Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HARTA DAN ASAL-USULNYA SERTA


PEMBAGIANNYA

Disusun Oleh :
FATRIA ULFA WIBOWO
NIM : 2061206110003

FAKULTAS AGAMA ISLAM


JURUSAN S1 PERBANKAN SYARIAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Fiqh Ekonomi Islam.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

2|P a g e
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 4
A. Latar Belakang...................................................................... 4
B. Perumusan Masalah.............................................................. 4
C. Tujuan................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN......................................................................... 5
A. Pengertian Harta................................................................... 6
B. Kedudukan Fungsi................................................................ 7
C. Fungsi Harta........................................................................ 11
D. Pembagian Harta................................................................. 11

BAB III PENUTUPAN........................................................................... 16


A. Kesimpulan......................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 17

3|P a g e
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Harta secara sederhana mengandung arti sesuatu yang dapat dimiliki. Ia
termasuk salah satu sendi bagi kehidupan manusia di dunia, karena tanpa harta
atau secara khusus makanan, manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Oleh
karena itu, Allah SWT menyuruh manusia untuk memperolehnya, memilikinya
dan memanfaatkannya bagi kehidupan manusia dan Allah melarang berbuat
sesuatu yang akan merusak dan meniadakan harta itu.
Pemakalah kali ini akan menjelaskan definisi harta itu sendiri menurut para
ulama fuqaha, selanjutnya akan menjelaskan mengenai dalil-dalil yang
memerintahkan manusia agar mencari harta, dan juga fungsi harta itu sendiri bagi
kehidupan umat manusia.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pad latar belakang diatas, maka rumusan masalah
makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Apa Pengertian Harta?
2) Bagaimana Kedudukan Harta dan Anjuran untuk berusaha dan
memilikinya?
3) Apa Fungsi dan Pembagian Harta?

C. Tujuan
1) Untuk Mengetahui Pengertian Harta
2) Untuk Mengetahui Kedudukan Harta dan Anjuran untuk berusaha dan
memilikinya
3) Untuk Mengetahui Fungsi dan Pembagian Harta

4|P a g e
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta
Harta dalam bahasa arab disebut al-maal, yang berarti condong, cenderung,
dan miring.
Dalam al-Muhith dan Lisan Arab, menjelaskan bahwa harta merupakan segala
sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya.
Dengan demikian unta, kambing, sapi, tanah, emas, perak, dan segala sesuatu yang
disukai oleh manusia dan memiliki nilai (qimah), ialah harta kekayaan.
Ibnu Asyr- mengatakan bahwa “Kekayaan pada mulanya berarti emas dan perak,
tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan
dimiliki.
Sedangkan harta (al-maal), menurut Hanafiyah “ialah sesuatu yang
digandrungi oleh tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga
dibutuhkan”
Maksud pendapat di atas definisi harta pada dasarnya merupakan sesuatu yang
bernilai dan dapat disimpan. Sehingga bagi sesuatu yang tidak dapat disimpan,
tidak dapat dikatagorikan sebagai harta. Adapun manfaat termasuk dalam katagori
sesuatu yang dapat dimiliki, ia tidak termasuk harta. Sebaliknya tidaklah termasuk
harta kekayaan sesuatu yang tidak mungkin dipunyai tetapi dapat diambil
manfaatnya, seperti cahaya dan panas matahari. Begitu juga tidaklah termasuk
harta kekayaan sesuatu yang pada gahlibnya tidak dapat diambil manfaatnya, tetapi
dapat dipunyai secara kongrit dimiliki, seperti segenggam tanah, setetes air, seekor
lebah, sebutir beras dan sebagainya.
Dengan demikian, konsep harta menurut Imam Hanafi yaitu segala sesuatu
yang memenuhi dua kriteria :
Pertama : Sesuatu yang dipunyai dan bisa diambil manfaatnya menurut
ghalib.
Kedua : Sesuatu yang dipunyai dan bisa diambil manfaatnya secara kongkrit
(a’ayan) seperti tanah, barang-barang perlengkapan, ternak dan uang.
Menurut Jumhur Ulama’ Fiqh selain Hanafiyyah mendefinisikan konsep
harta sebagai berikut :

5|P a g e
Dari pengertian di atas, Jumhur Ulama’ memberikan pandangan bahwa
manfaat termasuk harta, sebab yang penting adalah manfaatnya dan bukan dzatnya.
Intinya bahwa segala macam manfaat-manfaat atas sesuatu benda tersebut dapat
dikuasai dengan menguasai tempat dan sumbernya, karena seseorang yang
memiliki sebuah mobil misalnya, tentu akan melarang orang lain mempergunakan
mobil itu tanpa izinnya.
Maksud manfaat menurut Jumhur Ulama’ dalam pembahasan ini adalah faedah
atau kegunaan yang dihasilkan dari benda yang tampak seperti mendiami rumah
atau mengendarai kendaraan. Adapun hak, yang ditetapkan syara’ kepada
seseorang secara khusus dari penguasaan sesuatu, terkadang dikaitkan dengan
harta, seperti hak milik, hak minum, dan lain lain. Akan tetapi terkadang tidak
dikaitkan dengan harta, seperti hak mengasuh dan lain-lain.
Menurut Imam as-Suyuthi harta ialah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan
mempunyai nilai jual yang akan terus ada, kecuali bila semua orang telah
meninggalkannya. Jika baru sebagian orang saja yang meninggalkannya, barang itu
mungkin masih bermanfaat bagi orang lain dan masih mempunyai nilai bagi
mereka.
Menurut ahli hukum positif, dengan berpegang pada konsep harta yang
disampaikan Jumhur Ulama’ selain Hanafiyyah, mereka mendefinisikan bahwa
benda dan manfaat-manfaat itu adalah kesatuan dalam katagori harta kekayaan,
begitu juga hak-hak, seperti hak paten, hak mengarang, hak cipta dan sejenisnya.
Ibnu Najm mengatakan bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa yang ditegaskan
oleh ulama’-ulama’ Ushul Fiqh, adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan disimpan
untuk keperluan tertentu dan hal itu terutama menyangkut yang kongkrit. Dengan
demikian tidak termasuk di dalamnya pemilikan semata-semata atas
manfaat-manfaat saja. Dalam hal ini, beliau menganalogikan konsep harta dalam
persoalan waris dan wakaf, sebagaiman al-Kasyf al-Kabir disebutkan bahwa zakat
maupun waris hanya dapat terealisasi dengan menyerahkan benda (harta atau tirkah
dalam hal waris) yang kongkrit, dan tidak berlaku jika hanya kepemilikan atas
manfaat semata, tanpa menguasai wujudnya.

6|P a g e
B. Kedudukan Harta
Disebutkan harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam
menjalani kehidupan didunia ini, sehingga oleh para ulama ‘ushul fiqh persoalan
harta dimasukkan kedalam salah satu ad-dharuriyat al-khamsah (lima keperluan
pokok), yang terdiri atas : Agama, Jiwa, Akal, keturunan, dan harta. Oleh karena itu
banyak manusia yang mempertahankan harta dengan segala upaya yang dilakukan,
sehingga dalam Al-Qur’an dan Hadits banyak membicarakan harta serta
kedudukannya.
1. Kedudukan harta didalam Al-Qur’an ialah sebagai berikut :
a) Harta adalah milik Allah, Manusia bukanlah pemilik mutlak, tetapi
dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib dikeluarkan zakatnya
dan peruntukan ibadah lain dari harta tersebut.
b) Harta sebagai sarana untuk memperoleh bekal menuju kehidupan
akhirat.
c) Harta merupakan sarana untuk memenuhi kesenangan.
d) Harta sebagai perhiasan, Harta merupakan perhiasan dunia yang
hanya bersifat sementara dan untuk itulah maka sebagai seorang
muslim hendaknya dapat memanfaatkan harta dengan
sebaik-baiknya untuk beribadah kepada Allah.
2. Kedudukan Harta didalam as-Sunnah
a) Harta adalah penyebab fitnah
b) Harta sebuah nikmat ketika dimanfaatkan oleh orang-orang yang
shalih.

Disamping diperhatikannya kepentingan umum, kepentingan pribadi juga


diperhatikan, maka berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a) Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan
pribadi, selama tidak merugikan orang lain dan masyarakat.
b) Karena pemilikan manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka
boleh pemilik (manfaat) untuk memindahkan hak miliknya kepada
orang lain, misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya dan
sebagainya.
c) Pada pokoknya, pemilikan manfaat itu kekal tidak terkait oleh waktu.

7|P a g e
Dalam kaitan ini dapat dijelaskan bentuk-bentuk larangan yang berkenaan
dengan harta yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, produksi, distribusi dan
konsumsi harta:
1) Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa:
 Memakan harta sesama manusia dengan cara yang batal,
 Memakan harta dengan jalan penipuan,
 Dengan jalan melanggar janji dan sumpah,
 Dengan jalan pencurian.
2) Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian
atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.
3) Penimbuan harta debgan jalan kikir, orang-orang yang menimbun harta
dengan maksud untuk meninggikan (menaikan) harga sehingga ia
memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.
4) Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubazir), baik pemborosan yang
menghabiskan harta pribadi, perusahaan, masyarakat atau negara maupun
yang sifatnya mengeksploitasi sumber-sumber alam secara berlebihan dan
tidak memperhatikan kelestarian lingkungan (ekologi).
5) Memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi barang-barang yang
terlarang seperti narkotika dan minuman keras kecuali untuk kepentingan
ilmu pengetahuan dan kesehatan.

Anjuran untuk berusaha dan memilikinya


Ada beberapa dalil, baik dari Al-qur’an maupun hadist yang dapat
dikategorikan sebagai isyarat bagi umat islam untuk memiliki kekayaan dan giat
dalam berusaha supaya memperoleh kehidupan yang layak dan mampu
melaksanakan semua rukun islam yang hanya diwajibkan dalam umat islam yang
mempunyai harta atau kemampuan dari segi ekonomi. Sementara itu, harta
kekayaan tidak mumgkin datang sendiri, tetapi harus dicapai melalui
usaha.Diantara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut :
1. Para Nabi berusaha sendiri untuk bekal hidup

8|P a g e
Allah SWT. Menyatakan bahwa para Nabi berusaha sendiri, tidak
menggantungkan kepada orang lain, seperti : Nabi Daud a.s yang
diceritakan dalam Al-Qur’an.
“dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari kami.
(kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah
berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi
untuknya,(yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah
anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya aku
melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Saba’ : 10-11)
Dalam Al-qur’an pun disinggung pula perihal Nabi Nuh a.s membuat
kapal (QS.Hud : 37-38) dan Nabi Musa a.s mengembalakan domba selama
20 tahun sebelum diutus menjadi Rasul di Negeri Madyan. Kita juga
mengetahui dari sejarah bahwa Nabi Muhammad SAW.Dari kecil sudah
mengembalakan domba, kemudian berniaga untuk Siti Khadijah.Padahal
mereka adalah para Nabi yang suci, bergelar ulul azmi, tetapi mereka
berusaha untuk memenuhi kehidupannya.

2. Anjuran memanfaatkan dan memakan rezeki Allah SWT.


“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di
segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al-Mulk: 15)

3. Rasulullah SAW. Menyuruh umatnya untuk bekerja


Yang artinya : “ seseorang yang mengambil tali untuk mengikat kayu
bakar, kemudian memanggul dipundaknya untuk dijual kepada manusia,
sehingga Allah mencukupinya adalah lebih baik dari pada meminta minta
kepada manusia, yang kemungkinan akan memberinya atau menolaknya”.

4. Perintah menunaikan zakat


Perintah mencari harta dan giat berusaha dapat dipahami dengan adanya
perintah menunaikan zakat yang selalu mengiringi perintah mendirikan
shalat dalam Al-qur’an. Apabila shalat diibaratkan sebagai tiang agama,
zakat adalah jembatannya. Begitu pula dalam hadist terdapat keterangan

9|P a g e
tentang macam-macam dan pembagian harta zakat. Disamping itu, dalam
islam pun ada zakat yang diwajibkan kepada setiap manusia, yakni zakat
fitrah. Zakat itu mungkin dapat dipenuhi oleh mereka yang tidak memiliki
harta atau tidak giat dalam berusaha.

5. Nabi SAW. Sering berdo’a agar dilapangkan rezeki


Misalnya ketika berwudhu sebagaimana dinyatakan dalam hadist dari
Abu Hurairah yang artinya:“ya Allah, ampunilah dosaku, lapangkanlah
rumahku, dan berkatilah rezekiku, kemudian beliau ditanya, ‘’alangkah
banyaknya yang engkau minta dengan do’a tersebut?’’ lalu beliau
menjawab “apakah kita meninggalkan salah satunya.’’(HR. Thabrani)
Selain itu masih banyak do’a dan zikir yang diajarkan Rasulullah
SAW. Yang intinya memohon agar dimudahkan dalam berusaha dan
mendapatkan rezeki, seperti do’a: Yang artinya “ Ya Allah, aku memohon
kepadamu atas petunjuk, ketakwaan, iffah (dijauhkan dari hal-hal yang
tidak hala), dan kekayaan.’’ (HR. Muslim, Turmudzi, dan Ibnu Majah dari
Ibnu Mas’ud).
Begitu pula do’aRasulullah SAW. Agar dijauhkan dari kefakiran,
karena kefakiran dapat menyebabkan kekufuran. Yang artinya : ‘’Ya Allah,
aku berlindung kepadamu dari kekufuran dan kefakiran, seorang laki-laki
berkata, apakah keduanya seimbang? Rasulullah menjawab , ya.’’

6. Nabi SAW. Pernah melarang menyalati orang berutang


Rasulullah SAW. Pernah melarang shalat jenazah terhadap orang yang
meninggalkan hutang, tetapi tidak meninggalkan harta untuk melunasinya:
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW. Melarang kami untuk
menyalati orang meninggal dunia yang mempunyai hutang, tetapi tidak
meninggalkan harta untuk menbayar utangnya. Orang yang mati syahid
diampuni segala dosanya, kecuali apabila ia berhutang. Hadist nabi yang
artinya: ‘’semua dosa orang yang mati syahid diampuni kecuali hutang.’’
(HR. Muslim dan Ibnu Umar)

10 | P a g e
C. Fungsi Harta
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta
tersebut, maka fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam yang baik, maupun
kegunaan dam hal yang jelek, yaitu :
a) Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah),
sebab untuk ibadah memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup
aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji,
berzakat, shadaqah, hibbah dan yang lainnya.
b) Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
c) Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan
akhirat.
d) Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
e) Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut
ilmu tanpa modal akan tersa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di
perguruan tinggi bila ia tidak memiliki biaya.
f) Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni
adanya pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga
antara pihak saling membutuhkan karena itu tersusunlah masyarakat
yang harmonis dan berkecukupan.
g) Untuk menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan
keperluan sehingga terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim
dalam rangka saling mencukupi kebutuhan.

D. Pembagian Harta
1) Mal Mulutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim
 Harta Mulutaqawwim adalah sesuatu yang boleh diambil
manfaatnya menurut syara’. Atau semua harta yang baik jenisnya
maupun cara memperoleh dan penggunaanya, misalnya kerbau
adalah halal dimakan oleh umat Islam tetapi kerbau tersebut
disembelih tidak sah menurut syara’, dipukul misalnya, maka
daging kerbau tidak bisa dimanfaatkan karena cara
penyembelihannya batal menurut syara’

11 | P a g e
 Harta Ghair Mutaqawwim adalah sesuatu yang tidak boleh diambil
manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara
penggunaanya. Seperti babi karena jenisnya. Sepatu yang diperoleh
dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim karena cara
memperolehnya yang haram.

2) Mal Mitsli dan Mal Qimi


 Harta Mitsli adalah benda-benda yang ada persamaan dalam
kesatuan-kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagaimana di
tempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.
 Harta Qimi adalah benda-benda yang kurang dalam
kesatuan-kesatuannya karena tidak dapat berdiri sebagian di tempat
sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan.

Dengan perkataan lain, harta mitsli adalah harta yang jenisnya


diperoleh di pasar (secara persis) dan qimi adalah harta yang
jenisnya sulit didapatkan di pasar, bisa diperoleh tapi jenisnya
berbeda kecuali dalam nilai dan harga.

3) Harta Istihlak dan harta Isti’mal


 Harta Istihlak adalah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaanya
dan manfaatnya secara biasa kecuali dengan menghabiskannya.
Harta Istihlak terbagi menjadi dua, yaitu:
 Istihlak Haqiqi adalah suatu benda yang menjadi harta yang
secara jelas (nyata) zatnya habis sekali digunakan.
 Istihlak Buquqi adalah suatu harta yang sudah habis
nilainya bila telah digunakan tetapi zatnya masih tetap ada.
 Harta Isti’mal adalah sesuatu yang dapat digunakan berulanag kali
dan materinya tetap terpelihara. Harta isti’mal tidaklah habis dengan
satu kali menggunakan tetapi dapat digunakan lama menurut apa
adanya.

4) Harta Manqul dan Harta Ghair Manaqul

12 | P a g e
 Harta Manqul adalah segala harta yang dapat dipindahkan
(bergerak) dari satu tempat ke tempat lain.
 Harta Ghair Manaqul adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan
dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.

5) Harta ‘Ain dan Harta Dayn


 Harta ‘ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah,
pakaian, beras, kendaraan. Harta ‘ain terbagi menjadi dua, yaitu :
 Harta ‘ain dzati qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk
yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai yang
dipandang sebagai harta, karena memiliki nilai ‘ain dzati
qimah meliputi:
 Benda yang dianggap harta yang boleh diambil
manfaatnya
 Benda yang dianggap hartta yang tidak boleh diambil
manfaatnya
 Benda yang dianggap sebagai harta yang ada
sebangsanya
 Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit
dicari seumpamanya
 Benda yang dianggap harta yang berharga dan dapat
dipindahkan (bergerak)
 Benda yang dianggap harta yang berharga dan tidak
dapat dipindahkan (benda tetap).
 Harta ‘ain ghayr dzalti qimah, yaitu benda yang tidak dapat
dipandang sebagai harta, karena tidak memiliki harga seperti
sebiji beras.
 Harta Dayn adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab,
seperti uang yang berada dalam tanggung jawab seseorang.
Ulama Hanafiyah (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi
Suhendi, M.Si.) berpendapat bahwa harta tidak dapat dibagi menjadi
harta ‘ain dan dayn, karena harta menurut Hanafiah ialah sesuatu
yang berwujud maka sesuatu yang tidak berwujud tidaklah dianggap

13 | P a g e
sebagai harta, seperti hutang tidak dipandang sebagai harta tetapi
hutang adalah wash fi al-dgimmah.

6) Mal al-‘ain dan al-naf’i (manfaat)


 Harta ‘aini adalah benda yang memiliki nilai dan bentuk
(berwujud), seperti rumah, ternak, dll.
 Harta nafi’ adalah a’radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut
perkembangan masa, oleh karena itu mal al-naf’i tidak berwujud
dan tidak mungkin disimpan.

7) Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur


 Harta Mamluk adalah sesuatu yang masuk ke bawah milik milik
perseorangan maupun milik badan hukum seperti pemerintah atau
yayasan.
 Harta Mubah adalah sesuatu yang pada asalnya bukan milik
seseorang, seperti air pada mata air, binatang buruan darat, laut,
pohon-pohon di hutan.
 Harta Mahjur adalah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri
dan memberikan kepada orang lain menurut syari’at, adakalanya
benda itu benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk
masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid-masjid,
kuburan-kuburan dan yang lainnya.

8) Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi


 Harta yang dapat dibagi (mal qubil li al-qismah) ialah harta yang
tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta itu
dibagi-bagi, seperti beras, tepung, dan lainnya.
 Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al qismah) ialah
harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila
harta tersebut dibagi-bagi, seperti gelas, kursi, meja, mesin dan lain
sebagainya.

9) Harta pokok dan harta hasil (buah)

14 | P a g e
 Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang
lain. Harta pokok bisa juga disebut modal, seperti uang, emas, dan
lainnya.
 Harta hasil adalah harta yang lain. Harta hasil contohnya adalah
bulu domba dihasilkan dari domba, maka domba sebagai harta
pokok dan bulunya sebagai harta hasil, atau kerbau yang beranak
maka anaknya dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang
melahirkannya disebut harta pokok.

10) Harta khas dan harta ‘am


 Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain,
tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
 Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh mengambil
manfaatnya.

15 | P a g e
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Harta adalah sesuatu yang dibutuhkan dan di peroleh manusia,baik berupa
benda yang tampak seperti mas perak maupun yang tidak tampak yakni manfaat
seperti pakaian,tempat tinggal. Sehingga persoalan harta dimasukkan kedalam
salah satu lima keperluan pokok yang diatur oleh Al-Qur’an dan as-sunah.
Adapun fungsi harta diantaranya kesempurnaan ibadah mahdzah,memelihara dan
meningkatkan keimanan dan serta menyelaraskan antara kehidupan dunia dan
akhirat. Sedangkan pembagian harta di bagi menjadi sepuluh bagian.

16 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka


Pelajar.2008
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.
Sya’I,Rahmat, Fiqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001

17 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai