) ginjal akan meningkatkan ekresi ion-ion yang
penting (Na, K, Cl, fosfat).
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh, bergantung pada
apa yang dimakan. Campuran makanan menghasilkan urine yang

ix
bersifat asam, pH kurang dari 6, ini disebabkan hasil akhir
metabolisme protein. Apabila banyak makan sayur-sayuran, urine
akan bersifat basa. pH urine bervariasi 4,8-8,2. Ginjal menyekresi
urine sesuai dengan perubahan pH darah.
d. Ekresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum / urea, asam urat,
kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme
haemoglobin dan bahan kimia asing (Pestisida).
e. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormone
renin yang memunyai peranan penting mengatur tekanan darah
(system renin, angiotensin aldosterone) membentuk eritropoitin,
mempunyai peranan penting untuk memproses pembentukan sel
darah merah (eritropoitin). Di samping itu ginjal juga membentuk
hormone dihidroksikolekalsiferol (Vitamin D Aktif) yang diperlukan
untuk absorbs ion kalsium di usus (Syaifudin, 2013).

4. Etiologi
Angka kejadian gagal ginjal meningkat setiap tahunnya, baik di Indonesia
maupun di dunia. Data di Indonesia, penyebab Gagal Ginjal Kronis (GGK)
terbanyak adalah Glomerulus nefritis, Infeksi Saluran Kemih (ISK), Batu
saluran kencing, Nefropati diabetik, Nefrosklerosis hipertensi, dan Ginjal
polikistik.Hipertensi dengan persentase kemungkinan sebesar 24%, diabetes
mellitus sebesar 30%, glomerulonhepritis sebesar 17%, chronic
pyelomephritis sebesar 5% dan yang terakhir tidak diketahui penyebabnya
sebesar 20% (Irwan, 2016).
Selain itu penyebab gagal ginjal juga dipengaruhi oleh faktor gaya hidup
yaitu merokok, mengkonsumsi minuman suplemen berenergi,
mengkonsumsi kopi (Irwan, 2016).
Penyebab gagal ginjal kronik diantaranya, yaitu :
Prarenal :
a. Stenosis arteria renalis / penyempitan arteri ginjal
b. Emboli (Kedua ginjal) / gumpalan darah atau gelembung gas
tersangkut dalam pembuluh darah dan menyebabkan penyumbatan
vaskuler.
c. Parenkim / Jaringan dasar :
d. Diabetes mellitus
e. Hipertensi
f. Glomerulonefritis kronis / Peradangan ginjal
g. Nefritis tubulointerstisial kronis / Peradangan tubulus
h. Amiloidosis / protein abnormal yang menumpuk pada organ.
i. Cancer renal / Kanker ginjal
j. Systemic lupus erythematosus / SLE

x
Postrenal :
a. Obtruksi saluran kemih
b. Infeksi saluran kemih (Tao. L, 2013).
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan GGK salah
satunya adalah riwayat gaya hidup. Gaya hidup yang dimaksud adalah gaya
hidup seperti riwayat penggunaan obat analgetika dan obat anti inflamasi
non steroid yaitu obat yang digunakan untuk mengurangi peradangan,
sehingga meredakan nyeri dan menurunkan demam, selain itu adanya
riwayat merokok, riwayat penggunaan minuman suplemen berenergi (Irwan,
2016).
Faktor pencetus lainnya yaitu dimulai dari zat toksik (antibiotik, alkohol,
kokain, dan heroin) , dam obstruksi saluran kemih yang dapat menyebabkan
arterio sclerosis / arteri yang mengeras (Irwan, 2016).

5. Patofisiologi
Penyakit gagal ginjal kronis awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Mula - mula karena adanya zat toksik, infeksi dan
obtruksi saluran kemih yang menyebabkan retensi urine atau sulit
mengeluarkan urin. Dari penyebab tersebut, Glomerular Filtration Rate
(GFR) di seluruh nefron turun dibawah normal. Hal yang dapat terjadi dari
menurunnya GFR meliputi : sekresi protein terganggu, retensi Na /
kelebihan garam dan sekresi eritropoitin turun. (Nurarif, 2015).
Hal ini mengakibatkan terjadinya sindrom uremia yang diikuti oleh
peningkatan asam lambung dan pruritis. Asam lambung yang meningkat
akan merangsang mual, dapat juga terjadi iritasi pada lambung dan
perdarahan jika iritasi tersebut tidak ditangani dapat menyebabkan melena
atau feses berwarna hitam. Proses retensi Na menyebabkan total cairan ektra
seluler meningkat, kemudian terjadilah edema. Edema tersebut
menyebabkan beban jantung naik sehingga terjadilah hipertrofi atau
pembesaran ventrikel kiri dan curah jantung menurun (Nurarif, 2015).
Proses hipertrofi tersebut diikuti juga dengan menurunnya aliran darah
ke ginjal, kemudian terjadilah retensi Na dan H2O atau air meningkat. Hal
ini menyebabkan kelebihan volume cairan pada pasien GGK. Selain itu
menurunnya cardiak output atau curah jantung juga dapat mengakibatkan
kehilangan kesadaran karena jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan
oksigen di otak sehingga menyebabkan kematian sel. Hipertrofi ventrikel
akan mengakibatkan difusi atau perpindahan O2 dan CO2 terhambat
sehingga pasien merasakan sesak. Adapun Hemoglobin yang menurun akan

xi
mengakibatkan suplai O2 Hb turun dan pasien GGK akan mengalami
kelemahan atau gangguan perfusi jaringan (Nurarif, 2015).
6. Klasifikasi
Menurut Suharyanto, 2013 Gagal ginjal kronis dibagi dalam 3 stadium,
antara lain :
a. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium
ini keatinin serum yaitu molekul limbah kimia hasil metabolisme
otot dan kadar BUN atau Blood Urea Nitrogen normal, dan penderita
asimtomatik tau pasien tidak merasakan gejala penyakit. Gangguan
fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan
tes GFR yang teliti.
b. Stadium II, dinamakan infufisiensi ginjal :
1) Pada stadium ini, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi
telah rusak.
2) GFR besarnya 25% dari normal.
3) Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal.
4) Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di malam hari
sampai 700 ml dan poliuria atau sering berkemih dari hari
biasanya (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul.
c. Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia :
1) Sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya
sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh.
2) Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal.
3) Kreatinin serum dan BUN atau Blood Urea Nitrogen akan
meningkat dengan mencolok.
4) Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam
tubuh,yaitu :oliguria atau cairan urin yang keluar sedikit dari normal
karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.

7. Manifestasi Klinis
Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala ; Keparahan
kondisi bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang
mendasari, dan usia pasien (Suharyanto, 2013).
a. Sistem Kardiovaskuler Hipertensi, retinopati (kerusakan
retina mata) dan ensefalopati hipertensif (suatu sindrom
akibat dari peningkatan tekanan arteri mendadak tinggi yang
dapat mempengaruhi fungsi otak), beban sirkulasi berlebih,
edema, gagal jantung kongestif (kegagalan jantung dalam
memompa pasokan darah yang dibutuhkan tubuh), dan
distritmia (gangguan irama jantung).

xii
b. Sistem Dermatologi Pucat, pruritis atau gatal, Kristal uremia,
kulit kering, dan memar.
c. Sistem Neurologi Mudah lelah, otot mengecil dan lemah,
sistem saraf tepi : Penurunan ketajaman mental, konsentrasi
buruk, kekacauan mental, koma, otot berkedut, kejang.
d. Sistem pernafasan Disppnea yaitu kondisi yang terjadi akibat
tidak terpenuhinya pasokan oksigen ke paru – paru yang
menyebabkan pernafasan menjadi cepat, pendek, dan
dangkal., edema paru, pneumonitis, kussmaul (pola
pernapasan yang sangat dalam).
e. Sistem Gastroinstestinal Anoreksia, mual, muntah, nafas bau
amoniak, mulut kering, pendarahan saluran cerna, diare,
stomatitis atau sariawan, parotitis atau infeksi virus yang
menyebabkan pembengkakan pada kelenjar parotis pada
wajah.
f. Sistem Perkemihan Poliuria (urine dikeluarkan sangat
banyak dari normal), berlanjut menuju oliguria (urine yang
dihasilkan sangat sedikit), lalu anuria (kegagalan ginjal
sehingga tidak dapat membuat urine), nokturia (buang air
kecil di sela waktu tidur malam), proteinuria (Protein
didalam urine).
g. Hematologik Anemia, hemolysis (kehancuran sel darah
merah), kecenderungan perdarahan, risiko infeksi.
h. Biokimia Azotemia (penurunan GFR, menyebabkan
peningkatan BUN dan kreatinin), hyperkalemia, Retensi Na,
Hipermagnesia, Hiperrurisemia.
i. Sex Libido hilang, Amenore (ketika seorang wanita usia
subur tidak mengalami haid), Impotensi dan sterilisasi.
j. Metabolisme Hiperglikemia kebutuhan insulin menurun,
lemak peningkatan kadar trigliserad, protein sintesis
abnormal.
k. Gangguan kalsium Hiperfosfatemia, hipokalsemia,
konjungtivitis / ureamia mata merah.

8. Penatalaksanaan
Pengobatan gagal ginjal kronis dibagi menjadi 2 tahap, yaitu konservatif
dan dialysis/transplantasi ginjal (Suharyanto, 2013).
a. Tindakan konservatif untuk meredakan atau memperlambat gangguan
fungsi ginjal progresif. Pengobatan (Irwan, 2016) :
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan.
a) Pembatasan protein, jumlah kebutuhan protein dilonggarkan sampai
60 – 80 g/hari, apabila penderita mendapatkan pengobatan dislisis

xiii
teratur. Makanan yang mengandung tinggi protein yaitu susu, telur,
hati, kacang - kacangan.
b) Diet rendah kalium, diet yang dianjurkan adalah 40 - 80 mEq/hari.
Jika berlebih mengkonsumsi makanan yang mengandung kalium
dapat menyebabkan hyperkalemia. Terlalu banyak kalium dalam
tubuh dapat menyebabkan terganggunya aktivitas listrik di dalam
jantung yang ditandai dengan melambatnya detak jantung bahkan
pada kasus hiperkalemia berat, jantung dapat berhenti berdetak dan
menyebabkan kematian. Bahan makan yang tinggi kalium
diantaranya seperti pisang, jeruk, kentang, bayam dan tomat
sedangkan makanan yang rendah kalium adalah apel, kubis, buncis,
anggur, dan stroberi.
c) Diet rendah natrium, diet Na yang dianjurkan adalah 40 - 90
mEq/hari atau tidak lebih dari 2000 mg natrium atau setara dengan 1
– 1,5 sendok teh/hari. Natrium (sodium) banyak terkandung di dalam
garam. Natrium dapat menahan cairan di dalam tubuh dan
meningkatkan tekanan darah. Pada penderita gagal ginjal, hal ini
akan membuat jantung dan paru-paru bekerja lebih keras. Diet
rendah natrium penting untuk mencegah retensi cairan, edema
perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d) Pengaturan cairan, cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap
lanjut harus diawasi secara seksama. Parameter yang tepat untuk
diikuti selain data asupan dan air
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a. Hipertensi, batasi konsumsi natrium, pemberian diuretik
(obat yang berfungsi untuk membuang kelebihan garam dan
dari dalam tubuh melalui urine), pemberian antihipertensi
namun jika lagi hemodialisa diberhentikan karena jika
dilanjutkan dapat menyababkan hipotensi dan syok.
b. Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia (gangguan yang
terjadi pada irama jantung) dan juga henti jantung.
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan
insulin. Insulin dapat membantu mengembalikan kalium ke
dalam sel-sel tubuh. Kalium merupakan mineral didalam
tubuh.
c. Anemia dikarenakan terjadinya peurunan sekresi
eritropoeitin diginjal, terapi yang diberikan pemberian
hormone eritropoitin, tranfusi darah, dan vitamin.
d. Diet rendah fosfat. Fosfor adalah salah satu jenis mineral
yang banyak ditemukan pada makanan seperti susu, keju,
kacang kering, kacang-kacangan dan selai kacang. Kelebihan
jumlah fosfor dalam darah penderita akan melemahkan
tulang dan menyebabkan kulit gatal-gatal.

xiv
e. Pengobatan hiperurisemia dengan olopurinol (menghambat
sintesis asam urat).
3) Dialisis dan transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialysis yaitu
Hemodialisa dan Peritoneal Dialysis selain itu juga ada transplantasi ginjal.
Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan
klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialisis dapat dilakukan
apabila kadar kreatinin serum biasanya di atas 6 mg/100 ml pada laki – laki
atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit
(Suharyanto, 2013).
4) Hemodialisis
Hemodalisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut
dialiser. Frekuensi tindakan hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya
fungsi ginjal yang tersisa, rata - rata penderita menjalani tiga kali dalam
seminggu, sedangkan lama pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga
sampai empat jam tiap sekali tindakan terapi. Terapi hemodialisa juga akan
mempengaruhi keadaan psikologis pasien. Pasien akan mengalami
gangguan proses berpikir dan konsentrasi serta gangguan dalam
berhubungan sosial. Semua kondisi tersebut akan menyebabkan
menurunnya kualitas hidup pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa.
Kualitas hidup pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa sangat
dipengaruhi oleh beberapa masalah yang terjadi sebagai dampak dari terapi
hemodialisa dan juga dipengaruhi oleh gaya hidup pasien (Irwan, 2016).

9. Komplikasi
Gagal ginjal kronis ini dapat menyebabkan terjadinya kelebihan cairan
pada tubuh pasien sehingga dampak yang akan muncul adalah komplikasi
lanjut seperti hipertensi, gagal jantung, edema pulmonal atau kondisi yang
ditandai dengan gejala sulit bernapas akibat terjadinya penumpukan cairan
di dalam alveoli, nyeri pleura, dan sesak napas. Selain itu anemia juga
merupakan salah satu komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronis
(Permatasari, 2019).
Komplikasi yang dapat timbul pada gagal ginjal kronis (Permatasari,
2019) :
a. Pada gagal ginjal kronis terjadi beban volume,
ketidakseimbangan elektrolit, asidosis metabolik (kondisi
yang terjadi ketika kadar asam di dalam tubuh sangat tinggi
ditandai dengan beberapa gejala, misalnya napas pendek,
linglung, atau sakit kepala), azotemia (peningkatan nitrogen

xv
urea darah /BUN referensi kisaran, 8-20 mg / dl dan serum
kreatinin nilai normal 0,7 – 1,4 mg/dl) , dan urea.
b. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi
azotemia dan urema berat. Asidosis metabolik memburuk,
yang secara mencolok merangsang kecepatan pernafasan.
c. Hipertensi, didalam ginjal terdapat hormone renin yang
mengatur tekanan darah jika ginjal bermasalah maka tekanan
darah dapat meningkat, anemia, osteodistrofi (kelainan
tulang pada GGK akibat gangguan absorpsi kalsium),
hiperkalemia, ensefalopati uremik (gangguan otak akibat
penurunan laju filtrasi ginjal yang ditandai sulit konsentrasi
dan gangguan fungsi kognitif), dan pruritus (gatal) adalah
komplikasi yang sering terjadi.
d. Penurunan pembentukan eritopoetin dapat menyebabkan
sindrom anemia dan penyakit kardiovaskular.
e. Dapat terjadi gagal jantung kongestif
f. Tanpa pengobatan dapat terjadi koma dan kematian

10. Pemeriksaan Penunjang


Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosa gagal ginjal kronis (Permatasari, 2019).
a. Biokimiawi Pemeriksaan utama dari analisis fungsi ginjal
adalah ureum dan kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih
akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah dengan analisa
creatinine Clearence (klirens kreatinin). Selain pemeriksaan
fungsi ginjal (renal fuction test), pemeriksaan kadar elektrolit
juga harus dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan
elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
b. Urinalis Urinalisis dilakukan untuk penyaringan ada atau
tidaknya infeksi pada ginjal atau ada atau tidakanya
perdarahan aktif akibat inflamasi atau peradangan pada
jaringan parenkim ginjal.
c. Ultrasonografi Ginjal Imaging (gambaran) dari ultrasonografi
akan memberikan informasi mendukung untuk menegakkan
diagnosis gagal ginjal. Pada pasien gagal ginjal biasanya
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada
ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urine
a) Volume, biasanya berkurang dari 400ml/24jam atau anuria
yaitu tidak adanya produksi urine.

xvi
b) Warna, secara abnormal urine keruh kemungkinan
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, hb, mioglobin, dan porfirin.
c) Berat jenis, kurang dari 1,010 menunjukan kerusakan ginjal
berat.
d) Osmoalitas, kurang dari 350 mOsm/kg menujukan kerusakan
ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1.
e) Klirens kreatinin mengalami penurunan.
f) Natrium, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak
mampu mereabsorbsi natrium.
g) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus.
2) Darah
a) BUN / kreatinin, meningkat kadar kreatinin 10 mg/dl diduga
tahap akhir.
b) Hematokrit menurun sehingga terjadi anemia. Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr/dl.
c) Sel darah merah, menurun, defisiensi eritopoeitin.
d) Analisin gas darah, basanya asidosis metabolik, pH kurang
dari 7,2. e) Natrium serum menurun, kalium meningkat,
magnesium meningkat, kalsium menurun.
3) Pemerksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit.

11. Pathway

xvii
C. KONSEP MASALAH KEPERAWATAN

1. Pengertian Masalah Keperawatan Masalah keperawatan merupakan


label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari respon
klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya (PPNI,
2017).
2. Kriteria Mayor dan Minor Kriteria mayor adalah tanda/gejala yang
ditemukan sekitar 80% - 100% untuk validasi diagnosa. Sedangkan
kriteria minor adalah tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika
ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosa (PPNI, 2017).
3. Kondisi Klinis Terkait Merupakan kondisi atau situasi yang dapat
meningkatkan kerentanan klien mengalami masalah kesehatan
(PPNI, 2017).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
I. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu
dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi
kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan
(Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta, 2012).
a. Identitas pasien Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir,
asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.
c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama pasien
sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara
minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan pasien
untuk menaggulangi penyakitnya.
d. Aktifitas/istirahat : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak
e. Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada
(angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
f. Integritas ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da
kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.

xviii
g. Eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal
tahap lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna
urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
h. Makanan/Cairan Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi
abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor
kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
i. Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome
“kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot,
aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
j. Nyeri/kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan
perilaku berhatihati/distraksi, gelisah.
k. Pernapasan Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan
banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk
dengan sputum encer (edema paru).
l. Keamanan Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada
pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area
ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
m. Seksualitas Penurunan libido, amenorea, infertilitas
n. Interaksi social Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
o. Penyuluhan/Pembelajaran Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk
gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria,
maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan,
penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua
jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis
negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau
beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan
mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat
penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri
atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan
diagnosis positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat
dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat dan optimal.
Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis Promosi Kesehatan

xix
(ICNP, 2015) Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya
terdiri atas penyebab dan tanda/gejala. Pada diagnosis resiko
tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala, hanya memiliki faktor
resiko.
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien.
Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan
kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut (Brunner&Sudart,
2013 dan SDKI, 2016):
1) Hipervolemia

III. Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan gagal
ginjal kronik dengan masalah kelebihan volume cairan antara lain :

Waktu Diagnosa Tujuan & kriteria Perencanaan Rasional


(tgl/jam) hasil
11/07/2021 Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia 1. Agar mengetahui
tindakan keperawatan Observasi: apakah ada
selama 3x8 jam maka 1. Periksa tanda dan gejala edema,dispnea,dan
hipervolemia meningkat hipervolemia (edema, suara napas tambahan.
dengan kriteria hasil: dispnea, suara napas
2. Intake tindakan yang
1. Asupan cairan tambahan)
meningkat 2. Monitor intake dan
dilakukan untuk
2. Keluarnya urin output cairan mengukur jumlah
meningkat 3. Monitor jumlah dan cairan yang masuk
3. Edema menurun warna urin Terapeutik kedalam tubuh dan
4. Tekanan darah 4. Batasi asupan cairan dan jumlah cairan yang
membaik garam keluar dari dalam
5. Turgor kulit membaik 5. Tinggikan kepala tempat tubuh (output)
tidur Edukasi 3. Untuk mengetahui
6. Jelaskan tujuan dan berapa kali
prosedur pemantauan mengeluarkan urin
cairan Kolaborasi
perhari dan dapat
7. Kolaborasai pemberian
diuretik
mengetahui warna dari
8. Kolaborasi penggantian urin yang dikeluarkan.
kehilangan kalium akibat 4.Agar penumpukan
deuretik garam dan cairan

xx
9. Kolaborasi pemberian didalam tubuh
continuous renal menurun sehingga
replecement therapy tidak menyebabkan
(CRRT)dan Hemodialisis, retensi yang bisa
jika perlu memicu menyebabkan
hipervolemia.
7. Agar dapat
menambah kecepatan
pembentukan urin.
9. agar mampu
membuang cairan
berlebih didalam darah
dan menukar zat-zat
terlarut.

IV. Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses
asuhan keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi
kesehatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan yang di prioritaskan.
Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada
kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan
komunikasi (Kozier et al., 2010)
Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap
operasional yang harus diperhatikan oleh perawat dalam melakukan
implementasi keperawatan, yaitu sebagai berikut :
1) Tahap Prainteraksi
Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis
kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami
rencana keperawatan yang baik, menguasai keterampilan teknis
keperawatan, memahami rasional ilmiah dan tindakan yang akan
dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan, memahami
kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan

xxi
keperawatan, memahami standar praktik klinik keperawatan untuk
mengukur keberhasilan dan penampilan perawat harus meyakinkan
2) Tahap Perkenalan
Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama,
umur, alamat pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan
tindakan yang akan dilakukan oleh perawat, memberitahu kontrak
waktu, dan memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya tentang
tindakan yang akan dilakukan
3) Tahap Kerja
Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah
direncanakan, halhal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan
tindakan adalah energy pasien, pencegahan kecelakaan dan
komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon pasien terhadap
tindakan yang telah diberikan.
4) Tahap Terminasi Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan
perasaannya setelah dilakukan tindakan oleh perawat, berikan
feedback yang baik kepada pasien dan puji atas kerjasama pasien,
kontrak waktu selanjutnya, rapikan peralatan dan lingkungan pasein
dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan
pasien, lakukan pendokumentasian.

V. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk


menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi
dilakukan terus-menerus terhadap respon pasien pada tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif
dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan
menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak
teratasi atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon pasien.

xxii
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi
meliputi:
1) Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2) Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3) Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan
dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan
4) Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya
perubahan kondisi atau munculnya masalah baru.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronis merupakan penyakit yang menahun dan bersifat
progresif, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme atau keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia. Gagal ginjal kronis terjadi apabila Laju Filtrasi Glomeruler
(LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama tiga bulan atau lebih.
Berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan kerusakan serta
penurunan fungsi ginjal dapat berasal dari genetik, perilaku, lingkungan
maupun proses degenerative (Pongsibidang, 2016).
B. Saran
1. Pasien sebaiknya meningkatkan asupan makanannya.
2. Pasien sebaiknya mematuhi anjuran makanan yang diperbolehkan
pada diit jantung dan diit ginjal, seperti : nasi tim/bubur, kentang,
biskuit, roti, mie, daging sapi rendah lemak, daging ayam rendah
lemak, ikan, telur, susu rendah lemak dan protein, bayam, kangkung,
buncis, kacang panjang, wortel, tomat, labu siam, tauge

xxiii
3. Pasien sebaiknya mematuhi anjuran makanan yang dibatasi pada diit
jantung dan diit ginjal, seperti : minyak kelapa, minyak kelapa sawit,
santan kental, teh/kopi kental, mengurangi lauk nabati dan buah-
buahan dan sayur yang banyak mengandung kalium
4. Pasien sebaiknya mematuhi anjuran makanan yang tidak
diperbolehkan pada diit jantung dan diit ginjal,. Seperti contohnya
mengurangi konsumsi lauk nabati seperti tahu, tempe, dan kacang-
kacangan dan lebih sering mengonsumsi lauk hewani seperti
contohnya telur, ayam, ikan, dan lain sebagainya.
Selain itu responden juga harus mengurangi makanan yang
bersantan dan makanan yang digoreng. Responden sebaiknya membatasi
asupan natrium (garam dapur) agar tekanan darah tetap terkontrol.

DAFTAR PUSTAKA

Pongsibidang,2016. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG


Tao.L,2013. Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal Dengan CERDIK dan
PATUH. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2021 dari
www.depkes.go.id
Pearce,2011. Fundamentals of Canadian Nursing: Concepts, Process and
Practice, edisi2. Pearson Education Canada
Syarifudin,2013. Perawatan medikal bedah:suatu pendekatan proses
keperawatan. Mosby Company
Irwan,2016. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Nurafis,2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG
Suharyanto,2013. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria
Permatasari,2019. Textbook of Medical Surgical Nursing volume 1).

xxiv
Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins.
PPNI,2017 . Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keprawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Baradero,Mary 2011.ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL. Jakarta :
EGC
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).
Missouri: ELSEVIER Bonez,hery 2011. Gagal ginjal dan
penanganan gagal ginjal edisi 1. Jogyakarta : EGC

xxv

Anda mungkin juga menyukai