Anda di halaman 1dari 29

KOMUNIKASI PADA PASIEN

LUMPUH LAYU AKIBAT STROKE

Dosen pengampu: Ns. Dwin Seprian, M. Kep


Disusun oleh:
Fitrianah (841204009)
Yola (841204014)
Fika Marantika (841204008)
Refi Riani (841204012)
Nurul Hosnul Hotimah (841204011)
Nurhalimah (841204010)
Tanya Windu Saputri (841204013)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN STIKES YARSI PONTIANAK


TAHUN AJARAN 2021/2022

i
Kata Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur dengan tulus dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Komunikasi
dengan judul “Komunikasi pada pasien lumpuh layu akibat stroke”

Ucapan terimakasih kami kepada dosen mata kuliah Bapak Ns. Dwin
Seprian, M. Kep. Kami juga berterima kasih kepada para pihak yang mendukung
penulisan makalah ini. Kami mengerjakan makalah ini tentunya masih dalam
masa belajar. Walaupun demikian, kami telah mengupayakan makalah ini bisa
bermanfaat bagi pembaca dan sunggu disadari bahwa masih banyak mengandung
kekurangan.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pontianak, 14 Oktober 2021

(Kelompok 2)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang 1
B. Tujuan penulisan 2
C. Ruang Lingkup3
D. Metode penulisan 4
E. Sistematika penulisan 5

BAB II. TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar kelumpuhan 6


B. Konsep dasar stroke 7
C. Pengertian komunikasi Terapeutik 8
D. Faktor yang mempengaruhi komunikasi pada pasien stroke 9
E. Teknik komunikasi pada pasien stroke 10
F. Tujuan Komunikasi pada pasien stroke 11
G. Strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien stroke 12
H. Strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada Keluarga 13

BAB III PEMBAHASAN

A. Skenario pelaksanaan komunikasi terapeutik 14


B. Role Play Komunikasi Terapeutik pada pasien stroke15

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan16
B. Saran 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan penting di dunia penyebab kematian
ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Hal ini karena serangan stroke
yang mendadak mengakibatkan kematian maupun kecacatan baik fisik
maupun mental. Sekitar 2,5% meninggal dan sisanya cacat ringan maupun
berat. Pasien stroke, perlu diberikan stimulasi gerak, salah satunya berupa
latihan menggenggam yang merupakan latihan fungsional tangan dalam
pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan mobilisasi (Ningsih et al, 2017).
Menurut Chusman et al (2015). Stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik. Stroke hemoragik merupakan jenis
stroke yang paling mematikan dan merupakan sebagian kecil dari keseluruhan
stroke yaitu sebesar 10-15%. Sedangkan stroke non hemoragik merupakan
penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan terhentinya aliran darah ke
otak, sehingga terjadi kematian sel saraf, mengakibatkan terjadinya penurunan
kekutan otot sehingga terjadi gangguan mobilisasi fisik. Sebagian besar
penderita stroke mengalami penurunan kekuatan otot.
Kontraktur merupakan salah satu penyebab terjadinya penurunan
kemampuan pasien penderita stroke dalam melakukan rentang gerak sendi.
Kontraktur diartikan sebagai hilangnya atau menurunnya rentang gerak sendi,
baik dilakukan secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis
jaringan penyokong, otot dan kulit (Bakara & Warsito, 2016). Dampak pada
sebagian diantaranya seperti gangguan dalam masalah oksigenasi, penurunan
aktivitas atau gangguan mobilisasi. Sumbatan pada darah akan mengakibatkan
penurunan suplai oksigen dan nutrisi sehingga mengakibatkan gangguan pada
sistem saraf pusat. Saraf yang kekurangan nutrisi lama kelamaan akan
kehilangan fungsinya. Seorang pasien stroke mungkin mengalami kelumpuhan
pada salah satu sisi bagian tubuh atau semua bagian tubuh. Kelumpuhan ini
akan mempengaruhi kontraksi otot, berkurangnya kontraksi otot akan

iv
mempengaruhi kekuatan otot pasien sehingga akan berdampak pada gangguan
mobilisasi pada pasien. Mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu
untuk bergerak secara bebas mudah dan teratur dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan aktifitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya
(Aziz Alimul Hidayat, 2014).
Penanganan pada stroke memerlukan rehabilitasi sedini mungkin secara
cepat dan tepat sehingga membantu pemulihan fisik yang cepat dan optimal.
Serta menghindari kelemahan otot apabila tidak segera mendapatkan
penanganan. Salah satu upaya penanganan stroke dengan kelemahan otot
dapat dilakukan secara farmakologi dengan obat – obatan, sedangkan non
farmakologi salah satunya adalah dengan latihan rentang gerak yang disebut
dengan Range of Motion (ROM). Cacat fisik dapat mengakibatkan seseorang
kurang produktif. Oleh karena itu pasien stroke memerlukan rehabilitasi untuk
meminimalkan cacat fisik agar dapat menjalani aktivitasnya secara normal.
Rehabilitasi harus dimulai sedini mungkin secara tepat sehingga dapat
membantu pemulihan fisik yang lebih cepat dan optimal, serta menghindari
kelemahan otot dan gangguan fungsi lain diantaranya adalah adanya
keterbatasan fungsional anggota gerak atas (AGA) yang mengalami
kelemahan akibat stroke.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan contoh
penerapan komunikasi terapeutik pada pasien lumpuh layu akibat stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memahami pengertian kelumpuhan
b. Untuk memahami faktor yang mempengaruhi kelumpuhan
c. Untuk memahami konsep dasar stroke
d. Untuk memahami pengertian komunikasi terapeutik
e. Untuk memahami faktor yang mempengaruhi komunikasi pada pasien
stroke
f. Untuk memahami teknik komunikasi pada pasien stroke

v
g. Untuk memahami tujuan komunikasi pada pasien stroke
h. Untuk memahami strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada
pasien stroke
i. Untuk memahami strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada
keluarga
C. Ruang lingkup
Ruang Lingkup penulisan makalah Komunikasi pada Pasien Lumpuh akibat
Stroke adalah membahas mengenai konsep dasar stroke, komunikasi
terapeutik pada pasien stroke, dan upaya kita dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien lumpuh akibat stroke yang terdiri dari strategi
pelaksanaan komunikasi trapeutik pada pasien dan keluarga.
D. Metode penulisan
Penulisan ini menggunakan metode qualitative research. Dalam pengumpulan
data-data dalam penelitian ini penulis menggunakan studi kepustakaan
(library research), dengan merujuk kepada artikel, buku-buku dan jurnal.
Dalam pengumpulan data-data tersebut penulis lebih mengacu kepada data-
data dari jurnal yang terpecaya dan buku-buku original.
E. Sistematika penulisan
Untuk mempermudah penyelesaian makalah ini maka penulis menyusun
sistematika penulisan:

Bab I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,


metode penulisan, ruang lingkup penulisan dan
sistematika penulisan
Bab II : Tinjauan Pustaka terdiri dari konsep dasar komunikasi
terapeutik pada kasus-kasus tertentu.
Bab III : Scenario pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Bab IV : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

vi
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar kelumpuhan


Christopher J & Eelco F.M. (2017) mengungkapkan bahwa kelumpuhan atau
paralisis adalah kondisi ketika satu atau beberapa bagian tubuh tidak dapat
digerakkan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh gangguan pada otot atau saraf,
akibat cedera atau penyakit tertentu. Kelumpuhan yang terjadi dapat
berlangsung sementara atau permanen, baik pada penderita yang hanya
mengalami kelemahan maupun sama sekali tidak dapat menggerakkan bagian
tubuh tertentu. Penanganan kelumpuhan tergantung pada penyebab
kelumpuhan itu sendiri. Penanganan bisa berupa obat-obatan, fisioterapi,
operasi, atau penggunaan alat bantu bila kelumpuhan tersebut bersifat
permanen.
1. Penyebab Kelumpuhan
Otot berperan penting dalam mengendalikan setiap gerakan tubuh
manusia. Dalam menggerakkan tubuh, otot bekerja sama dengan tulang,
saraf, dan jaringan penghubung antara otot, saraf, dan tulang. Ketika salah
satu jaringan tersebut mengalami gangguan, maka kelumpuhan dapat
terjadi.
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya
kelumpuhan: Stroke, Bell’s palsy, Cedera otak, Cedera saraf tulang
belakang, Polio, Sindrom Guillian-Barre, Cerebral palsy, Multiple
sclerosis, Myasthenia gravis, Amyotrophic lateral sclerosis (ALS).
2. Gejala Kelumpuhan
Ketika mengalami kelumpuhan, penderita akan merasakan gejala utama
berupa kesulitan menggerakkan bagian tubuh tertentu. Gejala ini dapat
muncul secara perlahan, mendadak, atau kadang hilang-timbul. Gejala
kelumpuhan dapat terjadi di bagian tubuh mana saja, baik hanya pada satu
bagian tubuh maupun pada area tubuh yang lebih luas. Bagian tubuh yang
berisiko mengalami kelumpuhan meliputi wajah, lengan, tungkai, dan pita

vii
suara. Pada kondisi yang parah, otot-otot pernapasan juga bisa mengalami
kelumpuhan.
3. Berdasarkan lokasi dan anggota gerak tubuh yang terkena, kelumpuhan
dapat dikelompokkan menjadi:
a. Monoplegia, yaitu kelumpuhan pada salah satu lengan atau tungkai
b. Hemiplegia, yaitu kelumpuhan pada lengan dan tungkai pada satu
sisi tubuh.
c. Diplegia, yaitu kelumpuhan pada kedua lengan atau kedua sisi
wajah.
4. Diagnosis Kelumpuhan
Dokter dapat mendiagnosis kelumpuhan ketika penderita tidak dapat
menggerakkan bagian tubuh tertentu. Pada kondisi seperti ini, pemeriksaan
saraf akan dilakukan untuk menilai pergerakan otot serta saraf sensorik.
5. Pengobatan Kelumpuhan
Dokter akan menentukan jenis pengobatan berdasarkan penyebab yang
mendasari kelumpuhan. Langkah pengobatan yang dilakukan bertujuan
untuk meredakan gejala dan memudahkan penderita dalam menjalani
aktivitas sehari-hari. Beberapa jenis pengobatan yang dapat dilakukan
adalah:
Fisioterapi
Terapi okupasi
Obat-obatan
Operasi
6. Pencegahan Kelumpuhan
Upaya pencegahan terhadap kelumpuhan disesuaikan dengan penyebab
yang mendasarinya. Untuk mencegah kelumpuhan akibat cedera
kecelakaan, cara yang dapat dilakukan adalah:
a. Berkendara dengan hati-hati dan mematuhi rambu lalu lintas.
b. Menggunakan sabuk pengaman selama mengendarai kendaraan.
c. Menghindari konsumsi alkohol atau obat yang dapat menyebabkan
kantuk, sebelum berkendara.

viii
Sedangkan untuk mencegah kelumpuhan akibat gangguan kesehatan atau
penyakit, misalnya stroke, caranya adalah:

a. Menghindari makanan tinggi garam dan kolesterol.


b. Memperbanyak konsumsi buah dan sayur.
c. Rutin berolahraga, setidaknya 30 menit tiap hari.
d. Melakukan pemeriksaan tekanan darah, kadar gula darah, dan
kadar kolesterol secara rutin.
B. Konsep dasar stroke
1. Pengertian stroke
Menurut Maulana et al (2014) Stroke merupakan penyakit yang
disebabkan karena adanya penyempitan pada pembuluh darah di otak
sehingga aliran darah dan oksigen ke otak terhambat bahkan terhenti.
Penyumbatan tersebut dapat membuat sistem syaraf yang terhenti suplai
darah dan oksigennya rusak bahkan mati sehingga organ tubuh yang
terkait dengan sistem syaraf tersebut akan sulit bahkan tidak bisa di
gerakan (Adelina et al 2018).
2. Klasifikasi stroke
a. Stroke Iskemik
Menurut Yuniewati (2015), Stroke iskemia adalah keadaan
tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan terhentinya seluruh
atau sebagian aliran darah menuju otak. Stroke iskemia secara umum
disebabkan oleh aterotrombosis pembuluh darah serebral, baik yang
besar maupun yang kecil.
b. Stroke Hemoragik Menurut Yuniewati (2015), Stroke hemoragik
disebabkan oleh pendarahan didalam jaringan otak. Stroke hemoragik
merupakan stroke yang paling mematikan dan merupakan sebagian
kecil dari keseluruhan stroke yaitu sebesar 10-15% untuk pendarahan
intercerebrum dan sekitar 5% untuk pendarahan subarachnoid.
3. Etiologi Stroke
menurut (Enggarela et al 2018), biasanya diakibatkan oleh:
a. Trombosit (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

ix
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawah ke
otak dari bagian tubuh yang lain. 3. Iskemia (penurunan aliran darah
ke area otak).
c. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya
adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan
kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir memori, bicara
atau sensasi.
4. Manifestasi klinis
Menurut Kemenkes (2014) Sekitar 88% pasien stroke akut memiliki
gejala hemiparesis. Manifestasi gangguan motorik ekstremitas atas yang
sering dijumpai adalah kelemahan otot atau kontraktur, perubahan tonus
otot, kelemahan sendi dan penurunan kontrol motorik.
Gangguan tersebut akan menyebabkan disabilitas dalam aktivitas
harian, antara lain adalah hemidefisit motorik, hemidefisit neurologis,
penurunan kesadaran, kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hiploglosus
(XII) yang bersifat sentral, gangguan fungsi luhur seperti kesulitan
berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual (demensia), dan buta
separuh lapang pandang (hemianopsia) (Enggarela et al 2018).
Pada penelitian ini peneliti menemukan beberapa manifestasi klinis
pada klien yatiu klien mengalami kelumpuhan atau hemiparise pada
ekstremitas kanan atas dan bawah, maka pasien membutuhkan bantuan
keluarga dalam memnuhi kebutuhan Activies Daily Living (ADL).
5. Faktor resiko
Faktor resiko adalah faktor yang memperbesar kemungkinan seseorang
untuk menderita stroke. Menurut Yuniewati (2015), ada 2 kelompok faktor
resiko penderita stroke yang pertama adalah kelompok irreversible yaitu
faktor yang ditentukan secara genetik atau berhubungan dari fungsi tubuh
yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi.
Faktor yang termasuk jenis kelompok irreversible adalah usia, jenis
kelamin, ras, riwayat stroke keluarga, dan serangan stroke 7 sebelumnya.

x
Jenis yang kedua adalah kelompok reversible yaitu kelompok akibat gaya
hidup seseorang dan dapat dimodifikasi. Faktor yang termasuk jenis
reversible adalah hipertensi, diabetes militus, merokok, hiperlipidemia,
dan konsumsi alcohol (Yueniwati, 2015).
C. Pengertian komunikasi terapeutik
Menurut Kusuma (2016) komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
dilakukan secara sadar, bertujuan dan kegiatan dipusatkan untuk kesembuhan
pasien. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau
dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat
membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi.
Martin & Chanda (2016) tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk
mengembangkan pemahaman bersama diantara orang-orang yang mempunyai
keterikatan satu sama lain seperti komunikasi antara perawat-pasien.
Komunikasi terapeutik bersifat menyeluruh, berfokus pada pasien dan
memperhatikan seluruh aspek perawatan pasien meliputi psikologi,
psikososial, lingkungan dan spiritual. Praktek komunikasi terapeutik berfokus
pada kesehatan pasien dan merupakan landasan hubungan saling percaya
antara perawat dan pasien. Sedangkan menurut Adiansyah (2014), tujuan dari
komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang
efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik
dan diri sendiri.
D. Faktor yang mempengaruhi komunikasi pada pasien stroke
KemenKes (2018) merumuskan angka kejadian stroke di Indonesia pada
tahun 2018 adalah 12,1 kasus per 1000 penduduk yang didominasi oleh laki-
laki berusia 75 tahun keatas. Stroke terjadi akibat terhentinya aliran darah
pada otak, ditandai dengan hilangnya kemampuan motorik dan komunikasi
serta kemunduran kognitif sehingga pasien sering mengalami keputusasaan
dalam proses penyembuhan. Dukungan keluarga pada fase rehabilitasi sangat
dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup pasien. Kusumo et al
(2017) menyampaikan informasi dan koordinasi antar tim kesehatan yang

xi
kurang baik menyebabkan pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakit
tidak lengkap Sebagian keluarga belum sepenuhnya siap dalam melanjutkan
perawatan dirumah setelah pemulangan padahal hampir semua penderita
stroke yang bertahan hidup mengandalkan keluarga dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Penyuluhan dan edukasi merupakan salah satu pilar pengelolaan pasien
Stroke Pengetahuan tentang pencegahan penanganan nyeri, keberlanjutan
terapi, pemenuhan diet serta keterampilan keluarga melakukan Range of
motion menyebabkan keluarga lebih siap dalam merawat anggota keluarganya
Kewajiban perawat memberikan edukasi dan memastikan transisi perawatan
kepada keluarga sebagai agen perawatan bagi pasien saat dirumah Pemberian
edukasi minimal dua kali, pertemuan pertama ditujukan pada fungsi
memori jangka pendek dengan substansi materi ringkas dan terarah
sedangkan follow up pada pertemuan kedua membantu pasien dan keluarga
mengingat kembali materi yang telah disampaikan agar terserap kedalam
memori jangka panjangnya Identifikasi anggota keluarga untuk
kepentingan edukasi perlu memperhatikan latar pendidikan dan tingkatan usia
produktif sedangkan pemilihan media yang edukasi yang efektif adalah
kombinasi komponen audio, visual dan video serta komponen penentunya
adalah kemampuan komunikasi terapeutik perawat yang sangat
berpengaruh pada fase terminasi proses layanan keperawatan
E. Teknik komunikasi pada pasien stroke
Penyakit stroke bisa menyebabkan gangguan pada kemampuan bicara pasien
atau biasa disebut Tunawicara. Menurut Firmansyah (2020)tuna wicara adalah
individu yang mengalami gangguan atau hambatan dalam komunikasi verbal
sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Hal ini dapat disebabkan
oleh kurang atau tidak berfungsinya alat-alat bicara, seperti rongga mulut,
lidah, langit-langit bicara seperti rongga mulut, lidah, dan pita suara, selain itu
kurang atau tidak berfungsinya oran pendengaran, yang mengakibatkan
keterlambatan perkembangan bahasa. Adapun teknik dalam berkomunikasi
dengan klien gangguan wicara yaitu:

xii
1. Dengarkan dengan penuh perhatian, kesabaran, dan jagan menginterupsi
2. Ajukan pertanyaan sederhana yang hanya membutuhkan jawaban “ya” dan
“tidak”.
3. Berikan waktu untuk terbentuknya pemahaman dan respon.
4. Gunakan petunjuk visual (kata-kata, gambar, dan objek) jika mungkin.
5. Hanya ijinkan satu orang untuk berbicara pada satu waktu.
6. Jangan berteriak atau berbicara terlalu keras, Beritahu klien jika anda tidak
mengerti.
7. Bekerja sama dengan ahli terapi bicara jika dibutuhkah
F. Tujuan komunikasi pada pasien stroke
Komunikasi terapeutik memberikan pengertian antara perawat dan klien
dengan tujuan membantu klien memperjelas dan mengurangi beban pikiran
serta diharapkan dapat menghilangkan kecemasan (Arbani & Anif, 2015).
Komunikasi terapeutik suatu interaksi interpersonal perawat-pasien, yang
selama interaksi berlangsung perawat akan berfokus pada kebutuhan khusus
pasien meningkatkan pertukaran informasi yang efektif antara perawat dan
pasien. Penggunaan tehnik komunikasi yang tepat sangat berarti bagi
keberhasilan dalam menyampaikan informasi dan menurunkan kecemasan
pasien karena selain menggunakan kemampuan mendengarkan, komunikasi
itu terdiri dari percakapan – percakapan yang berkembang sehingga pasien
merasa bebas untuk berkomunikasi dan merasa dibantu dengan tidak
mengabaikan adanya perubahan ekspresi wajah dan gerakan tubuh pasien
untuk menemukan situasi yang berarti pada pasien tersebut.
Komunikasi terapeutik dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien dalam
menghadapi suatu tindakan operasi agar pasien dapat memilih alternatif
koping yang positif bagi dirinya. Sumber coping tersebut bisa didapat dari
perawat sebelum akan dilakukan tindakan operasi dengan mengadakan pre
interaksi yang merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan 5
berkomunikasi dengan pasien, perkenalan dengan memulai kegiatan dimana
perawat bertemu pertama kali dengan pasien. Setelah itu berorientasi dengan
cara menggali keluhan yang dirasakan oleh pasien, mengimplementasikan

xiii
rencana keperawatan yang telah dibuat pada tahap orientasi, selanjutnya tahap
terminasi, perawat mengakhiri interaksinya dengan pasien (Trilianto &
Ermaneti, 2019).
G. Strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien stroke
1. Kondisi klien
Tn. A umur 66 tahun, terkena stroke non haemoragik. Tn, A mengalami
kelumpuhan bagian kiri dan mengalami keterbatasan bicara, klien bicara
terbata-bata dan tidak jelas. Pada saat klien ingin meminta sesuatu
keluarga sulit memahami keinginan klien.
2. Analisa data
a. Data Subyektif: -
b. Data Obyektif:
- Lumpuh bagian kiri
- Bicara terbata-bata dan tidak jelas
- Kluarga sulit memahami keinginan klien
3. Diagnosa Keperawatan
Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan
jaringan otak
4. Tujuan
a. Tujuan umum:
Klien dapat berkomunikasi dengan baik
b. Tujuan khusus
1. Klien dapat mengungkapkan prasaan
2. Pembicaraan klien dapat dipahami oleh orang lain
5. Tindakan keperawatan
a. Lakukan komunikasi dengan wajar, bahasa jelas dan sederhana
b. Dengarkan dengan seksama jika klien mulai bicara
c. Latih klien bicara secara optimal
d. Libatkan keluarga dengan komunikasi verbal dan nonverbal pada klien
e. Gunakan alternative komunikasi
f. Kolaborasi dengan komunikasi ahli terapi wicara

xiv
6. Strategi komunikasi
a. Orientasi
“selamat pagi bapak A, perkenalkan saya suster Fitrianah yang akan
merawat bapak hingga siang nanti “.
“bagaimana kabar bapak pagi ini, baik?
“saya akan bertanya kepada Bapak, jawab dengan mengangguk kalau
bapak ingin menjawab “iya “dan menggeleng untuk jawaban “tidak “.
Setuju yaa pak …….”
“bapak, bersedia kalau kita berbincang-bincang 15 menit disini? “
“Kita akan berbincang – bincang mengenai melatih cara berbicara
bapak sehingga suster ataupun orang lain dapat mengerti dengan
keinginan bapak atau hal yang sedang bapak rasakan dengan keadaan
bapak sekarang, bapak bersedia ya?
b. Fase kerja
“Bapak kan terkena stroke, salah satu akibatnya bapak mengalami
kesulitan berbicara, saya melihat bapak tampak gusar karena orang lain
tidak mengerti apa yang bapak maksudkan, sekarang saya akan beri
tahu bapak cara-cara agar apa yang bapak maksudkan dimengerti
orang lain”.
“apa bapak mau? “
“bapak, hari ini kita akan belajar untuk pembicaraan sederhana,
sekarang coba bapak ikuti apa yang saya ucapkan”
“aaa iii uuu eee ooo”. (perawat memberi contoh terlebih dahulu
dengan artikulasi yang jelas, lalu pasien diminta untuk mengulangi apa
yang dicintohkan perawat)
“coba saat bapak menyebutkan huruf `aaa`, mulut bapak dibukak
selebar bapak mampu”
“coba saat bapak menyebutka huruf `iii`, gigi atas dan bawah bapak
dikatupkan, seperti orang yang akan memperlihatkan giginya “
“coba saat bapak menyebutkan huruf `uuu`, mulut bapak dimonyokan
semampu bapak “

xv
“coba saat bapak menyebutkan `eee`, mulut bapak dibuka seperti suara
tersenyum lalu disuarakan”
“coba saat bapak menyebutkan huruf `ooo`, mulut bapak dibentuk
seperti huruf `O` semampu bapak” (bila untuk satu huruf vocal sudah
mampu, tambahkan huruf konsonan, lanjutkan memberi contoh
terlebih dahulu)
seperti: “mi...mi…mi “, “la…la…la”, “ga…ga …ga”
c. Terminasi
1. Evaluasi Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi klien Subjektif
“bapak, tadik kita telah belajar bicara, apakah bapak senang?”
b. Evaluasi perawat subjektif
“sekarang coba bapak ulangi lagi kata-kata lagi”
2. Tindak lanjut
“bagus, saya dengar kata-kata yang bapak ucapkan semakin jelas,
bapak latihan terus ya… “
3. Kontrak yang akan datang
“besok kita akan bicarakan cara berkomunikasi secara tertulis,
selain melanjutkan latihan bicara hari ini, bapak setuju? “
“Baiklah, kalau begitu saya akan datang lagi besok pukul 10
disini”
“sekarang saya pamit dulu, selamat pagi bapak”
H. Strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada keluarga
Fase orientasi:
1. Salam terapeutik
Selamat pagi/siang/malam ibu. Bu perkenalkan saya perawat fitrianah, ibu
bisa panggil saya perawat fitri, saya yang bertugas pada pagi/siang/mala
ini. Jika boleh tahu nama ibu siapa? Ibu Susi? Nama yang sangat bagus.
2. Evaluasi/validasi
Baiklah Ibu Susi, bagaimana keadaan suaminya sekarang? Sudah lebih
membaik? Syukurlah kalau begitu.

xvi
3. Kontrak topik, waktu, tempat
Nah Ibu Susi, bagaimana kalau kita berbincang-bincang mengenai
masalah penyakit yang diderita suami ibu? Berapa lama waktu yang kita
butuhkan untuk berbincang-bincang? 20 menit cukup? Baiklah. Dimana
kita akan berbincang-bincang? Disini saja? Baiklah Ibu.

Fase kerja:
1. Perawat memberikan edukasi kepada keluarga untuk selalu memberikan
dukungan kepada pasien untuk sembuh.
2. Perawat menjeaskan bahwa peran serta keluarga yang merawat dan
mendampingi pasien ternyata sangat menentukan keberhasilan program
terapi pemulihan yang diberikan. Hal ini penting mengingat interaksi
antara pasien dan keluarga memang memiliki waktu relatif lebih banyak.
3. Perawat memberika edukasi tentang tata cara merawat pasien stroke di
rumah yang lebih dalam bagi keluarga pasien pasca stroke. Lingkungan
rumah yang suportif juga penting bagi pasien pasca stroke terutama untuk
memulihkan aktivitas seperti berjalan, berbicara, bermain, membaca, dan
kegiatan sehari-hari.
Fase terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Bagaimana perasaan Ibu Susi sekarang? Semoga bermanfaat. Nah apakah
ibu masih ingat pesan saya tadi? Bagus sekali, ibu sudah mengingatnya
dengan baik
2. Tindak lanjut klien
Nah Ibu Susi sekarang dan selanjutnya bisa mencoba untuk membangun
komunikasi memberikan dukungan kepada suami ibu ya bu.
3. Kontrak yang akan datang yaitu topik, waktu, tempat.
Ibu Susi untuk sekarang bisa ikut saya sebentar ke ruang perawat. Kita
akan membahas mengenai administrasi Ramlan kurang lebih 10-15 menit.
Mari ibu, ikut saya.
I.

xvii
BAB III

SKENARIO PELAKSAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Dokter : Nurhalimah
Perawat 1 : Fika Marantika
Perawat 2 : Nurul Hosnul Hotimah
Perawat 3 : Fitrianah
Pasien : Yola
Suami Pasien : Tanya Windu Saputri
Anak Pasien : Refi Riani

Suatu hari sekitar jam 08:00 disebuah rumah sakit terdapat salah satu penderita
lumpuh layu akibat stroke. Pasien tersebut bernama Ny. Y. Ny. Y telah dirawat
dirumah sakit sekitar 1 minggu yang lalu . Ny. Y menderita stroke sehingga
membuat nya kesulitan untuk berbicara dengan jelas dan menggerakkan anggota
gerak sebelah kanan. Akibat stroke yang diderita nya Ny. Y mengalami hipertensi
dan penyumbata pembuluh darah.

Dokter halimah memasuki ruangan


Dokter: “Selamat pagi ibu yola, pak tanya dan dek refi. Maaf mengganggu waktu
nya ya pak bu.
Ibu masih ingat dengan saya?
Pasien: ingat dok
Dokter: iya. Gimana kabar ibu pagi ini? Apakah masih ada rasa sakit bu?
Pasien: “saya rasa sedikit mendingan dok”
Dokter: “ oke baiklah saya periksa tekanan darah ibu dulu ya”
Dokter: Alhamdulillah ya bu tekanan darah ibu ada penurunan yang awal nya 180
sekarang sudah 160 semoga nanti saya periksa lagi sudah turun menjadi 130 ya
bu”
Pasien: “Iya dok semoga saja”

xviii
Dokter: “ nah, begini ibu, pak. Nanti akan ada rekan saya yang akan membantu
terapi ibu pada pagi hari ini. Dan semoga dengan terapi ini bisa membantu
penyembuhan stroke pada ibu ya bu”
Suami: “Iya dok Aamiin”
Dokter: “ Baiklah, pak ibu saya permisi dulu ya. Sebentar lagi rekan saya datang.
Mari pak, bu”
Dokter nurhalimah pun meninggalkan ruangan. Dan perawat pun masuk
keruangan
1. Tahap orientasi
Fitri: “Assalamu’alaikum ibu selamat pagi”
Fitri: “Baik ibu sebelumnya, perkenalkan saya perawat Fitri, saya bertugas dari
Pukul 08.00 – 12.00 WIB.Jadi saya akan melakukan tindakan atau latihan
pergerakan pada persendian ibu, tujuannya untuk mengetahui kemampuan gerak
sendi agar tidak terjadi kekakuan jangka lama ya bu, nah nanti ada rekan saya
juga yang akan membantu ibu berlatih berkomunikasi supaya kemampuan
berbicara ibu mudah dipahami lagi dan bisa kembali normal seperti biasa nya.
untuk selanjutnya akan dijelaskan oleh rekan saya ya ibu sebentar lagi rekan saya
datang untuk latihan gerak sendi pada ibu”
Yola : “baik sus”
Nurul:”saya permisi dulu ya bu”

Pada tahap ini juga perawat merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak
dengan klien penting untuk menjaga kelangsungan sebuah interaksi. Kontrak
yang harus disetujui dengan klien yaitu tempat, waktu dan topic pertemuan.
Lalu perawat merumuskan tujuan dengan klien.

Fitri: “ibu perkenalkan saya perawat fitri. baiklah ibu, hari ini kita akan
melakukan latihan pergerakan pada persendian ibu, selama kurang lebih 15
hingga 20 menit, latihan nya disini saja Apakah ibu bersedia?”

Yola : “ia sus, saya bersedia.”

Fitri: “baiklah jika ibu bersedia mohon kerjasamanya ya bu,”

xix
Yola : “ia sus.”

2. Tahap Kerja

Fitri: “Nanti ibu ikuti gerakan-gerakan saya, dan ibu beri tahu pada saya jika ibu
merasa kesulitan dalam melakukan pergerakannya.

Yola : “ia baik sus.”

Fitri: “apakah ibu sudah siap?”

Yola : “ia sus, saya sudah siap.”

Fitri: “sekarang kita lakukan pelatihan pergerakan pada pergelangan tangan ibu
terlebih dahulu. Ikuti gerakan saya ya bu, gerakan pertama yaitu (fleksi) gerakan
telapak tangan ibu ke sisi bagian dalam lengan bawah. Seperti ini (perawat
memberikan contoh pergerakan kepada klien).

Yola : “tidak bisa”

Suami: “Sepertinya istri saya kesulitan sus untuk mengikuti gerakan yang suster
contoh kan. Apakah tidak bisa dibantu saja sus”

Fitri: “baiklah. Saya bantu ya bu”

Perawat fitri membantu pergerakan pada klien, dan klien terlihat berusaha
melakukan gerakan yang dibantu perawat)

Fitri: “bagaimana ibu? Apakah sejauh ada yang terasa sakit?”

Yola : “oh, tidak sus, saya sedikit bisa menggerakannya.”

Fitri: “Alhamdulillah ya bu. Latihan pergerakan sendi ibu hari ini sudah cukup.
Dan saya lihat tadi ibu juga berusaha menggerakannya ya bu. Nah selanjut nya
rekan saya perawat fika dan perawat nurul akan membantu komunikasi ibu seperti
yang saya sudah jelaskan sebelumnya. Sebentar lagi rekan saya datang lah ya bu”

Yola : “baiklah sus.”

xx
Tidak lama kemudian, perawat fika dan perawat nurul memasuki ruangan.
Perawat fika dan perawat nurul memperkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan tindakan yang akan dilakukan

Fika:” baiklah ibu Kita akan berbincang – bincang mengenai melatih cara
berbicara ibu sehingga keluarga ataupun orang lain dapat mengerti dengan
keinginan ibu atau hal yang sedang ibu rasakan ibu bersedia ya?
Pasien: “merenung”

Nurul: “ibu kan terkena stroke, sehingga salah satu akibatnya ibu mengalami
kesulitan berbicara, saya melihat ibu tampak gusar karena orang lain tidak
mengerti apa yang ibu maksudkan, sekarang kami akan membantu ibu cara agar
apa yang ibu maksudkan dimengerti orang lain ya bu”.

Pasien: “iya sus”

Fika: “Kita mulai ya bu”

Perawat fika dan perawat nurul pun mulai melatih Ny. Y berbicara.

15 menit kemudian......

3. Tahap Terminasi

Pada tahap ini perawat menanyakan atau mengevaluasi bagaimana perasaan


klien setelah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan.

Nurul: “ibu, bagaimana perasaannya setelah melakukan latihan tadi bu?”

Yola : “saya merasa agak lebih nyaman mengucapkan kata sus, tangan saya
sudah tidak terlalu kaku seperti tadi sus. Sudah mulai nyaman untuk di gerakkan.”

Nurul: “ia syukurlah kalau begitu”

Fika:” iya bu, tadi disaat pengucapan kata ibu tidak terlalu sulit ya bu untuk
melakukan nya. Jika ibu terus berlatih seperti apa yang kami contohkan tadi, saya
yakin ibu akan cepat sembuh dan bisa berkomunikasi secara normal lagi.

Yola : “ia baik sus.”

xxi
Nurul:”Nah dan untuk hari kedepan nya kami akan rutin ya bu untuk membantu
ibu latihan gerak sendi dan komunikasi”

Tanya : “Maaf suster apakah tidak berbahaya jika melakukan latihan tadi secara
terus menerus?” Nurul :” Insyaallah tidak pak, latihan tadi juga termasuk terapi
untuk ibu yang akan membatu proses penyembuhan pada ibu pak”

Tanya :” Kalo ada apa2 emangnya suster mau tanggung jawab”

Fika:” Jadi begini pak tanya, Kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien,
kami akan melakukannya sesuai SOP kami akan berusaha sebaik mungkin, jadi
percayakan saja ya kepada kami, karna kami juga ingin yang terbaik untuk
kesembuhan pasien”

Repi :” Sudahlah pak, percayakan saja semua kepada suster”

Tanya :” Tapi aku takut ibu kamu kenapa2 nak, bapak gak mau ibu meninggalkan
kita,”

Ucap pak tanya sambil terisak, Bu yola terdiam melihat kepiluan suaminya, tak
terasa buliran bening pun menetes dikedua belah pipinya

Yola :” Sudahla pak, aku pasti sembuh, serahkan saja semuanya kepada Allah”

Repi :”iya pak sudahlah. Bapa yang tenang kita banyak banyak berdoa untuk
kesembuhan ibu”

Tanya :” baiklah sus, saya percayakan semuanya kepada suster”

Nurul:” iya bapak, bagus sekali ibu yola, ibu yola harus terus berfikir positif,
harus yakin jika ibu akan sembuh”

Yola :” iya sus, terimakasih banyak sus”

Refi: “Suster tolong lakukan yang terbaik untuk ibu saya”

Fika: “Baik dik, kami akan berusaha dengan sebaik mungkin”

Selang beberapa waktu datanglah dokter Nurhalimah

xxii
Nurhalimah: “Selamat pagi ibu yola, bertemu lagi ya kita, selamat pagi bapak dan
adik,”

Yola : “Pagi dokter”

Refi : “Pagi dokter”

Tanya : “Pagi dokter”

Nurhalimah: “Bagaimana suster, apakah sudah melakukan Tindakan?”

Nurul : “Sudah dok, ini catatannya.” (Sembari menyodorkan sebuah buku)

Nurhalimah: “Baik, saya cek dulu ya”

Nurhalimah: “Jadi begini pak tanya dan dik refi, ibu yola ini mengalami lumpuh
layu akibat stroke, dan ibu yola ini memiliki Riwayat hipertensi, jadi saya minta
dik refi dan pak tanya bisa lebih memperhatikan makanan yang dimakan oleh ibu
yola, karna hipertensi tersebut dapat mempengaruhi kesembuhan ibu yola?”

Tanya : “Hipertensi itu apa dokter?”

Nurhalimah: “Hipertensi itu darah tinggi bapak”

Refi : “makanan seperti apa dokter yang baik untuk ibu saya”

Nurhalimah: “menghindari konsumsi garam berlebihan, kurangi makanan


berlemak”

Refi : “Kalo daging kambing boleh ga dok? Soalnya ibu saya suka sekali daging
kambing”

Nurhalimah:” Daging kambing tidak boleh dik”

Refi : “Kenapa begitu dok?”

Nurhalimah:” Tidak boleh karna daging kambing mengandung lemak jahat”

Refi : “Jadi makanan apa yang dianjurkan untuk ibu saya dok?”

xxiii
Nurhalimah :” Banyak mengkonsumsi sayuran hijau contohnya bayam, seledri,
buah2 han seperti pisang mentimun, Semangka.

Refi : “Baik dokter, terimakasih banyak atas penjelasannya.”

Nurhalimah : “Iya sama2, apakah ada yang ingin ditanyakan lagi?”

Refi : “Tidak dokter sudah jelas”

Nurhalimah : “Baiklah jika sudah jelas, ibu yola semoga cepat sehat Kembali ya,
obatnya diminum yang teratur ya, tolong dibantu ya ibu yola nya pak tanya dan
dik refi”

Tanya : “Baik dok”

Nurhalimah :” Baik kalo begitu saya permisi dulu ya”

Refi : “iya dokter, terimakasih”

Tanya : “terimakasih dok”

Nurhalimah : “iya sama2”

Selanjutnya perawat dan klien membuat kontrak waktu untuk pertemuan


berikutnya dan terakhir ucapkan salam.

Nurul : “baik ibu, pertemuan selanjutnya akan di laksanakan besok dengan


waktu yang sama. Jika besok saya tidak dapat hadir, maka rekan perawat lain
yang akan menggantikan kami.”

Yola : “ia baik sus.”

Nurul : “baiklah ibu, hari ini cukup sampai di sini saja, kami permisi untuk
kembali ke ruangan. Jika ibu memerlukan sesuatu, ibu bisa memanggil saya atau
rekan perawat lain di ruang perawat.”

Yola : “ia baik sus.”

Nurul : “kalau begitu kami permisi. Selamat pagi bu!”

Yola : “selamat pagi juga sus.”

xxiv
xxv
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Christopher J. (2017). Kelumpuhan atau paralisis adalah kondisi ketika
satu atau beberapa bagian tubuh tidak dapat digerakkan. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh gangguan pada otot atau saraf, akibat cedera atau
penyakit tertentu. Kelumpuhan yang terjadi dapat berlangsung sementara
atau permanen, baik pada penderita yang hanya mengalami kelemahan
maupun sama sekali tidak dapat menggerakkan bagian tubuh tertentu.
Penanganan kelumpuhan tergantung pada penyebab kelumpuhan itu
sendiri. Penanganan bisa berupa obat-obatan, fisioterapi, operasi, atau
penggunaan alat bantu bila kelumpuhan tersebut bersifat permanen.
2. Menurut Maulana (2014) Stroke merupakan penyakit yang disebabkan
karena adanya penyempitan pada pembuluh darah di otak sehingga aliran
darah dan oksigen ke otak terhambat bahkan terhenti. Penyumbatan
tersebut dapat membuat sistem syaraf yang terhenti suplai darah dan
oksigennya rusak bahkan mati sehingga organ tubuh yang terkait dengan
sistem syaraf tersebut akan sulit bahkan tidak bisa di gerakan (Adelina,
Ratnawati, & Fauzi, 2018).
3. Menurut Kusuma (2016) komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
dilakukan secara sadar, bertujuan dan kegiatan dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Sedangkan Komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau
perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya
melalui komunikasi.
4. KemenKes (2018). Angka kejadian stroke di Indonesia pada tahun 2018
adalah 12,1 kasus per 1000 penduduk yang didominasi oleh laki-laki
berusia 75 tahun keatas. Stroke terjadi akibat terhentinya aliran darah pada
otak, ditandai dengan hilangnya kemampuan motorik dan komunikasi
serta kemunduran kognitif sehingga pasien sering mengalami

xxvi
keputusasaan dalam proses penyembuhan. Dukungan keluarga pada fase
rehabilitasi sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
pasien. Kusumo et al (2017). Penyampaian informasi dan koordinasi antar
tim kesehatan yang kurang baik menyebabkan pengetahuan keluarga
tentang penanganan penyakit tidak lengkap Sebagian keluarga belum
sepenuhnya siap dalam melanjutkan perawatan dirumah setelah
pemulangan padahal hampir semua penderita stroke yang bertahan hidup
mengandalkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
5. Teknik komunikasi pada pasien stroke adalah Mendengarkan,
menunjukkan penerimaan, menanyakan pertanyaan terkait. Dalam hal ini
perawat terlebih dahulu mendengarkan apa yang pasien rasakan meskipun
pada catatan medis yang telah dokter berikan telah tertera, dengan
menunjukkan keramah tamahan dan membalikan pertanyaan agar pasien
dapat merasakaan penerimaan yang pengobatan berikan. Hal ini
diperuntukkan agar pasien merasa nyaman.
6. Tujuan komunikasi pada pasien stroke adalah komunikasi terapeutik
memberikan pengertian antara perawat dan klien dengan tujuan membantu
klien memperjelas dan mengurangi beban pikiran serta diharapkan dapat
menghilangkan kecemasan (Arbani, 2015). Komunikasi terapeutik suatu
interaksi interpersonal perawat-pasien, yang selama interaksi berlangsung
perawat akan berfokus pada kebutuhan khusus pasien meningkatkan
pertukaran informasi yang efektif antara perawat dan pasien.
B. Saran
Penulis mengusulkan saran kepada pihak terkait sebagai berikut.
1. Kepada pasien diharapkan selalu memperhatikan edukasi maupun saran
dari tenaga kesehatan untuk rutin melakukan kontrol kepada fasilitas
kesehatan dan secara rutin melakukan latihan sesuai dengan anjuran
fasilitas kesehatan.
2. Kepada perawat diharapkan lebih memberikan edukasi mengenai
penanganan farmakologi atau non farmakologi terhadap pasien yang
mengalami gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke.

xxvii
DAFTAR PUSTAKA

Adelina, V., Ratnawati, D. E., & Fauzi, M. A. (2018). Klasifikasi Tingkat Risiko
Penyakit Stroke Menggunakan Metode GA-Fuzzy Tsukamoto. Jurnal
Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer (J-PTIIK)
Universitas Brawijaya, 2(September), 3015–3021.
Arifianto A S, Sarosa M, Setyawati O. Klasifikasi stroke berdasarkan kelainan
patologis dengan learning vector quantization. Jurnal EECCIS Vol.8, No.2.
2014.
Arbani, Anik F. (2015). Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Pre Operasi Di RS PKU Muhammadiyah Sukaharjo.
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id. Diakses pada tanggal 4 November
2015
Adiansyah. (2014). Teknik Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien
Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa

Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. (2014). Pengantar kebutuhan dasar
manusia. Edisi 2. Jakarta: Salemba medika

Bakara, D. M., & Warsito, S. (2016). Latihan Range of Motion (ROM) pasif
terhadap rentang sendi pasien pasca stroke Exercise Range Of Motion (ROM)
Passive to Increase Joint Range of Post-Stroke Patients, VII (2).
Christopher J, Eelco F.M. (2017). Guillain-Barré Syndrome. Mayo Clinic
Proceedings, 92(3), 467–479. doi: 10.1016/j.mayocp.2016.12.002 
Cushman, Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Heart
disease and stroke statistics-2015 update: A report from the American Heart
Association. Circulation. 2015.

Enggarela, A. Hexanto Muhartomo, Erna Setiawati. JKD, Vol. 7, No. 1,


Januari 2018: 62-73. Perbedaan Keluaran Motorik Pada Pasien Stroke.

Firmansyah, M. D. Strategi Komunikasi Persuasif Terapis Kepada Penyandang


Tuna Wicara Dalam Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi Sosial Pada
Klinik Bina Wicara Jakarta Pusat (Bachelor's thesis, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta).2020

xxviii
Kusuma. W.A (2016). Komunikasi Terapeutik Pasien Skizofrenia (Studi
Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Dan Pasien Di
Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta)

Kementerian Kesehatan RI. InfoDATIN Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta.


Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta; 2014.

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta:

Kusumo, Mahendro Prasetyo. Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat


Terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Jalan RSUD Jogja. Jurnal
Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 6(1), 72-81. (2017)

Maulana, & Ayuningputri, Novia, Herdiyan. (2014). Persepsi akan Tekanan ...
Stroke. Jurnal Psikologi Integratif. Vol. 2, No. 2:27-34.
Martin, C. T., & Chanda, N. (2016). Mental Health Clinical Simulation:
Therapeutic Communication. Clinical Simulation in Nursing, 12(6), 209– 214.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Ecns.2016.02.007

Ningsih, Nusantoro, Dewi Rachmawati, Sri Andarini, (2017). Pengetahuan


Keluarga Berperan terhadap Keterlambatan Kedatangan Pasien Stroke
Iskemik Akut di Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol.
29, No. 04.

Trilianto, A. E., & Ermaneti, Y. (2019). Pengaruh Komunikasi Terapeutik


Perawat terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre Operasi. 7.

Yuniewati & Kabi, G. Tumewah, R., & Kembuan, M. A, 2015, Gambaran Faktor
Risiko Pada Penderita Stroke Iskemik Yang Dirawat Inap Neurologi RSUP
Jurnal e-Clinic (eCl), 457-462.

xxix

Anda mungkin juga menyukai