Anda di halaman 1dari 60

TUGAS BESAR

PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH


KOTA JAMBI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Perancangan Instalasi


Pengolahan Air Bersih

Disusun Oleh:
Aldiansyah Ilhamudin Hibatullah 15718015
Gina Widyanti 15718016
Maria Yosefina Audrey 15718017
Joshua Nathan 15718018
Mohammad Amin Ramadhan 15718019
Kevin Jairus Stefanus 15718020
Hikmal Maulana Ahsan 15718021

PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.3 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 6
1.4 Acuan Normatif ........................................................................................ 7
1.5 Ruang Lingkup ......................................................................................... 9
1.6 Metodologi ............................................................................................... 9
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................. 10
BAB II GAMBARAN UMUM ....................................................................... 12
2.1 Geografi dan Administratif .................................................................... 12
2.2 Topografi ................................................................................................ 14
2.3 Geologi ................................................................................................... 15
2.4 Hidrologi, Klimatologi, dan Hidrogeologi ............................................. 15
2.5 Tata Guna Lahan .................................................................................... 19
2.6 Target Cakupan Pelayanan ..................................................................... 20
2.7 Wilayah Pelayanan ................................................................................. 20
2.8 Pola Konsumsi Air ................................................................................. 21
2.9 Proyeksi Penduduk ................................................................................. 22
2.9.1 Metode Aritmetika .......................................................................... 24
2.9.2 Metode Geometrik .......................................................................... 25
2.9.3 Metode Eksponensial ...................................................................... 26
2.9.4 Metode Logaritmik.......................................................................... 27
2.9.5 Metode Regresi Linear .................................................................... 28
2.9.6 Penentuan Proyeksi Penduduk ........................................................ 29
BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN INVENTARISASI UNIT
PENGOLAHAN ................................................................................................... 32
3.1 Pengertian Umum Air ............................................................................ 32
3.1.1 Air ................................................................................................... 32
3.1.2 Air Gambut ..................................................................................... 32
3.1.3 Air Baku dan Sumber Air Baku ...................................................... 32
3.2 Persyaratan Umum Penyediaan Air Bersih ............................................ 35

2
3.2.1 Persyaratan Kualitas ........................................................................ 35
3.2.2 Persyaratan Kuantitas ...................................................................... 41
3.2.3 Persyaratan Kontinuitas .................................................................. 41
3.3 Unit Pengolahan ..................................................................................... 41
3.3.1 Pra Pengolahan ................................................................................ 41
3.3.2 Pengolahan Inti................................................................................ 44
3.3.1 Pengolahan Lanjutan ....................................................................... 49
3.3.2 Pengolahan Lumpur ........................................................................ 55

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan faktor utama penunjang kehidupan. Air dapat dianggap
sebagai salah satu sumber kehidupan di bumi karena tanpa air, makhluk hidup
di bumi seperti manusia, hewan, dan tumbuhan tidak dapat melakukan proses
metabolisme yang membutuhkan air untuk menghantarkan nutrisi. Begitu pula
dengan manusia yang tidak dapat bertahan hidup tanpa air sehingga
ketersediaan air perlu dijaga. Manusia membutuhkan air dalam aktivitas sehari-
hari seperti air untuk minum, mandi, cuci, hingga untuk keperluan irigasi
pertanian. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan akan air semakin
berkembang, khususnya untuk bidang industri.
Air yang dibutuhkan manusia memiliki kriteria yang berbeda-beda
sesuai peruntukannya, kriteria air untuk minum dengan air untuk sekedar
mandi dan cuci akan sangat berbeda. Air yang dikonsumsi manusia harus
mengandung mineral-mineral tertentu karena dibutuhkan oleh tubuh,
sedangkan air untuk mencuci tidak dituntut untuk mengandung mineral
tertentu. Kualitas air untuk air minum harus sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,
persyaratan kualitas yang dimaksud meliputi parameter fisik, kimia, biologis,
dan radiologis. Tujuan ditetapkannya kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh
air minum adalah untuk menjamin keamanan air yang dikonsumsi oleh
manusia sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.
Seringing berkembangnya kegiatan manusia, kebutuhan akan air
semakin beragam. Sayangnya, hal ini justru dibarengi dengan kuantitas dan
kualitas air yang semakin menurun. Penurunan kualitas air yang ada di alam
umumnya disebabkan oleh masuknya zat pencemar yang berasal dari limbah-
limbah yang dihasilkan oleh kegiatan manusia sehari-hari seperti mandi, cuci,
dan kakus hingga kegiatan industri. Hal tersebut dikarenakan limbah yang
dihasilkan tidak melalui proses pengolahan yang tepat sebelum dibuang ke
lingkungan. Kemudian, penurunan kuantitas yang dimaksud ialah kuantitas air

4
tawar yang merupakan sumber utama yang digunakan. Pada dasarnya jumlah
air di bumi adalah konstan, namun secara umum berupa air tawar dan air laut,
di mana lebih didominasi oleh air laut. Hingga s aat ini, pengolahan air laut
atau air asin membutuhkan biaya yang terbilang jauh lebih mahal dibandingkan
biaya untuk mengolah air tawar.
Sumber daya air di alam umumnya terdiri atas sumber daya air
permukaan dan air tanah, di mana kualitas air tanah cenderung lebih baik dari
pada air permukaan, namun penggunaannya terbatas. Sumber daya air
permukaan berupa air tawar yang kualitasnya semakin menurun membuatnya
tidak layak langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan air.
Secara kualitas, air tersebut perlu diolah sedemikian rupa sesuai dengan
karakteristik dan tujuan penggunaannya sehingga dikatakan aman untuk
digunakan. Pengolahan yang dimaksud terdapat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, juga dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air.
Air yang diolah menjadi air bersih atau air minum disebut sebagai air
baku. Salah satu sumber air baku yang terdapat di Kota Jambi adalah sungai
dengan karakteristik air gambut. Air gambut memiliki tingkat keasaman dan
organik yang tinggi, cenderung lebih tinggi dari pada air tawar permukaan
lainnya sehingga diperlukan pengolahan lebih serius untuk mengolah air sungai
berupa air gambut tersebut menjadi air bersih atau air minum. Berdasarkan hal
tersebut, diperlukan perencanaan yang matang terkait instalasi pengolahan
yang dibutuhkan. Tingkat pelayanan air bersih atau air minum di Kota Jambi
saat ini masih belum menyeluruh sehingga perlu terus ditingkatkan, hal ini
sesuai dengan target Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 6, yaitu
air bersih dan sanitasi yang layak dan aman. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan tingkat pelayanan air bersih atau air minum di Kota Jambi, kami
membuat perancangan instalasi pengolahan air bersih yang di dalamnya akan
dibahas mengenai macam-macam unit pengolahan yang dapat digunakan,
prinsip pengolahan yang perlu dilakukan, dan konfigurasi unit pengolahan

5
yang dianggap lebih efisien dan tepat digunakan untuk mengolah karakteristik
air baku di Kota Jambi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, rumusan
masalah yang akan dibahas dalam laporan ini antara lain:
1. Berapa kapasitas Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang dibutuhkan untuk
melayani daerah pelayanan yang ditelah ditentukan?
2. Bagaimana periode perencanaan pembangunan Instalasi Pengolahan Air
(IPA) baru di Kota Jambi?
3. Bagaimana karakteristik air baku yang akan diolah pada IPA baru Kota
Jambi?
4. Bagaimana proses pengolahan yang diperlukan untuk mengolah air baku
yang digunakan?
5. Bagaimana konfigurasi unit-unit pengolahan yang paling efisien untuk
mengolah air baku menjadi air bersih di IPA baru Kota Jambi?

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dari perancangan ini adalah untuk merancang instalasi
pengolahan air bersih di Kota Jambi yang dapat mengolah air baku menjadi air
bersih yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun
2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum dan untuk memenuhi salah satu
syarat kelulusan mata kuliah IL4101 Perancangan Instalasi Pengolahan Air
Bersih. Kemudian, tujuan dari pengerjaan tugas ini adalah untuk:
1. Menentukan kapasitas IPA yang dibutuhkan untuk melayani daerah
pelayanan yang ditelah ditentukan.
2. Menentukan periode perencanaan pembangunan IPA baru di Kota Jambi.
3. Menentukan karakteristik air baku yang akan diolah pada IPA baru Kota
Jambi.
4. Menentukan proses pengolahan yang diperlukan untuk mengolah air baku
yang digunakan.

6
5. Menentukan konfigurasi unit-unit pengolahan yang paling efisien untuk
mengolah air baku menjadi air bersih di IPA baru Kota Jambi.
1.4 Acuan Normatif
Adapun beberapa regulasi yang digunakan sebagai acuan dalam
perancangan instalasi pengolahan air bersih di Kota Jambi antara lain:
1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Nasional;
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antar Pemerintah Pusat dan Daerah;
5. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
7. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Pengaturan Air;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai;
15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;
16. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Prioritas
Pembangunan Nasional;
17. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan
yang Berkeadilan;

7
18. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-
syarat dan Pengawasan Kualitas Air;
19. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492 Tahun 2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum;
20. Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 yaitu tentang Sistem
Penyediaan Air Minum;
21. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 27
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum;
22. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 25
Tahun 2016 tentang Pelaksanan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air
Minum untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri oleh Badan Usaha;
23. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 19
Tahun 2016 tentang Pemerintah dukungan oleh pemerintah pusat dana tau
Pemerintah Daerah dalam Kerja sama Sistem Penyediaan Air Minum;
24. Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;
25. Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemeriksaan
Kualitas Air;
26. Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;
27. Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 9 Tahun 2003 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Daerah Kotamadya Jambi Nomor 7 Tahun 1974
tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kotamadya Jambi;
28. Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perusahaan
Daerah Air Minum;
29. Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
30. Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Jambi Tahun 2013 – 2033.

8
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang digunakan untuk membatasi hal-hal yang
dibahas dalam laporan ini antara lain:
1. Peninjauan terhadap kondisi daerah perencanaan.
2. Penetapan kriteria-kriteria yang digunakan dalam perencanaan unit-unit
pengolahan dalam instalasi pengolahan air yang dirancang.
3. Penentuan konfigurasi unit pengolahan yang akan digunakan pada
instalasi pengolahan air berdasarkan aspek teknis dan ekonomis.
4. Penentuan kualitas dan kuantitas sumber air yang akan digunakan
sebagai air baku.
5. Penentuan dimensi unit-unit pengolahan air bersih berdasarkan
kapasitas yang dibutuhkan dan tingkat efisiensi.
6. Pembuatan gambar perancangan untuk setiap unit pengolahan yang
direncanakan.

1.6 Metodologi
1. Identifikasi Masalah
Pada tahap ini akan diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang
ada terkait dengan perancangan instalasi pengolahan air bersih di Kota
Jambi yang bersumber dari air gambut.
2. Studi Literatur
Pada tahap ini penyusun mencari dan mempelajari data-data teoritis
yang digunakan sebagai referensi untuk mendukung perancangan instalasi
pengolahan air bersih di Kota Jambi.
3. Pengumpulan Data
Pada tahap ini dikumpulkan data-data sekunder yang digunakan
untuk perancangan instalasi pengolahan air bersih di Kota Jambi.
4. Analisis dan Pembahasan
Pada tahap analisis dan pembahasan data-data yang telah diperoleh
diolah dan digunakan sebagai bahan perancangan instalasi pengolahan air
bersih di Kota Jambi, kemudian dilakukan pembahasan terhadap hasil

9
olahan data tersebut dan aspek lainnya untuk merancang desain instalasi
pengolahan air yang dianggap tepat.
5. Penyusunan Laporan
Hasil dari pengolahan data dan perancangan yang telah dilakukan
pada tahap sebelumnya kemudian disusun dalam bentuk laporan tertulis.
Penyusunan laporan ini dilakukan seiring dengan proses perencanaan
hingga perancangan instalasi air bersih di Kota Jambi tersebut selesai.

1.7 Sistematika Penulisan


BAB I: Pendahuluan
Bab ini menjelaskan latar belakang perlunya perancangan instalasi
pengolahan air bersih di Kota Jambi, rumusan masalah yang akan dibahas
dalam laporan, maksud dan tujuan pengerjaan tugas ini, acuan normatif
yang digunakan dalam perencanaan dan perancangan Instalasi Pengolahan
Air (IPA) baru di Kota Jambi, ruang lingkup bahasan tugas ini, metodologi
yang dilakukan, serta sistematika penulisan laporan.
BAB II: Gambaran Umum
Bab ini mendeskripsikan kondisi eksisting daerah perencanaan yang
meliputi jumlah penduduk, lokasi perencanaan IPA, target cakupan wilayah
pelayanan, wilayah pelayanan, pola konsumsi dan pola penggunaan air di
wilayah pelayanan, serta Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum
(RISPAM).
BAB III: Tinjauan Pustaka dan Inventarisasi Unit Pengolahan
Bab ini berisi penjelasan singkat tentang karakteristik umum sumber
air baku berupa air permukaan yang merupakan ari gambut, proses
pengolahan yang umum digunakan untuk mengolah air baku sesuai
karakteristik tersebut menjadi air bersih atau air minum.
BAB IV: Analisis Data Perencanaan
Bab ini berisi hasil pengolahan data yang dilakukan yang kemudian
dianalisis untuk digunakan sebagai dasar dalam perencanaan IPA, termasuk
dalam pemilihan unit-unit pengolahan yang akan digunakan.

10
BAB V: Perhitungan Desain Unit Pengolahan
Bab ini berisi perhitungan-perhitungan tentang desain unit-unit
pengolahan yang terpilih yang hasilnya akan digunakan sebagai dasar dalam
pembuatan desain perancangan IPA.
Daftar Pustaka
Bab ini berisi daftar pustaka yang digunakan sebagai referensi dalam
penulisan laporan ini.

11
BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1 Geografi dan Administratif


Kota Jambi memiliki luas wilayah 205,38 km² (berdasarkan UU No.6/1986),
terletak pada kordinat 01°30’2,98" - 01°40’1,07" Lintang Selatan dan 103°30’1,67"
- 103°40'0,22" Bujur Timur. Koordinat tersebut menunjukkan keberadaan Kota
Jambi yang terletak di tengah-tengah pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Jambi
terbagi atas luas daratan48.989,98Km dan luas lautan4.445,94Km serta dengan
panjang garis pantai 223,025 km.

Secara administratif, Kota Jambi berbatasan langsung dan dikelilingi oleh


Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Kota Jambi yang memiliki luas 205,38
km2 terdiri dari 8 kecamatan yang terbagi lagi menjadi 62 kelurahan dan 1.484
Rukun Tetangga (RT). Kecamatan terluas adalah Kecamatan Kota Baru seluas
77,78 km2, sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Pasar Jambi dengan
luas 4,02 km2. Kota Jambi tidak mengenal istilah Rukun Warga (RW). Struktur
yang berada di bawah kelurahan langsung RT. Data selengkapnya terdapat pada
Tabel X.

Tabel x Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut


Kecamatan Tahun 2013

Luas
Jumlah Nama Jumlah
Kecamatan Wilayah
Kelurahan Kelurahan RT
(km2)
− Rawasari
− Simpang III
Sipin
− Suka Karya
1. Kota Baru 77,78 10 − Kenali Asam 316
Atas
− Kenali Asam
Bawah
− Paal V
− Bagan Pete

12
Luas
Jumlah Nama Jumlah
Kecamatan Wilayah
Kelurahan Kelurahan RT
(km2)
− Beliung Patah
− Kenali Besar
− Mayang
Mengurai
− Wijaya Pura
− Pakuan Baru
− The Hok
2. Jambi 34,07 9 − Eka Jaya 307
Selatan − Tambak Sari
− Paal Merah
− Pasir Putih
− Talang Bakung
− Lingkar Selatan
− Talang Jauh
− Cempaka Putih
3. Jelutung 7,92 7 − Lebak Bandung 231
− Payo Lebar
− Jelutung
− Handil Jaya
− Kebun Handil
− Orang
4. Pasar Jambi 4,02 4 Rangkayo 58
Hitam
− Beringin
− Pasar Jambi
− Sungai Asam
− Legok
− Murni
− Solok Sipin
− Sungai Putri
5. Telanaipura 30,39 11 − Telanaipura 264
− Buluran Kenali
− Teluk Kenali
− Penyengat
Rendah
− Simpang IV
Sipin

13
Luas
Jumlah Nama Jumlah
Kecamatan Wilayah
Kelurahan Kelurahan RT
(km2)
− Pematang Sulur
− Desa Selamat
− Ulu Gedong
6. Danau 15,70 5 − Olak Kemang 43
Teluk − Tanjung Pasir
− Tanjung Raden
− Pasir Panjang
− Arab Melayu
− Mudung Laut
7. Pelayangan 15,29 6 − Jelmu 46
− Tengah
− Tahtul Yaman
− Tanjung Johor
− Kasang
− Kasang Jaya
− Talang Banjar
− Rajawali
8. Jambi 20,21 10 − Sulanjana 219
Timur − Budiman
− Tanjung Pinang
− Tanjung Sari
− Sijenjang
(Sijinjang)
− Payo Selincah
Jumlah/Total 205,38 62 − 1.484
Sumber : Kota Jambi Dalam Angka, 2014

2.2 Topografi
Topografi wilayah Kota Jambi terdiri atas wilayah datar dengan kemiringan 0-
2%, bergelombang dengan kemiringan 2-15% dan curam dengan kemiringan 15-
40%, dengan luas lahan berdasarkan topografi adalah sebagai berikut :

a. Datar (0-2%) = 11.326 Ha (55%)


b. Bergelombang (2-15%) = 8.081 Ha (3,1%)
c. Curam (15-40%) = 41 Ha (0,002%)

14
Secara geomorfologis Kota Jambi terletak di bagian barat cekungan Sumatera
bagian selatan yang disebut sub-cekungan Jambi, yang merupakan dataran rendah
di Sumatera Timur. Wilayah Kota Jambi memiliki ketinggian 0-60 meter di atas
permukaan laut (m dpl). Berdasarkan kecamatan, sebagian besar wilayah
Kecamatan Pasar Jambi, Pelayangan, dan Danau Teluk berada pada ketinggian 0-
10 m dpl, sedangkan wilayah Kecamatan Telanaipura, Jambi Selatan, Jambi Timur
dan Kota Baru sebagian besar berada pada ketinggian 10-40 m dpl.

Bagian bergelombang terdapat di utara dan selatan kota, sedangkan daerah


rawa terdapat di sekitar aliran Sungai Batanghari, yang merupakan sungai
terpanjang di pulau Sumatera dengan panjang keseluruhan lebih kurang 1.700 km,
dari Danau Atas-Danau Bawah (Sumatera Barat) menuju Selat Berhala (11 km yang
berada di wilayah Kota Jambi) dengan kelebaran lebih kurang 500 m. Sungai
Batanghari membelah Kota Jambi menjadi dua bagian di sisi utara dan selatannya.

2.3 Geologi
Pada dataran rendah sebagian besar tanah penuh air dan rentan terhadap
banjir pasang surut serta banyaknya sungai besar dan kecil yang melewati wilayah
ini. Wilayah ini sebagian besar berjenis tanah gley humus rendah dan orgosol yang
bergambut. Dibutuhkan input teknologi dalam pengembangannya karena daya
dukung lahan terhadap pengembangan wilayah rendah dibanding wilayah Tengah
dan Barat. Dibagian tengah didominasi jenis tanah podsolik merang kuning
yangkesuburannya relatif rendah. Daya dukung lahan cukup baik terutamapada
lahan kering dan sangat potensial untuk pengembangan tanamankeras dan
perkebunan.Pada bagian barat didominasi dataran tinggi lahan kering yang
berbukit-bukit. Wilayah ini didominasi oleh jenis tanah latosol dan andosol.
Padabagian tengah Kabupaten Kerinci banyak di temui jenis tanah alluvialyang
subur yang dimanfaatkan sebagai lahan persawahan irigasi yangcukup luas

2.4 Hidrologi, Klimatologi, dan Hidrogeologi


Pada aspek hidrologi, Kota Jambi dibelah oleh Sungai Batanghari menjadi 2
(dua) bagian besar yaitu bagian selatan dan bagian utara. Bagian di sebelah selatan

15
sungai disebut Jambi Kota, sedangkan bagian di sebelah utara sungai disebut Jambi
Seberang. Bagian selatan dimana merupakan bagian terbesar dari wilayah Kota
Jambi terdapat 5 (lima) buah anak Sungai Batanghari yakni :

1. Sungai Kenali Besar


Letak sungai ini melewati Kecamatan Kota Baru dan Kecamatan Telanaipura,
kemudian masuk ke dalam Danau Kenali, Danau Sipin dan akhirnya berakhir ke
Sungai Batanghari.

2. Sungai Kambang

Daerah aliran Sungai Kambang meliputi sebagian Kelurahan Simpang III Sipin di
Kecamatan Kota Baru dan Kelurahan Simpang IV Sipin.

3. Sungai Asam

Daerah pengaliran Sungai Asam meliputi Kecamatan Kota Baru (sebagian


Kelurahan Kenali Asam Bawah, sebagian Kelurahan Kenali Asam Atas, Kelurahan
Sukakarya, Kelurahan Simpang III Sipin dan Kelurahan Paal Lima), Kecamatan
Jelutung (meliputi Kelurahan Jelutung, Kelurahan Lebak Bandung, dan Kelurahan
Cempaka Putih), Kecamatan Pasar Jambi (meliputi Kelurahan Beringin dan
Kelurahan Orang Kayo Hitam).

4. Sungai Tembuku

Daerah pengaliran Sungai Tembuku meliputi sebagian Kecamatan The Hok,


Kelurahan Tambak Sari, sebagian Kelurahan Kebon Handil, Kelurahan Jelutung,
sebagian Kelurahan Cempaka Putih, Kelurahan Talang Jauh, sebagian Kelurahan
Sulanjana, Kelurahan Rajawali dan Kelurahan Kasang.

5. Sungai Selincah

Daerah pengaliran Sungai Selincah meliputi Kelurahan Talang Bakung dan


Kelurahan Sijinjang. Sungai Batanghari selain berfungsi hidrologis juga berfungsi
sebagai prasarana transportasi dan penunjuang kegiatan ekonomi masyarakat serta
sebagai sumber air baku untuk air minum.

16
Selain sungai, di wilayah Kota Jambi juga terdapat danau yakni Danau Sipin, Danau
Teluk, Danau Penyengat dan Danau Kiambang.

Kota Jambi terletak pada daerah yang potensi air tanahnya relatif kecil dengan
pengeboran air di daerah ini menunjukkan bahwa akuifer produktif dijumpai pada
kedalaman lebih dari 100 m.

• Mata Air
Berdasarkan data sekunder, diketahui bahwa di wilayah Kota Jambi tidak dijumpai
mata air. Hal ini disebabkan oleh kondisi geologi dan topografinya yang tidak
mendukung terjadinya mata air.

• Air Tanah
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sumur gali maupun sumur bor yang ada,
diketahui air tanah bebas pada sumur-sumur gali yang dijumpai pada jarak 1–2 km
di sisi kiri dan kanan Sungai Batanghari mempunyai muka air tanah bebas yang
relatif dangkal, yakni 1–5 m di bawah muka tanah. Hal ini dapat terjadi disebabkan
sumur-sumur tersebut terletak pada dataran banjir atau bekas dataran banjir, yang
terdiri dari endapan alluvial serta umunya memiliki porositas dan permeabilitas
tinggi sehingga kemungkinan untuk terdapatnya air tanah dangkal cukup besar.
Daerah-daerah yang berada di sekitar Danau Sipin dan Danau Teluk mempunyai
potensi air tanah bebas cukup besar yang berasal dari peresapan air danau. Selain
itu, kedudukan muka air tanahnya cukup dangkal berkisar 1–2 m di bawah muka
tanah. Besarnya fluktuasi muka air danau secara pasti belum pernah diukur, tetapi
dari beberapa informasi penduduk berkisar antara 1 hingga 5 m. Ke arah selatan,
timur dan barat potensi air tanah bebas semakin berkurang dengan kecenderungan
muka air tanah bebas juga semakin dalam, berkisar 7 hingga 17 m. Potensi air tanah
dalam terdapat setempat-setempat dengan penyebaran akuifer menerus ke arah
lateral dan kedudukannya dangkal.

• Air Permukaan

17
Sungai Batanghari merupakan sungai utama yang mengalir melewati Kota Jambi.
Sungai Batanghari mengalir kurang lebih sepanjang 500 km, mulai dari
Pegunungan Bukit Barisan di Provinsi Sumatera Barat melewati Kota Jambi dan
bermuara di Selat Berhala. Diperkirakan luas Daerah Aliran Sungai (DAS)
Batanghari sekitar

37.500 m2 yang meliputi sebagian dari Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu dan
Jambi.

Kondisi geologi DAS Batanghari secara litologi batuan yang terdiri dari sedimen
lepas atau setengah padu (kerikil, pasir, lanau dan lempung) hasil gunung api (lava,
lahar, tufa, dan breksi), batu gamping atau dolomit, sedimen padu (tak terbedakan)
dan batuan beku atau metamorfosa. Struktur geologi utama berupa sesar semangko
(yang memanjang di sepanjang Pulau Sumatera atau Pegunungan Bukit Barisan);
dijumpai di bagian atas DAS Batanghari yang juga merupakan garis pemisah utama
air permukaan antara sungai-sungai yang bermuara ke Pantai Timur Sumatera.

Berdasarkan pada besarnya DAS Batanghari serta curah hujan tahunan rata-rata
2.000 – 2.500 mm dan curah hujan bulanan rata-rata 150–300 mm yang hampir
merata di seluruh DAS Batanghari, menjadikan Sungai Batanghari merupakan
sumber air permukaan yang sangat potensial bagi daerah alirannya, khususnya Kota
Jambi dan sekitarnya yang berada pada bagian hilir. Dari data hasil pengukuran
debit harian Sungai Batanghari dari tahun 1981–1991 diketahui bahwa variasi rata-
rata debit harian berkisar antara 1.000 – 5.000 m3/detik.

Dari sisi iklim, Kota Jambi termasuk beriklim tropis. Musim hujan jatuh pada bulan
Oktober sampai April (dipengaruhi oleh Musim Timur Selatan) dan musim
kemarau pada bulan April sampai Oktober (dipengaruhi oleh Musim Barat).
Keadaan iklim rata-rata Kota Jambi dalam kurun waktu 2008-2012 terlihat sangat
berfluktuasi. Suhu udara rata-rata terendah berkisar 22,70 0C dan tertinggi berkisar
32,400C. Kelembapan udara rata-rata terendah berkisar 83,33% dan tertinggi
berkisar 84,00%. Curah hujan rata-rata terendah berkisar 143,50 mm/tahun dan

18
tertinggi berkisar 231,43 mm/tahun. Sedangkan kecepatan angin rata-rata terendah
berkisar 7,00 knot dan tertinggi berkisar 11,25 knot.

2.5 Tata Guna Lahan


Kawasan hutan yang mencapai porsi 30 persen pada tahun 2013, penggunaan
lahan Provinsi Jambi berdasarkan hasil perhitungan citramasih didominasi oleh
lahanperkebunan dengan kontribusi sebesar 16,1 persen, sedangkan untuk
perkebunan sawit menempati 15 persen dari total luas penggunan lahan.Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel X

Tabel 1.5. Luas Penutupan Lahan di Provinsi Jambi Tahun 2011

Sumber: PerhitunganCitra Satelit 2011, diolah

Sementara itu, berdasarkan data eksisting tahun 1993–2011 penggunaan lahan


Provinsi Jambi pada tahun 2011diluar fungsi kawasan hutan didominasi oleh
perkebunan karet dengan kontribusi penggunaan sebesar 26,2 persen, diikuti oleh
perkebunan sawit sebanyak 19,22 persen. Melihat perkembangan guna lahan tahun
1993 hingga tahun 2011 dapat dijelaskan bahwa pemanfaatan lahan untuk hutan
mengalamipenurunan, sedangkan untuk perkebunan mengalami peningkatan yang
signifikan terutama perkebunan sawit dan kulit manis. Khusus untuk perkebunan
karet dapat tergambar bahwa sementara untuk pemanfaatansektor perkebunan karet
mengalami masa gemilang pada tahun 2002yakni sebesar 32 persen. Hal dapat
dilihat pada Gambar X

19
Gambar X PerubahanPenggunaan Lahan di Provinsi Jambi Tahun 1993–2009

Sumber RTRW Jambi 2013-2033

2.6 Target Cakupan Pelayanan


Cakupan pelayanan adalah persentase jumlah penduduk yang dilayani dari
total jumlah penduduk pada daerah cakupan layanan, dimana besarnya tingkat
pelayanan diambil berdasarkan survey yang dilakukan oleh PDAM terhadap
jumlah permintaan air minum oleh masyarakat atau dapat juga dilihat
berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh PDAM dalam pemenuhan
kebutuhan air minum. Dalam penentuan tingkat pelayanan air minum di
masing-masing kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah pelayanan,
diproyeksikan berdasarkan persentase tingkat pelayanan eksisting.

Berdasarkan RISPAM Kota Jambi proyeksi tingkat pelayanan PDAM pada


tahun 2034 mengacu pada target MDG’s, yakni pada tahun 2025 (RTRW kota
Jambi 2010-2030 sebesar 80% pada tahun 2030) sebesar 80% sedangkan pada
akhir periode tahun 2034 adalah sebesar 95% dari tingkat pelayanan Kota.

2.7 Wilayah Pelayanan


Berdasarkan RTRW Kota Jambi yang telah diperbaharui (Tahun 2013-
2033), setelah diidentifikasi terdapat beberapa permasalahan menyangkut
sistem penyediaan air minum (SPAM) untuk Kota Jambi, berkaitan dengan
belum meratanya sistem pelayanan jaringan perpipaan yang tersebar sampai ke

20
pusat-pusat pertumbuhan baru bagian wilayah kota, baik sebagai pusat bisnis,
perdagangan, maupun pusat permukiman baru seperti Kecamatan Kota Baru
khususnya Kelurahan Kenali Besar (Kawasan Simpang Rimbo/Terminal
Terpadu dan sekitarnya) dan arah keselatan yaitu Kelurahan Bagan Pete dan
sekitarnya dengan pertumbuhan pusat-pusat perdagangan baru, pusat jasa,
toko-toko retail, kantor cabang Bank Swasta dan Pemerintah, demikian pula
dengan pertumbuhan di bagian wilayah Kecamatan Jambi Selatan khususnya
pada jalan ring road kota Jambi yang menuju ke Pelabuhan Talang Duku yang
masuk dalam kelurahan Talang Bakung dan batas kota Tangkit yang mana
wilayah ini akan menjadi bagian prioritas pengembangan pelayanan PDAM
Tirta Mayang jangka menengah maupun jangka panjang yang masuk program
Rencana Induk SPAM tahun 2014-2034.

Berdasarkan kondisi eksisting daerah pelayanan air minum di Kota Jambi


dibagi menjadi dua (2) daerah pelayanan yaitu :
1. Wilayah Kota Jambi Seberang (Unit/Cabang Jambi) yang meliputi :
a. Kecamatan Pasir Panjang
b. Kecamatan Danau Teluk
2. Wilayah Kota (Pusat) Kota Jambi yang meliputi :
a. Kecamatan Telanaipura
b. Kecamatan Kota Baru
c. Kecamatan Pasar
d. Kecamatan Jelutung
e. Kecamatan Jambi Timur
f. Kecamatan Jambi Selatan

2.8 Pola Konsumsi Air


Menurut Rencana Induk Pengembangan SPAM Kota Jambi standar
konsumsi masih mengacu pada Kota Kecil dan Kota Sedang dengan tingkat
awal pemakaian air pada tahun 2014 adalah 130 l/o/h.

21
2.9 Proyeksi Penduduk
Dengan pesatnya perkembangan dan pertumbuhan penduduk serta terus
tumbuhnya kegiatan ekonomi di hampir semua sektor, maka kebutuhan akan
air semakin meningkat. Dengan semua hal tersebut, penggunaan air lebih
intensif ketika semua sumber air, baik air permukaan maupun air tanah,
dieksploitasi semaksimal mungkin dengan berbagai cara.
Sehingga untuk memenuhi permintaan air tetapi tidak dilakukan upaya
pembaruan, pengembangan sumber air pada akhirnya terjadi keterbatasan
supply (ketersediaan) karena penurunan kuantitas atau kualitas air. Secara
keseluruhan, masalah air minum sangat kompleks. Sebab, di satu sisi
permintaan meningkat, di sisi lain pasokan cenderung menurun akibat
penurunan kualitas air, dan daya beli masyarakat yang rendah. Diperkirakan
Indonesia akan menghadapi krisis air.
Penduduk merupakan salah satu unsur penting dalam perencanaan.
Rencana yang disiapkan untuk kebutuhan masa depan didasarkan pada
pengetahuan tentang masalah yang sama di masa lalu. Perkembangan hidup
dan semua aktivitas penting dalam SPAM. Pertumbuhan penduduk tidak
terlepas dari data penduduk sebelumnya. Banyak faktor yang memengaruhi
pertumbuhan penduduk, seperti kesehatan, masyarakat, ekonomi, politik dan
masalah lainnya. Populasi berubah sesuai dengan tingkat kematian, kelahiran
dan migrasi. Proyeksi penduduk membantu memperkirakan kebutuhan air di
masa depan sehingga memberikan perkiraan tahap perencanaan dan pendanaan
pembangunan. Pada tabel berikut ditampilkan jumlah penduduk Kota Jambi.
Tabel Jumlah Penduduk Kota Jambi Tahun 2014-2020

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

2014 568,062
2015 576,067
2016 583,487
2017 591,134
2018 598,103

22
2019 604,736
2020 611,353

Dari penduduk di atas akan dilakukan proyeksi jumlah penduduk. Metode


yang digunakan untuk memproyeksikan jumlah penduduk biasanya adalah
metode aritmetika, geometrik regresi linear eksponensial logaritmik.
Pemilihan metode proyeksi penduduk yang paling tepat dilakukan dengan
membandingkan dua parameter secara statistik. Parameter tersebut terdiri dari
nilai standar deviasi dan nilai koefisien relasi. Suatu metode dapat dipilih untuk
proyeksi penduduk ketika mempunyai nilai standar deviasi yang paling kecil
dan nilai koefisien relasi yang paling mendekati satu. Nilai standar deviasi
(STD) pada setiap metode nantinya dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan di bawah ini.

2 Σ(Pn − P)2
√Σ(Pn − P) − n
𝑆TD =
n
Dengan keterangan,
Pn : Jumlah penduduk pada tahun ke-n berdasarkan metode terpilih
P : Jumlah penduduk sebenarnya pada tahun ke-n
n : Jumlah tahun proyeksi

Sementara nilai koefisien relasi (r) dapat ditentukan dengan menggunakan


persamaan di bawah ini.

r = √r 2
Σ(Pn − P)2
r2 = 1 −
Σ(Pn − Pr)2
Dengan keterangan,
Pn : nilai rata-rata pada jumlah penduduk

Kota Jambi akan diproyeksikan jumlah penduduknya dari tahun 2021


sampai dengan tahun 2044 sesuai dengan periode perencanaan dan
pembangunan yaitu 4 tahun, dan periode desain yaitu 20 tahun.

23
2.9.1 Metode Aritmetika
Metode aritmetika merupakan metode proyeksi penduduk yang
mengasumsikan penambahan jumlah penduduk pada daerah pelayanan
di masa yang akan datang dengan jumlah yang tetap pada setiap
tahunnya. Dalam penentuannya, metode aritmetika dilakukan dengan
menggunakan persamaan di bawah berikut.
Pn = Po + r (Tn − To)
r = P2 − P1
Dengan keterangan,
Pn : Jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po : Jumlah penduduk pada awal tahun
r : Jumlah pertambahan penduduk tiap tahun
Tn : Tahun yang diproyeksi
To : Tahun awal
P1 : Jumlah penduduk tahun ke-n
P2 : Jumlah penduduk tahun ke-n+1

Tabel Perhitungan Statistik Jumlah Penduduk Kota Jambi Metode


Aritmetika
Jumlah Penduduk
Tahun R Tn-To Pn (Pn-Pr)^2 (Pn-P)^2
(Jiwa)
2014 568.062 0 0 568062 499892940 0
2015 576.067 8,005 1 574246 261593654 3314480
2016 583.487 7,420 2 580431 99788683 9340009
2017 591.134 7647 3 586615 14478025 20418778
2018 598.103 6969 4 592800 5661680 28124839
2019 604.736 6633 5 598984 73339649 33083860
2020 611.353 6617 6 605169 217511931 38247156
Rata-Rata 590.420 6184 3 586615 167466652 18932732
Jumlah 4.132.942 43291 21 4106307 1172266564 132529125
STD 4028.406152
r^2 0.886946255
r 0.941778241

24
2.9.2 Metode Geometrik
Metode geometrik merupakan metode proyeksi penduduk yang
mengasumsikan penambahan jumlah penduduk pada daerah pelayanan
di masa yang akan datang dengan menggunakan dasar perhitungan
majemuk secara geometri pada setiap tahunnya (Adioetomo et al., 2010).
Dalam penentuannya, metode geometrik dilakukan dengan
menggunakan persamaan dibawah berikut.
Pn = Po (1 + r)n
r = (P2 − P1)/P1
Dengan keterangan,
Pn : Jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po : Jumlah penduduk pada awal tahun
r : Rata-rata angka pertumbuhan penduduk setiap tahun
n : Jangka waktu
P1 : Jumlah penduduk tahun ke-n (yang diketahui)
P2 : Jumlah penduduk tahun ke-n+1

Tabel Perhitungan Statistik Jumlah Penduduk Kota Jambi Metode


Geometrik
Jumlah
Tahun Penduduk r Tn-To (n) Pn (Pn-Pr)^2 (Pn-P)^2
(Jiwa)
2014 568,062 0 0 568062 499892940 0
2015 576,067 0.014092 1 574059 267690295 4031895
2016 583,487 0.01288 2 580119 106108351 11340764
2017 591,134 0.013106 3 586244 17443642 23914769
2018 598,103 0.011789 4 592433 4049867 32152144
2019 604,736 0.01109 5 598687 68339194 36589940
2020 611,353 0.010942 6 605007 212783587 40266776
Rata-Rata 590,420 0.010557 3 586373 168043982 21185184
Jumlah 4,132,942 0.073899 21 4104611 1176307879 148296290
STD 4261.306073
r^2 0.873930717
r 0.934842616

25
2.9.3 Metode Eksponensial
Metode eksponensial merupakan metode proyeksi penduduk
yang mengasumsikan penambahan jumlah penduduk terjadi secara
sedikit-dikit pada sepanjang tahun (Adioetomo et al., 2010). Dalam
penentuannya, metode eksponensial dilakukan dengan menggunakan
persamaan dibawah berikut.
y = aebx n
1
ln a = ( ) (∑ ln y − b ∑ x)
N
N∑(xlny) − ∑x∑lny
b=
N∑x 2 − (∑x)2
Dengan keterangan,
y : Jumlah penduduk setelah n tahun ke depan
a : Jumlah penduduk pada awal tahun
b : Angka pertumbuhan penduduk
xn : Jangka waktu dalam tahun
e : Bilangan eksponensial = 2,7182818.

Tabel Perhitungan Statistik Jumlah Penduduk Kota Jambi Metode


Eksponensial
Jumlah
Tahun Penduduk x y ln y x.ln y x^2 Pn (Pn-Pr)^2 (Pn-P)^2
(Jiwa)
2014 568.062 1 568.062 13,25 13,25 1 568994 459074715 869103
2015 576.067 2 576.067 13,26 26,53 4 575991 208203516 5772
2016 583.487 3 583.487 13,28 39,83 9 583074 53970353 170706
2017 591.134 4 591.134 13,29 53,16 16 590244 31170 792569
2018 598.103 5 598.103 13,30 66,51 25 597502 50147926 361435
2019 604.736 6 604.736 13,31 79,88 36 604849 208191412 12797
2020 611.353 7 611.353 13,32 93,26 49 612287 478144137 871969
Rata-Rata 590.420 4 590.420 13,29 53,20 20 590420 208251890 440621
Jumlah 4.132.942 28 4.132.942 93,02 372,41 140 4132941 1457763228 3084350
STD 614,553
r^2 0,998
r 0,999
a 562082,479

26
Jumlah
Tahun Penduduk x y ln y x.ln y x^2 Pn (Pn-Pr)^2 (Pn-P)^2
(Jiwa)
b 0,012
ln a 13,239

2.9.4 Metode Logaritmik


Metode logaritmik merupakan metode proyeksi penduduk yang
mengasumsikan penambahan jumlah penduduk terjadi secara sedikit-
dikit pada sepanjang tahun (Adioetomo et al., 2010). Dalam
penentuannya, metode eksponensial dilakukan dengan menggunakan
persamaan dibawah berikut.
y = a + b ln x
1
a = (∑ y − b ∑(ln x))
N
N∑(ylnx) − ∑y∑lnx
b=
N∑(lnx 2 ) − (∑lnx)2
Dengan keterangan,
y : Jumlah penduduk setelah n tahun ke depan
a : Jumlah penduduk pada awal tahun
b : Angka pertumbuhan penduduk
x : Tahun pada saat n
N : Jangka waktu dalam tahun

Tabel Perhitungan Statistik Jumlah Penduduk Kota Jambi Metode


Logaritmik
Jumlah
Tahun Penduduk x ln x y y.ln x (ln x)^2 Pn (Pn-Pr)^2 (Pn-P)^2
(Jiwa)
2014 568.062 1 0,000 568.062 0 0,000 563511 724094718 20709074
2015 576.067 2 0,693 576.067 399299 0,480 578826 134419731 7613921
2016 583.487 3 1,099 583.487 641026 1,207 587785 6944379 18473377
2017 591.134 4 1,386 591.134 819486 1,922 594141 13846611 9044390
2018 598.103 5 1,609 598.103 962610 2,590 599072 74847590 938449
2019 604.736 6 1,792 604.736 1083541 3,210 603100 160778260 2676095
2020 611.353 7 1,946 611.353 1189638 3,787 606506 258752611 23492684
Rata-Rata 590.420 4 1,218 590.420 727943 1,885 590420 196240557 11849713
Jumlah 4.132.942 28 8,525 4.132.942 5095600 13,196 4132942 1373683901 82947990

27
Jumlah
Tahun Penduduk x ln x y y.ln x (ln x)^2 Pn (Pn-Pr)^2 (Pn-P)^2
(Jiwa)
STD 3186,989
r^2 0,940
r 0,969
a 563511,278
b 22094,955

2.9.5 Metode Regresi Linear


Metode regresi linear merupakan metode proyeksi penduduk yang
mengasumsikan penambahan jumlah penduduk pada daerah pelayanan
di masa yang akan datang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang
relatif berganda dengan tahun sebelumnya pada setiap tahunnya. Dalam
penentuannya, metode regresi linear dilakukan dengan menggunakan
persamaan dibawah berikut.
y = a + bx
∑y∑x 2 − ∑x∑(xy)
a=
N∑x 2 − (∑x)2
N∑(xy) − ∑x∑y
b=
N∑x 2 − (∑x)2
Dengan keterangan,
y : Jumlah penduduk setelah n tahun ke depan
b : Angka pertumbuhan penduduk
x : Tahun pada saat n
N : Jangka waktu dalam tahun

Tabel Perhitungan Statistik Jumlah Penduduk Kota Jambi Metode


Regresi Linear
Jumlah
Tahun Penduduk x x^2 y y^2 xy Pn (Pn-Pr)^2 (Pn-P)^2
(Jiwa)
2014 568062 1 1 568062 322694435844 568062 568796 467611277 538704
2015 576067 2 4 576067 331853188489 1152134 576004 207827234 3960
2016 583487 3 9 583487 340457079169 1750461 583212 51956809 75527
2017 591134 4 16 591134 349439405956 2364536 590420 0 509388
2018 598103 5 25 598103 357727198609 2990515 597628 51956809 225252
2019 604736 6 36 604736 365705629696 3628416 604837 207827234 10100

28
Jumlah
Tahun Penduduk x x^2 y y^2 xy Pn (Pn-Pr)^2 (Pn-P)^2
(Jiwa)
2020 611353 7 49 611353 373752490609 4279471 612045 467611277 478320
Rata-Rata 590420 4 20 590420 348804204053 2390514 590420 207827234 263036
Jumlah 4132942 28 140 4132942 2441629428372 16733595 4132942 1454790640 1841251
STD 474,83
r2 1,00
r 1,00
a 561587,86

2.9.6 Penentuan Proyeksi Penduduk


Dalam menentukan metode proyeksi jumlah penduduk yang
paling mendekati kebenaran, terlebih dahulu perlu dihitung standar
deviasi dan koefisien korelasi. Nilai standar deviasi dipilih ketika
mempunyai nilai paling kecil. Sedangkan pada parameter nilai koefisien
relasi dipilih ketika mempunyai nilai yang paling mendekati 1 (satu).
Penggunaan parameter nilai korelasi pada proyeksi penduduk
menunjukkan adanya hubungan ketika mempunyai nilai mendekati 1
(satu). Adapun pada penggunaan parameter nilai standar deviasi pada
proyeksi penduduk menunjukkan seberapa besar penyimpangan yang
berada pada data sehingga jika suatu data mempunyai nilai standar
deviasi paling kecil sehingga dapat menunjukkan data tersebut paling
homogen karena mempunyai penyimpangan paling kecil.

Hasil perhitungan standar deviasi dari ketiga metode perhitungan


tersebut terdapat pada tabel berikut.
Tabel Standar Deviasi dan Koefisien Korelasi dari Hasil Perhitungan Proyeksi
Penduduk Kota Jambi

Tahun Aritmatik Geometrik Regresi Linear Eksponensial Logaritmik

2014 568062 568062 568796 568994 563511


2015 574246 574059 576004 575991 578826
2016 580431 580119 583212 583074 587785
2017 586615 586244 590420 590244 594141
2018 592800 592433 597628 597502 599072
2019 598984 598687 604837 604849 603100

29
Tahun Aritmatik Geometrik Regresi Linear Eksponensial Logaritmik

2020 605169 605007 612045 612287 606506


r^2 0,887 0,874 0,999 0,998 0,940
r 0,942 0,935 0,999 0,999 0,969
STD 4028,406 4261,306 474,826 614,553 3186,989

Dari tabel di atas, standar deviasi terkecil adalah hasil perhitungan


proyeksi dengan metode regresi linear. Jadi untuk memperkirakan jumlah
penduduk Kota Jambi 24 tahun mendatang dipilih metode regresi linear.
Dalam penentuannya, proyeksi penduduk dengan metode regresi linear
dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan di bawah berikut.
Jumlah penduduk = a + (b.x)
Dengan keterangan,
a = jumlah penduduk pada tahun pertama proyeksi
b = rata-rata pertambahan penduduk setiap tahun
x = proyeksi tahun ke-n
Hasil proyeksi jumlah penduduk Kota Jambi tahun 2021-2044
dengan metode regresi linear terdapat pada tabel berikut.
Tabel Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Jambi Tahun 2021-2044

Tahun Jumlah Penduduk X

2021 619253 8
2022 626461 9
2023 633669 10
2024 640877 11
2025 648085 12
2026 655293 13
2027 662501 14
2028 669709 15
2029 676918 16
2030 684126 17
2031 691334 18
2032 698542 19
2033 705750 20
2034 712958 21

30
Tahun Jumlah Penduduk X

2035 720166 22
2036 727374 23
2037 734582 24
2038 741791 25
2039 748999 26
2040 756207 27
2041 763415 28
2042 770623 29
2043 777831 30
2044 785039 31

Jumlah penduduk hasil proyeksi akan digunakan sebagai dasar


dalam perhitungan proyeksi kebutuhan air. Untuk keperluan proyeksi
kebutuhan air, proyeksi penduduk berdasarkan hasil analisis dari data
kependudukan BPS Kota Jambi.

31
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA DAN INVENTARISASI UNIT PENGOLAHAN

3.1 Pengertian Umum Air


3.1.1 Air
Air merupakan salah satu elemen kehidupan manusia yang sangat penting.
Seperti yang kita ketahui, bahwa banyak jenis aktvitas manusia yang
bergantung pada ketersediaan air, seperti mandi, mencuci, dan lain
sebagainya. Air sendiri dapat didefinisikan sebagai salah satu sumber daya
alam yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia serta untuk
memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar danfaktor
utama pembangunan. Hal itulah yang diungkapan pada Peraturan Pemerintah
nomor 82 Tahun 2001.
3.1.2 Air Gambut
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun
2010 mengatakan bahwa air gambut adalah air yang mencakup daerah
gambut. Air gambut secara umum tidak memenuhi persyaratan kualitas air
bersih yang distandarkan oleh Departemen Kesehatan RI. Air gambut
merupakan air permukaan hasil akumulasi sis material tumbuhan, bisanya
pada daerah berawa atau dataran rendah yang terhambat untuk membusuk
secara sempurna oleh kondisi asam dan anaerob terutama di daerah Sumatera
dan Kalimantan (Edwardo, 2014).
Dari kedua pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa air gambut memiliki
kualitas yang belum cukup baik untuk dikonsumsi oleh manusia, oleh karena
itu masih diperlukan adanya pengolahan lanjutan agar air gambut ini menjadi
air minum yang layak dan memeuhi standar baku mutu yang diakui oleh
pemerintah.
3.1.3 Air Baku dan Sumber Air Baku
Dengan mengacu pada SNI 6774:2008 tentang spesifikasi paket instalasi
pengolahan air dikatehui bahwa air baku sendiri dapat diartikan sebagai air
yang berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah, dan atau air
hujan yang memenuhi ketentuan untuk diminum. Diketahui terdapat beberapa
ketentuan yang bisa menjadi indikator kelayakan suatu sumber air,

32
dinataranya adalah kualitas dan kuantitas air yang diperlukan, kondisi iklim,
kesulitan dalam membangun intake, biaya dan lain sebagainya.
Untuk dapat memperoleh air baku kita bisa menemukannya pada beberapa
jenis sumber air, diantaranya adalah air permukaan, cekungan air tanah
bahkan jika air hujan yang memenuhi baku mutu bisa menjadi sumber air
baku. Untuk itu, akan dijelaskan mengenai masing-masing jenis sumber air
baku, diantaranya :
1. Mata Air
Agar dapat memperoleh air baku yang bersumber dari suatu mata air,
maka yang dapat kita lakukan adalah dengan cara melindungi dan
menangkap air suatu mata air dan kemudian ditampung agar dapat
disalurkan kepada masyarakat daerah tersebut.
2. Air Tanah
Selain dari mata air, kita juga dapat menemukan air bersih yang
bersumber dari air tanah atau yang dikenal dengan air arthesis. Pada
umumnya air tanah memiliki karakteristik yaitu sebagai air yang banyak
mengandung garam serta mineral yang larut bersamaan dengan air tanah
tersebut. Air hujan yang jatuh ke tanah dan masuk ke rongga-rongga
tanah juga akan bersamaan menjadi air tanah. Walaupun demikian, dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya air tanah masih memiliki kualitas yang
cukup baik , karena lapisan tanah mampu menahan mikroorganisme yang
akan masuk ke tanah dan mengontaminasi air. Air tanah sendiri masih
dapat dibagi lagi kedalam beberapa jenis air tanah, perbedaan ini didasari
pada dalam atau dangkalnya galian untuk memperoleh air. Berikut jenis-
jenis dari air tanah itu sendiri :
a. Air Tanah Dangkal
Tergolong air tanah dangkal adalah apabila air meresap dari
permukaan tanah. Seperti yang sudah diketahui bahwa pada
umumnya kulitas air tanah cenderung cukup baik dan cukup jernih,
hal ini dikarenakan lapisan tanah yang mampu menyaring partikel
atau zat berbahaya yang bersifat pencemar. Unsur kimia dalam
lapisan tanah juga dapat membantu menyaring atau meneralisir

33
partikel kimia berbahaya. Pada umumnya yang dapat tergolong air
tanah dangkal adalah air yang memiliki kedalaman kurang dari 50
meter.
b. Air Tanah Dalam
Bedanya dengan air tanah dangkal, air tanah dalam memiliki
kedalaman diatas 50m kedalam tanah. Hal ini membuat kualitas air
tanah dalam umumnya lebih baik dibandingkan air tanah dangkal.
Hal ini dikarenakan semakin sedikit zat pencemar yang dapat
mencemari atau mengkontaminasi air tanah dalam.
3. Air Hujan
Air hujan sendiri berasal dari awan yang mengalami peristiwa
menyublim, seperti yang kita tahu bahwa awan sendiri merupakan
kumpulan dari uap air. Uap air itulah yang nantinya akan turun, namun
saat turun, air hujan itu akan melewati udara dan mengalami kontaminasi
dengan benda-benda lain. Walaupun sebenarnya hujan merupakan air
yang murni, karena terkontaminasi dengan udara air hujan akan
mengalami pengotoran dengan debu dan lainnya. Oleh karena itu butuh
proses untuk memurnikan kembali air hujan, dan tidak dapat langsung
dikonsumsi. Air hujan sendiri memiliki sifat yang lunak karena tidak
mengandung larutan garam dan zat mineral.Secara kuantitas air hujan
bersifat fluktuatif bergantung pada musim . Sehingga agak sulit jika
mengandalkan air hujan sebagai satu-satunya sumber air baku.
4. Air Permukaan
Selanjutnya yang sering dijadikan sebagai sumber air baku adalah air
permukaan. Air permukaan yang mengalir di permukaan bumi sering kali
mengalami pengotoran selama proses pengaliran. Dibandingkan dengan
sumber air lain, sering kali air permukaan ini mengalami pengotoran
yang cukup berat. Diantaranya ada beberapa jenis air permukaan yang
dijadikan sebagai sumber air, yaitu :
a. Air Sungai
Air yang mengalir di permukaan bumi kadang ada yang tidak
meresap kedalam tanah, salah satuya adalah sungai. Kemudian

34
sungai akan memanfaatkan kemiringan tanah, agar air dapat
mengalir secara gravitasi. Kemudian air yang diambil dari sungai ini
akan diolah lebih lanjut agar dapat menjadi air minum yang layak
dan sesuai standar baku mutu air minum.
b. Air Danau
Selanjutnya ada juga air permukaan yang dapat dijadikan sebagai
salah satu sumber air bersih. Yaitu adalah air danau yang berasal dari
air hujan yang turun ke bumi ataupun air tanah yang keluar dari
permukaan tanah, kemudian akan terkumpul pada suatu daerah
dengan bentuk cekung. Selain air danau, biasanya ada juga air
waduk yang sering digunakan sebagai sumber air.
3.2 Persyaratan Umum Penyediaan Air Bersih
Dalam perencanaan penyediaan air bersih pada daerah pelayanan
dibutuhkan sebuah konsep yang harus diterapkan. Konsep tersebut diharapkan
dapat menjadi dasar dalam perencanaan penyediaan air bersih. Dengan konsep
tersebut dapat dikenal juga dengan 3K yang terdiri dari Kualitas, Kuantitas, dan
Kontinuitas. Pada konsep kualitas pada penyediaan air bersih ditujukan sebagai
acuan dasar dalam mutu air baik dari air baku maupun air dari hasil pengolahan
yang siap didistribusikan. Pada konsep kuantitas pada penyediaan air bersih
ditujukan sebagai acuan dasar dalam debit air. Dengan debit air menunjukkan
jumlah atau ketersediaan air baku sehingga perancangan pelayanan air dapat
tersedia sampai beberapa tahun untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat.
Adapun pada konsep kontinuitas pada penyediaan air bersih ditujukan sebagai
acuan dasar dalam pelayanan air yang konsisten sehingga dapat menyediakan
kebutuhan air secara terus menerus tanpa dipengaruhi oleh gangguan eksternal
seperti musim kemarau atau lainnya.
3.2.1 Persyaratan Kualitas
Dalam rangka memenuhi konsep kualitas pada penyediaan air bersih sehingga
dibutuhkan batasan persyaratan kualitas dalam perencanaannya. Adanya
persyaratan kualitas pada perencanaan bertujuan untuk menjamin hasil
maupun proses pengolahan air yang efektif dan efisien sehingga dapat
digunakan secara aman, higienis, dan bebas dari penyakit. Dengan

35
persyaratan kualitas pada penyediaan air mencakup kualitas pada
mutu/kualitas dari air, air baku maupun air hasil olahan. Persyaratan yang
sering digunakan pada penyediaan air yaitu Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 20 tahun 1990, Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 tahun
2010, Peraturan Menteri No. 416 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No.
82 tahun 2001. Secara umum, persyaratan kualitas air dapat dijabakan
menjadi beberapa persyaratan yang terdiri dari :
1. Persyaratan fisik air
Pada persyaratan fisik memuat beberapa parameter yaitu :
a. Bau
Adanya bau dalam air umumnya disebabkan karena terdapat
senyawa-senyawa kimia yang dapat menghasilkan bau seperti H2S,
NH3, fenol, klorofenol, dan senyawa aromatik lainnya. Selain itu,
adanya bau dalam air juga dapat disebabkan karena terdapat
pembusukan senyawa organik oleh mikrooganisme dalam air
sehingga dapat menimbulkan bau tidak sedap serta menggangu
estetika. Dalam pengukurannya, bau secara kuantitatif sulit untuk
indetifikasi. Hal ini dikarenakan adanya bau dalam air dapat bersifat
subjektif.
b. Kekeruhan
Kekeruhan dalam air umumnua disebabkan karena terdapat senyawa
padatan tersuspensi atau Total Suspended Solid (TSS) di dalam air
merupakan zat organik maupun anorganik. Pada zat organik
kebanyakan didapat dari pelapukan batuan atau logam. Dalam
pengukurannya, kekeruhan biasanya ditentukan dari NTU.
Kekeruhan maksimum yang dapat diijinkan dalam air adalah 5 NTU.
Adanya kekeruhan yang tinggi dalam air sangatlah tidak baik dalam
penyediaan air. Hal ini dikarenakan kekeruhan dapat menggangu
estetika dan menghambat proses desinfeksi dengan menghalangi
kontak desinfektan dengan mikrooganisme.

36
c. Rasa
Pada penggunaan air minum/air bersih seharusnya tidak boleh
memiliki rasa. Adanya rasa pada air mengindetifikasikan terdapat zat
penyebab rasa yang mungkin dapat berbaya bagi Kesehatan.
d. Warna
Pada penggunaan air minum seharusnya tidak mempunyai warna,
bening, dan jernih. Persyaratan tersebut bertujuan untuk menjaga
estetikan dan juga mencegah adanya indikasih keracunan dari zat
kimia dan organisme yang mempunyai warna. Adanya warna dalam
air umumnya dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu warna semu (apparent
color) dan warna sejati (true color). Pada warna semu dalam air
diakibatkan karena terdapat partikel tersuspensi. Sedangkan pada
warna sejati dalam air diakibatkan karena partikel terlarut.
e. Suhu
Pada persyaratan fisik pada suhu dalam air sebaiknya mempunyai
suhu udara rata-rata sebesar 25 oC dengan batas toleransi yang
dizinkan sebesar ± 3 oC. Adanya suhu yang ditentukan dalam air
bertujuan untuk mencegah adanya pelarutan zat kimia pada pipa,
menghambat reaksi biokimia pada pipa serta menghambat
pertumbuhan mikrooganisme. Hal ini dikarenakan ketika air
mempunyai suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan jumlah
oksigen terlarut semakin berkurang sehingga dapat mengakibatkan
potensi adanya reaksi dalam air.
2. Persyaratan kimia air
Pada persyaratan kimia air memuat beberapa parameter yaitu :
a. PH
PH ialah hal yang dapat memberi informasi mengenai konsentrasi ion
H+ di dalam air. Untuk persyaratan air minum, PH yang
diperbolehkan ialah dalam rentang 6,5-8,5. Hal ini dikarenakan jika
pH terdapat diluar rentang tersebut maka akan memberi dampak
buruk pada instalasi seperti pipa maupun bangunan lainnya.

37
b. Zat padat total (Total Suspended Solid)
Total Suspended Solid atau zat padat total ialah zat yang tertinggal
karena penguapan dan pengeringan di rentang suhu 103 – 105 oC.
c. Zat organic sebagai KMnO4
Zat organik yang terdapat di dalam air umumnya berasal dari alam
seperti tumbuh-tumbuhan, alkohol, fermentasi, dsb. Zat organik yang
berlebihan dapat mengakibatkan bau tak sedap. Zat organik di dalam
air sering dinyatakan dengan KMnO4 atau angka permanganate
karena pada saat pengujian, zat organik tidak diuji secara spesifik apa
saja zat organik yang terdapat pada air.
d. CO2 Agresif
Co2 agresif ialah Co2 bebas yang berlebih dan bersifat korosif yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada instalasi pengolahan air seperti
jaringan perpipaan.
e. Kesadahan total
Sifat air yang disebabkan oleh kation bervalensi 2 seperti Ca2+, Mg2+,
Fe2+ dan sebagainya dinamakan kesadahan. Kesadahan yang
diakibatkan oleh ion-ion Ca2+ dan Mg2+ dinamakan kesadahan total.
Air yang sadah dapat mengakibatkan pemakaian sabun pencuci yang
berlebih karena air yang sadah dapat membentuk busa, selain itu air
sadah juga dapat mengakibatkan scalling pada jaringan perpipaan.
f. DCIP (Fe)
DCIP yang terdapat dalam air dapat bersifat terlarut atau mengendap,
hal ini didasarkan oleh ketersediaan oksigen yang ada di dalam air.
Jika pada kondisi aerob, DCIP akan terlarut dalam bentuk Fe2+, dan
jika air berkontak dengan oksigen Fe2+ akan teroksidasi menjadi Fe3+
yang berkemungkinan untuk mengendap dan dapat mengakibatkan
perubahan warna air yaitu menjadi kekuningan.
g. Mangan (Mn)
Tidak jauh berbeda dengan DCIP, mangan pun jika di dalam air dapat
berbentuk terlarut atau endapan bergantung kepada keberadaan
oksidator yang ada pada air. Batas maksimal kadar mangan yang

38
diperbolehkan ialah 0,1 mg/l. Jika lebih dari 0,1 mg/l akan
mengakibatkan flek hitam pada benda putih, menimbulkan rasa dan
dapat mengakibatkan perubahan warna menjadi kehitaman keunguan
pada air.
h. Tembaga (Cu)
Batas maksimal tembaga yang diperbolehkan ialah 1 mg/l, jika lebih
dari 1 mg/l akan mengakibatkan rasa tidak enak pada lidah, selain itu
juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan seperti gejala ginjal,
muntabel, ousing dan sebagainya.
i. Seng (Zn)
Batas maksimal seng yang diperbolehkan ialah 3 mg/l, jika lebih dari
angka tersebut, dapat mengakibatkan keracunan, selain itu pada air
minum dapat mengakibatkan rasa kesat atau pahit jika dikonsumsi
dan jika dimasak dapat menimbulkan endapan yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan seperti muntaber.
j. Klorida
Kandungan klorida yang digunakan sebagai disinfektan umumnya
sebesar 250 mg/l, jika lebih dari dari 250 mg/l akan mengakibatkan
rasa asin dan juga korositas pada logam.
k. Nitrit
Nirtrit di dalam air yang berlebihan dapat mengakibatkan
methemoglobinema yang dapat mengakibatkan hemoglobin
mengikan nitrit yang seharusnya mengikat oksigen, hal ini akan
mengakibatkan perubahan warna menjadi kebiruan pada tubuh,
umumnya dialami oleh bayi yang mengonsumsi nitrit dengan kadar
tinggi.
l. Fluorida
Salah satu manfaat fluorida ialah fluorida dapat membantu
pembentukan gigi, kekurangan akan fluorida akan mengakibatkan
kropos pada gigi, dan jika kelebihan akan mengakibatkan perubahan
warna menjadi kecoklatan pada gigi.
m. Logam-logam berat (Pb, As, Se, Cd, dan Hg)

39
Keberadaan logam-logam berat seperti Pb, As, Se, dan sebagainya
pada air dapat berdampak buruk pada kesehatan karena dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan pada jaringan syaraf,
pencernaan, dan sebagainya.
3. Persyaratan mikrobiologis
Persyaratan mikrobiologis merupakan syarat yang penting untuk
menunjukkan kualitas. Hal ini dikarenakan adanya kandungan
mikrobiologis dapat mempengaruhi seberapa baik mutu air yang
digunakan. Dengan persyaratan biologis umumnya melihat beberapa
parameter yang terdiri dari :
a. Bakteri patogen
Dalam penggunaan air seharusnya tidak mengandung bakteri
pathogen seperti bakteri yang temasuk dalam kelompok coli
(Salmonella Typhi, Vibrio Cholerae, dan lain-lain). Adanya bakteri
patogen dalam air dapat mengakibatkan penyakit sehingga bakteri
tersebut harus dihilangkan. Selain itu, bakteri tersebut juga sangat
mudah tersebar melalui air. Oleh karena itu, adanya bakteri patogen
menjadi persyaratan yang penting dalam kualitas air untuk menjamin
mutu air yang digunakan.
b. Bakteri non patogen
Dalam penggunaan air juga seharusnya tidak mengandung bakteri
non patogen. Hal ini dikarenakan dapat mempengaruhi kualitas air
menjadi buruk. Adapun contoh bakteri non patogen dalam air seperti
Actinomycetes, Phytoplankton coliform, Cladocera dan lain – lain.
4. Persyaratan radioaktif.
Persyaratan radioaktif merupakan syarat yang juga penting untuk
menunjukkan kualitas. Hal ini dikarenakan adanya kandungan radioaktif
dapat memancarkan zat tersebut sehingga dapat membahayakan pengguna
air. Oleh karena itu, air seharusnya tidak mengandung zat
radioaktif.seperti sinar alfa, beta, dan gamma.

40
3.2.2 Persyaratan Kuantitas
Dalam rangka memenuhi konsep kuantitas pada penyediaan air bersih
sehingga dibutuhkan batasan persyaratan kuantitas dalam perencanaannya.
Persyaratan kuantitas dalam air bertujuan untuk memastikan pelayanan air
dapat menyediakan jumlah air sesuai dengan kebutuhan air yang berada di
daerah pelayanan. Selain itu, persyaratan kuantitas juga dapat memastikan
penyediaan air di masa kini dan di masa mendatang sesuai dengan yang
direncanakan. Oleh karena itu, dalam pesyaratan kuantitas dibutuhkan analisa
pertumbuhan penduduk sehingga dapat menentukan proyeksi penduduk yang
dapat menyesuaikan dengan kebutuhan pelayanan dari instalasi yang akan
direncanakan.
3.2.3 Persyaratan Kontinuitas
Dalam rangka memenuhi konsep kontinuitas pada penyediaan air bersih
sehingga dibutuhkan batasan persyaratan kontinuitas dalam perencanaannya.
Persyaratan kontinuitas dalam air bertujuan untuk memastikan pelayanan air
dapat menyediakan jumlah air secara terus menerus atau kontinu selama 24
jam. Untuk konsep ini pada daerah pelayanan di indoensia masih sangat sulit
untuk tercapai. Oleh karena itu, umumnya pengaliran air diprioritaskan pada
jam yang berada pada pemakaian puncak dengan setidaknya 12 jam sehari.
Adanya kontinuitas dalam air merupakan aspek yang sangat penting dalam
penyediaan air. Hal ini dikarenakan melihat jumlah kebutuhan periode
pemakaian yang sangat variative sehingga diperlukan sebuah infrastruktur
sebagai pembantu seperti reservoir dan pompa. Dengan adanya infrastruktur
tersebut diharapkan dapat membantu pengaliran setiap saat.
3.3 Unit Pengolahan
3.3.1 Pra Pengolahan
3.3.1.1 Screening
Tahap pra pengolahan akan dimulai dengan kegiatan screening. Kegiatan
ini bertujuan untuk memisahkan benda-benda pengotor yang terdapat pada
air baku, seperti daun, ranting-ranting pohon, kertas maupun sampah-
sampah. Saringan yang digunakan untuk unit screening adalah jenis
saringan kasar atau yang dikenal dengan istilah coarse screen. Proses
screening ini berperan besar dalam membersihkan air baku, terutama untu

41
membuang sampah dan jenis pengotor lainnya. Screening juga dapat
mencegah terjadinya penyumbatan pada saluran dan unit pengolahan
berikutnya juga termasuk pompa serta valve atau katup.
3.3.1.2 Pre- Klorinasi
Proses penambahan klor pada air baku ini utamanya bertujuan untuk
menghilangkan kadar mangan dan besi yang terkandung di dalam air.
Senyawa besi yang masih terlarut dalam air perlu dioksidasi kemudian
diendapkan melalui proses pre-klorinasi ini, lalu baru dapat disisihkan pada
saat proses sedimentasi dan filtrasi berikutnya. Sama halnya untuk
penyisihan mangan, senyawa tersebut juga dapat dihilangkan dengan proses
pre-klorinasi. Besi dan mangan menjadi senyawa yang penting untuk
disisihkan, hal ini dikarenakan kandungan besi dan mangan dapat
mengganggu proses desinfeksi karena adanya kemungkinan terbentuk
ikatan antara senyawa desinfektan dengan besi-mangan tersebut.
Selain itu, klor dalam air juga dapat bereaksi ammonia, reaksi antar klor dan
ammonia ini dapat menyisakan kandungan klor di dalam air , dimana sisa
klor dalam air dapat dibuat kurva hubungan dengan dosis klor yang
digunakan.
Berikut rekasi kimia yang akan terjadi apabila klor bereaksi dengan mangan
dan besi yang terdapat di dalam air adalah

Pada pelaksanaanya secara riil di lapangan, proses pembubuhkan klor ini


akan dilkukan antara bak penenang dengan unit koagulasi. Hal ini
dikarenakan agar waktu kontak antara kedua senyawa itu cukup baik,
sehingga klor dapat mengoksidasi dengan lebih baik. Selain itu hal ini juga
dilakukan atas dasar pertimbangan agar klor tidak bereaksi dengan koagulan
yang akan dibubuhkan pada saat proses koagulasi.
3.3.1.3 Prasedimentasi
Selanjutnya air baku akan diolah di unit selanjutnya yang dikenal dengan
nama unit prasedimentasi. Pada unit prasedimentasi ini akan dilakukan
proses pengendapan secara alami tanpa menggunakan bantuan zat kimia

42
apapun, hal ini dikarenakan partikel yang terkandung dalam air baku
bersifat non flokulen. Tujuan utama dari unit ini adalah untuk menurunkan
kekeruhan, sehingga lebih mudah diolah pada proses selanjutnya. Semakin
tinggi berat kontaminan dan semakin besar ukurannya di dalam air baku
tersebut, maka kecepatan partikel mengendap juga akan semakin tinggi.
Meskipun pada umumnya waktu pengendapan akan berlangsung selama
sekitar 4-8 jam saja dengan kecepatan sekitar 20-70 m/hari.
Seperti yang kita ketahui bahwa fungsi utama dari unit sedimentasi ini
adalah untuk mengendapkan benda-benda tersuspensi seperti pasir kasar
dan halus serta lumpur. Sebelumnya juga terdapat bak penenang dengan
tujuan untuk mengstabilkan tinggi muka air yang masuk melalui pipa unit
intake. Melalui unit air baku akan ditampung untuk sementara dan
dikendalikan jumlahnya agar tidak terjadi penumpukkan di unit pengolahan
berikutnya.
Apabila air baku tidak mengandung partikel-partikel yang berukuran
diskrit, maka unit prasedimentasi ini tidak akan dibutuhkan lagi. Proses
pengendapan ini umumnya dilakukan pada bak yang berukuran besar, dan
diiringi dengan aliran air yang laminar, dan dengan waktu detensi selama 2-
4 jam sehingga lumpur dapat mengendap dalam rentang waktu tersebut.
Umumnya bentuk bak prasedimentasi ini adalah segiempat dan lingkaran
(circular).
Pada umumnya bak sedimentasi yang ideal biasanya terbagi atas 4 zona
yang berbeda, diantaranya adalah :
- Zona Inlet : Pada zona ini, aliran air terdistribusi secara tidak merata dan
melintas secara melintang di bak, aliran air mengarang pada zona outlet.
- Zona pengendapan : Zona inilah pengendapan utama terjadi.
- Zona lumpur : terjadi akumulasi endapan lumpur, dan lumpur akan
menetap di zona ini.
- Zona outlet : partikel terendapkan pada bagian melintang dan siap
mengalir menuju keluar bak.
Untuk membangun bak sedimentasi sendiri, ada beberapa criteria desain
yang harus terpenuhi, diantaranya adalah :

43
- Bentuk bak bulat atau persegi panjang
- Pipa untuk overflow sebanyak 1,5x debit inflow.
- Waktu detensi > 1,5 menit.
3.3.1.4 Aerasi
Aerasi sendiri dapat dilakukan secara 3 jenis, diantaranya yaitu :
1. Aerasi alami à Kontak antara air dan udara terjadi secara alami
dikarenakan pergerakan air yang terjadi secara alami. Metodenya yaitu
bisa dengan aerator, waterfalls.
2. Aerasi difusi à udara dimasukkan kedalam air menggunakan bantuan
diffuser. Kemudian udara tersebut akan membentuk gelmbung yang
bisa berupa gelembung halus ataupun kasar.
3. Aerasi mekanik à proses berupa pengadukan alat agar air dan udara
saling mengalami kontak. Berikut adalah beberapa standar perencanaan
dalam aerasi menurut Kawamura, yaitu :
- Kecepatan aliran à 0,6 - 3 menit
- 1 mg O2 dapat menyisihkan 7mg Fe dan 3,4 mg Mn.
Tujuan utama dari aerasi ini sendiri adalah untuk menyisihkan komponen
atau pengotor yang bersifat volatil dan konsentrasinya melebihi kapasitas
konsentrasi jenuhnya. Biasanya ada juga beberapa senyawa organic yang
bersifat racun atau toksik, salah satu guna dari proses aerasi ini adalah untuk
menyingkirkan partikel-partikel tersebut.
3.3.2 Pengolahan Inti
3.3.2.1 Koagulasi dan Flokulasi
Pada proses koagulasi, air limbah akan diaduk secara cepat secara mekanis,
hidrolik atau flotasi dengan nilai energi tertentu, dan ditambahkan zat kimia
tertentu (koagulan) sehingga membentuk flok halus yang dapat diendapkan.
Pencampuran cepat dirancang untuk mempercepat dan menyebarkan bahan
kimia (koagulan) melalui air yang diolah. Koagulan yang umum digunakan
adalah aluminium sulfat, besi sulfat, besi sulfat, PAC dan sebagainya.
Koagulasi dan flokulasi adalah proses kimia di mana koagulan ditambahkan
untuk memisahkan partikel atau zat koloid yang tersuspensi dalam air.

44
Partikel koloid yang dipisahkan oleh proses kimia atau zat dalam suspensi
adalah koloid yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik.
Polialuminum klorida [Al13 (OH) 22. (SO4) 2.Cl15] membutuhkan kisaran
pH 4,5, 7 digunakan sebagai koagulan.
Ferrous Sulfate [FeSO4] membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion
hidroksida agar dapat bereaksi dengan cepat. Biasanya senyawa Ca(OH)2
dan NaOH ditambahkan untuk menaikkan nilai pH untuk mengendapkan
ion Fe2+ menjadi Fe(OH)3. Agar reaksi dapat terjadi, pH harus naik di atas
7,0 menjadi 9,5. Selain itu, besi sulfat digunakan dengan mereaksikan
dengan klorin pada pH sekitar 4.
Proses flukasi air baku ini bertujuan untuk menyisihkan SS dan BOD sisa
dar pengolahan fisik, serta agar kinerja unit secondary-clarifier dapat lebih
efektif dari sebelumnya. Walaupun memiliki banyak manfaat dan
kelebihan, unit koagulasi –flokulasi ini juga banyak memiliki kekurangan,
diantaranya adalah :
- Membutuhkan bahan kimia untuk proses pengolahannya
- Kerja unit tergantung pada kondisi Ph saat itu
- Terbentuk lumpu B3 hasil dari pengolahan dan butuh penanganan
lanjutan untuk lumpur tersebut.
Berikut kriteria desain dari unit koagulasi-flokulasi menurut SNI 6774 :
2008

45
Tabel 3. 1 Kriteria Desain Proses Flokulasi

(Sumber : SNI 6774 : 2008)


3.3.2.2 Filtrasi
Secara umum, berdasarkan jumlah air yang hendak diolah terdapat 2 jenis
unit filtrasi, yaitu :
a. Saringan Pasir Cepat
Tipe filtrasi ini akan cocok untuk influent yang memiliki tingkat kekeruhan
berkisar antara 5-10 NTU, sehingga efisiensi dari filtrasinya bisa berhasil
sebanyak 90-98%. Untuk kecepatan filtrasinya sendiri berjalan sekitar 4 –
21 m/jam. Bagian dari unit saringan pasir cepat ini terdiri atas:
1. Bak filter à proses filtrasi berlangsung, ukuran bak sendiri tergantung
pada jumlah olahan yang akan diolah.
2. Media filter à biasanya merupakan butiran yang akan membentuk pori-
pori antar butiran tersebut. Diantara pori-pori inilah proses
penyaringan terjadi.
Kelebihan dari unit filtrasi pasir cepat ini adalah tidak membutuhkan lahan
yang terlalu luas untuk membangun unit pengolahan ini serta proses
pengolahan berlangsung dalam waktu yang cepat. Namun kekurangan dari

46
unit rapid sand filter ini adalah tingginya biaya konstruksi dan butuh tenaga
untuk merancang serta mengoperasikan unit tersebut.
Kriteria desain dari unit rapid sand filter ini menurut SNI 19-6774-2002
adalah :
Tabel 3. 2 Kriteria Desain Filtration Bed

(Sumber: SNI 19-6774- 2002)


b. Saringan Pasir Lambat
Kecepatan penyaringan yang lambat ini disebabkan oleh ukuran pasir yang
lebih kecil. Untuk penyaringan sendiri membutuhkan waktu sekitar 0.1-0.1
m/jam. Sebelum filtrasi, air baku pada umumnya akan melewati unit pra-
sedimentasi. Unit ini cocok untuk mengolah air baku yang cenderung
memiliki bahan organic dan organism yang relative rendah, dan cocok untuk
air dengan tingkat kekeruhan dibawah 50 NTU.

47
Kelebihan dari unit filtrasi pasir lambat ini adalah biaya konstruksi yang
rendah, pengoperasian alat dapat dilakukan secara sederhana, tidak ada
penggunaan bahan kimia dan tidak diperlukan banyak air karena tidak ada
pencucian atau backwash. Namun, tentunya unit ini juga memiliki beberapa
kekurangan, diantaranya adalah butuh lahan yang relative besar.
Berikut criteria desain unit saringan pasir lambat menurut SNI 196774-
2002 adalah :
Tabel 3.3 Kriteria Desain Filtrasi Lambat

(Sumber : SNI 19-6774-2002)

3.3.2.3 Sedimentasi
Proses sedimentasi beertujuan untuk menyisihkan partikel berupa padatan
dengan cara diendapkan. Bak untuk proses sedimentasi ini diberi nama
sebagai bak pengendapan atau settling basin. Bak sedimentasi dapat disebut

48
efektif dikarenakan kecepatan aliran terjadi secara perlahan dan turbulensi
terjadi dalam jumlah yang kecil sehingga menimbulkan kemungkinan error
yang sangat kecil. Karakteristik dari partikel diskrit sendiri dapat ditentukan
berdasarkan nilai densitas, bentuk, serta ukuran dari partikel tersebut.
Kriteria desain untuk unit sedimentasi sendiri dapat ditemui pada SNI 6774
: 2008 :
Tabel 3. 4 Kriteria Desain Proses Sedimentasi

(Sumber : SNI 6774 : 2008)


3.3.1 Pengolahan Lanjutan
3.3.3.1 Ozon
Ozon ialah oksidator kuat yang dapat mengoksidasi senyawa
organik maupun anorganik dalam. Adanya ozon dalam air dapat
berperan sebagai disinfektan. Hal ini dikarenakan mikrooganisme
dalam air menjadi target oksidasi sehingga dapat membunuh virus,
bakteri, jamur, maupun mikroganisme lainnya dengan cepat. Ozon
dalam air dapat menghasilkan radikal bebas yang dapat
menginaktivasi mikrooganisme. Selain itu, ozon dalam air air dapat

49
mempengaruhi permeabilitas, aktivitas enzim, dan DNA dari
bakteri. Ozon dapat mulai bekerja dalam air ketika ozon diinjeksi
kedalam air sehingga menghasilkan reaksi seperti pada gambar
dibawah berikut

Gambar 3. 1 Skema Reaksi Ozon pada Air


(Sumber : Buku Water Quality and Treatment oleh David Stephenson)

Ozon dapat diproduksi dengan menggunakan generator on-site.


Penggunaan generator pada ozon disebabkan karena mempunyai
tingkat peluruhan yang tinggi. Dalam proses desinfeksi dengan
menggunakan ozon dapat dibagi menjadi 4 (empat) komponen
dasar. Komponen tersebut terdiri dari gas feed, ozone, generator,
ozone contactor, dan off gas destruction. Dengan proses desinfeksi
ozon dapat dilakukan dengan melakukan injeksi yang dapat dilihat
pada gambar dibawah berikut.

50
Gambar 3. 2 Skema Sistem Injeksi Ozon
(Sumber : Buku Water Quality and Treatment oleh David
Stephenson)
Dalam penerapannya, kebutuhan ozon untuk proses desinfeksi
dipengaruhi oleh beberapa kandungan yang terdiri dari natural
organic matter, synthetic organic compound, ion bromide, dan ion
bikarbonat/karbonat. Dengan efisiensi pada proses desinfeksi ozon
dapat dilihat pada tabel dibawah berikut.
Tabel 3. 5 Nilai CT untuk Inaktivasi Virus

Inaktivasi
Desinfeksi Unit
2 log 3 log 4 log
Ozon mg.min/L 0,5 0,8 1
(Sumber : Guidance Manual for Compliance with the Filtration and
Disinfection Requirements for Public Works Systems Using
Surface Water Systems)
Tabel 3. 6 Nilai CT untuk Inaktivasi Kista Giardia

Desinfeks Inaktivasi
Unit
i 0.5 log 1 log 1.5 log 2 log 2.5 log 3 log

51
mg.min/
Ozon 0.23 0.48 0.72 0.95 1.2 1.43
L
(Sumber : Guidance Manual for Compliance with the Filtration and
Disinfection Requirements for Public Works Systems Using
Surface Water Systems)
Dalam penggunaannya, proses disinfeksi dengan ozon mempunyai
kelebihan yang terdiri dari:
1.Dapat membunuh organisme di air yang mempunyai sifat
bakterisda, algasida, fungisida, dan virucida.
2.Dapat menghilangkan bau dan rasa yang umumnya diakibatkan
oleh komponen organik dan anorganik yang berada dalam air
3. Tidak menghasilkan bau atau rasa yang umumnya terjadi pada
penggunaan bahan kimia lain untuk pengolahan.
Namun pada proses disinfeksi ozon mempunyai kekurangan yang
terdiri dari :
1.Penggunaan dosis ozon dalam air relatif sulit dikontrol. Hal ini
dikarenakan gas ozon bersifat tidak stabil dan dapat lenyap
tanpa sisa dalam beberapa menit.
2. Memiliki biaya investasi dan operasional cukup besar
3.3.3.2 Klorinasi
Klorinasi pada pengolahan air merupakan proses pemberian
senyawa klorin dalam air untuk proses purifikasi air. Selain itu,
klorinasi dalam air dapat membunuh bakteri maupun
mikrooganisme (amoeba, ganggang, dan lain-lain) dan juga dapat
mengoksidasi ion-ion logam serta memecah molekul organisme
(warna). Dalam proses pengolahan dengan klorinasi terjadi reduksi
klor menjadi molekul klorida (Cl-) sampai tidak mempunyai daya
desinfeksi. Jika suatu air dapat mengandung zat ammonia maka klor
dapat bereaksi dengan zat tersebut sehingga dapat menurunkan
proses desinfeksi. Hal ini dikarenakan zat ammonia dan klor atau
hipoklorit dapat bereaksi dan membentuk senyawa monokloramin
dan dikloramin. Pembentukan senyawa tersebut tergantung dari pH

52
dan dosis klor dengan melihat pertimbangan pada konsentrasi
pereaksi dan suhu.
Dalam penerapannya, pengolahan klor dalam air bekerja dengan
merusak sel dalam 2 (dua) cara yang terdiri dari perusakan
kemampuan permeabilitas sel dan perusakan asam nukleat dan
enzim. Dalam proses klorinasi mempunyai kriteria yaitu air harus
jernih dan tidak keruh. Adanya kriteria tersebut bertujuan untuk
memimalisir proses klorinasi. Dengan kebutuhan klorin yang
digunakan harus diperhatikan agar dapat efektif untuk mengoksidasi
bahan-bahan organik dan membunuh kuman patogen serta
meninggalkan sisa klorin bebas dalam air. Umumnya batas klorin
dalam air sebesar 0,2 mg/l.

Gambar 3. 3 Skema Sistem Injeksi Gas Klorin

(Sumber : Buku Water Quality and Treatment oleh David


Stephenson)
Dalam penggunaannya, proses klorinasi mempunyai kelebihan yang
terdiri dari :
1.Mudah disimpan dan diangkut
2.Mudah ditemukan dalam pasaran
3.Mudah larut dalam air
4.Harga relatif murah
5.Proses pengolahan cenderung efektif

53
Namun pada proses klorinasi mempunyai kekurangan yang terdiri
dari :
1.Adanya kontak klorin dengan ibu hamil sebelum melahirkan
dapat meningkatkan resiko kelainan janin
2.Meminum air dengan kandungan klorin cukup besar dapat
mengakibatkan terkenanya penyakit kandung kemih, dubur
maupun usus besar
Umumnya penggunaan proses klorinasi terjadi di unit chlorine
contact chamber. Unit tersebut merupakan unit yang mempunyai
sumber air dari clarifier untuk dilakukan proses klorinasi atau
desinfeksi. Dengan unit tersebut dapat dioperasikan dengan
menggunakan chlorinemetering pump untuk memompakan larutan
klorin ke dalam bak klorinasi, lalu output dari unit tersebut dapat
dialirkan ke badan air. Di Indonesia mempunyai kriteria desain
untuk unit tersebut dari Standar Nasional Indonesia 6774 :2008.
Kriteria desain dari unit tersebut terdiri dari :
1.Periode pengisian bak pelarut = 24 jam
2.Konsentrasi larutan = 5%
3.Berat jenis kaporit 60%, Cl2 (ρCI) = 0,88 kg/lt
4.Efisiensi pompa (η) Parameter: 75%
5.Sisa Klor yang diharapkan = 0,2 -0,3 mg/l

Gambar 3. 4 Ilustrasi Chlorine Contact Chamber

(Sumber : Buku Water Quality and Treatment oleh David


Stephenson)

54
3.3.2 Pengolahan Lumpur
Pengolahan lumpur merupakan suatu unit pengolahan yang
mempunyai prinsip untuk mengurangi kadar air, dan menstabilkan
serta menghilangkan mikrooganisme patogen. Umumnya pengolahan
ini merupakan unit yang cukup fundamental sehingga menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari suatu instalasi pengolahan air limbah.
Dalam pengolahannya, pengolahan ini mempunyai sistem penanganan
dan pembuangan lumpur yang dapat terdiri dari pemadatan
(thickening), stabilisasi (stabilization), pengeringan (dewatering), dan
pembuangan (disposal). Adapun dibawah ini beberapa
teknologi/metode yang dipakai dalam pengolahan lumpur.
3.3.4.1 Unit Pengental Lumpur
Unit pengental lumpur dalam pengolahan lumpur umumnya
menggunakan unit gravity thickerner. Unit tersebut menggunakan
metode thickening yang memanfaatkan gaya gravitasi untuk
memisahkan air dari dalam sludge dengan menggunakan
pengendapan. Dalam penerapannya, unit ini mirip dengan
secondary clarifier pada sistem lumpur aktif. Unit ini biasanya
menggunakan tipe yang dilakukan secara mekanis. Dengan unit
tersebut dilakukan dengan memasukkan lumpur dari bak pertama
dan akan dipindahkan dengan pompa menuju bak pengaduk untuk
dipekatkan. Pengadukan pada bak tersebut dilakukan secara
perlahan dan dilakukan dengan pengaduk mekanis. Setelah lumpur
sudah pekar, lalu dikumpulkan ke dalam ruang lumpur. Kmeudian
lumpur dipindahkah ke digester dengan dipompa untuk direduksi
massanya. Setelah itu, supernatant akan keluar melalui pelimpah.
Selanjutnya alirannya akan diteruskan menuju pengolahan sekunder
untuk direduksi zat organiknya.
Dalam penggunaannya, unit ini mempunyai kelebihan yaitu mudah
dalam pengoperasian dan perawatannya. Namun mempunyai
kekurangan yaitu seringkali muncul lumpur yang naik ke atas

55
(floating sludge). Hal ini dikarekan karena lumpur tidak cepat
dikeluarkan dan terlalu lama berada di dalam bak lumpur. Adanya
kondisi ini dapat mengakibatkan kondisi anaerobik sehingga dapat
menghasilkan gas yang dapat menyebabkan lumpur naik ke atas
pemurkaan. Adapun ciri-ciri lumpur-lumpur tersebut ialah berbau
dan mempunyai warna hitam. Di Indonesia, unit tersebut
mempunyai kriteria desain dari Standar Nasional Indonesia 6774
:2008. Kriteria desain dari unit tersebut terdiri dari :
1.Solid loading flux
2.Luas permukaan minimum berdasarkan hydraulic loading atau
solid loading
3.Kedalaman side water biasanya 3 meter
4.Waktu detensi sekitar 24 jam
3.3.4.2 Unit Stabilisasi
Unit stabilisasi dalam pengolahan lumpur umumnya menggunakan
unit aerobic digester. Unit tersebut mempunyai prinsip yang sama
dengan proses lumpur aktif pada pengolahan air limbah yaitu dapat
mendegradasi senyawa organic dalam lumpur secara aerobic. Dalam
proses pengolahannya, unit ini mempunyai proses stabilisasi aerobik
yang dilakukan dalam suatu tangki terbuka. Dengan proses tersebut
dapat dilakukan sebelum atau sesudah dilakukan proses pengeluaran
air dari lumpur. Adapun metode stabilisasi aerobic lumpur yang
sudah dilakukan proses pengeluaran air berupa pengomposan.
Dalam penggunaannya, unit ini mempunyai kelebihan yaitu
mempunyai pengoperasian dan pengontrolan relative lebih mudah.
Namun mempunyai kekurangan yaitu banyak membutuhkan energi.
Hal ini dikarenakan pada unit ini membutuhkan sistem yang
membutuhkan energi listrik untuk menghasilkan oksigen. Di
Indonesia, unit tersebut mempunyai kriteria desain dari Standar
Nasional Indonesia 6774 :2008. Kriteria desain dari unit tersebut
terdiri dari :
1.Beban Stabilisasi sebesar 1.6 – 4.8 kg/m3

56
2.Waktu Retensi selama 10-15 hari
3.Minimal mempunyai DO sebesar 1-2 mg/L
4.Hasil Pemekatan Lumpur Kimia – Fisika
• Padatan Kering sebanyak 5-7%
• Kandungan Air sebanyak 93 – 97.5 %
5.Hasil Pemekatan Lumpur Kimia-Fisika-Biologi
• Padatan Kering sebanyak 1.5 – 4%
• Kandungan Air sebanyak 96 – 98.5%
3.3.4.3 Unit Dewatering
Unit dewatering dalam pengolahan lumpur umumnya menggunakan
unit sludge drying bed. Adanya unit sludge drying bed dapat
menampung lumpur pengolahan baik dari proses kimia maupun
proses biologi serta dapat memisahkan lumpur yang berampur
dengan air. Dengan pemisahannya dilakukaan dnegan menggunakan
proses penguapan dari energi penyinaran matahari. Adapun
penguranagan kandugnan air dalam lumpur dilakukan dengan
sistem pengeringan alami yang dapat mengakibatkan air akan keluar
melalui saringan dan penguapan. Dalam penerapannya, air akan
keluar dari saringan dan terjadi kecepatan pengurangan air yang
tinggi tetapi jika bahan penyaring (pasir) tersebut maka proses
pengurangan air tergantung dari kecepatan penguapan. Kecepatan
pengurangan air pada bak pengering lumpur seperti ini bergantung
pada penguapan dan penyaringan, dan akan sangat dipengaruhi oleh
kondisi cuaca seperti suhu, kelembaban,kecepatan angin, sinar
matahari, hujan, ketebalan lapisan lumpur, kadar air, sifat lumpur
yang masuk dan struktur kolam pengeringan. Dengan waktu
pengeringan biasanya antara 3-5 hari.
Dalam penggunaannya, unit ini mempunyai kelebihan yaitu
mempunyai pengoperasian yang sangat sederhana dan mudah, dan
biaya operasional relative rendah serta mempunyai hasil olahan
lumpur yang dapat kering atau kandungan padatan yang tinggi.
Namun mempunyai kekurangan yaitu membutuhkan lahan yang

57
sangat luas dan mempunyai proses pengolahan yang sangat
tergantung dengan cuaca. Di Indonesia, unit tersebut mempunyai
kriteria desain dari Standar Nasional Indonesia 6774 :2008. Kriteria
desain dari unit tersebut terdiri dari :
1.Metode dewatering yang mampu menampung beban setara
25000 orang
2.Terjadi proses evaporasi dan drain (peresapan)
3.Pada musim kemarau, untuk mencapai kadar solid 30-40%
diperlukan waktu 2-4 minggu,
4.Unit sludge drying bed terdiri dari:
a. Bak/Bed berukuran 6-9 meter (lebar), 7.5-37.5 meter
(panjang), 0-30 cm (kedalaman lumpur)
b.Pasir, tebal 15-25 cm
c. Kerikil, tebal 15-30 cm
d.Drain, dibawah kerikil untuk menampung resapan air dari
lumpur.
e. Luas drying bed dapat dihitung dengan persamaan Volume
bed:
V= panjang bed x lebar bed x tebal lumpur Luas bidang
pengeringan: A= V/tebal lapisan lumpur
3.3.4.4 Unit Final Disposal
Unit final disposal dalam pengolahan lumpur umumnya
menggunakan unit land filling. Unit land filling merupakan unit
tahap akhir dari pengelolaan lumpur yang bertujuan untuk
membuang lumpur ke lingkungan denga naman sehingga tidak
menimbulkan dampak negative ke lingkungan serta Kesehatan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam penerapannya,
pemerintah Indonesia mempunyai peraturan mengenai pembuangan
lumpur B3 yang sangat ketat berserta sanksi yang berat juga.
Adapun pembuangan akhir dari limbah lumpur B3 harus dilakukan
di lokasi yang telah ditetapkan pemerintah pihak industri pada
fasilitas khusus dengan persyaratan dan prosedur yang rumit.

58
Dengan lokasi pembuangan akhir limbah padat atau landfill lokasi
khusus yang diperuntukkan sebagai tempat penimbunan lumpur
dengan desain yang dilengkapi sistem tempat pengumpulan dan
pengolahan lindi.
Dalam penggunaannya, unit ini mempunyai kelebihan yaitu
mempunyai pengolahan yang relative sederhana dengan biaya
operasional yang sedikit. Namun mempunyai kekurangan yaitu
membutuhkan lahan yang sangat luas. Di Indonesia, unit tersebut
mempunyai kriteria lokasi landfill dari Kep-01/Bapedal/09/1999.
Kriteria lokasi dari unit tersebut terdiri dari :
1.Daerah yang bebas dari banjir seratus tahunan
2.Bukan kawasan lindung
3.Sesuai Rencana Tata Ruang (RTR) ditetapkan sebagai lokasi
baik untuk peruntukan industri atau tempat penimbunan limbah,
merupakan tanah kosong yang tidak subur, tanah pertanian yang
kurang subur atau lokasi bekas pertambangan yang telah tidak
berpotensi
4.Nilai permeabilitas Max 10-7 cm/det
5.Secara geologi dinyatakan aman-stabil tidak rawan bencana
6.Bukan daerah resapan air tanah tidak tertekan
7.Bukan daerah genangan air, berjarak 500 m dari aliran sungai
yang mengalir sepanjang tahun, danau, waduk untuk irigasi
pertanian dan air minum
Selain itu, pada unit ini juga perlu dilakukan program pemantauan.
Dengan pemantauan dari unit tersebut yang perlu diperhatikan
terdiri dari :
1.Lindi (Leachate) yang dihasilkan dari limbah
2.Jumlah kebocoran lindi yang melewati lapisan landfill
3.Migrasi gas yang melewati lapisan landfill
4.Kualitas air tanah sekitar lokasi landfill
5.Karakteristik gas dalam limbah (tekanan, suhu, kandungan gas
metan)

59
6.Gas dalam tanah dan atmosfer disekitar lokasi landfill

60

Anda mungkin juga menyukai