Anda di halaman 1dari 137

SKRIPSI

PENGELOMPOKAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN


KLASIFIKASI ABC DAN OPTIMALISASI PENGENDALIAN
PERSEDIAAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN METODE
MIN-MAX STOCK

Disusun Oleh :
Zakaria Goldiantero
161.02.1014

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2020
SKRIPSI

Pengelompokan Bahan Baku Menggunakan Klasifikasi ABC Dan


Optimalisasi Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Menggunakan Metode Min-Max Stock

Disusun Oleh :
Zakaria Goldiantero
161.02.1014

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2020

i
ii
iii
iv
SURAT KETERANGAN

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Kupersembahkan untuk kedua orang tua saya Mamah dan Papah yang selalu

memberikan kasih sayang, semangat, do’a, dan dukungan dalam bentuk

apapun kepada saya.

2. Kupersembahkan untuk adik saya Ridho yang selalu mendukung dan

memberikan semangat dan do’a kepada saya.

3. Kupersembahkan untuk semua keluar besar saya di Cilacap dan Solo yang

selalu memberikan do’a, dukungan dan semangat kepada saya untuk terus maju

untuk masa depan saya.

4. Kupersembahkan kepada wanita yang spesial Rizki Nur Viana yang selalu

menemani saya mengerjakan skripsi, bertukar pikiran, memberikan semangat,

dukungan, dan do’a kepada saya.

5. Kupersembahkan kepada kedua orang tua Rizki Nur Viana yang selalu

memberikan do’a, dukungan, dan nasihat kepada saya.

6. Untuk seluruh teman-teman Jurusan Teknik Industri angkatan 2016 yang saling

memberikan semangat dan berjuang bersama.

7. Untuk seluruh teman Diskusi Senja (Bang Oden, Heni, Erika, Kent) yang

saling bertukar pikiran dan memberikan semangat.

8. Untuk seluruh teman Grup Belajar Wisuda 2020 (Bang Oden, Heni, Erika,

Kent, Dani, Dahlia, Viola, Indra, Irsyad, Vina) yang saling memberikan

semangat, bertukar pikiran, dan belajar bersama.

vi
9. Untuk seluruh teman Grup Kijang OJOL (Eri, Fauzan, Sidik, Lalang, Nengah,

Dani, Bryan, Jupri, Afif, Arobi, Aris) yang saling bertukar pikiran dan

memberikan semangat serta motivasi.

10. Untuk seluruh teman-teman KKN Dusun Bobung (Achmadi, Boy, Franco,

Ganis, Gresya, Imam, Kak Andreas, Kak Yoan, Meidi, Weweng, Yudha, Yuni)

yang telah memberikan semangat, motivasi dan memberikan banyak ilmu

sosial kepada saya.

11. Untuk pak dukuh Bobung yang telah memberikan nasihat-nasihat dan

memberikan semangat kepada saya.

vii
MOTTO

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya


(Al-Baqarah: 286)

Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar


(Q.S Ar-Rum: 60)

Dan tidak ada kesuksesan bagiku melainkan atas (pertolongan) Allah


(Q.S Huud: 88)

Janganlah pernah menyerah ketika Anda masih mampu berusaha lagi. Tidak ada
kata berakhir sampai Anda berhenti mencoba
(Brian Dyson)

Berpikirlah positif, tidak peduli seberapa keras kehidupanmu


(Ali bin Abi Thalib)

Fokuslah menjadi produktif, bukan sekedar sibuk saja


(Tim Ferris)

viii
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas ridho dan

karunia-Nya penulis dapat melaksanakan penelitian di tempat produksi Gudeg

Kaleng Bu Tjitro dan menyusun hingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi merupakan salah satu persyaratan kurikulum untuk menyelesaikan

pendidikan Strata 1 pada Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri

Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta dan memperoleh gelar Sarjana

Teknik (S.T). Selama penelitian dan penyusunan skripsi penuh perjuangan dan

sungguh-sungguh, penulis menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh dari bangku

perkuliahan sehingga dapat menyelesaikan persoalan nyata pada Gudeg Kaleng Bu

Tjitro.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

semua pihak yang selama ini telah membantu, baik secara langsung maupun tidak

langsung untuk kelancaran terlaksananya penulisan laporan skripsi ini. Adapun

pihak-pihak tersebut adalah:

1. Bapak Dr. Ir. Amir Hamzah, M.T. selaku Rektor Institut Sains & Teknologi

AKPRIND Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Ir. Toto Rusianto, M.T. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri

Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

ix
3. Ibu Endang Widuri Asih, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri

Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

4. Ibu Mega Inayati Rif’ah, S.T., M.Sc. selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan pengarahan serta materi dalam penulisan laporan skripsi.

5. Bapak Imam Sodikin, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan pengarahan serta materi dalam penulisan laporan skripsi.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Industri yang telah memberikan ilmu

yang sangat banyak dan sangat bermanfaat.

7. Bapak Jumirin selaku General Manajer UD Gudeg Kalemg Bu Tjitro yang

telah memberikan izin untuk saya melakukan penelitian dan memberikan

arahan dalam penelitian skripsi ini.

8. Orang tua saya yaitu Papah Rudy dan Mamah Sungatmi yang selalu

memberikan doa, dukungan, kasih sayang, nasihat, arahan yang sangat berarti

untuk saya.

9. Adik saya yaitu Ridho yang selalu memberikan semangat kepada saya.

Penulis menyadari bahwa laporan skripsi masih terdapat kekurangan. Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun. Akhir kata, semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 16 Juli 2020

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN NON-PLAGIAT......................................... iv

SURAT KETERANGAN............................................................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................. vi

MOTTO ..................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ................................................................................. ix

DAFTAR ISI ................................................................................................ xi

DAFTAR TABEL...................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvi

INTISARI................................................................................................. xviii

ABSTRAK ................................................................................................. xix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................... 4

C. Batasan Masalah................................................................................. 4

D. Asumsi................................................................................................ 4

E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5

F. Manfaat Penelitian ............................................................................. 5

xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ................... 6

A. Persediaan .......................................................................................... 9

B. Jenis-jenis Persediaan....................................................................... 10

C. Bahan Baku ...................................................................................... 11

D. Pershable Product............................................................................ 12

E. Pengendalian Persediaan Bahan Baku ............................................. 12

F. Analisis Klasifikasi ABC ................................................................. 14

G. Safety Stock ...................................................................................... 17

H. Metode Min-Max Stock .................................................................... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 22

A. Objek Penelitian ............................................................................... 22

B. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 22

C. Tahap Penelitian ............................................................................... 22

D. Bagan Alir Penelitian ....................................................................... 24

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA .................... 26

A. Pengumpulan Data ........................................................................... 26

1. Data Persediaan Bahan Baku Gudeg Kaleng Bu Tjitro ............... 26

B. Pengolahan Data............................................................................... 29

1. Pengklasifikasian ABC ................................................................ 29

2. Perhitungan dengan Metode Min-Max Stock............................... 34

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................ 48

A. Hasil Klasifikasi ABC ...................................................................... 48

B. Hasil Perhitungan dengan Metode Min-Max Stock Tahun 2019 ..... 52

xii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 77

A. Kesimpulan ...................................................................................... 77

B. Saan .................................................................................................. 78

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 State Of The Art.............................................................................. 8

Tabel 4.1 Total Pembelian Bahan Baku Tahun 2019 .................................. 27

Tabel 4.2 Total Pemakaian Bahan Baku Tahun 2019 .................................. 28

Tabel 4.3 Data Pemakaian dan Harga Bahan Baku ..................................... 29

Tabel 4.4 Nilai Persentase Penyerapan Dana Setiap Bahan Baku ............... 30

Tabel 4.5 Persentase Kumulatif Penyerapan Dana ...................................... 31

Tabel 4.6 Persentase Kumulatif Pemakaian Bahan Baku ............................ 33

Tabel 4.7 Pembelian dan Pemakaian Telur Tahun 2019.............................. 35

Tabel 4.8 Pembelian dan Pemakaian Krecek Tahun 2019 ........................... 37

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Persediaan Gula Jawa Tahun 2019................. 39

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Persediaan Bawang Putih Tahun 2019 ......... 39

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Persediaan Bawang Merah Tahun 2019 ....... 40

Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Persediaan Kemiri Tahun 2019 .................... 40

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Persediaan Tholo Putih Tahun 2019 ............ 41

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Persediaan Cabai Rawit Tahun 2019 ........... 41

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Persediaan Serai Tahun 2019 ....................... 42

Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Persediaan Cabai Tampar Tahun 2019......... 42

Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Persediaan Garam Tahun 2019 .................... 43

Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Persediaan Knoor Tahun 2019 ..................... 43

Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Persediaan Terasi Tahun 2019 ..................... 44

xiv
Tabel 4.20 Hasil Perhitungan Persediaan Ketumbar Tahun 2019 ............... 44

Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Persediaan Cabai Tropong Tahun 2019 ....... 45

Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Persediaan Laos Tahun 2019........................ 45

Tabel 4.23 Hasil Perhitungan Persediaan Kencur Tahun 2019.................... 46

Tabel 4.24 Hasil Perhitungan Persediaan Bumbu Rendang Tahun 2019 .... 46

Tabel 4.25 Hasil Perhitungan Persediaan Kunyit Tahun 2019 .................... 47

Tabel 4.26 Hasil Perhitungan Persediaan Merica Tahun 2019 .................... 47

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian ............................................................... 24

Gambar 5.1 Diagram Pareto Berdasarkan Nilai Investasi ........................... 48

Gambar 5.2 Diagram Pareto Berdasarkan Persentase Kumulatif

Pemakaian ................................................................................ 50

Gambar 5.3 Diagram Bahan Baku Telur...................................................... 52

Gambar 5.4 Diagram Bahan Baku Krecek ................................................... 53

Gambar 5.5 Diagram Bahan Baku Gula Jawa ............................................. 54

Gambar 5.6 Diagram Bahan Baku Bawang Putih ........................................ 56

Gambar 5.7 Diagram Bahan Baku Bawang Merah ...................................... 57

Gambar 5.8 Diagram Bahan Baku Kemiri ................................................... 58

Gambar 5.9 Diagram Bahan Baku Tholo Putih ........................................... 59

Gambar 5.10 Diagram Bahan Baku Cabai Rawit ........................................ 61

Gambar 5.11 Diagram Bahan Baku Serai .................................................... 62

Gambar 5.12 Diagram Bahan Baku Cabai Tampar ..................................... 63

Gambar 5.13 Diagram Bahan Baku Garam ................................................. 64

Gambar 5.14 Diagram Bahan Baku Knoor .................................................. 65

Gambar 5.15 Diagram Bahan Baku Terasi .................................................. 67

Gambar 5.16 Diagram Bahan Baku Ketumbar ............................................ 68

Gambar 5.17 Diagram Bahan Baku Cabai Tropong .................................... 69

Gambar 5.18 Diagram Bahan Baku Laos .................................................... 70

xvi
Gambar 5.19 Diagram Bahan Baku Kencur ................................................ 71

Gambar 5.20 Diagram Bahan Baku Bumbu Rendang ................................. 73

Gambar 5.21 Diagram Bahan Baku Kunyit ................................................. 74

Gambar 5.22 Diagram Bahan Baku Merica ................................................. 75

xvii
Pengelompokan Bahan Baku Menggunakan Klasifikasi ABC Dan
Optimalisasi Pengendalian Persediaan Bahan Baku Menggunakan Metode
Min-Max Stock

Dosen Pembimbing I : Mega Inayati Rif’ah, S.T., M.Sc.


Dosen Pembimbing II : Imam Sodikin, S.T., M.T.

INTISARI

Persediaan adalah salah satu kekayaan yang terdapat dalam perusahaan. Persediaan
memberikan peran penting bagi perusahaan, karena peran yang sangat penting, persediaan
harus direncanakan dan dikendalikan dengan baik.
Pengendalian persediaan merupakan mengupayakan ketersediaan bahan baku agar
tidak kekurangan, dan tidak berlebih. Klasifikasi ABC adalah metode yang digunakan
untuk mengklasifikasikan barang berdasarkan peringkat atau urutan dari nilai persentase
kumulatif penyerapan dana dan persentase kumulatif pemakaian bahan baku, yang
kemudian diurutkan dari nilai yang tertinggi hingga nilai yang terendah, dan terbagi
menjadi kelompok A, B, dan C. Untuk melakukan pengendalian persediaan dilakukan
menggunakan Metode Min-Max Stock, apabila persediaan telah melewati batas-batas
minimum, maka Re Order harus dilakukan, betas maksimum adalah batas ketersediaan
bahan baku harus ada.
Hasil dari klasifikasi ABC dengan persentase kumulatif serapan modal dan dengan
persentase pemakaian bahan baku, pihak pabrik harus fokus dalam memperhatikan
penanganan ketersediaan bahan baku agar tidak terjadi penumpukan yang dapat
menimbulkan kerusakan dan tetap terjaga ketersediaannya. Penanganan yang tepat agar
bahan baku tidak mengalami kerusakan akibat penumpukan dan agar tidak terjadi
kehabisan bahan baku, pada metode Min-Max Stock memperhitungkan jumlah safety stock
bahan baku yang harus ada dalam penyimpanan agar proses produksi dapat berjalan dengan
lancar apabila terjadi penambahan kebutuhan bahan baku atau terjadi keterlambatan
kedatangan bahan baku. Selain itu agar tidak terjadi penumpukan bahan baku dalam
penyimpanan.

Kata Kunci: Persediaan, Pengendalian Persediaan, Klasifikasi ABC, Min-Max Stock

xviii
Classification of Raw Materials Using ABC Classification And Optimization of
Raw Materials Inventory Control Using the Min-Max Stock Method

Supervisor I : Mega Inayati Rif’ah, S.T., M.Sc.


Supervisor II : Imam Sodikin, S.T., M.T.

ABSTRACT

Inventory is one of the wealth contained in the company. Inventory provides an


important role for the company, because it is a very important role, inventory must be
planned and controlled properly.
Inventory control is seeking the availability of raw materials so that they are not
deficient, and not excessive. ABC Classification is a method used to classify goods based
on rank or order from the cumulative percentage value of fund absorption and cumulative
percentage of raw material usage, which is then sorted from the highest value to the lowest
value, and is divided into groups A, B, and C. For controlling inventory is carried out using
the Min-Max Stock Method, if the inventory has passed the minimum limits, then Re Order
must be made, the maximum bet is the availability limit of raw materials must exist.
The results of the ABC classification with a cumulative percentage of capital uptake
and with the percentage of raw material usage, the factory must focus on paying attention
to handling the availability of raw materials so that there is no buildup that can cause
damage and maintain availability. Appropriate handling so that raw materials do not
experience damage due to accumulation and to avoid running out of raw materials, the
Min-Max Stock method calculates the amount of safety stock of raw materials that must be
present in storage so that the production process can run smoothly if there is an increase
in raw material requirements or late arrival of raw materials. In addition to avoiding a
buildup of raw materials in storage.

Keywords: Inventory, Inventory Control, ABC Classification, Min-Max Stock

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perishable Products adalah suatu produk yang memiliki kualitas umur dari

produk tersebut. Semakin lama produk disimpan dalam gudang, umur produk

semakin berkurang hingga tidak dapat digunakan. Beberapa produk masuk

dalam jenis perishable products. Produk makan atau produk yang dikonsumsi

merupakan salah satu produk yang masuk dalam perishable products.

Persediaan merupakan aset atau elemen terpenting dalam kegiatan produksi

yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu persediaan menjadi salah satu

masalah yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kegiatan proses

produksi, biaya serta distribusi barang-barang, baik itu bahan baku, barang

dalam proses atau barang setengah jadi, ataupun barang jadi (Fadlillah, dkk

(2008) dalam Kinanthi, dkk (2016)). Pada umumnya persediaan bahan baku

yang banyak membutuhkan biaya karena munculnya permasalahan:

kekurangan bahan baku, kelebihan bahan baku yang mengakibatkan

pertambahan biaya simpan, keterlambatan datangnya bahan baku karena

keterlambatan pemesanan bahan baku ke supplier, dan masalah-masalah yang

lain.

Menyimpan persediaan bahan baku dengan jumlah yang besar untuk

menjaga stock bahan baku supaya tetap tersedia dan proses produksi berjalan

dengan lancar dapat menimbulkan masalah penumpukan bahan baku dan

apabila bahan baku yang disimpan untuk persediaan masuk dalam jenis

1
2

perishable products, dapat mengakibatkan bahan baku menjadi tidak layak

pakai akibat tersimpan terlalu lama dalam gudang. Selain itu pelaku usaha yang

kurang memperhatikan kapasitas stock yang masih tersedia di gudang dapat

menimbulkan kekurangan stock yang dapat mengakibatkan perusahaan off

produksi. Menghindari hal-hal tersebut pelaku usaha perlu memiliki

perencanaan, pengelolaan dan pengendalian bahan baku. Usaha Dagang (UD)

yang memproduksi produk gudeg kaleng, UD. Gudeg Kaleng Bu Tjitro yang

berlokasi di Jalan Adi Sutjipto KM 9, Yogyakarta membutuhkan bahan baku

yang optimal untuk kelancaran dalam proses produksi. Dalam melaksanakan

proses produksi gudeg kaleng, UD Gudeg Kaleng Bu Tjitro memproduksi

setiap hari, hal ini kebutuhan bahan baku sangat diperhatikan. Persediaan

bahan baku merupakan elemen terpenting dalam kegiatan proses produksi yang

perlu diperhatikan dengan tepat untuk kelancaran produksi. Oleh sebab itu

diperlukan pengendalian persediaan yang diharapkan dapat menjaga

ketersediaan persediaan yang ada dengan tepat.

Usaha menjaga ketersediaan bahan baku tetap terjaga dengan mengatur

ketersediaan secara tepat agar proses produksi berjalan dengan lancar dan tidak

terdapat bahan baku yang terbuang akibat dari terlalu lama disimpan dalam

gudang sehingga bahan baku menjadi tidak layak pakai. Produksi gudeg kaleng

UD. Gudeg Kaleng Bu Tjitro dalam mengatur persediaan bahan baku belum

memiliki metode khusus. Selama ini hanya dengan cara jika persediaan sudah

menipis atau persediaan tidak mencukupi untuk melakukan produksi

berikutnya maka baru melakukan pemesanan. Tentunya hal ini menimbulkan


3

risiko apabila persediaan bahan baku mengalami kelebihan persediaan (over

stock), dapat mengakibatkan bahan baku mengalami penumpukan dan berisiko

menjadi tidak layak pakai karena bahan baku yang digunakan merupakan

produk yang masuk dalam jenis perishable products. Sebaliknya jika

ketersediaan bahan baku mengalami kehabisan dapat menyebabkan produksi

berhenti. Dari hasil observasi di tempat produksi gudeg kaleng Bu Tjitro

terdapat penumpukan bahan baku, salah satu yang sangat terlihat adalah krecek

yang bertumpuk sangat banyak sebanyak 88 bungkus plastik besar. Dengan

jumlah yang sangat banyak apabila disimpan terlalu lama dapat mengakibatkan

kerusakan bahan baku tersebut dan dapat menimbulkan kerugian karena bahan

baku tidak dapat digunakan untuk produksi. Selain itu dilihat dari data

persediaan bahan baku pabrik terdapat bahan baku yang mengalami kehabisan.

Kondisi dengan kehabisan bahan baku menimbulkan tersendatnya proses

produksi saat kedatangan bahan baku mengalami keterlambatan. Tentunya hal

tersebut harus dapat dihindarkan agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan

baik. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian terhadap pengendalian

persediaan bahan baku di UD Gudeg Kaleng Bu Tjitro. Karena bahan baku

yang digunakan berjumlah banyak, perlu dikelompokkan/diklasifikasikan

untuk memfokuskan perhatian pengendalian persediaan terhadap jenis barang

yang memiliki nilai serapan modal yang tinggi. Selain itu juga melakukan

pengendalian persediaan dengan tepat supaya mendapatkan jumlah minimum

bahan baku agar tidak terjadi kehabisan bahan baku dan jumlah maksimum

bahan baku yang sebaiknya tersedia di gudang.


4

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan

dibahas pada penelitian ini adalah “Bagaimana pengelompokan bahan baku

dan pengendalian persediaan bahan baku pada produksi gudeg kaleng UD.

Gudeg Kaleng Bu Tjitro?”

C. Batasan Masalah

Agar permasalahan yang dibahas tidak terlalu luas dan mengarah pada

pokok permasalahan, maka pada penelitian ini memiliki batasan-batasan

sebagai berikut:

1. Penelitian fokus pada bahan baku yang bersifat kering.

2. Data pemakaian bahan baku dan data pembelian bahan baku diambil pada

periode Januari 2019 – Desember 2019.

D. Asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Harga beli bahan baku setiap unit konstan atau sama, tidak mengalami

kenaikan dan penurunan harga.

2. Harga beli di tiap supplier tidak terpengaruh pada musim.

3. Jumlah hari dalam 1 bulan adalah 30 hari.


5

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan permasalahan adalah sebagai

berikut:

1. Mengidentifikasi bahan baku apa saja yang memiliki nilai serapan modal

yang tinggi terhadap pemakaian barang.

2. Mengidentifikasi bahan baku apa saja yang harus mendapatkan prioritas

penanganan karena memiliki persentasekumulatif pemakaian yang besar.

3. Mengoptimalkan penanganan ketersediaan persediaan bahan baku.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini berdasarkan tujuan adalah sebagai berikut:

1. Bahan baku dapat teridentifikasi yang memiliki nilai serapan modal tinggi

terhadap pemakaian barang sehingga pemilik usaha dapat memfokuskan

perhatian terhadap bahan baku tersebut.

2. Bahan baku dengan pemakaian besar dapat tertangani pengendalian

persediaan sehingga tidak terjadi kehabisan bahan baku.

3. Memberikan solusi penanganan persediaan bahan baku yang optimal.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prabawa, dkk (2018) didapat

hasil dari penelitian tersebut adalah perhitungan EOQ dan Min-Max yang

diaplikasikan ke dalam aplikasi pendukung pengambilan keputusan untuk

merekomendasikan pengambilan keputusan dari hasil perhitungan EOQ dan

Min-Max yang telah dilakukan untuk mengoptimalkan jumlah persediaan

sehingga biaya persediaan juga optimal, seperti biaya pemesanan, biaya simpan

dan total biaya minimum sehingga Apotek Sahabat Qita dapat mengambil

keputusan yang tepat. Sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan,

mengklasifikasikan jenis bahan baku dengan klasifikasi ABC, kemudian

menghitung dengan metode Min-Max Stock dari data historis untuk

mengendalikan persediaan agar optimal diterapkan di perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Kinanthi, dkk (2016) didapat hasil yaitu

dengan menggunakan fishbone diagram diketahui bahwa perusahaan

mengalami penumpukan material di gudang dan menyebabkan biaya simpan

menjadi tinggi. Dengan menggunakan metode pengendalian persediaan Min-

Max maka PT. Djitoe Tobacco Indonesia dapat mengoptimalkan persediaan di

gudang dan menghemat biaya simpan setiap periodenya, serta dapat

mengurangi nilai hutang perusahaan.

6
7

Penelitian yang dilakukan oleh Mail, dkk (2018) diperoleh hasil yaitu PT.

Panca Usaha Palopo Plywood pengendalian persediaan yang diterapkan oleh

perusahaan masih belum optimal, sehingga menyebabkan persediaan

menumpuk di gudang dan mengalami pemborosan biaya. Pada penelitian oleh

Mail, dkk (2018) terlebih dahulu melakukan peramalan untuk mengetahui

besarnya kebutuhan bahan baku yang diperlukan, kemudian metode min-max

digunakan untuk merencanakan persediaan agar optimal dan ekonomis.

Rahardiansyah, dkk (2018) melakukan penelitian di hanggar pesawat

terbang dan diperoleh hasil dari penelitian tersebut yaitu pengendalian

persediaan material yang diterapkan oleh perusahaan penerbangan maskapai

masih belum optimal dan mengalami pemborosan akibat dari over stock,

dengan adanya penerapan metode min-max pada penelitian oleh

Rahardiansyah, dkk (2018) ini maka jumlah persediaan lebih optimal.

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Salam, dkk (2018) yaitu CV.

Gober Indo Group mengalami kelebihan persediaan bahan baku. Jumlah

persediaan yang dikendalikan dengan menggunakan metode min-max stock

menghasilkan hasil yang lebih efisien jika dibandingkan dengan jumlah

persediaan akhir perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Wali (2019) dalam penelitiannya diperoleh

hasil yakni mengembangkan aplikasi persediaan dengan memasukkan metode

min-max stock. Aplikasi ini digunakan untuk menghasilkan jumlah bahan baku

yang optimal yang akan dipesan kepada supplier. Dengan menggunakan

aplikasi ini penentuan jumlah bahan baku yang akan dipesan kepada supplier
8

lebih tepat. Sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan, jenis bahan baku

akan diklasifikasikan dengan metode klasifikasi ABC, kemudian jumlah

persediaan dihitung dengan metode Min-Max Stock, untuk mengetahui apakah

pengendalian persediaan yang diterapkan di perusahaan sudah optimal.

Berdasarkan referensi penelitian diatas dapat dibuat ke dalam tabel State of

the art penelitian sebagai mana Tabel 2.1

Tabel 2.1 State Of The Art


No Nama Judul Penelitian Metode Penelitian
Peneliti
EOQ Min-Max DSS Fishbone Klasifikasi
Stock ABC
1 Prabawa, Pengembangan Sistem
  
dkk (2018) Pendukung Keputusan
Pengendalian Persediaan
Barang Menggunakan
Metode Economic Order
Quantity (EOQ) dan Min-
Max Berbasis WEB

2 Kinanthi, Analisis Pengendalian


 
dkk (2016) Persediaan Bahan Baku
Menggunakan Metode Min-
Max
3 Mail, dkk Pengendalian Persediaan

(2018) Bahan Baku Menggunakan
Metode Min-Max Stock
4 Rahardiansy Analisis Pengendalian

ah, dkk Persediaan Material
(2018) Menggunakan Metode Min-
Max Stock
9

Tabel 2.1 State Of The Art (lanjutan)


No Nama Judul Penelitian Metode Penelitian
Peneliti
EOQ Min-Max DSS Fishbone Klasifikasi
Stock ABC
5 Salam, dkk Pengendalian Persediaan

(2018) Bahan Baku menggunakan
Metode Min-Max Stock pada
Perusahaan Konveksi Gober
Indo

6 Wali (2019) Application Optimizing the



Placement of Sfety Stock
Using the Max-Min Method
for Printing Companies
7 Penelitian Pengelompokan Bahan Baku
 
yang akan Menggunakan Klasifikasi
dilakukan ABC Dan Optimalisasi
(2020) Pengendalian Persediaan
Bahan Baku Menggunakan
Metode Min-Max Stock

B. Landasan Teori

1. Persediaan

Persediaan merupakan barang yang disimpan untuk kemudian dijual

dalam bisnis perusahaan. Persediaan sendiri memiliki peran yang sangat

penting bagi perusahaan dalam hal mempermudah atau memperlancar

jalannya operasi perusahaan.


10

Menurut Handoko (1994) dalam Vantrica (2017) persediaan adalah

suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atas sumber daya-

sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap

pemenuhan permintaan. Sedangkan menurut Prawirosentono (2009) dalam

Topowijono (2016) persediaan adalah kekayaan lancar yang terdapat dalam

perusahaan dalam bentuk persediaan bahan mentah (bahan baku/ raw

material), barang setengah jadi (work in process), dan barang jadi (finish

goods). Berdasarkan pemaparan dari beberapa pendapat di atas maka dapat

disimpulkan bahwa persediaan merupakan kekayaan perusahaan yang

berupa bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi. Pada proses

produksi, persediaan bahan baku berperan penting untuk mempermudah

atau memperlancar jalannya proses produksi.

2. Jenis-jenis Persediaan

Dilihat dari fungsinya persediaan menurut Sofjan Assauri (2008) dalam

Riani, dkk (2016) adalah sebagai berikut:

a. Persediaan bahan baku (Raw Material Stock) yaitu persediaan barang-

barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang dapat

diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau

perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang

menggunakannya.

b. Persediaan bagian produk yang dibeli (Purchased Components Stock)

yaitu persediaan barang-barang yang terdiri atas partus yang diterima


11

dari perusahaan lain, yang secara langsung di Assembling dengan partus

lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya.

c. Persediaan bahan pembantu (Supplies Stock) yaitu persediaan barang-

barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk

membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam

bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau

komponen dari barang jadi.

d. Persediaan barang setengah jadi (Work In Process/ Progres Stock) yaitu

persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu

pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi

lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

e. Persediaan barang jadi (Finish Good Stock) yaitu persediaan barang-

barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap

untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain.

3. Bahan Baku

Kelancaran dari proses produksi sangat ditentukan oleh tersedianya

bahan baku dalam jumlah dan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan

perusahaan. Bahan baku merupakan bahan yang digunakan oleh perusahaan

untuk diolah menjadi bagian dari suatu produk. Proses produksi akan

mengalami keterlambatan apabila bahan baku dalam suatu perusahaan tidak

cukup tersedia.

Menurut Baroto (2002) dalam Renta, dkk (2013) bahan baku adalah

barang-barang yang terwujud seperti tembakau, kertas, plastik, ataupun


12

bahan-bahan lainnya yang diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli

dari pemasok, atau diolah sendiri oleh perusahaan untuk digunakan

perusahaan dalam proses produksinya sendiri.

4. Perishable Product

Persediaan merupakan salah satu faktor penting bagi suatu perusahaan

karena berkaitan dengan besarnya biaya yang ada di dalamnya. Produk-

produk tertentu seperti makanan, minuman, dan obat-obatan memiliki

waktu kadaluwarsa yang harus diperhatikan karena hal ini berkaitan dengan

nilai dari barang tersebut. Barang-barang yang memiliki waktu kadaluwarsa

atau memiliki tenggang waktu disebut perishable products.

Perishable adalah produk yang mengalami penurunan kualitas

sepanjang umur produk (Chen, dkk (2018) dalam Kartika (2019)). Menurut

Tersine (1994) dalam Parwati, dkk (2016) perishable goods merupakan

produk atau barang atau bahan baku yang memiliki daur hidup pendek.

5. Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Persediaan akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, namun

perusahaan tetap hati-hati dalam menentukan kebijakan persediaan.

Persediaan membutuhkan biaya investasi dan dalam hal ini menjadi tugas

bagi manajemen untuk menentukan investasi yang optimal dalam

persediaan. Pada proses produksi, persediaan bahan baku berperan untuk

mempermudah atau memperlancar jalannya proses produksi perusahaan.

Karena perannya yang sangat penting tersebut, persediaan haru

direncanakan dan dikendalikan dengan baik. Menurut Suryadi


13

Prawirosentono (2001) dalam Maharani (2015) perencanaan dan

pengendalian bahan baku adalah suatu kegiatan memperkirakan kebutuhan

persediaan bahan baku, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Pengendalian persediaan merupakan kegiatan inti dari proses

persediaan, karena kegiatan ini mengupayakan ketersediaan bahan baku

yang cukup, tidak kekurangan, tidak berlebihan dan sesuai dengan

kebutuhan. Dalam perusahaan apabila persediaan yang terlalu banyak (over

stock) dapat menyebabkan peningkatan biaya simpan dan biaya perawatan

oleh perusahaan, hal ini dapat mengurangi efisiensi biaya perusahaan.

Sebaliknya, jika persediaan kurang atau bahkan kosong (out of stock)

mempengaruhi kegiatan proses produksi menjadi kurang lancar.

Menurut Mahfud (2012) dalam Topowijono (2016) untuk melakukan

perencanaan dan pengendalian persediaan terdapat beberapa faktor yaitu :

a. Inventory turnover merupakan frekuensi perputaran persediaan yang

telah digantikan selama waktu tertentu.

b. Lead Time adalah interval waktu antara waktu pemesanan dan

diterimanya pesanan persediaan dari pemasok.

c. Costumer service level merupakan layanan yang diberikan kepada

pelanggan yang mengacu pada persentase dari pesanan berdasar tanggal

tertentu yang telah disetujui.

d. Stock out cost adalah biaya atas kekurangan persediaan yang terjadi

ketika permintaan melebihi tingkat persediaan yang dimiliki perusahaan.


14

e. Cost of inventory meliputi biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan

biaya pembayaran.

6. Analisis Klasifikasi ABC

Analisis ABC adalah metode yang digunakan untuk mengklasifikasikan

barang berdasarkan peringkat atau urutan nilai dari nilai yang tertinggi

hingga nilai yang terendah, dan terbagi menjadi tiga kelompok yang disebut

kelompok A, kelompok B dan kelompok C. Berdasarkan hukum Pareto,

analisis ABC dapat menggolongkan barang berdasarkan peringkat nilai dari

nilai tertinggi hingga terendah, dan kemudian dibagi menjadi kelas-kelas

yang biasanya dinamai kelas A, B, C. Menurut Gasper (2005) dalam Afianti

(2017) klasifikasi ABC merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material

dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per

periode waktu yaitu harga per unit material dikalikan volume penggunaan

dari material itu selama periode tertentu, periode waktu yang umum

digunakan dalam analisa ABC adalah satu tahun. Metode analisis Pareto

ABC dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal yaitu analisis pakai,

analisis investasi, dan analisis kritis (Harjono (2010) dalam Nurwulndari

(2013)). Menurut Schroeder (2010) dalam Wahyuni (2015) Analisis ABC

membagi persediaan menjadi tiga kelas berdasarkan besarnya nilai (value)

yang dihasilkan oleh persediaan tersebut. Menurut Haizer dan Render

(2010) dalam Junaidi (2019) metode analisis ABC merupakan metode yang

berguna dalam memfokuskan perhatian manajemen penentuan jenis barang

yang paling penting dan perlu diprioritaskan dalam persediaan.


15

Berdasarkan prinsip Pareto, barang dapat diklasifikasikan menjadi 3

kategori (Bahagia, 2006) sebagai berikut:

a. Kategori A terdiri dari jenis barang yang menyerap dana sekitar 80% dari

seluruh modal yang disediakan untuk inventor dan jumlah jenis barang

sekitar 20% dari semua jenis barang yang dikelola.

b. Kategori B terdiri dari jenis barang yang menyerap dana sekitar 15% dari

seluruh modal yang disediakan untuk inventor (sesudah kategori A) dan

jumlah jenis barang sekitar 30% dari semua jenis barang yang dikelola.

c. Kategori C terdiri dari jenis barang yang menyerap dana sekitar 5% dari

seluruh modal yang disediakan untuk inventor (yang tidak termasuk

kategori A dan B) dan jumlah jenis barang sekitar 50% dari semua jenis

barang yang dikelola.

Analisis ABC berdasarkan nilai investasi dapat diketahui bahan baku

mana saja yang memiliki nilai investasi yang tinggi, sedang, atau rendah.

Pemilihan barang atas nilai investasi dari beberapa kategori dilakukan

dengan cara sebagai berikut (Bahagia, 2006):

a. Hitung jumlah penyerapan dana untuk setiap jenis barang per tahun (Mi)

yaitu dengan mengalikan antara jumlah pemakaian tiap jenis barang per

tahun (Di) dengan harga satuan barang (pi), secara matematis dapat

dinyatakan:

Mi = Di × pi ................................................................................... (1)

b. Hitung jumlah total penyerapan dana untuk semua jenis barang.

M = ∑ 𝑀𝑖 ...................................................................................... (2)
16

c. Hitung persentase penyerapan dana untuk setiap jenis barang (Pi)

Pi = Mi/M × 100% ........................................................................ (3)

d. Hitung persentase setiap jenis item:

Ii = 1/N × 100% ; di mana N jumlah jenis item barang ............... (4)

e. Urutkan persentase penyerapan dana sesuai dengan urutan besarnya

persentase penyerapan dana, dimulai dari persentase penyerapan dana

terbesar sampai yang terkecil.

f. Hitunglah nilai kumulatif persentase penyerapan dana dan nilai

kumulatif persentase jenis barang berdasarkan urutan.

g. Tentukan kategori barang berdasarkan prinsip pareto.

Analisis ABC berdasarkan persentase jumlah pemakaian dapat

diketahui bahan baku mana saja yang memiliki tingkat perputaran yang

tinggi, sedang, atau rendah. Menentukan klasifikasi ABC berdasarkan nilai

pakai/ jumlah pemakaian barang dilakukan dengan prinsip pareto (Russel &

Taylor (2011) dalam Hudori (2017)) sebagai berikut:

a. Tentukan barang.

b. Tentukan jumlah pemakaian barang.

c. Urutkan barang berdasarkan jumlah pemakaian dari nilai yang terbesar

hingga nilai yang terkecil.

d. Hitung total pemakaian suruh barang.

TPM = ∑ JPM..............................................................................(5)

TPM = Total pemakaian seluruh barang

JPM = Jumlah pemakaian setiap barang


17

e. Hitung persentase pemakaian pada setiap barang terhadap total

pemakaian.

𝐽𝑃𝑀
PPM = (𝑇𝑃𝑀) × 100% .................................................................(6)

PPM = Persentase pemakaian barang

f. Hitung persentase kumulatif pemakaian pada setiap jenis barang.

KPMj = KPMj-1 + PPMj ...............................................................(7)

KPM = Persentase kumulatif pemakaian barang

j = Nomor urut barang berdasar hasil pengurutan

g. Tentukan klasifikasi barang berdasarkan kriteria berikut:

1) Klasifikasi A adalah seluruh barang yang memiliki persentase

kumulatif pemakaian ≤ 80%.

2) Klasifikasi B adalah seluruh barang yang memiliki persentase

kumulatif pemakaian antara 80% hingga 95%.

3) Klasifikasi C adalah seluruh barang yang memiliki persentase

kumulatif pemakaian > 95%.

7. Safety Stock

Safety Stock atau persediaan pengaman merupakan persediaan barang

yang diadakan sebagai cadangan jika pemesanan barang datang lebih lama

dari waktu tunggu (lead time). Dengan adanya safety stock maka perusahaan

dapat meminimalisir risiko yang dapat ditimbulkan karena adanya

kedatangan bahan baku yang yang tidak pasti yang akhirnya dapat

menyebabkan bahan baku stock out atau habis.


18

Menurut Fien Zulfikarijah (2005) dalam Renta (2013) persediaan

pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang tujuannya adalah

untuk meminimalkan terjadinya stock out (kehabisan persediaan) dan

mengurangi penambahan biaya penyimpanan dan biaya stock out.

Stock out atau persediaan habis disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

demand yang tidak menentu, forecast yang tidak akurat, lead time yang

bervariasi. Dalam industri manufaktur harus memiliki jumlah bahan baku

yang selalu tersedia untuk menjamin kelangsungan proses produksi. Oleh

karena itu untuk kelancaran dalam proses produksi, perusahaan harus

menentukan besarnya Safety stock secara tepat.

8. Metode Min-Max Stock

Metode Min-Max merupakan metode yang digunakan untuk

menentukan jumlah persediaan minimum dan maksimum yang ada di

storage. Metode ini dilakukan dengan mengendalikan jumlah minimum dan

jumlah maksimum persediaan dengan mengatur rencana pemesanan

persediaan (plan order) agar tidak terjadi kekurangan (stock out) atau

kelebihan persediaan (over stock)

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2004) dalam Prabawa, dkk (2018)

metode Min-Max metode dengan konsep persediaan minimum dan

maksimum tidak berdasarkan perhitungan secara berkala tetap, tetapi dapat

dilakukan setiap waktu, dengan konsep titik pemesanan kembali atau re

order point dan memperhitungkan persediaan pengaman. Cara kerja metode

Min-Max berdasarkan Fadillah, dkk (2008) dalam Rizky, dkk (2016) yaitu:
19

Apabila persediaan telah melewati batas-batas minimum dan mendekati

batas Safety Stock, maka Re Order harus dilakukan, jadi batas minimum

adalah batas Re Order Level, betas maksimum adalah batas kesediaan

perusahaan atau manajemen menginvestasikan uangnya dalam bentuk

persediaan bahan baku.

Pengendalian persediaan menggunakan metode min-max stock

(Kinanthi, 2016) meliputi beberapa tahapan yaitu:

a. Menentukan Persediaan Pengaman (Safety Stock). Safety stock atau

persediaan pengaman adalah persediaan ekstra yang perlu ditambah

untuk menjaga sewaktu-waktu ada tambahan kebutuhan atau

keterlambatan kedatangan barang.

b. Menentukan Persediaan Minimum (Minimum Inventory). Minimum

Inventory adalah saat atau titik di mana pemesanan kembali harus

diadakan sehingga kedatangan atau penerimaan bahan tepat pada

waktunya di mana jumlah persediaan sama dengan Safety stock. Dalam

metode persediaan yang lain, minimum stock biasanya disebut dengan Re

Order Point.

c. Menentukan Persediaan Maksimum (Maximum Inventory). Maximum

Inventory adalah jumlah maksimum yang diperbolehkan untuk disimpan

dalam persediaan.
20

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005) dalam Ariesty (2016)

perhitungan metode Min-Max adalah sebagai berikut:

a. Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Safety Stock adalah persediaan ekstra yang perlu ditambah untuk

menjaga sewaktu-waktu ada tambahan kebutuhan atau keterlambatan

kedatangan barang.

Safety Stock = (Pemakaian maksimum – T) × C ......................... (8)

Keterangan:

T = Pemakaian barang rata-rata per periode

C = Lead Time

b. Persediaan Minimum (Minimum Inventory) = Re Order Point (ROP)

Minimum Inventory adalah saat atau titik di mana pemesanan kembali

harus diadakan sehingga kedatangan atau penerimaan bahan tepat pada

waktunya. Dalam metode persediaan lain, minimum inventory biasanya

disebut dengan Re Order Point.

Minimum Inventory = (T × C) + S .............................................. (9)

Keterangan:

T = Pemakaian rata-rata per periode

C = Lead Time

S = Safety Stock
21

c. Persediaan Maksimum (Maximum Inventory)

Maximum Inventory adalah jumlah maksimum yang diperbolehkan

disimpan dalam persediaan.

Maximum Inventory = 2 × (T × C) .......................................... (10)

Keterangan:

T = Pemakaian rata-rata per periode

C = Lead Time

d. Jumlah Pemesanan Kembali

Jumlah pemesanan kembali adalah jumlah yang perlu dipesan untuk

pengisian persediaan kembali.

Q = Max – Min ......................................................................... (11)

Keterangan:

Q = Tingkat pemesanan persediaan kembali

Max = Persediaan Maksimum

Min = Persediaan Minimum


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Penelitian dilakukan di tempat produksi gudeg kaleng UD. Gudeg Kaleng

Bu Tjitro Yogyakarta, yang beralamat di Jalan Adi Sutjipto KM 9, Yogyakarta.

Objek yang diamati pada penelitian ini adalah bagian penyimpanan bahan baku

pada produksi gudeg kaleng UD. Gudeg Kaleng Bu Tjitro untuk

mengidentifikasi pengendalian persediaan bahan baku.

B. Metode Pengumpulan Data

Berikut adalah metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini:

1) Metode Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan pada pabrik secara

langsung dengan meninjau bagian penyimpanan di UD. Gudeg Kaleng Bu

Tjitro.

2) Metode Wawancara yaitu dengan melakukan wawancara kepada bagian

pihak yang berwenang pada perusahaan terkait kebutuhan penelitian, yaitu

pemilik UD, karyawan bagian penyimpanan dan karyawan bagian

keuangan.

C. Tahap Penelitian

1) Melakukan Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan merupakan tahapan awal sebelum melakukan

penelitian, dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pemilik pabrik

22
23

mengenai ketersediaan bahan baku, jangka waktu pemesanan bahan baku.

Selain itu juga melakukan studi literatur mempelajari pengendalian

persediaan bahan baku yang tepat.

2) Mengumpulkan Data

Adapun pengumpulan data yang akan dilakukan sebagai berikut:

a) Jenis Bahan Baku.

b) Harga Beli Bahan Baku.

c) Data Pembelian Bahan Baku Setiap Bulan Tahun 2019.

d) Total Data Pembelian Bahan Baku Setiap Bulan Tahun 2019.

e) Data Pemakaian Bahan Baku Setiap Bulan Tahun 2019.

f) Total Pemakaian Bahan Baku Setiap Bulan Tahun 2019.

g) Lead Time Setiap Bahan Baku.

h) Data Persediaan Akhir Tahun 2018 Setiap Bahan Baku.

i) Data Persediaan Awal Tahun 2019 Setiap Bahan Baku.

j) Data Persediaan Akhir Tahun 2019 Setiap Bahan Baku.

3) Mengolah Data

Pengolahan data dilakukan setelah mendapatkan data-data yang

dibutuhkan. Perhitungan yang dilakukan dalam pengolahan data adalah

sebagai berikut:

a) Mengklasifikasikan bahan baku dengan metode klasifikasi ABC.

b) Menghitung pengendalian persediaan dengan menggunakan metode

Min-Max Stock.

4) Menganalisis Hasil Pengolahan Data


24

5) Membuat Kesimpulan dan Saran

D. Bagan Alir Penelitian

Berikut adalah gambar Bagan Alir Penelitian sebagai mana Gambar 3.1.

Mulai

Input
1. Data Pembelian Bahan Baku
2. Data Pemakaian Bahan Baku
3. Lead Time
4. Data Persediaan Awal Tahun 2019

Proses Pengolahan Data


1. Mengklasifikasikan Bahan Baku dengan metode klasifikasi
ABC
2. Menghitung Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan
Metode Min-Max Stock

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian


25

Output/ Hasil
1. Bahan Baku Yang Masuk Dalam Klasifikasi
A, B, dan C
2. Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Selesai

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian (lanjutan)


BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

A. Pengumpulan Data

1. Data Persediaan Bahan Baku Gudeg Kaleng Bu Tjitro

Proses pembuatan gudeg kaleng Bu Tjitro menggunakan 2 (dua) jenis

bahan baku yaitu bahan baku bersifat basah dan bahan baku bersifat kering.

Bahan baku yang bersifat basah tidak dapat disimpan dan harus segara

dilakukan pengolahan agar tidak mengalami pembusukan. Sedangkan bahan

baku yang bersifat kering dapat disimpan dalam gudang dan dapat

digunakan di keesokan harinya. Berikut adalah 2 jenis bahan baku yang

digunakan dalam pembuatan gudeg kaleng Bu Tjitro:

a. Bahan baku bersifat basah: nangka muda, daging ayam, daging sapi,

kelapa parut, santan.

b. Bahan baku bersifat kering: krecek, telur, cabai tampar, cabai rawit, cabai

tropong, tholo putih, kemiri, gula Jawa, ketumbar, serai, kunyit, kencur,

laos, garam, knoor, merica, bawang merah, bawang putih, terasi, bumbu

rendang.

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data persediaan bahan

baku yang bersifat kering tahun 2019.

26
27

Berikut adalah data total pembelian persediaan bahan baku pembuatan

gudeg kaleng yang bersifat kering tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Total Pembelian Bahan Baku Tahun 2019

No Bahan Baku Total Pembelian Satuan


1 Krecek 2366 Kg
2 Telur 203269 Butir
3 Cabai Tampar 309 Kg
4 Cabai Rawit 696,5 Kg
5 Cabai Tropong 52 Kg
6 Tholo Putih 1388 Kg
7 Kemiri 677 Kg
8 Gula Jawa 3490 Kg
9 Ketumbar 87,5 Kg
10 Serai 278 Kg
11 Kunyit 10,5 Kg
12 Kencur 13 Kg
13 Laos 277 Kg
14 Garam 931 Kg
15 Knoor 67 Kg
16 Merica 1,75 Kg
17 Bawang Merah 765 Kg
18 Bawang Putih 755 Kg
19 Terasi 50 Bungkus
20 Bumbu Rendang 60 Bungkus
Sumber: Data Bahan Baku Gudeg Kaleng Bu Tjitro 2019
28

Selain data total pembelian persediaan bahan baku, berikut adalah data

total pemakaian persediaan bahan baku pembuatan gudeg kaleng yang

bersifat kering tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Total Pemakaian Bahan Baku Tahun 2019


No Bahan Baku Total Pemakaian Satuan
1 Krecek 2374 Kg
2 Telur 200669 Butir
3 Cabai Tampar 309 Kg
4 Cabai Rawit 696,5 Kg
5 Cabai Tropong 52 Kg
6 Tholo Putih 1387 Kg
7 Kemiri 672 Kg
8 Gula Jawa 3465 Kg
9 Ketumbar 87,5 Kg
10 Serai 281 Kg
11 Kunyit 10,5 Kg
12 Kencur 13 Kg
13 Laos 277 Kg
14 Garam 936 Kg
15 Knoor 65 Kg
16 Merica 1,75 Kg
17 Bawang Merah 765 Kg
18 Bawang Putih 755 Kg
19 Terasi 54 Bungkus
20 Bumbu Rendang 27 Bungkus
Sumber: Data Bahan Baku Gudeg Kaleng Bu Tjitro 2019
29

B. Pengolahan Data

1. Pengklasifikasian ABC

Pengklasifikasian ABC digunakan untuk mengetahui dan memahami

bahan baku apa saja yang masuk dalam klasifikasi A, B, dan C, dengan cara

mengklasifikasikan bahan baku yang didasarkan atas tingkat investasi

tahunan yang terserap di dalam penyediaan inventory untuk setiap bahan

baku. Selain itu mengklasifikasikan bahan baku ke dalam kategori A, B, dan

C berguna untuk memfokuskan perhatian penanganan pengendalian

persediaan terhadap jenis barang yang memiliki nilai serapan

modal/investasi yang tinggi dan pemakaian bahan baku yang tinggi

a. Berikut adalah perhitungan untuk mengklasifikasikan berdasarkan nilai

investasi untuk memfokuskan perhatian pada barang yang memiliki nilai

serapan dana yang tinggi pada bahan baku gudeg kaleng Bu Tjitro

sebagaimana Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Pemakaian dan Harga Bahan Baku


Harga Satuan
Bahan Baku Jumlah Pemakaian Satuan
(Rp)
Krecek 2374 Kg 108.000
Telur 200669 Butir 2.400
Cabai Tampar 309 Kg 18.769
Cabai Rawit 696,5 Kg 22.222
Cabai Tropong 52 Kg 35.500
Tholo Putih 1387 Kg 20.000
Kemiri 672 Kg 43.000
Gula Jawa 3465 Kg 21.000
Ketumbar 87,5 Kg 22.000
Serai 281 Kg 23.000
Kunyit 10,5 Kg 40.000
Kencur 13 Kg 75.000
Laos 277 Kg 5.810
30

Tabel 4.3 Data Pemakaian dan Harga Bahan Baku (lanjutan)


Harga Satuan
Bahan Baku Jumlah Pemakaian Satuan
(Rp)
Garam 936 Kg 6.000
Knoor 65 Kg 85.000
Merica 1,75 Kg 100.000
Bawang Merah 765 Kg 39.000
Bawang Putih 755 Kg 47.308
Terasi 54 Bungkus 37.500
Bumbu Rendang 27 Bungkus 27.500

Tabel 4.3 menunjukkan jumlah pemakaian bahan baku pembuatan

gudeg kaleng bu Tjitro dan harga setiap bahan baku dari setiap satuan

bahan baku. Dengan melihat Tabel 4.3 kemudian dapat dihitung nilai

penyerapan dana, dan persentase penyerapan dana sebagaimana pada

Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Nilai Persentase Penyerapan Dana Setiap Bahan Baku


Nilai Persentase
Harga
Kuantitas Penyerapan Penyerapan
Bahan Baku Satuan Satuan
Pemakaian Dana Dana
(Rp)
(Rp) (%)
Krecek Kg 2374 108.000 256.392.000 26,12
Telur Butir 200669 2.400 481.605.600 49,05
Cabai Tampar Kg 309 18.769 5.799.621 0,59
Cabai Rawit Kg 696,5 22.222 15.477.623 1,58
Cabai Tropong Kg 52 35.500 1.846.000 0,19
Tholo Putih Kg 1387 20.000 27.740.000 2,83
Kemiri Kg 672 43.000 28.896.000 2,94
Gula Jawa Kg 3465 21.000 72.765.000 7,41
Ketumbar Kg 87,5 22.000 1.925.000 0,20
Serai Kg 281 23.000 6.463.000 0,66
Kunyit Kg 10,5 40.000 420.000 0,04
Kencur Kg 13 75.000 975.000 0,10
Laos Kg 277 5.810 1.609.370 0,16
Garam Kg 936 6.000 5.616.000 0,57
Knoor Kg 65 85.000 5.525.000 0,56
31

Tabel 4.4 Nilai Persentase Penyerapan Dana Setiap Bahan Baku (lanjutan)
Nilai Persentase
Harga
Kuantitas Penyerapan Penyerapan
Bahan Baku Satuan Satuan
Pemakaian Dana Dana
(Rp)
(Rp) (%)
Merica Kg 1,75 100.000 175.000 0,02
Bawang Merah Kg 765 39.000 29.835.000 3,04
Bawang Putih Kg 755 47.308 35.717.540 3,64
Terasi Bungkus 54 37.500 2.025.000 0,21
Bumbu Rendang Bungkus 27 27.500 742.500 0,08
Jumlah 981.550.254 100,00

Tabel 4.4 menampilkan nilai penyerapan dana dari setiap jenis bahan

baku dan persentase penyerapan dana dari setiap bahan baku. Nilai

penyerapan dana diperoleh dari hasil perkalian kuantitas pemakaian

bahan baku dengan harga satuan bahan baku. Persentase penyerapan

dana diperoleh dari nilai penyerapan dana dibagi dengan total nilai

penyerapan dana kemudian dikalikan 100%. Persentase penyerapan dana

tertinggi terjadi pada bahan baku telur yaitu sebesar 49,05%. Dan

persentase penyerapan dana terkecil terjadi pada bahan baku merica yaitu

sebesar 0,02%. Dengan melihat hasil persentase penyerapan dana pada

Tabel 4.4, kemudian dapat menentukan kategori-kategori dari setiap

bahan baku dengan melihat persentase kumulatif penyerapan dana

sebagaimana Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Persentase Kumulatif Penyerapan Dana


Persentase Persentase
Persentase Persentase
Kumulatif Kumulatif
Penyerapan Jenis Keterangan
Bahan Baku Penyerapan Jenis
Dana Barang Kategori
Dana Barang
(%) (%)
(%) (%)
Telur 49,05 49,05 5 5 A
Krecek 26,12 75,17 5 10 A
32

Tabel 4.5 Persentase Kumulatif Penyerapan Dana (lanjutan)


Persentase Persentase
Persentase Persentase
Kumulatif Kumulatif
Penyerapan Jenis Keterangan
Bahan Baku Penyerapan Jenis
Dana Barang Kategori
Dana Barang
(%) (%)
(%) (%)
Gula Jawa 7,41 82,58 5 15 A
Bawang Putih 3,64 86,22 5 20 B
Bawang Merah 3,04 89,26 5 25 B
Kemiri 2,94 92,2 5 30 B
Tholo Putih 2,83 95,03 5 35 B
Cabai Rawit 1,58 96,61 5 40 C
Serai 0,66 97,27 5 45 C
Cabai Tampar 0,59 97,86 5 50 C
Garam 0,57 98,43 5 55 C
Knoor 0,56 98,99 5 60 C
Terasi 0,21 99,2 5 65 C
Ketumbar 0,20 99,4 5 70 C
Cabai Tropong 0,19 99,59 5 75 C
Laos 0,16 99,75 5 80 C
Kencur 0,10 99,85 5 85 C
Bumbu Rendang 0,08 99,93 5 90 C
Kunyit 0,04 99,97 5 95 C
Merica 0,02 100,0 5 100 C

Pada Tabel 4.5 Persentase penyerapan dana bahan baku diurutkan

dari persentase terbesar ke persentase terkecil. Selain persentase

penyerapan dana, terdapat juga persentase kumulatif penyerapan dana.

Perlunya dihitung persentase kumulatif penyerapan dana adalah untuk

mengetahui apakah bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gudeg

kaleng tersebut masuk dalam kategori A, B atau C seperti pada prinsip

Pareto. Persentase kumulatif penyerapan dana diperoleh dari perhitungan

persentase kumulatif penyerapan dana dengan persentase penyerapan

dana setelahnya.
33

b. Berikut adalah perhitungan untuk mengklasifikasikan berdasarkan

persentase kumulatif pemakaian bahan baku gudeg kaleng Bu Tjitro

sebagaimana Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Persentase Kumulatif Pemakaian Bahan Baku


Persentase
Total Persentase Kumulatif
Bahan Baku Pemakaian Kategori
Pemakaian Pemakaian
(%)
Telur 200669 94,256 94,256 A
Gula Jawa 3465 1,628 95,884 B
Kerecek 2374 1,115 96,999 C
Tholo Putih 1387 0,651 97,650 C
Garam 936 0,440 98,090 C
Bawang Merah 765 0,359 98,449 C
Bawang Putih 755 0,355 98,804 C
Cabai Rawit 696,5 0,327 99,131 C
Kemiri 672 0,316 99,447 C
Cabai Tampar 309 0,145 99,592 C
Serai 281 0,132 99,724 C
Laos 277 0,130 99,854 C
Ketumbar 87,5 0,041 99,895 C
Knoor 65 0,031 99,926 C
Terasi 54 0,025 99,951 C
Cabai Tropong 52 0,024 99,975 C
Bumbu Rendang 27 0,013 99,988 C
Kencur 13 0,006 99,994 C
Kunyit 10,5 0,005 99,999 C
Merica 1,75 0,001 100,000 C
Total Pemakaian 212897,25

Nilai pakai didapat dari jumlah pemakaian dalam satu periode,

kemudian diurutkan dari jumlah pemakaian tertinggi hingga terendah.

Kemudian dihitung persentase pemakaiannya. Setelah persentase

pemakaian dihitung, hitung persentase kumulatif pemakaian. Kemudian

dibuat kategori.
34

2. Perhitungan dengan Metode Min-Max Stock

Metode Min-Max Stock yaitu menentukan jumlah persediaan

maksimum dan minimum agar tidak kurang dan tidak berlebih. Jumlah

persediaan paling besar berada pada jumlah maksimum. Apabila bahan baku

telah mencapai minimum maka perlu diadakan pemesanan bahan baku

kembali. Jika jumlah persediaan berada di bawah tingkat persediaan

minimum artinya terjadi kekurangan persediaan, hal ini terjadi disebabkan

adanya pemakaian bahan baku yang terlalu besar. Untuk menutupi

kekurangan persediaan tersebut dibutuhkan persediaan pengaman (Safety

Stock). Jika jumlah persediaan berada di atas tingkat maksimum, persediaan

dapat menimbulkan pemborosan karena persediaan yang berlebihan.

Untuk mengetahui pengendalian persediaan ketersediaan dari 20 (dua

puluh) bahan baku gudeg kaleng Bu Tjitro agar tidak terjadi penumpukan

bahan baku, kekurangan bahan baku dan mengidentifikasi dengan tepat

berapa jumlah bahan baku yang harus dipesan kembali agar tidak terjadi

pemborosan anggaran belanja, maka pengendalian persediaan bahan baku

dihitung menggunakan metode min-max stock.


35

a. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Telur Tahun 2019

Berikut adalah data pembelian dan pemakaian bahan baku telur tahun

2019 sebagaimana tabel 4.7.

Tabel 4.7 Pembelian dan Pemakaian Telur Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Btr) (Btr)
JANUARI 15490 15085
FEBRUARI 11768 12100
MARET 22332 20200
APRIL 17289 18850
MEI 17477 18914
JUNI 12676 8620
JULI 14367 18800
AGUSTUS 17935 16180
SEPTEMBER 21798 20320
OKTOBER 16498 16250
NOVEMBER 18855 18000
DESEMBER 16784 17350
JUMLAH 203269 200669
RATA-RATA 16939,08 16722,42

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 2597 Butir

Berdasarkan data pembelian bahan baku Telur tahun 2019 pada Tabel

4.7, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (203269 – 200669) + 2597

= 5197 Butir.
36

Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (20320 − 16722,42) × 0,07

= 215,83 ≈ 216 Butir

Min = (T × C) + S

= (16722,42 × 0,07) + 216

= 1386,57 ≈ 1387 Butir

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (16722,42 × 0,07)

= 2341,14 ≈ 2341 Butir

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 2341 – 1387 = 954 Butir

Keterangan:

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (butir/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (butir)

Max = Persediaan Maksimum (butir)

Min = Persediaan Minimum (butir)


37

b. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Krecek

Berikut adalah data pembelian dan pemakaian bahan baku krecek

tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Pembelian dan Pemakaian Krecek Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 282 148
FEBRUARI 0 140
MARET 338 265
APRIL 176 241
MEI 220 256
JUNI 300 129
JULI 200 271
AGUSTUS 200 205
SEPTEMBER 210 189
OKTOBER 220 158
NOVEMBER 0 176
DESEMBER 220 196
JUMLAH 2366 2374
RATA-RATA 197,17 197,83

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 42 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Krecek tahun 2019 pada

Tabel 4.8, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai

berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (2366 – 2374) + 42

= 34 Kg
38

Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (271 – 197,83) × 0,07

= 5,12 Kg

Min = (T × C) + S

= (197,83 × 0,07) + 5,12

= 18,97 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (197,83 × 0,07)

= 27,70 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 27,70 – 18,97

= 8,73 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


39

c. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Gula Jawa

Perhitungan persediaan bahan baku Gula Jawa tahun 2019

menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 1.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku gula jawa

tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Persediaan Gula Jawa Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 35
Safety Stock 3,59
Persediaan Minimum 23,8
Persediaan Maksimum 40,46
Jum Pesan Kembali 16,66

d. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Bawang Putih

Perhitungan persediaan bahan baku Bawang Putih tahun 2019

menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 2.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku bawang

putih tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Persediaan Bawang Putih Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 5
Safety Stock 0,85
Persediaan Minimum 5,25
Persediaan Maksimum 8,8
Jum Pesan Kembali 3,55
40

e. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Bawang Merah

Perhitungan persediaan bahan baku Bawang Merah tahun 2019

menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 3.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku bawang

merah tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Persediaan Bawang Merah Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 5
Safety Stock 0,79
Persediaan Minimum 5,25
Persediaan Maksimum 8,9
Jum Pesan Kembali 3,65

f. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Kemiri

Perhitungan persediaan bahan baku Kemiri tahun 2019 menggunakan

metode min-max stock terdapat pada Lampiran 4.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku kemiri tahun

2019 sebagaimana Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Persediaan Kemiri Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 10
Safety Stock 0,98
Persediaan Minimum 4,9
Persediaan Maksimum 7,84
Jum Pesan Kembali 2,94
41

g. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Tholo Putih

Perhitungan persediaan bahan baku Tholo Putih tahun 2019

menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 5.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku tholo putih

tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Persediaan Tholo Putih Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 9
Safety Stock 2,3
Persediaan Minimum 10,4
Persediaan Maksimum 16,18
Jum Pesan Kembali 5,78

h. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Cabai Rawit

Perhitungan persediaan bahan baku Cabai Rawit tahun 2019

menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 6.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku cabai rawit

tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Persediaan Cabai Rawit Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 0
Safety Stock 1,75
Persediaan Minimum 5,81
Persediaan Maksimum 8,13
Jum Pesan Kembali 2,32
42

i. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Serai

Perhitungan persediaan bahan baku Serai tahun 2019 menggunakan

metode min-max stock terdapat pada Lampiran 7.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku serai tahun

2019 sebagaimana Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Persediaan Serai Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 0
Safety Stock 0,32
Persediaan Minimum 1,96
Persediaan Maksimum 3,28
Jum Pesan Kembali 1,32

j. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Cabai Tampar

Perhitungan persediaan bahan baku Cabai Tampar tahun 2019

menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 8.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku cabai tampar

tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Persediaan Cabai Tampar Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 0
Safety Stock 1
Persediaan Minimum 2,8
Persediaan Maksimum 3,61
Jum Pesan Kembali 0,81
43

k. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Garam

Perhitungan persediaan bahan baku Garam tahun 2019 menggunakan

metode min-max stock terdapat pada Lampiran 9.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku garam tahun

2019 sebagaimana Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Persediaan Garam Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 0
Safety Stock 1,19
Persediaan Minimum 6,65
Persediaan Maksimum 10,92
Jum Pesan Kembali 4,27

l. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Knoor

Perhitungan persediaan bahan baku Knoor tahun 2019 menggunakan

metode min-max stock terdapat pada Lampiran 10.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku knoor tahun

2019 sebagaimana Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Persediaan Knoor Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 2
Safety Stock 0,11
Persediaan Minimum 0,49
Persediaan Maksimum 0,76
Jum Pesan Kembali 0,27
44

m. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Terasi

Perhitungan persediaan bahan baku Terasi tahun 2019 menggunakan

metode min-max stock terdapat pada Lampiran 11.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku terasi tahun

2019 sebagaimana Tabel 4.19.

Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Persediaan Terasi Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Bungkus)
Stock Akhir Pabrik 0
Safety Stock 0,25
Persediaan Minimum 0,57
Persediaan Maksimum 0,63
Jum Pesan Kembali 0,06

n. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Ketumbar

Perhitungan persediaan bahan baku Ketumbar tahun 2019

menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 12.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku ketumbar

tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.20.

Tabel 4.20 Hasil Perhitungan Persediaan Ketumbar Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 0
Safety Stock 0,08
Persediaan Minimum 0,59
Persediaan Maksimum 1,02
Jum Pesan Kembali 0,43
45

o. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Cabai Tropong

Perhitungan persediaan bahan baku Cabai Tropong tahun 2019

menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 13.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku cabai

tropong tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.21.

Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Persediaan Cabai Tropong Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 0
Safety Stock 0,26
Persediaan Minimum 0,56
Persediaan Maksimum 0,61
Jum Pesan Kembali 0,05

p. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Laos

Perhitungan persediaan bahan baku Laos tahun 2019 menggunakan

metode min-max stock terdapat pada Lampiran 14.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku laos tahun

2019 sebagaimana Tabel 4.22.

Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Persediaan Laos Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 0
Safety Stock 0,27
Persediaan Minimum 1,89
Persediaan Maksimum 3,23
Jum Pesan Kembali 1,34
46

q. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Kencur

Perhitungan persediaan bahan baku Kencur tahun 2019

menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 15.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku kencur tahun

2019 sebagaimana Tabel 4.23.

Tabel 4.23 Hasil Perhitungan Persediaan Kencur Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 0
Safety Stock 0,06
Persediaan Minimum 0,14
Persediaan Maksimum 0,15
Jum Pesan Kembali 0,01

r. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Bumbu Rendang

Perhitungan persediaan bahan baku Bumbu Rendang tahun 2019

menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 16.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku bumbu

rendang tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.24.

Tabel 4.24 Hasil Perhitungan Persediaan Bumbu Rendang Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Bungkus)
Stock Akhir Pabrik 50
Safety Stock 0,12
Persediaan Minimum 0,28
Persediaan Maksimum 3,15
Jum Pesan Kembali 2,87
47

s. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Kunyit

Perhitungan persediaan bahan baku Kunyit tahun 2019 menggunakan

metode min-max stock terdapat pada Lampiran 17.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku kunyit tahun

2019 sebagaimana Tabel 4.25.

Tabel 4.25 Hasil Perhitungan Persediaan Kunyit Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 0
Safety Stock 0,04
Persediaan Minimum 0,1
Persediaan Maksimum 0,12
Jum Pesan Kembali 0,02

t. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Merica

Perhitungan persediaan bahan baku Merica tahun 2019 menggunakan

metode min-max stock terdapat pada Lampiran 18.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku merica tahun

2019 sebagaimana Tabel 4.26.

Tabel 4.26 Hasil Perhitungan Persediaan Merica Tahun 2019


Jumlah
Hasil
(Kg)
Stock Akhir Pabrik 0
Safety Stock 0,007
Persediaan Minimum 0,017
Persediaan Maksimum 0,021
Jum Pesan Kembali 0,004
BAB V

PEMBAHASAN

A. Klasifikasi ABC

Terdapat 20 komponen bahan baku kering yang digunakan untuk

pembuatan gudeg kaleng. Dengan kondisi tersebut memerlukan penanganan

khusus dengan menggunakan metode klasifikasi ABC. Berikut adalah gambar

diagram pareto berdasarkan nilai investasi dari Tabel 4.5 sebagaimana Gambar

5.1.

Gambar 5.1 Diagram Pareto Berdasarkan Nilai Investasi

Gambar 5.1 memperlihatkan diagram Pareto berdasarkan nilai investasi

dari data Tabel 4.5. Sebanyak 20 bahan baku masuk dan terbagi dalam

klasifikasi A, B,dan C. Mengklasifikasikan bahan baku ke dalam kategori A,

B, dan C berguna untuk memfokuskan perhatian penanganan pengendalian

persediaan terhadap jenis barang yang memiliki nilai serapan modal/investasi

yang tinggi.

48
49

Prinsip Pareto dalam Bahagia (2006) Kategori A menyerap dana berkisar

hingga 80% dari seluruh modal yang disediakan, dan jumlah jenis barang

berkisar hingga 20% dari semua jenis barang yang dikelola. Pada gambar 5.1,

bahan baku yang masuk dalam kategori A adalah telur, krecek dan gula jawa.

Persentase kumulatif penyerapan dana pada telur sebesar 49,05% , krecek

sebesar 75,17% dan gula jawa sebesar 82,58%. Persentase kumulatif

penyerapan dana pada telur, krecek dan gula jawa mendekati 80% dari seluruh

modal yang disediakan dan sesuai dengan prinsip Pareto. Persentase kumulatif

jenis barang pada bahan baku telur sebesar 5%, krecek sebesar 10% dan gula

jawa 15%, artinya masih masuk dalam kisaran penggunaan barang dalam kelas

A. Dengan hasil serapan modal yang tinggi bahan baku dalam kategori A

memiliki tingkat prioritas perhatian penanganan yang tinggi. Besarnya serapan

modal, jika bahan baku tersebut mengalami kerusakan dapat menimbulkan

kerugian.

Pada prinsip Pareto dalam Bahagia (2006) kategori B menyerap dana

berkisar hingga 15% dari seluruh modal yang disediakan (jika dihitung setelah

kategori A diperoleh persentase hingga 95%), dan jumlah jenis barang berkisar

hingga 30% dari semua jenis barang yang dikelola.. Bahan baku yang masuk

dalam kategori B yaitu bawang putih, bawang merah, kemiri dan tholo putih.

Bahan baku tersebut persentase kumulatif penyerapan dana mendekati 95%.

Persentase kumulatif jenis barang kategori B yaitu sebesar 15-35%. Persentase

ini signifikan masuk kategori B jika dibandingkan dengan teori menurut

Bahagia (2006). Bahan baku kategori ini merupakan bahan baku dengan
50

tingkat prioritas perhatian penanganan menengah atau sedang. Walaupun

tingkat prioritas perhatian menengah, namun tetap harus tepat dalam

pengendalian persediaan agar optimal.

Prinsip Pareto dalam Bahagia (2006) barang yang masuk dalam kategori C

yaitu barang-barang yang menyerap dana berkisar hingga 5% dari seluruh

modal (yang tidak termasuk kategori A dan B) . Bahan baku yang masuk dalam

kategori C adalah bahan baku yang memiliki persentase kumulatif penyerapan

dana dari 96,61-100%. Bahan baku yang masuk dalam kategori ini memiliki

tingkat prioritas penanganan rendah. Walaupun tingkat prioritas perhatian

rendah, namun tetap harus tepat dalam pengendalian persediaan agar optimal.

Berikut adalah gambar diagram pareto berdasarkan persentase kumulatif

pemakaian bahan baku dari Tabel 4.6 sebagaimana Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Diagram Pareto Berdasarkan Persentase Kumulatif Pemakaian

Gambar 5.2 memperlihatkan diagram Pareto berdasarkan persentase

kumulatif pemakaian bahan baku dari data Tabel 4.6. Sebanyak 20 bahan baku
51

masuk dan terbagi dalam klasifikasi A, B,dan C. Pada gambar 5.2 bahan baku

telur masuk dalam klasifikasi A karena persentase kumulatif pemakaian telur

berada pada 94,256%. Dengan pemakaian telur yang sangat besar yaitu sebesar

200669 butir harus mendapatkan prioritas dalam penanganan persediaan agar

tidak terjadi kehabisan ketersediaan (stock out). Apabila pabrik tidak

memperhatikan persediaan telur dengan baik, maka dapat mengalami

kehabisan dan berimbas pada menghambat kegiatan produksi. Maka dari itu

perlu dilakukan pengendalian persediaan bahan baku dengan tepat agar

persediaan optimal.

Gula Jawa masuk dalam klasifikasi B, karena persentase kumulatif

pemakaian gula jawa sebesar 95,884%. Dengan pemakaian bahan baku gula

jawa sebesar 3465 Kg, ketersediaan bahan baku gula Jawa harus diperhatikan

agar tidak terjadi kehabisan bahan baku. Maka dari itu perlu dilakukan

pengendalian persediaan bahan baku dengan tepat agar persediaan optimal.

Untuk bahan baku lainnya masuk ke dalam kategori C, meskipun tidak

menjadi prioritas dalam penanganan, semua bahan baku yang masuk dalam

kategori C tetap harus diperhatikan ketersediaan bahan baku dengan tepat, agar

tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan bahan baku. untuk menghindari

terjadinya kelebihan ataupun kekurangan ketersediaan bahan baku.


52

B. Perhitungan dengan Metode Min-Max Stock

Pada pembahasan ini, stock akhir dari pabrik dalam penyimpanan

dibandingkan dengan safety stock hasil dari perhitungan menggunakan metode

min-max stock.

1. Bahan Baku Telur

TELUR (BUTIR)

5197

216

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.3 Diagram Bahan Baku Telur

Dari Gambar 5.3 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku telur

sangatlah besar yaitu sebesar 5197 butir dalam penyimpanan. Stock akhir

dari pabrik tersebut jauh di atas jumlah safety stock yang didapat dari

perhitungan menggunakan metode min-max stock yaitu sebesar 216 butir.

Safety stock merupakan persediaan yang harus ada dalam penyimpanan

sebagai persediaan pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada

tambahan pemakaian bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan

bahan baku. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max stock

dapat menurunkan stock akhir dari pabrik dalam penyimpanan sebesar 96%

dan penurunan tersebut dapat meminimalisir pabrik dari penumpukan bahan

baku yang berlebih (over stock).


53

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada bab 4 terdapat persediaan minimum sebesar 1387 butir. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 954 butir.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 2341 butir. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

2. Bahan Baku Krecek

KRECEK (KG)

34

5,12

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.4 Diagram Bahan Baku Krecek

Dari Gambar 5.4 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku

krecek sangatlah besar yaitu sebesar 34 Kg dalam penyimpanan. Stock akhir

dari pabrik tersebut jauh di atas jumlah safety stock yang didapat dari

perhitungan menggunakan metode min-max stock yaitu sebesar 5,12 Kg.

Safety stock merupakan persediaan yang harus ada dalam penyimpanan

sebagai persediaan pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada

tambahan pemakaian bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan


54

bahan baku. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max stock

dapat menurunkan stock akhir dari pabrik dalam penyimpanan sebesar 87%

dan penurunan tersebut dapat meminimalisir pabrik dari penumpukan bahan

baku yang berlebih (over stock).

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada bab 4 terdapat persediaan minimum sebesar 18,97 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 8,73 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 27,7 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

3. Bahan Baku Gula Jawa

GULA JAWA (KG)

35

3,59

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.5 Diagram Bahan Baku Gula Jawa

Dari Gambar 5.5 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku gula

jawa sangatlah besar yaitu sebesar 35 Kg dalam penyimpanan. Stock akhir

dari pabrik tersebut jauh di atas jumlah safety stock yang didapat dari
55

perhitungan menggunakan metode min-max stock yaitu sebesar 3,59 Kg.

Safety stock merupakan persediaan yang harus ada dalam penyimpanan

sebagai persediaan pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada

tambahan pemakaian bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan

bahan baku. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max stock

dapat menurunkan stock akhir dari pabrik dalam penyimpanan sebesar 91%

dan penurunan tersebut dapat meminimalisir pabrik dari penumpukan bahan

baku yang berlebih (over stock).

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.9 terdapat persediaan minimum sebesar 23,8 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 16,66 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 40,46 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.


56

4. Bahan Baku Bawang Putih

BAWANG PUTIH (KG)


5

0,85

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.6 Diagram Bahan Baku Bawang Putih

Dari Gambar 5.6 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku

bawang putih sangatlah besar yaitu sebesar 5 Kg dalam penyimpanan. Stock

akhir dari pabrik tersebut jauh di atas jumlah safety stock yang didapat dari

perhitungan menggunakan metode min-max stock yaitu sebesar 0,85 Kg.

Safety stock merupakan persediaan yang harus ada dalam penyimpanan

sebagai persediaan pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada

tambahan pemakaian bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan

bahan baku. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max stock

dapat menurunkan stock akhir dari pabrik dalam penyimpanan sebesar 85%

dan penurunan tersebut dapat meminimalisir pabrik dari penumpukan bahan

baku yang berlebih (over stock).

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.10 terdapat persediaan minimum sebesar 5,25 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan
57

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 3,55 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 8,8 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

5. Bahan Baku Bawang Merah

BAWANG MERAH (KG)


5

0,79

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.7 Diagram Bahan Baku Bawang Merah

Dari Gambar 5.7 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku

bawang merah sangatlah besar yaitu sebesar 5 Kg dalam penyimpanan.

Stock akhir dari pabrik tersebut jauh di atas jumlah safety stock yang didapat

dari perhitungan menggunakan metode min-max stock yaitu sebesar 0,79

Kg. Safety stock merupakan persediaan yang harus ada dalam penyimpanan

sebagai persediaan pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada

tambahan pemakaian bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan

bahan baku. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max stock

dapat menurunkan stock akhir dari pabrik dalam penyimpanan sebesar 86%

dan penurunan tersebut dapat meminimalisir pabrik dari penumpukan bahan

baku yang berlebih (over stock).


58

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.11 terdapat persediaan minimum sebesar 5,25 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 3,65 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 8,9 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal

6. Bahan Baku Kemiri

KEMIRI (KG)
10

0,98

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.8 Diagram Bahan Baku Kemiri

Dari Gambar 5.8 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku kemiri

sangatlah besar yaitu sebesar 10 Kg dalam penyimpanan. Stock akhir dari

pabrik tersebut jauh di atas jumlah safety stock yang didapat dari

perhitungan menggunakan metode min-max stock yaitu sebesar 0,98 Kg.

Safety stock merupakan persediaan yang harus ada dalam penyimpanan

sebagai persediaan pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada

tambahan pemakaian bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan


59

bahan baku. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max stock

dapat menurunkan stock akhir dari pabrik dalam penyimpanan sebesar 91%

dan penurunan tersebut dapat meminimalisir pabrik dari penumpukan bahan

baku yang berlebih (over stock).

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.12 terdapat persediaan minimum sebesar 4,9 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 2,94 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 7,84 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

7. Bahan Baku Tholo Putih

THOLO PUTIH (KG)


9

2,3

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.9 Diagram Bahan Baku Tholo Putih

Dari Gambar 5.9 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku tholo

putih sangatlah besar yaitu sebesar 9 Kg dalam penyimpanan. Stock akhir

dari pabrik tersebut jauh di atas jumlah safety stock yang didapat dari
60

perhitungan menggunakan metode min-max stock yaitu sebesar 2,3 Kg.

Safety stock merupakan persediaan yang harus ada dalam penyimpanan

sebagai persediaan pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada

tambahan pemakaian bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan

bahan baku. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max stock

dapat menurunkan stock akhir dari pabrik dalam penyimpanan sebesar 80%

dan penurunan tersebut dapat meminimalisir pabrik dari penumpukan bahan

baku yang berlebih (over stock).

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.13 terdapat persediaan minimum sebesar 10,4 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 5,78 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 16,18 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.


61

8. Bahan Baku Cabai Rawit

CABAI RAWIT (KG)

1,75

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.10 Diagram Bahan Baku Cabai Rawit

Dari Gambar 5.10 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku cabai

rawit mengalami kehabisan dalam penyimpanan. Tentunya hal tersebut

dapat mengakibatkan berhentinya proses produksi karena tidak ada bahan

baku untuk diproses. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max

stock didapat safety stock sebesar 1,75 Kg. Safety stock merupakan

persediaan yang harus ada dalam penyimpanan sebagai persediaan

pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian

bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan

adanya safety stock, dapat meminimalisir pabrik dari kehabisan persediaan

bahan baku dan proses produksi dapat berjalan dengan baik.

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.14 terdapat persediaan minimum sebesar 5,81 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 2,32 Kg.


62

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 8,13 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

9. Bahan Baku Serai

SERAI (KG)

0,32

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.11 Diagram Bahan Baku Serai

Dari Gambar 5.11 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku serai

mengalami kehabisan dalam penyimpanan. Tentunya hal tersebut dapat

mengakibatkan berhentinya proses produksi karena tidak ada bahan baku

untuk diproses. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max stock

didapat safety stock sebesar 0,32 Kg. Safety stock merupakan persediaan

yang harus ada dalam penyimpanan sebagai persediaan pengaman yang

berguna apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian bahan baku atau

terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan adanya safety stock,

dapat meminimalisir pabrik dari kehabisan persediaan bahan baku dan

proses produksi dapat berjalan dengan baik.

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.15 terdapat persediaan minimum sebesar 1,96 Kg. Persediaan
63

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 1,32 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 3,28 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

10. Bahan Baku Cabai Tampar

CABAI TAMPAR (KG)


1

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.12 Diagram Bahan Baku Cabai Tampar

Dari Gambar 5.12 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku cabai

tampar mengalami kehabisan dalam penyimpanan. Tentunya hal tersebut

dapat mengakibatkan berhentinya proses produksi karena tidak ada bahan

baku untuk diproses. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max

stock didapat safety stock sebesar 1 Kg. Safety stock merupakan persediaan

yang harus ada dalam penyimpanan sebagai persediaan pengaman yang

berguna apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian bahan baku atau

terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan adanya safety stock,


64

dapat meminimalisir pabrik dari kehabisan persediaan bahan baku dan

proses produksi dapat berjalan dengan baik.

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.16 terdapat persediaan minimum sebesar 2,8 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 0,81 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 3,61 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

11. Bahan Baku Garam

GARAM (KG)

1,19

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.13 Diagram Bahan Baku Garam

Dari Gambar 5.13 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku

garam mengalami kehabisan dalam penyimpanan. Tentunya hal tersebut

dapat mengakibatkan berhentinya proses produksi karena tidak ada bahan

baku untuk diproses. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max

stock didapat safety stock sebesar 1,19 Kg. Safety stock merupakan
65

persediaan yang harus ada dalam penyimpanan sebagai persediaan

pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian

bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan

adanya safety stock, dapat meminimalisir pabrik dari kehabisan persediaan

bahan baku dan proses produksi dapat berjalan dengan baik.

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.17 terdapat persediaan minimum sebesar 6,65 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 4,27 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 10,92 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

12. Bahan Baku Knoor

KNOOR (KG)
2

0,11

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.14 Diagram Bahan Baku Knoor

Dari Gambar 5.14 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku

knoor sangatlah besar yaitu sebesar 2 Kg dalam penyimpanan. Stock akhir


66

dari pabrik tersebut jauh di atas jumlah safety stock yang didapat dari

perhitungan menggunakan metode min-max stock yaitu sebesar 0,11 Kg.

Safety stock merupakan persediaan yang harus ada dalam penyimpanan

sebagai persediaan pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada

tambahan pemakaian bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan

bahan baku. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max stock

dapat menurunkan stock akhir dari pabrik dalam penyimpanan sebesar 95%

dan penurunan tersebut dapat meminimalisir pabrik dari penumpukan bahan

baku yang berlebih (over stock).

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.18 terdapat persediaan minimum sebesar 0,49 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 0,27 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 0,76 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.


67

13. Bahan Baku Terasi

TERASI (BNKS)
0,25

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.15 Diagram Bahan Baku Terasi

Dari Gambar 5.15 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku

terasi mengalami kehabisan dalam penyimpanan. Tentunya hal tersebut

dapat mengakibatkan berhentinya proses produksi karena tidak ada bahan

baku untuk diproses. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max

stock didapat safety stock sebesar 0,25 bungkus. Safety stock merupakan

persediaan yang harus ada dalam penyimpanan sebagai persediaan

pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian

bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan

adanya safety stock, dapat meminimalisir pabrik dari kehabisan persediaan

bahan baku dan proses produksi dapat berjalan dengan baik.

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.19 terdapat persediaan minimum sebesar 0,57 bungkus.

Persediaan minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan

kembali atau Re Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati

persediaan minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak


68

0,06 bungkus. Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan

baku yang diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 0,63 bungkus.

Sehingga persediaan dalam gudang dapat optimal.

14. Bahan Baku Ketumbar

KETUMBAR (KG)
0,08

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.16 Diagram Bahan Baku Ketumbar

Dari Gambar 5.16 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku

ketumbar mengalami kehabisan dalam penyimpanan. Tentunya hal tersebut

dapat mengakibatkan berhentinya proses produksi karena tidak ada bahan

baku untuk diproses. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max

stock didapat safety stock sebesar 0,08 Kg. Safety stock merupakan

persediaan yang harus ada dalam penyimpanan sebagai persediaan

pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian

bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan

adanya safety stock, dapat meminimalisir pabrik dari kehabisan persediaan

bahan baku dan proses produksi dapat berjalan dengan baik.

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.20 terdapat persediaan minimum sebesar 0,59 Kg. Persediaan
69

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 0,43 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 1,02 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

15. Bahan Baku Cabai Tropong

CABAI TROPONG (KG)

0,26

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.17 Diagram Bahan Baku Cabai Tropong

Dari Gambar 5.17 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku cabai

tropong mengalami kehabisan dalam penyimpanan. Tentunya hal tersebut

dapat mengakibatkan berhentinya proses produksi karena tidak ada bahan

baku untuk diproses. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max

stock didapat safety stock sebesar 0,26 Kg. Safety stock merupakan

persediaan yang harus ada dalam penyimpanan sebagai persediaan

pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian

bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan


70

adanya safety stock, dapat meminimalisir pabrik dari kehabisan persediaan

bahan baku dan proses produksi dapat berjalan dengan baik.

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.21 terdapat persediaan minimum sebesar 0,56 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 0,05 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 0,61 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

16. Bahan Baku Laos

LAOS (KG)
0,27

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.18 Diagram Bahan Baku Laos

Dari Gambar 5.18 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku laos

mengalami kehabisan dalam penyimpanan. Tentunya hal tersebut dapat

mengakibatkan berhentinya proses produksi karena tidak ada bahan baku

untuk diproses. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max stock

didapat safety stock sebesar 0,27 Kg. Safety stock merupakan persediaan
71

yang harus ada dalam penyimpanan sebagai persediaan pengaman yang

berguna apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian bahan baku atau

terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan adanya safety stock,

dapat meminimalisir pabrik dari kehabisan persediaan bahan baku dan

proses produksi dapat berjalan dengan baik.

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.22 terdapat persediaan minimum sebesar 1,89 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 1,34 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 3,23 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

17. Bahan Baku Kencur

KENCUR (KG)
0,06

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.19 Diagram Bahan Baku Kencur

Dari Gambar 5.19 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku

kencur mengalami kehabisan dalam penyimpanan. Tentunya hal tersebut


72

dapat mengakibatkan berhentinya proses produksi karena tidak ada bahan

baku untuk diproses. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max

stock didapat safety stock sebesar 0,06 Kg. Safety stock merupakan

persediaan yang harus ada dalam penyimpanan sebagai persediaan

pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian

bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan

adanya safety stock, dapat meminimalisir pabrik dari kehabisan persediaan

bahan baku dan proses produksi dapat berjalan dengan baik.

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.23 terdapat persediaan minimum sebesar 0,14 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 0,01 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 0,15 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.


73

18. Bahan Baku Bumbu Rendang

BMB RENDANG (BNGKS)


50

0,12

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.20 Diagram Bahan Baku Bumbu Rendang

Dari Gambar 5.20 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku

bumbu rendang sangatlah besar yaitu sebesar 50 bungkus dalam

penyimpanan. Stock akhir dari pabrik tersebut jauh di atas jumlah safety

stock yang didapat dari perhitungan menggunakan metode min-max stock

yaitu sebesar 0,12 bungkus. Safety stock merupakan persediaan yang harus

ada dalam penyimpanan sebagai persediaan pengaman yang berguna

apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian bahan baku atau terjadi

keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan perhitungan menggunakan

metode min-max stock dapat menurunkan stock akhir dari pabrik dalam

penyimpanan dan penurunan tersebut dapat meminimalisir pabrik dari

penumpukan bahan baku yang berlebih (over stock).

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.24 terdapat persediaan minimum sebesar 0,28 bungkus .

Persediaan minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan

kembali atau Re Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati
74

persediaan minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak

2,87 bungkus. Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan

baku yang diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 3,25 bungkus.

Sehingga persediaan dalam gudang dapat optimal..

19. Bahan Baku Kunyit

KUNYIT (KG)
0,04

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.21 Diagram Bahan Baku Kunyit

Dari Gambar 5.21 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku

kunyit mengalami kehabisan dalam penyimpanan. Tentunya hal tersebut

dapat mengakibatkan berhentinya proses produksi karena tidak ada bahan

baku untuk diproses. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max

stock didapat safety stock sebesar 0,04 Kg. Safety stock merupakan

persediaan yang harus ada dalam penyimpanan sebagai persediaan

pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian

bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan

adanya safety stock, dapat meminimalisir pabrik dari kehabisan persediaan

bahan baku dan proses produksi dapat berjalan dengan baik.


75

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.25 terdapat persediaan minimum sebesar 0,1 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 0,02 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 0,12 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.

20. Bahan Baku Merica

MERICA (KG)

0,007

Stock Akhir Pabrik Safety Stock

Gambar 5.22 Diagram Bahan Baku Merica

Dari Gambar 5.22 terlihat stock akhir dari pabrik untuk bahan baku

kunyit mengalami kehabisan dalam penyimpanan. Tentunya hal tersebut

dapat mengakibatkan berhentinya proses produksi karena tidak ada bahan

baku untuk diproses. Dengan perhitungan menggunakan metode min-max

stock didapat safety stock sebesar 0,007 Kg. Safety stock merupakan

persediaan yang harus ada dalam penyimpanan sebagai persediaan

pengaman yang berguna apabila sewaktu-waktu ada tambahan pemakaian


76

bahan baku atau terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku. Dengan

adanya safety stock, dapat meminimalisir pabrik dari kehabisan persediaan

bahan baku dan proses produksi dapat berjalan dengan baik.

Selain safety stock, pada perhitungan menggunakan metode min-max stock

pada tabel 4.26 terdapat persediaan minimum sebesar 0,017 Kg. Persediaan

minimum diartikan sebagai titik dilakukannya pemesanan kembali atau Re

Order Point. Jika bahan baku telah mencapai atau melewati persediaan

minimum, maka perlu dilakukan pemesanan kembali sebanyak 0,004 Kg.

Persediaan maksimum merupakan jumlah maksimal bahan baku yang

diperbolehkan dalam penyimpanan yaitu sebesar 0,021 Kg. Sehingga

persediaan dalam gudang dapat optimal.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis hasil yang dilakukan pada penelitian

yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Setelah melakukan identifikasi klasifikasi ABC berdasarkan tingkat

persentase nilai serapan modal, pihak pabrik dapat lebih memprioritaskan

perhatian terhadap bahan baku yang digunakan agar tidak terjadi kerusakan

bahan baku yang dapat menimbulkan kerugian akibat bahan baku tidak

dapat digunakan.

2. Mengidentifikasi dengan klasifikasi ABC berdasarkan persentase kumulatif

pemakaian bahan baku, pihak pabrik dapat lebih memperhatikan

ketersediaan bahan baku agar semua bahan baku tidak mengalami kehabisan

dan kegiatan proses produksi berjalan dengan lancar.

3. Penanganan yang tepat agar bahan baku tidak mengalami kerusakan akibat

penumpukan bahan baku dalam jumlah banyak dan agar tidak terjadi

kehabisan bahan baku, dengan perhitungan menggunakan metode min-max

stock ketersediaan seluruh bahan baku dapat terjaga dengan optimal karena

dalam perhitungan memperhitungkan jumlah safety stock bahan baku yang

harus ada dalam penyimpanan agar proses produksi dapat berjalan dengan

lancar apabila terjadi penambahan kebutuhan bahan baku atau terjadi

keterlambatan kedatangan bahan baku.

77
78

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah

sebagai berikut:

1. UD Gudeg kaleng Bu Tjitro perlu memberikan perhatian khusus tentang

pengendalian persediaan semua bahan baku baik bahan baku yang

menumpuk dan bahan baku yang mengalami kehabisan.

2. UD Gudeg kaleng Bu Tjitro dapat menerapkan metode dalam penelitian ini

guna mengendalikan persediaan bahan baku.

3. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menambah metode

peramalan pemakaian bahan baku untuk tahun-tahun berikutnya sebelum

dilakukan pengendalian persediaan.


DAFTAR PUSTAKA

Afianti, H. F., & Azwir, H. H., 2017, ‘Pengendalian Persediaan Dan Penjadwalan Pasokan
Bahan Baku Impor Dengan Metode ABC Analysis’, Jurnal IPTEK, Volume 21,
Nomor 2, halm 77-90.
Ariesty, A., & Andari, T., 2016, ‘Metode Economic Quantity Interval Untuk Optimalisasi
Persediaan Barang Consumable Adem Sari Chingku’, Jurnal Visionida, Volume 2,
Nomor 1, halm 1-15.
Bahagia, S. N., 2016, ‘Sistem Inventory’, ITB, Bandung.
Data Bahan Baku Gudeg Kaleng Bu Tjitrio, 2019, Yogyakarta.
Hudori, M., 2017, ‘Penentuan Kelompok Persediaan Sparepart Mesin Pada Industri Baja
Dengan Menggunakan Analisis Klasifikasi ABC’, Jurnal Citra Widya Edukasi, Vol
9, Nomor 2, Halm 153-162.
Junaidi., 2019, ‘Penerapan Metode ABC Terhadap Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Pada UD Mayong Sari Probolinggo’, Jurnal Ekonomi dan Manajemen, Vol 2,
Nomor 2, Halm 158-174.
Kartika, W., 2019, ‘Model Transportasi Pengiriman Produk Perishable Dengan Multi
Kendaraan’, Jurnal Manajemen Industri dan Logistik, Volume 03, Nomor 01, halm
55-72.
Kinanthi, A. P., Herlina, D., & Mahardika, F. A., 2016, ‘Analisis Pengendalian Persediaan
Bahan Baku Menggunakan Metode Min-Max Stock’, Jurnal Performa, Volume 15,
Nomor 2, halm 87-92.
Maharani, M. H., & Kamal, M., 2015, ‘Perbandingan Sistem Economic Order Quantity
Dan Jus In Time Pada Pengendalian Persediaan Bahan Baku’, Journal of
Management, Volume 4, Nomor 2, halm 1-15.
Mail, A., Asri, M., Padhli, A., & Chairany, N., 2018, ‘Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Menggunakan Metode Min-Max Stock’. Journal of Industrial Engineering
Management, Volume 3, Nomor 1, halm 9-14.
Nurwulandari, A., & Rosa, P. H., 2013, ‘Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan
Pengadaan Obat Menggunakan Model Pareto ABC dan Optomasi Kualitatif’,
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi, ISSN 1907-5022, halm I-36 – I-40.
Parwati, N., Nurhasanah N., dkk., 2016, ‘Rancangan Optimasi Pemesanan Perishable
Goods Metode Single Order Quantities’, Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI
SAINS DAN TEKNOLOGI, Volume 3, Nomor 3, halm 120-124.
Prabawa, G. G., Darmawiguna, I. G. M., & Wirawan, I. M. A., 2018, ‘Pengembangan
Sistem Pendukung Keputusan Pengendalian Persediaan Barang Menggunakan
Metode Economic Order Quantity (EOQ) dan Min-Max Berbasis WEB’, Jurnal
Nasional Pendidikan Teknik Informatika, Volume 7, Nomor 2, halm 107-120.
Rahardiansyah, F., & Adhiana, T. P., 2018, ‘Analisis Pengendalian Persediaan Material
Menggunakan Metode Min-Max Stock’, No ISBN 978-602-1643-617, halm 238-
247.
Renta, N., Djoko, H., & Nurseto, S., 2013, ‘Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Rokok’, Journal of Social And Politic, halm 1-8.
Riani, L. P., & Wiyono, B., 2016, ‘Analisis ABC Dalam Pengendalian Persediaan Spare
Part Jenis Oil Sepeda Motor’, Jurnal Nusamba, Volume 1, Nomor 1, halm 1-12.
Rizky, C., Sudarsono, Y., & Sadriatwati, S. E., (2016), ‘Analisis Perbandingan Metode
EOQ Dan Metode POQ Dengan Metode Min-Max Dalam Pengendalian Persediaan
Bahan Baku’, Jurnal Polines, Volume 17, Nomor 1, halm 11-22.
Salam A., & Mujiburrahman., 2018, ‘Pengendalian Persediaan Bahan Baku Menggunakan
Metode Min-Max Stock’, Jurnal Ekonomi dan Manajemen Teknologi, Volume 2,
Nomor 1, halm 47-54.
Topowijono, C. Y., & Sudjana, N., 2016, ‘Penerapan EOQ Dalam Rangka Meminimumkan
Biaya Persediaan Bahan Baku’, Jurnal Administrasi Bisnis, Volume 36, Nomor 1,
halm 1-9.
Vantrica, A. A., & Astanti, Y. D., 2017, ‘Analisis Perencanaan Suku Cadang dengan
Metode Blanket Order dan Min-Max’, Jurnal Ilmu Teknik Industri dan Informatika,
Volume 5, Nomor 2, halm 67-73.
Wahyuni, T., 2015, ‘Penggunaan Analisis ABC Untuk Pengendalian Persediaan Barang
Habis Pakai: Studi Kasus di Program Vokasi UI’, Jurnal Vokasi Indonesia, Volume
3, Nomor 2, halm 1-20.
Wali, M., 2019, ‘Application Optimizing the Placement of Safety Stock Using the MaxiMin
Method for Printing Companies’, International Journal of Research and Review,
Volume 6, Nomor 2, halm 203-210.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1

a. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Gula Jawa

Tabel L 1 Pembelian dan Pemakaian Gula Jawa Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 300 290
FEBRUARI 200 220
MARET 340 330
APRIL 300 300
MEI 340 330
JUNI 150 160
JULI 350 330
AGUSTUS 270 290
SEPTEMBER 330 340
OKTOBER 310 300
NOVEMBER 320 310
DESEMBER 280 265

JUMLAH 3490 3465


RATA-RATA 290,8333333 288,75

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 10 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Gula Jawa tahun 2019 pada

Tabel L 1, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai

berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (3490 – 3465) + 10

= 35 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (340 – 288,75) × 0,07

= 3,59 Kg

Min = (T × C) + S

= (288,75 × 0,07) + 3,59

= 23,80 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (288,75 × 0,07)

= 40,46 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 40,46 – 23,80

= 16,66 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 2

b. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Bawang Putih

Tabel L 2 Pembelian dan Pemakaian Bawang Putih Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 55 60
FEBRUARI 50 50
MARET 75 75
APRIL 70 65
MEI 70 65
JUNI 35 40
JULI 70 70
AGUSTUS 65 70
SEPTEMBER 75 70
OKTOBER 60 60
NOVEMBER 65 65
DESEMBER 65 65

JUMLAH 755 755


RATA-RATA 62,91666667 62,91666667

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 5 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Bawang Putih tahun 2019

pada Tabel L 2, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah

sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (755 – 755) + 5

= 5 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (75 – 62,92) × 0,07

= 0,85 Kg

Min = (T × C) + S

= (62,92 × 0,07) + 0,85

= 5,25 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (62,92 × 0,07)

= 8,80 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 8,80 – 5,25

= 3,55 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 3

c. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Bawang Merah

Tabel L 3 Pembelian dan Pemakaian Bawang Merah Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 55 60
FEBRUARI 50 50
MARET 75 75
APRIL 70 70
MEI 75 65
JUNI 35 40
JULI 70 75
AGUSTUS 65 65
SEPTEMBER 75 75
OKTOBER 60 60
NOVEMBER 70 65
DESEMBER 65 65

JUMLAH 765 765


RATA-RATA 63,75 63,75

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 5 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Bawang Merah tahun 2019

pada Tabel L 3, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah

sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (765 – 765) + 5

= 5 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (75 – 63,75) × 0,07

= 0,79 Kg

Min = (T × C) + S

= (63,75 × 0,07) + 0,79

= 5,25 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (63,75 × 0,07)

= 8,9 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 8,9 – 5,25

= 3,65 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 4

d. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Kemiri

Tabel L 4 Pembelian dan Pemakaian Kemiri Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 55 60
FEBRUARI 40 40
MARET 65 65
APRIL 65 60
MEI 60 60
JUNI 35 35
JULI 65 65
AGUSTUS 55 55
SEPTEMBER 65 70
OKTOBER 55 55
NOVEMBER 57 57
DESEMBER 60 50

JUMLAH 677 672


RATA-RATA 56,41666667 56

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 5 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Kemiri tahun 2019 pada

Tabel L 4, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai

berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (677 – 672) + 5

= 10 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (70 – 56) × 0,07

= 0,98 Kg

Min = (T × C) + S

= (56 × 0,07) + 0,98

= 4,9 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (56 × 0,07)

= 7,84 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 7,84 – 4,9

= 2,94 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 5

e. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Tholo Putih

Tabel L 5 Pembelian dan Pemakaian Tholo Putih Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 100 101
FEBRUARI 75 76,5
MARET 130 135
APRIL 130 125
MEI 125 123,5
JUNI 55 55,5
JULI 125 127,5
AGUSTUS 105 106
SEPTEMBER 150 133,5
OKTOBER 125 120,5
NOVEMBER 125 148,5
DESEMBER 143 134,5

JUMLAH 1388 1387


RATA-RATA 115,6666667 115,5833333

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 8 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Tholo Putih tahun 2019

pada Tabel L 5, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah

sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (1388 – 1387) + 8

= 9 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (148,5 – 115,58) × 0,07

= 2,30 Kg

Min = (T × C) + S

= (115,58 × 0,07) + 2,30

= 10,40 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (115,58 × 0,07)

= 16,18 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 16,18 – 10,40

= 5,78 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 6

f. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Cabai Rawit

Tabel L 6 Pembelian dan Pemakaian Cabai Rawit Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 52 52
FEBRUARI 32,5 24,5
MARET 75 83
APRIL 72 72
MEI 65,5 65,5
JUNI 23,5 23,5
JULI 68,5 68,5
AGUSTUS 48,5 48,5
SEPTEMBER 71 71
OKTOBER 60 60
NOVEMBER 68 68
DESEMBER 60 60

JUMLAH 696,5 696,5


RATA-RATA 58,04166667 58,04166667

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 0 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Cabai Rawit tahun 2019

pada Tabel L 6, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah

sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (696,5 – 696,5) + 0

= 0 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (83 – 58,04) × 0,07

= 1,75 Kg

Min = (T × C) + S

= (58,04 × 0,07) + 1,75

= 5,81 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (58,04 × 0,07)

= 8,13 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 8,13 – 5,81

= 2,32 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 7

g. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Serai

Tabel L 7 Pembelian dan Pemakaian Serai Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 21 23
FEBRUARI 20 19,5
MARET 23 24,5
APRIL 26 25
MEI 26 26
JUNI 14 13
JULI 28 28
AGUSTUS 24 25
SEPTEMBER 24 24
OKTOBER 22 21
NOVEMBER 26 28
DESEMBER 24 24

JUMLAH 278 281


RATA-RATA 23,16666667 23,41666667

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 3 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Serai tahun 2019 pada Tabel

L 7, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (278 – 281) + 3

= 0 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (28 – 23,42) × 0,07

= 0,32 Kg

Min = (T × C) + S

= (23,42 × 0,07) + 0,32

= 1,96 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (23,42 × 0,07)

= 3,28 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 3,28 – 1,96

= 1,32 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 8

h. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Cabai Tampar

Tabel L 8 Pembelian dan Pemakaian Cabai Tampar Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 20 20
FEBRUARI 26,5 16,5
MARET 30 40
APRIL 26 26
MEI 36 36
JUNI 10 10
JULI 35 35
AGUSTUS 35,5 35,5
SEPTEMBER 25 25
OKTOBER 20 20
NOVEMBER 20 20
DESEMBER 25 25

JUMLAH 309 309


RATA-RATA 25,75 25,75

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 0 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Cabai Tampar tahun 2019

pada Tabel L 8, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah

sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (309 – 309) + 0

= 0 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (40 – 25,75) × 0,07

= 1 Kg

Min = (T × C) + S

= (25,75 × 0,07) + 1

= 2,80 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (25,75 × 0,07)

= 3,61 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 3,61 – 2,80

= 0,81 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 9

i. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Garam

Tabel L 9 Pembelian dan Pemakaian Garam Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 80 80
FEBRUARI 61 61
MARET 80 85
APRIL 85 80
MEI 95 90
JUNI 45 50
JULI 100 95
AGUSTUS 75 80
SEPTEMBER 80 85
OKTOBER 80 75
NOVEMBER 80 77
DESEMBER 70 78

JUMLAH 931 936


RATA-RATA 77,58333333 78

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 5 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Garam tahun 2019 pada

Tabel L 9, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai

berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (931 – 936) + 5

= 0 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (95 – 78) × 0,07

= 1,19 Kg

Min = (T × C) + S

= (78 × 0,07) + 1,19

= 6,65 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (78 × 0,07)

= 10,92 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 10,92 – 6,65

= 4,27 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 10

j. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Knoor

Tabel L 10 Pembelian dan Pemakaian Knoor Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 5 5
FEBRUARI 5 5
MARET 6 6
APRIL 6 6
MEI 7 6
JUNI 3 4
JULI 7 7
AGUSTUS 6 6
SEPTEMBER 6 6
OKTOBER 4 3
NOVEMBER 4 5
DESEMBER 8 6

JUMLAH 67 65
RATA-RATA 5,583333333 5,416666667

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 0 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Knoor tahun 2019 pada

Tabel L 10, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai

berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (67 – 65) + 0

= 2 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (7 – 5,42) × 0,07

= 0,11 Kg

Min = (T × C) + S

= (5,42 × 0,07) + 0,11

= 0,49 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (5,42 × 0,07)

= 0,76 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 0,76 – 0,49

= 0,27 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 11

k. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Terasi

Tabel L 11 Pembelian dan Pemakaian Terasi Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Bngks) (Bngks)
JANUARI 0 4
FEBRUARI 10 2
MARET 0 8
APRIL 10 4
MEI 0 6
JUNI 10 2
JULI 0 6
AGUSTUS 10 6
SEPTEMBER 0 4
OKTOBER 10 4
NOVEMBER 0 4
DESEMBER 0 4

JUMLAH 50 54
RATA-RATA 4,166666667 4,5

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 4 Bungkus

1 bungkus terasi berat bersih = 80 gram

Berdasarkan data pembelian bahan baku Terasi tahun 2019 pada

Tabel L 11, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai

berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (50 – 54) + 4

= 0 Bungkus
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (8 – 4,5) × 0,07

= 0,25 Bungkus ≈ 20 gram

Min = (T × C) + S

= (4,5 × 0,07) + 0,25

= 0,57 Bungkus ≈ 45,6 gram

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (4,5 × 0,07)

= 0,63 Bungkus ≈ 50,4 gram

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 0,63 – 0,57

= 0,06 Bungkus ≈ 4,8 gram

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (bungkus/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (bungkus)

Max = Persediaan Maksimum (bungkus)

Min = Persediaan Minimum (bungkus)


LAMPIRAN 12

l. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Ketumbar

Tabel L 12 Pembelian dan Pemakaian Ketumbar Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 7 7
FEBRUARI 6,5 5,5
MARET 7 8
APRIL 7,5 7,5
MEI 8,5 8,5
JUNI 4 4
JULI 9 9
AGUSTUS 8 7
SEPTEMBER 7 8
OKTOBER 7 7
NOVEMBER 8 8
DESEMBER 8 8

JUMLAH 87,5 87,5


RATA-RATA 7,291666667 7,291666667

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 0 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Ketumbar tahun 2019 pada

Tabel L 12, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai

berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (87,5 – 87,5) + 0

= 0 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (8,5 – 7,30) × 0,07

= 0,08 Kg

Min = (T × C) + S

= (7,30 × 0,07) + 0,08

= 0,59 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (7,30 × 0,07)

= 1,02 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 1,02 – 0,59

= 0,43 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 13

m. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Cabai Tropong

Tabel L 13 Pembelian dan Pemakaian Cabai Tropong Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 4 4
FEBRUARI 4 2
MARET 6 8
APRIL 4 4
MEI 4 4
JUNI 2 2
JULI 6 6
AGUSTUS 6 6
SEPTEMBER 4 4
OKTOBER 4 4
NOVEMBER 4 4
DESEMBER 4 4

JUMLAH 52 52
RATA-RATA 4,333333333 4,333333333

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 0 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Cabai Tropong tahun 2019

pada Tabel L 13, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah

sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (52 – 52) + 0

= 0 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (8 – 4,33) × 0,07

= 0,26 Kg

Min = (T × C) + S

= (4,33 × 0,07) + 0,26

= 0,56 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (4,33 × 0,07)

= 0,61 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 0,61 – 0,56

= 0,05 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 14

n. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Laos

Tabel L 14 Pembelian dan Pemakaian Laos Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 25 24
FEBRUARI 18 19
MARET 27 27
APRIL 23 23
MEI 27 27
JUNI 13 13
JULI 26 24
AGUSTUS 21 21
SEPTEMBER 25 27
OKTOBER 24 24
NOVEMBER 27 27
DESEMBER 21 21

JUMLAH 277 277


RATA-RATA 23,08333333 23,08333333

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 0 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Laos tahun 2019 pada Tabel

L 14, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (277 – 277) + 0

= 0 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (27 – 23,08) × 0,07

= 0,27 Kg

Min = (T × C) + S

= (23,08 × 0,07) + 0,27

= 1,89 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (23,08 × 0,07)

= 3,23 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 3,23 – 1,89

= 1,34 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 15

o. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Kencur

Tabel L 15 Pembelian dan Pemakaian Kencur Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 1 1
FEBRUARI 1 0,5
MARET 1,5 2
APRIL 1 1
MEI 1,5 1,5
JUNI 0,5 0,5
JULI 1,5 1,5
AGUSTUS 1,5 1,5
SEPTEMBER 1 1
OKTOBER 1 1
NOVEMBER 1 1
DESEMBER 0,5 0,5

JUMLAH 13 13
RATA-RATA 1,083333333 1,083333333

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 0 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Kencur tahun 2019 pada

Tabel L 15, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai

berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (13 – 13) + 0

= 0 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (2 – 1,09) × 0,07

= 0,06 Kg

Min = (T × C) + S

= (1,09 × 0,07) + 0,06

= 0,14 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (1,09 × 0,07)

= 0,15 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 0,15 – 0,14

= 0,01 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 16

p. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Bumbu Rendang

Tabel L 16 Pembelian dan Pemakaian Bumbu Rendang Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Bngks) (Bngks)
JANUARI 0 0
FEBRUARI 0 4
MARET 0 0
APRIL 0 3
MEI 0 4
JUNI 0 0
JULI 0 4
AGUSTUS 60 4
SEPTEMBER 0 4
OKTOBER 0 0
NOVEMBER 0 0
DESEMBER 0 4

JUMLAH 60 27
RATA-RATA 5 2,25

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 17 Bungkus

1 bungkus bumbu rendang berat bersih = 250 gram

Berdasarkan data pembelian bahan baku Bumbu Rendang tahun 2019

pada Tabel L 16, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah

sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (60 – 27) + 17

= 50 Bungkus
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (4 – 2,25) × 0,07

= 0,12 Bungkus ≈ 30 gram

Min = (T × C) + S

= (2,25 × 0,07) + 0,12

= 0,28 Bungkus ≈ 70 gram

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (2,25 × 0,07)

= 3,15 Bungkus ≈ 787,5 gram

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 3,15 – 0,28

= 2,87 bungkus ≈ 717,5 gram

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (bungkus/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (bungkus)

Max = Persediaan Maksimum (bungkus)

Min = Persediaan Minimum (bungkus)


LAMPIRAN 17

q. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Kunyit

Tabel L 17 Pembelian dan Pemakaian Kunyit Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 0 0
FEBRUARI 1,5 1,5
MARET 0 0
APRIL 1,5 1,5
MEI 1,5 1,5
JUNI 0 0
JULI 1,5 1,5
AGUSTUS 1,5 1,5
SEPTEMBER 1,5 1,5
OKTOBER 0 0
NOVEMBER 0 0
DESEMBER 1,5 1,5

JUMLAH 10,5 10,5


RATA-RATA 0,875 0,875

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 0 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Kunyit tahun 2019 pada

Tabel L 17, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai

berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (10,5 – 10,5) + 0

= 0 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (1,5 – 0,86) × 0,07

= 0,04 Kg

Min = (T × C) + S

= (0,86 × 0,07) + 0,04

= 0,10 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × ( 0,86 × 0,07)

= 0,12 Kg

Tingkat Pemesanan Kembali = Max – Min

= 0,12 – 0,10

= 0,02 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)


LAMPIRAN 18

r. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Merica

Tabel L 18 Pembelian dan Pemakaian Merica Tahun 2019


Pembelian Pemakaian
Bulan
(Kg) (Kg)
JANUARI 0 0
FEBRUARI 0,25 0,25
MARET 0 0
APRIL 0,25 0,25
MEI 0,25 0,25
JUNI 0 0
JULI 0,25 0,25
AGUSTUS 0,25 0,25
SEPTEMBER 0,25 0,25
OKTOBER 0 0
NOVEMBER 0 0
DESEMBER 0,25 0,25

JUMLAH 1,75 1,75


RATA-RATA 0,145833333 0,145833333

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 0 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Merica tahun 2019 pada

Tabel L 18, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai

berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (1,75 – 17,5) + 0

= 0 Kg
Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max

Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (0,25 – 0,15) × 0,07

= 0,007 Kg

Min = (T × C) + S

= (0,15 × 0,07) + 0,007

= 0,017 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × ( 0,15 × 0,07)

= 0,021 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 0,021 – 0,017

= 0,004 Kg

Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan)

C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg)

Min = Persediaan Minimum (Kg)

Anda mungkin juga menyukai