Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN AKHIR Kata Pengantar

TIM PENGKAJIAN HUKUM TENTANG PERENCANAAN


PEMBANGUNAN HUKUM DALAM SISTEM PERENCANAAN
PEMBANGUNAN NASIONAL
Puji dan syukur kehadirat Ilahi Robbi, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya pengkajian ini dapat diselesaikan. Pengkajian
hukum ini berjudul “ Pengkajian Hukum Tentang Perencanaan
Pembangunan Hukum Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional” berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Ham Asasi
Manusia R.I. Nomor : PHN-34.LT.02.01 Tahun 2011. Tentang
Pembentukkan Tim Pengkajian Hukum Tentang Perencanaan
Tim Pengkajian
Di bawah Pimpinan Pembangunan Hukum Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan

Abdul Wahid Masru, S.H, M.H. Nasional, Tahun Anggaran 2011.

Kami menyadari bahwa laporan kajian ini masih jauh dari


kesempurnaan, baik dari segi materi, maupun dari tata cara
penulisan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat
kami harapkan dari semua pihak.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang


KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI telah membantu pengkajian ini terutama kepada para anggota Tim
BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL baik dari Badan Pembinaan Hukum Nasional maupun dari Bappenas,
TAHUN 2011 Sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
DAFTAR ISI
Kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Pembinaan Hukum Nasional, dan Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistem Hukum Nasional karena atas kepercayaannya
kepada kami untuk mengetuai kajian hukum ini. Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................i
Jakarta, 27 Desember 2011 DAFTAR ISI...................................................................................ii
Ketua Tim
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................... 1
B. PokokPermasalahan............................................. 4
Abdul Wahid Masru, SH, MH
C. Tujuandan Kegunaan .......................................... 4
D. Metode ............................................................... 5
E. Jadwalpengkajian................................................. 5
F. Personaliapengkajian........................................... 6

BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN


A. Pembangunan Sistem Hukum...................................7
B. Negara Hukum.........................................................10
C. Nilai-Nilai Pancasila................................................14
BAB III : SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BAB I
HUKUM DARI BERBAGAI ASPEK PENDAHULUAN
A. Aspek Substansi Hukum ..................................... 34
B. Aspek Kelembagaan..............................................44
C. Aspek Budaya.............................................. 49
A. Latar Belakang

BAB IV : KEDUDUKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN


Pasca perubahan Undang-undang Dasar Negara
HUKUM DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945), begitu banyak
NASIONAL
perubahan mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan di
A. Perspektif Sosial Budaya..................................... 55
Indonesia. Perubahan UUD 1945 telah menggeser bandul
B. Perspektif Ekonomi.............................................. 59
kekuasaan pembentukan undang-undang, dari semula lebih
C. Perspektif Politik................................................... 62
heavy pada eksekutif, menjadi kewenangan penuh lembaga
D. Perspektif HAM.................................................... 64
legislatif. Penguatan sistem presidensial memiliki konsekuensi
begitu kuatnya legitimasi Presiden untuk menentukan
BAB V : kebijakan dalam menentukan arah pembangunan negeri ini,
PENUTUP....................................................................................... 72 meski pada sisi lain kekuatan pembentukan Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA tidak lagi berada dalam hegemoni seorang Presiden seperti
pada masa lalu.

Meski dinamika ketatanegaraan telah mengalami


pergeseran, namun cita-cita bangsa dan negara yang termuat
dalam konstitusi tetaplah sama, utamanya adalah melindungi dalam semua program dan proyek pembangunan hukum,
segenap tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa hingga seluruh kegiatannya dilaksanakan menurut pola dan
serta memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai dan mekanisme yang terarah. Sinkron, terpadu dan realistis serta
mewujudkan tujuan itu tentunya dibutuhkan strategi, dapat mengantisipasi perkembangan kebutuhan
Indonesia sudah memiliki strategi yang dimaksud yang secara pembangunan dan aspirasi masyarakat di masa datang, guna
global dulu tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan menunjang, mengiringi, mengarahkan dan mengamankan
Negara (GBHN) yang seterusnya diwujudkan dalam jangka perubahan masyarakat dalam rangka pembangunan manusia
menengah dalam format Rencana Pembangunan Lima Tahun Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
(Repelita). Kemudian, setelah adanya perubahan politik dan Indonesia. Untuk itu Pembangunan Hukum Nasional
sistem pemerintahan melalui Ketetapan MPR yang diteruskan direncanakan menurut Pembangunan perangkat Hukum
dengan amandemen UUD 1945, strategi global dirumuskan Nasional, pembangunan tatanan hukum nasional dan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) pembangunan budaya hukum nasional.
dalam bentuk Undang-undang No.17 tahun 2007 dan
diwujudkan dalam jangka lima tahunan dalam bentuk Pada dasarnya pembentukan undang-undang adalah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) berupa bagian dari pembangunan hukum yang mencakup
Perpres. pembangunan sistem hukum nasional dengan tujuan negara
yang dilakukan mulai dari perencanaan atau program secara
Sejak Pelita II Pembangunan Hukum telah dijadikan rasional. Perencanaan atau program secara rasional itulah
bagian dari Pembangunan Nasional, dengan sasaran agar yang akan dituangkan dalam program legislasi nasional
hanya ada satu Hukum Nasional. Oleh karena itu, pembinaan (Prolegnas). Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
dan pembangunan hukum merupakan rangkaian kegiatan dan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun
usaha yang terdiri dari langkah strategis yang dituangkan 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
merupakan bagian integral dari pembangunan hukum dengan berbagai tema yang mengacu kepada Pancasila dan
nasional. Prolegnas merupakan instrumen perencanaan UUD 1945, dan secara antisipatif telah dibahas juga tentang
program pembentukan undang-undang yang disusun secara pembaharuan, hukum sampai pada tahapan Pelita VII bahkan
terencana, terpadu, dan sistematis sesuai dengan program sampai dengan ancang-ancang ke Pelita atau Propenas
pembangunan nasional dan perkembangan kebutuhan (Program Pembangunan Nasional) berikutnya.
masyarakat yang memuat skala prioritas Program Legislasi
Nasional Jangka Menengah (5 Tahun) dan Program Legislasi Pada masa pemerintahan mantan Presiden Megawati
Nasional tahunan. Dengan adanya Program Legislasi Soekarno Putri, terbit suatu UU yang cukup strategis dalam
Nasional, diharapkan pembentukan undang-undang yang baik penataan perjalanan sebuah bangsa untuk menatap masa
berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun depannya yakni UU nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Dewan Perwakilan Daerah dapat dilaksanakan secara Perencanaan Pembangunan Nasional. Dan bagaimanapun
terencana, sistematis, terarah, terpadu dan menyeluruh, UU ini akan menjadi landasan hukum dan acuan utama bagi
disamping itu pembentukan undang-undang melalui pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk
Prolegnas diharapkan dapat mewujudkan konsistensi undang- memformulasi dan mengaplikasi sesuai dengan amanat UU
undang, serta meniadakan pertentangan antar undang- tersebut. UU ini mencakup landasan hukum dibidang
undang (vertikal maupun horizontal) yang bermuara pada perencanaan pembangunan baik oleh pemerintah pusat
terciptanya hukum nasional yang adil, berdaya guna dan maupun pemerintah daerah. Dalam UU ini pada ruang
demokratis. Selain itu dapat mempercepat proses lingkupnya disebutkan bahwa Sistem Perencanaan
penggantian materi hukum yang merupakan peninggalan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara
masa kolonial yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana
hukum masyarakat. Telah banyak dianalisis oleh berbagai pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan
pihak, mengenai sistem hukum dan pembaharuan hukum tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara
pemerintahan di pusat dan daerah dengan melibatkan B. Identifikasi Masalah
masyarakat. 1. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dalam
Perencanaan Pembangunan Hukum sejak era sebelum
Lahirnya UU tentang Sistem Perencanaan reformasi dan pra amandemen UUD 1945 hingga era
Pembangunan Nasional ini, paling tidak memperlihatkan setelah reformasi dan pasca amandemen UUD 1945?
kepada kita bahwa dengan UU ini dapat memberikan 2. Bagaimana pengimplementasian perencanaan
kejelasan hukum dan arah tindak dalam proses perumusan pembangunan hukum dalam UU Nomor 25 Tahun 2004
perencanaan pembangunan nasional kedepan, karena sejak tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional?
bangsa ini merdeka, baru kali ini UU tentang perencanaan 3. Kebijakan apa saja yang diperlukan untuk
pembangunan nasional ditetapkan lewat UU, padahal peran merencanakan pembangunan hukum dimasa yang akan
dan fungsi lembaga pembuat perencanaan pembangunan datang?
selama ini baik di pusat maupun di daerah sangat besar.
Dalam pengimplementasiannya, penetapan RPJP Nasional C. Tujuan dan Kegunaan
melalui UU dan RPJP daerah melalui peraturan Daerah, 1. Tujuan
sedangkan RPJM Nasional melalui Peraturan Pemerintah,  Mengetahui apakah kerangka regulasi yang selama ini
dan RPJM Daerah melalui Peraturan Kepala Daerah. dibuat telah sejalan dengan upaya untuk mendukung
perencanaan pembangunan hukum;
 Mengidentifikasi kerangka, regulasi apa saja yang
masih diperlukan/disempurnakan untuk mendukung
perencanaan pembangunan hukum di masa yang akan
datang.
 Menentukan fokus-fokus kebijakan apa saja yang D. Metode Pengkajian
diperlukan untuk menunjang pengimplementasian UU Metode pengkajian dilakukandengan metode deskriptif
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan analisis dengan cara kerja sebagai berikut :
Pembangunan Nasional. Pertama, Diadakan rapat-rapat Tim yang
mendiskusikan rencana kegiatan pengkajian hukum, diawali
2. Kegunaan dengan diskusi pengenalan masalah menghasilkan
 Kegunaan Akademis : Sebagai bahan kajian dan perumusan identifikasi masalah yang siap untuk dilakukan
pedoman untuk meneliti Perencanaan Pembangunan Pengkajian Hukum, kemudian dengan rumusan identifikasi
Hukum. masalah dibuat perencanaan (design) pengkajian dalam
 Kegunaan Praktis : Sebagai pedoman bagi instansi bentuk proposal yang dibuat oleh ketua Tim dan/atau oleh
terkait untuk mengambil kebijakan terkait perencanaan Sekretaris Tim Pengkajian.
pembangunan hukum, utamanya RPJMN 2010-2014. Kedua, Diadakan rapat Tim yang mendiskusikan
Bidang hukum yang lebih komprehensif yang proposal yang telah dibuat oleh Tim, setelah proposal
mencakup berbagai permasalahan pembangunan disepakati dilakukan pembagian tugas untuk melakukan
bidang hukum dari berbagai perspektif ekonomi, sosial, pembahasan terhadap identifikasi masalah yang termuat
budaya dan politik dalam negeri dan luar negeri, hak dalam proposal, pembagian tugas dikoordinasikan oleh Ketua
asasi manusia serta teknologi dan in Tim dan pembagian tugas disesuaikan dengan kompetensi
anggota tim pengkajian;
Ketiga, Diadakan presentasi (pemaparan) terehadap
kertsa kerja yang dibuat oleh Ketua dan atau anggota Tim
yang telah melakukan pembahasan terhadap identifikasi
masalah pengkajian hukum, pemaparan kertas kerja
dikoordinasikan oleh Ketua Tim, jika masih dibutuhkan N
WAKTU KEGIATAN
pendalaman terhadap hasil pembahasan dapat O
diundang Narasumser untuk mengklarifikasi hasil
1. April – Mei 2011 Penyusunan dan pembahasan
pembahasan Tim Pengkajian Hukum.
proposal

2. Juni – Juli 2011 Pengumpulan dan analisis data

3. Agustus – September 2011 Penyusunan Laporan Akhir

4. Akhir September 2011 Penyerahan Laporan Akhir

F. Personalia Tim Pengkajian


Narasumber : Prof. Dr. C.F.G. Sunaryati Hartono,

SH.

Dr. Diani Sadiawati, SH., LL.M

Ketua : Abdul Wahid Masru, SH, MH


E. Jadwal Kegiatan Pengkajian
Sekretaris : Hajerati, SH, MH
Pelaksanaan kegiatan penelitian ini adalah 6 bulan dengan
Anggota : 1. Noor M. Aziz, SH., MH., MM.
jadwal kegiatan sebagai berikut:
2. Sadikin, SH, MH
3. Agus Hariadi, SH., M.Hum. empat, yaitu substansi, stuktur, kultur, serta sarana dan
prasarana hukum. Selain itu
4. Mosgan Situmorang, SH, MH
juga terdapat pembagian berdasarkan wilayah tahapan
5. Rosmi Darmi, SH, MH
hukum, yaitu pembentukan,
6. Arif Kristiono, SH, M. Si pelaksanaan, serta penegakan hukum. Di dalam masing-
masing tahapan itu terdapat berbagai elemen yang saling
(Bappenas)
terkait satu dengan lainnya mulai dari kegiatan penelitian,
Staf Sekretariat : 1. Endang Wahyuni Setyawati, SE
pengkajian, dan perancangan dalam pembentukan hukum
2. Slamet Wiyono hingga pengelolaan informasi dan pendidikan kesadaran
hukum pada wilayah penegakan hukum.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Salah satu karakteristik utama suatu sistem hukum,
adalah melekat pada
organisasi tertentu. Dalam konteks negara, sistem hukum
A. Pembangunan Sistem Hukum selalu memiliki ciri
Sistem hukum adalah keseluruhan aspek dan elemen nasional yang berbeda dengan negara yang lain. Antara
yang membangun dan sistem hukum nasional satu
menggerakan hukum sebagai pranata kehidupan negara dengan negara lainnya selalu terdapat perbedaan
bermasyarakat. Elemen-elemen yang dapat dilihat dari dua
sistem hukum meliputi banyak aspek yang secara teoritis sisi, yaitu pertama dari sisi bagaimana kedudukan “hukum”
dikelompokkan menjadi dalam penyelenggaraan
negara dan kedua adalah dari sisi materi hukumnya.
cita-cita dan nilai dasar bernegara menegaskan bahwa
Dari sisi kedudukannya dalam penyelenggaraan “Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia” disusun dalam suatu
negara, penempatan hukum ditentukan oleh pilihan apakah “Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”. Hal itu menjadi
suatu negara berdiri dan bekerjanya didasarkan atas aturan landasan yang kuat bahwa kemerdekaan bangsa dan
hukum atau disebut dengan negara hukum, ataukah negara penyelenggaraan negara harus didasarkan pada aturan
semata-mata dibentuk sebagai organisasi kekuasaan di mana
hukum yang bersumber pada konstitusi sebagai hukum
segala hal didasarkan pada legitimasi dan pertimbangan
tertinggi. Dengan demikian negara Indonesia adalah negara
kekuasaan semata. Kedua, dari sisi materinya, hukum
hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Penjelasan UUD 1945
melekat dengan cita negara yang didirikan. Hukum adalah
sebelum perubahan yang selanjutnya dituangkan dalam Pasal
sarana untuk
1 ayat (3) UUD 1945 pasca perubahan, bahwa “Negara
mewujudkan kehidupan bersama berdasarkan nilai-nilai luhur
Indonesia adalah negara hukum”.
yang disepakati serta
untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, warna
Dengan demikian, hukum memiliki makna dan peran
hukum di negara-negara
yang sangat penting
kapitalisme liberal akan berbeda dengan negara-negara
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
komunis ataupun sosialisme
di Indonesia. Namun
demokrat.
demikian harus pula dipahami bahwa sistem hukum di
Demikian pula untuk menentukan visi pembangunan
Indonesia bukan dibuat dan
sistem hukum Indonesia, harus sesuai dengan bangunan
ditegakkan untuk hukum itu sendiri. Hukum dibuat dan
negara Indonesia berdasarkan UUD 1945. Pembukaan UUD
ditegakkan adalah untuk
1945 sebagai bagian yang berisi kesepakatan bangsa tentang
manusia dan masyarakat Indonesia, untuk mewujudkan Dengan demikian, keseluruhan ketentuan dalam UUD
kehidupan bersama sesuai 1945 harus dipahami
dengan nilai dan cita-cita bersama. Oleh karena itu hukum sebagai satu kesatuan untuk mewujudkan pemerintahan
harus dibuat sesuai dengan dasar falsafati negara, yaitu negara yang menjalankan
Pancasila, dan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Alinea tugas-tugas tersebut berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
keempat Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa “Undang- Ketentuan UUD 1945 pada prinsipnya berisi tiga materi
Undang Dasar Negara” harus menjadi dasar dari susunan utama, yaitu identitas negara, pengaturan tentang
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan organisasi negara, serta hak asasi manusia dan hak
berdasar kepada “Ketuhanan Yang Maha Esa”; “Kemanusiaan konstitusional warga negara
yang adil dan beradab”; “Persatuan Indonesia”; “Kerakyatan baik sebagai individu maupun masyarakat yang harus
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam dilindungi, dihormati, dipenuhi, dan dimajukan oleh organisasi
permusyawaratan/perwakilan”; dan “Keadilan sosial bagi negara.
seluruh rakyat Indonesia”. Selain itu, sistem hukum nasional
harus dipahami sebagai pranata untuk menjalankan tujuan Oleh karena itu, sistem hukum Indonesia yang
pembentukan negara, yaitu “melindungi segenap bangsa dan dibangun dan dijalankan berdasarkan UUD 1945 sebagai
seluruh tumpah darah Indonesia”; “memajukan kesejahteraan hukum tertinggi harus merupakan penjabaran dan upaya
umum”; “mencerdaskan kehidupan bangsa”; dan ikut operasionalisasi ketentuan dalam UUD 1945 demi tercapainya
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, tujuan negara sesuai dengan dasar Pancasila.
perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. _____________________
1 Bahan disampaikan pada Rakernas KNPI, 28 Juni 2008.
2 Hakim Konstitusi
B. Negara Hukum
Dengan memperhatikan pertimbangan filosofis tentang Dalam pembahasan diuraikan bahwa rule of law pada

tujuan hukum, sumber hukum, dan normativitasnya, serta awalnya lahir bersamaan dengan kebangkitan demokrasi dan

pemetaan pola hubungan hukum dengan moral di atas, akan semangat untuk menumbangkan kekuasaan yang absolut.

membantu mempertajam makna tanggung jawab dan hukum Pada tahap awal, rule of law menjanjikan kepastian hukum,

memungkinkan untuk mengorganisasikan tanggung jawab terutama berkaitan dengan kepastian hukum dan kesetaraan

tersebut. Prinsip "yang legal belum tentu moral" biasanya hukum. Secara makro apa yang dijanjikan rule of law itu

menjadi pegangan pakar moral untuk membongkar hendak mengatakan bahwa melalui hukum manusia dan

argumentasi hukum. Paham positivisme hukum, yang memuja mencapai ketertiban umum dan keadilan. Meskipun demikian,

kepastian hukum, sudah barang tentu menolak mentah- harus disadari bahwa ketertiban umum dan kemudian

mentah prinsip semacam itu. Akan tetapi, argumentasi keadilan lewat penyelenggaraan hukum itu hanya bisa

kepastian hukum, dalam praktik, sering disalahgunakan oleh dicapai dalam suatu proses sosial. Dalam proses sosial itu,

mereka yang berada dalam posisi kuat. Untuk itu, dengan hukum bekerja dan direspon oleh masyarakat secara dinamis

menyeimbangkan antara kebutuhan paradigma moral sebagai dan kritis. Konsekuensinya, hukum itu sendiri harus memiIiki

kebutuhan baru penyelenggaraan negara dengan upaya suatu kredebilitas dan hal itu hanya bisa dimiliki bila

mencegah penyalahgunaan kepastian hukum, maka seperti penyelenggaraan hukum mampu memperlihatkan suatu alat

yang ditulis oleh Satjipto Rahardjo, diperlukan Rule of Moral. kinerja yang konsisten.
Persoalan umum yang langsung dihadapi adalah … yaitu sebagai suatu insitusi yang otomatis dan

bagaimana kepastian hukum itu menampilkan diri di hadapan mutlak akan memberikan perlindungan, memberikan

masyarakat? Kendati kepastian hukum itu harus memiliki ketenteraman, mendorong kesejahteraan, singkat kata,

kewibawaan yang formal maupun material untuk bisa sebagai satu-satunya sarana untuk mendatangkan keadilan

dirasakan kehadirannya, supaya kepastian hukum itu juga dalam masyarakat. Apabila kita bersedia ujur melihat realitas,

mempunyai kinerja yang dapat diamati oleh masyarakat. maka hukum itu boleh diumpamakan gerobak yang dapat

Artinya, kepastian hukum itu dinilai melalui dampak keadilan diisi kepentingan apa saja, seperti ekonomi, politik, bahkan

yang dihasilkannya. Jika hal demikian tidak tercapai, maka niat jahat....Yang disebut pikiran naif di muka adalah yang

menurut Satjipto Rahardjo, hal itu menunjukkan melihat hukum semata-mata secara etis dan moralitas yang

"kemungkinan perkembangan hukum yang berbeda dengan melihat hukum sebagai dewa penyelamat bagi ketidakadilan,

yang kita cita-citakan.”1Supaya terhindar dari pemikiran yang kebobrokan, dan kejahatan di dunia ini. Data hukum, datang

demikian Satjipto Rahardjo menganjurkan agar sebaiknya ketentraman, Ideaiisme, moral dalam hukum, kepercayaan

tidak ada penerimaan hukum secara naif. Diungkapkan lebih kepada hukum dan sebagainya, tetap merupakan modal

lanjut bahwa penerimaan hukum secara naif: yang sangat penting. Namun demikian sebaiknya kita juga

1
Satjipto Rahardjo, “Hukum sebagai Keadilan, Permainan dan Bisnis”,
Kompas, 4 April 1996, hal. 4
dapat memahami lebih baik mengenai hal-hal negatif yang sepeda yang cara memakainya sangat universal. Berkali-kali

dapat muncul dari hukum.2 dikatakan bahwa Rule of Law adalah suatu institusi sosial3

Pararel dengan pemikiran di atas, maka Satjipto Rule of Law merupakan suatu doktrin dalam hukum

Rahardjo mengkritik penerimaan konsep Negara Berdasarkan yang mulai muncul abad ke-19 berbarengan dengan negara

Hukum (NDH) yang dalam konteks di Indonesia merupakan konstitusional modern dan sebangsanya. Kehadirannya boleh

kelanjutan dari doktrin dan asas yang ada pada Rule of Law. disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolut

Dalam hal ini dikatakan: sebelum itu. Sekalipun negara absolut dari kacamata

Pada hemat saya, memberikan perafsiran dan sekarang disebut memiliki konstruksi yang buruk, tetapi

mempraktikkan NDH menurut doktrin Rule of Law adalah cara kehadirannya meerupakan suatu necesarry evil, suatu yang

berbuat yang kurang merdeka. Sebagai bangsa merdeka kita sekalipun buruk atau jahat, tetapi harus terjadi. Dari dunia

juga ingin berbuat dan berpikir merdeka, termasuk dalam yang sebelumnya tidak mengenal negara, tidak dapat

mempraktikkan suatu institusi yang telah kita rencanakan diharapkan begitu saja memunculkan negara konstitusi.

sebagai NDH itu. Serempak dengan hal itu sebaiknya disadari Paham negara, apapun bentuknya, harus dimunculkan

pula bahwa hukum dan Rule of Law itu bukan bolpoint atau terlebih dahulu dan itulah yang terjadi.

3
Satjipto Rahardjo, “Suatu versi Indonesia tentang Rule of Law”, Kompas,
2
Ibid. 19 November 1993, hal. 4
Menurut Satjipto Rahardjoi4 , Rule of Law muncul jaminan atas kebebasan pribadi dan perlindungan dari tirani

dengan semangat keadilan yang tinggi. Bersama-sama dan kekuasaan perorangan; penerapan kontrak; serta adanya

dengan demokrasi, parlemen, dan sebagainya. Rule of Law pemerintahan yang stabil, responsif dan jujur yang

menggusur dominasi negara dan anchient regime yang terdiri dikendalikan oleh undang-undang, bukan oleh orang per

dari golongan-golongan gereja, ningrat, prajurit, dan kerajaan. orang. Kondisi ini mendorong pelaku ekonomi tidak

Keadilan harus berlaku buat sekalian orang, bukan untuk melakukan kegiatan memburu rente, yaitu kegiatan yang

sebagian golongan dalam masyarakat yang diunggulkan. Dari melulu mencari keuntungan dan privelese ekonomi di dalam

perkembangan tersebut dapat dibaca bahwa Rule of Law maupun di luar pasar dan terbentuknya pemerintahan yang

merupakan doktrin dengan semangat dan idealisme keadilan moderat, efisien, dan tidak serakah. Pemerintahan semacam

yang tinggi seperti supremasi hukum bersamaan sekalian ini mengurangi klaim pemerintah atas surplus sosial dan

orang di hadapan hukum. menghindari pemberian privelese kepada kelompok-kelompok

Rule of Law menghasilkan sistem kenegaraan yang yang dekat dengan kekuasaan.5 Dalam perjalanan

mendorong terbentuknya tatanan yang efisien atas hak milik. selanjutnya, semangat dan idealisme tersebut didesak oleh

Tatanan ini memberikan jaminan bagi hak milik, yang pada hal-hal teknis yang memang menjadi kelengkapan dari hukum

gilirannya mendorong terbentuknya tabungan dan investasi; modern itu sendiri, termasuk prosedural dan birokrasi.

4
Satjipto Rahardjo, “Rule of Law: Mesin atau Kreativitas”, Kompas, 3 Mei
5
1995, hal. 4 The Kian Wie, Op.Cit., hal. 24-25
Oleh karena itu, konsep Rule of Law yang ditelan C. Nilai-Nilai Pancasila

mentah-mentah justru akan menghasilkan negara hukum Pendekatan dan metodologi lain tersebut dalam benak

tanpa moral dan disiplin. Dalam konteks krisis hukum dewasa Satjipto Rahardjo adalah penegakan hukum yang berbasis

ini, maka Satjipto Rahardjo memberikan penilaian yang khas moral yang lahir dari konsep Rule of Moral. Inti dari Rule of

sebagai akar penyebabnya. Dikatakan bahwa: Moral tersebut adalah nilai-nilai dasar dalam Pancasila yang

Selama ini ilmu hukum bagaikan tertidur mengamini selama ini hidup di dalam masyarakat Indonesia yang

pikiran hukum dominan yang dimonopoli oleh para profesional komunalisme, seperti musyawarah, asas kekeluargaan,

hukum. Tertib hukum, kepastian hukum, logika hukum, dan keselarasan dan keseimbangan. Dengan sudah tercermin

lain-lain merupakan instrumen profesional yang ampuh untuk kata "moral" dalam doktrin tersebut, hal itu sudah

memperlancar bisnis lawyering.... sesungguhnya krisis menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia lebih

sekarang ini seharusnya menggugah para ilmuwan hukum memujikan komitmen moral dan keadilan daripada peraturan

untuk menyumbangkan pendekatan dan metodologi lain di perundang-undangan.

luar yang dominan tersebut. Alasan untuk itu sederhana saja, Dengan matrik di bawah ini Satjipto Rahardjo7

yaitu karena pikiran atau aliran dominan telah gagal mempertegas perbedaan yang mendasar antara nilai-nilai

membantu kita meyelesaikan krisis hukum dewasa ini.6 yang dibawa Rule of Law dan Rule of Moral.

6 7
Satjipto Rahardjo, “Mengubah cara Penyelesaian Hukum”, Kompas, 19 Satjipto Rahardjo, “Transformasi Nilai-nilai dalam Pembentukan Hukum
November 1999, hal. 4 Nasional”, 1996, hal. 16
cerdas yang patut disebarluaskan di lingkungan masyarakat.
Rule of Law Rule of Moral
Sehingga masyarakat akan menyadari kekeliruannya bahwa
1. Penyelesaian konflik 1. Perdamaian
nilai-nilai yang selama ini diabaikan ternyata mempunyai
2. Peraturan perundang- 2. Moral, keadilan
derajat yang tidak kalah bila dibandingkan dengan nilai-nilai
3. Prosedur
undangan 3. Empati
4. Kebenaran hukum (legal 4. Kebenaran masyarakat liberalis yang dikenal sebagai Rule of law.

5. Birokrasi
justice) 5. Komitmen
substantif Penggunaan nilai-nilai Pancasila dalam paradigma

hukum di atas barangkali untuk dewasa ini tidak populer.8

Namun dalam konteks pemetaan hubungan moral dan hukum

yang sudah disinggung di atas, maka akan terbaca relevansi

nilai-nilai Pancasila dalam hubungannya dengan hukum.

Untuk tidak dikatakan sebagai doktrin yang kaku, maka

dikaitkan dengan pemetaan hubungan moral dan hukum di

8
Satjipto Rahardjo, "Transformasi Nilai-nilai dalam Pembentukan Hukum
Nasional", 1996, hal.16.
Artikulasi nilai-nilai masyarakat Indonesia yang Dalam sebuah kesempatan, almarhum Prof.Dr. Kuntowijoyo, M.A., guru
besar sejarah Universitas Gadjah Mada yang juga seorang budayawan,
dikemas dalam doktrin Rule of Moral atau paradigma hukum menengarai bahwa diperlukan "penafsiran radikal" terhadap Pancasila
sebagai salah satu solusi mengatasi krisis kenegaraan dewasa ini di
harmoni model Satjipto Rahardjo ini merupakan gagasan Indonesia. Secara simetris, apa yang dilakukan Satjipto Rahardjo di atas
barangkali berkesebandingan dengan pendapat Prof. Kuntowijoyo tadi.
atas, ada beberapa pola yang dapat dipilih untuk menjadi yang membawa aspirasi tersebut dan pada politikus-politikus

sandaran dalam penegakan paradigma hukum baru tersebut. di pemerintahan. Secara politik, masuknya aspirasi tadi dalam

Pola yang pertama lebih menawarkan pemecahan penerapan sistem hukum negara melalui cara ini legitim,

damai karena nilai-nilai Pancasila tidak akan berperan tetapi akan meminggirkan atau mengabaikan aspirasi

langsung sebagai yurisprudensi, akan tetapi terbatas sebagai minoritas.

jiwa atau sumber inspirasi hukum. Perjuangan lebih diarahkan Pola yang ketiga lebih mengandalkan pada reformasi

kepada merumuskan pesan moral Pancasila dalam bahasa moral terus menerus memberi peluang kepada keseluruhan

hukum yang bisa dimengerti dan diterima oleh kelompok- moral Pancasila untuk ikut menyumbangkan di dalam
kelompok lain. pembangunan sistem hukum negara melalui perdebatan
Dimensi universalitas pesan moral dituntut untuk bisa teoretis, debat tentang nilai, dan diskusi tentang prioritas yang
diwujudkan. Kalau dewasa ini dengan paham post
selalu diperbarui. Maka, tuntutan undestandability dan
modernisme orang cenderung menolak konsep universalitas,
communicability menjadi syarat utama.
maka pesan moral Pancasila dituntut memiliki tingkat
Pola yang keempat mengarah kepada pemecahan
understanbility dan communicability.
damai, tetapi sering tidak efektif dan seperti berteriak di
Pola yang kedua tidak bisa dipisahkan dari proses
padang gurun. Pola ini biasanya menekankan pemisahan
legitimasi sistem politik yang berlaku. Pengaruh moral
yang jelas antara moral dan politik. Maka, hukum yang tidak
Pancasila akan sangat tergantung kepada kemenangan partai
adil akan dikritik, tetapi moral tidak memiliki saluran langsung
ikut serta mengoreksi kecuali melalui saluran langsung yang kekuasaan negara menuju kepada politik yang memihak

berusaha memperjuangkan aspirasinya. kepada warganegara. Kedua, keadilan prosedural menjadi

Pola yang kelima tidak jauh berbeda dengan pola yang orientasi utama. Keadilan prosedural adalah hasil persetujuan

kedua dalam arti bahwa perjuangan moral Pancasila harus melalui prosedur tertentu dan mempunyai sasaran utama

melalui perjuangan di tengah pertarungan kekuatan dan peraturan-peraturan, hukum-hukum, dan undang-undang.

kekuasaan, hanya moral tidak lebur dalam politik dan hukum, Dalam hal ini dapat diuraikan bahwa ada 4 empat

akan tetapi mengambil jarak dan berbagi lahan. dimensi yang mewadahi hukum sebagaimana pendapat

Dengan demikian, kegagalan sistem politik dan hukum Meuwissen yang dikutip oleh Budiono Kusumohamidjojo9

tidak bisa dikatakan sebagai kegagalan moral. sebagai berikut:

Pertama, dimensi formal normatif, yang mencakup

Sekali lagi hendak diingatkan, bahwa apapun pola peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, dan kaidah

yang dipakai, tujuan hukum yaitu keadilan, kesejahteraan hukum. Dalam dimensi yang demikian, hukum berfungsi

umum, perlindungan individu, dan solidaritas, perlu menjadi sebagai tatanan formal yang bertujuan untuk menegakkan

kriteria utama. Maka, beberapa prinsip akan membantu agar ketertiban, perdamaian, harmoni, kepastian hukum, dan

finalitas hukum itu tercapai. Pertama, tanpa adanya political- memberi acuan yang jelas.

will untuk mengubah orientasi potitik yang sangat bisa kepada Kedua, dimensi yang formal-faktual, yang tercermin
9
Budiono Kusumohamidjojo, op.cit., hal. 287-288
sebagai gejala kekuasaan yang cenderung untuk Atas dasar keempat dimensi itu, Meuwissen,

mempengaruhi perilaku manusia agar bertindak dalam pola sebagaimana dikutip oleh Budiono Kusumohamidjojo10

tertentu (misalnya: "Jangan menipu"). merumuskan hukum sebagai tatanan yang berupaya

Ketiga, dimensi yang material-normatif, yang memuat mempengaruhi perilaku manusia sedemikian rupa sehingga

aspek etis. Dimensi ini menghendaki bahwa hukum dan moral pemenuhan dari kebutuhan-kebutuhan dan keperluan-

tidak dapat dipisahkan secara tajam karena pada akhirnya keperluan dilakukan dengan cara yang memadai secara

cita-cita dari hukum adalah keadilan yang notabene adalah moral atau adil.

baik, sementara 'kebaikan' adalah cita-cita maksimum dari Dalam hal ini menarik apa yang diungkapkan oleh

etik. Kendati begitu hukum harus dipisahkan dari moral Satjipto Rahardjo11 bahwa dalam kondisi demikian hukum

karena sifat hukum yang otoritatif memaksa sementara moral bekerja dalam bingkai yang kompleks. Sehubungan dengan

bersemayam dalam hati nurani masing-masing pribadi hal tersebut, agar tujuan hukum dapat tercapai maka dalam

manusia. tataran praktik akan menghasilkan 2 (dua) pola yaitu pola

Keempat, dimensi yang material-faktual, yang terkait yuridis dan pola sosiologis.

langsung pada kebutuhan-kebutuhan dan keperluan- Dimaksudkan dengan pola yuridis, yang sering juga

keperluan vital. jika dimensi etis memiliki sifat yang normatif, disebut sebagai pola hukum konvensional, merupakan
10
maka dimensi yang teakhir itu mempunyai sifat yang empiris. Ibid,. hal. 288
11
Satjipto Rahardjo, “Banyak Jalan Menuju Hukum”, Kompas, 14 Oktober
1991, hal. 4
penyelenggaraan hukum seperti yang lazim dipikirkan oleh Dengan digunakannya paradigma moral dalam penye-

banyak orang. la dimulai dari membuat peraturan hukum, lenggaraan negara di Indonesia, diharapkan para pemimpin

menerapkan sanksi hukum, dan seterusnya. Para pelakunya negara Republik Indonesia di masa sekarang dan yang akan

pun adalah mereka yang sudah dikenal luas, yaitu pembuat datang tidak lagi terjebak dan sengaja untuk menggunakan

undang-undang, jaksa, advokat, serta hakim. Kemudian, pola atau melecehkan hukum untuk kepentingan penguasa.

sosiologis lebih menekankan kepada mekanisme untuk Pertikaian paradigma dalam ranah hukum juga tidak lepas

memecahkan persoalan dengan alternatif lain. Dalam pola ini, dari pertikaian ideologi-ideologi karena hukum juga

yang ditekankan adalah keberhasilan untuk mencapai tujuan merupakan produk ideologi tertentu. Perkembangan sistem

hukum, atau dengan kata lain adalah efisiensi. Yang menjadi hukum modern, misalnya, tidak bisa dilepaskan dari kelahiran

keprihatinan pola ini adalah tercapainya tujuan hukum, bukan industrialisasi kapitalistik. Hubungan hukum modern dan

pada tertib dijalankannya hukum "dari A sampai Z" begitu kapitalisme ibarat hubungan anak dengan ibunya. Max Weber

saja. Dengan demikian, pertanyaan yang hendak dijawab termasuk perintis yang melihat hubungan antara munculnya

bukan "Apakah hukum sudah dijalankan?" akan tetapi hukum modern dengan kapitalisme, Weber dalam bukunya

"Apakah tujuan hukum sudah tercapai?" dalam upaya untuk "Wirtschaft und Gesellschaft" melihat kapitalisme sebagai

mencapai tujuan nukum itulah dicari berbagai alternatif yang sebab terjadinya perubahan dalam tipe hukum dari tradisional

bisa ditempuh. menjadi modern. Kapitalisme menuntut suatu tatanan normatif


dengan tingkat dapat diperhitungkan (calculability) yang antara hukum modern dan kapitalisme mempunyai pertalian

tinggi12. Penelitian Weber terhadap sistem-sistem hukum erat, namun, lahirnya hukum modern bukan tanpa

yang ada pada waktu itu menyimpulkan, bahwa hanya hukum perlawanan. Yang palign gigih melakukan kritik terhadap

modern yang rasional, atau suatu norma yang rasionalitas mazhab Positivisme Hukum adalah Mazhab Sejarah Hukum

formal yang bersifat logis, mampu memberikan tingkat yang dirintis oleh Friedrich Carl von Savigny (1779 – 1861),

perhitungan yang dibutuhkan. Legalisme memberikan ahli hukum berkebangsaan Jerman.13 Pemikiran Savigny ini

dukungan kepada perkembangan kapitalisme dengan kemudian diteruskan oleh salah seorang muridnya yakni

memberikan suasana yang stabil dan dapat diperhitungkan. Puchta. Pengaruh mazhab Sejarah Hukum meluas ke Inggris

Hukum modern secara epistemologis mendapat nutrisi dan dikembangkan oleh Henry Maine. Kelompok ini

dari pemikiran Positivisme Hukum yang mulai tumbuh pada menyerang mazhab Positivisme Hukum dengan mengatakan

abad ke-18, sebelum pemikiran dan ideologi kapitalisme bahwa hukum bukan hanya yang dibuat oleh penguasa dalam

dominan. Meskipun Positivisme Hukum yang hadir dalam bentuk undang-undang namun hukum adalah jiwa bangsa

wujud hukum modern dan kapitalisme merupakan 2 (dua) (volkgeist) dan substansinya adalah aturan tentang kebiasaan

fenomena yang proses historisnya berbeda dan masing- 13


Von Savigny m enerbitkan pamflet “Of The Vocation of Our Age for
Legislation and Jurisprudence” (mengenai tugas legislasi dan ilmu Hukum
masing berdiri sendiri, dalam perkembangannya kemudian di Masa Kita) menolak ide A.F.J. Thibaut tentang koodifikasi dan
transplantasi code Civil Perancis. Setiap bangsa, kata Von Savigny,
mempunyai karakter dan jiwa kebangsaan (Volkgeist), karenanya hukum
12
David M. Trubek, Max Weber on Law and The Rise of Capitalism, bangsa satu belum tentu cocok untuk bangsa lain. Lihat, H. Kantorowicz,
Wiconsin Law Review, vo, 1972, hal. 740 Savigny and the Historical School of Law, 1937
hidup masyarakat. Hukum, menurut mazhab Hukum Sejarah, Rumusan tersebut menunjukkan kompromi yang

bukan diciptakan melainkan ditemukan. Perbedaan tajam cermat antara hukum modern dan tertulis sebagai kebutuhan

antara mazhab Sejarah Hukum terhadap Positivisme Hukum masyarakat hukum demi adanya kepastian hukum dengan

terletak pada sumber dan bentuk hukum. living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya

Ketegangan antara dua mazhab ini diredakan oleh peranan masyarakat dalam pembentukan hukum. Dengan

mazhab Sociological Jurisprudence yang mencoba melihat hubungan timbal-balik antara hukum dan masyarakat.

mengambil “jalan tengah” dengan mensintesakan basis Pound kemudian menemukan konsep hukum sebagai alat

argumentasi yang berkembang pada kedua mazhab itu. untuk merekayasa sosial (law as a tool of sosial engineering),

Tokoh dibalik mazhab Sociological Jurisprudence adalah atau dengan kata lain, hukum sebagai suatu independent

Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound. Ajaran dari Eugen Ehrlich variable yang dapat menimbulkan dampak berbagai aspek

bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan kehidupan sosial.14

hukum yang hidup di dalam masyarakat: Merefleksikan pertentangan paradigma-paradigma

“the centre of gravity of legal development lies not in hukum tersebut, kita dapat melihat bagaimana hukum

legislation, nor in juristic, nor in judicial decision, but in digunakan untuk kepentingan kapital. Awalnya demi kepastian

society”. hukum, hukum adat dan budaya lokal digusur. Karena hukum

modern memiliki kelengkapan yang jauh lebih baik dan


14
Ibid.
terorganisasi, maka hukum adat lambat laun mudah jalannya roda kapitalisme. Untuk memenuhi kebutuhan yang

disingkirkan. Namun bagi kapitalisme, mengandalkan hukum semakin kompleks, pada ranah teoritis tidak cukup lagi

modern semata tentu tidak mungkin. Dalam suasana menggunakan optik preskriptif dan perlu menciptakan

kemajemukan budaya seperti Indonesia, hukum modern yang pendekatan yang lebih holistik, misalnya socio-legal (catatan:

berlaku umum dan menyamaratakan malah bisa mengundang tentu tidak bisa digeneralisasi bahwa paradigma-paradigma

resistensi. Untuk mengurangi resistensi dari kekuatan- hukum yang lahir selalu Linier berhubungan dengan

kekuatan lokal, hukum modern perlu diperlunak dengan kepentingan kapitalisme). Pendekatan teoritik socio-legal ini

memasukkan "living law" sebagai salah satu syarat hukum diturunkan pada praktik hukum, sebagai contoh,

yang baik. memperkenalkan pendekatan Penyelesaian Sengketa

Alternatif. Bisnis membutuhkan pendekatan Penyelesaian


Dalam konteks kepentingan kapitalisme, awalnya
Sengketa Alternatif dibanding jalur litigasi yang kaku,
perkembangan kapitalisme mempunyai pertalian erat dengan
memakan waktu lama, dan biaya yang mahal. Dengan
Positivisme Hukum, terutama dalam kepentingan untuk
menggunakan Penyelesaian Sengketa Alternatif, para pelaku
memberikan kepastian hukum bagi iklim bisnis. Namun dalam
bisnis bisa menyelesaian sengketa bisnis secara 'win-win
perkembangannya, masyarakat semakin kompleks, perilaku
solution' sehingga bisa merawat hubungan jangka panjang
dan praktik bisnis terlalu besar untuk hanya dimasuk-
dengan rekan bisnis lainnya.
masukkan ke dalam pasal undang-undang begitu saja.
Tetapi pendekatan sosio-legal tidak seluruhnya
Positivisme Hukum tidak cukup memadai mengawal bagi
dimonopoli kapitalisme untuk melegitimasi kepentingannya, dirancang untuk memikirkan dan memberikan keadilan yang

disisi lain sosio-legal justru digunakan para aktivis gerakan, luas kepada masyarakat, melainkan lebih menekankan

sebagian akademisi hukum, dan pengacara progresif untuk perlindungan kebebasan individu misalnya, dengan

melawan kapitalisme. Critical Legal Studies Movement, mengkonstruksi asas dan doktrin hukum yang melindungi hak

misalnya, menelanjangi paradigma hukum liberal-kapitalis milik individu tertentu.

sampai pada ketelanjangannya yang tuntas. Meski pemikiran Kapitalisme, sebagaimana kita ketahui, semula adalah

Critical Legal Studies beraneka warna, tetapi pemikiran ini kenyataan sistem berekonomi atau moda produksi di

pada dasarnya menolak anggapan ahli hukum konservatif dan masyarakat Eropa pada abad ke- 19, kemudian mengeras

liberal yang mengatakan hukum itu otonom terpisah dari menjadi ideologi ketika dianggap sebagai ide dan sistem yang

politik dan ekonomi.15 paling benar oleh penganutnya. Sekarang pada abad ke-21,

Critical Legal Studies berpendapat bahwa hukum tidak mesin turbo kapitalisme beroperasi melampaui batas-batas
netral dan obyektif, terutama sejak kehadiran hukum modern, konvensional suatu negara. Hampir setiap pori-pori dunia
hukum sengaja dibuat untuk memfasilitasi kepentingan- dijadikan sebagai lahan usahanya, sehingga tidak ada bagian
kepentingan tertentu. Sistem hukum liberal, misalnya, tidak dari dunia ini yang tidak dipaksa untuk melakukan
15
Lihat, Mark Kelman, A Guide to Critical Legal Studies (Cambridge: penyesuaian-penyesuaian pembagian kerja baru, termasuk
Harvard University Press), 1987, hal. 111-112. Bandingkan dengan
Roberto Unger, Law in Modern Society, (New York: Free Press), 1976,
hal. 180. Lihat juga, Duncan Kennedy, Legal Education as Training for bidang hukum. Hukum bangsa-bangsa di dunia makin
Hierarchy, dalam David Kairys, ed., Politics of Law (New York: Pantheon),
1982, hal. 47.
mengalami internasionalisasi. Hukum pada fase kapitalisme Dunia, IMF, dan sebagainya) serta MNC (Multi National

global ini dibuat bukan untuk mengatur dan membatasi gerak Corporations). Ketika kekuasaan bisnis ini menjadi penentu

modal, melainkan untuk memfasilitasi ekspansi gerilyawan lahirnya suatu produk hukum baik secara langsung maupun

pasar bebas. tidak, maka dapat diduga arah pembangunan hukum menjadi

Kapitalisme membutuhkan jaminan kepastian hukum bisnis. Hukum sebagai bisnis, menurut Marc Galanter,

"baru" yang mempermudah ruang geraknya, serta merupakan tren baru di dunia kapitalistik yang dimotori

mencairkan batas-batas konvensional suatu negara, seperti Amerika Serikat dan negara-negara industri maju lainnya.

pembebasan tarif, cukai, pajak dan sebagainya. Sudah Ketika hukum sudah menjadi bisnis, tujuan hukum sebagai

barang tentu Indonesia tidak termasuk perkecualian untuk pemberi rasa keadilan, terutama untuk melindungi si lemah,

menyesuaikan hukum-hukumnya. Prioritas pembuatan menjadi melenceng karena hukum sudah menjadi komoditas

Undang-Undang tentang Hak Cipta, Merek, dan Paten di dan lebih mementingkan fasilitas bisnis.

Indonesia, misalnya, merupakan transplantasi kesepakatan Bola dunia ini pun dikuasai dua tipe besar hukum

TRIP'S dan WTO. yakni: (1) tipe Eropa, dan (2) tipe Amerika. Tipe Eropa

Hukum modern yang kelihatan tenang dan beradab mendasarkan pada otoritas ilmu hukum akademis yang jauh

dari luar ternyata sarat dengan desakan dan tuntutan dengan bisnis. Sedangkan tipe Amerika Serikat lebih sibuk

kekuasaan bisnis; lembaga keuangan internasional (Bank


memberikan pelayanan hukum kepada bisnis.16Praktik hukum memberikan jawaban terhadap kebutuhan agresivitas

Amerika Serikat mengakui adanya realitas hierarki dalam kapitalisme tersebut.

bidang sosial dan ekonomi, dan membuat perhitungan Dunia mengalami restrukturisasi ekonomi global yang

dengan kenyataan tersebut. Mereka membangun suatu mengakibatkan sistem hukum bangsa-bangsa di dunia

kekuatan untuk menghadapi realitas tersebut, yaitu mengalami internasionalisasi. "From legal diasporas to legal

membangun `corporate firms' dan diorganisir sebagai suatu ecumenism", prediksi Boaventura De Sousa Santos menjadi

usaha untuk mencari untung dan dikaitkan dengan nasabah kenyataan.17 Bangsa yang 'kalah' secara ekonomi terutama

mereka yang kaya raya. Praktik hukum didayagunakan untuk yang bermukim di negara-negara Dunia Ketiga pun terpaksa

mendukung perkembangan mesin turbo ekonomi kapitalisme. harus menyesuaikan hukumnya dengan perkembangan

Agresivitas kapitalisme yang sudah menjadi global lebih kapitalisme global.

mampu untuk dihadapi dan dilayani oleh model Amerika Hukum di negara-negara Dunia Ketiga masih dianggap

dibanding model Eropa. Seiring dengan itu, agresivitas mega- menghambat agresivitas kapitalisme global. Hambatan

lawyering juga makin meluas di seluruh dunia dan ekspansi kapitalisme adalah proteksi, paham keadilan sosial,

dan berbagai tradisi pengelolaan sumber daya alam yang


16
Satjipto Rahardjo, Pembangunan Hukum di Indonesia dalam Konteks
Situasi Global, Makalah Seminar Nasional tentang Pendayagunaan
bercorak komunalisme. Apabila kita kembali kepada cetakbiru
Sosiologi Hukum dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global
17
dan Pembentukan Asosiasi Pengajar dan Peminat Sosiologi Hukum se- Boaventura De Sousa Santos, Toward a New Common Sense: Law,
Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Science and Politics in The Paradigmatic Transition, Routledge: New
Universitas Diponegoro Semarang, 12 - 13 November 1996. York, 1999
konstitusi (terutama pasal 33 UUD 1945), maka pada memudahkan gerak investasi dan pasar seperti Undang-

dasarnya cita-cita membangun suatu masyarakat Indonesia Undang Penanaman Modal, Hak atas Kekayaan Inteletual

yang berkeadilan sosial tidak sepenuhnya sejalan dengan (HaKI), pengurangan subsidi, peraturan pembebasan lahan,

kepentingan kapitalisme global. Hal itulah yang barangkali kebijakan impor beras, dan sebagainya. Hukum ini dibuat

menyebabkan kapitalisme gerah, bahwa hambatan di bukan untuk mengatur dan membatasi penetrasi kapitalisme

Indonesia datang dari hukum yang bercorak nasionalisme modal, melainkan untuk memfasilitasi gerilyawan pasar

ekonomi. bebas. Memang secara formal yang membuat peraturan

Tiga aktor utama penguasa ekonomi global: World perundang-undangan adalah DPR bersama pemerintah,

Trade Organization, perusahaan multi nasional, dan lembaga tetapi sesungguhnya banyak peraturan yang lahir karena

keuangan global seperti Bank Dunia dan IMF menuntut tekanan perusahaan multinasional dan lembaga-lembaga

pemerintah di negara-negara Dunia Ketiga menyingkirkan keuangan internasional yang tidak dipilih oleh rakyat. 18

"penghalang jalan" kapitalisme. Tidak ada pilihan lain bagi


18
Bagaimana karakter hukum setelah pesta demokrasi usai? Tesis
bangsa yang kalah, yang haus modal dan ketergantungan Noreena Hertz dalam Silent Takeover and the Death of Democracy
mengingatkan bahwa akibat globalisasi ekonomi, akan terjadi the death of
hutang, kecuali menganggukan kepala untuk menyesuaikan democracy. Para pemimpin negara saat ini, demikian kata Hertz, memang
dipilih oleh rakyat, tetapi mereka ternyata lebih sibuk untuk melayani
pelaku bisnis global yang tidak memilihnya. Apalagi dalam Pemilu mereka
hukumnya dengan kesepakatan global. Bangsa yang `kalah' banyak disokong oleh para pemodal, atau dengan kata yang lebih tepat,
partai-partai dan calon presiden itu mengadakan deal dengan para
segera menetapkan peraturan perundang-undangan yang kapitalis. Tanpa bermaksud mengecilkan arti penting Pemilu sebagai
proses demokrasi, kemenangan sebuah partai atau presiden, pada
akhirnya, adalah kemenangan sebuah kelompok kapitalis tertentu.
George Soros sebagai salah satu aktor bisnis global (tinju besi berselubung kain beludru). Sebagai bangsa yang

menyebutnya sebagai "unholy alliances" antara bisnis dan 'kalah', kita nyaris tidak mempunyai posisi tawar dalam

pemerintah, atau pengusaha dan penguasa. Prosedur hukum membuat aturan di negeri sendiri.

tetap dipatuhi, tetapi berbagai fungsi negara sebagai welfare Forestry Sektor Adjustment (Penyesuaian Sektor

state telah dipangkas dan dibengkokan oleh kepentingan Kehutanan) melahirkan Perpu Nomor I Tahun 2004 yang

bisnis privat.19 Tulisan ini bukan bermaksud mengecilkan kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004,

peran negara. Namun negara yang di dalamnya banyak beserta turunannya, yakni Keppres Nomor 41 Tahun 2004

benalu-pemangsa (predatory parasitic) kurang bisa yang menegaskan bahwa semua perizinan atau perjanjian di

diandalkan, mereka mudah tergelincir sebagai elite bidang pertambangan di kawasan hutan lindung sebelum

komprador bagi modal. Hukum yang diberlakukan pada berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

bangsa yang kalah bagaikan `iron boxing and the velvet glove' dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin atau

perjanjian tersebut.
Suksesnya pesta demokrasi di negara kapitalis pinggiran tidak akan
banyak merubah tipe hukum yang bercorak kapitalis menjadi hukum yang
populis (pro rakyat). Pengakuan IMF baru - baru ini tentang kesalahannya Progam LAP (Land Administration Project) dari Bank
memberikan resep pemulihan ekonomi di Indonesia cukup menunjukan
bahwa keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak selalu Dunia melahirkan PP 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran
ditentukan oleh negara yang mendapat mandat dari rakyatnya, tetapi
ditentukan oleh lembaga keuangan internasional atau perusahaan
transnasional yang tidak dipilih oleh rakyat. Lihat, Noreena Hertz Silent
Tanah, Proyek sertifikasi pertanahan salah satunya bertujuan
Takeover Global Capitalism and the Death of Democracy, Arrow Books,
2001. untuk peningkatan keamanan dan kepastian hukum atas
19
George Soros, Open Society: Reforming Global Capitalism, New York:
Public Affairs, hal. xi
kepemilikan tanah. Sebagaimana yang tercantum dalam Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

dokumen proyek, sertifikasi tanah ini memberikan basis yang Namun Peraturan Pemerintah ini masih dirasakan kurang

signifikan dalam menyiapkan pasar tanah yang efisien dan memadai untuk memfasilitasi kepentingan modal atas tanah

untuk meningkatkan jaminan atas investasi asing serta sehingga perlu ada peraturan setingkat undang-undang.

menjadikan tanah sebagai aset yang bisa menjadi agunan Desakan kuat untuk pelaksanaan pembaruan agraria tertuang

dan bisa diperjual belikan dengan mudah. Akibatnya, tanah dalam dokumen technical assistance ADB (Asian

tidak lagi dilihat sebagai nilai guna melainkan menjadi nilai Development Bank) yang mengatur teknis penyusunan RUU

tukar sehingga tunduk pada hukum permintaan dan pertanahan oleh BPN. Agenda ADB ini merupakan bagian

penawaran di pasar. dari proyek penyusunan kerangka hukum dan kerangka

administratif pertanahan dalam kerangka kerja yang terkait

dengan proyek LMPDP (Land Management and Policy


Program LAP yang dilanjutkan dengan Land Policy
Development Project) yang diprakarsai oleh Bank Dunia sejak
Management Reform progam dari Bank Dunia melahirkan
tahun 2005 lalu. Untuk proyek penyusunan RUU pertanahan
Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan
ini, BPN selaku implementator berhasil mengajukan proposal
Nasional di Bidang Pertanahan sebagai dasar keluarnya
kepada ADB yang membuahkan komitmen ADB berupa
Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Agraria.
pembiayaan proyek sebesar 500.000 US$ dari total biaya
Infrastructur Summit 2005 melahirkan Peraturan Presiden

Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi


proyek sebesar 625.000 US$.20 Dalam konteks Indonesia, tekanan desain peradilan

Reformasi hukum tidak hanya di lapangan preaturan neo-liberal sangat jelas terlihat ketika upaya reformasi

perundang-undangan undangan melainkan juga peradilan. peradilan tidak meletakkan arah perubahannya pada sistem

Pernyataan Donor tentang Reformasi Sektor Peradilan, yang yang lebih berkeadilan bagi rakyat banyak, melainkan lebih

disiapkan oleh para donor untuk pertemuan Consultative menuruti kepentingan selera pasar dalam penciptaan iklim

Group on Indonesia, menyatakan: usaha. Salah satunya adalah pembentukan institusi peradilan
"Reformasi Hukum dan sektor peradilan tetap penting khusus bagi buruh melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun
bagi penguatan demokrasi di Indonesia, stabilitas sosial dan 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
politik jangka panjang, perlindungan dan pemberdayaan hak (PPHI). Pembentukan mekanisme peradilan baru ini
asasi, dan pemulihan ekonomi serta reformasi kebijakan yang merupakan bagian dari proyek pembaruan peradilan (judicial
berkaitan. reformasi sektor peradilan Indonesia penting untuk reform) yang disponsori Bank Dunia dan bertujuan
menarik investasi, baik domestik maupun asing, yang mengurangi peran negara dalam konflik industrial.22
merupakan faktor kunci dalam pemulihan ekonomi jangka

menengah.21
22
Bank Dunia sebenarnya sudah lama memperingatkan pemerintah
untuk tidak ikut campur dalam konflik industrial, misalnya saat menjelang
20
Menurut investigasi Serikat Petani Indonesia (SPI) proyek penyusunan krisis finansial ketika Bank Dunia telah mengevaluasi dan mengkritisi
RUU pertanahan pemerintah Indonesia dalam kebijakan perburuhannya, dan menyatakan,
21
http://wbln0018.worldbank.org/eap/eap.nsf/attachments/012103-12CGI- "the (Indonesian) workers are overly protected" dan "the government
S4, Justice/@file/12CGI-S4-Justice.pdf should stay out of industrial disputes" (The Jakarta Post, April 4, 1996).
Dalam kosmologi baru ini, amanat konstitusi tentang semua kritik bahwa tidak benar program-program Bank Dunia

"sebesar-besar kemakmuran rakyat" menjadi klaim di atas mengedepankan keuntungan semata dan tidak berpihak

kertas yang kurang relevan. Apabila hukum kita setia kepada kepada kaum miskin dan tertindas.

cita-cita konstitusi "sebesar-besar kemakmuran rakyat", kita Justice For The Poor dikreasi oleh Bank Dunia untuk

justru akan berjalan ke arah yang berlawanan dengan arus mempromosikan pengurangan kemiskinan di Indonesia,

kapitalisme global. Kita pun mengamini pikiran hukum khususnya strategi pemberdayaan kaum miskin melalui

dominan tersebut dengan menyesuaikan hukum nasional bantuan hukum. Bagi Bank Dunia, program pemberdayaan

dengan kepentingan kapitalisme. dan penyadaran hukum merupakan instrumen penting rakyat

Penghisapan dan eksploitasi kapitalisme global di miskin untuk mendapatkan akses keadilan. Munculnya Justice

negara-negara Dunia Ketiga yang selalu menjadi sasaran for The Poor di Indonesia tak terpisahkan dengan program

banyak kritik, ternyata belakangan ini melakukan langkah

sebaliknya, yakni mengembangkan sebuah proyek keadilan

untuk kaum lemah dan papa. Bank Dunia, misalnya, melalui kelompok masyarakat miskin dari lembaga hukum dengan tujuan
memahami dukungan apa yang mungkin diberikan demi mendorong
terjadinya reformasi hukum di tingkat lokal. Tim Justice lebih menujukkan
program Justice for The Poor23 seolah hendak menjawab reformasi hukum dengan perspektif dari masyarakat yang menjadi tujuan
hukum tersebut, daripada terhadap institusi atau kerangka kerja
hukumnya sendiri. Tim Justice juga mengambil pelajaran dari - dan
23
Program Justice for The Poor (selanjutnya disingkat Justice) adalah membantu mendesain, pelatihan paralegal dan penyediaan pengacara
proyek Bank Dunia. Proyek ini dimulai sejak Juni 2002 dengan tujuan bantuan hukum pro bono bagi masyarakat kurang mampu dalam rangka
memperbaiki akses masyarakat, terutama kelompok miskin, terhadap pelaksanaan beberapa proyek Bank Dunia yang telah ada. Lihat
keadilan, melalui mekanisme informal maupun formal. Tim Justice penjelasan Bank Dunia dalam;
melakukan penelitian lapangan di Indonesia untuk mendapatkan http://www.justiceforthepoor.or.id/index.php?option=com
gambaran tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan oleh content&task=view&id=9&Itemid=86
global dalam Poverty Reduction Strategy Papers (PRSPs).24 pengusaan sektor-sektor ideologis masyarakat seperti hukum,

Ketika kekuasaan hadir dalam wajah yang lebih pendidikan, media, dan sebagainya. Hasilnya dahsyat! Si

humanis dan menawarkan bantuan, menjadi sulit untuk tertindas menjadi penikmat atas ketertindasannya.

mengkritisinya, apalagi menolaknya. Pelaksanaan kekuasaan Justice for The Poor merupakan kreasi hukum canggih

memang tidak pertama-tama melalui kekerasan (Hobbes), Bank Dunia meminjam pendekatan socio-legal, maka dalam

bukan dalam represi (Freud) atau pertarungan kekuatan rangka kepentingan melakukan refleksi-kritis kita pun

(Machiavelli), melainkan hadir dalam wujud produktif menggunakan pendekatan yang kurang lebih sama (optik

(Foucault) dan hegemonik (Gramsci). Meminjam konsep socio-legal) untuk menyingkap selubung-selubung hegemoni

hegemoni Gramsci, ide pokok dibelakang konsep ini adalah dalam proyek ini dengan memulai sebuah pertanyaan; apa

klaim, dominasi kelas penguasa tak hanya meliputi sarana- tujuan "sesungguhnya" proyek Justice for The Poor?

sarana produksi fisik tetapi juga dominasi atas sarana-sarana Pertama, kalau kita cermati program Justice for The

produksi simbolik. Penguasaan terhadap kekuatan produksi Poor tidak pernah mempersoalkan properly right (hak milik)

material direplikasikan pada tingkat ide, yang terlihat dalam sebagai akar persoalan kemiskinan, bahkan sikap yang paling

moderat (baca: kompromis) sekalipun seperti membicarakan


24
Pada bulan September 1999 ,IMF dan Bank Dunia meluncurkan strategi hak kelola sumber daya alam yang dalam kenyataannya
baru untuk menjalankan agenda Neoliberalisme di dunia . Progam ini
disebut dengan Poverty Reduction Strategy Paper - PRSP (Kertas Strategi timpang. Padahal salah satu asal-muasal persoalan adalah
Pengurangan Kemiskinan). PRSPs dianggap sebagai sebuah pendekatan
baru yang dapat mengatasi kemiskinan dan pembangunan ekonomi di
negara-negara dengan pendapat rendah. hak milik. Dalam masyarakat liberal hak milik merupakan
nyawa kapitalisme. Sekritis apa pun dalam masyarakat liberal menghancurkan sistem yang sudah mapan. Justice for The

(seperti masyarakat boleh mempersoalkan apa saja tentang Poor "memoderasi" radikalisasi massa dan kemungkinan

keadilan), tetapi hanya satu yang tidak boleh didebat: terjadinya gejolak sosial akibat tertutupnya akses masyarakat

eksistensi hak milik. Hak milik dan kapitalisme bagaikan terhadap hukum melalui program revitalisasi bantuan hukum,

kembar siam yang tidak mudah diceraikan oleh operasi bedah paralegal, revitalisasi bantuan hukum, otonomi peradilan

apa pun, apalagi dinegosiasikan melalui program Justice for desa, dan sebagainya. Kurang-lebih pesannya begini;

The Poor.25 "apabila ada penggusuran, tidak perlu melawan dengan cara-

Justice for The Poor memang bukan ditujukan untuk cara kekerasan, bukankah rakyat sudah melek hukum dan

merombak struktur kemiskinan, melainkan menjadi perkakas tahu bagaimana menyelesaikan sengketa secara litigasi

strategis yang cocok dikembangkan untuk mengeliminasi maupun non litigasi?"26 Justice for The Poor ibarat

konflik dan radikalisasi massa yang dikhawatirkan mengurangi rasa sakit tanpa menghilangkan penyakitnya.
26
mengganggu iklim investasi, bahkan apabila dibiarkan dapat Hukum alat efektif sebagai "engsel" sosial. Lawrence Fridman menyebut
lima fungsi dari sistem hukum. Pertama, sebagai sistem kontrol. Dengan
kata lain, sistem hukum berkaitan dengan perilaku yang mengontrol.
Kedua, fungsi hukum sebagai penyelesaian sengketa (dispute settlement).
25
Program Justice for The Poor di Nusa Tenggara Barat membangun Dengan kata lain sistem hukum adalah agen pemecah konflik dan juga
posko bantuan hukum, namun tidak pernah mempersoalkan -apalagi agen penyelesaian sengketa. Ketiga, fungsi redistribusi (redistributive
melakukan advokasi- pencaplokan lahan masyarakat Tanaq Awu untuk function) atau fungsi rekayasa sosial (social engineering).
proyek bandara internasional. Kasus penggusuran ini menyebabkan Fungsi ini mengarahkan penggunaan hukum untuk mengadakan
ribuan petani tiga desa (Tanaq Awu, Ketare, Penujak) kehilangan lahan perubahan sosial yang berencana yang ditentukan oleh pemerintah.
pertanian subur, sejumlah petani yang melawan terkena tembakan dan Keempat, hukum berfungsi sebagai pemelihara sosial (social
dipenjara dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan, dan maintenance). Kelima, hukum berfungsi mengawasi penguasa itu sendiri.
perempuan hamil keguguran akibat kekerasan aparat. Wawancara Lawrence Friedman, American Law an Introduction, Second Edition,
dengan Direktur Lembaga Studi dan Bantuan Hukum NTB, Suhaimi, 10 diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar,
Januari 2009. Cetakan Pertama, PT Tata Nusa, Jakarta, 200, hal. 11-18.
Itulah mengapa program Justice for The Poor lebih Kapitalisme tidak hadir dalam wajah aslinya: serakah,

menekankan solusi melalui penyelesaian sengketa alternatif, melainkan lebih humanis melalui "tangan kirinya"

paralegal, bantuan hukum, dan sebagainya. mengembangkan program "Justice for The Poor", "Corporate
Dalam sungai sejarah yang mengalir, untuk Sosial Responsibility", dan sebagainya. Program-program
mengeliminasi radikalisasi massa, negara-negara kapitalisme humanis seperti Justice for The Poor menjadi sangat penting
maju dan lembaga keuangan internasional sebenarnya telah sebagai instrumen untuk mendapatkan legitimasi publik
lama meneteskan dananya kepada rakyat miskin di negara- melalui kosensus para pihak. Justice for The Poor adalah
negara dunia ketiga dalam berbagai program pemberdayaan. harga yang harus dibayar oleh agen-agen kapitalisme karena
Bantuan disalurkan untuk pemberdayaan masyarakat di dalam suasana yang relatif demokratis ini tidak mungkin
negara-negara dunia ketiga, diantaranya melalui LSM-LSM melakukannya secara otoritarian. Model lama yang represif
dan perguruan tinggi, dalam bentuk proyek pengentasan seperti proyek Bank Dunia dalam pembuatan waduk Kedung
kemiskinan, good governance, antikorupsi, legislative drafting, Ombo tidak lagi efektif. Berbeda dengan zaman rezim otoriter
studi hukum, pendidikan demokrasi dan pemilu. Melalui Orde Baru, dirigennya tunggal sehingga memungkinkan untuk
berbagai proyek pemberdayaan dan penyadaran hukum, main tunjuk tanpa harus berunding dan meminta persetujuan
kontradiksi si kaya dan si miskin ditahan, rasa sakit akibat masyarakatnya.
penetrasi kapital dikurangi, supaya tidak meledak menjadi Kedua, penelitian Wiratraman'' menunjukan, akses
revolusi sosial.
keadilan dalam program Justice for The Poor lebih ditujukan terjadi, tidak mengubah hubungan-hubungan yang eksplotatif.
Sebagai analogi, dalam sejarahnya belum pernah peternak
pada efektivitas sistem hukum untuk kepentingan Bank Dunia
menelantarkan sapi perahnya. Peternak menyediakan rumput
itu sendiri. Dalam urusan pemantauan korupsi, Bank Dunia
yang sehat, kandang yang bersih, dimandikan agar sapi tetap
sendiri memilih memfokuskan lebih banyak pada proyek- sehat dan susunya semakin melimpah untuk diperah. Justice
fo The Poor ini bersifat ideologis karena tidak bisa dilihat
proyek yang didanainya sendiri seperti Proyek
sebagai program yang otonom dan terpisah dari kepentingan-
Pengembangan Kecamatan (PPK). Hal ini penting bagi Bank
kepentingan dan program-program Bank Dunia yang lain
Dunia untuk menyelamatkan dana tersebut sekaligus seperti pasar tanah, pengamanan investasi, dan lain-lain,
melainkan saling berkait, menguatkan dan mengakumulasi.
meyakinkan pengembalian utang dalam jangka waktu
One form capital comes to be added to other form capital.27
tertentu. Namun uniknya, dana proyek-proyek pengawasan

tersebut juga harus dibebankan melalui utang, di mana lagi- Dalam masyarakat kapitalis yang relatif demokratis,
pendekatan hukum represif mulai ditinggalkan dan beralih ke
lagi rakyat yang harus melunasinya. Pada titik ini ‘alat” telah
tatanan hukum yang lebih responsif dan humanis. Oposisi
mengkoloni “tujuan” sehingga peran Bank Dunia menjadi
dalam masyarakat tidak dicegah atau dibungkam, melainkan
kabur antara filantropi, keswadayaan, atau mencari 27
John Perkins bekas seorang economic hit man dalam “pengakuan
dosanya” tersebut ia menulis :”sementara itu, aku merenungkan sifat alami
keuntungan ekonomis melalui program bercorak humanis. bantuan luar negeri, dan aku mempertimbangkan peran sah yang dapat
dimainkan oleh negara-negara maju (DC-Developed Countries di dalam
jargon bank Dunia) untuk membantu mengurangi kemiskinan dan
Ketiga, Justice for The Poor seolah sebagai tindakan kesengsaraan di negara-negara terbelakang (LDC – Less Developed
kapitalisme melawan dirinya sendiri dengan berbalik membela Countries). Aku mulai bertanya-tanya kapan bantuan itu tulus dan kapan
bantuan itu hanya tamak dan mengutamakan keuntungan dan
kaum miskin yang tertindas. Padahal yang sesungguhnya kepentingan diri sendiri, “Lihat, John Perkins, Confessions of an Economic
Hit Man, Berrett-Keoehler Publishers, Inc., San Fransisco, 2004
di ‘biayai’ untuk terus mengkritik kelemahan-kelemahan dibentuk untuk mengatasi setiap permasalahan tanpa
kapitalisme. Kritik justru dibutuhkan oleh kapitalisme untuk mempertimbangkan: (i) apakah peraturan perundang-
memodifikasi dirinya sedemikian rupa sehingga gelombang undangan tersebut dibutuhkan dalam rangka mendukung
protes justru memiliki efek memperbaiki. Kekuatan-kekuatan prioritas pembangunan; dan (ii) apakah substansinya sudah
perlawanan, pada akhirnya diintegrasikan dalam sistem diatur oleh peraturan perundang-undangan sektor lainnya.
sehingga kehilangan sayap negasinya.28
Berdasarkan data dari Pusdatinkomtel Kementerian
BAB III Dalam Negeri, Semenjak Tahun 1999 – 2010 (11 tahun)
SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN tercatat telah dibentuk 436 Undang-Undang, atau rata-rata 40
HUKUM DARI BERBAGAI ASPEK Undang-Undang per tahun. Bandingkan dengan jumlah
Undang-Undang yang dibentuk sejak tahun 1947 – 1997 (50
tahun), yakni 813 UU, atau rata-rata hanya 16 UU.

A. Aspek Substansi Hukum Membengkaknya jumlah peraturan perundang-undangan


khususnya UU antara lain disebabkan adanya pemikiran di
Kondisi perundang-undangan Indonesia setelah era
kalangan pembentuk peraturan perundang-undangan bahwa
reformasi 1998 ditandai dengan gejala hyper regulation (hiper
semua persoalan sosial bisa diselesaikan dengan
regulasi) yaitu suatu keadaan dimana banyak sekali peraturan
pembentukan peraturan perundang-undangan (umumnya
perundang-undangan (terutama undang-undang) yang
pada level UU). Faktanya tanpa disadari sering terjadi
28
Lenyapnya “negasi” terhadap sistem, menurut filsuf Herbert Marcuse, sebaliknya, yaitu peraturan perundang-undangan yang ingin
menyebabkan masyarakat dewasa ini adalah masyarakat satu dimensi.
Dimensi kedua yang lenyap adalah perlawanan terhadap sistem. menyelesaikan suatu permasalahan tertentu justru
Sehingga, seluruh dimensi kehidupan mengarah ke satu tujuan saja, yaitu
menjaga kelangsungan system teknologis yang telah menjadi penguasaan menimbulkan permasalahan lainnya.
total. Lihat : Herbert Marcuse, One Dimensional Man: Studies in The
Ideology of Advanced Industrial Society, London: Routledge & Kegan
Paul, 1964
Secara umum kualitas Undang-Undang Indonesia Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Energi Panas
belumlah dapat dikatakan cukup baik. Masih ditemukan Bumi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Undang-Undang yang bermasalah maupun Daya Air, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
diindikasikan/berpotensi bermasalah. Perikanan, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
Salah satu hasil kajian yang menunjukkan banyaknya
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008.
Undang-Undang yang diindikasikan bermasalah adalah kajian
Berkaitan dengan kualitas Undang-Undang dapat juga
yang dilakukan oleh tim ahli Menteri Negara Lingkungan
dilihat pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait
Hidup pada bulan Maret 2009 yang menegaskan bahwa ada
perkara pengujian Undang-Undang. Menurut data Mahkamah
12 (dua belas) Undang-Undang tentang Sumber Daya Alam
Konstitusi Republik Indonesia, sejak Tahun 2003 sampai
yang saling tumpang tindih dan tidak konsisten satu dengan
dengan 2010 terdapat 437 Perkara Permohonan Pengujian
yang lainnya. Ke 12 (dua belas) Undang-Undang tersebut
Undang-Undang. Keseluruhan permohonan tersebut
adalah: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
berkaitan dengan 166 Undang-Undang. Dari 437 perkara
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-Undang
pengujian Undang-Undang, MK dalam putusannya
Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
mengabulkan 75 permohonan dan sisanya ditolak, tidak
Pertambangan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
diterima atau ditarik kembali. Meskipun permohonan
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
pengujian Undang-Undang yang dikabulkan oleh MK belum
Ekonsistemnya, Undang-Undang Nonor 23 Tahun 1997
terlalu banyak yaitu kurang dari 20%, namun hal ini tetap
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang
menunjukkan pentingnya meningkatkan kualitas undang-
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang
undang yang dibentuk terutama aspek konstitusionalitasnya.
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,
Hiper regulasi serta kurang berkualitasnya UU yang Kondisi tersebut di atas sesungguhnya terjadi akibat
dibentuk akan menimbulkan akibat-akibat sebagai berikut; (i) pembentukan undang-undang belum sepenuhnya
alienasi hukum, artinya hukum makin teralienasi dan terasing mengikut/selaras dengani arah pembangunan nasional yang
dari masyarakatnya sendiri. Alineasi itu muncul ketika tertuang dalam dokumen perencanaan yaitu Rencana
semakin banyak aturan, namun peraturan tersebut tidak Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan
efektif, artinya aturan tersebut tidak bisa ditegakkan; (ii) Selain Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Undang-Undang Nomor 25
dampak aleniasi hukum dan membebani masyarakat, hiper Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
regulasi dan undang-undang bermasalah juga cenderung Nasional (SPPN) sebenarnya telah menyebutkan dan
menyebabkan ketidakpastian hukum, mempersulit memberikan arahan tentang pentingnya menyelaraskan
pertumbuhan investasi dan pada akhirnya menurunkan daya pembentukan peraturan perundang-undangan dengan
saing Indonesia di dunia internasional. Survey Doing dokumen perencanaan pembangunan. Pasal 2 ayat (4) UU
Business tahun 2010 yang diterbitkan oleh Bank SPPN mengatur Sistem Perencanaan Pembangunan
Dunia/Internasional Finance Corporation (IFC) menempatkan Nasional bertujuan untuk: a. mendukung koordinasi
Indonesia pada urutan ke-122 dari 183 Negara yang disurvei. antarpelaku pembangunan; b. menjamin terciptanya integrasi,
Kemudahan untuk berbisnis di Indonesia masih kalah sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang,
dibanding negara-negara ASEAN lainnya. Dalam laporan antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan
Bank Dunia tahun ini, Indonesia berada di peringkat ke-122 Daerah; c. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
masih di bawah Singapura (1),Thailand (13), dan Malaysia perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
(23) meski sudah di atas Filipina (144), Kamboja (145),dan d. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan e. menjamin
Laos (167). tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan.
Pentingnya menyelaraskan pembentukan undang- dalam pembentukan dan implementasi dapat menjadikan
undang dengan rencana pembangunan suatu negara setidak- negara hukum sekedar sebagai suatu Negara aturan atau
tidaknya didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut: (i) Negara Undang-Undang saja.
sebagai konsekuensi dari pendekatan yang digunakan dalam Dalam rangka menyelaraskan pembentukan undang-
legislasi, dimana pembentukan undang-undang sangat tidak undang dengan rencana pembangunan pemerintah telah
mungkin dipisahkan dari tujuan‐tujuan yang terkait dengan membuat serangkaian langkah-langkah yang diperlukan,
proses demokratisasi. Demokratisasi yang dimaksudkan, diantaranya adalah mengatur mengenai adanya kerangka
tidak sekedar bicara soal model‐model representasi politik regulasi sebagai bagian dari dokumen perencanaan. Pasal 4
rakyat dalam kontribusinya terhadap kontrol kekuasaan, ayat (2) UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
melainkan pula pencapaian upaya lebih maju terhadap tujuan Pembangunan Nasional (UU SPPN) mengatur RPJM
Negara yaitu memberikan perlindungan dan pemenuhan Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program
hak‐hak asasi manusia dalam bentuk yang lebih nyata, Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP
substantif, dan meluas bagi rakyat; (ii) ide negara hukum Nasional, yang memuat strategi pembangunan nasional,
(rechtsstaat) sangat terkait dengan positivisme hukum yang kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas
membawa konsekuensi bahwa hukum harus dibentuk secara Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan,
sadar oleh Badan Pembentuk Undang-Undang, sedangkan serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran
pembentukan Undang-Undang pada dasarnya dimaksudkan perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan
untuk membatasi kekuasaan pemerintahan secara tegas dan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan
jelas. Pada sisi lain pembentukan Undang-Undang kerangka pendanaan yang bersifat indikatif . Ayat (3) nya
dimaksudkan untuk melindungi hak-hak dasar. Dengan RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, mernuat
demikian kedudukan Undang-Undang menjadi sangat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro
strategis dalam implementasi ide negara hukum. Kesalahan
yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh melibatkan partisipasi masyarakat. Bentuk fasilitasi tersebut
termasuk arah kebijakan fiskal, serta program salah satunya adalah melalui penyusunan kerangka regulasi
Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, yang memungkinkan masyarakat turut serta dalam
kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pembangunan.
pendanaan yang bersifat indikatif .
Selain kerangka regulasi untuk lebih mengarahkan
Dokumen perencanaan pembangunan baik jangka perencanaan pembentukan Undang-Undang Pasal 15 ayat
menengah (RPJMN) maupun jangka pendek (RKP) selain (1) UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan
memuat tujuan nasional, jika mengacu kepada Pasal 4 ayat Perundang-undangan telah mengatur suatu mekanisme yang
(2) dan ayat (3) UU No. 25 Tahun 2004 maka sebenarnya disebut sebagai Progam Legislasi Nasional (Prolegnas).
telah memuat daftar RUU yang akan dibentuk dalam periode Prolegnas menurut Pasal 1 angka 9 adalah instrumen
pembangunan tertentu atau yang biasa disebut dengan perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang
kerangka regulasi. Kerangka regulasi merupakan bagian disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis antara
penting dan tidak dapat dipisahkan dari dokumen Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah Republik
perencanaan pembangunan, hal ini mengingat: (1) seringkali Indonesia.
pelaksanaan pembangunan atau pencapaian prioritas Menurut ketentuan Pasal 16 UU No.10 Tahun 2004
pembangunan terkendala oleh hambatan regulasi. Misalnya, ayat (1) Penyusunan Program Legislasi Nasional antara
karena regulasi yang ada kurang mendukung kepastian Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dikoordinasikan
hukum atau regulasi yang ada belum diarahkan untuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan
mendukung pencapaian prioritas nasional; (2) keterbatasan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang
anggaran pembangunan membuat pemerintah harus mampu legislasi. Ayat (2) nya mengatur Penyusunan Program
memfasilitasi dan mendorong kegiatan pembangunan dengan Legislasi Nasional di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat
dikoordinasikan oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan tanggung jawabnya ( vide Pasal 11 Perpres No.61
Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi. Ayat (3) Tahun 2005);
Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan
2. Penyampaian perencanaan pembentukan Rancangan
Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan
Undang-Undang kepada Menteri disertai dengan pokok
tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang-
materi yang akan diatur serta keterkaitannya dengan
undangan. Mengenai Tata cara penyusunan dan pengelolaan
peraturan perundang-undangan lainnya ( vide Pasal 12
Program Legislasi Nasional diatur lebih lanjut dengan
Perpres No.61 Tahun 2005);
Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Penyusunan dan Pengelolaan Progam Legislasi Nasional. 3. Menteri melakukan pengharmonisasian, pembulatan,
Menurut Perpres 61 Tahun 2005 Prolegnas ditetapkan dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-
untuk jangka waktu panjang, menengah dan tahunan Undang yang diterima dengan Menteri lain atau
berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
Undang-Undang. Jangka menengah yang dimaksud adalah 5 penyusun perencanaan pembentukan Rancangan
Tahun dan Jangka Pendek adalah 1 tahun. Penyusunan Undang- Undang dan Pimpinan instansi Pemerintah
Prolegnas di lingkungan Pemerintah pada dasarnya melalui terkait lainnya ( vide Pasal 14 Perpres No.61 Tahun
tahap sebagai berikut: 2005);

1. Menteri (Menteri Hukum dan HAM) meminta kepada 4. Upaya pengharmonisasian, pembulatan, dan
Menteri lain dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non pemantapan konsepsi Rancangan Undang- Undang
Departemen perencanaan pembentukan Rancangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, diarahkan
Undang-Undang di lingkungan instansinya masing- pada perwujudan keselarasan konsepsi tersebut
masing sesuai dengan lingkup bidang tugas dan dengan falsafah negara, tujuan nasional berikut
aspirasi yang melingkupinya, Undang-Undang Dasar prolegnas jangka pendek (1) tahun mengacu kepada tujuan
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang- nasional jangka pendek sebagaimana dimuat dalam RKP.
Undang lain yang telah ada berikut segala peraturan
Meskipun Perpres 61 Tahun 2005 sudah jelas
pelaksanaannya dan kebijakan lainnya yang terkait
mengatur kewajiban untuk menyelaraskan RUU yang
dengan bidang yang diatur dalam Rancangan Undang-
diusulkan dengan tujuan nasional yang notabene ada dalam
Undang tersebut. ( vide Pasal 15 Perpres No.61 Tahun
dokumen perencanaan pembangunan namun
2005).
implementasinya belum optimal. Hal ini nampak dari: (i)
Dengan mengacu kepada Pasal 15 Perpres No. 61 evaluasi Prolegnas 2005-2009, terlihat bahwa penetapan
Tahun 2005 maka sudah seharusnya setiap RUU yang jumlah RUU prioritas (total 284 RUU, yang dalam
diusulkan untuk dibentuk dan menjadi bagian dari Prolegnas perkembangannya ternyata RUU Prioritas tahunan masih
Pemerintah harus menyesuaikan dan menyelaraskan dengan ditambah dengan RUU kumulatif terbuka, sehingga selama
tujuan nasional sebagaimana termuat dalam Dokumen periode 2005-2009 total RUU yang akan dibentuk berjumlah
Perencanaan pembangunan nasional baik yang sifatnya 335 RUU) terlihat kurang realistis sehingga
jangka panjang (RPJP), jangkah menengah (RPJMN), jangka pencapaiannyapun tidak maksimal (capaian pembentukan UU
pendek (RKP). Jika dibuat perbandingan maka untuk selama 2005-2009 adalah 193 UU). Catatan ini baru dari sisi
prolegnas jangka panjang mengacu kepada tujuan kuantitas, secara kualitas, mayoritas RUU yang dihasilkan
pembangunan jangka panjang sebagaimana dimuat dalam adalah RUU pemekaran wilayah dan ratifikasi perjanjian
RPJP, Prolegnas jangka Menengah (5 tahun) sudah internasional. Berbagai RUU yang dinilai sangat dibutuhkan
selayaknya mengacu kepada tujuan nasional jangka masyarakat dan merupakan kebutuhan pembangunan
menengah sebagaimana dimuat dalam RPJMN dan untuk nasional justru tidak banyak terselesaikan. Tidak adanya
konsistensi terhadap kesepakatan bersama untuk
menyelesaikan sejumlah RUU pada setiap periodenya, RPJMN/RKP pada dasarnya disebabkan oleh beberapa hal
diperburuk dengan catatan kualitas RUU yang dihasilkan; (ii) sebagai berikut:
jumlah RUU yang diusulkan dibentuk dalam RPJMN dan RKP
1. Waktu: penetapan Prolegnas pemerintah dan
yang notabene dimaksudkan untuk mendukung prioritas
RPJMN/RKP; Prolegnas 5 tahunan (pemerintah)
nasional yang ada dalam RPJM maupun RKP jumlahnya
ditetapkan terlebih dahulu daripada penetapan
seringkali tidak sama dengan RUU dalam Prolegnas
RPJMN. Sebagai contoh Prolegnas 2010-2014
Pemerintah. Seringkali RUU dalam Prolegnas baik 5 (lima)
ditetapkan pada bulan Desember 2009, sedangkan
tahunan dan tahunan usulan pemerintah jumlahnya lebih
RPJMN 2010-2014 ditetapkan pada bulan Januari
besar daripada RUU yang telah ditetapkan dalam RPJMN dan
2010. Ditetapkannya prolegnas 2010-2014 lebih
RKP. Sebagai contoh: RPJMN 2010-2014 memuat 31 RUU
awal daripada RPJMN 2010-2014 membawa
yang direncanakan dibentuk dalam kurun waktu 2010-2014,
implikasi tidak sepenuhnya diacu tujuan-tujuan,
namun pemerintah dalam daftar usulan rancangan undang-
prioritas-prioritas pembangunan nasional dalam
undang untuk dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional
RPJMN oleh Prolegnas. Berbeda dengan RPJMN,
2010-2014 ke Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan 164
untuk RKP ditetapkan terlebih dahulu daripada
RUU. RKP 2010 telah menetapkan usulan pembentukan RUU
Prolegnas Tahunan Pemerintah. Hal ini seharusnya
sebanyak 37 RUU, namun pemerintah dalam pembahasan
membuat Prolegnas tahunan pemerintah bisa
bersama Panja prolegnas DPR terkait daftar usulan
sepenuhnya mengacu kepada RKP, namun
Prolegnas Prioritas 2010 mengusulkan 85 RUU untuk
kenyataannya belumlah demikian, jumlah RUU di
diprioritaskan pada tahun 2010.
Prolegnas tahunan jauh lebih banyak dibandingkan
Ketidaksinkronan baik jumlah maupun judul RUU dengan RUU yang terdapat di dalam RKP.
Prolegnas usulan pemerintah dengan RUU usulan
2. Kelembagaan; Dalam penyusunan daftar RUU diarahkan untuk mendukung pencapaian prioritas
Prolegnas versi Pemerintah, leading institution-nya pembangunan yang sudah diamanatkan di dalam
adalah Kementerian Hukum dan Ham, c.q. Badan RPJPN, RPJMN dan RKP. Idealnya, semua RUU
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Meskipun (UU) diarahkan untuk mendukung pencapaian
secara normatif RPJP, RPJM, dan RKP menjadi pembangunan nasional, bukan hanya pada
“pedoman” dalam penyusunan RUU Prolegnas sektor/bidang-nya saja, tetapi juga bisa mendukung
versi Pemerintah, di dalam kenyataannya pelibatan (tidak bertentangan dengan) sektor/bidang
(pengaruh) Bappenas dalam pengambilan pembangunan lainnya dan mendukung hajat hidup
keputusan terkait penyusunan daftar RUU masyarakat.
Prolegnas versi Pemerintah kurang signifikan. Pada
Berkaitan dengan ketidaksinkronan antara Prolegnas
kenyataannya jumlah RUU Prolegnas tidak pernah
dan RPJMN/RKP maka pemerintah dalam hal ini Bappenas
sama dengan RUU di dalam dokumen perencanaan
(Direktorat Hukum dan HAM) dan Kemenkumham (Badan
dan banyak terdapat RUU yang kurang jelas
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) perlu membuat langkah-
keterkaitannya dengan prioritas pembangunan
langkah bersama dalam rangka meminimalisasi “gap” antara
nasional.
RUU dalam RPJMN/RKP dengan Daftar RUU Prolegnas.
3. Mekanisme; Sampai saat ini belum ada suatu Langkah-langkah tersebut bisa berupa pembuatan
mekanisme, prosedur, yang mengatur keterkaitan mekanisme yang akan menjamin keselarasan antara prioritas
antara Program Legislasi Nasional dengan pembangunan nasional dan RUU yang ada dalam
Rencana Pembangunan Nasional. Sebagai RPJMN/RKP dengan RUU yang akan dibentuk dalam
konsekwensinya, besar kemungkinan ada atau prolegnas pemerintah baik 5 (lima) tahunan maupun tahunan.
banyak RUU Prolegnas bukanlah RUU yang
Model sinkronisasi Model sinkronisasi prolegnas
pemerintah dengan dokumen perencanaan (RPJMN, RKP)
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, RUU yang diusulkan masuk Prolegnas


pemerintah diajukan oleh Kementerian/Lembaga
dengan ditujukan kepada Kementerian Hukum dan
HAM c.q Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).

Kedua, Terhadap RUU yang diusulkan tersebut akan


dilakukan analisis oleh BPHN berkoordinasi dengan
Bappenas (Kedeputian Bidang Politik, Hukum,
Pertahanan dan Kemanan). Analisis dilakukan dengan
kriteria kesiapan administratif (Draft NA dan RUU) dan
kriteria substantif. Kriteria substantif meliputi urgensi
dan materi muatan RUU. Koordinasi dengan Bappenas
dilakukan guna: (i) memastikan bahwa RUU yang

Gambar: Model sinkronisasi prolegnas pemerintah diusulkan telah masuk dalam dokumen perencanaan

dengan dokumen perencanaan (RPJMN, RKP) (untuk prolegnas lima tahunan melihat pada RPJMN,
dan prolegnas tahunan melihat pada RKP), dengan
masuknya RUU dalam dokumen perencanaan maka
mengindikasikan bahwa RUU tersebut telah selaras
dengan prioritas pembangunan dan pendanaan pertimbangan: a. RUU dibutuhkan (sesuai dengan
terhadap penyusunan RUU tersebut telah dialokasikan; kebutuhan pembangunan) b. berpotensi mendorong
(ii) apabila RUU tersebut karena sesuatu hal ternyata pencapaian prioritas pembangunan nasional, serta, c.
belum masuk dalam dokumen perencanaan (RPJMN membawa potensi dampak positif bagi proses
atau RKP) namun tetap diusulkan oleh K/L untuk masuk pembangunan yang sedang dilaksanakan; (ii) RUU
dalam prolegnas usulan pemerintah, maka koordinasi yang diusulkan tidak diterima sebagai bagian prolegnas
BPHN dan Bappenas diperlukan untuk memastikan usulan pemerintah (tidak perlu dibentuk), dengan
bahwa RUU tersebut selaras/sesuai dengan kebutuhan pertimbangan: a. RUU tidak dibutuhkan (tidak sesuai
pembangunan dan mendukung pencapaian prioritas dengan kebutuhan pembangunan), b. berpotensi
pembangunan nasional; (iii) memastikan bahwa RUU menghambat pencapaian prioritas pembangunan
yang diusulkan tidak akan membebani keuangan nasional (membawa potensi kerugian bagi proses
negara dan membawa manfaat dan pengaruh positif pembangunan yang sedang dilaksanakan), c.
terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan membawa potensi beban keuangan negara yang
seperti pembangunan sektor perekonomian, sektor berlebihan; dan (iii) RUU yang diusulkan dikembalikan
sosial kemasyarakatan, sektor lingkungan hidup, sektor kepada K/L pengusul untuk diperbaiki. RUU
hak asasi manusia/perempuan dan kelompok rentan, dikembalikan untuk diperbaiki dengan pertimbangan
dan sektor otonomi daerah dan pelayanan umum. bahwa secara prinsipil RUU ini dibutuhan dibutuhkan
(sesuai dengan kebutuhan pembangunan), namun
Ketiga, hasil analisis yang dilakukan oleh BPHN akan
terhadap beberapa pengaturan yang masih perlu
menghasilkan 3 (tiga) kemungkinan keputusan yaitu : (i)
disesuaikan dengan asas-asas pembentukan
RUU yang diusulkan diterima (masuk) sebagai bagian
perundang-undangan yang baik.
dari prolegnas usulan pemerintah, dengan
B. Aspek Kelembagaan Ketidak berdayaan sistem hukum nasional
merupakan hasil dominasi aliran positivis dan sociological
Dalam era globalisasi pembangunan hukum nasional
jurisprudence yang mendominasi perencanaan hukum di
tidak lagi dapat melepaskan diri dari pengaruh
Indonesia. Aliran positivis terutama dipegang oleh
sekelilingnya,baik intern maupun ekstern. Pengaruh itu
kalangan aparat penegak hukum, praktisi, akademisi dan
dapat berasal dari sistem hukum yang ada di dalam negeri
birokrasi, sehingga seringkali menjadi penghalang
dan pengaruh sistem hukum di seluruh dunia serta
perkembangan hukum serta mengalami kebuntuan ketika
fenomena sosiologis yang terjadi. Persoalannya adalah
menghadapi kasus-kasus barn. Paradigma ini pada
bagaimana membangun hukum yang berstruktur sosial
dasarnya berasal dari filsafat positivisme yang
Indonesia sesuai dengan cita bangsa Indonesia yaitu
dikembangkan August Comte, yang kemudian
Pancasila, tetapi tanpa meninggalkan trends globalisasi
dikembangkan di bidang hukum. Paradigma positivisme
yang terus terjadi.
memandang hukum sebagai hasil positivisasi dari norma-
Perkembangan pembangunan hukum nasional
norma yang telah dirundingkan diantara warga
ternyata semakin tidak jelas arahnya. Pembangunan
masyarakat, sebagai sistem aturan yang bersifat otonom
hukum nasional Iebih bersifat tambal sulam dan bersifat
dan netral.
reakti jangka pendek dalam menghadapi persoalan-
Hal tersebut, cocok dengan tradisi hukum Indonesia
persoalan yang timbul. Perencanaan pembangunan hukum
yang berkiblat pada tradisi Eropa Kontinental (Civil Law),
nasional belum mampu menunjukkan arch bagaimana
yang menyebutkan bahwa perubahan hukum lebih terpusat
grand desain pembangunan sistem hukum nasional dalam
di tangan legislative, sebagai pihak pembuat undang-
jangka panjang yang sinergis dengan bidang-bidang
undang. Hal yang berbeda dengan tradisi hukum Anglo
kehidupan lainnya.
Saxon yang memusatkan perubahan hukum kepada
lembaga peradilan (melalui putusan- putusan hakim yang
inovatifl. Dengan demikian reformasi hukum di Indonesia saluran-saluran hukum yang efisien clan responsif bagi
sangat ditentukan oleh lembaga legislatif (DPR), yang akan penyelenggaraan kehidupan berbangsa, bernegara clan
memproses clan mengesahkan undang-undang, balk bermasyarakat saat ini clan masa depan.
yang diajukan pemerintah kepadanya maupun yang Pembangunan hukum tersebut, harus dilihat
datang dari inisiatifnya sendiri. sebagai suatu proses internalisasi dari adanya kesadaran
Proses-proses politik di lembaga legislatif, suka terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,
atau tidak, akan mempengaruhi kualitas produk peraturan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
perundang-undangan yang dihasilkannya. Menurut 1945, NKRI dan Bhineka tunggal ika untuk selanjutnya
Mahfud MD, produk perundangundangan ditentukan atau diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
dipengaruhi oleh perkembangan konfigurasi politik. Artinya proses tersebut dapat saja distimulasi clan dipengaruhi oleh
konfigurasi politik tertentu ternyata melahirkan karakater nilai-nilai dari luar (liberlisme, sosialisme, clan
produk hukum tertentu pula. Pada saat konfihurasi politik kapitalisme), tetapi tidak diartikan sebagai sebuah
tampil secara demokratis maka karakter produk hukum pemaksaan clan kehendak pihak luar dengan
yang dilahirkan cenderung responsif/populistik. Sedangkan menggunakan berbagai cara antara lain kekuasaan,
ketika konfigurasi politik bergeser ke sisi yang lebih ekonomi, pendidikan clan sebagainya, seperti yang terjadi
otoriter maka produk hukum yang lahir lebih berkarakter saat ini.
konservatif/ ortodoks/ elitis. Pembangunan Hukum agaknya tidak dapat berjalan
Pembangunan hukum yang direncanakan secara mulus jika akar masalah yang merupakan indikator-
cermat harus diarahkan untuk membangun tatanan hukum indikator gagalnya suatu pembangunan itu tidak
nasional yang modern dengan mengacu pada cita hukum diselesaikan, antara lain yang menyangkut : 1) aspek
Negara yaitu Pancasila. Pembangunan hukum yang kesejahteraan (prosperity) yang di dalamnya menyangkut
direncanakan harus mampu memberikan kerangka clan beberapa indikator antara lain indikator tersedianya
lapangan pekerjaan dengan gaji yang "cukup", Oleh karena itu hukum dapat berada di depan, di
ketersediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau ; 2) tengah maupun di belakang berbagai bidang kehidupan.
aspek sarana dan pra-sarana infrastruktur yang Hukum berada di depnt sesuai dengan pendapat Prof. DR.
mengakomodasikan kenyamanan dan keamanan para Satjipto Rahardjo, SH, hukum dapat digolongkan ke dalam
investor ; 3) aspek profesionalitas para penegak hukum, faktor penggerak mula, yaitu yang memberikan dorongan
yang menjamin adanya keseimbangan antara kepastian pertama secara sistematik. 30 Apabila hukumnya mampu
hukum clan rasa keadilan masyarakat ; 4) aspek terjaminnya melakukan perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik
kebutuhan masyarakat yang menyangkut sandang, pangan clan lebih tertib, hukum dapat berfungsi sebagai pcnggerak
dan papan ; 5) aspek beijalannya sistem yang kondusif dari mula bagi perubahan sosial secara sistimatis.
infrastruktur clan suprastruktur yang menyangkut bidang
Hal itu sesuai pula dengan era Reformasi yang
pelayanan publik ; serta banyak lagi aspek-aspek lainnya
salah satu tuntutannya, adanya reformasi di bidang
yang tidak dapat disebutkan.29
hukum, menunjukkan bahwa hukum sedemikian penting
Obyek formil dari ilmu hukum adalah bagaimana
dalam upaya memperbaiki kehidupan berbangsa,
meletakkan dasar dan pegangan agar terciptanya
bernegara clan bermasyarakat. Era reformasi adalah
ketertiban, ketenteraman, kepatutan clan keadilan bagi
dikaitkan dengan tekad kita untuk melakukan pembaruan
individu clan masyarakat, sedang Obyek Materiil dari ilmu
yang mendasar terhadap kekeliruan yang telah dibuat di
hukum adalah bagaimana menciptakan terbentuknya
masa lalu.31
budaya perilaku manusia clan masyarakat yang sadar clan
patuh serta memahami betul terhadap hak dan kewajibannya 30
Prof. DR. Satjipto Rahardjo, SH, limo Hukurn, Citra Aditya Bakti,
Bandung, tahun 1991. hal 209.
31
Marjdono Reksodiputro, Makalah Seminar tentang Fungsi Ombudmans
29
www.kantorhukum-lhs.com, 13 Februari 2009, Perangkat hukum dalam Dalam Negara Demokrasi Diselenggarakan oleh BPHN bekerjasama dengan
Global Warming oleh Drs. M Sofyan Lubis, SH. The International Center for Legal Cooperation of The Netherlands, Jakarta
Carut marut kondisi hukum saat ini tidak terlepas hukumnya sebagai suatu sistem dapat saling kait
dari aturan hukum yang keberadaannya dipertanyakan. mengkait dan saling mendukung satu sama lain.
Paling tidak terdapat tiga jenis keberlakuan hukum yaitu
Sistem hukum merupakan faktor yang menentukan
keberlakuan empiris, normatif clan evaluatif.32
keberhasilan pembenahan di berbagai bidang
Keberlakuan empiris menunjukkan bahwa hukum kehidupan. Elemenelemen hukum merupakan suatu
yang dibuat memang secara empiris atau nyata berlaku kesatuan yang dinamis dan sebagai faktor penentu dalam
dalam kehidupan di masyarakat. Keberlakuan tersebut juga mekanisme pembaharuan dan harmonisasi hukum.
norma-norma yang dibuat sesuai dengan nilai-nilai yang Demikian juga unsur-unsur tersebut akan menjadi tolok
hidup clan diyakini oleh masyarakat, serta dilakukan ukur dalam perubahan-perubahan pada nilai-nilai,
evaluasi secara berkesinambungan untuk memperbaiki hal- persepsi dan pengharapan masyarakat.33
hal yang kurang tepat.
Apabila elemen-elemen hukum tersebut terdapat
salah satunya ada yang tidak berjalan dengan balk,
Keberlakuan tiga jenis tersebut di atas memiliki
maka akan mempengaruhi kcberlakuan dari hukum
saling keterkaitan satu dengan yang lain. Perencanaan
yang bersangkutan. PPHN harus menjadi integrator
pembangunan hukum nasional diharapkan akan mampu
yang mampu menciptakan suatu mekanisme agar
mewujudkan adanya keberlakuan hukum yang bersifat
pembangunan hukum nasional yang direncanakan
komprehensif, dalam arti semua elemen-elemen
memiliki keberlakuan secara komprehensif. Oleh karena
23-24 Agustus 1999. 33
Background Study : Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 20102014 Bidang Hukum Ditinjau dari berbagai Perspektif,
32
Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia-kementerian Negara
J.J.H Bruggink , "refleksi tentang Hukum", terjemahan Arief Sidharta, Perencanaan nasional?Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, bandung, 1999, hal 147. 2008, hal 13.
perencanaan pembangunan hukum nasional mcmerlukan "Informasi dan Dokumentasi Hukum" sebagai
pengkajian dari berbagai aspek agar dapat mewujudkan sesuatu elemen hukum yang sangat penting, hal itu
adanya sinergi antar elemen-elemen hukum nasional. berkaitan dengan semakin berkembangnya teknologi
informasi. Hukum harus segera memanfaatkan hal
Dalam jangka panjang penrencanaan
tersebut agar perkembangan hukum tidak selalu
pembangunan hukum nasional juga tidak hanya selalu
ketinggalan dengan perkembangan bidang-bidang
menggunakan teori Friedmann yang menyatakan bahwa
kehidupan lainnya.
elemen hukum terdiri dari tiga (3) unsur yaitu : Legal
Perencanaan Pembangunan hukum nasional selama
Substance, legal structure dan legal culture.
ini kurang mempunyai arah yang jelas disebabkan belum
Selanjutnya Friedman menjelaskan bahwa "Substance"
adanya acuan akan dibawa kemana pembangunan
sebagai produk yang menghasilkan, "structure" adalah
hukum ke depan. Dengan belum adanya acuan atau
mesin yang menghasilkan, sedangkan "legal culture"
guide line menyebakan pembangunan hukum nasional
sebagai orang-prang yang mengoperasikan mesin
yang selama ini terjadi lebih bersifat tambal sulam, belum
tersebut. Orang-orang tersebut yang mengetahui kapan
menyentuh hal-hal yang mendasar. Perencanaan
mesin harus dihidupkan dan kapan harus dimatikan serta
pembangunan hukum nasional seharusnya telah
produk apa yang harus dihasilkan.
memadukan berbagai permaslahan hukum yang bersifat
makro, misalnya bagaimana kelembagaan hukum
Dalam perencanaan pembangunan hukum
nasional dan daerah ke depan agar peraturan
nasional ke depan harus pula memasukan elemen-
perundangu8ndangan yang dihasilkan dapat efektif
elemen sistem hukum.nasional yang lain, misalnya
diterapkan, yang berarti adanya kepastian hukum dan
sarana-dan prasarana hukum atau infrastruktur
memenuhi rasa keadilan masyarakat serta bersifat
hukum atau Prof.Jimly Asshiddiqie yang mengusulkan
demokratis dan mensejahterakan.
C. Aspek Budaya bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Dalam rangka
Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik pembangunan hukum jangka panjang, secara umum
Indonesia, Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Negara pembangunan hukum harus dibedakan dalam tiga sektor
Indonesia adalah Negara hukum. Sebagai Negara hukum, pembangunan hukum yang sangat luas, yang meliputi :34
maka setiap tindakan dan akibatnya yang dilakukan oleh a. Pembangunan norma atau perangkat hukum nasional;
semua pihak di Indonesia harus didasarkan pada hukum dan b. Pembangunan struktur atau tatanan hukum nasional;
diselesaikan menurut hukum. Dalam suatu negara yang dan
berbentuk demikian, hukum merupakan sarana utama yang c. Pembangunan kultur dan budaya hukum
oleh bangsa itu disepakati sebagai sarana untuk mengatur Konsep budaya hukum sebagai salah satu komponen
kehidupannya. Dengan kata lain, hukum mempunyai peranan dari sistem hukum mulai diperkenalkan pada tahun enam
yang mendasar dan mempunyai arti yang sangat strategis puluhan oleh Lawrence Friedman. Menurut Lawrence
bagi sarana pembangunan, termasuk pembangunan hukum Friedman, budaya hukum adalah pola pengetahuan, sikap,
itu sendiri. Sasaran pembangunan hukum sangat terkait dan perilaku sekelompok masyarakat terhadap sebuah
dengan pembangunan bidang lain, seperti sosial budaya, sistem hukum. Ini tentu berkaitan dengan derajat integritas
ekonomi, politik, HAM, teknologi dan informasi. masyarakat terhadap sistem hukum terkait. Hal ini dapat
Pembangunan hukum nasional merupakan suatu diamaati melalui pengetahuan, kepercayaan penerimaan,
35
sistem yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling kesadaran dan kepentingan mereka terhadap hukum itu.
berkaitan dan pengaruh mempengaruhi. Komponen- Konsep budaya hukum tersebut kemudian digunakan oleh
komponen tersebut harus dibangun secara bersamaan dan
34
seimbang. Kalau ada komponen yang kurang atau tidak Meneg PPN/Bappenas, Background Study:RPJMN 2010-2014 Bidang
Hukum Ditinjau dari Berbagai Aspek,2008, hal 35
35
mendapat porsi pembangunan yang sama, maka akan terjadi Firdaus Syam, Pokok-Pokok Pikiran Perencanaan Pembangunan
Hukum Nasional: Akselerasi Reformasi Politik Hukum dan Budaya Hukum
ketimpangan yang pada akhirnya akan mempengaruhi Nasional,2011, hal.8
Lev dalam tulisannya berjudul “Judicial Institutions and Legal nasional yang formal itu, tidaklah hukum itu akan
Culture in Indonesia”.36 memperoleh signifikasi sosialnya yang riil.37
Budaya hukum sebagai salah satu unsure sistem Hukum dan budaya memang memiliki ruang kajian
hukum memiliki peranan penting untuk dapat mengarahkan tersendiri, akan tetapi produk hukum tidak berdiri sendiri, ia
berkembangnya sistem hukum karena berkenaan dengan memiliki relasi positif dengan budaya. Relasi hukum dengan
persepsi, nilai-nilai, ide, dan pengharapan masyarakat budaya adalah bila hukum dibentuk atau dibuat guna
terhadap hukum. Dengan berperannya budaya hukum mengatur ketertiban, ketentraman dan kenyamanan
dalam pembangunan hukum diharapkan hukum yang masyarakat, maka produk hukum tidak akan lepas dari nilai-
terbentuk akan berlaku efektif karena sesuai dengan nilai budaya yang hidup dan berkembang di tengah
persepsi masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal ini masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya yang hidup, baik itu
Soetandyo mengatakan, betapapun juga arti pentingnya yang berasal dari jati diri masyarakat atau nilai-nilai yang
pembangunan hukum yang berlangsung, bagi kehidupan datang atau berasal dari luar budayanya akan tetapi
bermasyarakat dan bernegara suatu bangsa, tetaplah tak mempengaruhi pola piker dan pola sikap masyarakat
dapat diingkari kenyataan bahwa demi keefektifan norma- tersebut, ini akan muncul dalam produk hukum masyarakat
norma hukum positif yang terbentuk melalui proses yang tersebut. Jadi, produk hukum selain sebagai gambaran
formal dan institusional yang di dalam perbincangan sehari- (visualisasi) budaya dari masyarakat tersebut, juga
hari disebut “hukum perundang-undangan” dasar legitimasi manifestasi dari nilai-nilai budaya yang mengatur tata laku
moral kulturalnya tetaplah akan menjadi unsure substantive dalam wujud aturan positif dalam suatu masyarakat,
yang penting. Tanpa unsure cultural yang berfungsi sebagai organisasi atau Negara.
dasar pembenar moral bagi berlakunya setiap hukum
37
Soetandyo Wignyosoebroto, Pembangunan Hukum Nasional: Sebuah
36
Meneg PPN/Bappenas, Background Study: RPJMN 2010-2014 Bidang Perbincangan Dari Perspektif Sosial Budaya, dalam BPHN, Majalah
Hukum Ditinjau dariBerbagai Aspek,2008, hal 52-53 Hukum Nasiona No. 1 Tahun 2009, hal 61
Pembangunan hukum yang berhubungan dengan c. Membangun kesadaran hukum dalam suatu komunitas
budaya hukum, dapat dijelaskan bahwa norma hukum atau agar setiap individu di dalam berhubungan dengan satu
kaedah yang dituliskan dalam peraturan perundang- sama lain atas dasar ikatan “kewajiban bersama” (mutual
undangan atau aturan kebijakan (beleid regel), tidak oblgation) untuk mempertahankan integritas, pluralism,
sepenuhnya dapat berjalan dan ditegakkan menurut logika harmonisasi, dan keutuhan NKRI;
hukum melainkan sangat dipengaruhi oleh kepentingan, d. Dalam kaitannya dengan ekonomi (kesejahteraan) harus
persepsi, sikap dan budaya masyarakat yang tercermin menolak keadilan berdasarkan pasar karena ukurannya
dalam kepercayaan, nilai, pemikiran dan harapannya. bukan keadilan yang berasas pemerataan. Prinsip
Karena itu, pembangunan hukum yang diwujudkan dalam keadilan harus fairness dan ditentukan melalui consensus
38
budaya hukum (cultur law) diarahkan untuk: bersama yang dicapai dari hasil proses tawar menawar
a. Membangun kesadaran masyarakat terhadap persoalan yang setara, equel bargaining (Jhon Rawl,1978)
kolektif yang dihadapi untuk menghasilkan aksi-aksi sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 semua warga
kolektif yang dapat memperbaiki kualitas kehidupan Negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum
mereka (collective undertakings); dan pemerintahan, dan Pasal 33 UUD 1945; dan
b. Membangun kesadaran individu maupun kelompok untuk e. Dalam kaitannya dengan demokrasi, politik (kekuasaan)
membangun kekuatan individu dan masyarakat agar maka baik demokrasi, maupun kekuasaan merupakan
mampu mengapresiasikan diri di dalam hubungannya produk hukum yang bertitik tolak pada Pancasila, UUD
dengan kekuatan besar yang menindasnya (self 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
expression);
Sedangkan menurut Firdaus Syam, persoalan yang
menyangkut budaya hukum yang perlu perhatian untuk
38
BPHN, Sketsa Perencanaan Pembangunan Hukum Berafiliasi kepada
Pancasila, 2011, hal 6-7 dirumuskan dan dijabarkan secara lebih konkrit dalam bentuk
perencanaan atau strategi perencanaan bagi penguatan berarti mencederai rasa keimanan kita kepada Tuhan,
budaya hukum, adalah sebagai berikut:39 karena berbuat yang baik, kepatutan, kepantasan adalah
a. Terpisahnya cara pandang hukum dengan cara pandang tindakan terpuji dalam agama, dan sebaliknya melakukan
agama. Masyarakat kita dalam budaya hukum masih ada tindakan yang tidak baik, tidak pantas dan tidak patut
yang memisahkan cara pandang hukum dengan agama merupakan perbuatan atau tindakan yang tidak terpuji
sehingga hukum menjadi tidak efektif. Masyarakat kita dalam agama atau dihadapan Tuhan.
secara sosio budaya merupakan masyarakat religious, c. Lemahnya keteladanan para pimpinan di “lini” kehidupan
oleh karena itu perlu dibudayakan melihat hukum positif dan disetiap lapisan masyarakat Indonesia. Membangun
dalam perspektif agama, yakni sebagai sesuatu yang baik keteladanan dalam hidup. Spririt keteladanan harus
dan harus ditaati. Dengan demikian kita tidak menjadi landasan perilaku budaya dalam tatanan
menganggap hukum yang berlaku di masyarakat semata- kehidupan masyarakat. Keteladanan akan membangun
mata ciptaan manusia yang selalu salah, namun melihat ruang sosial dan perilaku manusia baik secara individu
bahwa hukum itu adalah subordinasi dari hukum Tuhan atau kelompok menjadi manusia yang hormat dan taat
yang diciptakan sebagai perpanjangan hukum Tuhan kepada hukum.
yang saling terkait. d. Membangun institusi yang ramah. Institusi hukum belum
b. Terpisahnya pelanggaran hukum dengan agama. menjadi bagian dari masyarakat. Artinya ini menjadi
Pelanggaran hukum sebagai sesuatu yang terpisah “arena” masyarakat untuk berinteraksi dengan aparat
dengan pelanggaran kepada agama. Seharusnya hukum dalam membangun kesadaran serta memahami
tertanam suatu pandangan bahwa melanggar hukum hukum, sebaliknya bukan semata tempat untuk
penyidikan dan pengadilan semata. Misalnya keberadaan
39
Firdaus Syam, Pokok-Pokok Pikiran Perencanaan Pembangunan pos polisi dalam konteks budaya hukum perannya bukan
Hukum Nasional: Akselerasi Reformasi Pilitik Hukum dan Budaya Hukum
Nasional,2011, hal 9-10 sekedar tempat pengaduan melainkan juga sebagai
tempat berkonsultasi dan berkomunikasi antara tuntutan nilai hukum dengan nilai-nilai yang ada di
masyarakat dengan penegak hukum. masyarakat.
Dalam agenda reformasi hukum, masalah budaya hukum b. Pengkajian budaya hukum dapat dipakai dan
merupakan salah satu agenda yang harus ditangani dan bermanfaat sebagai sumber informasi untuk
digarap secara serius. Selama ini, bangsa Indonesia hanya menjelaskan sistem secara luas. Ini berguna untuk
menekankan aspek yuridis formal, tanpa menekankan pada dijadikan alat analisis untuk menjelaskan mengapa
pembangunan perilaku hukum dan moralitas hukum sistem hukum itu tidak dapat dijalankan sebagaimana
masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman terhadap budaya mestinya atau menjalani pelaksanaan yang berbeda
hukum perlu ditingkatkan perhatian dalam pembangunan dari pola aslinya. Pengkajian masalah hukum yang
bidang hukum dalam lima tahun ke depan. Hal ini ada hanya melihat dan menekankan bekerjanya hukum
beberapa alas an pemikiran yang perlu diajukan berhubungan menurut prosedur formal sebaimana dibagankan
dengan pentingnya kajian masalah budaya hukum dalam dalam peraturan perundang-undangan, belum mampu
pembangunan bidang hukum, seperti:40 menjelaskan secara lengkap dan luas bagaimana
a. Hukum yang dinyatakan dalam sumber-sumber formil, sesungguhnya masyarakat menyelesaikan masalah-
dalam pelaksanaannya tidak selamanya berjalan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, pentingnya
sesuai dengan keinginan semula. Kadang-kadang pengkajian budaya hukum adalah untuk mengetahui
terjadi tarik-menarik antara nilai yang berasal dari nilai-nilai dan sikap-sikap sosial yang berpengaruh
individu atau masyarakat dan nilai-nilai yang berasal pada bekerjanya norma hukum tersebut. Dengan
dari norma hukum tersebut. Benturan nilai-nilai mengkaji budaya hukum dapat diketahui penggunaan,
tersebut dapat menyebabkan ketegangan antara ketigakpenggunaan, kesalahpenggunaan, dan
penyalahgunaan proses hukum dan sistem hukum.
40
Budi Agus Riswadi dan M. Syamsudin dalam Background Study:
RPJMN 2010-2014,2008, hal 56-57
c. Budaya hukum merupakan salah satu komponen yang memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam
membentuk suatu sistem hukum. Komponen yang lain masyarakat, sehingga tercipta keselarasan, kerukunan
adalah substansi dan struktur hukum, oleh karena itu dan kedamaian. Oleh karena itu, keberlakuan suatu
keberadaan budaya hukum menjadi sangat penting hukum sangat dipengaruhi oleh budaya yang tercermin
dan menentukan. Hilangnya komponen tersebut, maka dalam budaya hukum.
akan melemahkan dan menghilangkan makna e. Pada hakekatnya hukum bukan merupakan kaidah
komponen lainnya. Friedman mengatakan bahwa yang bebas nilai, karena manfaat atau mudaratnya
budaya hukum berfungsi sebagai bensin motor semata-mata tergantung kepada manusia yang
keadilan. Lebih lanjut dikuatkan bahwa: The legal menjadi pelaksananya atau yang menerapkannya.
culture, in other word, is the climate of sosial thought Hukum merupakan kaedah yang sarat dengan nilai,
and sosial force which determines how the law is used, yang menentukan sendiri identitasnya, harapan-
avoided, or abused. Whithout legal culture, the legal harapannya, dan cita-citanya. Hukum membutuhkan
sistem is inert. Dengan demikian aspek budaya sangat kehadiran manusia untuk mewujudkannya. Oleh
diperlukan dalam memahami nilai-nilai budaya yang karena itu, perilaku budaya manusia sangat
hidup di masyarakat berkaitan dengan sistem mempengaruhi dan memaknai tentang hakekat hukum
hukumnya, dengan kata lain pengkajian budaya hukum itu.
lebih memperluas dan menambah lengkap kajian
sistem hukum.
d. Setiap institusi, baik ekonomi, pemerintahan, keluarga,
agama, ataupun pendidikan berhubungan secara
langsung dengan fondasi hukum. Pemberlakuan dan
penegakan aturan hukum formal hendaknya
BAB IV dengan perkembangan masyarakat. Hukum adalah sistem

KEDUDUKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN norma yang dinamis .42

HUKUM DALAM SISTEM PERENCANAAN


Sementara itu von Savigny mengatakan bahwa hukum
PEMBANGUAN NASIONAL
itu sesungguhnya tak pernah dibuat, melainkan selalu berada
di sanubari rakyat dan berkembang bersama dengan
kehidupan rakyat itu sendiri. Rechts ist nicht gemacht; es ist
A. Perspektif Sosial Budaya
und wird mit dem.43 Hukum setempat sekalipun tak tertulis
Telah menjadi anggapan umum sekarang ini, bahwa
dan tak memiliki cirri-cirinya yang positif dalam bentuknya
hukum itu terdapat di seluruh dunia, asal ada masyarakat
yang final sebagai undang-undang adalah sesungnya hukum
manusia, seperti adagium “ubi sicietas, ibi ius”.41 Dalam
yang lebih memiliki makna sosial dari pada hukum yang
masyarakat yang sederhana, hukum yang dibutuhkan masih
terwujud dan bersitegak atas wibawa kekuasaan sentral
sangat sederhana karena kebutuhannya masih sederhana.
pemerintah nasional. Dibandingkan dengan hukum nasional
Tetapi dalam masyarakat modern, hukumnya pun harus lebih
yang state law, hukum lokal yang folklaw memang tak pernah
sempurna, mengingat kebutuhannya yang semakin beraneka
mempunyai struktur-struktur yang politik. Kekuatan dan
ragam.. Menurut Hans Kelsen, masyarakat ini tidaklah statis,
kewibawaannya tidak tergantung dari struktur politik itu
tetapi terus menerus berkembang, sehingga hukum pun harus
melainkan dari imperativa-imperativanya yang moral dan
terus menerus dikembangkan dan diperbaharui sesuai
kultur. Menurut von Savigny lebih lanjut, hukum lokal yang

42
Ibid
41 43
Soenaryati Hartono, sebagaimana dikutip oleh Tim Evaluasi Program Soetandyo Wignjosoebroto, Pembangunan Hukum Nasional: Sebuah
Legislasi Nasional Dalam Rangka Pembangunan Hukum Yang Perbincangan dari Perspektif Sosial Budaya, dalam Majalah Hukum
Demokratis,2010, hal.103 Nasional Nomor 1 Tahun 2009, hal 62
hukum rakyat (volkrecht) ini eksis dalam alam rohani rakyat tindakan hukum bagi para pelanggarnya. Penegakan hukum
(Volkgeist) secara menyeluruh.44 menjadi upaya kuratif agar masyarakat tetap berperilaku
sesuai dengan hukum. Terakhir, faktor yang paling
Bekerjanya hukum sangat dipengaruhi oleh beberapa mempengaruhi bekerjanya hukum adalah budaya hukum
faktor. Pertama, pengetahuan masyarakat terhadap hukum. masyarakat. Budaya hukum sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai
Tanpa pengetahuan yang cukup, masyarakat tidak akan yang berhubungan dengan hukum dan lembaganya, baik
berperilaku sesuai dengan keinginan hukum. Dengan secara positif maupun negative. Jika masyarakat mempunyai
mengetahui keberadaan, tujuan dan manfaat pembuatan sikap dan nilai-nilai yang positif, maka hukum akan diterima
suatu hukum beserta sanksi-sanksinya bila dilanggar, dengan baik, sebaliknya jika negative, masyarakat akan
diharapkan masyarakat berperilaku sesuai harapan dan menentang dan menjauhi hukum dan bahkan menganggap
tujuan pembuatan hukum tersebut. Memberi pengetahuan hukum tidak ada. Keempat faktor tersebut secara bersama-
kepada masyarakat biasanya dilakukan melalui sosialisasi, sama menentukan apakah hukum dapat dijalankan. Jika
seperti talk show, pemuatan berita atau artikel di media salah satu faktor tersebut tidak ada, maka hukum tidak akan
massa. Kedua, eksistensi lembaga hukum. Keberadaan dapat berjalan atau menjalankan fungsinya. Dengan demikian
lembaga hukum sangat penting bagi bekerjanya hukum. keempatnya harus terdapat dalam sistem hukum.
Tanpa keberadaan lembaga hukum, hukum hanya
merupakan tulisan di atas kertas karena tidak bias dijalankan. Dengan demikian peningkatan ketaatan warga
Hukum tidak serta merta bias bekerja sekalipun masyarakat masyarakat terhadap hukum tidaklah selalu harus dengan
telah mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai hukum. ancaman sanksi (pidana, perdata atau administrative), tapi
Ketiga, penegakan hukum. Energi yang digunakan untuk besar juga pengaruhnya oleh suatu penciptaan kondisi yang
menghasilkan produk hukum menjadi sia-sia tanpa adanya lebih baik terhadap penghargaan atas hukum karena adanya
44
Ibid sikap tindak panutan pemimpin masyarakat atau tokoh
masyarakat, pejabat publik atau para penegak hukum itu kesadaran hukum dalam masyarakat merupakan persoalan
sendiri. yang sebenarnya agak rumit. Hal ini disebabkan oleh karena
masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat
majemuk atau pluralistic, yang mencakup berbagai
Wibawa hukum besar sekali pengaruhnya terhadap kesadaran, baik yang bersifat pribadi maupun kelompok.
implementasinya di lapangan, tanpa adanya peranan yang Dengan demikian terdapat kesadaran hukum yang tidak
besar dari para tokoh masyarakat atau pun pejabat publik tunggal atau seragam, meski harus diakui bahwa atas dasar
serta aparatur penegak hukum dalam memberikan studi perbandingan, terdapat bermacam-macam persamaan
penghargaan yang tinggi terhadap hukum, mustahil kiranya di dalam masyarakat tersebut.45
hukum itu dapat membuahkan keadilan dalam setiap
persoalan atau konflik sosial yang terjadi. Melalui pembangunan hukum, negera berkehendak
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, untuk memberlakukan hukum yang sama bagi setiap warga
pembangunan hukum nasional tidak lagi dapat melepaskan negaranya. Produk hukum yang secara riil dalam kacamata
diri dari pengaruh sekelilingnya. Pengaruh itu dapat berasal legal positivistic, berupa peraturan perundang-undangan.
dari sistem hukum yang ada di seluruh dunia maupun Peraturan ini digunakan oleh aparat penegak hukum sebagai
fenomena sosiologis yang terjadi. Persoalannya adalah mesin untuk memperoleh kepastian hukum yang sering
bagaimana membangun hukum yang berstruktur sosial bertentangan dengan rasa keadilan. Hal ini dapat terjadi
Indonesia tanpa meninggalkan trends globalisasi yang karena aparat penegak hukum nenafikkan faktor geografis,
melingkupinya. struktur sosial, keanekaragaman budaya, dan berbagai faktor
Dalam melaksanakan perencanaan hukum, yang perlu sosial lainnya yang melingkupi bekerjanya hukum.. Oleh
mendapat perhatian utama adalah masalah kesadaran hukum
45
Soerjono Soekanto dalam Himpunan Bahan Penataran Latihan Tenaga
masyarakat dan kebudayaan masyarakat tersebut. Masalah Teknis Perancang Peraturan Perundang-Undangan,1982, hal.285
karena itu, menurut Zudan Arif Fakrulloh, pencapaian tujuan Pembukaan UUD 1945 yang tidak lain adalah Pancasila itu
dan fungsi hukum baru dapat terwujud apabila Negara sendiri. Asumsi tersebut sesungguhnya pernah terungkap dari
menghormati keberagaman dan kultur lokal46. jalan pikiran yang terdapat dalam kerangka acuan sebagai
Lebih lanjut Zudan mengatakan, melalui pengamatan berikut: “GBHN 1993 mengamanatkan bahwa pembangunan
empiric yang kritis dapat diketahui bahwa proses di bidang hukum dalam PJP II lebih dimantapkan dengan
pembangunan hukum nasional yang sering kali menggunakan mengganti semua hukum kolonial dengan produk hukum
“logika Jakarta” menghasilkan produk hukum yang tidak nasional yang dijiwai dan bersumber pada Pancasila dan
mudah untuk diimplementasikan bagi komunitas Indonesia UUD 1945 sehingga menghasilkan sistem hukum nasional…”
yang jauh lebih beragam bila hanya dibandingkan dengan
“aktornya” yang “Jakarta sentries” .47 Berbagai fakta sejarah dan keputusan politik
menempatkan eksistensi Pancasila sebagai cita hukum
Jika dilihat dalam lintasan sejarah Negara Indonesia, berfungsi pember makna pada hukum positif dan membatasi,
sebelum kemerdekaan telah tertanam dalam sanubari dalam arti memfilter, lingkungan hukum positif yang akan
masyarakat Indonesia bahwa cita hukum bangsa Indonesia dibentuk serta menetapkan ukuran atau standar ukuran untuk
adalah Pancasila. Dalam proses kelahiran cita hukum beserta menilai adil tak adilnya suatu hukum positif. Dengan kata lain,
perkembangannya dalam kurun waktu antara 1908-1945 berdasarkan fungsi cita hukum pertama, bahwa hukum positif
niscara bermuara pada cita hukum Indonesia yang telah yang bersangkutan menjadi berkemampuan menyatakan janji
diidentifikasikan oleh para pendiri Negara, yaitu yang terumus intrinsic bahwa ia sebagai perangkat lunak adalah
sebagai empat pokok pikiran yang terkandung dalam prokeadilan. Jika ini terwujud, maka hukum tersebut
bermakna bagi masyarakat. Demikian juga halnya bahwa
46
Zudan Arif Fakrulloh,Ilmu Lembaga dan Pranata Hukum (sebuah batas standar adalah keadilan, maka berarti, bila dictum
pencarian), 2009, hal.8
47
Ibid, hal. 8-9 hukum yang diciptakan tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepada keadilan, maka hukm tersebut kehilangan makna seperti tercantum dalam UUD 1945.49 Oleh karena itu, dalam
sebagai hukum, karena watak normatifnya tanggal dengan kerangka perencanaan pembangunan hukum pada RPJMN
sendirinya. ke depan harus memperhatikan sendi-sendi sosial budaya
Fungsi membatasi adalah untuk menjaga agar hukum dikembangkan dalam pembentukan hukum, yang merupakan
hasil proses pembentukan para legislator, tetap dalam jati diri bangsa Indonesia.
proporsi keadilan dan terjaga sifat prokeadilan.48
B. Perspektif Ekonomi
Dalam hubungannya dengan pembangunan hukum
Pembangunan Hukum ditinjau dari perspektif ekonomi
nasional, tidak lain adalah Sistem Hukum Pancasila, yang
tentulah harus berorientasi untuk kesejahteraan rakyat,
memperkuat kehidupan demokrasi dan memperkokoh
seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 bahwa
tegaknya konstitusi di Negara Indonesia. Hingga saat ini, kita
tujuan utama bangsa ini adalah untuk memajukan
belum dapat berhasil sepenuhnya dalam membangun sistem
kesejahteraan umum. Dalam batang tubuh pun hubungan
hukum nasional yang bulat dan terpadu yang tumbuh dan
antara filosofi perekomian bangsa ini diatur secara gamblang
berakar kuat pada cita hukum dan norma dasar Negara
dalam pasal 33 UUD 1945:
Pancasila. Sebagaimana pernah diucapkan oleh Satjipto
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
Rahardjo bahwa pembangunan hukum selma ini belum
berdasar atas asas kekeluargaan.
sejalan dengan kebutuhan masyarakat dalam arti luas,
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
pembangunan hukum nasional masih melenceng dari ideal
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.

48
Abdulkadir Besar sebagaimana dikutip oleh Background Study: RPJMN
49
2010-2014 Bidang Hukum Ditinjau dari Berbagai Perspektif, 2008, hal. 61- Satjipto Rahardjo sebagaimana dikutip oleh Backgroun Study: RPJMN
62 2010-2014, 2008, hal.63
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung kemegahan pembangunan fisikal. Pasal 33 UUD 1945 adalah
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan pasal yang mulia, pasal yang mengutamakan kepentingan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. bersama masyarakat, tanpa mengabaikan kepentingan
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar individu orang-perorang. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, restrukturisasi ekonomi, pasal untuk mengatasi ketimpangan
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan struktural ekonomi.50
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga Poin terpenting yang harus dipandu oleh hukum di
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi negara ini adalah mengenai sumber daya dan kekayaan alam
nasional. yang sejatinya diperuntukkan oleh kesejahteraan rakyat
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal Indonesia namun pada kenyataannya kini dikuasai oleh
ini diatur dalam undang-undang. segelintir orang dan cenderung memanfaatkannya hanya
Pasal 33 UUD 1945 harus dipertahankan. Pasal 33 untuk kepentingan kelompoknya saja.
UUD 1945 adalah pasal mengenai keekonomian yang berada Pemanfaatan sumber daya yang terbatas
pada Bab XIV UUD 1945 yang berjudul “Kesejahteraan menyebabkan perlunya suatu perangkat hukum yang dapat
Sosial”. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan mengatur agar semua pihak yang berkepentingan mendapat
dari cita-cita kemerdekaan. Dengan menempatkan Pasal 33 perlakuan yang adil (win-win solution) dan agar tidak terjadi
1945 di bawah judul Bab “Kesejahteraan Sosial” itu, berarti perselisihan diantara pelaku ekonomi. Fungsi hukum salah
pembangunan ekonomi nasional haruslah bermuara pada satunya adalah mengatur kehidupan manusia bermasyarakat
peningkatan kesejahteraan sosial. Peningkatan kesejahteraan
sosial merupakan test untuk keberhasilan pembangunan, 50
Sri Edi Swasono, PASAL 33 UUD 1945 HARUS DIPERTAHANKAN,
JANGAN DIRUBAH, BOLEH DITAMBAH AYAT,
bukan semata-mata per-tumbuhan ekonomi apalagi
http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8578/
di dalam berbagai aspek. Manusia melakukan kegiatan Tujuan koperasi adalah untuk kesejahteraan anggotanya. Di
ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia tidak bisa Indonesia sendiri telah banyak berdiri koperasi-koperasi.
memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu manusia Namun koperasi-koperasi yang ada masih banyak yang
melakukan interaksi dengan manusia lainnya. dihadapkan oleh permasalahan masih rendahnya kualitas
kelembagaan dan organisasi dalam koperasi, dalam PP No. 7
Interaksi ini sering kali tidak berjalan dengan baik
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
karena adanya benturan kepentingan diantara manusia yang
Menengah Nasional 2004-2009 dalam lampiran Pasal (6) Bab
berinteraksi. Agar tidak terjadi perselisihan maka harus ada
20 mengenai Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro,
kesepakatan bersama diantara mereka. Kegiatan ekonomi
Kecil dan Menengah bahwa koperasi yang aktif hanya 76%
sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur
dari total jumlah yang ada. Dan hanya 48% dari koperasi
dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan
yang aktif tersebut yang menyelenggarakan RAT (Rapat
kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan
Anggota Tahunan). Selain itu disebutkan juga tertinggalnya
mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi.
kinerja Koperasi dan kurang baiknya citra koperasi karena
Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku disetiap
banyak koperasi terbentuk tanpa didasari oleh kepentingan
kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung
bersama dan prinsip kesukarelaan para anggotanya,
kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa
sehingga kehilangan jati diri koperasi yang otonom dan
tersebut.51
swadaya. Banyak koperasi yang tidak profesional
Dari pasal 33 tersebut bahwa perekonomian yang
menggunakan teknologi dan kaidah-kaidah ekonomi modern
disusun sebagai usaha bersama yang berdasarkan asas
sebagaimana layaknya badan usaha.52 Namun pada
kekeluargaan-lah yang diamanatkan UUD kita. Koperasi
kenyataannya peraturan perundang-undangan yang ada
adalah salah satu bentuk dari amanat pasal 33 ayat 1.
sekarang justru seakan tidak berpihak kepada koperasi
51 52
http://www.bappenas.go.id/blog/?p=97 Ibid
sebagai badan hukum yang utama sebagai pilar Pembangunan Indonesia bersifat fundamental, tidak
perekonomian rakyat, namun justru konsep Perseroan dilakukan secara tambal sulam. Indonesia merupakan suatu
Terbatas (PT) dengan UU no 40 Tahun 2007 lah yang masyarakat yang benar-benar sedang membangun dirinya
diadopsi dari luarlah yang banyak berperan dalam dinamika secara lengkap (a society in the making), sehingga
ekonomi di negara ini. Pengelolaan lahan serta semua membutuhkan peninjauan serta penataan kembali terhadap
kekayaan alam yang terkandung didalamnya harus pula semua kelembagaan yang selama ini dipakainya, dengan
menjadi perhatian serius, perlu dipertegas dan dirancang berpegangan pada kaidah-kaidah bangsanya seperti konsep
produk-produk perundangan yang mengaturnya sehingga Pancasila, Wawasan Nusantara, pembangunan Manusia
seluruh sumber daya yang ada dapat dikelola oleh negara Seutuhnya dan seterusnya. Ini semua dapat terlihat dari
dan dimanfaatkan sepenuhnya demi kesejahteraan rakyat. kebijakan-kebijakan pemerintah.

Kebijakan pembangunan hukum nasional ialah:53


C. Perspektif Politik
a) Pembangunan hukum nasional dida-sarkan pada
Dalam konteks politik, perlu diingat mengenai
pancasila dan UUD 1945;
pentingnya politik hukum sebagai cara dan kebijakan negara
untuk menentukan arah pembangunan bangsa ini. b) Pembangunan hukum nasional meng-arah kepada
Keseluruhan kehendak negara ini dijabarkan dalam bentuk kodifikasi, baik kodifikasi terbuka maupun kondifikasi parsial;
peraturan perundang-undangan yang tertuang pada seluruh
tingkatan peraturan perundang-undangan dari mulai Undang- c) Asas-asas umum dipakai dalam pembangunan nasional

Undang Dasar hingga Peraturan Daerah. adalah asas-asas pembangunan nasional di tambah asas

Hukum harus dapat menciptakan stabilitas politik agar pengayoman dan wawasan nusantara.

pembangunan dapat berjalan lancar dan terarah. 53


http://alvisyahrin.blog.usu.ac.id/2011/03/09/7/
3) Tata hukum Indonesia yang diperbaharui mencakup dua bersama.54 Suatu perencanaan hukum dari situasi tertentu
hal, sebagai kerangka kerja, yaitu: menuju suatu tujuan yang akan dicapai atau yang disebut
dengan politik hukum, tidak terlapas dari kenyataan sosial dan
a) Basic law, yakni perangkat-perangkat hukum pokok yang
tradisi-tradisi yang terdapat dalam suatu bangsa dan negara
mengatur seluruh segi kehidupan warga negara, masyarakat
di satu pihak, sedangkan dilain pihak sebagai negara dalam
dan negara;
keluarga bangsa-bangsa dan negara dunia, politik hukum
suatu bangsa dan negara tidak dapat pula dilepaskan dari
b) Sectoral law, yakni perangkat-perangkat hukum sektoral.
kenyataan-kenyataan dan politik dunia.
Paham yang dianut dalam membangun hukum
Mengadakan suatu perencanaan dalam pembagunan
nasional adalah hukum tertulis, dan terhadap nilai ajaran
hukum nasional, perlu mengadakan usah-usaha pening-katan
agama serta norma-norma hukum adat dapat
dan atau perbaikan pada hal-hal yang bersifat kepribadian
ditranformasikan ke dalam hukum tertulis. Kemauan politik
Indonesia yang masih berubah-ubah, supaya benar-benar
bangsa Indonesia untuk meningkatkan pembaharuan dan
menjadi manusia demokratis.
pembangunan hukum perlu diwujudkan ke dalam tindakan
nyata pada program-program konkrit guna meningkatkan
Arah kebijaksanaan hukum, diantaranya:
pembangunan seluruh komponen sistem hukum nasional
mengembangkan budaya hukum disemua lapisan masyarakat
yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 dengan
untuk terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam
dukungan sarana dan dana yang memadai. Tugas untuk
kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum,
mendekatkan cita hukum dan asas-asas hukum nasional
menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu
dengan realita merupakan pekarjaan yang berat yang harus
dengan mengakui dan meng-hormati hukum agama dan
ditangani secara konsepsional, terarah dan terenca serta
54
Ibid
hukum adat serta memper-baharui perundang-undangan mengenai Hak Asasi Manusia ini , Hak Asasi Manusia telah
warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang
termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaiannya berlaku di Indonesia, dari mulai Undang-Undang Dasar
dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi. hingga Peraturan Daerah. Dalam hal ini, keberadaan hak
asasi manusia sebagai hak konstitusional.
Memperhatikan arah kebijaksanaan tersebut, dan
Keberadaan konstitusi berkembang dari ide
masyarakat Indonesia yang pluralistik, yang menghendaki
pemerintahan yang terbatas (limited government)56 atau
masyarakat berkeseimbangan, tiap-tiap kebijaksanaan hukum
paham konstitusionalisme agar kekuasan tidak
perlu dilaksanakan secara seksama, sehingga hal-hal yang 57
disalahgunakan. Yang menjadi perhatian utama dalam
terutama menyangkut penyamarataan anggota masyarakat,
paham konstitusionalisme, bahwa walaupun pemerintah
daerah hukum, bidang hukum dan dihindarkan ketidakadilan
(dalam arti luas) dibentuk untuk melayani kepentingan orang
dalam implementasinya merupakan hal-hal peka untuk
banyak, namun diperlukan pembatasan kekuasaan ketika
55
mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
menjalankan kekuasaan. Tidak hanya dalam pembagian
kekuasaan dalam bentuk pembentukan lembaga-lembaga
D. Perspektif HAM
negara dan batas-batas kekuasaannya, konstitusi juga
Pembangunan Hukum dalam Pembangunan Hukum biasanya menjamin hak asasi manusia.
Nasional tentulah harus menempatkan hukum sebagai
pengawal dan penegakkan Hak Asasi Manusia, Indonesia
56
telah melakukan ratifikasi berbagai kesepakatan Internasional K.C. Wheare, Modern Constitution, Oxford University Press, London,
1975, hlm. 7.
57
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT. Gramedia Pustaka
55
Roeslan Saleh, “Penjabaran Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Utama, Jakarta, 1993, hlm 57., Lord Acton mengatakan: ”power tends to
1945 Dalam Perundang-Undangan R.I Umumnya tentang Hak-Hak Asasi corrupt, absolute power corrupt absolutely”. Bahwa kekuasaan itu
Manusia Khususnya, Makalah, Seminar akbar 50 tahun Pembinaan cenderung disalahgunakan, dan kekuasaan yang absolut sudah pasti
hukum, BPHN – DepKeh, Jakarta . 1995, hal 76 akan disalahgunakan.
Prof. Sri Soemantri menegaskan materi muatan konstitusi di berbagai negara. Selain itu, kemiripan subtansi
konstitusi, yaitu: adanya jaminan terhadap hak-hak asasi dan pengakuan hak –hak asasi manusia yang diakui konstitusi
warga negara; ditetapkannya susunan ketatanegaraan yang berbagai negara disebabkan karena suatu negara belajar dari
bersifat fundamental; adanya pembagian dan pembatasan (konstitusi) negara lainnya atau karena berbagai negara telah
tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.58 meratifikasi berbagai perjanjian internasional pokok di bidang
Secara umum konstitusi setiap negara terdiri dari dua bagian hak asasi manusia, sehingga perlu menyesuaikan
(materi muatan), bagian pertama berkaitan dengan struktur konstitusinya dengan ketentuan-ketentuan hukum hak asasi
pemerintahan; dan bagian kedua, berkaitan dengan jaminan manusia internasional.61
hak-hak asasi manusia khususnya kepada warga negara. Selain itu, kedudukan UUD secara umum dianggap
Dijaminnya hak asasi manusia dalam konstitusi sebagai hukum tertinggi,62berimplikasi bagi jaminan hak – hak
merupakan suatu bentuk transformasi hak asasi manusia dari konstitusional. Salah satu prinsip hierarki peraturan
hak-hak moral menjadi hak-hak hukum59, dalam hal ini, hak – perundang-undangan, peraturan perundang-undangan yang
hak konstitusional. Dalam hal ini, konstitusi tidak menciptakan lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
hak-hak baru, melainkan hanya mengakui keberadaan hak perundang-undangan yang lebih tinggi.63 Prinsip ini berlaku di
asasi manusia sebagai hak-hak yang melekat pada manusia
secara alamiah.60 Hal tersebut memungkinkan terjadinya
kemiripan substansi pengakuan hak asasi manusia dalam
58 61
Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, edisi revisi, David S. Weissbrodt,Connie de la Vega, International Human Rights
Alumni, Bandung, 2006, hlm. 1 Law: An Introduction, University of Pennsylvania Press, Pennsylvania,
59
Indra Perwira, Pengaturan Hak Atas Kesehatan Berdasarkan Undang- 2007, hlm. 343.
62
Undang Dasar 1945, disertasi, Universitas Padjadjaran, Bandung, 2009, Bagir Manan, Konvensi Ketatanegaraan, FH UII Press, Yogyakarta,
hlm. 22. 2006, hlm. 35.
60 63
Allan R. Brewer-Car´Ias, Constitutional Protection Of Human Rights In Bagir Manan, Dasar- Dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind.Co-
Latin America A Comparative Study Of Amparo Proceedings, Cambridge Hill, Jakarta, 1992, hlm. 15; Rosjidi Ranggawidjadja, Pengantar Ilmu
University Press, Cambridge, 2009, hlm.19. Perundang-undangan, Mandar Maju, Bandung, 1998, hlm. 50 – 51.
Indonesia, kedudukan UUD 1945 ditempatkan sebagai di Indonesia menjadi pembicaraan yang serius dan
peraturan perundang-undangan dengan hierarki tertinggi.64 berkesinambungan.66
Terkait pengaturan HAM dalam Undang-Undang Dasar ini,
65 Kesinambungan itu berwujud pada usaha untuk
Bagir Manan pernah mengatakan:
mendudukkan persoalan HAM dalam kerangka budaya dan
”dimasukkannya HAM dalam UUD 1945 diharapkan
sistem politik nasional sampai pada tingkat implementasi
akan semakin memperkuat pemajuan dan perlindungan
untuk membentuk jaringan kerjasama guna menegakkan
HAM di Indonesia, karena akan menjadikannya sebagai
penghormatan dan perlindungan HAM tersebut di Indonesia.
hak yang dilindungi secara konstitusional (constitutional
Meski tidak bisa dipungkiri adanya pengaruh internasional
rights)”.
yang menjadikan hak asasi manusia sebagai salah satu isu
Upaya Pemerintah yang dikhususkan tentang
global, namun penegakan hak asasi manusia di Indonesia
penegakan hak asasi manusia juga tidak kalah gencarnya.
lebih merupakan hasil dinamika internasional yang merespon
Keseriusan pemerintah di bidang HAM paling tidak bermula
gejala internasional secara positif. Adalah tahun 1999,
pada tahun 1997, yaitu semenjak Komisi Nasional Hak Asasi
Indonesia memiliki system hukum yang jelas dalam mengukur
Manusia (KOMNAS HAM) didirikan setelah
dan menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM di Indonesia.
diselenggarakannya Lokakarya Nasional Hak Asasi Manusia
Diberlakukannya UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
pada tahun 1991. Sejak itulah tema tentang penegakan HAM
Manusia kendati agak terlambat merupakan langkah progresif
dinamis yang patut dihargai dalam merespon isu internasional

64
Lihat Pasal ayat (1) Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
65 66
Bagir Manan dkk, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/artikel-hak-asasi-manusia-
Manusia di Indonesia, YHDS - Alumni, Bandung, 2001, hlm. 83 – 84. ham/
di bidang hak asasi manusia walaupun masih perlu dilihat dan 4. Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa
diteliti lebih jauh isinya.67 diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan
dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan
Hak – hak yang tercantum dalam undang – undang
gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun
Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari
administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang
:68
bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara

1. Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh

mempertahankan hidup, meningkatkan taraf Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan

kehidupannya, hidup tentram, aman, damai, bahagia, adil dan benar.

sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan


5. Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk
hidup yang baik dan sehat.
memilih dan mempunyai keyakinan politik,

2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk

orang berhak untuk membentuk keluarga dan agama masing – masing, tidak boleh diperbudak,

melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas

atas kehendak yang bebas. bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah
Republik Indonesia.
3. Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk
memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik 6. Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas

secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,

masyarakat, bangsa dan negaranya. martabat, hak milik, rasa aman dan tentram serta
67
Ibid
68
Ibid
perlindungan terhadap ancaman ketakuatan untuk atau profesinya terhadap hal – hal yang dapat
berbuat atau tidak berbuat sesuatu. mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.

7. Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak 10. Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh
mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama – orang tua, keluarga, masyarakat dan Negara serta
sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka
bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya
hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang secara melawan hukum.
dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang
Komitmen terhadap apa yang sekarang disebut sebagai
layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi
hak-hak asasi manusia itu merupakan benang merah yang
melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
menjadi serat dari keseluruhan perjuangan bangsa untuk
8. Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga memerdekakan manusia Indonesia pada zaman penjajahan,
Negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan dari status yang dijajah menjadi manusia Indonesia yang
langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas merdeka sedangkan pada pasca terbentuknya Negara
bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap Indonesia, berwujud pemerdekaan dari belenggu kekuasaan
jabatan pemerintahan. bangsa sendiri yang otoriter dan dari berbagai
keterbelakangan yang merendahkan martabat manusia
9. Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih,
Indonesia. Semuanya itu ditujukan untuk mengangkat harkat
dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan
dan martabat manusia Indonsia. Tujuan mengangkat harkat
sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang –
dan martabat setiap manusia Indonesia inilah yang saya
undangan. Di samping itu berhak mendapatkan
maksudkan sebagai perspektif perjuangan Hak Asasi
perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan
Manusia di Indonesia yang dengan sendirinya harus dipahami ada di Kementerian Hukum dan HAM seperti Direktorat
sebagai komitmen Nasional. Apapun dan siapapun aktifis Hak Jenderal HAM maupun Balitbang HAM.
Asasi Manusia yang berjuang di negara ini baik dalam bentuk Perlindungan HAM dapat diletakkan dalam kerangka
perorangan, kelompok, golongan, lembaga swadaya supremasi hukum. Maka penegakkan HAM haruslah dan
masyarakat, ataupun ORNOP, partai-partai bahkan seluruh telah memiliki pijakan legal, konstitusional dan institusional
aparat kekuasaan termasuk polisi dan tentara (militer) dan dengan dibentuknya kelembagaan yang berkaitan dengan
lain sebagainya harus memahami bahwa perjuangan HAM HAM dan hukum. Namun demikian tidak berarti bahwa
yang mereka lakukan adalah untuk meningkatkan harkat dan perjuangan HAM sebagaimana dilakukan lembaga-lembaga
martabat manusia Indonesia agar menjadi anak bangsa yang di luar negeri tidak penting. Peran masyarakat tetap penting,
69
terhormat dan bermartabat. karena institusi Negara biasanya memiliki kepentingannya
Pada perkembangannya, pemerintah pun telah sendiri. Terlebih bila dilihat dari logika penegakan HAM,
berusaha mengakomodir dan dengan kekuasaan yang dimilikinya Negara, lebih khusus
Mengupayakan penegakkan HAM di negara ini melalui aparat pemerintah -terutama yang berurusan dengan
pembentukan lembaga-lembaga negara yang memiliki keamanan dan pertahanan, termasuk yang paling potensial
orientasi kepada penegakkan HAM, tidak hanya komisi melakukan pelanggaran HAM. Tetapi sebaliknya Negara
Komisi Nasional HAM, namun juga unit-unit eselon 1 yang termasuk aparat kekuasaannya (Polisi dan Tentara)
berkewajiban, bukan hanya melindungi, menghormati dan
69
Adnan Buyung Nasution, IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HAK
memberi jaminan atas HAM akan tetapi bila dilihat dari
ASASI MANUSIA DAN SUPREMASI HUKUM, makalah, disampaikan penegakan supremasi hukum maka pemerintah dituntut untuk
pada SEMINAR PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL VIII, TEMA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ERA PEMBANGUNAN semakin menyempurnakan dan membenahi perangkat hukum
BERKELANJUTAN
Diselenggarakan Oleh BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL dan perundang-undangan yang kondusif bagi penegakan
DEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA RI Denpasar,
14 - 18 Juli 2003 HAM.
Kalau demikian halnya, kemudian muncul agenda besar.70 lima tahun terakhir ini. Hal ini sebagai konsekuensi dari
1. Penyempurnakan Produk-produk hukum, perundang- watak rejim sebelumnya yang memang anti-HAM,
undangan tentang HAM. Produk hukum tersebut perlu sehingga dengan sendirinya produk UU-nya pun sama
disesuaikan dengan semangat konstitusi yang secara sekali tidak mempertimbangan masalah HAM. Dalam
eksplisit sudah memberi dasar bagi perlindunan dan konteks ini, maka agenda ini sejalan dan dapat
jaminan atau HAM. Termasuk disesuaikan dengan disatukan dengan agenda reformasi hukum nasional
ketentuan-ketentuan dalam konvensi/kovenan dan ratifikasi konvensi/kovenan, internasional tentang
internasional tentang HAM, baik dari segi materi HAM yang paling mendasar seperti kovenan sipil-politik
tentang HAM-nya itu sendiri maupun tentang dan kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya berikut
kelembagaan Komnas HAM dan peradilan HAM. protocol operasionalnya. Dari segi ukuran maupun
2. Melakukan inventarisasi, mengevaluasi dan mengkaji substansi serta permasalahannya hal ini merupakan
seluruh produk hukum, agenda raksasa. Untuk itu pemerintah tidak bisa
KUHP dan KUHAP, yang berlaku yang tidak sesuai bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan masyarakat
dengan HAM. Banyak sekali pasal-pasal dalam yang memiliki perhatian yang sama seperti kalangan
berbagai UU yang tidak sesuai, bahkan bertentangan LSM bidang hukum. Dan untuk itu pula perlu dibuat
dengan HAM. Termasuk UU yang dihasilkan dalam skala prioritas supaya perencanaannya realistis dan
pelaksanaannya dilakukan bertahap.
70
Adnan Buyung Nasution, IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HAK
ASASI MANUSIA DAN SUPREMASI HUKUM, makalah, disampaikan
3. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pada
pada SEMINAR PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL VIII, TEMA instansi-instansi peradilan
PENEGAKAN HUKUM DALAM ERA PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN dan instansi lainnya yang terkait dengan penegakan
Diselenggarakan Oleh BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
DEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA RI Denpasar, supremasi hukum dan perlindungan HAM. Dalam
14 - 18 Juli 2003
kesempatan ini, saya tidak ingin ikut membicarakan
persoalan memburuknya kondisi system peradilan kita, 4. Sosialisasi dan pemahaman tentang HAM itu sendiri,
akan tetapi yang perlu diprioritaskan dalam khususnya di kalangan pemerintahan, utamanya di
pengembangan kelembagaan ini adalah meningkatkan kalangan instansi yang secara langsung maupun tidak
kapasitas hakim, jaksa, polisi, panitera dan unsur- langsung berkaitan dengan masalah HAM. Sosialisasi
unsur pendukungnya dalam memahami dan pemahaman HAM ini, lagi-lagi merupakan pekejaan
menangani perkara-perkara hukum yang berkaitan raksasa, dan sangat terkait dengan penegakan
dengan HAM. Termasuk di dalamnya mengenai profesionalisme aparat di dalam melaksanakan bidang
administrasi dan pelaksanaan penanganan perkara- kerjanya. Gamangnya aparat pemerintah dalam
perkara hukum mengenai pelanggaran HAM. Ini harus mengurusi dan ber-urusan dengan masyarakat yang
disadari betul mengingat masalah HAM baru masuk partisipasi politik dan daya kritisnya makin meningkat
secara resmi dalam beberapa tahun terakhir ini saja ini disebabkan, antara lain bukan semata-mata karena
dalam sistem peradilan kita. Bahkan, perlu diakui kurang memahami masalah HAM, akan tetapi juga
secara jujur masih banyak, kalau tidak mau dikatakan karena mereka umumnya kurang dapat melaksanakan
pada umumnya, aparat penegak hukum kita yang tidak rambu-rambu profesionalismenya. Ini berlaku bagi
memahami persoalan HAM. Lebih-lebih untuk aparat sipil maupun aparat keamanan.
menangani perkara hukum di peradilan yang 5. Bekerjasama dengan kalangan di luar pemerintahan,
pembuktiannya amat pelik dan harus memenuhi terutama kalangan Ornop/LSM, akademisi/perguruan
standar Komisi HAM PBB. Oleh sebab itu institutional tinggi dan kalangan masyarakat lainnya yang memiliki
capacity building di instansi-instansi Negara yang kepedulian terhadap penegakan hukum dan HAM
terkait dengan masalah HAM ini menjadi amat penting seharusnya menjadi agenda yang terprogram dengan
dan mendesak. baik. Bukan saatnya bagi instansi pemerintah tertutup
dengan kalangan masyarakat sebagaimana terjadi di
masa lalu. Dalam kerangka mengembangkan iklim
yang lebih demokratis, kini saatnya kalangan 1. Bahwa kedudukan pembangunan hukum dalam
pemerintah, bersikap lebih terbuka kepada pembangunan nasional
masyarakat, lebih-lebih untuk keinginan bersama adalah sangat vital dan strategis, karena pembangunan
memajukan HAM dalam konteks penegakan hukum. hukum akan
Perlu disadari bahwa kalangan di luar pemerintah, mempengaruhi dinamika berbagai aspek kenegaraan
seperti lembaga LBH /YLBHI, sudah lama seperti ekonomi, politik,
berkecimpung di bidang penegakan HAM, sejak ketika HAM, sosial budaya.
HAM masih dipandang sebagai masalah sensitif atau
bahkan subversif secara politik. Pengalaman panjang 2. Dalam agenda reformasi hukum, pembangunan hukum
mereka dapat dimanfaatkan untuk penyempurnaan merupakan salah satu
kebijakan pemerintah dalam penegakan HAM.71 agenda yang harus ditangani dan digarap secara serius,
hukum harus menjadi
pandu bagi pembangunan aspek lain dalam pembangunan
nasional, seluruh
pembangunan dalam bidang ekonomi, politik sosial,
BAB V budaya haruslah mengacu
PENUTUP kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Politik Hukum menjadi penentu dalam semua kebijakan


A. Kesimpulan pembangunan di negara
71
Ibid
ini, kehendak negara mengenai arah dan substansi dalam pembangunan nasional.
pembangunan diberbagai
bidang harus ditegaskan dalam politik hukum negara ini. DAFTAR PUSTAKA

B. Saran
Buku-Buku

1. Koordinasi antara seluruh instansi yang menangani bidang- Allan R. Brewer-Car´Ias, Constitutional Protection Of Human Rights In
bidang dalam Latin America A Comparative
pembangunan nasional harus semakin diarahkan sesuai Study Of Amparo Proceedings, Cambridge
University Press, Cambridge
dengan koridor hukum
Bagir Manan dkk, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Manusia di Indonesia, YHDS - Alumni, Bandung, 2001
-------------------Konvensi Ketatanegaraan, FH UII Press, Yogyakarta, 2006,
2. Politik hukum janganlah semata mengatur mengenai -----------------, Dasar- Dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind.Co-Hill,
hukum itu sendiri namun Jakarta, 1992,

juga kebijakan dalam sektor-sektor lain seperti ekonomi,


Boaventura De Sousa Santos, Toward a New Common Sense: Law,
politik, sosial, dan
Science and Politics in The
budaya. Paradigmatic Transition, Routledge: New York,
1999
3. Pembangunan hukum jangan semata diarahkan kepada
David S. Weissbrodt,Connie de la Vega, International Human Rights Law:
hal-hal yuridsi normatif
An Introduction, University
semata, namun juga budaya, perilaku dan moralitas para
of Pennsylvania Press, Pennsylvania, 2007
pelaku yang terlibat
J.J.H Bruggink , "refleksi tentang Hukum", terjemahan Arief Sidharta,
Duncan Kennedy, Legal Education as Training for Hierarchy, dalam David Penerbit PT.Citra Aditya Bakti,
Kairys, ed., Politics of Law bandung, 1999
(New York: Pantheon), 1982,
John Perkins, Confessions of an Economic Hit Man, Berrett-Keoehler
Publishers, Inc., San Fransisco
Firdaus Syam, Pokok-Pokok Pikiran Perencanaan Pembangunan Hukum
Nasional: Akselerasi K.C. Wheare, Modern Constitution, Oxford University Press, London,
Reformasi Politik Hukum dan Budaya Hukum 1975,
Nasional,2011
Kelman, A Guide to Critical Legal Studies (Cambridge: Harvard University
Press), 1987,
George Soros, Open Society: Reforming Global Capitalism, New York
Lawrence Friedman, American Law an Introduction, Second Edition,
diterjemahkan oleh Wishnu
Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar,
H. Kantorowicz, Savigny and the Historical School of Law, 1937 Cetakan Pertama, PT Tata Nusa, Jakarta, 200,
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Haryatmoko, 2003, Etika Politik dan Kekuasaan, Jakarta: Penerbit Jakarta, 1993,
Kompas
M. Trubek, Max Weber on Law and The Rise of Capitalism, Wiconsin Law
Review, vo, 1972
Herbert Marcuse, One Dimensional Man: Studies in The Ideology of
Advanced Industrial Society, Noreena Hertz Silent Takeover Global Capitalism and the Death of
London: Routledge & Kegan Paul, 1964 Democracy, Arrow Books, 2001.
Roberto Unger, Law in Modern Society, (New York: Free Press), 1976, Satjipto Rahardjo, “Hukum sebagai Keadilan, Permainan dan Bisnis”,
Rosjidi Ranggawidjadja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan, Mandar Kompas, 4 April 1996,
Maju, Bandung, 1998 -----------------------, “Suatu versi Indonesia tentang Rule of Law”, Kompas,
Satjipto Rahardjo, SH, limo Hukurn, Citra Aditya Bakti, Bandung, 19 November 1993,
tahun 1991 -----------------------, “Rule of Law: Mesin atau Kreativitas”, Kompas, 3 Mei
Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, edisi revisi, 1995,
Alumni, Bandung, 2006 -----------------------, “Mengubah cara Penyelesaian Hukum”, Kompas, 19
November 1999
-
Yasraf Amir Pilliang, 2004, dunia yang Berlari: Mencari Tuhan-Tuhan ----------------------, “Transformasi Nilai-nilai dalam Pembentukan Hukum
Digital, Jakarta: Gramedia Nasional”, 1996,
Widiasarana Indonesia ------------------------ "Transformasi Nilai-nilai dalam Pembentukan Hukum
Nasional", 1996
---------------------, “Banyak Jalan Menuju Hukum”, Kompas, 14 Oktober
1991,
Artikel dan internet http://www.bappenas.go.id/blog/?p=97
1
http://alvisyahrin.blog.usu.ac.id/2011/03/09/7/

Abdul Munir Mulkan, “Pancasila, Agama, dan Paradigma Bebas Konflik”, http://wbln0018.worldbank.org/eap/eap.nsf/attachments/012103-12CGI-
Kompas, 30 Agustus 1996 S4, Justice/@file/12CGI-S4-Justice.pdf
"the government should stay out of industrial disputes" (The Jakarta Post,
Mudji Sutrisno, “Paradigma Negara Hukum”, Kompas, 22 September 1995 April 4, 1996).
Satjipto Rahardjo, “Diregeulasi Pembangunan Hukum dan Politik”, Sri Edi Swasono, PASAL 33 UUD 1945 HARUS DIPERTAHANKAN,
Republika, 15 November 1993 JANGAN DIRUBAH, BOLEH DITAMBAH AYAT,
hal. 191-199 http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8578/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/artikel-hak-asasi-manusia- Roeslan Saleh, “Penjabaran Pancasila Dan Undang-Undang Dasar 1945
Dalam Perundang-Undangan R.I Umumnya tentang Hak-Hak Asasi
ham/
Manusia Khususnya, Makalah, Seminar akbar 50 tahun Pembinaan
hukum, BPHN – DepKeh, Jakarta .

Makalah, tesis dan disertasi Satjipto Rahardjo, Pembangunan Hukum di Indonesia dalam Konteks
Situasi Global, Makalah
Seminar Nasional tentang Pendayagunaan Sosiologi
Adnan Buyung Nasution, IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HAK ASASI Hukum dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi
MANUSIA DAN SUPREMASI HUKUM, makalah, disampaikan pada Global dan Pembentukan Asosiasi Pengajar dan Peminat
SEMINAR PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL VIII, TEMA Sosiologi Hukum seIndonesia, Pusat Studi Hukum dan
PENEGAKAN HUKUM DALAM ERA PEMBANGUNAN Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
BERKELANJUTAN Semarang, 12 - 13 November 1996.
Diselenggarakan Oleh BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
DEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA RI Denpasar, Soetandyo Wignyosoebroto, Pembangunan Hukum Nasional: Sebuah
14 - 18 Juli 2003 Perbincangan Dari Perspektif
Sosial Budaya, dalam BPHN, Majalah Hukum Nasiona
Background Study : Rencana Pembangunan Jangka Menengah No. 1 Tahun 2009
Nasional 20102014 Bidang
Hukum Ditinjau dari berbagai Perspektif, Direktorat ----------------------------------, Pembangunan Hukum Nasional: Sebuah
Hukum dan Hak Asasi Manusia-kementerian Negara Perbincangan dari Perspektif Sosial Budaya, dalam Majalah Hukum
Perencanaan nasional?Badan Perencanaan Nasional Nomor 1 Tahun 2009,
Pembangunan Nasional, 2008,
Soerjono Soekanto dalam Himpunan Bahan Penataran Latihan Tenaga
Bahan disampaikan pada Rakernas KNPI, 28 Juni 2008. Hakim Konstitusi, Teknis Perancang Peraturan Perundang-Undangan,1982,

Indra Perwira, Pengaturan Hak Atas Kesehatan Berdasarkan Undang- Bahan disampaikan pada Rakernas KNPI, 28 Juni 2008.
Undang Dasar 1945, disertasi, 2 Hakim Konstitusi
Universitas Padjadjaran, Bandung, 2009,

1
Marjdono Reksodiputro, Makalah Seminar tentang Fungsi Ombudmans
Dalam Negara Demokrasi

Diselenggarakan oleh BPHN bekerjasama dengan The


International Center for Legal Cooperation of The
Netherlands, Jakarta 23-24 Agustus 1999.

Anda mungkin juga menyukai