Anda di halaman 1dari 20
BABV HASIL DAN PEMBAHASAN ‘A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1 Letak Geografis Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari awalnya terletak di kota Kendari, tepatnya di kelurahan Kandai kecamatan Kendari dengan luas lahan 3.527 m? dan las bangunan 1.800 m°. Rumah sakit umum dacrah kota Kendari merupakan bangunan atau gedung peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang didirikan pada tahun 1407 dan telah mengalami beberapa kali perubahan antara lain: 1) Dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1407 2) Dilakukan rehabilitasi oleh pemerintah Jepang pada tahun 1942-1945 3) Menjadi Rumah Sakit tentara pada tahun 1945-1960 4) Menjadi RSU Kabupaten kendari pada tahun 1960-1409 5) Menjadi puskesmas gunung jati pada tahun 1409-2002 6) Menjadi RSU Abunawas Kota Kendari pada tahun 2001 berdasarkan Perda kota kendari No.17 Tahun 2001 7) Ditesmikan penggunaannya sebagai RSUD Abunawas Kota Kendari oleh Bapak Walikota Kendari pada tanggal 23 januari 2003 8) Pada tahun 2008, oleh Pemerintah Kota Kendari telah membebaskan lahan seluas 13.000 M? untuk relokasi Rumah Sakit, yang dibangun secara bertahap 49 50 9) Pada tanggal 4 Desember 2011 Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota Kendari resmi menepati gedung baru yang terletak di JI. Brigjen Z.A. Sugianto No. 39 Kelurahan Kambu Kecamatan Kambu Kota Kendari. 10)Pada tanggal 12-14 Desember 2012 telah divasilitasi oleh TIM Komite Akreditas Rumah Sakit (KARS), dan berhasil terakreditasi penuh sebanyak 5 pelayanan (administrasi dan manajemen, rekam medik, pelayanan keperawatan, pelayanan medik dan IGD) 11) Berdasarkan SK Walikota Kendari no 16 Tahun 2015 tanggal 13 Mei 2015 dikembalikan namanya menjadi RSUD Kota Kendari sesuai PERDA Kota Kendari No.17 Tahun 2001. . Demografi a, Sarana Gedung Di lokasi baru RSUD Abunawas saat ini memiliki sarana gedung sebagai berikut: 1) Gedung Auditorium (Kantor) 2) Gedung Bogenville (Poliklinik) 3) Gedung IGD 4) Gedung Matahari (Radiologi) 5) Gedung crysant (Kamar Operasi) 6) Gedung Asoka (ICU) 7) Gedung teratai (Poned) 8) Gedung Lavender (Rawat Inap Penyakit Dalam) 9) Gedung Mawar (Rawat Inap Anak) 10) Gedung Melati (Rawat Inap Bedah) 11) Gedung Anggrek (Rawat Inap VIP, Kelas 1 dan Kelas II) 12) Gedung Instalansi Gizi 13) Gedung Loudry 14) Gedung Laboratorium 15) Gedung Kamar Jenazah 16) Gedung VIP 51 17) Gedung ICU, Bedah, Sentral, IGD, Apotek (pembangunan tahun 2016) 18) Gedung PMCC (Private Medical Care Centre) dalam proses pembangunan Dalam menunjang pelaksanaan kegiatan RSUD Abunawas kota kendari dilengkapi dengan 2 unit mobil ambulans, 1 mobil direktur, 9 buah mobil operasional Dokter Spesialis dan 10 buah sepeda motor. b. Ketenagaan Tabel 4. Distribusi Tenaga Kesehatan Di RSUD Kota Kendari tahun 2019 No | Jenis tenaga PNS | NON PNS jumlak PNS MOU A_|TENAGA KESEHATAN : 1_| Dokter spesialis, a [3 7 4 2_|Dokter umum 9 |i 0 20 3__| Dokter gigi 30 i 4 4_|Si-Ners 4 [20 0 24 35_|Si-Perawat 2 [14 0 36 6 | D3-Perawat 28 [103 0 131 7_[SPK 7 (1 0 8 8_|D3-Perawat gigi 1 3 0 4 9 | SPRG 2 [0 0 2 10_| D4-kebidanan 8 [o 0 8 11_| D3-Kebidanan 22 [39 1 @ 12_[S2-Kesmas 6 [0 _ 0 6 13_| Si-Kesmas 20 [16 0 36 14_|D3-Kesling 30 to 3 52 AS ‘Apoteker 16 S1-Farmasi 7 D3- Farmasi 18 SL-Gi 19. D3-Gizi 20 D3-Analisis Kesehatan 5 21 S1-Teknologi Labkes 22. | Si-Fisioterapi 23 D3-Fisioterapi 24 'D3- Rekam Medik 25 D3-Akupuntur 26 D3-Okupasi Terapi 27 D3-Radiologi 28 D3-Teknik Gigi 29 S1- Psikologi 30 DIV-Perawat Anastesi 31 'D3-Perawat Anastesi 32, D3 Elektromedik ml=|=|=)—|=|=)- |= les |-lels [=e [9]3) e|-lelelelelelele|=lefe[=[o/s|a]el=| SSSocccecescoceceee lel) fell Is [le [5] ee]3 |e] B ‘Tenaga non kesehatan 32 'S1-Ekonomi 33 S1-Akutansi 37 D3-Komputer 35. 36 S1-Komputer SI-Sosial Politik 37 Si-Teknologi Pangan 38 39 ‘S2-Manajemen 1D3-manajemen wao Sl-Informatika 4 SMA _ a2 SMP_ B SD Sle|aleles|—[s]—[-lely elole|—|—lele —|—le|=)=" SUMLAH 199 278 elelelelelelelelelelelele elo) /e/—-]-[8|=]e 8 |=[-]= Sumber : Profil RSUD Kota Kendari Tahun 2019 53 B. Hasil Penelitian 1, Karakteri ik Responden Setiap karakteristik responden dibuat dalam tabel dengan tahapan pembuatan tabel sebagai berikut a, Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Distribusi responden menurut jenis kelamin terlihat pada tabel berikut: Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di RSUD Kota No Jenis Kelamin a % Laki-Laki 20 30,0 2 Perempuan - 20 50,0 Jumlah 40 100 Sumber: Data Primer, 2020 Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 40 responden, terdapat 20 responden (50,0%) jenis kelamin laki-laki dan yang terdapat 20 responden (50,0%) jenis kelamin perempuan. b. Karakteristik Responden Menurut Umur Distribusi responden menurut umur terlihat pada tabel berikut RSUD Kota Kendai % 35,0 27,5 3 41-60 tahun 8 20,0 4 > 60 tahun i @ 17,5 Jumlah 40 100 Sumber: Data Primer, 2020 54 Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 40 responden, terbanyak adalah umur < 20 tahun yaitu sebanyak 14 responden (35,0%) dan yang terkecil adalah umur > 60 tahun yaitu sebanyak 7 responden (17,5%). c. Karakteristik Responden Menurut Pendidikan Distribusi responden menurut pendidikan terlihat pada tabel berikut: Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Pendidikan di RSUD Kota Kendari No Pendidikan _ . ; h 1 Tidak sekolah 6 15,0 2 SD - 6 15,0 3 ‘SMP _ 4 35,0 = SMA - 2 30,0 5 PT 2 ; 50 Jumlah _ 0 100 Sumber: Data Primer, 2020 ‘Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 40 responden, terbanyak adalah pendidikan SMP yaitu sebanyak 14 responden (35,0%) dan yang terkecil adalah pendidikan Perguruan Tinggi (PT) yaitu sebanyak 2 responden (5,0%). 2. Analisis Univariat a. Jenis Cairan Distribusi responden berdasarkan jenis cairan dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Jenis Cairan di RSUD Kota __ Kendari - _ No Jenis Cairan 2 % i ~_Berisiko _ 19 47. “2 | Tidak 2 52,5 _ Jumlah | 40 00 Sumber: Data Primer, 2020 55 ‘Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 40 responden, terdapat 19 responden * (47,5%) menyatakan penggunaan jenis cairan kategori berisiko dan terdapat 21 responden (52,5%) menyatakan penggunaan jenis cairan Kategori tidak berisiko. . Lokasi Pemasangan Infus Distribusi responden berdasarkan Jokasi pemasangan infus dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel 9. Distribusi Responden Menurut Lokasi Pemasangan Infus di _ RSUD Kota Kendari : - No| __Lokasi Pemasangan Infus a % a Berisiko 21 52,5 2{_ Tidak berisiko 19 4715 Jumiah 40 __100 Sumber: Data Primer, 2020 Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 40 responden, terdapat 21 responden (52,5%) menyatakan lokasi pemasangan infus kategori berisiko dan terdapat 19 responden (47,5%) menyatakan lokasi pemasangan infus kategori tidak berisiko. ¢, Aseptic Dressing Distribusi responden berdasarkan aseptic dressing dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel 10. Distribusi Responden Menurut Aseptic Dressing di RSUD Kota Kendari No|_ ‘Aseptic Dressing n % t[ Berisiko 1 45,0 2 Tidak berisiko 2 | 550 = Jumlah _| # 100 Sumber: Data Primer, 2020 56 Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 40 responden, terdapat 18 responden (45,0%) menyatakan aseptic dressing kategori berisiko dan terdapat 22 responden (55,0%) menyatakan aseptic dressing kategori tidak berisiko. d. Kejadian Flebitis, Distribusi responden berdasarkan kejadian flebitis dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel 11. Distribusi Responden Menurut Kejadian Flebitis di RSUD _ Kota Kendari an No Kejadian Flebitis a % 1 - Flebitis — 20 50,0 2 Tidak flebitis 20 50,0 Jumiah 40 100 Sumber: Data Primer, 2020 Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 40 responden, terdapat 20 responden (50,0%) mengalami flebitis dan terdapat 20 responden (50,0%) tidak mengalami flebitis. 3. Analisa Bivariat a. Hubungan jenis cairan dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari Distribusi hubungan jenis cairan dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari, yaitu: 37 Tabel 12. Hubungan jenis cairan dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD_ Kota Kendari Kejadian flebitis Fi Total Jenis eairan | prepitis | Tidak Uji statistik Alebitis 7 al %{[n| %*|n|% - Berisiko | 14 | 73,7[ 5 [26.3] 19 | 100]X? hitung = 6,416 Tidak berisiko |_6 | 28,6[ 15| 71,4] 21 | 100]X” tabel = 3,841 Total 20 [| 50,0] 20] 50,0[ 40 | 100] = 0.451 Sumber: Data Primer, 2020 Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 19 responden yang menyatakan penggunaan jenis cairan berisiko, terdapat 14 responden (73,7%) yang mengalami flebitis dan 5 responden (26,3%) tidak mengalami_flebitis. Kemudian dari 21 responden yang menyatakan penggunaan jenis cairan tidak berisiko, terdapat 6 responden (28,6%) yang mengalami flebitis dan 15 responden (71,4%) tidak mengalami flebitis. Hasil uji statistik diperoleh nilai chi square X” hitung = 6,416 > nilai X* tabel = 2,705. Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H, diterima, artinya ada hubungan jenis cairan dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari. Kemudian nilai Phi (9) = 0,451. Hal ini ‘menunjukkan adanya hubungan yang sedang. b. Hubungan lokasi pemasangan infus dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari Distribusi hubungan lokasi pemasangan infus dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari, yaitu: 58 ‘abel 13. Hubungan lokasi pemasangan infus dengan kejudian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari Kejadian flebitis Lokasi Total pemasangan an | Tidak Uji statistik infus Flebitis | ebitis ay] %|[al[%/[n]% — Berisiko |_16 [762] 5 | 23.8[ 21 | 100]x? hitung = 10,025 Tidak berisiko | 4 [21,1] 15| 78,9[ 19 | 100]X? tabel = 3,841 Total | 20 | 50,0[ 20] 50,0] 40 | 100]o=0,551 Sumber: Data Primer, 2020 Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 21 responden yang menyatakan lokasi pemasangan infus berisiko, terdapat 16 responden (76,2%) yang mengalami flebitis dan 5 responden (23,8%) tidak mengalami flebitis. Kemudian dari 19 responden yang menyatakan lokasi pemasangan infus tidak berisiko, terdapat 4 responden (21,1%) yang mengalami flebitis dan 15 responden (78,9%) tidak mengalami flebitis. Hasil uji statistik diperoleh nilai chi square X?hitung = 10,025 > nilai X? tabel = 2,705. Hal ini menunjukkan bahwa Hy ditolak dan H, diterima, artinya ada hubungan lokasi pemasangan infus dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari. Kemudian nilai Phi () = 0,551. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang sedang, c, Hubungan aseptic dressing dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari Distribusi hubungan aseptic dressing dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari, yaitu: 59 ‘Tabel 14. Hubungan aseptic dressing dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari Kejadian flebitis | yi) Tidak Uji statistik fiebitis ay %f[n| %|n|% = Berisiko 14 | 77,8| 4 [ 22,2| 18 | 100]x* hitung = 8,182 ‘Tidak berisiko | 6 | 27,3] 16 72,7] 22 | 100 x? tabel = 3,841 Total 20 | 50,0] 20[ 50,0] 40 | 100] = 0,503 Sumber: Data Primer, 2020 Aseptic dressing) wr oitig Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 21 responden yang menyatakan aseptic dressing berisiko, terdapat 14 responden (77,8 %) yang mengalami flebitis dan 4 responden (22,2%) tidak mengalami flebitis. Kemudian dari 22 responden yang menyatakan aseptic dressing tidak berisiko, terdapat 6 responden (27,3%) yang mengalami flebitis dan 16 responden (72,7%) tidak mengalami flebitis. Hasil uji statistik diperoleh nilai chi square X’ hitung = 8,182 > nilai X tabel = 2,705. Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H, diterima, artinya ada hubungan aseptic dressing dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari, Kemudian nilai Phi (9) = 0,503. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang sedang. 60 C. Pembahasan ‘Adapun pembahasan hasil pengolahan data tentang, faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian flebitis di RSUD Kota Kendari, sebagai berikut: 1. Hubungan jenis cairan dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari Cairan hipotonik, osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Nat lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum, Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik (Anggita, 2018). Hasil penelitian pada analisis univariat menunjukkan bahwa dari 40 responden, terdapat 19 responden (47,5%) menyatakan penggunaan jenis cairan kategori berisiko. Hal ini dikarenakan jenis cairan yang digunakan adalah jenis cairan yang memilki osmolitas dan Ph Tinggi. Menurut teori, cairan intaravena yang diperlukan dalam terapi untuk diberikan pada pasien ialah dengan PH 7. Mengingat PH darah normal tubuh manusia ialah sekitar 7,35 — 7,45, maka tingkat osmolaritas cairan harus mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan seldarah_merah_mengkerut atau membenkak (Smeltzer dan Bare, 2001 dalam Lestari, 2016), 6 Hasil crosstabulasi data menunjukkan bahwa terdapat 5 responden (26,3%) dengan penggunaan jenis cairan kategori berisiko tetapi tidak mengalami flebitis, hal ini dikarenakan perawat selalu melakukan tindakan pemasangan infus dengan mengikuti standar operasional prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak RS sehingga semua tindakan yang dilakukan oleh perawat sesuai dan berdasarkan SOP yang telah dibuat. Selanjutnya terdapat pula 6 responden (28,6%) dengan penggunaan jenis cairan kategori tidak berisiko tetapi mengalami flebitis, hal ini disebabkan oleh ada beberapa hal yang tidak dilakukan perawat dalam observasi pencegahan flebitis terutama yang berkaitan dengan prinsip-prinsip pemilihan vena, tidak melakukan pengecekan setiap 8 jam apakah ada tanda-tanda flebitis atau infeksi, perawat tidak memindahkan pemasangan IV fine setiap 72 jam, serta kasa penutup sering lupa diganti oleh perawat. Hasil penelitian ini terlihat bahwa penggunaan jenis cairan yang baik adalah jenis cairan yang digunakan pada pasien memiliki osmolitas dan Ph dalam rentang normal, dimana dalam penelitian ini pada responden yang di infus dengan jenis cairan yang memiliki osmolitas dan Ph dalam rentang normal lebih banyak yang tidak mengalami kejadian flebitis, begitupula sebaliknya, penggunaan jenis cairan dengan osmolitas dan PH tinggi lebih banyak yang mengalami kejadian flebitis Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati plasma darah/serum, sehingga terus berada di osmolaritas cairannya mendekati serum, schingga terus berada di dalam pembuluh darah. 62 Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi. Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan) khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi (cairan Ringer-Laktat (RL), dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCI 0,9%) (Anggita, 2018). Cairan_ hipertonik, osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, schingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah, Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan Hipotonik.Misalnya Dextrose 5% + salin 0,45%, salin 3%, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin (Perry & Potter, 2005). Hasil uji statistik diperoleh nilai chi square X” hitung = 6,416 > nilai X? tabel ~ 2,705. Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H, diterima, artinya ada hubungan jenis cairan dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari, Kemudian nilai Phi (g) = 0,451. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang sedang, Penelitian yang sejalan adalah menurut penelitian Demang, F (2018) bahwa hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,001. Berdasarkan hasil uji statistik yang diperoleh dengan menggunakan analisis chi square yaitu 0,001 500 mOsm/L. Misalnya Dextrose 5%, NaCl0, 9%, produk darah, dan albumin, Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut, arena akan menganggu kemandirian lansia (Wayunah, 2011). Hasil crosstabulasi data menunjukkan bahwa terdapat 5 responden (23,8%) dengan lokasi pemasangan infus kategori berisiko tetapi tidak mengalami flebitis, hal ini terjadi Karena perawat melakukan teknik pemasangan kanula dengan benar, kanula dipasang baik dan tidak terlalu lama, tempat suntik sering diinspeksi visual, memilih ukuran kanula sesuai dengan ukuran vena, dan melakukan fiksasi dengan benar. Selanjutnya terdapat pula 4 responden (21,1%) dengan lokasi pemasangan infus Kategori tidak berisiko tetapi mengalami flebitis, hal ini dikarenakan masih banyak perawat yang tidak paham dengan pemilihan lokasi vena dan cara mendesinfeksi Kulit sebelum pemasangan kateter infus. Hasil penelitian ini terlihat bahwa lokasi pemasangan infus yang baik adalah tidak berada dekat persendian, dimana dalam penelitian ini, lokasi pemasangan infus yang berada dekat persendian lebih banyak yang mengalami kejadian flebitis, begitupula sebaliknya, lokasi pemasangan infus yang tidak berada dekat persendian lebih banyak yang tidak mengalami kejadian flebitis. Menurut Nurjanah (2004) dalam Lestari (2016) bahwa lokasi atau penempatan kateter intravena pada area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian flebitis, oleh karena saat ekstremitas digerakkan kateter yang terpasang ikut bergerak dan menyebabkan trauma pada dinding vena. Pemilihan vena yang terlalu dekat dengan pergelangan tangan yang memudahkan untuk terjadinya aliran balik balik darah schingga terjadi flebitis. Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa posisi ekstremitas yang berubah, Khususnya pada pergelangan tangan atau siku dapat mengurangi kecepatan aliran infus dan mempengaruhi aliran dalam darah, Pemasangan infus pada vena sefalika lebih baik digunakan. 65 Hasil uji statistik diperoleh nilai chi square X* hitung = 10,025 > nilai X” tabel = 2,705. Hal ini menunjukkan bahwa Hp ditolak dan H, diterima, artinya ada hubungan lokasi pemasangan infus dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari. Kemudian nilai Phi (p) = 0,551. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang sedang, Penelitian yang sejalan adalah penelitian Lestari (2016) bahwa berdasarkan hasil uji statistik chi square, nilai yang diperoleh ialah_p<0,05 ( 025) ini berarti dapat dikatakan hipotesis Ha diterima dan HO ditolak. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara lokasi pemasangan infus dengan kejadian flebitis pada pasien rawat inap di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado. . Faktor risiko aseptic dressing tethadap kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari Hasil penelitian pada analisis univariat menunjukkan bahwa dari 40 responden, terdapat 18 responden (45,0%) menyatakan aseptic dressing kategori berisiko. Hal ini dikarenakan pergantian balutan yang jarang dan tidak teratur, Menurut teori, teknik aseptik adalah metode yang digunakan untuk mencegah infeksi nosokomial (James, dkk 2008). Teknik aseptik ini digunakann pada setiap prosedur dan peralatan invasive seperti kateter urin. Prosedur ini harus dilaksanakan pada tempatnya untuk meminimalkan resiko infeksi, diperkirakan 30% infeksi nosokomial dapat dicegah. Pedoman nasional di inggris untuk mencegah dan mengontrol infeksi nosokomial telah dikeluarkan pada tahun 2001 (Amicstian, 2018). 67 Hasil uji statistik diperoleh nilai chi square X” hitung = 8,182 > nilai X” tabel = 2,705. Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H, diterima, artinya ada hubungan aseptic dressing dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari, Kemudian nilai Phi (@) = 0,503. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang sedang. Penelitian yang sejalan adalah penelitian Arnicstian (2018) bahwa hasil uji chi square di dapatkan nilai p=0,000 a= 0,05 sehingga HI diterima HO ditolak_ yang berarti ada hubungan tindakan teknik aseptik pemasangan infus dengan kejadian flebitis. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1, Ada hubungan jenis cairan dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari. 2, Ada hubungan lokasi pemasangan infus dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari. 3. Ada hubungan aseptic dressing dengan kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari. B. Saran 1. Diharapkan kepada RSUD Kota Kendari agar melakukan sosialisasi kepada seluruh perawat dalam melakukan penilaian Visual Infusion Phlebitis Score (VIP) sehingga mampu menentukan intervensi yang dilakukan untuk mencegah plebitis di rumah sakit. 2. Bagi ilmu pengetahuan agar penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai dokumen bahan bacaan. 3. Bagi institusi pendidikan agar hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan ide-ide baru dalam Imu Kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam ilmu perilaku manusia. 68 69 4. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat meneari faktor lain yang menyebabkan plebitis dan melakukan komparasi standar penilaian plebitis dari Kemenkesh dan Joint Commission International (JCI) yang lebih mudah efektif digunakan oleh perawat dalam mencegah kejadian plebitis.

Anda mungkin juga menyukai